Pembelajaran Matematika
Berorientasi Keterampilan
Berpikir Tingkat Tinggi
Berbasis UN dan PISA
Penulis :
SUPINAH
SUMARDYONO
2018
MODUL
PEMBELAJARAN KETERAMPILAN
BERPIKIR TINGKAT TINGGI
BERBASIS UN DAN PISA
Penulis
Supinah, PPPPTK Matematika
Sumardyono, PPPPTK Matematika
Reviewer
R. Rosnawati, UNY
PPPPTK Matematika
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia-Nya, modul ini dapat diselesaikan dengan baik. Modul ini digunakan pada
Pelatihan Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi Berbasis
UN/USBN dan PISA dalam rangka Pengimbasan oleh Instruktur Provinsi
dengan Dana Mandiri/APBD.
Modul ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan dalam usaha membantu guru
dalam a) menganalisis Kompetensi Dasar (KD) yang dimungkinkan dapat
dikembangkan pembelajaran dan penilaian berpikir tingkat tinggi (BTT) berbasis
analisis hasil UN (AHUN), b) menganalisis pembelajaran berpikir tingkat tinggi (BTT),
c) merencanakan pembelajaran dan penilaian berpikir tingkat tinggi (BTT), d)
melaksanakan pembelajaran dan penilaian berpikir tingkat tinggi (BTT), e)
menganalisis soal Berpikir Tingkat Tinggi (BTT) dan non berpikir tingkat tinggi
(BTT), f) mengembangkan kisi-kisi berpikir tingkat tinggi (BTT), dan g) menyusun
instrumen penilaian berpikir tingkat tinggi (BTT).
ii
DAFTAR ISI
ii
i
D. Uraian materi ............................................................................................. 48
E. Aktivitas Pembelajaran ............................................................................. 68
F. Rangkuman ............................................................................................... 69
G. Refleksi dan Umpan Balik ........................................................................ 70
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4 METODE DAN TEKNIK PEMBELAJARAN
YANG BERORIENTASI BERPIKIR TINGKAT TINGGI ................................. 72
A. Pengantar Kegiatan Pembelajaran ............................................................. 72
B. Tujuan Pembelajaran ................................................................................. 72
C. Indikator Pencapaian Kompetensi............................................................. 73
D. Uraian materi ............................................................................................. 73
E. Aktivitas Pembelajaran ............................................................................. 76
F. Rangkuman ............................................................................................... 78
G. Refleksi dan Umpan Balik ........................................................................ 78
KEGIATAN PEMBELAJARAN 5 PRAKTIK PENYUSUNAN SKENARIO
PEMBELAJARAN YANG BERORIENTASI BERPIKIR TINGKAT TINGGI 79
A. Pengantar Kegiatan Pembelajaran ............................................................. 79
B. Tujuan Pembelajaran ................................................................................. 79
C. Indikator Pencapaian Kompetensi............................................................. 80
D. Uraian materi ............................................................................................. 80
E. Aktivitas Pembelajaran ........................................................................... 104
F. Rangkuman ............................................................................................. 106
G. Refleksi dan Umpan Balik ...................................................................... 106
BAGIAN III EVALUASI ................................................................................... 108
BAGIAN IV PENUTUP ..................................................................................... 115
KUNCI JAWABAN EVALUASI....................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 117
i
v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
vii
6. Modul ini disusun dengan mengintegrasikan Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi yang diperlukan peserta didik agar mampu bertahan di abad XXI, yakni
literasi dasar (bagaimana peserta didik menerapkan ketrampilan berliterasi
untuk kehidupan sehari-hari), kompetensi (bagaimana peserta didik menyikapi
tantangan yang kompleks), dan karakter (bagaimana peserta didik menyikapi
perubahan lingkungan mereka) karena implementasi dari modul ini adalah untuk
peserta didik di sekolah.
7. Untuk melakukan kegiatan pembelajaran, Anda harus mulai dengan membaca
petunjuk dan pengantar modul ini, menyiapkan dokumen yang diperlukan,
mengikuti tahap demi tahap kegiatan pembelajaran secara sistematis dan
mengerjakan perintah-perintah kegiatan pembelajaran pada Lembar Kerja (LK).
Untuk melengkapi pemahaman, Anda dapat membaca bahan bacaan dan sumber-
sumber lain yang relevan.
8. Setelah mempelajari modul ini, Anda dapat mendesiminasikan di komunitas guru
matematika dalam Propinsi Anda serta dapat mengimplementasikan hasil belajar
tersebut di sekolah Anda.
viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berkenaan dengan itu, salah satu tema pendidikan yang berimplikasi pada kurikulum
selain tema karakter dan literasi adalah kecakapan abad 21. Kecakapan abad 21
merupakan kecakapan yang diperlukan oleh setiap orang agar dapat bersaing dalam
era globalisasi, keterbukaan, serta teknologi komunikasi dan informasi. Kecakapan
dalam hal berpikir kritis, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi merupakan unsur
penting dalam kecakapan abad 21. Untuk menuju ke sana, maka keterampilan
berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS) harus mendapat
penekanan dalam setiap proses pembelajaran di setiap jenjang pendidikan.
Mata pelajaran matematika merupakan salah satu “rumah” yang kondusif untuk
berkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi, sehingga peran guru
matematika untuk membelajarkan kemampuan berpikir ini, cukup strategis. Oleh
9
karena itu, pengetahuan dan keterampilan berpikir tingkat tinggi beserta aspek
pembelajarannya, sudah semestinya dikuasasi oleh guru, khususnya guru
matematika. “In order to increase the performance of students, the nature and
development of these skills, specifically in the context of mathematics teaching and
learning must be understood by teachers in all sectors of education” (Santos-Trigo &
Moreno-Armella, 2013).
Namun demikian, bila guru tidak memiliki pemahaman tentang berpikir tingkat tinggi
(selanjutnya, disingkat BTT) yang memadai, maka pembelajaran berpikir tingkat
tinggi yang diharapkan akan sulit terwujud. Hal ini sesuai yang diingatkan oleh Collin,
“The ability to integrate HOTS in mathematics can be hampered by a number of factors
including teacher’s limited knowledge of HOTS” (Collins, 2014).
Selanjutnya, pemahaman mengenai BTT pun tidaklah cukup, guru matematika juga
harus memiliki keterampilan yang memadai dalam berpikir tingkat tinggi, termasuk
memiliki kemampuan mengelola pembelajaran berpikir tingkat tinggi tersebut. Oleh
karena itu, penyusunan modul ini menjadi salah satu kontribusi untuk membantu
guru matematika dalam meningkatkan kemampuannya dalam mengelola
pembelajaran berpikir tingkat tinggi dalam mata pelajaran matematika.
B. Target Kompetensi
Kompetensi yang dituju dengan pemanfaatan modul pembelajaran ini adalah agar
guru matematika sebagai peserta pelatihan dapat memahami BTT, memiliki
kemampuan BTT minimal yang diperlukan di jenjang sekolahnya, serta memiliki
kemampuan dalam mengelola pembelajaran BTT.
C. Tujuan Pembelajaran
10
4. Peserta dapat menjelaskan macam dan implementasi metode dan teknik
pembelajaran matematika yang berorientasi berpikir tingkat tinggi.
5. Peserta dapat menyusun skenario pembelajaran yang berorientasi berpikir
tingkat tinggi.
D. Penilaian
11
kegiatan. Peserta yang dapat melakukan tes akhir adalah peserta yang memenuhi
minimal kehadiran 90% dan mengerjakan tuga-tugas yang telah diberikan.
Selanjutnya Nilai Akhir (NA) diperoleh dengan formula sebagai berikut
Keterangan: NA
: Nilai Akhir NS
: Nilai Sikap
NK : Nilai Ketrampilan
TA : Tes Akhir (nilai pengetahuan)
12
BAGIAN II KEGIATAN PEMBELAJARAN
Pada bagian ini merupakan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan oleh peserta
pelatihan. Terdapat beberapa kegiatan pembelajaran yang memuat tujuan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, materi pembelajaran, uraian
materi, aktivitas pembelajaran, rangkuman, serta refleksi dan umpan balik.
13
KEGIATAN PEMBELAJARAN 1
PENGERTIAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI DAN URGENSINYA
DALAM PEMBELAJARAN
Selanjutnya peserta akan mempelajari beberapa jenis berpikir tingkat tinggi: berpikir
kritis dan kreatif, lalu metakognisi dan penalaran, serta berpikir memecahkan
masalah (problem-solving).
B. Tujuan Pembelajaran
14
4. Menjelaskan kaitan berpikir tingkat tinggi dengan kemampuan memecahkan
masalah (matematika).
5. Mengidentifikasi KD pelajaran matematika pada Kurikulum 2013 dengan
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
6. Menjelaskan keterkaitan berpikir tingkat tinggi dengan UN dan asesmen PISA.
D. Uraian materi
Konsep keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (BTT) atau yang lebih dikenal
dalam Bahasa Inggris, HOTS (Higher Order Thinking Skills), tidak atau belum
memiliki batasan pengertian yang jelas dan diterima secara universal. Namun
demikian BTT memiliki beberapa karakteristik dasar yang diikuti oleh banyak
pihak, antara lain keterampilan yang tidak hanya me-recall pengetahuan dan
penerapan dalam situasi yang rutin.
Dalam kategori berpikir kritis, BTT meliputi kemampuan yang terkait dengan
berpikir reflektif dan argumentatif yang focus pada membuat keputusan untuk
percaya atau untuk melakukan sesuatu. (Norris & Ennis, dalam Collins, 2014).
Kategori ini juga berkaitan dengan artful thinking atau berpikir cerdik, yang
meliputi penalaran, mempertanyakan dan investigasi, observasi dan
15
mendeskripsikan, membandingkan dan menghubungkan, menemukan
kompleksitas, serta eksplorasi cara pandang (Barahal, dalam Collins, 2014).
A student incurs a problem when the student wants to reach a specific outcome or
goal but does not automatically recognize the proper path or solution to use to reach
it. The problem to solve is how to reach the desired goal. Because a student cannot
automatically recognize the proper way to reach the desired goal, she must use one
or more higher-order thinking processes. These thinking processes are called
problem solving. (siswa terlibat dalam sebuah masalah ketika siswa ingin
mendapatkan hasil atau tujuan yang khusus tetapi tidak secara otomatis dapat
mengenali jalan atau cara untuk mendapatkannya. Masalahnya adalah terletak
pada bagaimana mendapatkannya. Karena tidak serta merta mengetahui caranya
secara otomatis, maka siswa harus menggunakan satu atau lebih proses berpikir
yang lebih tinggi. Proses berpikir tersebut dikenal dengan pemecahan masalah).
(Nitko & Brookhart: 2007, dalam Collins, 2014).
Dalam sudut pandang level kognitif dari Taksonomi Bloom atau Taksonomi
Bloom-Anderson, maka kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dicirikan dengan
kemampuan analisis, dan ke atasnya. Jadi, BTT tidak semata-mata mampu
mengingat (remembering), memahami (understanding), dan menerapkan
(applying), tetapi juga minimal menganalisis (analysing), hingga mengevaluasi
(evaluating) dan mencipta (creating).
Resnick (seperti dikutip Collins, 2014) menyatakan walaupun kita tidak dapat
mendefinisikan BTT dalam istilah yang eksak, kita dapat mencirikan kapan
kemampuan berpikir tersebut hadir. Resnick mendaftarkan ciri-ciri kemampuan
BTT sebagai berikut:
16
Selalu memuat solusi yang beragam, masing-masing dengan kelebihan dan
kekurangannya, tidak hanya satu solusi.
Membutuhkan penilaian dan interpretasi.
Penerapan berbagai kriteria, yang terkadang saling konflik satu dengan yang
lain.
Ketidakpastian. Tidak semua yang diperlukan dalam tugas sudah diketahui
dengan pasti.
Proses berpikirnya diatur sendiri (self-regulation), yang memuat pengertian-
pengertian yang dihadirkan secara mandiri serta menemukan struktur dalam
urutan yang jelas.
