Anda di halaman 1dari 42

1

PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MATEMATIKA


MELALUI PELATIHAN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
DI SMP NEGERI 4 TALUDITI SATAP

Di ajukan untuk memenuhi persyaratan kenaikan Pangkat

OLEH :

ZAINUDIN S.Pd

NIP. 19800928 201101 1 001

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


KABUPATEN POHUWATO
TAHUN 2020/2021
1

HALAMAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah ini ditulis oleh :

Nama : Zainudin, S.Pd


NIP : 19800928 201101 1 001
Pangkat / Golongan : Penata / III c
Instansi : SMP NEGERI 4 TALUDITI SATAP

Taluditi, 2020
Kepala Sekolah 0

NETTI KARIM, S.Pd


NIP. 19770914 200604 2 017
11111111111111119591210 198603
1 021
1

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, hanya dengan

limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan karya ilmiah

Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) yang berjudul "Peningkatan Profesionalime Guru

Matematika di SMP Negeri 4 Taluditi Satap Melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas

Semester Genap Tahun Pelajaran 2020-2021". Penyusunan karya ilmiah ini penulis susun untuk

memenuhi persyaratan kenaikan pangkat/golongan profesi guru dari III c ke III d.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,

sehingga penulisan ini selesai. Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini jauh dari

hasil yang sempurna, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua

pihak selalu penulis harapkan.

Pohuwato, 2020
Penulis

Zainudin,S.Pd
NIP: 1980028 201101 1 001
4

ABSTRAK

Penelitian dengan judul “Peningkatan Profesionalisme Guru Matematika di


SMPN 4 Taluditi Satap. Subjek penelitian ini adalah guru Matematika. Jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan sekolah dan
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi dan wawancara, instrument yang
digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari instrument pedoman observasi
dalam program proses pembelajaran pedoman observasi digunakan untuk menggali
respon pada guru matematika, sedangkan pedoman wawancara digunakan untuk
melengkapi data yang digali melalui pendoman observasi.
Penelitian dilakukan dalam dua siklus masing- masing siklus terdiri atas empat
tahapan, yakni : perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Indikator kinerja
yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 0 sd 70 Kualifikasi kurang (D), 71 sd 80
kualifikasi cukup (C), 81 sd 90 kualifikasi baik (B) dan 91 sd 100 kualifikasi amat baik
(A). bila skor minimal 81 maka sudah dapat dikatakan tindakan yang diterapkan
berhasil. Dan bila belum mencapai hasil baik maka tindakan dilanjutkan ke siklus
berikutnya. Aspek yang diukur dalam observasi adalah penyusunan rencana
pelaksanaan pembelajaran, minimal baik (81). Hasil pengamatan dari observer pada
pelaksanaan pembelajaran minimal baik (81), dan pelaksanaan proses
pembelajaran mendapat nilai baik (81).
5

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ............................................................................................................ i

Halaman Pengesahan .................................................................................................. ii

Kata Pengantar ............................................................................................................ iii

Abstrak ........................................................................................................................ iv

Daftar Isi ..................................................................................................................... v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ......................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 4

D. Hipotesis Tindakan ........................................................................ 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Profesionalisme Guru .................................................................... 6

B. Pembelajaran.................................................................................. 9

C. Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)................................... 17

........................................................................................................

D. Tahap Refleksi................................................................................ 21

BAB III METODE PENELITIAN TINDAKAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 22

B. Subjek dan Objek Penelitian ......................................................... 22

C. Jenis dan Pendekatan Penelitian .................................................... 22

D. Defenisi Operasional...................................................................... 22

E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 23


6

F. Prosedur Analisis ........................................................................... 24

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian............................................................................... 26

B. Pembahasan.................................................................................... 23

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................

A. Kesimpulan .................................................................................... 31

B. Saran-saran .................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 33


7

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan kebutuhan utama suatu bangsa untuk dapat


mencapai kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan. Tanpa adanya kualitas
pendidikan yang baik disuatu negara maka pembangunan akan sulit dilakukan,
sehingga cita-cita untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran di negara
tersebut akan menjadi hal yang sangat berat untuk dicapai. Ketika kondisi
pendidikan disuatu negara sudah berada pada kategori maju atau baik, maka
tingkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di negara tersebut juga akan berada
pada posisi yang baik pula bahkan mungkin di posisi yang sangat tinggi, sehingga
pembangunan dapat berjalan dengan cepat. Hal tersebut dikarenakan pendidikan
akan selalu berbanding lurus dengan tingkat pembangunan dan kemajuan yang
diraih, meskipun ada beberapa faktor lain yang juga mempengaruhi kesuksesan
pembangunan tersebut.
Dalam upaya memajukan pendidik an maka guru merupakan hal utama
yang harus diperhatikan, karena guru merupakan aktor utama yang menjalankan
pembelajaran. Sebagaimana Saiful Bahri Djamarah (2002) menjelaskan bahwa
guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan kepada
anak didiknya. Sehingga sebaik apapun rancangan sebuah kurikulum dan juga
fasilitas pendukung yang diberikan, jika tanpa adanya peranan guru yang
mengolahnya menjadi materi yang dapat dipahami, maka kurikulum tersebut tidak
akan berarti apa-apa bagi peserta didiknya. Karena guru merupakan titik sentral
dalam usaha mereformasi pendidikan, dan juga kunci keberhasilan dari setiap
usaha peningkatan mutu pendidikan (Suhardan & Dadang, 2001).
Penjelasan tersebut sejalan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun
8

2005 tentang Guru dan Dosen yang menyebutkan bahwa, guru adalah pendidik
profesional dengan tugas utama mendidik, me ngajar, membimbing, mengarahkan
melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Oleh sebab
itu, kemampuan seorang guru dalam menjalankan profesinya secara professional
menjadi suatu keharusan yang mutlak dibutuhkan untuk terciptanya kemajuan
dalam bidang pendidikan.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional telah disebutkan bahwa, jabatan guru sebagai pendidik merupakan
jabatan profesional. Sehingga guru dituntut agar terus mengembangkan kapasitas
dirinya sesuai dengan perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia
yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum
regional, nasional maupun internasional.
Profesionalisme seorang guru dalam melaksanakan proses pembelajaran
sangatlah mempengaruhi hasil akhir belajar siswa. Rendahnya profesionalisme
seorang guru dalam menjalankan proses pembelajaran akan berdampak pada
rendahnya mutu pendidikan, karena proses pembelajaran tid ak dapat berlangsung
dengan baik. Sebagaimana yang kita ketahui, dalam menjalankan proses
pembelajaran guru akan selalu dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan
yang terkadang tidak terduga, sehingga kesiapan dan kemampuan guru dalam
menangani permasalahan tersebut dengan cepat dan solutif menjadi persyaratan
penting yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah Indonesia yang juga bercita-cita
untuk memajukan kehidupan pendidikannya dan melaksanakan amanat Undang-
Undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, telah menetapkan
standar kompetensi lulusan yang berbasis pada kompetensi abad XXI untuk
memperkuat kontribusi Indonesia terhadap pembangunan peradaban dunia
(Permendiknas No. 64, 2013 : 2). Standar kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tersebut menuntut kompetensi yang
tinggi dari para lulusan sekolah menengah menuju lulusan yang cerdas dan
komprehensif, sehingga salah satu implikasinya yakni guru harus senantiasa
9

