Anda di halaman 1dari 52

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR TABLE iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................1
B. Identifikasi Masalah................................................................................................6
C. Pembatasan Masalah.............................................................................................7
D. Perumusan Masalah...............................................................................................7
E. Tujuan Penelitian....................................................................................................8
F. Manfaat Penelitian.................................................................................................8
BAB II KAJIAN TEORI 10
A. Deskripsi Teoretis.................................................................................................10
1. Pembelajaran Geometri...................................................................................10
2. Kemampuan berpikir Geometris......................................................................12
3. Teori van Hiele tentang Pembelajaran Geometri..............................................13
4. Model Pembelajaran Kontruktivisme...............................................................16
5. GeoGebra.........................................................................................................27
B. Penelitian yang Relevan........................................................................................31
C. Kerangka Berpikir.................................................................................................32
D. Hipotesis Penelitian..............................................................................................35
BAB III METODELOGI PENELITIAN 36
A. Tujuan Operasional Penelitian..............................................................................36
B. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................................36
C. Metode Penelitian................................................................................................36
D. Desain Penelitian..................................................................................................37
E. Teknik Pengambilan Sampel.................................................................................38
F. Teknik Pengumpulan Data....................................................................................38
G. Instrumen Penelitian............................................................................................39
1. Pengujian Validitas...........................................................................................40

i
ii

2. Perhitungan Reliabilitas....................................................................................41
H. Hipotesis Statistik.................................................................................................42
I. Teknik Analisis Data..............................................................................................43
1. Uji Persyaratan Analisis Data............................................................................43
2. Uji Analisis Data................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA 52
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2. 1 Tampilan Awal GeoGebra.......................................................................29

Gambar 2. 2 Contructions Tools ( alat-alat konstruksi )..............................................30


DAFTAR TABLE

Halaman
Table 3. 1 Desain Penelitian........................................................................................38

Table 3. 2 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Geometris.........................40

Table 3. 3 Rubrik Penskoran Kemampuan Berpikir Geometris.................................41

Table 3. 4 Klasifikasi Cronvbach’s Alpha...................................................................43

Table 3. 5 Tabel ANAVA satu arah..............................................................................46


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan memiliki peranan penting dalam kemajuan suatu bangsa.

Masyarakat suatu negara yang maju akan melahirkan kemajuan dalam berbagai

aspek seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial, politik, serta peradaban.

George F Kneller dalam Dwi Siswoyo,dkk (2008: 17) mengatakan bahwa

pendidikan dapat dipandang dalam arti luas dan arti teknis. Pendidikan dalam arti

luas mengacu pada suatu tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh

yang berhubungan dengan pertumbuhan atau perkembangan jiwa (mind), watak

(character), dan kemampuan fisik (physical ability). Pendidikan dalam arti teknis

artinya pendidikan adalah proses dimana masyarakat melalui lembaga-lembaga

pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, atau lembaga-lembaga lain) dengan

sengaja mentransformasikan warisan budaya, yaitu pengetahuan, nilai,

keterampilan, dan generasi ke generasi. Hal ini menunjukkan keberadaan

pendidikan sangatlah penting.


Banyak sekali hasil studi tentang kemampuan matematika siswa, salah satunya

adalah Programme for International Students Assesment (PISA). PISA adalah

studi yang dilakukan oleh Organisation for Economic Cooperation and

Development (OECD) tentang kemampuan matematika, membaca dan sains siswa

berumur 15 tahun. Untuk kemampuan matematika, PISA mengukur konsep


literasi matematika dari aspek konten dan proses. 4 Literasi matematika untuk

aspek proses meliputi formulating, employing, dan interpreting. Menurut data

PISA tahun 2012, Indonesia berada di peringkat 64 dari 65 negara yang

berpartisipasi. Skor rata-rata proses formulating, employing, dan interpreting

secara berturut-turut adalah 368, 369, dan 379. Skor tersebut masih dibawah rata-

rata skor OECD yaitu 492 untuk formulating, 493 untuk employing, dan 497

untuk interpreting. Maka dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa Indonesia

dalam memecahkan masalah matematika masih rendah.1


Pemberian rumus tanpa pemahaman konsep merupakan fakta pembelajaran

yang ada dilapangan saat ini. Pengutamaan penghapalan sifat maupun rumus

tanpa pemahaman konsep turut serta menjadi ciri dalam pembelajaran geometri.

Materi geometri sendiri merupakan salah satu materi matematika yang memiliki

cakupan materi yang cukup luas, dimulai dari bangun datar sampai bangun ruang

beserta unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Materi bangun datar dan bangun

ruang dipelajari ditingkat sekolah menengah atas. Disebutkan dalam silabus

bahwa siswa mampu Memahami konsep jarak dan sudut antar titik, garis dan

bidang melalui demonstrasi menggunakan alat peraga atau media lainnya dan

menggunakan berbagai prinsip bangun datar dan ruang serta dalam

menyelesaikan masalah nyata berkaitan dengan jarak dan sudut antara titik, garis

dan bidang. Namun nyatanya siswa masih belum memahami konsep jarak dan

sudut antar titik, garis dan bidang yang mereka dapat di sekolah menengah

pertama dan masih kurangnya pemahaman hubungan antara titik, garis ,dan

bidang.

1
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, “PISA (Programme for International
StudentAssessment” [ONLINE], Tersedia: http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-
internasional-pisa (Minggu, 19 Juni pukul 20.53 WIB).
Kemampuan berpikir siswa hendaknya diperhatikan oleh guru. Materi akan

sulit dipahami oleh siswa jika bahasa yang digunakan tidak disesuaikan dengan

kemampuan berpikir siswa, oleh karena itu guru perlu mengetahui sejauh mana

kemampuan berpikir geometris siswa dalam pembelajaran. Hal ini tidak berarti

bahwa hasil belajar diabaikan begitu saja. Hassil belajar siswa lazimnya

ditunjukkan oleh nilai akhir yang merupakan akumulasi dari aspek kognitif,

afektif, dan psikomotorik. Materi geometri khususnya, hasil belajar diharapkan

juga mengacu pada kemampuan berpikir geometris yang selama ini kurang

mendapatkan perhatian lebih dalam matematika. Waktu yang kurang dan

banyaknya materi yang harus disampaikan dalam pembelajaran menyebabkan

kemampuan berpikir geometri kurang mendapatkan perhatian. Untuk itu perlu

diterapkan suatu pembelajaran geometri yang memperhatikan perkembangan

tingkat kemampuan berpikir geometris siswa.


Tingkat kemampuan berpikir geometris yang telah banyak diaplikasikan pada

pembelajaran geometri adalah teori van hiele. Menurut Van Hiele dalam

Suherman bahwa terdapat 5 level kemampuan berpikir geometris yaitu : level 0

(visualisasi), level 1 (analisis), level 2 (deduksi informal ), level 3 ( deduksi), dan

level 4 (ketepatan).2 Kelima level tersebut harus dilalui secara berurutan karena

level sebelumnya adalah prasyarat level selanjutnya. Perkembangan kemampuan

berpikir geometris dapat terjadi melalui pengalaman geometri yang diterima.

Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang berhasil menciptakan

pengalaman geometri bagi siswa. Memang bukan hal mudah untuk membawa

2
Drs H.Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: UPI,
2003), h.51.
siswa kepada level kemampuan berpikir geometris yang lebih tinggi, namun dapat

memulainya dengan menciptakan pengalaman geometri dalam pembelajaran.


Menurut van Hiele dalam Suherman, terdapat tiga unsur utama dalam

pembelajaran geometri yang waktu, materi pembelajaran, dan metode

pembelajaran yang diterapkan. Jika ketiga hal tersebut ditata secara terpadu akan

dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak kepada tingkatan berpikir yang

lebih tinggi. 3Begitu heterogennya kemampuan siswa, membuat guru harus kreatif

memilih metode pembelajaran yang tepat.

Model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme yang dapat

digunakan dalam pembelajaran matematika yang memberikan kesempatan kepada

siswa untuk belajar lebih mandiri dan lebih aktif mengkonstruksi sendiri

pengetahuannya adalah Model Generatif dan Model Novick. Model pembelajaran

generatif adalah model pembelajaran, dimana peserta belajar aktif berpartisipasi

dalam proses belajar dan dalam mengkontruksi makna dari informasi yang ada

disekitarnya berdasarkan pengetahuan awal dan pengalaman yang dimiliki peserta

didik (Osborne dan Witrock, dalam Sudyana et. al.,2007: 1080). Model

pembelajaran Novick adalah pembelajaran yang dikembangkan oleh Nussbam dan

Novick. Novick menjelaskan bahwa model pembelajaran Novick terdiri dari tiga

fase, yaitu mengungkap konsep awal siswa, menciptakan konflik konseptual, dan

mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif. 4Kedua model tersebut, yakni

model Generatif dan model Novick diharapkan mampu membawa masingg-

3
Ibid.
4
Riky Rosari, dkk,”Perbandingan Kemampuan Pemahaman Matematis Antara Siswa yang
Diajar Menggunakan Model Predict Obsere Explain (POE) dan Model Novick Dalam
Pembelajaran Matematika di SMP Negeri 20 Jakarta”, [ONLINE]. Tersedia:
http://www.mathunj.org/index.php/jmap/article/viewFile/78/80 , (Sabtu, 4 Juni 2016 pukul 08.32
WIB).
masing siswa kepada level kemampuan berpikir geometris yang sesuai dengan

jenjang pendidikannya.

Pemilihan media merupakan salah satu faktor penting dalam mendukung

terjadinya pembelajaran geometri yang dapat mengembangkan kemampuan

berpikir geometris serta menarik minat siswa dan menambahkan pemahaman.