Penuh dengan usaha, yang menghadirkan pekerjaan mental dalam bentuk
elaborasi dan penilaian/pertimbangan. (hal.2-3)
Sesuai dengan pengertian BTT yang telah dikemukakan pada bagian uraian
materi sebelumnya, berpikir tingkat tinggi terkait dengan tingkat kognitif di atas
dan tidak sekedar mengingat, memahami, dan menerapkan.
Berikut ini domain kognitif menurut Taksonomi Bloom dan Taksonomi Bloom-
Anderson.
Bloom Bloom-Anderson
Knowledge (pengetahuan) Remembering (mengingat)
Deskripsi: mengungkapkan kembali
fakta, konsep, dan prinsip yang sudah
dipelajari.
Comprehension (pemahaman) Understanding (memahami)
17
Deskripsi: mengkonstruksi
pengertian dengan cara dan kata-kata
sendiri.
Application (aplikasi) Applying (menerapkan)
Deskripsi: memberi contoh konsep
atau menerapkan prinsip pada situasi
yang sudah dipelajari.
Analysis (analisis) Analysing (menganalisis)
Deskripsi: mengurai karakteristik
suatu hal, menelaah komponen-
komponen suatu struktur, atau
mengkaji bagaimana beberapa hal
dapat saling berhubungan.
Synthesis (sintesis) Evaluating (menilai)
Deskripsi: melakukan kritik,
membuat rekomendasi atau laporan.
Catatan: pada taksonomi Anderson
ini, evaluating lebih rendah dibanding
creating, karena untuk melakukan
creating, diperlukan penilaian pada
sesuatu yang ada sebelumnya.
Evaluation (evaluasi) Creating (mencipta)
Deskripsi: menyusun bagian-bagian
dengan cara baru, atau menyusun
menjadi sesuatu yang baru.
Catatan: creating setara dengan
sintesis pada taksonomi Bloom.
18
3. Berpikir Kritis dan Kreativitas
Dalam berpikir kritis, apa yang dilakukan saat “berpikir” mengandung pengertian
siswa melakukan penilaian yang bijak atau melakukan kritik yang beralasan logis.
Ennis (dalam Heris, 2017) menyatakan bahwa berpikir kritis sebagai berpikir
reflektif yang beralasan dan difokuskan pada penetapan apa yang dipercayai atau
yang dilakukan. Berpikir kritis berelasi dengan lima ide kunci yaitu praktis,
reflektif, masuk akal, kepercayaan/keyakinan, dan aksi/tindakan. Gega (dalam
Sumardyono, 2010: 9) mengemukakan bahwa orang yang berpikir kritis adalah
yang menggunakan bukti untuk mengukur kebenaran kesimpulan, serta dapat
menunjukkan pendapat yang terkadang kontradiktif, bahkan mau mengubah
pendapatnya jika ternyata ada bukti lebih kuat yang bertentangan dengan
pendapatnya.
Berpikir kritis tergolong keterampilan berpikir tingkat tinggi, yang tidak hanya
menghafal tetapi menggunakan dan memanipulasi bahan-bahan yang dipelajari
ke dalam situasi baru. (Heris, 2017: 96).
Keterampilan yang diperlukan agar siswa dapat berpikir kritis antara lain:
kemampuan melakukan penilaian terhadap sumber-sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan, mengidentifikasi asumsi, generalisasi dan bias
(ketidakcocokan), serta mengidentifikasi tujuan dan manfaat, mengidentifikasi.
(Collins, 2014).
19
yang tidak dipahami kebanyakan orang, menganalisis informasi yang tidak
lengkap, membuat banyak pertimbangan, serta mengelaborasi solusi.
Tampak bahwa berpikir kreatif memiliki hubungan yang dekat dengan berpikir
kritis, dan tergolong ke dalam berpikir tingkat tinggi.
5. Pemecahan Masalah
20
batasan dan pola-pola, mencoba berbagai strategi, serta melakukan penilaian dan
mengujicoba kelengapan dan kebenaran penyelesaian atau solusi.
Sesuai dengan Permendikbud no.22 tahun 2016 tentang standar proses, bahwa
proses pembelajaran harus meliputi pengembangan 3 ranah kompetensi yaitu
sikap (attitude), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skills). Ketiga
ranah kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang
berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas
“mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”.
Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba,
menalar, menyaji, dan mencipta”. Tampak bahwa dalam Kurikulum 2013,
berpikir tingkat tinggi menjadi tujuan pembelajaran dalam semua jenjang dan
21
mata pelajaran.
Selain itu, dengan dimasukkannya gerakan literasi dan kecakapan abad 21,
menambah dan menguatkan aspek berpikir tingkat tinggi pada Kurikulum 2013.
Dengan literasi diharapkan siswa dapat mengembangkan kemampuan
menganalisis dan menilai bahan bacaan, baik teks maupun non-teks. Sementara
kecakapan abad 21 yang meliputi 4C: critical thinking, creativity, communication,
dan collaboration, jelas merupakan kecakapan-kecakapan yang terkait erat
dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
22
pembelajaran berpikir tingkat tinggi “memaksa” siswa berpikir tentang sesuatu
yang melibatkan kecerdikan dan berpikir kritis. Ini membuat mereka merasa
mendapatkan manfaat dan meningkatkan kepercayaan diri. (dalam Collins, 2014)
Bukti hubungan positif antara kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan tes
standar semacam UN (Ujian Nasional), dapat dilihat dari hasil NAEP (National
Assessment of Educational Progress) dan TIMSS (the Trends in International
Mathematics and Science Study) yang melaporkan bukti yang jelas bahwa
pembelajaran matematika (dan juga sains) yang menekankan pada aspek
penalaran berasosiasi dengan skor yang lebih tinggi di semua jenjang diujikan.
(Collins, 2014).
Selain ada hubungan kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan skor tinggi pada
tes standar atau UN, perkembangan terakhir terkait UN juga menekankan pada
butir tes yang menguji kemampuan BTT atau HOTS, walaupun persentasenya
masih disesuaikan dengan kriteria kesulitan soal sehingga masih berkisar 10%
hingga 15%.
Selain UN, keterampilan berpikir tingkat tinggi juga jelas berkaitan dengan tes-tes
yang menguji literasi matematis, karena tes semacam ini membutuhkan
kemampuan “transfer” ke situasi yang berbeda. Asesmen PISA merupakan salah
satu tes yang berkaitan erat dengan kemampuan BTT.
PISA bukanlah tes standar karena tidak berkaitan langsung dengan kurikulum
sekolah. PISA menilai aspek literasi yang meliputi literasi membaca, literasi
matematika, dan literasi sains.
23
Dalam OEDC (2018: 51) disebutkan bahwa apa yang dimaksud dengan literasi
matematika adalah kemampuan seseorang untuk merumuskan, menggunakan,
dan menafsirkan matematika dalam berbagai konteks. Lengkapnya sebagai
berikut.
Jelas bahwa asesmen PISA sangat terkait dengan kemampuan Berpikir tingkat
tinggi. Sementara konteks yang dimaksud terbagi ke dalam 4 jenis: kehidupan
pribadi, kehidupan pekerjaan, kehidupan umum, dan kehidupan akademik.
Level kompetensi siswa yang mendasari tes PISA, diuraikan pada tabel berikut
ini.
24
Siswa dapat menginterpretasikan dan mengenali situasi
Level 2
dalam konteks yang memerlukan penarikan kesimpulan
secara langsung.
Siswa dapat memilah informasi yang relevan dari sumber
tunggal dan menggunakan penarikan kesimpulan yang
tunggal.
Siswa dapat menerapkan algoritma dasar,
memformulasikan, menggunakan, melaksanakan
prosedur atau ketentuan-ketentuan yang dasar.
Siswa dapat memberikan alasan secara langsung dan
melakukan penafsiran secara harfiah dari hasil.
25
Siswa dapat menggunakan perkembangan ketrampilan
yang baik dan mengemukakan alasan dan pandangan
yang fleksibel sesuai dengan konteks.
26
Siswa dapat merumuskan dan mengkomunikasikan
dengan tepat tindakannya serta merefleksikan dengan
mempertimbangkan temuannya, interpretasinya,
pendapatnya, dan ketepatan pada situasi yang nyata.
E. Aktivitas Pembelajaran
Aktivitas 1.1
Isilah tabel di bawah ini dengan mengidentifikasi karakteristik pokok atau ciri utama
dari setiap jenis atau keterampilan berpikir yang tergolong HOTS.
27
6 Berpikir metakognisi (BM)
7 Berpikir memecahkan
masalah (BPM)
Aktivitas 1.2
Lakukan identifikasi untuk setiap KD di bawah ini, apakah termasuk kompetensi yang
berkaitan langsung dengan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi (KBTT) atau HOTS.
Jenjang KD yang dikaji menyesuaikan jenjang sekolah.
28
berkaitan dengan diri
peserta didik atau
lingkungan sekitar serta
cara pengumpulannya.
(KD 4.7 Kelas V)
SMP
1 Membedakan
perbandingan senilai
dan berbalik nilai
dengan menggunakan
tabel data, grafik, dan
persamaan.
(KD 3.8 Kelas VII)
2 Menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan
relasi dan fungsi dengan
menggunakan berbagai
representasi
(KD 4.3 Kelas VIII)
3 Menyajikan dan
menyelesaikan masalah
kontekstual dengan
menggunakan sifat-sifat
fungsi kuadrat.
(KD 4.4 Kelas IX)
SMA/SMK
1 Menggeneralisasi rasio
trigonometri untuk
sudut-sudut di berbagai
kuadran dan sudut-
sudut berelasi.
(KD 3.8 Kelas X)
2 Menggunakan pola
barisan aritmetika atau
geometri untuk
menyajikan dan
menyelesaikan masalah
29
kontekstual (termasuk
pertumbuhan,
peluruhan, bunga
majemuk, dan anuitas).
(KD 4.6 Kelas XI)
3 Menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan
penyajian data hasil
pengukuran dan
pencacahan dalam tabel
distribusi frekuensi dan
histogram.
(KD 4.2 Kelas X)
Aktivitas 1.3
Pada asesmen PISA, aktivitas siswa pada level berapa saja yang menuntut
keterampilan BTT atau HOTS? Jelaskan argumentasi Anda.
F. Rangkuman
Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS), tidak
memiliki pengertian yang universal. Keterampilan BTT setidaknya memiliki 3
kategori utama yaitu kemampuan “transfer” (di area dan konteks berbeda),
kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan memecahkan masalah.
Dalam konteks taksonomi Bloom-Anderson, keterampilan BTT meliputi kemampuan
menganalisis, mengevaluasi, dan mengkreasi.
30
Kemampuan berpikir tingkat tinggi memiliki implikasi positif terhadap perolehan
skor tes standar termasuk UN. Sementara asesmen PISA banyak menuntut
keterampilan BTT atau HOTS.
Pada bagian ini, Saudara harus lebih banyak bertanya pada diri sendiri mengenai
berbagai hal yang sudah Saudara dapatkan selama mengikuti kegiatan dalam modul
ini dan juga di kelas.
Beberapa di antaranya sebagai berikut:
Apa yang sudah saya pelajari?
Materi apa yang belum saya pahami?
Apakah semua materi sudah saya pahami dengan baik?
Kesulitan terbesar apa yang saya alami untuk memahami materi?
Apakah semua aktivitas sudah saya lakukan?
Apakah semua aktivitas dan tugas dapat saya selesaikan?
Apakah manfaat pengetahuan dan keterampilan yang sudah saya dapatkan?
Jika ternyata sebagian besar Anda masih ragu atas pertanyaan-pertanyaan di atas,
maka beberapa hal dapat Anda lakukan:
1. Baca kembali materi secara teliti, bila perlu diskusikan kembali dengan teman
sejawat yang dianggap mampu.
2. Periksa kembali aktivitas dan hasil yang sudah diperoleh, cermati kesalahan yang
mungkin Anda lakukan atau bagian-bagian di mana yang belum dipahami.
Konsultasikan dengan teman sejawat yang dianggap mampu.
3. Bila perlu, diskusikanlah dengan fasilitator Pelatihan atau konsultasikan dengan
penulis modul jika memungkinkan.