meningkatkan kompetensinya agar kualitas pembelajarannya dapat terus


meningkat.
Kenyataan yang saat ini masih sering kita temui adalah pilihan menjadi
seorang guru seolah seperti pilihan profesi yang terakhir. Profesi guru dianggap
kurang bonafide, sehingga bagi sebagian orang pilihan untuk menjadi seorang
guru bukanlah pilihan profesi prioritas mereka. Akibatnya kesadaran mereka
tentang peran penting yang dimiliki oleh seorang guru sangatlah rendah, dan pada
akhirnya masih banyak kita dapati guru-guru yang belum sepenuhnya
memberikan semangat dan totalitasnya terhadap tanggung jawab profesi yang
diembannya. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan, yang
juga berperan sebagai ujung tombak pejuang pemberantas kebodohan. Guru
bahkan berfungsi sebagai mata rantai dan pilar peradaban, serta benang merah
bagi proses perubahan dan kemajuan suatu bangsa.
Berdasarkan hasil supervisi yang penulis lakukan di SMPN 4 Taluditi Satap
pada semester ganjil Tahun Pelajaran 2020/2021, penulis melihat bahwa tingkat
profesionalisme guru dalam melaksanakan pembelajaran masih sangat rendah. Hal
tersebut didasarkan pada beberapa persoalan yang penulis temukan di lapangan
terkait dengan kemampuan guru dalam menjalankan proses pembelajaran,
diantaranya :
1. Dalam merencanakan pembelajaran, penulis melihat bahwa masih banyak guru
yang hanya memperhatikan pada isi atau materi ajar saja. Sehingga guru lebih
terfokus pada transfer materi kepada siswa, tanpa mempertimbangkan
komponen lainnya yang juga sangat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran,
seperti; metode, media, pembagian waktu, skenario atau langkah-langkah
dalam kegiatan pembelajaran, dan juga model pembelajaran yang sesuai untuk
digunakan.
2. Dalam melaksanaan pembelajaran, penulis menemukan bahwa penyajian materi
oleh guru lebih sering dilakukan dengan metode ceramah dan tanya jawab,
sehingga proses pembelajaran berpusat pada guru dan cenderung kurang
berhasil memotivasi siswa agar aktif kreatif dan menyenangkan dalam
kegiatan pembelajaran, demikian juga ditemukan penguasaan materi oleh guru
masih perlu pendalaman, selanjutnya pada kegiatan penutup, guru cenderung
10

langsung memberikan tugas rumah kepada siswa tanpa ada pemberian tugas-
tugas latihan yang diberikan di dalam kelas sebelumnya.
Jika hal tersebut tidak segera diatasi maka akan berdampak pada rendahnya
kualitas pendidikan, seperti rendahnya kemampuan siswa dalam menyerap mata
pelajaran yang dibelajarkan, serta kurang sempurnanya pembentukan karakter
yang tercermin dalam sikap dan kecakapan hidup yang dimiliki oleh setiap siswa.
O leh sebab itu, penulis merasa penting untuk melakukan penelitian tentang
PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU MATEMATIKA DI SMPN
4 TALUDITI SATAP MELAKSANAKAN PROSES PEMBELAJARAN
MELALUI PENELITIAN TINDAKAN KELAS (PTK), yang bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme guru dalam melaksanakan proses pembelajaran di kedua
sekolah tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pelatihan PTK untuk
merangsang terjadinya peningkatan profesionalisme guru, karena pelatihan PTK dapat
membantu guru untuk menemukan kekurangan-kekurangan yang mereka miliki dalam
menjalankan pembelajaran-pembelajaran sebelumnya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang ingin


penulis teliti yaitu: “Apakah profesionalisme guru dalam melaksanakan
pembelajaran dapat ditingkatkan melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK)?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu :

1. Untuk meningkatkan profesionalisme guru dalam menjalankan proses


pembelajaran.
2. Untuk meningkatkan keterampilan guru dalam membelajarkan pebelajar
3. Meningkatkan proses pembelajaran yang pada gilirannya akan meningkatkan
mutu dan kualitas pendidikan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengawas
11

Adanya penelitian ini dapat meningkatkan pengalaman pengawas di


lapangan, yang pada gilirannya akan meningkatkan mutu dan relevansi
pembelajaran. Disisi lain, sekolah adalah salah satu kancah bagi pengawas untuk
melakukan kegiatan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang
merupakan salah satu tugas pokok pengawas.
2. Bagi Guru

a. Peningkatan mutu guru dan mutu pembelajaran, yang pada gilirannya


berakibat pada peningkatan mutu lulusan (siswa).
b. Sarana konsultasi kepada Pengawas dalam hal pembelajaran atau kesulitan
terkait materi pelajaran.
c. Guru memiliki banyak kesempatan untuk membuat bermakna ide- ide
pendidikan dalam praktek mengajarnya sehingga dapat merubah
perspektifnya tentang pembelajaran, dan belajar melihat praktek
mengajarnya dari perspektif siswa
E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka hipotesis


yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dapat membantu meningkatkan
Profesionalisme guru SMPN 4 Taluditi Satap dalam melaksanakan proses
pembelajaran, yang pada akhirnya akan membantu meningkatan mutu atau
kualitas pendidikan di kedua sekolah tersebut.
12

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Profesionalisme Guru

1. Pengertian Profesionalisme

Profesionalisme merupakan sikap dari seorang profes ional (Sagala, 2006).


Seseorang dapat dikatakan profesional jika ia dianggap berkualitas, serta memiliki
keahlian dan kemampuan untuk mengekspresikan keahliannya tersebut bagi
kepuasan orang lain (Pamungkas, 1996). Jarvis juga menjelaskan bahwa
profesional dapat diartikan dengan seseorang yang ahli dalam melaksanakan tugas
profesinya, dimana keahlian tersebut diperolehnya secara spesifik dari belajar
(Sagala, 2006). Sehingga dapat dipahami bahwa untuk menjadi seorang
professional maka seseorang tersebut diharuskan untuk belajar sebanyak-
banyaknya, sehingga dapat meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan
profesinya. Sebagaimana Hasan (2003) menyebutkan bahwa kemampuan
professional merupakan penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan
manajemen beserta strategi penerapannya.
Pendapat di atas sejalan dengan penjelasan Poerwopoespito & Utomo
(2000) yang mengatakan bahwa profesionalisme adalah faham yang
menempatkan profesi sebagai titik perhatian utama dalam hidup, baik dalam
bekerja maupun dalam kehidupan sehari- hari. Artinya, seorang profesional akan
selalu memperhatikan profesi yang dimilikinya sebagai bahan pertimbangan
utama dalam setiap tindakan yang dilakukannya. Danim (2002) juga
mendefinisikan profesionalisme sebagai suatu bentuk komitmen dari anggota
suatu profesi untuk meningkatkan kemampuan profesionalnya, dan terus
mengembangkan strategi-strategi dalam menjalankan profesinya.
Ciri-ciri profesionalisme dalam diri seseorang menurut Maister (1998) dapat
dilihat dari empat hal, yaitu: 1) kebanggaan pada pekerjaan, 2) komitmen pada
kualitas, 3) dedikasi pada kepentingan klien, dan 4) keinginan tulus untuk
membantu. Lebih jelasnya lagi, Mahfud MD (Wangmuba, 2009) juga
memberikan sejumlah karakteristik yang memiliki pengaruh yang kuat terhadap
profesionalisme dalam diri seseorang, diantaranya yaitu:
13

1. Dapat dipercaya, bersikap jujur, terus terang dan juga memiliki loyalitas.

2. Memiliki tanggungjawab yang besar, antisipatif dan penuh inisiatif dalam


melaksanakan profesinya.
3. Selalu ingin mengerjakan pekerjaan dengan tuntas.