Berbagai perangkat lunak geometris dalam pembelajaran dapat menjadi salah satu

pilihan media dan sekaligus sumber belajar yang dapat menjadi salah satu pilihan

media dan sekaligus sumber belajar yang dapat digunakan dalam menyampaikan

materi geometri yang dikenal dengan program geometri dinamis diharapkan dapat

membantu pembelajaran materi geometri di dalam kelas melalui beragam alat

bantu yang disediakan.


Berapa perangkat lunak geometri, atara lain WinGeom, WinPlot, Cabri,

GeoGebra, Geometry’s Sketchpad dan sebagainya. Perangkat-perangkat lunak

tersebut ,menyediakan beragam alat bantu yang dapat digunakan dalam

menggambar secara langsung sebuah bangun di papa tulis.bukan hanya

menggambar, perangkat lunak tersebut khususnya GeoGebra dapat

mengidentifkasi sebuah bangun geometri antara lain ukuran, bentuk bangun , serta

membantu memahami sifat-sifat bangun tersebut.

GeoGebra merupakan salah satu perangkat lunak geometri terbaru. Asal mula

kata GeoGebra adalah geometri algebra. GeoGebra menggabungkan kemampuan

beragam software matematika dalam hal ini geometri, aljabar serta kalkulus ke

daam aplikasinya. Tampilan yang menarik dan beragam fitur yang dapat

digunakan dalam bereksplorasi diharapkan mampu mennarik minat siswa untuk


mempelajari geometri. Siswa dapat memodifikasi sebuah bangun dengan

menerapkan konsep geometri yang telah dimiliki.

Perpaduan pembelajaran Generatif dengan perangkat lunak GeoGebra serta

pembelajaran Novick denngan perangkat lunak GeoGebra dalam pembelajaran

diharapkan dapat menciptakan pengalaman geometri siswa. Pengalaman geometri

tersebut yang diharapkan dapat mengembangkan kemampuan berpikir geometri

siswa kelas X khususnya. Berdasarkan latar belakang, maka dilakukan penelitian

“Perbandingan Kemampuan Berpikir Geometri Antara Siswa SMA yang Diajar

Menggunakan Model Pembelajaran Generatif dan Model Novick Berbantuan

Perangkat Lunak GeoGebra di SMA Negeri Jakarta.”

B. Identifikasi Masalah

1. Apa pentingnya kemampuan berpikir geometris?


2. Apa saja level kemampuan berpikir geometris?
3. Apa saja yang termasuk tiga unsur utama dalam pembelajaran geometri?
4. Metode pembelajaran apa sajakah yang dapat menjadi pilihan dalam

pembelajaran geometri?
5. Apa ciri utama dalam Generatif dan Novick ?
6. Apakah model pembelajarann Generatif dan Novick dapat membantu

mengembangkan kemampuan berpikir geometris?


7. Apakah terdapat perbedaan kemampuan berpikir geometris antara siswa

yang diajar menggunakan model pembelajaran Generatif berbantuan perangkat

lunak GeoGebra dengan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran

Novick berbantuan perangkat lunak GeoGebra?


8. Apakah perangkat lunak GeoGebra tepat dalam penggunaannya pada

pembelajaran geometri?

C. Pembatasan Masalah
Penelitian difokuskan pada masalah membandingkan kemampuan geometris

siswa antara kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran Generatif

berbantuan GeoGebra dengan kelas yang diajar menggunakan model

pembelajaran Novick berbantuan GeoGebra.


1. Penelitian akan dilakukan terhadap siswa kelas X SMA Negeri Jakarta

pada pokok bahasan geometri dalam semester 2.


2. Pada pembelajaran Generatif dan Novick akan dibantu GeoGebra.
3. Kemampuan berpikir geometris siswa didasarkan pada teori van Hiele. Tes

yang diujikan telah disesuaikan dengan indicator kemampuan berpikir geometris

van Hiele.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masala dua pembatasan masalah yang sudah

dikemukakan, maka perumusan masalaah dalam penelitian ini “ Apakah terdapat

perbedaan kemampuan berpikir geometris siswa yang diajarkan mengguunakan

model pembelajaran Generatif berbantuan peranggkat lunak GeoGebra dengan

siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Novick berbantuan

perangkat lunak GeoGebra?”

E. Tujuan Penelitian

Mengetahui apakah model pembelajaran Generatif dan Novick yang

berbantuan perangkat lunak GeoGebra dapat menjadi alternative untuk

mengembangkann kemampuan berpikir geometris.

F. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa
Mendapatkan pengalaman geometri yang mengacu pada kemampuan berpikir

geometri siswa seccara akktif dalam pembelajaran khususnya pada materi

geometri.
2. Bagi guru
Menjadikan referensi dalam penelitian metode dan media pembelajaran pada

materi geometri khususnya dalam aspek kemampuan berpikir geometris siswa

melalui pengalaman geometris dengan penerapan pembelajaran Generatif dan

Novick berbantuan perangkat lunak GeoGebra.


3. Bagi sekolah
Menjadi masukan dalam pengembangan pembelajaran geometri serta

berinovasi dengan penggunaan teknologi didalam pembelajaran khususnya

penggunaan perangkat lunak GeoGebra.


4. Bagi mahasiswa
Menambah referensi kepada peneliti dalamm mengembangkan aspek

kemampuan berpikir geometris melalui pembelajaran Generatif dan Novick

berbantuan perangkat lunak GeoGebra.


BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teoretis

1. Pembelajaran Geometri

Geometri berasal dari kata latin “Geometris “. Geo yang berarti tanah dan

metris berarti penngukuran.5 Berdasarkan KRBI ( Kamus Besar Bahasa

Indonesia ), geometri merupakan cabang matematika yang menerapkan sifat-sifat

garis, sudut, bidang dan ruang serta merupakan ilmu ukur.6


Menurut sejarawan, geometri tumbuh jauh sebelum masehi karena keperluan

pengukuran tanah pada daerah Mesir. Seiring perkembangan geometri

didefinisikan sebagai cabang matematika yang mempelajari titik, garis, bidang

dan benda-benda ruang serta sifat-sifatnya, ukuran-ukurannya dan hubungannya

satu sama lain.7

Usiskin dalam Abdussakir mengemukakan bahwa geometri adalah (1)

cabang matematika yang mempelajari pola-pola visual, (2) cabang matematika

yang menghubungkan matematika dengan dunia fisik atau dunia nyata, (3) suatu

penyajian fenomena yang tidak tampak atau tidak bersifat fisik, (4) suatu bagian

dari sitem matematika.8 Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan

5
Moeharti,Sistem-Sistem Geometri,(Jakarta: Karunika Jakarta, Universitas Terbuka, 1986),h.2
6
Tim Peenyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia ed.3 cet.3,(Jakarta: Balai
Pustaka, 2005),h.355.
7
Moeharti,Loc.Cit.
8
Abdussakir,”Pembelajaran Geometri Sesuai Teori van Hiele,” [ONLINE], Tersedia:
https://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/pembelajaran-geometri-sesuai-teori-van-hiele-
lengkap/ , (Sabtu, 4 Juni 2016 pukul 09.07 WIB).
bahwa geometri adalah cabang ilmu matematika yang mempelajari ruang serta

unsur-unsurnya yang menghubungkan dunia matematika dengan dunia nyata.

Dari sudut pandang psikologi, geometri mewakili abstaksi visual dan

pengalaman spasial seperti bentuk, pengukuran, pemetaan, dan pola. Berdasarkan

sudut pandang matematika, geometri memainkan peran penting dalam

pengembangan kemampuan pemacahan masalah.9 Geometri memiliki posisi

penting dalam kurikulum, seperti pemhaman ruang dan unsur-unsurnya, sifat-sifat

dari bentuk geometri, serta transformasi.

Berikut beberapa alasan mengapa geometri perlu dipelajari:10

a. Geometri menyajikan sebuah apresiasi dunia secara lengkap.


b. Eksplorasi-eksplorasi geometris dapat mengembangkan kemampuan

pemecahan masalah.
c. Geometri memegang peranan penting dalam bidang matematika yang lain.
d. Geometri digunakan oleh banyak orang.
Tujuan pembelajaran geometri menurut Budiarto dalam Abdussakir adalah

untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan inuisi

keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan

dapat membaca serta menginterpretasi argument-argumen matematika.11 Geometri

menyajikan visualisasi dunia secara lengkap serta sadar atau tidak geometri

digunakan sehari-hari oleh banyak orang mulai dari hal yang paling sederhana

yaitu pengukuran sampai pendekorasian sebuah bangunan oleh para arsitek.

9
Katherin L.Dix,”The Application of Computer Technologi in the Teaching of Junior High
School Geometry”,
[ONLINE].Tersedia:http://www.flinders.edu.au/ehl/fms/education_files/staff/pdf/dixAMTPAPE
R.pdf (Selasa 7 Juni 2016 pukul 21.30 WIB).
10
John A. Van de Walle, Elementary and Middle School Mathematics: Teaching
Developmentally,4th ed, (Boston: Allyn and Bacon,2001),h.309.
11
Abdussakir,Loc.Cit.
Geometri menjadi penghubung antara matematika dengan dunia nyata.

Melihat keterkaitan yang ada, layaknya geometri menjadi materi yang lebih

mudah untuk dipahami, namun kenyataannya geometri merupakan materi yang

sulit dipahami para siswa. Kenyataan ini membawa pada suatu kondisi bahwa

pembelajaran geometri di dalam kelas belum efektif sehingga tujuan

pembelaajaran geometri belum tercapai.