31
KEGIATAN PEMBELAJARAN 2
PENDEKATAN DAN STRATEGI PEMBELAJARAN YANG
BERORIENTASI BERPIKIR TINGKAT TINGGI
Dalam Permendikbud No.22 tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah, disebutkan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
B. Tujuan Pembelajaran
D. Uraian materi
32
Istilah pendekatan dan strategi dalam beberapa literatur mungkin saling
bertumpang tindih. Namun demikian, dapat dikemukakan beberapa pengertian
yang akan diacu dalam modul ini.
Raka Joni (dalam Abimanyu, 2008) menyatakan bahwa pendekatan sebagai cara
umum dalam memandang permasalahan atau objek kajian sehingga berdampak
ibarat seseorang menggunakan kacamata dengan warna tertentu di dalam
memandang alam.
Beberapa pendekatan yang dikenal antara lain pembelajaran berpusat pada siswa
(student centered approach), pembelajaran kontekstual, pembelajaran tematik,
dan lain sebagainya.
Contoh strategi pembelajaran antara lain strategi discovery, strategi grup diskusi,
dan lain sebagainya.
Secara lebih sederhana, J.R. David dalam Wina Sanjaya (2010) menyatakan bahwa
strategi pembelajaran mengandung makna perencanaan, yaitu sebuah
perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai
tujuan tertentu. Dengan pengertian di atas, strategi dapat bersifat khusus namun
mempengaruhi keseluruhan proses pembelajaran.
33
Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip
pembelajaran yang digunakan:
a. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
b. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka
sumber belajar;
c. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan
pendekatan ilmiah;
d. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi;
e. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
f. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran
dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
g. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
h. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan
keterampilan mental (softskills);
i. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
j. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut
wuri handayani);
k. pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di masyarakat;
l. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa
saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas;
m. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan Pengakuan atas perbedaan
individual dan latar belakang budaya peserta didik.
(Permendikbud No.22 tahun 2016)
34
Pembelajaran berpikir tingkat tinggi, dapat menggunakan dua cara berbeda: (1)
keterampilan berpikir tingkat tinggi yang dibelajarkan sebagai sebuah konten
khusus, atau (2) keterampilan berpikir tingkat tinggi diintegrasikan ke dalam
konten pelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan pernyataan: HOTS can be
taught in isolation from specific contents, but incorporating them into content areas
seems to be a popular way of teaching these skills. (dalam Five High Order Thinking
Skills).
Strategi pembelajaran model kedua, tampaknya menjadi cara yang paling umum
dipergunakan dalam kurikulum sekolah. Tujuan-tujuan pembelajaran terkait
konten matematika diidentifikasi mana yang memerlukan keterampilan berpikir
tingkat tinggi, sehingga dari hasil identifikasi tersebut dapat dikembangkan
strategi, metode dan teknik pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi.
35
a. Secara khusus membelajarkan bahasa dan konsep berpikir tingkat
tinggi. (Specifically teaching the language and concepts of higher-order
thinking)
Guru tidak hanya cukup mengajarkan bahasa dan konsep matematika, tetapi
juga memberitahukan kepada siswa apa yang sedang mereka kerjakan dan
mengapa berpikir tingkat tinggi diperlukan untuk memecahkan masalah di
sekolah dan di kehidupan sehari-hari.
36
dan waktunya menyesuaikan dengan kedalaman dan keluasan konten serta
level kognitifnya. Guru juga dapat memastikan apakah siswa sudah
menunjukkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, karena jika tidak maka
besar kemungkinan, guru belum menggugah siswa dengan pertanyaan dan
aktivitas yang berorientasi BTT.
Scaffolding adalah dukungan yang diberikan kepada siswa pada awal aktivitas
dan secara berkelanjutan mengarahkan siswa untuk mengambil
tanggungjawab untuk bekerja dengan caranya sendiri. Kaughan dan Eggen
(dalam Collins, 2014) menyarankan guru memberikan scaffolding hanya pada
saat dibutuhkan sehingga siswa membuat kemajuan dengan caranya sendiri.
Jika sama sekali tidak memberikan scaffolding, akan membuat siswa tidak
37
bergerak untuk berpikir, tetapi memberikan scaffolding berupa petunjuk
yang terlalu banyak juga akan membuat siswa hanya meniru.
1) Gunakan scaffolding:
38
Menghubungkan latihan dengan masalah yang lebih kompleks, situasi
nyata sehari-hari.
39
Bagaimana kamu menggambarkan masalah dengan kata-katamu
sendiri?
Apakah kamu tahu, apa yang tidak dinyatakan dalam soal?
Apa fakta yang kamu peroleh?
Bagaimana kamu menangani masalah yang hampir serupa?
Dapatkah kamu menyelesaikan masalah yang lebih sederhana? Atau
dengan bilangan yang lebih kecil? Atau menggunakan garis bilangan?
Apa yang terjadi jika diurutkan?
Apakah berguna jika dibuatkan diagram? Dibuatkan tabel?
Digambar?
Dapatkah kamu menduganya lalu mengeceknya?
Sudahkah kamu membandingkan jawabmu dengan pekerjaan orang
lain? Apa yang sudah dilakukan teman lain dalam kelompokmu?
c. Untuk membantu membuat hubungan antar ide dan aplikasi
Bagaimana ini berhubungan dengan ...?
Ide apa yang sudah kamu pelajari yang akan berguna untuk
menyelesaikan masalah ini?
Dapatkah kamu memberikan contohnya?
d. Untuk mendorong refleksi
Bagaimana kamu sampai pada jawabanmu?
Apakah jawabanmu kelihatan masuk akal? Mengapa?
Dapatkah kamu menjelaskan metodemu? Mengapa metode itu
berhasil?
Apa yang mungkin terjadi jika dimulai dari ketimbang ?
Apa ide pokok dari masalah ini?
e. Untuk membantu siswa mendapatkan kepercayaan diri dan
berdasar pemahaman sendiri
Mengapa hal ini benar?
Bagaimana kamu sampai pada jawabannya?
Apakah ini masuk akal?
Dapatkah kamu membuat model atau contoh untuk
menunjukkannya?
40
f. Untuk membantu siswa belajar berargumentasi secara matematis
Apakah hal ini benar untuk semua kasus? Jelaskan
Dapatkah kamu memikirkan sebuah contoh yang bertentangan
(counterexample)?
Bagaimana kamu membuktikannya?
Asumsi apa yang kamu pergunakan?
g. Untuk mengecek kemajuan pekerjaan siswa
Dapatkah kamu menjelaskan apa yang sudah kamu lakukan? Apa
yang akan dikerjakan selanjutnya?
Mengapa kamu memutuskan memilih metode ini?
Dapatkah kamu memilikirkan metode lain?
Apakah ada strategi lain yang lebih efisien?
Apa yang kamu perhatikan jika … ?
Mengapa kamu memutuskan untuk mengatur jawabanmu seperti
ini?
Apakah kamu mengira caranya sama bila bilangannya diubah?
Sudahkah kamu memikirkan semua kemungkinan? Bagaimana kamu
yakin?
h. Untuk membantu siswa secara kolektif membuat matematika
bermakna
Bagaimana menurutmu tentang apa yang disampaikan oleh
temanmu?
Apakah kamu setuju? Mengapa?
Apakah ada yang memiliki jawaban sama, namun dengan cara
berbeda?
Apakah kamu paham apa yang dikatakan oleh temanmu?
Dapatkah kamu meyakinkan temanmu bahwa jawabanmu masuk
akal?
i. Untuk mendorong membuat dugaan atau konjektur
Apa yang terjadi jika …. ? Apa pula yang terjadi jika tidak demikian?
Apakah kamu melihat sebuah pola? Dapatkah kamu menjelaskan
pola tersebut?
Apa saja kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi?
41
Dapatkah kamu memprediksi yang terjadi kemudian?
Keputusan apa yang seharusnya dibuat oleh temanmu?
E. Aktivitas Pembelajaran
Aktivitas 2.1
42
Aktivitas 2.2
Aktivitas 2.3
Dari telaah terhadap Uraian Materi, khususnya pada bagian materi tentang
strategi pembelajaran yang berorientasi HOTS, tulislah “Do” dan “Don’t” masing-
masing sebanyak 5 buah. Tindakan “Do” yang menggambarkan strategi yang
disarankan dalam pembelajaran agar cara berpikir siswa meingkat ke tingkat
yang lebih tinggi (HOTS). Sementara tindakan “Don’t” mendeskripsikan hal yang
harus dihindari dan mungkin sering terjadi yang menghambat siswa untuk
mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
No. DO
1
43
5
No. DON’T
1
F. Rangkuman
Pada bagian ini, Saudara harus lebih banyak bertanya pada diri sendiri mengenai
berbagai hal yang sudah Saudara dapatkan selama mengikuti kegiatan dalam modul
ini dan juga di kelas.
Beberapa di antaranya sebagai berikut:
Apa yang sudah saya pelajari?
Materi apa yang belum saya pahami?
44
Apakah semua materi sudah saya pahami dengan baik?
Kesulitan terbesar apa yang saya alami untuk memahami materi?
Apakah semua aktivitas sudah saya lakukan?
Apakah semua aktivitas dan tugas dapat saya selesaikan?
Apakah manfaat pengetahuan dan keterampilan yang sudah saya dapatkan?
Jika ternyata sebagian besar Anda masih ragu atas pertanyaan-pertanyaan di atas,
maka beberapa hal dapat Anda lakukan:
1. Baca kembali materi secara teliti, bila perlu diskusikan kembali dengan teman
sejawat yang dianggap mampu.
2. Periksa kembali aktivitas dan hasil yang sudah diperoleh, cermati kesalahan yang
mungkin Anda lakukan atau bagian-bagian di mana yang belum dipahami.
Konsultasikan dengan teman sejawat yang dianggap mampu.
3. Bila perlu, diskusikanlah dengan fasilitator Pelatihan atau konsultasikan dengan
penulis modul jika memungkinkan.
45
KEGIATAN PEMBELAJARAN 3
IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN YANG
BERORIENTASI BERPIKIR TINGKAT TINGGI
Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan dalam Pemendikbud Nomor 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, yang
menyebutkan bahwa dalam kegiatan inti, menggunakan model pembelajaran, metode
pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Lebih lanjut disebutkan pengetahuan
dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis,
mengevaluasi, hingga mencipta. Untuk mendorong peserta didik menghasilkan karya
kreatif dan kontekstual, baik individual maupun kelompok, disarankan yang
menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (problem based learning).
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar,
menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan sub topik) mata pelajaran yang
diturunkan dari keterampilan harus mendorong peserta didik untuk melakukan
proses pengamatan hingga penciptaan. Untuk mewujudkan keterampilan tersebut
perlu melakukan pembelajaran yang menerapkan model belajar berbasis
penyingkapan (discovery learning) atau penelitian (inquiry learning), dan
pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah (project based
learning).
46
Sebagaimana uraian tersebut di atas, maka perlu kiranya bagi guru untuk dapat
menggunakan ketiga model pembelajaran yang disarankan di atas dengan lebih
memfokuskan pada keterampilan berfikir tingkat tinggi. Untuk itu, dalam kegiatan
pembelajaran ini akan dibahas model pembelajaran discovery learning/inquiry
learning, problem based learning (PBL), dan project based learning (PJBL) kaitannya
dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, Anda sebagai guru dapat melakukan hal berikut.
1. Menyebutkan jenis-jenis model pembelajaran yang berorientasi pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi.
2. Mengidentifikasi model pembelajaran berorientasi keterampilan berpikir
tingkat tinggi yang sesuai dengan pembelajaran matematika.
3. Membuat contoh penerapan model pembelajaran matematika yang
berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.
4. Menganalisis berbagai model pembelajaran yang berorientasi pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi pada pembelajaran matematika.
5. Menyusun tahap-tahap pembelajaran matematika sesuai model
pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi.