4. Memiliki keinginan untuk terus belajar meningkatkan kemampuan kerja dan


juga kemampuan dalam melayani.
5. Bersedia mendengarkan kebutuhan pelanggan dan dapat bekerja dengan baik
dalam tim.
6. Terbuka terhadap kritikan dan selalu ingin memperbaiki diri.

Dari penjelasan di atas dapat dimengerti bahwa untuk menghasilkan sebuah


profesionalisme, maka seseorang tersebut harus menjadi orang yang professional.
Dimana untuk menjadi seorang profesional maka orang tersebut harus menjadi
orang yang berkualitas dan ahli dalam profesi yang dijalankannya, oleh sebab itu
orang tersebut harus banyak belajar tentang penguasaan ilmu pengetahuan dan
strategi-strategi tertentu yang berkaitan dengan profesinya.
Akhirnya dapat dibuat sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
profesionalisme adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan
fungsi profesi yang dimilikinya secara baik dan benar, dan bahkan menjadi ahli
dalam profesinya tersebut. Dengan kata lain, orang yang dapat bersikap
profesional maka dapat dikatakan telah memiliki profesionalisme dalam dirinya.

2. Pengertian Profesionalisme Guru

Berbicara tentang profesionalisme guru berarti berbicara tentang guru yang


professional dalam menjalankan profesinya tersebut. Untuk memahami tentang
guru yang profesional, maka terdapat beberapa pendapat ahli yang dapat dijadikan
rujukan, diantaranya:
1. Guru yang profesional adalah guru yang terdidik dan terlatih dengan baik,
serta memiliki pengalaman yang kaya dibidangnya (Kunandar, 2007).

2. Guru profesional menurut Bafadal (2004) adalah guru yang mampu


mengelola dirinya sendiri dalam melaksanakan tugasnya sehari- hari.
3. Hampir sama dengan Bafadal, guru yang professional menurut Mulyasa
(2007) adalah guru yang secara pedagogis memiliki kemampuan untuk
14

mengelola pembelajaran.
Lebih lanjut, Mulyasa juga menjelaskan kemampuan dan keahlian yang
harus dimiliki oleh seorang guru profesional dalam 4 kategori, yakni:
1. Kompetensi pedagogic, merupakan kemampuan yang harus dimiliki seorang
guru dalam mengelola peserta didiknya, seperti memahami potensi dan
keberagaman peserta didik, mampu menyusun rencana dan strategi
pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar,
melaksanakan pembelajaran yang mendidik, dan juga kemampuan untuk
mengembangkan bakat dan minat peserta didiknya.
2. Kompetensi kepribadian, menunjukkan kemampuan personal seorang guru
yang mencerminkan kepribadiannya, seperti bersikap arif dan bijaksana,
berwibawa, dan juga bertindak sesuai norma- norma yang berlaku.
3. Kompetensi sosial, terkait dengan kemampuan seorang guru dalam
berinteraksi dengan orang lain sebagai makhluk social, seperti kemampuan
untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan baik terhadap lingkungan
sekitarnya.
4. Kompetensi profesional, merupakan kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan guru untuk
membimbing peserta didik dengan memenuhi standar kompetensi yang
telah ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa guru yang
professional adalah guru yang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam
melaksanakan tugas profesinya, khususnya dalam melaksanakan pembelajaran.
Sebagaimana Moh. Fakry Gaffar (2007) menjelaskan bahwa guru merupakan
jabatan profesional yang memiliki tugas pokok yang sangat menentukan dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan peserta didik.

Seperti yang telah dijabarkan di atas, terdapat banyak dimensi untuk


menilai tingkat profesinalisme seorang guru. Namun karena tugas utama seorang
guru adalah melaksanakan pembelajaran yang bermutu, maka dalam penelitian ini
penulis akan memfokuskan kajian profesionalisme guru hanya pada
profesionalitas guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Konsep profesional guru yang harus dimiliki dalam proses belajar
mengajar secara umum menurut Proyek Pengembangan Pendidikan Guru
(P3G) ada sepuluh poin yaitu : (1) menguasa i bahan ajar; (2) mengelola
15

program belajar mengajar; (3) mengelola kelas; (4) menggunakan media/sumber


belajar; (5) menguasai landasan penddidikan; (6) mengelola interaksi belajar
mengajar; (7) menilai prestasi belajar; (8) mengenal fungsi dan bimbingan
penyuluhan; (9) mengenal dan menyelenggarakan bimbingan; (10) memahami
dan menafsirkan hasil penelitian guna keperluan mengajar.

B. Pembelajaran

1. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan perpaduan dari kegiatan belajar dan mengajar,


yang biasanya dilakukan oleh sekelompok siswa (peserta didik) dan seorang guru
(pendidik) dalam sebuah ruang belajar. Kegiatan belajar merupakan suatu bentuk
pertumbuhan, perubahan pada diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru berdasarkan pengalaman dan latihan; sedangkan
kegiatan mengajar menyangkut peranan seorang guru dalam mengupayakan
terciptanya jalinan komunikasi yang harmonis antara pengajar dengan yang orang
yang dibelajarkan (Hamalik, 2009). Nasution (1994) juga mengungkapkan bahwa
pembelajaran merupakan suatu aktivitas mengorganisasikan atau mengatur
lingkungan dengan sebaik-baiknya, dan menghubungkan dengan anak didik
sehingga terjadi proses belajar.
Meskipun kegiatan belajar dan mengajar merupakan dua kegiatan yang
berbeda, namun keduanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu
sama lain. Sebagaimana Oemar Hamalik (2007) menjelaskan bahwa,
pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi,
fasilitas, materi, perlengkapan dan prosedur, yang saling mempengaruhi dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Oemar juga menjelaskan bahwa proses belajar
mengajar memiliki peran yang vital dalam melakukan pembelajaran karena sangat
menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap hasil pembelajaran dari guru.
Sejalan dengan penjelasan di atas, Corey juga menjelaskan bahwa
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan, yang menggambarkan
suatu proses dimana lingkungan seseorang sengaja dikelola untuk
memungkinkannya turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi
khusus, serta menghasilkan respon terhadap situasi-situasi tertentu (Majid, 2007).
Untuk lebih memahami konsep pembelajaran, Saiful Sagala (2009)
16

menjelaskan bahwa ada dua karakteristik yang terdapat dalam pembelajaran,


yaitu:
1. Proses pembelajaran akan melibatkan proses mental siswa secara maksimal,
dimana siswa tidak hanya dituntut untuk mendengar dan mencatat namun
juga menghendaki aktivitas proses berpikir.
2. Pembelajaran membangun suasana dialogis dan proses tanya jawab terus
menerus, yang diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan
befikir siswa, sehingga dapat membantu siswa dalam memperoleh
pengetahuan.
Selanjutnya Oemar Hamalik (2002) juga menjelaskan prinsip-prinsip dasar
yang melandasi perkembangan pembelajaran, yaitu:
1. Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas.

2. Memperhatikan kompetensi dasar dalam menyusun rencana pembelajaran.

3. Menggambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi yang ingin dicapai.

4. Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan untuk mengukur


ketercapaian kompetensi.
5. Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran.

6. Mendesain strategi pembelajaran yang sesuai untuk mencapai kompetensi


yang telah direncanakan sebelumnya.

7. Mengorganisasikan sistem pengelolaan, karena pada program-program yang


bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani
bermacam- macam kebutuhan siswa.
8. Melaksanakan percobaan program.