2. Kemampuan berpikir Geometris

Menurut Piere van Hiele dan Dina van Hiele yang memberikan urutan

pemikiran geometri menurut aras (level)nya yaitu: visual, descriptive/analytic,

abstract/relational, formal deduction dan rigor/metamathematical. Menurut teori

Piere van Hiele dan Dina van Hiele, siswa-siswa maju melalui tingkat-tingkat

pemikiran dalam geometri dan tingkat visual seperti di atas. Teori van Hiele

mempunyai karakteristik : belajar merupakan suatu proses yang diskontinu; tahap-

tahap berpikir bersifat terurut dan hirarkis; pemahaman konsep yang implisit pada

suatu tingkatan menjadi eksplisit pada pemahaman tingkatan berikutnya; dan tiap-

tiap tingkatan mempunyai bahasa dan simbol tersendiri. Menurut van Hiele

kemajuan dari level yang satu ke level berikutnya sedikit tergantung pada

perkembangan atau kematangan biologisnya akan tetapi kemajuan dikarenakan

pengaruh proses belajar mengajar.12

3. Teori van Hiele tentang Pembelajaran Geometri

12
Suparyan,” Kajian Kemampuan Keruangan (Spatial Abilities) dan Kemampuan Penguasaan
Materi Geometri Ruang Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA Universitas
NegeriSemarang”,
[ONLINE].Tersedia:https://js.pdffiller.com/index.html#/users/55072734/forms/67817147/edit?
jstoken=5e16c519b6d05842dbe62fd6bfbb7336&viewer=55072734 ,(Selasa 7 Juni 2016 pukul
21.35 WIB).
a. Tingkat Perkembangan Berpikir
Menurut Piere van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof dalam Burger dan

Shaughnessy (1986), dalam belajar geometri perkembangan berpikir siswa terjadi

melalui 5 (lima) tingkat (level) sebagai berikut.


1). Level 0 (Visualization). The student reasons about basic geometric concepts,

such as simple shapes, primarily by means of visual considerations of the concept

as the whole without explicit regard to properties of its components.


2). Level 1 (Analysis). The students reasons about geometric concepts by means of

an informal analysis of component parts and attributs. Necessary properties of

the concept are established.


3). Level 2 (Abstraction). The student logically orders the properties of the

concepts, forms abstract definitions, and can distinguish between the necessity

and sufficiency of a set of properties in determining a concept.

4). Level 3 (Deduction). The student reasons formally within the context of a

mathematical system, complete with undefined terms, axiom, an underlying

logical system, definition, and theorems.

5). Level 4 (Rigor). The student can compare systems based on different axioms

and can study various geometries in the absence of concrete models.

Berkaitan dengan tingkat perkembangan berpikir model van Hiele dalam belajar

geometri di atas, Suwarsono dalam Soedjoko (1999) menjelaskan sebagai berikut.

1) Pada tingkat 0 (visualisasi), siswa memandang bangun-bangun geometri

sebagai suatu keseluruhan. Siswa belum memperhatikan komponen-komponen

dari masing-masing bangun. Jadi, siswa pada tingkat ini sudah mengenal nama

suatu bangun, tetapi ia belum mencermati ciri-ciri dari bangun itu. Sebagai

contoh, siswa sudah dapat mengatakan bahwa suatu bangun bernama persegi

panjang, tetapi ia belum menyadari bahwa sisi-sisi yang berhadapan sejajar dan
sama panjang, serta semua sudutnya siku-siku.
2) Pada tingkat 1 (analisis), siswa sudah mengenal bangun-bangun geometri

berdasarkan ciri-cirinya. Siswa sudah dapat menganalisis unsur-unsur yang ada

pada suatu bangun, dan mengamati sifat yang dimiliki unsur-unsur tersebut.

Sebagai contoh, siswa pada tingkat ini sudah dapat mengatakan bahwa suatu

bangun merupakan persegipanjang karena bangun itu mempunyai empat sisi yang

sepasang-sepasang sama dan sejajar serta semua sudutnya siku-siku.


3) Pada tingkat 2 (abstraksi), siswa sudah dapat menghubungkan ciri yang

satu dengan ciri yang lain dari suatu bangun, dan sudah dapat memahami relasi

antara bangun yang satu dengan bangun yang lain. Sebagai contoh, siswa pada

tingkat ini sudah dapat mengatakan jika pada suatu segiempat, sisi-sisi yang

berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu juga sama panjang. Siswa

dapat menyebutkan bahwa bangun persegi panjang juga merupakan jajargenjang.

4) Pada tingkat 3 (deduksi), siswa berpikir secara formal dalam konteks

sistem matematika, memahami istilah pengertian pangkal, definisi, aksioma,

teorema, namun ia belum mengetahui mengapa sesuatu itu dijadikan aksioma atau

teorema.

5) Pada tingkat 4 (ketajaman), siswa dapat bekerja dalam berbagai sistem

aksiomatik tanpa kehadiran benda-benda konkrit. Sebagai contoh, siswa pada

tingkat ini sudah menyadari bahwa jika salah satu aksioma pada suatu sistem

geometri diubah, maka kemungkinan seluruh sistem geometri tersebut juga akan

berubah.

b. Fase Pembelajaran Model van Hiele

Menurut van Hiele dalam Clements dan Battista (1992) bahwa setiap

siswa dalam mempelajari geometri melalui tingkat-tingkat di atas dengan urutan


yang sama. Akan tetapi, saat kapan siswa-siswa memasuki suatu tingkat dapat

berbeda. Dimungkinkan bahwa pada suatu bagian geometri tertentu, seorang

siswa sudah mencapai tingkat yang agak tinggi sedangkan pada bagian yang lain

ia masih berada pada tingkat yang lebih rendah. Dikatakan pula oleh van Hiele

bahwa kemajuan tingkat perkembangan berpikir seorang siswa tidak banyak

tergantung oleh kedewasaannya, tetapi banyak dipengaruhi oleh proses

pembelajaran. Dengan demikian organisasi yang baik antara metode, waktu,

materi, dan rencana pembelajaran yang digunakan pada suatu tingkat tertentu

dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa pada materi pembelajaran

tersebut.

Berkaitan dengan ini, van Hiele mengajukan lima fase urutan pembelajaran yaitu :

1) Fase I : Informasi

Para siswa dikenalkan dengan cakupan materi. Guru membahas materi tersebut

untuk memperjelas materi sehingga siswa memahami cakupan materi tersebut.

2). Fase II : Orientasi Terbimbing

Pada fase ini, siswa diperkenalkan dengan objek-objek yang sifat-sifatnya akan

diabstraksikan oleh siswa dalam pembelajaran. Tujuan fase ini agar siswa aktif

terlibat dalam mengekplorasi objek-objek tersebut. Guru mengarahkan dan

membimbing siswa untuk melakukan eksplorasi yang tepat, dengan melalui tugas-

tugas yang terstruktur dengan cermat.

3). Fase 3 : Eksplisitasi

Pada fase ini, pengetahuan intuitif yang telah dimiliki siswa dielaborasi kembali

menjadi lebih eksplisit. Pada fase ini siswa secara jelas menyadari konseptualisasi

materi geometri yang sedang ia pelajari, dan mendeskripsikannya dalam


bahasanya sendiri. Guru memperkenalkan istilah-istilah matematis yang relevan.

4). Fase 4 : Orientasi Bebas

Pada fase ini, siswa menyelesaikan masalah yang solusinya memerlukan sintesis,

utilisasi konsep-konsep dan relasi-relasi yang telah dielaborasi sebelumnya.

Peranan guru adalah menyeleksi materi dan masalah geometri yang tepat,

mengenalkan istilah-istilah yang relevan sebagaimana yang diperlukan.

5). Fase 5 : Integrasi

Pada fase ini, siswa membuat ringkasan tentang segala sesuatu yang telah

dipelajari (konsep, relasi) dan mengintegrasikan pengetahuan yang mereka miliki

ke dalam jaringan yang koheren yang dapat dengan mudah dideskripsikan dan

diterapkan. Bahasa dan konseptualisasi terhadap matematika digunakan untuk

mendeskripsikan jaringan ini. Akhirnya, ide-ide diringkas dan diintegrasikan

dalam struktur matematika yang formal. Pada akhir pada fase 5 ini, tingkat

berpikir yang baru telah dicapai untuk materi yang dibicarakan.

4. Model Pembelajaran Kontruktivisme

4.1. Pengertian

Tobin dan Timmons (Isjoni, 2007 : 22) menegaskan bahwa

pembelajaran yang berlandaskan pandangan konstruktivisme harus

memperhatikan empat hal, yaitu: 1) berkaitan dengan pengetahuan awal

siswa (prior knowledge), 2) belajar melalui pengalaman (experiences), 3)

melibatkan interaksi sosial (social iriteraction), dan 4) kepahaman (sense

making).

Menurut Samsul Hadi (2010) Konstruktivisme adalah suatu upaya

membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.


Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran

konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit

demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan

tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-

fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia

harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui

pengalaman nyata.