47
D. Uraian materi
Joyce dan Weil (1980: 1) menyebutkan model-model adalah suatu rencana atau pola
yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, untuk mendesain materi
pelajaran, dan untuk pedoman kegiatan belajar mengajar di dalam kelas maupun
tempat lain. Merangkum dari Joyce dan Weil (1986:14-15) dan bahan suplemen
implementasi Kurikulum 2013 dari Kemdikbud, dapat disimpulkan bahwa setiap
model pembelajaran harus memiliki empat unsur berikut.
a. Sintak (syntax) yang merupakan fase-fase (phasing) dari model yang
menjelaskan model tersebut dalam pelaksanaannya secara nyata. Contohnya,
bagaimana kegiatan pendahuluan pada proses pembelajaran dilakukan? Apa
yang terjadi berikutnya?
b. Sistem sosial (the social system) yang menunjukkan peran dan hubungan guru
dan siswa selama proses pembelajaran. Kepemimpinan guru sangatlah
bervariasi pada satu model dengan model yang lainnya. Pada satu model, guru
berperan sebagai fasilitator namun pada model yang lain guru berperan
sebagai sumber ilmu pengetahuan.
c. Prinsip reaksi (principles of reaction) yang menunjukkan bagaimana guru
memperlakukan siswa dan bagaimana pula ia merespon terhadap apa yang
dilakukan siswanya. Pada suatu model, guru memberi ganjaran atas sesuatu
yang sudah dilakukan siswa dengan baik, namun pada model yang lain guru
bersikap tidak memberikan penilaian terhadap siswanya, terutama untuk hal-
hal yang berkait dengan kreativitas.
d. Sistem pendukung (support system), yang meliputi segala sarana, bahan, alat,
atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran,
e. Dampak instruksional dn dampak penyerta (instructional & nurturant effects)
yang merupakan hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan
yang ditetapkan (instructional effects) dan hasil belajar di luar yang
ditetapkan (nurturant effects).
Model pembelajaran didefinisikan oleh Soekamto dan Winaputra (1995: 78), sebagai
kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam
48
mengorganisasikan pengalaman belajar bagi siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan
para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar.
Sementara itu, Ismail (2003) menyebutkan bahwa istilah model pembelajaran
mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu
yaitu sebagai berikut.
a. Rasional teoritik yang logis yang disusun oleh penciptanya.
b. Tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut berhasil.
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai.
49
untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri,
menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan permanen dan tahan lama
dalam ingatan jangka panjang. Melalui belajar berbasis penemuan, siswa
diharapkan mampu belajar berpikir menganalisis dan mencoba memecahkan
sendiri masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Kurniasih (2014:64) menekankan bahwa model discovery learning adalah proses
pembelajaran dengan menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi
hasil pengamatan atau percobaan (pembuktian). Suryabrata (2002:193), discovery
learning adalah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan sesuatu
konsep atau prinsip hasil penyelelidikan secara langsung. Proses mental tersebut
antara lain mengamati, mencerna, mengerti menggolong-golongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya. Menurut
Ruseffendi (2006:329), metode Discovery Learning adalah metode mengajar yang
mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan
yang belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan secara utuh dari guru tetapi
sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.
Proses pembelajaran dengan penemuan dimulai dengan cara siswa didorong untuk
belajar terlibat aktif dengan konsep dan prinsip yang dimiliki. Selain itu, dalam
pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara mandiri
dan mengoptimalkan keterampilan berfikir limiah karena mereka harus bisa
mengidentifikasi, memprediksi, menganalisis, membuktikan, mengolah, dan
mengkomuniksasikan informasi yang diperoleh secara mandiri.
Suprihatiningrum (2014) menekankan pembelajaran penemuan dibedakan menjadi
dua, yaitu pembelajaran penemuan yang bersifat bebas (free discovery learning) atau
sering disebut open ended discovery dan pembelajaran penemuan terbimbing (guided
discovery learning). Dalam pelaksanaannya pembelajaran di Sekolah, pembelajaran
penemuan terbimbing (Guided Discovery Learning) lebih banyak diterapkan karena
melalui petunjuk dan arahan dari guru, siswa akan bekerja lebih terarah dalam
rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Pembimbingan yang dilakukan guru
bersifat sebagai rambu-rambu prosedur kerja untuk menfasilitasi keaktifan siswa
dalam proses penemuan informasi di lapangan, bukan semacam resep jadi yang harus
dikuti secara menyeluruh.
50
Karakteristik model pembelajaran discovery learning yang membedakan dengan
model lainya (Kemendikbud:2013) antara lain adalah sebagai berikut.
1) Mengeksplorasi/memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasikan pengetahuan baru.
2) Pembelajaran berpusat pada siswa.
3) Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif.
4) Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada diri siswa
5) Berbasis penyelidikan dan pembuktian langsung
Beberapa hal yang menjadi ciri utama pembelajaran discovery learning menurut
Sanjaya (2007:195) adalah sebagai berikut.
1) Model Discovery menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk
mencari dan menemukan.
2) Aktivitas siswa dirahkan untuk mencari dan menemukan jawaban sendiri
dari suatu yang dipertanyakan, sehingga dapat menumbuhkan sikap
percaya diri.
3) Tujuan penggunaan model Discovery adalah untuk meningkatkan
kemampuan berpikir secara sistematis, logis, dan kritis.
Fase
Indikator Aktifitas Guru/Peserta Didik
ke
51
Fase
Indikator Aktifitas Guru/Peserta Didik
ke
52
Fase
Indikator Aktifitas Guru/Peserta Didik
ke
Berdasarkan uraian di atas, tergambar jelas bahwa model Discovery Learning dalam
pembelajarannya berorientasi pada keterampilan berfikir tingkat tinggi. Sebagai
transfer of knowledge dan problem solving, model ini berfokus pada kegiatan
penemuan konsep-konsep baru yang belum diketahui dan peserta didik didorong
untuk belajar dan menemukan sendiri terkait konsep dan informasi baru melalui
keterlibatan aktif untuk memperoleh pengalaman belajar yang bermakna atau tidak
mudah dilupakan. Hal ini membantu meningkatkan keterampilan dan proses kognitif
peserta didik, menimbulkan rasa senang karena tumbuhnya rasa menyelidiki
langsung, membantu peserta didik memperkuat konsep diri karena memperoleh
kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya, membantu memperkuat pribadi
peserta didik dengan bertambahnya kepercayaan diri sendiri melalui proses
penemuan, dan mengembangkan bakat dan kecakapan individu, serta peserta didik
merasa terlibat dan termotivasi untuk belajar pada suatu proyek penemuan khusus.
Sebagai critical and creative thinking, dan juga Problem Solving, dalam
menemukan konsep siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat
dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan untuk menemukan beberapa konsep atau
prinsip, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis,
dan kritis. Hal ini membantu perkembangan semangat dan jaya juang siswa untuk
menemukan informasi yang dapat dibuktikan kebenarannya.
53
Berdasarkan pendapat beberapa ahli, Sumardiyono menyebutkan, istilah “Problem”
terkait erat dengan suatu pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan problem
solving. Dalam hal ini tidak setiap soal dapat disebut problem atau masalah (2007: 5).
Perhatikan soal-soal dibwah ini. Menurut Anda manakah dari kedua soal berikut
yang merupakan masalah? Mengapa?
Fase
Indikator Peran guru
ke
54
Fase
Indikator Peran guru
ke
Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran pemecahan masalah adalah suatu
rancangan tindakan (action) yang dilakukan guru agar para siswanya termotivasi
untuk menerima tantangan yang ada pada pertanyaan (soal) dan mengarahkan para
siswa dalam proses pemecahannya. Dalam pemecahan masalah, menunjukkan
suasana pembelajaran yang mendorong siswa untuk menemukan terlebih dahulu
cara/strategi/hubungan sebelum menyelesaikan suatu masalah.
Sementara itu, dalam lampiran Permendiknas NO 22 dikemukakan bahwa
pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam pembelajaran matematika
yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan
solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian (permendiknas,
2006: 416). Hal ini menunjukkan bahwa bentuk soal/masalah yang dibuat/diberikan
55
guru untuk dipecahkan siswa hendaknya bervariasi yang meliputi masalah tertutup
dan terbuka. Lebih lanjut dikemukakan dalam lampiran Permendiknas tersebut
bahwa untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, maka siswa perlu
dikembangkan keterampilannya dalam: (1) memahami masalah; (2) membuat model
matematika; (3) menyelesaikan masalah, dan; (4) menafsirkan solusinya.
Dalam pembelajaran dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam memecahkan
masalah adalah sebagai berikut.
a. Memahami masalah, yang berarti dapat merumuskan permasalahan yaitu
mengenal apa yang diketahui, ditanyakan dan syarat-syaratnya.
b. Membuat strategi memecahkan masalah, yaitu dapat dengan mencoba-
coba, membuat tabel, gambar atau diagram, mencobakan pada soal yang
lebih sederhana, menemukan pola, mempertimbangkan setiap
kemungkinan, berpikir logis, bergerak dari belakang, mengabaikan hal yang
tidak mungkin, atau menggunakan deduksi.
c. Menyelesaikan masalah atau melaksanakan prosedur penyelesaian,
yaitu melaksanakan model atau strategi memecahkan masalah yang telah
dibuat.
d. Menafsirkan solusinya, yaitu mengkomunikasikan perolehan hasil
pemecahan masalah dengan pemeriksaan hasil pemecahan masalah.
56
4. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based Learning)
57
b. Karakteristik Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based
Learning)
58
Tahap Indikator Kegiatan Guru dan Siswa
59
penyajian data. Penilaian proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman,
kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan dan kemampuan
menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil
akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu
dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan
laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam
bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/ instrumen penilaian
berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
Pada penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu sebagai
berikut.
a. Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan
mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
b. Relevansi
Kesesuaian dengan mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap
pengetahuan, pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
c. Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya,
dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan
dukungan terhadap proyek peserta didik.
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil
akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal atau tahapan yang perlu
dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapkan
laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam
bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian
berupa daftar cek ataupun skala penilaian.
60
5. Model Pembelajaran Inquiry
61
Model inquiry ini merupakan suatu model yang merangsang murid untuk berfikir,
menganalisis suatu persoalan sehingga menemukan pemecahannya. Dalam bahasa
Inggris disebut problem solving method. Model ini membina kecakapan untuk melihat
alasan-alasan yang tepat dari suatu persoalan, sehingga pada akhirnya dapat
ditemukan bagaimana cara penyelesaiannya. Model ini pun adalah model yang
membina murid untuk dapat berfikir ilmiah, yaitu cara berfikir yang mengikuti
jenjang-jenjang tertentu didalam penyelesaiannya.
Untuk dapat melaksanakan pembelajaran berbasis inkuiri dengan baik guru harus
memperhatikan prinsip-prinsip pelaksanaan pembelajarannya. Adapun prinsip-
prinsip yang dimaksud adalah sebagai berikut.
62
maka makin bagus pembelajaran berbasis inkuiri yang dilaksanakan oleh guru.
Pertanyaan-pertanyaan ini kemudian harus dicari sendiri oleh siswa pemecahan dan
jawabannya. Karena, pembelajaran berbasis inkuri adalah pembelajaran yang
membantu siswa mengembangkan sendiri pengetahuannya berdasarkan rasa ingin
tahunya.
Prinsip penting pembelajaran berbasis inkuiri adalah belajar berpikir. Ketika siswa
diberi rangsangan atau stimulasi di awal pembelajaran, maka akan muncul rasa ingin
tahu pada diri mereka. Ini menunjukkan bahwa mereka berpikir. Ketika mereka
melontarkan pertanyaan-pertanyaan, itu menunjukkan bahwa mereka memiliki rasa
ingin tahu, dan juga berpikir. Selanjutnya guru tinggal mengarahkan mereka untuk
memuaskan rasa ingin tahu dan melanjutkan proses berpikir tersebut sehingga
mereka secara mandiri dan atas dasar keinginan sendiri menemukan pengetahuan
dan fakta-fakta yang relevan.
1) Question
63
Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang
memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena.
Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke
pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan
pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab
pertanyaan ini sesuai dengan Taxonomy Bloom siswa dituntut untuk melakukan
beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti
tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau
dikonstruksi.
2) Student Engangement
Dalam model inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan
sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif
menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada
akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah
produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau
dalam melakukan sebuah investigasi.
3) Cooperative Interaction.
Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan
mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi.
Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai
bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.
4) Performance Evaluation
Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah
produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang
sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster,
karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.
5) Variety of Resources
Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks,
website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.