9. Menilai desain pembelajaran.

10. Memperbaiki Program jika setelah melakukan proses pembelajaran


menemukan berbagai macam kekurangan.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pembelajaran merupakan
proses interaksi antara guru dan siswa, yang dengan sengaja direncanakan dan
dilaksanakan untuk mengembangkan sumber daya manusia. Dalam pembelajaran
juga terkandung makna bahwa setiap kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan ataupun nilai yang baru.
17

Oleh sebab itu, guru memiliki peran penting dalam melaksanakan proses
pembelajaran agar pengetahuan yang dibelajarkan dapat dengan mudah dipahami
oleh siswa.
2. Tujuan Pembelajaran

Berdasarkan penjelasan tentang defenisi dari pembelajaran di atas, dapat


ditarik sebuah persepsi awal bahwa pada dasarnya pembelajaran bertujuan untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab itu, untuk mencapai
tujuan tersebut maka dibutuhkan beberapa perencanaan terkait strategi, prosedur
dan media yang harus digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Karena tujuan
pembelajaran berperan penting dalam menentukan arah pembelajaran, maka
tujuan pembelajaran adalah hal utama yang harus dirancang oleh setiap guru
sebelum melaksanakan proses belajar mengajar (Sudjana, 2000).
Kesuksesan dalam mencapai tujuan pembelajaran juga bergantung pada

komponen-komponen yang mengisi kegiatan belajar mengajar, yakni : guru,


siswa, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan
evaluasi pembelajaran, karena semua komponen tersebut saling mempengaruhi
proses pembelajaran (Zain,dkk, 1997).

Secara umum, (Dahar;1996) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran adalah


untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih kemampuan
intelektual siswa dan merangsang keingintahuan serta memotivasi kemampuan
mereka. Namun dengan lebih rinci, Blomm (Nasution, 1998) membagi tujuan
pembelajaran menjadi 3 kategori, yakni:
1. Dalam bidang kognitif; berkaitan dengan kemampuan individu peserta didik
untuk mengenal dunia sekitarnya yang meliputi perkembangan intelektual.
2. Dalam bidang afektif; berkaitan dengan perkembangan sikap, perasaan, nilai-
nilai yang disebut juga perkembangan moral.
3. Dalam bidang psikomotor; berkaitan dengan perkembangan keterampilan yang
mengandung unsur-unsur motorik sehingga siswa mengalamai perkembangan
yang maju dan positif.
3. Tahapan Pembelajaran

Ada beberapa tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam melaksnakan


pembelajaran, yaitu: tahap perencanaa, tahap pelaksanaan, dan tahap evaluasi.
a. Tahap Perencanaan
18

b. Tahap Pelaksanaan

c. Tahap Evaluasi

4. Model-model Pembelajaran.
Model pembelajaran diartikan sebagai prosedur siste matis dalam
mengorganisasi-kan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi,
sebenarnya model pembela-jaran memiliki arti yang sama dengan pendekatan atau
strategi pembelajaran. Saat ini telah banyak dikembangkan berbagai macam
model pembelajaran, dari yang sederhana sampai model yang agak kompleks dan
rumit karena memerlukan banyak alat bantu dalam penerapannya.
Seorang guru diharapkan memiliki motivasi dan semangat pembaharuan
dalam proses pembelajaran yang dijalaninya. Menurut Sardiman A. M. (2004 :
165), guru yang kompeten adalah guru yang mampu mengelola program belajar-
mengajar. Mengelola di sini memiliki arti yang luas yang menyangkut bagaimana
seorang guru mampu menguasai keterampilan dasar mengajar, seperti membuka
dan menutup pelajaran, menjelaskan, menvariasi media, bertanya, memberi
penguatan, dan sebagainya, juga bagaimana guru menerapkan strategi, teori
belajar dan pembelajaran, dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. Setiap
guru harus memiliki kompetensi adaptif terhadap setiap perkembangan ilmu
pengetahuan dan kemajuan di bidang pendidikan, baik yang menyangkut
perbaikan kualitas pembelajaran maupun segala hal yang berkaitan dengan
peningkatan prestasi belajar peserta didiknya.

1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).


Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk
sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan
tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan
memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih
dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas,
tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-
sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan
belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing- masing.
Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan
19

cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep,


menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar
kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5
orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi,
dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.
Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk
kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan
pelaporan.Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian
atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata
kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi
yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi
konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip
pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan
mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan
sosialisasi.
Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan
dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh
siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on,
mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur,
generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri,
mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman,
tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah
pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas- usaha siswa, penilaian portofolio,
penilaian se-objektif-objektifnya dareiberbagai aspek dengan berbagai cara).

2. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)


Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di
Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan
melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta,
konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan
20

persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui


proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).
Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas
(kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan- informal daam
konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-
intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial,
sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

3. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)


Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada
ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran
langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur,
latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut
dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

4. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)


Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model
pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan
masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa,
untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus
dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana
nyaman dan menyenangkan agar siswa dapat berpikir optimal.
Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis),
interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis,
generalisasi, dan inkuiri

5. Problem Solving
Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak
rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari
atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma).
Sintaknya adalah: sajian permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa
berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan,
siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi, menginvestigasi, menduga, dan akhirnya
menemukan solusi.
21

6. Problem Posing
Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan
masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi
bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah:
pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan,
cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.
Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik
(gunakan gambar, diagram, table), kembangkan permasalahan sesuai dengan
kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan
rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).
Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran,
perhatikan dan catat respon siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat
kesimpulan.

7. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)


Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara
bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan
diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan
prasyarat, eksplorasi berarti mengenalkan konsep baru dan alternative pemecahan,
dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

8. Reciprocal Learning
Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran
harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat,
berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa
belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, ertanya,
representasi, hipotesis.
Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan
cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok
mengerjakan LKSD- modul, membaca- merangkum. Jika waktunya
memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam
rangka mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya
adalah sebagai berikut:
22

a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok


materi dan mekanisme kegiatan
b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja
ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan
level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditempati
oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk
pada meja tertentu adalah hasil kesepakatan kelompok.
c. Selanjutnya adalah pelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal
yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka
waktu tertentu (misal 3 menit). Siswa bisa mengerjakan lebih dari satu soal
dan hasilnya diperiksa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk
tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja
turnamen sesuai dengan skor yang diperolehnya diberikan sebutan (gelar)
superior, very good, good, medium.
d. Bumping, pada turnamen kedua (begitu juga untuk turnamen ketiga- keempat
dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan
sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama,
begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar
yang sama.
e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual,
berikan penghargaan kelompok dan individual.

9. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)


Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif
dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain
manfaatkanlah potensi siswa yang telah dimilikinya dengan melatih,
mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI,
dengan somatic ekivalen dengan kinesthetic.

5. Metode pembelajaran
Menurut Sugihartono, dkk (2007), terdapat banyak sekali metode dalam
pembelajaran, diantaranya:
1. Metode ceramah

Penyampaian materi oleh guru kepada siswa melalui bahasa lisan verbal
23

maupun nonverbal
2. Metode Latihan

Guru menyampaikan materi dengan upaya penanaman terhadap kebiasaan-


kebiasaan tertentu
3. Metode Tanya jawab Guru menyajikan materi pelajaran dengan memberikan
beberapa bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh peserta didik.
4. Metode karyawisata

Dalam menyampaikan materi, guru membawa langsung peserta didik ke objek


di luar kelas atau di lingkungan kehidupan nyata agar siswa dapat mengamati
objek tersebut dengan langsung.