Adapun implikasi dari pembelajaran model konstruktivisme

meliputi empat tahapan, yaitu apersepsi, eksplorasi, diskusi dan

penjelasan konsep serta pengembangan konsep dan aplikasi. Berikut

penjelasan tahap-tahap model konstruktivisme.13

1. Apersepsi, pada tahap ini siswa didorong untuk mengemukakan


pengetahuan awalnya tentang konsep yang dibahas. Bila perlu guru
memancing dan memberikan pertanyaan-pertanyaan tentang
fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari dengan
mengaitkan konsep yang akan dibahas. Siswa diberi kesempatan
untuk mengkomunikasikan, mengilustrasikan pemahamannya tentang
konsep.
2. Eksplorasi, pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk menyelidiki
dan menemukan konsep melalui pengumpulan data dalam suatu
kegiatan yang telah dirancang oleh guru kemudian secara
berkelompok didiskusikan dengan kelompok lain.
3. Diskusi dan penjelasan konsep. Pada tahap ini saat siswa memberikan
penjelasan dan solusi yang didasarkan pada hasil observasinya
ditambah dengan penjelasan guru, sehingga siswa tidak ragu-ragu
lagi tentang konsepsinya.
4. Pengembangan dan aplikasi. Pada tahap ini guru berusaha
menciptakan iklim pembelajaran. Yang memungkinkan siswa dapat
mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui kegiatan
atau pemunculan dan pemecahan masalah-masalah yang berkaiatan
dengan isu-isu di lingkungan (Karli H. dan Margaretha, 2004 : 17).
Berdasarkan pandangan tersebut di atas maka dapat disimpulkan

bahwa model konstruktivisme dalam suatu belajar-mengajar di mana

13
Yaya Sutisna,” Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Pada Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar”, [ONLINE]. Tersedia:
repository.upi.edu/6013/5/s_pwk_0810522_chapter2.pdf , (Selasa, 6 Juni 2016 pukul 22.10 WIB).
siswa sendiri aktif secara mental membangun pengetahuannya yang

dilandasi oleh struktur kognitif yang telah dimilikinya. Pendidik lebih

berperan sebagai fasilitator dan menyediakan pembelajaran. Penekanan

tentang belajar mengajar lebih berfokus pada suksesnya siswa

mengorganisasi pengalaman siswa.

4.2. Prinsip

Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang

diterapkan dalam belajar mengajar adalah:14

a. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri

b. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali

hanya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar

c. Murid aktif megkonstruksi secara terus menerus, sehingga selalu

terjadi perubahan konsep ilmiah

d. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses

kontruksi berjalan lancar

e. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa

f. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah

pertanyaan

g. Mencari dan menilai pendapat siswa

h. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.

(Samsulhadi, 2010).

Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru

tidak boleh hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa .

Siswa harus membangun pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang


14
Ibid.
guru dapat membantu proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat

informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan bagi siswa, dengan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau

menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari

dan menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru

dapat memberikan tangga kepada siswa yang mana tangga itu nantinya

dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat pemahaman yang

lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang

memanjatnya.

4.3. Model Pembelajaran Generatif

Pembelajaran generatif merupakan suatu model pembelajaran

berbasis konstruktivisme, yang lebih menekankan pada pengintegrasian

secara aktif pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang

sudah dimiliki siswa sebelumnya.15Menurut Osborno dan Wittrock dalam

La Moma pembelajarangeneratif merupakan suatu model pembelajaran

yang menekankan pada pengintegrasiansecara aktif pengetahuan baru

dengan menggunakan pengetahuan yang sudah dimilikisiswa

sebelumnya.16Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pembelajaran

generatif adalah suatu model pembelajaran yang dilakukan agar siswa

dapat berperan secara aktif mengkonstruksi dan menginterpretasi suatu

informasi untuk membuat suatu kesimpulan sehingga menemukan

15
La Moma, “Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui Pembelajaran
Generatif Siswa SMP”, [ONLINE], Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/8102/1/P%20-%2053.pdf,
(Rabu, 25 Mei 2016 pukul 20.07 WIB).
16
Ibid.
pengetahuan baru berdasaarkan pengetahuan yang sebelumnya telah

dimiliki.

Pembelajaran generatif (generative learning model) pertama kali

diperkenalkanoleh Osborne dan Cosgrove. Pembelajaran generatif terdiri

atasempat langkah, yaitu: (1) pendahuluan atau tahap eksplorasi; (2)

pemfokusan; (3)tantangan atau pengenalan konsep; (4) penerapan

konsep.17 Menurut Osborne dan Wittrock dalam Lusiana model

pembelajran Generatif mempunyai empat tahapan, yaitu: (1) the

preliminary step (tahap persiapan), (2) the focus step (tahap menfokuskan),

(3) the challenge step (tahap tantangan), dan (4) the application step

(tahap aplikasi) .18

The preliminary step (tahap persiapan) merupakan tahap dimana guru

membimbing siswa untuk melakukan ekspolarasi terhadap pengetahuan,

ide, atau konsepsi awal yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari siswa

atau dari pembelajaran sebelumnya.siswa diberi kesempatan untuk

membangun pengetahuan mengenai topik matematika yang akan dibahas

dengan mengaitkan materi ajar dengan pengalaman mereka sehari-hari.

Menurut Hulukati dalam Ririn, proses menghubungkan pengetahuan baru

dengan pengetahuan yang sudah ada akan melibatkan motivasi,

pengetahuan dan konsepsi awal yang akan menghasilkan pemaknaan dan

pemahaman siswa terhadap konsep baru.19 Guru dapat memberikan


17
Ibid.
18
Lusiana, Yusuf H, Trimurti S, “Penerapan Model Pembelajaran Generatif (MPG) untuk
Pelajaran Matematika di Kelas X SMA Negeri 8 Palembang”, [ONLINE]. Tersedia:
http://ejournal. unsri.ac.id/index.php/jpm/article/view/324/90, (Selasa 7 Juni 2016 pukul 21.35
WIB).
19
Ririn Riantini, “Perbandingan PeningkatanKemampuan Komunikasi Matematis Antara Siswa
yang Belajar dengan Model Jigsaw II dan Model Generatif di Kelas VIII SMP” (Skripsi pada
stimulus berupa aktivitas atau tugas atau penelusuran terhadap suatu

permasalahan yang dapat menunjukkan data dan fakta yang terkait dengan

konsep yang akan dipelajari. Guru berperan memberikan motivasi dan

arahan agar siswa mau dan mampu melakukan eksplorasi serta

mengemukakan pendapat atau idenya.

Pengerucutan ide dari tahap persiapan diharapkan berlangsung pada

the focus step (tahap menfokuskan), tahapan ini guru melakukan

pemfokusan yang terarah pada konsep yang akan dipelajari siswa. Siswa

diberi kesempatan untuk mengemukakan ide mereka mengenai topik yang

akan dibahas. Guru berperan memotivasi siswa dengan cara mengajukan

pertanyaan yang menggali sehingga akan terungkap idea atau gagasan

yang ada dalam pikiran siswa. Pada tahap ini siswa akan menyadari bahwa

pada topik yang sedang dipelajari ada pendapatnya yang berbeda dengan

teman yang lain. Hal ini akan menimbulkan konflik dalam dirinya yang

menghasilkan ketidakpuasan.

Ketidakpuasan siswa terhadap konsep-konsep yang telah ada dapat

membangkitkan dan meningkatkan kepedulian siswa terhadap gagasan-

gagasan mereka sendiri, dan mendiskusikan konsep-konsep

tersebut.Penyelesaian tugas dilakukan secara berkelompok yang terdiri

atas dua sampai empat siswa, sehingga siswa dapat berlatih bekerjasama,

menghargai pendapat temannya, bertukar ide, dan memiliki keberanian

bertanya. Pertanyaan yang menggali dapat membantu siswa

mengkonstruksi kembali gagasan mereka dengan cara yang lebih logis.

FMIPA UNJ, tidak dipublikasikan, 2013, hlm.25).


Tahap selanjutnya adala the challenge step (tahap tantangan). Setelah

selesai berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian siswa

mempresentasikan hasil kerjanya melalui diskusi kelas. Melalui diskusi

kelas, akan terjadi proses tukar pengalaman dan ide antar siswa. Siswa

berlatih mengomunikasikan ide dan pemikirnnya mengenai konsep yang

akan sedang dibahas. Guru berperan sebagai moderator dan fasilitator

sehingga proses diskusi dapat berjalan dengan baik. Siswa diharapkan

memperoleh kesimpulan dan pemahaman konsep yang benar pada akhir

diskusi.

Tahap terakhir adalah the application step (tahap aplikasi), tahapan ini

guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengaplikasikan

pengetahuan baru yang dipahaminya kepada situasi lain. Siswa diberikan

masalah yang lebih kompleks dan variatif berupa latihan soal agar siswa

semakin memahami konsep secara mendalam dan bermakna sehingga

konsep yang dipelajari akan masuk ke dalam memori jangka panjang

siswa.

4.4. Model Pembelajaran Novick

Model Pembelajaran Novick merupakan salah satu model

pembelajaran yang merujuk pandangan konstruktivisme. Gagasan utama

dari model ini adalah proses dari perubahan konseptual dari pengetahuan

awal siswa pada proses pembelajaran. Proses perubahan konseptual ini

terjadi melalui akomodasi kognitif. Untuk menciptakan proses akomodasi

kognitif tersebut, Novick (Natsir, 1997) mengusulkan tiga fase

pembelajaran sebagai berikut :


a.Fase pertama, Exposing alternative framework (mengungkap

konsepsi awal siswa).


b. Fase kedua, Creating conceptual conflict (menciptakan konflik

konseptual).
c. Fase ketiga, Encouraging cognitive accommodation

(mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif).

Tiap-tiap fase dengan jelas menginstruksikan apa yang harus

dilakukan, baik yang dilakukan oleh guru maupun yang dilakukan siswa

ketika pembelajaran berlangsung. Untuk lebih jelas dalam memahami

fase-fase pembelajaran yang dikemukakan Novick, dapat dilihat pada

poin-poin di bawah sebagai berikut :20

1. Fase Exposing alternative framework (mengungkap konsepsi

awal siswa)

Konsepsi awal dalam pembelajaran terutama dalam pembelajaran

fisika merupakan hal yang sangat penting karena membantu siswa dalam

proses pembelajaran selanjutnya. Konsepsi awal siswa yaitu cara

menerima atau mengemukakan sebuah pendapat yang bersifat subyektif.