64
Selama melaksanakan pembelajaran berbasis inkuiri, guru dapat menerapkan
langkah-langkah berikut sebagai bentuk model pembelajaran yang disebut model
pembelajaran inkuiri.
65
Tahap Indikator Aktifitas Guru dan Siswa
66
Tahap Indikator Aktifitas Guru dan Siswa
Dalam Model inquiry guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan informan.
Sebagai fasilitator, guru menyediakan fasilitas yang diperlukan oleh siswa dan
menciptakan kondisi yang kondusif. Sebagai motivator, guru berperan mendorong
siswa agar senantiasa giat dalam melakukan kegiatan dengan memberikan
pertanyaan atau tanggapan yang bersifat memacu dan mengarahkan siswa.
Sedangkan sebagai informan, guru berperan sebagai sumber informasi bagi siswa
akan tetapi dalam hal ini guru tidak memberikan informasi langsung.
Dari uraian diatas tergambar dengan jelas bahwa model inquiry adalah pembelajaran
yang berfokus pada keterampilan berpikir tingkat tinggi. Sebagai transfer of
knowledge dan problem solving, model pembelajaran ini memberikan kesempatan
pada siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan yang sebelumnya belum mereka
ketahui dan membantu siswa dalam mengembangkan intelektual dan
67
ketrampilannya yang timbul dari pertanyaan-pertanyaan dan menyelidikinya untuk
mendapatkan jawaban sesuai dengan keingintahuan mereka, sedangkan pada tahab
menguji hipotesis dibutuhkan proses berpikir kreatif, kritis, dan analitis untuk dapat
menguji hipotesi (sebagai critical and creative thinking, dan juga Problem
Solving),
E. Aktivitas Pembelajaran
b. Analisislah model yang digunakan dalam pembelajaran yang tertera dalam RPP
dan berilah saran cocok/tidaknya pendekatan/model yang digunakan dalam
pembelajaran tersebut.
Identitas
Kelas/Semester : …………………………………………………………….
68
……………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………
Dst.
F. Rangkuman
69
Untuk mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran yang
menerapkan model belajar berbasis penyingkapan (discovery learning) atau
penelitian (inquiry learning). dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning), model pembelajaran discovery
learning, inquiry learning, dan/atau project based learning. Implementasi sintak-
sintak model-model pembelajaran tersebut dapat digunakan guru pada saat
menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), yaitu dengan
mengintegrasikannya dalam langkah-langkah pembelajaran (pendahuluan, inti, dan
penutup).
Pada bagian ini, Saudara harus lebih banyak bertanya pada diri sendiri mengenai
berbagai hal yang sudah Saudara dapatkan selama mengikuti kegiatan dalam modul
ini dan juga di kelas.
Beberapa di antaranya sebagai berikut:
Apa yang sudah saya pelajari?
Materi apa yang belum saya pahami?
Apakah semua materi sudah saya pahami dengan baik?
Kesulitan terbesar apa yang saya alami untuk memahami materi?
Apakah semua aktivitas sudah saya lakukan?
Apakah semua aktivitas dan tugas dapat saya selesaikan?
Apakah manfaat pengetahuan dan keterampilan yang sudah saya dapatkan?
Jika ternyata sebagian besar Anda masih ragu atas pertanyaan-pertanyaan di atas,
maka beberapa hal dapat Anda lakukan:
1. Baca kembali materi secara teliti, bila perlu diskusikan kembali dengan teman
sejawat yang dianggap mampu.
2. Periksa kembali aktivitas dan hasil yang sudah diperoleh, cermati kesalahan yang
mungkin Anda lakukan atau bagian-bagian di mana yang belum dipahami.
Konsultasikan dengan teman sejawat yang dianggap mampu.
3. Bila perlu, diskusikanlah dengan fasilitator Pelatihan atau konsultasikan dengan
penulis modul jika memungkinkan.
70
71
KEGIATAN PEMBELAJARAN 4
METODE DAN TEKNIK PEMBELAJARAN YANG BERORIENTASI
BERPIKIR TINGKAT TINGGI
Sementara itu, telah dijelaskan pada kegiatan sebelumnya model pembelajaran yang
berorientasi berpikir tingkat tinggi, antara lain disebutkan pembelajaran berbasis
penyingkapan (discovery learning) atau penelitian (inquiry learning), pembelajaran
berbasis masalah (Problem based learning (PBL)) dan/atau berbasis pemecahan
masalah (project based learning (PjBL)). Untuk itu, dalam KP 4 ini akan dibahas
tentang metode-metode pembelajaran yang dapat memfasilitasi terselenggaranya
pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran berorientasi keterampilan
berpikir tingkat tinggi tersebut.
B. Tujuan Pembelajaran
72
pembelajaran yang berorientasi keterampilan berpikir tingkat tinggi dalam
pembelajaran matematika sesuai karakteristik peserta didik yang Anda ampu.
D. Uraian materi
73
2. Jenis-jenis Metode yang Dapat Digunakan pada Pembelajaran Matematika
Suparman (1997: 167-176) menjelaskan, ada beberapa metode yang biasa digunakan
guru dalam kegiatan pembelajaran. Berikut ini hanya akan diambil beberapa metode
yang dianggap cocok dalam pembelajaran matematika di sekolah.
a. Metode Demonstrasi
Metode ini mengambil bentuk sebagai contoh pelaksanaan suatu keterampilan atau
proses kegiatan. Metode ini mempersyaratkan adanya suatu keahlian bagi guru untuk
mendemonstrasikan penggunaan alat atau melaksanakan kegiatan tertentu seperti
kegiatan yang sesungguhnya. Setelah demonstrasi siswa di beri kesempatan
melakukan ketrampilan atau proses yang sama dibawah supervisi guru.
Pada pelajaran matematika, metode ini digunakan antara lain saat pembuktian teori
atau penurunan rumus atau mendemontrasikan suatu konsep yang sedang dipelajari,
misal: mendemontrasikan penggunaan alat peraga matematika.
b. Metode Diskusi
Metode ini merupakan interaksi antara siswa dan siswa atau siswa dan guru untuk
menganalisis, menggali atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu.
Metode ini dapat dilakukan dalam bentuk klasikal atau kelompok-kelompok kecil.
Diskusi kelompok kecil dapat dibedakan menjadi: pasangan, kelompok 3 - 6 orang,
kelompok dinamika yaitu mulai dari 2 orang, kemudian bergabung menjadi 4 orang,
terus bergabung menjadi 8 orang dan seterusnya.
Pada pembelajaran matematika, metode ini digunakan antara lain pada kompetensi
yang memerlukan penalaran atau analisis dan adanya lebih dari satu kemungkinan
jawaban, misal pemecahan masalah.
Metode ini merupakan interaksi antara siswa dan guru dalam bentuk murni tanya
jawab dalam membahas topik atau permasalahan tertentu. Inisiatif dan arahan tanya
jawab dikendalikan oleh guru. Pertanyaan guru harus dijawab siswa dan sebaliknya
bisa terjadi siswa bertanya pada guru. Walaupun pembelajaran dilakukan dengan
murni tanya jawab namun masih diperlukan cara informatif khususnya untuk
pengarahan. Pada penggunaan metode tanya jawab harus dipikirkan: (1) tujuan
mengajukan pertanyaan, antara lain dapat berupa: dorongan siswa berpikir,
74
menyegarkan ingatan siswa (sebagai apersepsi), memotivasi siswa, mendorong
terjadinya diskusi, mengarahkan perhatian siswa, menggalakkan penyelidikan,
memeriksa tanggapan siswa, mengundang pertanyaan siswa dan lain-lain; (2) jenis
pertanyaan dapat berupa pertanyaan terbuka dan tertutup; (3) tingkat pertanyaan
dapat berupa pertanyaan tingkat rendah (mengukur ingatan saja, jawaban umumnya:
ya, tidak, mungkin, benar, salah dan sejenisnya) dan tingkat tinggi (mengukur
pemahaman yang lebih tinggi).
Metode ini berbentuk pemberian tugas oleh guru yang harus dilaksanakan dan
dipertanggungjawabkan pelaksanaannya oleh siswa kepada guru atau teman-teman
sekelasnya. Pada pembelajaran, metode ini digunakan antara lain bertujuan agar
siswa dapat melatih ketrampilannya dalam menyelesaikan soal, lebih memahami dan
mendalami suatu kompetensi yang telah dipelajari di sekolah, menumbuhkan
kebiasaan belajar secara mandiri dan sikap positif serta melatih rasa tanggung jawab.
Untuk itu tugas yang diberikan pada siswa dapat berupa menyelesaikan soal-soal,
membaca bahan yang akan dipelajari, menerapkan kemampuan menguasai materi
ajar, mencari contoh kasus dalam kehidupan sehari-hari yang relevan dengan konsep
yang dipelajari dan lain-lain.
Metode ini berbentuk pemberian tugas dari guru kepada siswa untuk menyelesaikan
dengan melakukan kegiatan lapangan (diluar kelas) dan menggunakan instrumen
tertentu. Pada pembelajaran, metode ini dapat digunakan saat siswa belajar dari
75
lapangan kemudian mengolah dan menyajikannya dalam suatu diagram atau grafik
dll.
Disamping metode-metode yang telah disebutkan diatas, masih banyak metode lain
yang dapat dipergunakan dalam pembelajaran matematika. Ada banyak cara untuk
belajar, sehingga dibutuhkan metode pembelajaran yang berbeda pula. Dengan
banyak ragam metode pembelajaran yang ada, ternyata masing-masing metode
tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, ketepatan metode
pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama dalam meningkatkan prestasi
belajar siswa. Metode pembelajaran yang akan dipilih tentu harus disesuaikan
dengan tujuan dan materi pelajaran yang akan diajarkan. Agar guru dapat
memanfaatkan kelebihan dan mengurangi kelemahan suatu metode, maka dapat
dilakukan alternatif kombinasi metode, misal: metode ceramah dan diskusi.
Keunggulan metode diskusi adalah memungkinkan adanya interaksi antara guru
dengan siswa atau siswa dengan siswa. Dengan metode ini guru dapat membaca
pikiran siswa tentang konsep yang baru dipelajari, menilai pemahaman dan
reaksi/emosi siswa terhadap konsep baru. Namun karena metode diskusi baru dapat
berjalan dengan baik bila siswa telah memiliki pengalaman atau konsep dasar tentang
masalah yang akan didiskusikan. Maka metode ceramah dapat dimanfaatkan untuk
menerangkan teori/konsep sebelum diskusi dilaksanakan.
E. Aktivitas Pembelajaran
Berikut aktifitas yang dapat dilakukan untuk memahami materi pada kegiatan 4.
b. Analisislah metode yang digunakan dalam pembelajaran yang tertera dalam RPP
dan berilah saran cocok/tidaknya metode yang digunakan dalam pembelajaran
tersebut.
76
c. Apabila Anda mengalami kesulitan perhatikan metode yang digunakan dalam
RPP yang ada, kemudian lengkapilah format analis metode pembelajaran yang
digunakan dalam RPP sesuai format yang tersedia berikut ini.
Identitas
Kelas/Semester : …………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………………………
……………………………………
Dst.
77
F. Rangkuman
Pada bagian ini, Saudara harus lebih banyak bertanya pada diri sendiri mengenai
berbagai hal yang sudah Saudara dapatkan selama mengikuti kegiatan dalam modul
ini dan juga di kelas.
Beberapa di antaranya sebagai berikut:
Apa yang sudah saya pelajari?
Materi apa yang belum saya pahami?
Apakah semua materi sudah saya pahami dengan baik?
Kesulitan terbesar apa yang saya alami untuk memahami materi?
Apakah semua aktivitas sudah saya lakukan?
Apakah semua aktivitas dan tugas dapat saya selesaikan?
Apakah manfaat pengetahuan dan keterampilan yang sudah saya dapatkan?
Jika ternyata sebagian besar Anda masih ragu atas pertanyaan-pertanyaan di atas,
maka beberapa hal dapat Anda lakukan:
1. Baca kembali materi secara teliti, bila perlu diskusikan kembali dengan teman
sejawat yang dianggap mampu.
2. Periksa kembali aktivitas dan hasil yang sudah diperoleh, cermati kesalahan yang
mungkin Anda lakukan atau bagian-bagian di mana yang belum dipahami.