5. Metode demonstrasi Guru menampilkan atau memperlihatkan langsung suatu


proses atau cara kerja suatu benda yang berkaitan dengan bahan pelajaran
6. Metode sosiodrama Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk
melakukan kegiatan yang memainkan peran tertentu yang terdapat dalam
kehidupan sosial
7. Metode bermain peran Pengembangan imajinasi dan penghayatan peserta didik
dengan cara menyuruh peserta didik untuk memerankan suatu tokoh baik tokoh
hidup maupun benda mati.
8. Metode diskusi Guru memberikan suatu permasalahan kepada siswa untuk
dipecahkan secara berkelompok.

C. Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

1. Pengertian Pelatihan

Andrew F. Sakula dalam Mangkunegara (2000) menjelaskan bahwa,


pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan
prosedur yang sistematis dan terorganisir, sehingga karyawan operasional belajar
pengetahuan teknik pengerjaan dan keahlian untuk tujuan tertentu. Senada dengan
Andrew, Ambar Teguh Sulistiani dan Rosidah (2003) juga menjelaskan bahwa
pelatihan adalah proses pendidikan jangka pendek dengan menggunakan prosedur
sistematik yang mengubah perilaku para pegawai dalam satu arah, guna
meningkatkan tujuan-tujuan organisasional. Sementara Jan bella (Hasibuan, 2003)
menjelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan sama dengan pengembangan, yaitu
24

merupakan proses peningkatan keterampilan kerja baik teknis maupun manajerial.


Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan
pelatihan yaitu suatu proses pendidikan jangka pendek yang dilakukan dengan
prosedur atau langkah- langkah yang sistematis, yang bertujuan untuk
peningkatan pengetahuan dan keterampilan kerja seseorang. Sehingga dengan
melakukan pelatihan, maka kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan
ataupun
profesinya dapat meningkat menjadi lebih baik.

2. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan sebuah penelitian tindakan


(action research), yang pada awalnya dikembangkan untuk mencari penyelesaian
terhadap problema sosial termasuk pendidikan. Sebagaimana Kemmis dan Carr
(1986) menjelaskan bahwa PTK merupakan suatu bentuk penelitian refleksi diri
yang dilakukan oleh peserta-pesertanya seperti guru, siswa, ataupun kepala
sekolah; dalam situasi-situasi sosial termasuk pendidikan, untuk memperbaiki
rasionalitas dan kebenaran dari praktek-praktek sosial ataupun pendidikan yang
mereka laksanakan.
Senada dengan pendapat di atas, Arikunto (2006) menjelaskan PTK dengan
mendefenisikan tiap-tiap kata yang terdapat dalam konsep tersebut, yaitu:
a. Penelitian, yang berarti kegiatan mencermati suatu objek dengan
menggunakan cara atau metodologi tertentu untuk memperoleh data atau
informasi yang bermanfaat dalam memecahkan suatu masalah.
b. Tindakan, yakni suatu gerakan kegiatan yang sengaja dilakukan dengan
tujuan tertentu. Adapun gerakan atau tindakan yang dimaksud dalam PTK ini
ditandai dengan adanya suatu rangkaian siklus kegiatan.
c. Kelas, yaitu suatu tempat dimana sekelompok peserta didik atau siswa
menerima pelajaran dari guru yang sama, dan dalam waktu yang sama juga.
Untuk lebih memahami PTK, Endang Mulyatiningsih (2011) menjelaskan
beberapa karaterisitik yang menjadi ciri khasi PTK, yaitu:
1. Tema penelitian yang bersifat situasional, karena permasalahan dalam
pembelajaran dapat terjadi dengan random dan biasanya harus segera
diselesaikan.

2. Tindakan yang diambil merupakan hasil evaluasi dan refleksi diri.


25

3. Pelaksanaan PTK dilaksanakan di dalam kelas dan dalam beberapa putaran,


sehingga proses pembelajaran antara guru dan siswa benar-benar menjadi
fokus perhatian utamanya.
4. Penelitian dilakukan untuk memperbaiki kinerja guru, sehingga dapat
meningkatkan proses pembelajaran.
5. Penelitan PTK dapat dilaksanakan secara kolaboratif atau parsipatorif.

6. Adanya keterbatasan jumlah sampel.

Karena makna “kelas” dalam PTK adalah sekelompok peserta didik yang
sedang belajar serta guru yang sedang memfasilitasi kegiatan belajar, maka
permasalahan yang dapat dicakup dalam PTK cukup luas. Permasalahan tersebut
di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Masalah belajar siswa di sekolah, seperti permasalahan pembelajaran di kelas,
kesalahan-kesalahan dalam pembelajaran, miskonsepsi, misstrategi, dan lain
sebagainya.
2. Pengembangan profesionalisme guru dalam rangka peningkatan mutu
perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi program dan hasil pembelajaran.
3. Pengelolaan dan pengendalian, misalnya pengenalan teknik modifikasi
perilaku, teknik memotivasi, dan teknik pengembangan potensi diri.
4. Desain dan strategi pembelajaran di kelas, misalnya masalah pengelolaan dan
prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi penggunaan metode
pembelajaran (misalnya penggantian metode mengajar tradisional dengan
metode mengajar baru), interaksi di dalam kelas (misalnya penggunaan strategi
pengajaran yang didasarkan pada pendekatan tertentu).
5. Penanaman dan pengembangan sikap serta nilai-nilai, misalnya pengembangan
pola berpikir ilmiah dalam diri siswa.
6. Alat bantu, media dan sumber belajar, misalnya penggunaan media
perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas.
7. Sistem assesment atau evaluasi proses dan hasil pembelajaran, seperti misalnya
masalah evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen
penilaian berbasis kompetensi, atau penggunaan alat, metode evaluasi tertentu

8. Masalah kurikulum, seperti implementasi KBK, urutan penyajian meteri


pokok, interaksi antara guru dengan siswa, interaksi antara siswa dengan materi
pelajaran, atau interaksi antara siswa dengan lingkungan belajar.
26

Seorang guru akan dapat menemukan penyelesaian masalah yang terjadi di


kelasnya melalui PTK, dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik
pembelajaran yang relevan. Selain itu, PTK dilaksanakan secara bersamaan
dangan pelaksanaan tugas utama guru yaitu mengajar di dalam kelas, yang artinya
guru tidak perlu meninggalkan siswanya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa PTK merupakan suatu bentuk penelitian yang melekat pada guru, yang
mengangkat masalah-masalah aktual yang dialami oleh guru di lapangan.
Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa PTK

merupakan suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif, yang bertujuan untuk
meningkatan kualitas pembelajaran dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu
untuk mengatasi persoalan-persoalan dalam melaksanakan pembelajaran.

A. Tahap Perencanaan

Sebelum menyusun sebuah perencanaan, maka ada tiga kegiatan dasar


yang harus dilakukan terlebih dahulu, yaitu: mengidentifikasi masalah,
menganalisis penyebab masalah serta merumuskannya, dan selanjutnya
menyiapkan serangakaian ide atau solusi untuk memecahkan masalah
tersebut.Haltersebut sangat dibutuhkan karena dengan melakukan identifikasi
masalah yang tepat maka akan dapat membantu tersusunnya sebuah perencanaan
yang efektif, sehingga hasil dari penelitian tersebut benar-benar tepat sasaran dan
dapat meningkatkan pembelajaran.
Dalam tahap perencanaan ini, guru dapat merumuskan tindakan dan
metode apa yang seharusnya dilakukan ketika melangsungkan proses
pembelajaran, termasuk merumuskan bagaimana strategi pembelajaran yang harus
digunakan dan materi ajar apa yang harus dibelajarkan di dalam kelas nanti.