Konsepsi awal siswa dapat dibagi menjadi dua yaitu konsepsi awal yang

bersifat ilmiah dan konsepsi awal yang bersifat tidak ilmiah. Tujuan dari

mengungkap konsepsi awal siswa adalah supaya terjadi perubahan

konseptual dimana konsepsi yang bersifat tidak ilmiah dapat berubah

menjadi ilmiah.

Untuk mengungkap konsepsi awal siswa dalam pembelajaran dapat

dilakukan kegiatan berikut yaitu menghadirkan suatu peristiwa lalu


20
Maulan achmad,”Penerapan Model Pembelajaran Novick Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa”, (Skripsi pada UPI Bandung , Tidak dipublikasikan, 2011, h.11).
meminta siswa mendeskripsikan konsepsi awalnya. Sedangkan untuk

mengevaluasi konsepsi awal dilakukan pada saat refleksi setelah fase

ketiga dilakukan. Untuk lebih jelasnya langkah-langkah dalam

pembelajaran untuk mengungkap konsepsi awal siswa, dapat dilihat pada

poin-poin berikut dibawah ini :

a.Menghadirkan suatu peristiwa

Menghadirkan peristiwa fisika dalam pembelajaran dapat berupa

model atau kejadian sebenarnya. Selanjutnya siswa diminta pendapatnya

untuk menelaah peristiwa tersebut. Proses menelaah adalah keadaan

dimana para siswa menggunakan konsepsi yang telah ada dalam

pemikirannya untuk menjelaskan peristiwa yang disajikan. Keadaan yang

terjadi adalah peristiwa tersebut pernah diketahui oleh siswa atau siswa

belum pernah tahu keadaan yang disajikan.

Pada keadaan dimana siswa tidak tahu keadaan tersebut, guru dapat

meminta siswa meramalkan apa yang terjadi dengan peristiwa yang

disajikan dan meminta penjelasan hal yang mendasari ramalan para siswa.

Sedangkan apabila siswa mengetahui peristiwa tersebut, guru hanya

meminta siswa menjelaskan tentang peristiwa yang disajikan.

b. Meminta siswa mendeskripsikan konsepsi awal

Guru dapat meminta siswa mendeskripsikan pendapatnya melalui

berbagai cara dan berbagai aktivitas. Cara-caranya antara lain siswa dapat

menuliskan uraian, menggambar ilustrasi, menciptakan model,

menggambarkan peta konsep, dll. Tujuannya membantu siswa mengetahui

sejauh mana pemahaman dan konsepsi awal mereka tentang pokok


bahasan yang akan dipelajari. Apabila konsepsi awal siswa telah diketahui,

maka guru dengan mudah melakukan langkah selanjutnya dalam

pembelajaran.

2. Fase Creating conceptual conflict (menciptakan konflik

konseptual)

Pada fase ini guru diharapkan menciptakan konflik konseptual atau

konflik kognitif dalam pemikiran siswa. Tahapan menciptakan konflik

sangat penting dalam pembelajaran karena dapat membuat siswa lebih

tertantang dan termotivasi untuk belajar. Dengan kata lain menciptakan

konflik konseptual membuat siswa menjadi merasa tidak puas terhadap

kenyataan yang dihadapi.

Menghadirkan konflik konseptual atau konflik kognitif dalam

pembelajaran dapat dilakukan oleh guru dengan cara sebagai berikut :

a. Mengajak siswa berdiskusi baik dalam kelompok kecil maupun

kelompok besar.
b. Memberikan kegiatan kepada siswa (misalnya melakukan

eksperimen).
Setelah diadakannya konflik kognitif pada pembelajaran

diharapkan konsep yang dikuasai siswa perlahan-lahan menuju arah

ilmiah. Peran guru dalam fase pembelajaran ini adalah sebagai berikut :
a.Membantu siswa mendeskripsikan ide-idenya.

b. Membantu siswa menjelaskan ide-idenya kepada siswa

yang lain yang terlibat dalam diskusi.

c.Membimbing siswa melakukan percobaan dan mengarahkan

interpretasi siswa terhadap pengamatan yang telah mereka lakukan.


3. Fase Encouraging cognitive accommodation (mengupayakan
terjadinya akomodasi kognitif)
Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang

tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan intelegensi

yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak

cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan

mengadakan akomodasi. Akomodasi terjadi untuk membentuk skema baru

yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang

telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu. Menurut Piaget (Dahar,

1996:151) adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan

akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan

adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan

(disequilibrium).

Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan

struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya

struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus

menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang

(disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka

individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya.

Mendorong terjadinya akomodasi dalam struktur kognitif siswa

dalam pembelajaran perlu dilakukan agar fikiran mereka kembali ke

kondisi equilibrium. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan cara

menyediakan suatu pengalaman belajar misalnya percobaan yang lebih

meyakinkan mereka bahwa konsepsinya kurang tepat. Untuk sampai pada

tahap meyakinkan siswa, guru perlu menggunakan pertanyaan yang


sifatnya menggali konsepsi siswa misalnya : Apa yang Anda maksud

dengan …, mengapa … bisa terjadi, Bagaimana hasilnya jika … , dsb.

Dengan akomodasi, siswa mengubah konsep yang tidak cocok lagi

dengan fenomena baru yang ia hadapi. Strike dan Posner (Komala, 2008)

menyatakan bahwa syarat terjadinya akomodasi, adalah sebagai berikut:21

a) Harus ada ketidakpuasan (dissatisfaction) terhadap konsepsi lama

yang telah ada dalam struktur kognitif

b) Ada konsepsi baru yang lebih bisa dimengerti (intelligible)


c) Ada konsepsi baru yang lebih masuk akal (plausible)
d) Ada konsepsi baru yang menyajikan peluang keberhasilan

(fruitfull).

5. GeoGebra

GeoGebra berasal dari kata geometry dan algebra. GeoGebra merupakan

proyek tesis Markus Hobenwarter di Universitas Salzburg pada tahun 2002.

Perangkat lunak GeoGebra didesain dengan mengombinasikan beragam

peranngkar lunak geometri seprti Cabry Geometri dan Geometri’s Sketchpad serta

perangkat lunak aljabar seperti Derive dan Maple. Perpaduan tersebut menjadi

satu kesatuan yang terintegrasi serta system penggunaan yang mudah dalam

pembelajaran matematika.22 GeoGebra merupakan satu dari sedikit program

matematika yang dapat diunduh secara gratis dan mudah pada

www.GeoGebra.org. GeoGebra tersedia dalam 43 bahasa termasuk Indonesia.

21
Ibid.
22
Markus Hohenwarter and Zsolt Lavicza,”The Strength of the Community: How GeoGebra Can
Inspire Technology Integration in Mathematics Teaching”. MSOR Connections Vol 9 No 2 May-
July 2009,h.3.
Banyak penelitian menyarankan penggunaan program yang dapat

digunakan untuk mendorong penemuan, percobaan, pengalamandan visualisasi

dalam pembelajaran matematika.23 GeoGebra membuka peluang lebih bagi guru

maupun siswa untuk membangun pengetahuan dalam geometri dan aljabar dengan

beragam fitur yang disediakan.

Terdapat tiga tampilan dalam GeoGebra, algebra view, graphics view, dan

spreadsheet serta fitur input bar, algebra view atau tampilan aljabar, menampilkan

fungsi serta ukuran objek yang dibuat. Graphics view atau tamilan grafis,

manampilkan dan mengonstruksi objek dan grafik suatu fungsi. Spreadsheet

mengolah data statistika. Input Bar atau masukan , membuat objek baru,

persamaan dan fungsi-fungsi.

Gambar 2. 1 Tampilan Awal GeoGebra

23
Ljubica Dikovic,”Applications GeoGebra into Teaching Some Topics of Mathematics at the
College Level”, ONLINE]. Tersedia: http://www.doiserbia.nb.rs/img/doi/1820-0214/2009/1820-
02140902191D.pdf , (Selasa, 6 Juni 2016 pukul 22.10 WIB).
Gambar 2. 2 Contructions Tools ( alat-alat konstruksi )
Menurut Hohenwarter & Fuchs (2004), GeoGebra sangat bermanfaat sebagai

media pembelajaran matematika dengan beragam aktivitas sebagai berikut.24

a. Sebagai media demonstrasi dan visualisasi


Dalam hal ini, dalam pembelajaran yang bersifat tradisional, guru

memanfaatkan GeoGebra untuk mendemonstrasikan dan

memvisualisasikan konsep-konsep matematika tertentu.


b. Sebagai alat bantu konstruksi
Dalam hal ini GeoGebra digunakan untuk memvisualisasikan konstruksi

konsep matematika tertentu, misalnya mengkonstruksi lingkaran dalam

maupun lingkaran luar segitiga, atau garis singgung.


c. Sebagai alat bantu proses penemuan
Dalam hal ini GeoGebra digunakan sebagai alat bantu bagi siswa untuk

menemukan suatu konsep matematis, misalnya tempat kedudukan titik-

titik atau karakteristik parabola.