Konsultasikan dengan teman sejawat yang dianggap mampu.
3. Bila perlu, diskusikanlah dengan fasilitator Pelatihan atau konsultasikan dengan
penulis modul jika memungkinkan.
78
KEGIATAN PEMBELAJARAN 5
PRAKTIK PENYUSUNAN SKENARIO PEMBELAJARAN YANG
BERORIENTASI BERPIKIR TINGKAT TINGGI
Pada Pemendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar
dan Menengah, disebutkan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk
mencapai kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk secara aktif menjadi pencari informasi,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
Selanjutnya disebutkan dalam kegiatan inti ini, menggunakan model pembelajaran,
metode pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan
dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa pembelajaran yang berorientasi keterampolan
berpikir tingkat tinggi adalah apabila tahap-tahap pembelajarannya menggambarkan
transfer of knowledge, critical and creative thinking, dan problem solving, yaitu
pengetahuan yang dimiliki peserta didik diperoleh melalui aktivitas mengetahui,
memahami, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta, sedangkan keterampilan
diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan
mengkomunikasikan. Untuk mewujudkan pengetahuan dan keterampilan yang
mendorong peserta didik menghasilkan karya kreatif dan kontekstual, baik
individual maupun kelompok, disarankan perlu melakukan pembelajaran yang
menerapkan model belajar berbasis penyingkapan (discovery learning) atau
penelitian (inquiry learning), dan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis
pemecahan masalah (project based learning).
B. Tujuan Pembelajaran
79
matematika yang menggunakan model pembelajaran yang berorientasi keterampilan
berpikir tingkat tinggi sesuai karakteristik peserta didik yang Anda ampu.
D. Uraian materi
80
Tabel 5.2 Format Penetapan Target KD Pengetahuan dan Keterampilan
NO KD TARGET KD
KD Pengetahuan
<KD Pengetahuan> <Target pengetahuan yang diamanatkan oleh
KD>
KD Keterampilan
<KD Keterampilan> <Target keterampilan yang diamanatkan oleh
KD>
c. Proyeksikan dalam sumbu simetri seperti pada tabel 5.3 kombinasi dimensi
pengetahuan dan proses berpikir berikut ini.
Tabel 5,3 Kombinasi Dimensi Pengetahuan dan Proses Berpikir
3) Menggunakan Kata Kerja Operasional yang sesuai untuk perumusan IPK agar
konsep materi dapat tersampaikan secara efektif. Gradasi IPK diidentifikasi
dari Low Order Thinking Skill (LOTS) menuju High Order Thinking Skill
(HOTS).
81
Tabel 5.4 Merumuskan IPK
82
(3) Menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk
pertemuan berikutnya,
(4) Kegiatan penutup dapat diberikan penilaian akhir sesuai KD
bersangkutan.
(5) Tentukan sumber belajar berdasarkan kegiatan pembelajaran.
(6) Rumuskan penilaian (formatif dan sumatif) untuk pembelajaran
yang mengacu pada IPK.
Poin 5) dan 6) dapat diimplementasikan dalam format yang tertera dalam tabel 5.5
dibawah.
Tujuan Pembelajaran: <diisi dengan tujuan pembelajaran seperti pada poin 5)>
Berikut merupakan contoh desain/skenario pembelajaran pada jenjang SD, SMP, dan
/atau SMA/SMK
a. Contoh Jenjang SD
Mata Pelajaran: Matematika
Kelas : V
83
KD Pengetahuan KD Keterampilan
3.6 Menjelaskan dan menemukan 4.6 Membuat jaring-jaring bangun
jaring-jaring bangun ruang sederhana ruang sederhana (kubus dan balok)
(kubus dan balok)
NO KD Target KD
KD Pengetahuan
3.6 Menjelaskan dan menemukan 1. Menjelaskan jaring-jaring bangun
jaring-jaring bangun ruang ruang sederhana (kubus dan balok)
sederhana (kubus dan balok) 2. Menemukan jaring-jaring bangun
ruang sederhana (kubus dan balok)
KD Keterampilan
4.6 Membuat jaring-jaring bangun 1. Membuat jaring-jaring bangun ruang
ruang sederhana (kubus dan kubus
balok) 2. Membuat jaring-jaring bangun ruang
balok
2) Analisis KD
Proses Materi
Tingkat
KD Berfikir dan Sub IPK
Kompetensi KD
(C1-C6) Materi
KD Pengetahuan
3.6 Dimensi Proses Jaring- IPK
Menjelaskan Pengetahuan: berpikir dan Jaring Penunjang
dan Konseptual dimensi Bangun 3.6.1
menemukan Prosedural pengetahuan: Ruang Menyebutkan
84
Proses Materi
Tingkat
KD Berfikir dan Sub IPK
Kompetensi KD
(C1-C6) Materi
jaring-jaring Proses Berpikir: Menjelaskan Sederhana tentang ciri-
bangun Menjelaskan (C1) (C1- (Kubus ciri kubus
ruang Menemukan (C4) konseptual) Dan Balok) 3.6.2
sederhana Menemukan Menyebutkan
(kubus dan (C4 - tentang ciri-
balok) Prosedural) ciri balok
IPK Kunci
3.6.3
Menjelaskan
jaring-jaring
bangun ruang
sederhana
(kubus dan
balok)
3.6.4
Menemukan
jaring-jaring
bangun ruang
sederhana
(kubus dan
balok)
IPK
Pengayaan
3.6.5
Menyajikan
jaring-jaring
bangun ruang
sederhana
(kubus dan
balok)
KD Keterampilan
4.6 Dimensi Proses Jaring- IPK
Membuat Pengetahuan: berpikir dan Jaring Penunjang
jaring-jaring Prosedural dimensi Bangun IPK Kunci
bangun pengetahuan: Ruang 4.6.1
ruang Proses Berpikir: Membuat (C6- Sederhana Membuat
sederhana Membuat (C6) Prosedural) (Kubus jaring-jaring
(kubus dan Dan Balok) bangun ruang
balok) kubus
4.6.1
Membuat
jaring-jaring
85
Proses Materi
Tingkat
KD Berfikir dan Sub IPK
Kompetensi KD
(C1-C6) Materi
bangun ruang
balok
IPK
Pengayaan
86
(9) Melalui pengamatan, diskusi klasikal, dan bimbingan guru peserta didik
dapat mengelompokkan jaring-jaring kubus kedalam beberapa pola
susunan yang sama untuk mempermudah mengingat bentuk dan
banyaknya jaring-jaring kubus.
(10) Melalui penugasan dan diskusi kelompok dengan kerja sama peserta didik
dapat menunjukkan jaring-jaring balok dengan beberapa kemungkinan
yang ada bisa.
(11) Melalui pengamatan, diskusi klasikal, dan bimbingan guru peserta didik
dapat menunjukkan banyaknya jaring-jaring balok ada 6 (enam ) macam
jaring-jaring balok.
(12) Melalui penugasan, secara mandiri peserta didik dapat membuat jaring-
jaring kubus dan balok dengan benar.
b) Kegiatan pembelajaran
(1) Pendahuluan
(menyesuaikan: umumnya berisi keg, motivasi belajar, penjelasan tujuan belajar,
penataan kelas, apersepsi, berdoa, dll).
(2) Inti
Tahap-1 : Orientasi siswa pada masalah
Pada tahap ini pembelajaran dimulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran
serta aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan.
(a) Guru membuka pelajaran dengan menyapa peserta didik, mengkondisikan kelas
agar siap untuk belajar, dan berdoa untuk mengawali pembelajaran.
(b) Guru melakukan apersepsi untuk menkaitkan pengalaman peserta didik dengan
materi yang akan dipelajari. Guru dengan menunjukan bangun ruang kubus dan
balok mengajukan pertanyaan berikut.
Apa kamu masih ingat kubus dan balok?
Apa ciri-ciri kubus dan balok? (harapan diantanya siswa dapat
menyebutkan kubus memiliki panjang, lebar, dan tinggi yang sama dan
biasa disebut sebagai panjang sisi, sedangkan balok memiliki panjang,
lebar, dan tinggi)
Benda-banda apa saja yang menyerupai kubus dan balok?
Apakah kamu bisa membuat kubus dan balok? (Pertanyaan pancingan
untuk memotivasi siswa)
87
(c) Peserta didik menjawab atas pertanyaan yang disampaikan guru.
(c) Peserta didik melalui diskusi dan kerjasama menemukan salah satu jaring-jaring
kubus dengan cara menggambarkan jaring-jaring kubus dalam kertas berpetak.
Sebagai contoh peserta dapat menggambarkan jaring-jaring kubus berikut.
Contoh:
(d) Peserta didik melihat dan mengamati jaring-jaring kubus yang dihasilkan
masing-masing kelompok yang dipajang di papan tulis sehingga mendapatkan
gambaran bahwa jaring-jaring kubus lebih dari satu atau ada beberapa macam.
88
jaring kubus yang dapat terbentuk dengan menentukan salah satu persegi
menjadi alas kubus untuk memudahkan penyelidikan. Sebagai contoh adalah
sebagai berikut.
Contoh:
(b) Guru meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil temuan
banyaknya jaring-jaring kubus yang dapat terbentuk dan memberi kesempatan
kelompok lain untuk menanggapi dengan memberikan pendapat terhadap
presentasikan kelompok yang mendapat tugas serta menambahkan jaring-
jaring kubus lain yang terbentuk yang berbeda dengan kelompok yang
mendapatkan tugas. Banyaknya jaring-jaring kubus yang mungkin terbentuk
antara lain sebagai berikut.
89
(1) (2) (3)
90
(2) Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi dan evaluasi penyelidikan dan
proses penyelesaian masalah yang dilakukan siswa terkait dengan proses
menemukan jaring-jaring kubus.
(3) Dengan cara yang sama melalui penugasan, diskusi kelompok, dan bimbingan
guru peserta didik menunjukkan jaring-jaring balok dengan beberapa
kemungkinan yang ada.
(4) Guru melakukan evaluasi pembelajaran mengenai jaring-jaring kubus dan balok
dengan memberikan tugas yang harus diselesaikan peserta didik secara individu
terkait jaring-jaring kubus dan balok.
(3) Penutup
(menyesuaikan: umumnya berisi kesimpulan, tindaklanjut, motivasi untuk belajar
lebih lanjut, tugas-tugas, dan berdoa)
c) Sumber Belajar
Buku peserta didik
Bangun ruang kubus dan balok
Kertas berpetak
Gunting
d) Penilaian
Sikap (menggunakan lembar pengamatan)
Pengetahuan (tes tertulis)
Keterampilan (kinerja dinilai dengan rubrik)
91
1) Menentukan Target pada KD
NO KD TARGET KD
KD Pengetahuan
3.4 Menganalisis fungsi linear 1. Menganalisis fungsi linear (sebagai
(sebagai persamaan garis persamaan garis lurus).
lurus) dan 2. Menginterpretasikan grafik fungsi
menginterpretasikan grafiknya linear yang dihubungkan dengan
yang dihubungkan dengan masalah kontekstual.