B. Tahap Pelaksanaan

Dalam melakukan tahap pelaksanaan ini, maka yang harus diperhatikan


adalah kesesuaian tindakan dengan perencanaan yang telah dibuat sebelumnya.
Sehingga ketika melakukan proses refleksi, guru dapat dengan mudah
mengevaluasi dimana letak kekurangan dan kesalahan dalam pembelajaran yang
telah dilangsungkan berdasarkan perencanaan yang telah disusun tersebut. Dengan
demikian, hasil dalam tahap pelaksanaan tersebut dapat disesuaikan dengan hasil
27

awal yang ingin dicapai pada tahap perencanaan.

C. Tahap Pengamatan (Observasi)

Pengamatan dilakukan untuk melihat dan mengukur seberapa efektif


tindakan yang telah dilakukan. Hasil observasi dan evaluasi digunakan sebagai
masukkan dalam melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada saat pelaksanaan
tindakan. O leh sebab itu dalam melakukan pengamatan, pengamat/observer
hendaknya selalu mencatat semua peristiwa yang terjadi selama proses
pembelajaran di dalam kelas berlangsung. Hal tersebut sangat membantu peneliti
dalam mendapatkan hasil penilaian yang objektif terkait perencanaan dan
pelaksanaan yang telah dilakukan sebelumnya.
Pengamatan dapat dilakukan oleh peneliti sendiri maupun secara
berkelompok, tergantung pada model pelaksanaan PTK-nya apakah secara
kolaboratif atau tidak. Jika PTK dilakukan secara kolaboratif,
makapengamatannya juga harus dilakukan secara kolaboratif. Namun guru yang
sedang melakukan tindakan tidak dapat ikut serta menjadi pengamat, karena
antara kegiatan pelaksanaan dan pengamatan harus berlangsung dalam satu waktu
dan satu kelas yang sama.

D. Tahap Refleksi

Tahap refleksi dilakukan setelah tahap pelaksanaan telah diselesaikan


sepenuhnya terlebih dahulu. Refleksi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengemukakan kembali tindakan-tindakan yang telah dilakukan sebelumnya, dan
selanjutnya melakukan penilaian atau evaluasi. Dalam melaksanakan tahap ini,
maka akan lebih efektif jika guru yang melakukan tindakan dapat berdiskusi
langsung dengan pengamat maupun peserta lain yang berperan dalam PTK
tersebut, sehingga akan diperoleh hasil evaluasi yang lebih komprehensif dan
lebih objektif. Karena jika hasil evaluasi yang dilakukan tidak tepat sasaran, maka
penelitian yang dilakukan tidak akan dapat memberikan pengaruh atau manfaat
terhadap proses pembelajaran.
Hasil refleksi akan dijadikan landasan untuk menentukan perbaikan serta
penyempurnaan tindakan selanjutnya. Jika pada tahap ini dirasa sudah cukup
maka siklus selanjutnya tidak lagi diperlukan, namun jika masih ditemui beberapa
28

permasalahan atau kekurangan dalam tindakan yang sebelumnya maka harus


dilakukan siklus tambahan.
29

BAB III

METODE PENELITIAN TINDAKAN

A. Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian ini berlokasi di SMPN 4 Taluditi Satap. Adapun waktu penelitian


ini dilakukan pada semester genap Tahun Pelajaran 2020/2021.

B. Subjek dan Objek penelitian


1. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran Matematika SMPN 4
Taluditi Satap.

2. Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah peningkatan profesionalisme guru matematika


melalui pelatihan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

C. Jenis dan Pendekatan penelitian

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Sekolah (PTS). Pendekatan


yang digunakan adalah pendekatan diskriftif kualitatif, yang bertujuan untuk
meningkatkan profesionalisme guru matematika melalui pelatihan PTK

D. Defenisi Operasional

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan sebuah tindakan penelitian


yang dilakukan di dalam sebuah kelas yang sedang melangsungkan proses
pembelajaran matematika. PTK bertujuan untuk memperbaiki dan atau
meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga fokus utama dari penelitiannya
harus dilaksanakan di dalam kelas dengan melakukan serangkaian pengamatan
terhadap beberapa objek yang menjadi permasalahan dalam proses pembelajaran
seperti masalah belajar siswa, hasil belajar siswa, gaya belajar siswa, materi
pembelajaran, strategi pembelajaran, pengelolaan kelas, dan juga media belajar.
Dalam penelitian ini, pelatihan PTK dilakukan disekolah SMPN 4 Taluditi
Satap, khususnya di kelas VII yang dibimbing oleh guru mata pelajaran
matematika.
30

E. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik yang digunakan penulis dalam metode pengumpulan data pada


penelitian ini adalah tekhnik observasi dan teknik wawancara. Sedangkan
instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan
instrumen pedoman observasi dalam program proses pembelajaran dari awal
sampai akhir pada setiap siklus. Pedoman Observasi digunakan untuk menggali
respon pada guru matematika, sedangkan pedoman wawancara digunakan untuk
melengkapi data yang digali melalui pedoman observasi.

F. Prosedur Analisis

Prosedur ini melibatkan guru matematika .Penelitian ini dilakukan dalam


dua siklus :
A. Siklus I

- Perencanaan

1. Penelititi menjumpai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten


Pohuwato untuk mendapat persetujuan pelakasanaan Penelitian Tindakan
Sekolah (PTS)

2. Peneliti menjumpai Kepala Sekolah SMPN 4 Taluditi Satap untuk mendapat


persetujuan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Sekolah (PTS)
3. Peneliti memberikan penjelasan kepada guru matematika di SMPN 4 Taluditi
Satap, tentang Penelitian Tindakan Sekolah (PTS).
4. Peneliti memberikan penjelasan kepada guru matematika di SMPN 4 Taluditi
Satap tentang Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
5. Menentukan materi pembelajaran, jadwal pelaksanaan penelitian dan lokasi
penelitian.
6. Menyuruh guru membawa bahan-bahan seperti kurikulum, silabus, RPP,
bahan ajar dan sebagainya.
- Pelaksanaan

1. Pengarahan dan Pembukaan Penelitian Tindakan Sekolah oleh Kepala Dinas


Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pohuwato.
2. Pemaparan kompetensi pengelolaan pembelajaran tentang pelaksanaan
pembelajaran oleh peneliti.
31

3. Kegiatan dan pengamatan meliputi tindakan oleh peneliti sebagi upaya


membangun pemahaman konsep serta mengamati hasil atau dampak dari
pembelajaran yang diterapkan.

- Observasi / Tindakan Pembelajaran

Kegiatan yang dilakukan yaitu:

1. Peneliti melaksanakan observasi atau mengamati cara guru matematika


menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran matematika, dan
2. peneliti melaksanakan observasi atau mengamati cara guru matematika
melaksanaan peroses pembelajaran matematika.
- Refleksi

Peneliti melihat dan mempertimbangkan hasil dari tindakan berdasarkan


lembar pengamatan.