B. Penelitian yang Relevan

1. Tika Nurlela dalam skripsinya memberikan kesimpulan bahwa

peningkatan kemampuan penalaran logis siswa yang diberikan model

pembelajaran Novick lebih tinggi daripada siswa yang diberikan pembelajaran

konvensional.25
2. Wini Sutiyani dalam skripsinya memberikan kesimpulan bahwa

peningkatan kemampuan komunikasi matematik siswa yang proses

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Generatif diduga akan lebih

24
Markus Hohenwater dan Karl Fuchs,” Combination of dynamic geometry, algebra and calculus
in the software sytem GeoGebra”, [ONLINE]. Tersedia:
https://archive.geogebra.org/static/publications/pecs_2004 , (Selasa, 6 Juni 2016 pukul 22.10 WIB)
25
Tika Nurlela,” Penerapan Model Pembelajaran Novick Untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Logis Siswa SMP”, (Skripsi pada UPI Bandung, Tidak dpublikasikan,2011).
baik dari kemampuan komunikasi matematik siswa yang proses pembelajarannya

menggunakan pembelajaran konvensional.26


3. Ahmad Saddam Siregar dalam skripsinya memberikan kesimpulan bahwa

peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang mendapat pembelajaran

geometri van Hiele berbantuan GeoGebra lebih baik daripaada siswa yang

mendapat pembelajaran konvensial.27

C. Kerangka Berpikir

Geometri merupakan cabang ilmu maternatika yang begitu erat kaitannya

dengan dunia nyata. Geometri mempelajari ruang beserta unsur-unsurnya. Walau

erat kaitannya dengan kehidupan, geometri tetaplah menjadi materi matematika

yang paling sulit. Pemahaman geometri yang kurang dimiliki siswa menjadikan

siswa lemah ketika berhadapan dengan materi geometri. Kesulitan geometri tidak

hanya dialami siswa di Indonesia, Amerika juga merasakan hal yang sama.

Kesulitan siswa dalam mempelajari geometri diatasi Amerika dengan membuat

perubahan dalam kurikulum dengan mengadaptasi kemampuan berpikir geometris

van Hiele.
Kemampuan berpikir geometris van Hiele ditunjukkan dalam lima level, level

0 (visualisasi), level 1 (analisis), level 2 (deduksi informal), level 3 (deduksi

formal), level 4 (ketepatan). Bagi siswa sekolah menengah, adaptasi level yang

dapat diterapkan dalarn pembelajaran yaitu level 0-2. Visualisasi sangat kuat pada

level 0, siswa pada level ini mencirikan bentuk berdasarkan penampilan.

26
Wini Sutiyani,” Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa”, (Skripsi pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tidak dipublikasi:, 2013).
27
Ahmad Saddam Siregar,”Pembelajaran Geometri Melalui Model van Hiele Berbantuan
GeoGebra sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP”, ,(
Skripsi pada UPI Bandung, Tidak dipublikasi ,2012).
Bentuknya "mirip" persegi, namun jika benda tersebut diputar beberapa derajat

mungkin bukan lagi persegi bagi siswa pada level 0. Berdasarkan sifat-sifat yang

tidak relevan, siswa pada level 0 mulai mengelompokkan bentuk berdasarkan

penampilannya. Kelompok bentuk-bentuk ini yang menjadi objek pemikiran pada

level 1. Siswa menganalisis persamaan bentuk-bentuk dalam satu kelompok. Dari

hasil analisis, siswa mendapatkan sifat-sifat dari bentuk yang telah

dikelompokkan. Sifat-sifat dari bentuk menjadi objek pemikiran level 2. Pada

leve1 ini, siswa mengkaji sifat-sifat yang ia dapatkan pada level 1. Pengkajian

tersebut menghasilkan definisi sebuah bentuk, denngan pemahaman tersebut siswa

mampu memahami definisi dalam berbagai redaaks. Hasil pemikiran dari level 2

adalah ssiswa mulai mengetahui hubungan antar bentuk. Persegi merupakan

persegi panjang merupakan jajaran genjang.

Seiring dengan berkembangnya dunia pendidikan, berkembang pula

model-model pembelajaran matematika berdasarkan pada pendekatan

konstruktivisme yang diharapkan dapat menumbuhkan/ meningkatkan

kemampuan pemahaman matematis siswa. Model pembelajaran tersebut

adalah model Generatif dan model Novick. Kedua model ini memiliki

tujuan yang sama yakni mengoptimalkan proses pembelajaran dengan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat aktif dan kreatif dalam

mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dipelajarinya dalam proses

pembelajaran matematika.

Terdapat beberapa perbedaan di antara model Generatif dan model

Novick. Perbedaan tersebut berada pada langkah atau tahapan pembelajaran.

Pada tahap awal, model Generatif guru membimbing siswa untuk melakukan
ekspolarasi terhadap pengetahuan, ide, atau konsep awal yang diperoleh dari

pengalaman sehari-hari siswa atau dari pembelajaran sebelumnya. Sedangkan

pada model Novick, guru memberikan suatu permasalahan dalam bentuk soal

cerita/uraian kepada kelompok yang kemudian mengungkap sejauh mana

pengetahuan yang dimiliki siswa dengan melakukan tanya jawab. Pada tahap

selanjutnya di model Generative, siswa saling mengemukakan idenya, pada

saat ini konflik terjadi siswa merasa tidak puas dengan ide mereka.

Ketidakpuasan siswa terhadap konsep-konsep yang telah ada dapat

membangkitkan dan meningkatkan kepedulian siswa terhadap gagasan-

gagasan mereka sendiri, dan mendiskusikan konsep-konsep tersebut Tahap

selanjutnya adala the challenge step (tahap tantangan). Setelah selesai

berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil, kemudian siswa

mempresentasikan hasil kerjanya melalui diskusi kelas. Sedangkan model

Novick, guru memberikan permasalahan dan/atau pertanyaan yang bertujuan

untuk menimbulkan konflik kognitif siswa. Pada tahap terakhir, model

Predict Observe Explain memberikan bahasanya sendiri pengetahuan yang

baru dipelajari dan guru menguatkan argumen siswa. Sedangkan pada model

Novick, guru berperan aktif dalam mengakomodasi konflik kognitif siswa.

Setelah tahapan pembelajaran selesai dilakukan, guru memberikan tes

pemahaman kepada siswa berupa soal uraian. Pada model Predict Observe

Explain, siswa mengerjakan tes pemahaman secara individu. Sedangkan pada

model Novick, siswa mengerjakan tes pemahaman secara berkelompok.

Media merupakan faktor penting dalam pembelajaran tidak terkecuali dalam

pembelajaran geometri. Munculnya beragam perangkat lunak geometri seperti


GeoGebra memberikan kesempatan lebih luas bagi pengembangaan pembelajaran

geometri. GeoGebra beserta beragam fitur yang dimiliki memberikan kesempatan

bagi siswa untuk menemukan dan memahami konsep geometri. GeoGebra juga

memberikan kesempatan bagi guru mengembangkan materi pembelajaran

khususnya geometri.
Pembelajaran geometri berbantuan GeoGebra sangat cocok dipadukan dengan

model pembelajaran Kontruktivisme yaitu Generatif berbantuan GeoGebra serta

Novick berbantuan GeoGebra. Kedua pembelajaran tersebut yang disertai

software geometri “ GeoGebra “ diharapkan menjadi pilihan tepat dalam

pembelajaran geometri. Perpaduan ini bertujuan menciptakan pengalaman

geometri dalam pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan berpikir

geometris kepada level yang lebih tinggi. Siswa diharapkan mampu

mengidentifikasi sifat-sifat yang ada serta menemukan hubungan antar bentuk

bangun datar dan ruang.

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir geometris siswa

yang diajar dengan menggunakan model Novick berbantuan perangkat lunak

GeoGebra lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman matematis siswa yang

diajar dengan menggunakan model Generative berbantuan perangkat lunak

GeoGebra.
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Tujuan Operasional Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan

berpikir geometris siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Generatif

learning berbantuan perangkat lunak GeoGebra lebih tinggi dibandingkan

kemampuan berpikir geometris siswa yang diajarkan menggunakan model

pembelajaran Novick berbantuan perangkat lunak GeoGebra.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri Jakarta, kelas

X semester 1 tahun ajaran 2016/2017 pada pokok bahasan Geometri

C. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperiment.

Menurut Ruseffendi dalam Sugiyono, quasi eksperiment atau penelitian semu

adaah metode penelitian yang tidak memungkinkan peneliti melakukan

pengontrolan penuh terhadap variable dan kondisi kelas yang diteliti. 28 Dalam

penelitian ini akan dilakukan perlakuan terhadap variable bebas yaitu pembeljaran

generative berbantuan perangkat lunak GeoGebra dan pembelajaran Novick

28
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D ( Bandung: Alfabeta, 2010)h.114.
berbantuan perangkat lunak GeoGebra, sedangkan variable terikat adalah

kemampuan berpikir geometris siswa.

D. Desain Penelitian

Desain Penelitian ini menggunakan dua kelas eksperimen yang homogen.

Kelas pertama adalah kelas yang diberi perlakuan menggunakan model

pembelajaran Generatif berbantuan perangkat lunak GeoGebra dan kelas kedua

adalah kelas yang diberi perlakuan menggunakan model pembelajaran Novick

berbantuan perangkat lunak GeoGebra.


Adapun desain penelitian yang digunakan adlah sebagai berikut :

Table 3. 1
Desain Penelitian29

Kelompok Variabel Bebas Test


EI X1 Y
EII X2 Y
Keterangan :
EI = Kelas eksperiman 1
EII = Kelas eksperiman 2
X1 = Perlakuan yang dilakukan pada kelas eksperimen 1, yaitu

penerapan pembelajaran Generatif berbantuan GeoGebra


X2 = Perlakuan yang dilakukan pada kelas eksperimen 2, yaitu

penerapan pembelajaran Novick berbantuan GeoGebra


Y = Test diberikan pada kedua kelas eksperimen setelah diberi

perlakuan.

E. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah sebagai berikut :


29
Ibid,h.76.
1. Populasi Target
Seluruh siswa SMA Negeri Jakarta Tahun ajaran 2016/2017.
2. Populasi Terjangkau
Seluruh siswa kelas X SMA Negeri Jakarta tahun ajaran 2016/2017.
3. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik Cluster Random Sampling.

Menurut Sudjana, dalam sampling ini populasi dibagi-bbagi menjadi beberapa

kelompok atau cluster. Secara acak kelompok-kelompok yang diperlukan diambil

dengan proses pengacakan. Setiap anggota yang berada dalam kelompok-

kelompok yang diambil secara acak tadi merupakan sampel yang diperlukan. 30

Pemilihan kelas yang akan dijadikan sampel dilihat dari kesamaan rata-rata. Data

yang digunakan adalah nilai ulangan bab Trigonometri.

F. Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skor tes uraian kemampuan

berpikir geometris pada pokok bahasan Geometri Hasil tes pada dua kelas

eksperimen diambil setelah kedua kelas diberi perlakuan yang berbeda.

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes

uraian. Tes tersebut bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan berpikir

geometris siswa sesudah pembelajaran dilakukan pada kedua kelompok.


Berikut kisis-kisi instrument seta rubrik penskoran kemampuan berpikir

geometris :

30
Sudjana,Metode Statistika, (Bandung: Tarsito,2005),h.173.
Table 3. 2
Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Berpikir Geometris

Standar Kompetensi Dasar Indikator Jumlah


Kompetensi Kemampuan Berpikir Butir Soal
Geometris

Memahami Memahami konsep 1. Memahami 3


konsep jarak dan jarak dan sudut antar titik, konsep jarak dan sudut
sudut antar titik, garis dan bidang melalui antar titik, garis dan
garis dan bidang demonstrasi menggunakan bidang menggunakan alat
alat peraga atau media peraga.
lainnya.
2. Memahami secara 3
minimal konsep jarak dan
sudut antar titik, garis
dan bidang berdasarkan
karakteristik sifat

3. Memahami 2
hubungan antara jarak
dan sudut antar titik,
garis dan bidang.

Menggunakan Memecahkan 1
berbagai prinsip bangun masalah yang berkaitan
datar dan ruang serta dengan jarak dan sudut
dalam menyelesaikan antar titik, garis dan
masalah nyata berkaitan bidang.
dengan jarak dan sudut
antara titik, garis dan
bidang.
Jumlah Soal 10

Table 3. 3
Rubrik Penskoran Kemampuan Berpikir Geometris

Sk Keterangan
or
0 Tidak menjawab sama sekali atau menjawab tapi jawaban tidak relevan
dengan pertanyaan
1 Mengenai bentuk geometri, tetapi masih belum bias memahami sifat-sifat
dari bentuk geometri tersebut
2 Memahami sifat-sifat bentuk geometri namun masih terdapat sifat yang
tidak relevan
3 Memahami sifat-sifat bentuk geometri secara tepat
4  Mengetahui hubungan antara bentuk geometri
 Memecahkan masalah menggunakan hubungan antara bangun ruang

Sebelum instrument digunakan pada sampel, instrument tersebut diuji cobakan

terlebih dahulu untuk mengetahui apakah instrument tersebut telah memenuhi

syarat tes yang baik atau tidak. Terdapat uji instrumen, yaitu validitas dan

reliabilitas.

1. Pengujian Validitas

Uji validitas yang digunakan dalam instrument ini adalah validitas isi dan

validitas konstruk. Validitas isi ( content validity ), yang artinya instrumen dapat

mengungkapkan isi suatu konsep atau variable yang akan diukur.31 Validitas

konstruk menyatakan suatu alat ukur dikatakan valid apabila telah cocok dengan

konstruksi teoretik di mana tes itu dibuat. 32 Sebuah tes dapat dikatakan memiliki

validitas konstruksi apabila soal-soal yang termuat mengukur setiap aspek

berpikir seperti yang diuraikan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar ,

maupun indikator yang terdapat pada kurikulum. Penguji validitas isi dan

konstruk instrumen tes pada peneliti ini dilakukan oleh suatu dosen geometri

Jurusan matematika UNJ dan satu guru matematika kelas X SMA Negeri Jakarta.

2. Perhitungan Reliabilitas

31
Sumarna Surapranata, Analisis, Validitas, Reabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes (Bandung:
Remaja Rosdakarya,2009),h.51.
32
Ibid,h.53.
Reliabilitas tes menentukan ketepatan atau ketelitian suatu alat evaluasi.

Instrumen hasil belajar yang digunakan adalah tes uraian. Reliabilitas dihitung

dengan menggunakan rumus Cronback’s Alpha, yaitu :33


� k 2�
k � �
Si �
r11 = �
1- i =1

k - 1 � St2 �
� �
� �
Keterangan:
r11 = Koefisien reliabilitas tes
k = banyaknya soal
�Si2
= jumlah varians dari skor tip soal
St2 = jumlah varians dari skor total

Table 3. 4
Klasifikasi Cronvbach’s Alpha

Koefisien Kriteria
reliabilitas tes
0,91 – 1,00 Sangat tinggi
0,71 - 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
≤ 0,20 Sangat Rendah

H. Hipotesis Statistik

Hipotesis pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :


H 0 : m1 = m2 : Kemampuan berpikir geometris siswa kelas

eksperimen 1 sama dengan kemampuan berpikir geometris siswa kelas

eksperimen 2
H 0 : m1 > m2 : Kemampuan berpikir geometris siswa kelas

eksperimen 1 lebih tinggi dari kemampuan berpikir geometris siswa kelas

eksperimen 2
33
Ibid,h.114.
Keterangan :
m1 = rata-rata skor test kelas eksperimen 1
m 2 = rata-rata skor test kelas eksperimen 2

I. Teknik Analisis Data

1. Uji Persyaratan Analisis Data

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian

persyaratan analisis, yaitu:


a. Sebelum Perlakuan
1) Uji Homogenitas
Sebelum perlakuan, untuk menentukan kelas eksperimen yang digunakan,

dilakukan uji homogenitas menggunakan uji Bartlett.34


Hipotesis statistik :
H 0 : s 12 = s 22 = s 32 = s 42 = s 52 = s 62
H1 : $s i2 �s 2j , i �j , i, j = 1, 2,3, 4,5, 6
Statistik uji :
{(
c 2 = ( ln10 ) . B - ��
( ni - 1) log Si2 �
� � )}
Pengolahan data :
k

�( n - 1) .S
i i
2

2
S gab = i =1

N -1
( 2
)
; B = log S gab .�( ni - 1)
Keputusan uji :
Tolak H0 jika c �c ( 1-a ) ( k -1)
2 2

Keteangan :
Si2 = varians hasil belajar kelas eksperimen i
2
S gab = varians gabungan sampel
ni = ukuran sampel kelas eksperimen i
l = banyaknya kelas
N = total keseluruhan anggota sampel

2) Uji Normalitas

34
Sudjana,Op.Cit.,h.261-263
Selain uji homogenitas, dilakukan juga uji normalitas dengan menggunakan

uji Liliefors35 dengan taraf signifikansi α = 0,05.


Hipotesis statistik :
H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Statistik uji :
L0 = maks F ( zi ) - S ( zi )
Keputusan uji :
Tolak H0 jika L0 > La ;n
Keterangan :
F ( zi ) = P ( Z �zi ) , Z ~ N(0,1)
S ( zi ) = proposal cacah z1, z2, zk yang ≤ zi
xi - x
zi = skor standar dengan zi =
S
xi = skor hasil belajar sampel
x = rata-rata skor hasil belajar sampel
S = simpangan baku sampel

3) Uji Kesamaan Rata-rata


Uji kesamaan rata-rata ppada penelitian ini menggunakan uji analisis varians

(anava) satu arah dengan taraf signifikansi α = 0,05.36


Hipotesis statistik :
H 0 : m1 = m2 = m3 = m4 = m5 = m6
H1 : $mi �m j , i �j , i, j = 1, 2,3, 4,5, 6
Berikut ini adalah table ringkasan untuk memudahkan perhitungn dengan

menggunakan anava satu arah.

Table 3. 5
Tabel ANAVA satu arah

SV dk Jumlah Kuadrat (JK) Mean Fhitung Ftabel


Kuadrat
(MK)
Total N-1 (X ) MK ant Table F
2

�X 2
tot - tot
N MK dal

35
Ibid,h.466.
36
Sugiyono,Op.Cit.,h.173.
Antar m-1 ( �X ) JK ant
2
(X )
2

� n
kel
kelompok - ant m -1
kel N
Dalam N-m JKtot - JK ant JK dal
kelompok N -m

Keterangan :
SV = sumber variasi
Tot = total kelompok
Ant = antar kelompok
Dal= dalam kelompok
n = jumlah sampel masing-masing kelompok
m = jumlah kelompok sampel
N = jumlah seluruh anggota sampel
dk = derajat kebebasan

Keputusan uji :
Tolak H0 jika Fhitung > Ftabel , dengan dk pembilang (m – 1) dan penyebut (N –

m).
Apabila hasil pada uji anava terdapat perbedaan, maka pengujian dilanjutkan

dengan uji perbadingan berganda yaitu uji Scheffe atau uji Tukey pada taraf

signifikansi α = 0,05.37
a) Pengujian uji Scheffe dilakukan jika banyak data dari setiap kelas berbeda.
Rumus uji Scheffe:
(X -Xj)
2
i
F=
�1 1 �
( RKD ) ( k - 1) �

+ �

�ni n j �
Keterangan :
F = F ratio (Fh)
Xi = rata-rata dalam kelompok ke-i
Xj = rata-rata dalam kelompok ke-j
ni = banyak data kelompok ke-i
nj = banyak data kelompok ke-j
k = banyak kelompok
RKD = rata-rata kuadrat dalam

b) Pengujian uji Tukey dilakukan jika banyak data dari setiap kelas sama.
Rumus uji Tukey:

37
Santosa Muwarni,Statistika Terapan,(Jakarta: Uhamka,2006),h.63-64.
Xi - X j
Q=
RKD
n
Keterangan :
Q = angka Tukey
Xi = rata-rata dalam kelompok ke-i
Xj = rata-rata dalam kelompok ke-j
n = banyak data kelompok , dimana ni=nj
RKD = rata-rata kuadrat dalam

Keputusan uji:
Tolak H0 jika Fhitung > Ftabel .

b. Setelah Perlakuan
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dengan menggunakan uji Liliefors 38dengan taraf signifikansi α

= 0,05. Uji normalitas dilakukan setelah dua kelas eksperimen mendapatkan

perlakuan (treatment).
Hipotesis statistik :
H0 : data berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : data tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Statistik uji :
L0 = maks F ( zi ) - S ( zi )
Keputusan uji :
Tolak H0 jika L0 > La ;n
Keterangan :
F ( zi ) = P ( Z �zi ) , Z ~ N(0,1)
S ( zi ) = proposal cacah z1, z2, zk yang ≤ zi
xi - x
zi = skor standar dengan zi =
S
xi = skor test kemampuan berpikir geometris sampel
x = rata-rata skor test kemampuan berpikir geometris sampel
S = simpangan baku sampel

2) Uji Homogenitas

38
Ibid,h.466.
Data yang dipakai untuk uji homogeny setelah perlakuan adalah data post-test.

Uji homogenitas yang dipakai adalah uji Fisher39 dengan taraf signifikansi α =

0,05.
Hipotesis statistik :
H 0 : s 12 = s 22
H1 : s 12 �s 22
Statistik uji :
S12
F= 2
S2
Keputusan uji :
F� a � < F < Fa
Terima H0 jika ( n1 -1,n2 -1)
1- �
� ( n1 -1, n2 -1)
� 2� 2

Keterangan :
S12 = varians skor test kelas eksperimen 1
S 22 = varians skor test kelas eksperimen 2
n1 = ukuran sampel kelas eksperimen 1
n2 = ukuran sampel kelas eksperimen 2

2. Uji Analisis Data

Uji hipotesis yang akkann digunakan dalam penelitian ini adalah Uji-t dengan

taraf signifikansi α = 0,05dengan ketentuan sebagai berikut:40


a. Jika s 1 = s 2 , maka Uji-t yang akan diguunakan adalah sebagai berikut:
2 2

t=
( x1 - x2 )
1 1
S gab +
n1 n2
Pengolahan data :
2
S gab = 1
( n - 1) S12 + ( n2 - 1) S22
;
n1 + n2 - 2
Dengan derajat kebebasan ( d k ) = ( n1 + n2 - 2 )
Keputusan uji :
Terima H0 jika t < t1-α

b. Jika s 1 �s 2 , maka Uji-t yang akan digunakan adalah sebagai berikut :


2 2

39
Ibid,h.249.
40
Ibid,h.243.
t'=
( x1 - x2 )
S12 S 22
+
n1 n2
Keputusan uji :
w1t1 + w2t 2 s12 s22
Tolak H0 jika t � dengan w1 = , w2 = , t1 = t( 1-a ) ( n1 -1) dan
w1 + w2 n1 n2

t2 = t( 1-a ) ( n2 -1) . Peluang untuk penggunaan daftar distribusi t ialah (1 – α )

sedangkan derajat kebebasannya masing-masing ( n1 -1 ) dan ( n2 -1 ).


Keterangan :
x1 = rata-rata skor test kemampuan berpikir geometris kelas eksperimen 1
x2 = rata-rata skor test kemampuan berpikir geometris kelas eksperimen 2
n1 = banyaknya sampel kelas eksperimen 1
n2 = banyaknya sampel kelas eksperimen 2
S12 = varians skor test kemampuan berpikir geometris kelas eksperimen 1
S 22 = varians skor test kemampuan berpikir geometris kelas eksperimen 2
2
S gab = varians gabungan

DAFTAR PUSTAKA
Abdussakir.”Pembelajaran Geometri Sesuai Teori van Hiele,” [ONLINE],
Tersedia: https://abdussakir.wordpress.com/2011/02/09/pembelajaran-
geometri-sesuai-teori-van-hiele-lengkap/ , (Sabtu, 4 Juni 2016 pukul
09.07 WIB).
Achmad, Maulan.”Penerapan Model Pembelajaran Novick Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa”, (Skripsi pada UPI , tidak diterbitkan, 2011).
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan ed. Revisi. Jakarta: Bumi
Aksara,2009.
Bahasa, Tim penyusun Kamus Pusat. Kamus Besar Bahasa Indonesia ed. 3—
cet.3. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
Dikovic, Ljubica. ”Applications GeoGebra into Teaching Some Topics of
Mathematics at the College Level”, [ONLINE].
Tersedia:http://www.doiserbia.nb.rs/img/doi/1820-0214/2009/1820-
02140902191D.pdf , (Selasa, 6 Juni 2016 pukul 22.10 WIB).
Dix, Katherin L .”The Application of Computer Technologi in the Teaching of
Junior High School Geometry” [ONLINE]. Tersedia :
http://www.flinders.edu.au/ehl/fms/education_files/staff/pdf/dixAMT
PAPER.pdf (Selasa 7 Juni 2016 pukul 21.30 WIB).
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. “PISA (Programme for International
StudentAssessment”[ONLINE],Tersedia:http://litbang.kemdikbud.go.
id/index.php/survei-internasional-pisa (Minggu, 19 Juni pukul 20.53
WIB).
La Iru, La Ode Safiun Arihi. Analisis Penerapan: Pendekatan, Metode, Strategi,
dan Model-model Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo, 2012.
Lusiana, Yusuf H, Trimurti S.“Penerapan Model Pembelajaran Generatif (MPG)
untuk Pelajaran Matematika di Kelas X SMA Negeri 8 Palembang”.
[ONLINE].Tersedia:http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/
view/324/90. (Selasa 7 Juni 2016 pukul 21.35 WIB).

Markus Hohenwater, Karl Fuchs.” Combination of dynamic geometry, algebra


and calculus in the software sytem GeoGebra”, [ONLINE]. Tersedia:
https://archive.geogebra.org/static/publications/pecs_2004 , (Selasa, 6
Juni 2016 pukul 22.10 WIB).

Markus Hohenwarter and Zsolt Lavicza.”The Strength of the Community: How


GeoGebra Can Inspire Technology Integration in Mathematics
Teaching”. MSOR Connections Vol 9 No 2 May-July 2009.
Moeharti. Sistem-Sistem Geometri. Jakarta: Karunika Jakarta, Universitas
Terbuka, 1986.
Moma, La. “Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Melalui
Pembelajaran Generatif Siswa SMP”, [ONLINE], Tersedia:
http://eprints.uny.ac.id/8102/1/P%20-%2053.pdf, (Rabu, 25 Mei 2016
pukul 20.07 WIB).
Nurlela, Tika. ” Penerapan Model Pembelajaran Novick Untuk Meningkatkan
Kemampuan Penalaran Logis Siswa SMP”,skripsi (Tidak diterbitkan:
Upi Bandung ,2011).
Riantini, Ririn.“Perbandingan PeningkatanKemampuan Komunikasi Matematis
Antara Siswa yang Belajar dengan Model Jigsaw II dan Model
Generatif di Kelas VIII SMP”. (Skripsi pada FMIPA UNJ, tidak
diterbitkan, 2013).
Rosari, Riky, dkk.”Perbandingan Kemampuan Pemahaman Matematis Antara
Siswa yang Diajar Menggunakan Model Predict Obsere Explain
(POE) dan Model Novick Dalam Pembelajaran Matematika di SMP
Negeri20Jakarta”,
[ONLINE].Tersedia:http://www.mathunj.org/index.php/jmap/article/v
iewFile/78/80 , (Sabtu, 4 Juni 2016 pukul 08.32 WIB).

Siregar, Ahmad Saddam. “Pembelajaran Geometri Melalui Model Van Hiele


Berbantuan GeoGebra sebagai Upaya Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa SMP.” Skripsi (Tidak diterbitkan),2012..
Sudjana. Metode Statistika. Bandung: Tarsito,2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta, 2010.
Suherman, Erman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: UPI, 2003.
Suparyan.” Kajian Kemampuan Keruangan (Spatial Abilities) dan Kemampuan
Penguasaan Materi Geometri Ruang Mahasiswa Program Studi
Pendidikan Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang”,
[ONLINE].Tersedia:https://js.pdffiller.com/index.html#/users/550727
34/forms/67817147/edit?
jstoken=5e16c519b6d05842dbe62fd6bfbb7336&viewer=55072734 ,
(Selasa 7 Juni 2016 pukul 21.35 WIB).
Surapranata, Sumarna. Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interpretasi Hasil Tes.
Bandung: Remaja Rosdakarya,2009.
Sutisna, Yaya,” Penerapan Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar”,
[ONLINE].Tersedia:repository.upi.edu/6013/5/s_pwk_0810522_chapt
er2.pdf , (Selasa, 6 Juni 2016 pukul 22.10 WIB).
Sutiyani, Wini. ” Pengaruh Model Pembelajaran Generatif Terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa”, Skripsi, (Tidak dipublikasi: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013).
Walle, John A. Van de, Elementary and Middle School Mathematics: Teaching
Developmentally,4th ed, Boston: Allyn and Bacon,2001.

Anda mungkin juga menyukai