masalah kontekstual
KD Keterampilan
4.4 Menyelesaikan masalah 1. Menyelesaikan masalah kontekstual
kontekstual yang berkaitan yang berkaitan dengan fungsi linear
dengan fungsi linear sebagai sebagai persamaan garis lurus
persamaan garis lurus
2) Analisis KD
92
Tingkat Proses Materi/
KD Kompetensi Berfikir Sub IPK
KD (C1-C6) Materi
persamaan garis Prosedural pengetahuan dari gambar garis
lurus) dan Proses : lurus
menginterpretas Berpikir: Menganalisis
3.4.2 Membedakan
ikan grafiknya Menganalisis (C1-
bentuk umum
yang (C4) konseptual)
fungsi linier dan
dihubungkan Menginterpre Menginterpre
selain fungsi linier
dengan masalah sta-sikan(C5) sta-sikan (C5-
dari persamaan
kontekstual Prosedural)
yang diketahui
3.4.3
Menentukan
kemiringan garis
yang melalui dua
buah titik dari
sebuah garis lurus
3.4.4
Menentukan
persamaan garis
yang melewati
titik koordinat
(0,0) dan (0,c)
3.4.5 Menentukan
persamaan garis
yang melewati
titik koordinat
(0,0) dan (a,b)
3.4.6 Menentukan
persamaan garis
jika disajikan
grafik garis
lurusnya
3.4.7 Menentukan
persamaan garis
jika diketahui satu
titik dan gradien
3.4.8 Menentukan
persamaan garis
jika diketahui dua
buah titik
93
Tingkat Proses Materi/
KD Kompetensi Berfikir Sub IPK
KD (C1-C6) Materi
IPK Kunci
3.4.9
Mengidentifikasi
dua garis yang
saling sejajar dari
fungsi linier
sebagai
persamaan garis
lurus (C4)
3.4.10
Mengidentifikasi
dua garis yang
saling tegak lurus
dari fungsi linier
sebagai
persamaan garis
lurus (C4)
3.4.11
Menafsirkan
hubungan dua
garis lurus dari
koefisien variabel
persamaan garis
lurus yang
disajikan (C5)
IPK Pengayaan
KD Keterampilan
4.4. Dimensi Proses Gradien IPK Penunjang
Menyelesaikan Keterampila berpikir dan IPK Kunci
masalah n: dimensi 4.2.1
kontekstual yang Metakognitif keterampi- Memecahkan
berkaitan lan: permasalahan
dengan fungsi Proses Menyelesai- kontekstual yang
linear sebagai Berpikir: kan masalah berkaitan
persamaan garis Menyelesai- persamaan garis
lurus kan masalah lurus
4.2.2
Membandingkan
permasalahan
kontekstual dari
94
Tingkat Proses Materi/
KD Kompetensi Berfikir Sub IPK
KD (C1-C6) Materi
gambar yang
disajikan
4.2.3 menafsirkan
grafik dari
masalah
kontekstual
IPK Pengayaan
(2) Melalui diskusi kelompok dan tanya jawab siswa dapat menemukan ciri
penting yang dimiliki oleh setiap garis lurus
(3) Melalui diskusi, menyelesaikan LKPD, dan pengamatan grafik peserta didik
dapat bekerjasama menemukan ciri khusus setiap garis lurus adalah
memiliki kemiringan dan cara untuk mencari kemiringan suatu garis lurus
yang berlaku umum kepada setiap garis lurus .
(4) Melalui diskusi kelompok dan bimbingan guru siswa dapat menemukan
kemiringan sebuah garis dengan menggunakan bahasa matematika.
(5) Melalui diskusi kelompok dan bimbingan guru siswa dapat memberikan
kemiringan garis dengan menggunakan rumus dengan beberapa variabel
yang berbeda.
(7) Melalui paparan hasil kerja kelompok peserta didik secara individu dapat
memberikan tanggapan/refleksi tanggapan dari hasil paparan.
95
(8) Melalui penugasan peserta didik secara individu dapat menyelesaikan tes
singkat untuk menguji kemampuan menguasai pembelajaran tentang
gradien.
b) Kegiatan pembelajaran
(1) Pendahuluan
(menyesuaikan: umumnya berisi keg, motivasi belajar, penjelasan tujuan belajar,
penataan kelas, apersepsi, berdoa, dll)
Fase 2 (Conjecture)
(a) Peserta didik mendiskusikan dan menyelesaikan LKPD (mengumpulkan
informasi).
(b) Peserta didik secara kolaboratif dengan pengamatan pada grafik dapat
menemukan ciri khusus setiap garis lurus adalah memiliki kemiringan.
(c) Peserta didik menemukan cara untuk mencari kemiringan suatu garis lurus yang
berlaku umum kepada setiap garis lurus.
Fase 3 (Generalisasi)
(a) Peserta didik secara kolaboratif melakukan pembelajaran teman sebaya dengan
melibatkan guru. (mengolah informasi)
(b) Peserta didik dalam kelompok meminta bantuan dan bimbingan kepada guru
untuk menemukan kemiringan sebuah garis dengan menggunakan bahasa
matematika.
96
(c) Peserta didik dapat memberikan kemiringan garis dengan menggunakan rumus
dengan beberapa variabel yang berbeda.
Fase 4 (Verifikasi)
(a) Peserta didik dalam kelompok menyelesaikan soal yang berbeda diketengahkan
dalam LKPD sebagai aplikasi dari yang dipelajari sebelumnya
(b) Peserta didik menyajikan hasil diskusi kepada kelompok lain melalui paparan di
depan kelas. (mengomunikasikan)
(c) Kelompok lain memberikan tanggapan dari hasil paparan
(d) Peserta didik memberikan tanggapan/refleksi dari hasil paparan secara
individual.
(e) Peserta didik menyelesaikan tes singkat untuk menguji kemampuan menguasai
pembelajaran yang telah berlangsung.
c) Sumber Belajar/Media/Bahan
(1) LCD Proyektor, Paparan Power Point
(2) LKPD
(3) Buku Matematika SMP Kelas 2
(4) Buku Matematika untuk SMP Kelas VIII
(5) Buku Siswa Kelas VIII
d) Penilaian
97
c. Contoh Jenjang SMA/SMK
NO KD TARGET KD
KD Pengetahuan
3.3 Menyusun sistem persamaan 1. Menyusun model matematika sistem
linear tiga variabel dari persamaan linear tiga variabel dari
masalah kontekstual masalah kontektual nyata.
KD Keterampilan
4.3 Menyelesaikan masalah 1. Menyelesaikan masalah kontekstual
kontekstual yang berkaitan dengan menyelesaikan model
dengan sistem persamaan matematika SPLTV
linear tiga variable
2) Analisis KD
Meta menyusun
Demensi
Kognitif
Prosedural Menyele-
saikan
Konseptual
Faktual
Mengingat Memahami Menerapkan Menganalisis Mengevaluasi Mencipta
C1 C2 C3 C4 C5 C6
Dimensi Proses Berpikir
Ranah Kognitif (C1-C6) Taksonomi Bloom
98
Analisis KD dan Perumusan IPK
Proses Materi
Tingkat
KD Berfikir (C1- dan Sub IPK
Kompetensi KD
C6) Materi
KD Pengetahuan
3.3 Menyusun Dimensi Proses SPLTV IPK Penunjang
sistem pengetahuan: Berpikir 3.3.1
persamaan mengidentifikasi
Faktual, Semua proses
linear tiga masalah kontektual
variabel dari konseptual, berpikir (C1 SPLTV dan bukan
masalah procedural, juga s.d C6) SPLTV
kontekstual 3.3.2
Meta-kognitif
mengidentifikasi
komponen bentuk
aljabar terkait SPLTV
dari masalah kontektual
IPK Kunci
3.3.3
menyusun model SPLTV
dengan 3 variabel dan 3
persamaan secara
lengkap dengan
keterangan variabel
dari masalah
kontekstual nyata
IPK Pengayaan
3.3.4
mampu mengubah
model SPLTV sesuai
dengan perubahan
masalah kontekstual
nyata yang diberikan.
KD Keterampilan
4.3 IPK Penunjang
Menyelesaikan 4.3.3
masalah mengidentifikasi
kontekstual apakah suatu SPLTV
yang dari suatu masalah
berkaitan kontekstual nyata dapat
dengan sistem diselesaikan atau tidak,
99
Proses Materi
Tingkat
KD Berfikir (C1- dan Sub IPK
Kompetensi KD
C6) Materi
persamaan serta ragam
linear tiga penyelesaiannya.
variable 4.3.4
mengidentifikasi
berbagai cara yang
dapat digunakan untuk
menyelesaikan model
SPLTV dari masalah
kontektual.
IPK Kunci
4.3.5
menerapkan prosedur
penyelesaian SPLTV
dari masalah kontektual
nyata dengan cermat.
4.3.5
menjelaskan setiap
langkah prosedur
penyelesaian yang
dipilih.
4.3.6
menginterpretasi solusi
atau penyelesaian yang
telah diperoleh dengan
tepat.
IPK Pengayaan
4.3.7
mengidentifikasi
masalah-masalah
kontektual nyata yang
serupa atau yang
berasal dari masalah
kontekstual yang telah
diselesaikan.
100
a) Tujuan Pembelajaran
(3) Siswa dapat menyusun model SPLTV dengan menggunakan simbol beserta
pengertian konteksnya yang tepat serta hubungannya yang tepat.
b) Kegiatan pembelajaran
(1) Pendahuluan
(menyesuaikan: umumnya berisi keg, motivasi belajar, penjelasan tujuan belajar,
penataan kelas, apersepsi, berdoa, dll)
(2) Inti
Tahap 1 : Mengorientasi siswa pada masalah
(a) Siswa diberikan beberapa masalah dalam bentuk lembar kerja, secara
berkelompok. Masalah-masalah kontekstual nyata terkait SPLTV yang diberikan
dipilih sedemikian rupa sehingga menimbulkan tantangan dan motivasi untuk
diselesaikan.
(b) Guru memotivasi siswa untuk mempelajari masalah dengan cermat,
menganalisis informasi yang terdapat di dalamnya, dan berdiskusi di dalam
kelompok masing-masing secara konstruktif.
101
(c) Guru mengarahkan siswa untuk memecahkan tiap masalah kontekstual nyata
dan menginterpretasi setiap informasi secara matematis, tidak melebar ke hal-
hal yang di luar jangkauan matematika. Siswa focus menemukan komponen pada
SPLTV.
102
Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
(a) Pada tahap ini, siswa menerapkan berbagai strategi pemecahan masalah secara
cermat. Dapat diarahkan dalam lembar kerja.
(b) Guru mendorong siswa di tiap kelompok, untuk menerapkan strategi pemecahan
dengan tepat dan cermat. Guru mendorong siswa untuk berpikir argumentatif
(penalaran).
(c) Siswa menyajikan penyelesaian masalah SPLTV tersebut dan hasilnya dalam
bentuk laporan tiap kelompok. Guru mendorong siswa untuk menuliskan
pemecahan dengan tepat dan beralasan.
(3) Penutup
(menyesuaikan: umumnya berisi kesimpulan, tindaklanjut, motivasi untuk belajar
lebih lanjut, tugas-tugas, dan berdoa)
c) Sumber Belajar/Media
d) Penilaian
103
E. Aktivitas Pembelajaran
Tujuan Kegiatan:
Langkah Kegiatan:
1. Siapkan satu pasang KD pada mapel dan jenjang yang sesuai Permendikbud
Nomor 24 Tahun 2016!
2. Analisis KD tersebut dan rumuskan IPK-nya!
3. Buatlah Perumusan kegiatan yang dibagi ke dalam beberapa pertemuan,
sesuaikan dengan kebutuhan konten materi yang disajikan!
4. Simulasikan model pembelajaran berorientasi HOTS sesuai skenario peserta lain
menyimak dengan cermat untuk memberikan saran perbaikan!
5. Perbaiki hasil desain pembelajaran berorientasi HOTS yang dibuat sesuai saran!
Mata Pelajaran :
Kelas :
Kompetensi Inti :
KD Keterampilan
104
LK 5.3 Matrik sumbu simetris KD Pengetahuan
(Permendikbud No.
PROSED-RAL
KONSEPTUAL
dan
FAKTUAL
C1 C2 C3 C4 C5
C6
MENGI- MEMAHA MENGAPLI- MENGANA- MENGEVA-
MENCIPTA
NGAT -MI KASIKAN LISIS LUASI
Tujuan Pembelajaran:
…………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………………
105
1. Pertemuan/Pembelajaran Ke:
Catatan:
F. Rangkuman
Pada bagian ini, Saudara harus lebih banyak bertanya pada diri sendiri mengenai
berbagai hal yang sudah Saudara dapatkan selama mengikuti kegiatan dalam modul
ini dan juga di kelas.
Beberapa di antaranya sebagai berikut:
Apa yang sudah saya pelajari?
Materi apa yang belum saya pahami?
Apakah semua materi sudah saya pahami dengan baik?
Kesulitan terbesar apa yang saya alami untuk memahami materi?
Apakah semua aktivitas sudah saya lakukan?
Apakah semua aktivitas dan tugas dapat saya selesaikan?
106
Apakah manfaat pengetahuan dan keterampilan yang sudah saya dapatkan?