B. Siklus II

- Perencanaan

Pada siklus yang kedua ini, RPP dirancang berdasarkan hasil evaluasi
pezmbelajaran yang telah direvisi pada siklus I.
- Pelaksanaan

Kegiatan dan pengamatan oleh peneliti dalam pelaksanaan perbaikan proses


pembelajaran matematika.
- Observasi / tindakan pembelajaran
Menelaah tindakan yang sudah
direvisi
- Refleksi

Pengambilan kesimpulan akhir dari tindakan siklus I dan II Secara grafis,


zprosedur analisis dalam penelitian ini dapat digabambarkan sebagai berikut:
32

G. Indikator Keberhasilan

Adapun indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah peningkatan


profesionalisme guru mata pelajaran Matematika di SMPN 4 Taluditi Satu Atap
dalam melaksanakan proses pembelajaran, melalui pelatihan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). Hasil yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan aktivitas dan
kompetensi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran dari siklus I ke siklus
II. Pengukuran peningkatan aktivitas tersebut dilakukan dengan skala penilaian 91
– 100 kualifikasi Sangat baik (A), 81 – 90 kualifikasi baik (B), 71 – 80 kualifikasi
cukup (C) dan ≤ 70 kualifikasi kurang (K). Ketercapain indikator kinerja terdapat
pada tindakan ke II. Indikator kinerja adalah bila perolehan nilai minimal 81 (K
ualifikasi Baik) dalam penyusunan rancangan pelaksanaan pembelajaran dan
pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru Matematika di kelas
binaannya, maka sudah dapat dikatakan tindakan yang diterapkan berhasil. Aspek
yang diukur adalah antusiasme guru mata pelajaran matematika dan interaksi guru
dengan siswa
33

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN
a. Hasil Penelitian Siklus I
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siklus 1 dilakukan dalam dua
kali pertemuan yang terdiri dari dua jam pelajaran dimana masing-masing jam
pelajaran 40 menit.
Hasil pelaksanaan siklus 1 adalah sebagai berikut :
1. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siklus 1 pertemuan1, menunjukkan
hasil belajar siswa dengan rata-rata 64,3 , nilai tertinggi 80 sedangkan nilai
terendah 50, serta jumlah siswa tuntas belajar 16 siswa atau 42,1%.
2. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siklus 1 pertemuan 2, menunjukkan
hasil belajar siswa dengan rata-rata 73,9 ,nilai tertinggi 85 sedangkan nilai
terendah 50, serta jumlah siswa tuntas belajar 25 siswa atau 65,8%.
Berdasarkan hasil pelaksanaan siklus 1 diatas, dari pertemuan 1 ke pertemuan
2 terlihat adanya peningkatan hasil belajar siswa meskipun belum memenuhi
ketentuan ketuntasan klasikal 85%.
Berpijak pada hasil belajar siswa dan hasil pengamatan tentang siswa dan
guru dalam proses pembelajaran, kemudian peneliti, guru serta siswa bersama-
sama melakukan refleksi. Beberapa hal yang perlu diperbaiki adalah sebagai
berikut :
1) Pada saat guru menginformasikan materi kepada siswa, guru hendaknya
menjelaskan materi secara singkat dan memberikan beberapa contoh soal yang
berkaitan dengan materi tersebut.
2) Pada saat siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru, hendaknya guru
memonitoring sehingga siswa yang mengalami kesulitan dapat diidentifikasi
penyebabnya.
3) Saat penyampaian materi oleh siswa kepada pihak lain, diberikan waktu yang
lebih banyak sehingga siswa yang lain benar-benar paham agar mampu
menjelaskan kembali kepada siswa lainnya.
4) Masih ada beberapa siswa yang kurang serius dalam pembelajaran, seperti :
bermain, mengantuk. Diharapkan pada pembelajaran berikutnya tidak terulang
lagi.
34

Setelah melakukan refleksi, guru memberikan reward pada siswa yang mampu
melakukan presentasi dengan baik, meskipun hasil belajar pada siklus 1 belum
memenuhi kriteria ketuntasan klasikal 85%.
b. Hasil penelitian siklus 2 Pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas siklus 2,
langkah-langkah yang dilakukan merupakan upaya perbaikan dari siklus 1.
Pada siklus 2 dilaksanakan 2 pertemuan dengan waktu 45 menit.

Hasil pelaksanaan siklus 2 adalah sebagai berikut :


1. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siklus 2 pertemuan1, menunjukkan
hasil belajar siswa dengan rata-rata 78,7 , nilai tertinggi 100 sedangkan nilai
terendah 60, serta jumlah siswa tuntas belajar 35 siswa atau 92,1%.
2. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siklus 2 pertemuan 2, menunjukkan
hasil belajar siswa dengan rata-rata 83,1 , nilai tertinggi 100 sedangkan nilai
terendah 65, serta jumlah siswa tuntas belajar 37 siswa atau 97,4%.
Berpijak pada hasil belajar siswa dan hasil pengamatan tentang siswa dan
guru dalam proses pembelajaran siklus 2, kemudian peneliti, guru serta siswa
bersama-sama melakukan refleksi. Beberapa hal yang terjadi pada siklus 2 adalah
sebagai berikut :
1) Siswa semakin antusias dalam melaksanakan pembelajaran pada siklus 2
sehingga tidak ada siswa yang mengantuk ataupun bermain sendiri.
2) Dalam menyampaikan materi yang dilakukan siswa kepada siswa lain terlihat
lebih lancar dan baik.
3) Siswa merasa waktu yang tersedia terlalu sedikit sehingga perlu penambahan
waktu.
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas diatas, maka dapat dinyatakan
bahwa pada pelaksanaan siklus 2 terlihat adanya peningkatan hasil belajar siswa
dibandingkan dengan pelaksanaan siklus 1.

B. Pembahasan
Pembahasan dalam penelitian tindakan kelas berdasarkan atas hasil
penelitian, observasi, pengamatan yang dilanjutkan dengan refleksi pada setiap
siklus. Pada kegiatan pembelajaran disetiap siklus secara umum berjalan sesuai
dengan rancangan pelaksanaan pembelajaran ( RPP ). Semua tahapan pembelajaran
dengan pendekatan reciprocal teaching telah dilakukan guru dengan baik.
Upaya peningkatan hasil belajar siswa tidak terlepas dari aktifitas siswa
35

dalam proses pembelajaran karena dengan aktifitas siswa pelajaran akan menjadi
berkesan dan diingat lebih lama. Berikut ini hasil pengamatan aktifitas siswa selama
kegiatan pembelajaran :
1.Aspek pengamatan memperhatikan penjelasan guru, pada siklus 1 pertemuan 1
skor cukup 23 siswa, baik 5 siswa, sangat baik 10 siswa. Pada pertemuan 2 skor
cukup 10 siswa, baik 7 siswa, sangat baik 21 siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 skor
cukup 3 siswa, baik 8 siswa, sangat baik 27 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 2
siswa, baik 3 siswa, sangat baik 33 siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa
setiap pergantian siklus mengalami peningkatan terhadap aspek perhatian penjelasan
guru.
2.Aspek mengerjakan tugas individu, pada siklus 1 pertemuan 1 skor cukup 25 siswa,
baik 4 siswa, sangat baik 9 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 18 siswa, baik 7
siswa, sangat baik 13 siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 skor cukup 6 siswa, baik 10
siswa, sangat baik 22 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 2 siswa, baik 8 siswa,
sangat baik 28 siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap pergantian siklus
mengalami peningkatan terhadap aspek tugas individu.
3.Aspek kemampuan membuat soal dan jawabannya, pada siklus 1 pertemuan 1 skor
cukup 22 siswa, baik 10 siswa, sangat baik 6 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 20
siswa, baik 8 siswa, sangat baik 10 siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 skor cukup 10
siswa, baik 20 siswa, sangat baik 8 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 5 siswa, baik
18 siswa, sangat baik 15 siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap
pergantian siklus mengalami peningkatan terhadap aspek kemampuan membuat soal
dan jawabannya.
4.Aspek kemampuan menjelaskan hasil kerjanya didepan kelas, pada siklus 1
pertemuan 1 skor cukup 13 siswa, baik 18 siswa, sangat baik 7 siswa. Pada
pertemuan 2 skor cukup 10 siswa, baik 19 siswa, sangat baik 9 siswa. Pada siklus 2
pertemuan 1 skor cukup 8 siswa, baik 15 siswa, sangat baik 15 siswa. Pada
pertemuan 2 skor cukup 5 siswa, baik 12 siswa, sangat baik 21 siswa. Dari data
tersebut menunjukkan bahwa setiap pergantian siklus mengalami peningkatan
terhadap aspek kemampuan menjelaskan hasil kerjanya didepan kelas.
5.Aspek kemampuan merespon pertanyaan guru, pada siklus 1 pertemuan 1 skor
cukup 23 siswa, baik 10 siswa, sangat baik 5 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 18
siswa, baik 12 siswa, sangat baik 8 siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 skor cukup 13
siswa, baik 15 siswa, sangat baik 10 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 12 siswa,
baik 13 siswa, sangat baik 13 siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap
36