Jika ternyata sebagian besar Anda masih ragu atas pertanyaan-pertanyaan di atas,
maka beberapa hal dapat Anda lakukan:
1. Baca kembali materi secara teliti, bila perlu diskusikan kembali dengan teman
sejawat yang dianggap mampu.
2. Periksa kembali aktivitas dan hasil yang sudah diperoleh, cermati kesalahan yang
mungkin Anda lakukan atau bagian-bagian di mana yang belum dipahami.
Konsultasikan dengan teman sejawat yang dianggap mampu.
3. Bila perlu, diskusikanlah dengan fasilitator Pelatihan atau konsultasikan dengan
penulis modul jika memungkinkan.
107
BAGIAN III EVALUASI
108
6. Berpikir kritis membutuhkan keterampilan berikut ini kecuali:
A. Reflektif
B. Membuat keputusan
C. Menemukan ketidakcocokan
D. Mengikuti intuisi yang umum.
7. Ciri-ciri orang yang terampil berpikir kreatif, antara lain:
A. Keluwesan memodifikasi ide dan pendapat
B. Kelancaran berbicara dalam berbagai hal
C. Keaslian ide dan cara merepresentasikan
D. Kemampuan melakukan elaborasi mendalam
8. Semua ciri berikut sesuai dengan berpikir metakognisi, kecuali:
A. Berpikir tentang cara berpikir
B. Berpikir secara reflektif
C. Mengontrol cara berpikir
D. Menemukan cara berpikir
9. Kunci berpikir nalar ada pada:
A. Kesimpulan dan argumentasi
B. Asumsi dan deskripsi
C. Deskripsi dan representasi
D. Argumentasi dan bahasa
10. Keterampilan pemecahan masalah merupakan keterampilan berpikir tingkat
tinggi, karena:
A. Membutuhkan solusi sesegera mungkin
B. Memerlukan penyelesaian tak biasa
C. Memecahkan masalah yang tidak biasa
D. Menemukan cara yang berbeda
11. Berikut ini merupakan salah satu dari empat tahap utama dalam pemecahan
masalah (problem-solving), kecuali:
A. Memahami masalah secara mendalam
B. Mengembangkan berbagai strategi pemecahan yang mungkin
C. Menerapkan strategi terpilih secara hati-hati
D. Mengembangkan solusi ke dalam masalah lainnya
109
12. Dalam konteks Kurikulum 2013, ranah kompetensi dasar yang terkait dengan
berpikir tingkat tinggi adalah:
A. Sikap dan pengetahuan
B. Sikap dan keterampilan
C. Pengetahuan dan keterampilan
D. Sikap, pengetahuan, dan keterampilan
13. Kecakapan abad 21 berkaitan erat dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
karena kecakapan abad 21 meliputi:
A. Berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi
B. Berpikir reflektif, pemecahan masalah, jejaring sosial, dan kolaborasi
C. Penalaran, pemecahan masalah, komunikasi, dan kerja sama
D. Pemecahan masalah, kreativitas, komunikasi, dan kolaboratif
14. Salah satu alasan pentingnya keterampilan berpikir tingkat tinggi berkaitan
dengan UN adalah …
A. Soal UN dikonstruksi dari kisi-kisi yang meliputi KD keterampilan berpikir
tinggkat tinggi.
B. Kemampuan berpikir tingkat tinggi berpengaruh positif ke peningkatan
skor UN.
C. Terdapat soal-soal UN yang menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi.
D. Dibutuhkan keterampilan tingkat tinggi untuk menyelesaikan semua soal
UN.
15. Asesmen PISA terkait dengan kompetensi literasi khususnya literasi
matematika, sains dan bahasa. Literasi matematika menurut PISA adalah …
A. Kemampuan merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika
dalam berbagai situasi nyata.
B. Kemampuan berpikir kritis, kreatif, komunikasi dan kolaborasi dalam
memecahkan masalah nyata.
C. Keterampilan dalam memecahkan masalah sehari-hari yang kompleks.
D. Keterampilan dalam menggunakan konsep dan prinsip matematika dalam
siatusi sehari-hari.
16. Pendekatan dan strategi beranalogi berturut-turut dengan:
A. Kacamata dan rencana
B. Sudut pandang dan alat
C. Kacamata dan prosedur
D. Sudut pandang dan teknik
110
17. Berikut ini beberapa paradigma perubahan proses pembelajaran yang terdapat
dalam Kurikulum 2013, terkait dengan upaya pengembangan keterampilan
berpikir tingkat tinggi, kecuali:
A. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu
B. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi
C. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis
sumber belajar tekstual
D. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi
18. Dalam Kurikulum 2013, pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi,
menggunakan cara sebagai berikut:
A. Menggunakan kompetensi dasar yang khusus terkait keterampilan berpikir
tingkat tinggi yang generik.
B. Menggunakan masalah-masalah kontekstual sehari-hari dalam setiap
kompetensi dasar.
C. Menggunakan kompetensi dasar yang terkait atau menuntut keterampilan
berpikir tingkat tinggi.
D. Menggunakan model pembelajaran penemuan dalam setiap kompetensi
dasar.
19. Berikut ini beberapa strategi pembelajaran yang dapat mengambangkan
keterampilan berpikir tingkat tinggi, kecuali:
A. Menekankan siswa memahami maksud dari pertanyaan-pertanyaan terkait
berpikir tingkat tinggi, misalnya menganalisis atau memprediksi.
B. Membuka ruang untuk diskusi topik-topik “abu-abu” yang masih debatable
secara terbimbing dalam kelas.
C. Menekankan pentingnyamengidentifikasi konsep-konsep kunci dalam
setiap topik dan permasalahan.
D. Melatih siswa dengan beragam soal-soal yang menerapkan prosedur secara
rutin.
111
20. Peran scaffolding dalam pembelajaran keterampilan berpikir tingkat tinggi
adalah, kecuali:
A. Membantu siswa menemukan kekuatan dirinya sendiri dalam
mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
B. Memberikan petunjuk yang jelas dalam memecahkan masalah yang
membutuhkan berpikir tingkat tinggi.
C. Mendorong siswa meningkat ke jenjang berpikir yang lebih tinggi saat
mengalami hambatan.
D. Membantu siswa mengalami dan membuat kemajuan berpikir dengan
caranya sendiri.
21. Pertanyaan-pertanyaan scaffolding membantu siswa melakukan aktivitas yang
terkait keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti di bawah ini, kecuali:
A. Apa saja yang kamu perlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut?
B. Dapatkah kamu melakukan dugaan, kemudian mengecek kebenarannya?
C. Apakah jawaban kamu masuk akal, mengapa? Apakah berlaku untuk semua
data?
D. Apa yang ditanyakan dari soal? Apa pula yang diketahui dari soal?
22. Berikut ini unsur yang harus termuat dalam suatu model pembelajaran, kecuali:
A. Sistem sosial atau peran-peran yang diperlukan untuk guru dan siswa.
B. Prinsip reaksi atau pola interaksi guru dan siswa.
C. Lembar kerja yang diperlukan.
D. Sintaks atau tahapan model.
23. Ciri terpenting dari model penemuan atau discovery adalah:
A. Ada masalah
B. Ada generalisasi
C. Ada kerja kelompok
D. Ada petunjuk kerja kelompok
24. Pada model pembelajaran berbasis masalah, keterampilan berpikir tingkat
tinggi, paling memungkinkan dan paling banyak diperlukan dalam tahap:
A. Membimbing penyelidikan
B. Orientasi siswa kepada masalah
C. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
D. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
112
25. Pada model pembelajaran berbasis proyek, berikut ini dapat ditempuh guru
untuk mendorong berpikir tingkat tinggi, kecuali:
A. Mendorong kerja kelompok dengan anggota yang heterogen
B. Mendorong keterlibatan pada sesi presentasi dan tanya jawab.
C. Menyiapkan format laporan yang sistematis dan mudah diikuti.
D. Memberikan masalah yang cukup kompleks untuk diproyekkan
26. Berikut metode pembelajaran yang memungkinkan untuk meningkatkan
keterampilan siswa dalam berpikir tingkat tinggi, kecuali:
A. Debat
B. Tanya jawab
C. Latihan soal
D. Curah pendapat
27. Agar metode demonstrasi dapat mendorong siswa berpikir tingkat tinggi, maka
hal yang dapat dilakukan antara lain:
A. Alat bantu untuk demonstrasi dipilih yang tepat dan presisi.
B. Demonstrasi dilakukan per kelompok siswa bukan klasikal.
C. Disertai lembar pengamatan pada siswa selama demonstrasi.
D. Menyiapkan umpan balik yang diisi siswa setelah demonstrasi.
28. Metode tanya jawab akan sangat efektif untuk mendorong siswa berpikir
tingkat tinggi, antara lain dilakukan dengan cara sebagai berikut, kecuali:
A. Berikan pertanyaan yang sifatnya argumentatif.
B. Arahkan jawaban siswa, untuk dinilai oleh siswa lain.
C. Berikan pertanyaanyang jelas maksudnya dengan jawaban tunggal.
D. Buat pertanyaan yang bertahap, dilanjutkan menuju tingkat lebih tinggi.
29. Metode brain storming atau curah pendapat dapat dikelola untuk aspek-aspek
berikut, kecuali:
A. Aspek pengetahuan
B. Berpikir mengingat
C. Topik yang debatable
D. Hal yang bersifat kontekstual.
113
30. Skenario pembelajaran yang mendorong keterampilan berpikir tingkat tinggi
pada materi pembelajaran, terlihat dalam komponen berikut, kecuali:
A. Kegiatan Inti
B. Implementasi model
C. Penilaian proses
D. Penataan kelompok
31. Dalam mengembangkan skenario pembelajaran yang mendorong keterampilan
berpikir tingkat tinggi, guru yang paling penting untuk diperhatikan adalah:
A. Metode pembelajaran apa yang diperlukan agar dapat berlangsung lebih
cepat.
B. Alat, bahan dan sumber belajar yang diperlukan untuk menunjang model
pembelajaran.
C. Strategi yang diperlukan dan relevan serta pada bagian mana
diimplementasi.
D. Bentuk penilaian sikap yang paling tepat, serta soal-soal penilaian
pengetahuan dan keterampilan.
114
BAGIAN IV PENUTUP
Kemampuan siswa dalam berpikir tingkat tinggi secara langsung akan berpengaruh
pada kemampuan siswa untuk menghadapi tes-tes standar termasuk UN (Ujian
Nasional), oleh karena itu guru tidak perlu berpuas diri jika siswa hanya mampu
meniru proses belajar, siswa harus meningkatkan ke meta-kognitif. Selebihnya
memberikan soal-soal yang bersifat kontekstual nyata merupakan cara terbaik untuk
meningkatkan literasi matematis siswa dan ini relevan dengan kemampuan yang
diperlukan dalam konteks PISA.
115
KUNCI JAWABAN EVALUASI
3 A
18 D
8 A
1 C
14 A
19 B
20 D
4 A
23 A
2 B
9 C
10 D
16 C
12 A
25 C
5 D
21 C
30 C
17 C
26 D
11 C
22 B
6 B
13 B
24 C
7 D
27 C
28 B
15 A
29 D
116
DAFTAR PUSTAKA
117
ocuments/Higher-order-thinking-in-mathematics.pdf
NCTM (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston,
Vancouver: National Council of Teachers of Mathematics.
OEDC. (2018). PISA for Development Assesment and Analytical Framework, reading,
mathematics and science. Paris: OEDC Publishing.
Santos-Trigo, L. & Moreno-Armella, L. (2013). International perspectives on problem
solving research in mathematics education, a special issue. The Mathematics
Enthusiast 10(1&2): 3–8.
Su, H.F., Ricci, F.A., & Mnatsakanian, M. (2016). Mathematical teaching strategies:
Pathways to critical thinking and metacognition. Journal of Research in
Education and Science (IJRES), 2 (1), 190-200.
Sumardyono & Ashari. (2010). Kajian kritis dalam Pembelajaran matematika di
SD/MI. Modul BERMUTU. Jakarta: Kemdiknas
Wina Sanjaya. (2010). Strategi Pembelajaran: Berorientasi standar proses pendidikan.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
118
119