pergantian siklus mengalami peningkatan terhadap aspek kemampuan merespon


pertanyaan guru.
6.Aspek keberanian dalam presentasi didepan kelas, pada siklus 1 pertemuan 1 skor
cukup 23 siswa, baik 9 siswa, sangat baik 6 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 20
siswa, baik 10 siswa, sangat baik 8 siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 skor cukup 20
siswa, baik 8 siswa, sangat baik 10 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 7 siswa, baik
16 siswa, sangat baik 15 siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap
pergantian siklus mengalami peningkatan terhadap aspek keberanian dalam
presentasi didepan kelas.
7.Aspek presentasi tersusun dengan rapi dan lancar, pada siklus 1 pertemuan 1 skor
cukup 24 siswa, baik 10 siswa, sangat baik 4 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 18
siswa, baik 12 siswa, sangat baik 8 siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 skor cukup 16
siswa, baik 13 siswa, sangat baik 9 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 6 siswa, baik
14 siswa, sangat baik 18 siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap
pergantian siklus mengalami peningkatan terhadap aspek presentasi tersusun dengan
rapi dan lancar.
8.Aspek menerima saran dari teman lain, pada siklus 1 pertemuan 1 skor cukup 24
siswa, baik 7 siswa, sangat baik 7 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 17 siswa, baik
14 siswa, sangat baik 5 siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 skor cukup 12 siswa, baik
12 siswa, sangat baik 14 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 5 siswa, baik 13 siswa,
sangat baik 20 siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap pergantian siklus
mengalami peningkatan terhadap aspek menerima saran dari teman lain.
9.Aspek keberanian memberikan saran kepada teman lainnya, pada siklus 1
pertemuan 1 skor cukup 22 siswa, baik 10 siswa, sangat baik 6 siswa. Pada
pertemuan 2 skor cukup 23 siswa, baik 8 siswa, sangat baik 7 siswa. Pada siklus 2
pertemuan 1 skor cukup 10 siswa, baik 15 siswa, sangat baik 13 siswa. Pada
pertemuan 2 skor cukup 5 siswa, baik 14 siswa, sangat baik 19 siswa. Dari data
tersebut menunjukkan bahwa setiap pergantian siklus mengalami peningkatan
terhadap aspek keberanian memberikan saran kepada teman lainnya.
10.Aspek kemampuan memprediksi pengembangan materi, pada siklus 1 pertemuan
1 skor cukup 26 siswa, baik 8 siswa, sangat baik 4 siswa. Pada pertemuan 2 skor
cukup 23 siswa, baik 11 siswa, sangat baik 4 siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 skor
cukup 20 siswa, baik 13 siswa, sangat baik 5 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 7
siswa, baik 12 siswa, sangat baik 19 siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa
setiap pergantian siklus mengalami peningkatan terhadap aspek kemampuan
37

memprediksi pengembangan materi.


11.Aspek kemampuan membuat kesimpulan, pada siklus 1 pertemuan 1 skor cukup
27 siswa, baik 6 siswa, sangat baik 5 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 24 siswa,
baik 8 siswa, sangat baik 6 siswa. Pada siklus 2 pertemuan 1 skor cukup 18 siswa,
baik 13 siswa, sangat baik 7 siswa. Pada pertemuan 2 skor cukup 7 siswa, baik 13
siswa, sangat baik 18 siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa setiap pergantian
siklus mengalami peningkatan terhadap aspek kemampuan membuat kesimpulan.
Dari pembahasan diatas, aktifitas siswa selalu mengalami peningkatan dari
siklus 1 ke siklus 2. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan
reciprocal teaching dapat meningkatkan aktifitas siswa.
Langkah berikutnya adalah memberikan reward pada siswa yang paling aktif
dalam pembelajaran ini.
38

BAB V
KESIMPULAN DAN
SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa data pada bab IV dapat ditarik beberapa kesimpulan
dari hasil penelitian ini yaitu:
1. Setelah pelaksanaan siklus I dengan menerapkan model pembinaan penelitian
tindakan kelas, nilai rata-rata guru matematika di SMPN 4 Taluditi satap pada
penyusunan rancangan pelaksanaan pembelajaran adalah 80,10 kualifikasi
cukup.
2. Setelah melaksanakan siklus II dengan menerapkan model pembinaan
penelitian tindakan kelas nilai rata-rata penyusunan rancangan pelaksanaan
pembelajaran guru matematika di SMPN 4 Taluditi Satap adalah 87,11 dengan
kualifikasi baik.
3. Setelah pelaksanaan siklus I dengan menerapkan model pembinaan penelitian
tindakan kelas, nilai rata-rata guru matematika di SMPN 4 Taluditi Satap pada
pelaksanaan pembelajaran adalah 79,05 kualifikasi cukup (C).
4. Setelah melaksanakan siklus II dengan menerapkan model pembinaan
penelitian tindakan kelas nilai rata-rata pelaksanaan pelaksanaan pembelajaran
guru matematika di SMPN 4 Taluditi Satap adalah 87,11 dengan kualifikasi
baik.

5. Setelah melaksanakan siklus II dengan menerapkan model pembinaan


penelitian tindakan kelas nilai rata-rata pengamatan pelaksanaan pembelajaran
guru matematika di SMPN 4 Taluditi Satap adalah 87, 54 dengan kualifikasi
baik.

6. Setelah pelaksanaan siklus I dengan menerapkan model pembinaan penelitian


tindakan kelas, nilai rata-rata hasil observasi oleh masing- masing observer 1
39

dan 2 terhadap guru matematika di SMPN 4 Taluditi Satap pada pelaksanaan


pembelajaran adalah 3,3 dengan kualifikasi baik.

7. Setelah pelaksanaan siklus II dengan menerapkan model pembinaan penelitian


tindakan kelas, nilai rata-rata hasil observasi oleh masing- masing observer 1
dan 2 terhadap guru matematika di SMPN 4 Taluditi Satap ada pelaksanaan
pembelajaran adalah 3,6 kualifikasi sangat baik.

8. Berdasarkan hasil penelitian ini, diperoleh bahwa pembinaan guru melalui


penelitian tindakan kelas dapat meningkatkan kemampuan guru matematika di
SMPN 4 Taluditi Satap lam menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran.

9. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa pembinaan guru melalui


penelitian tindakan kelas dapat meningkatkan kemampuan guru matematika di
SMPN 4 Taluditi Satap alam melaksanakan proses pembelajaran Peningkatan
kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran pada
siklus 1 dan 2 menunjukkan peningkatan profesionalisme guru matematika di
SMPN 4 Taluditi Satap.

B. SARAN
Pelaksanaan pelatihan ini telah berjalan sangat baik. Partisipasi dan motivasi
peserta juga sangat baik. Namun demikian, masih ada kekurangan-kekurangan,
Oleh karena itu penulis menyarankan hal- hal sebagai berikut.
1. Perlu ada pelatihan dan kerjasama yang berkesinambungan antara pihak sekolah
dengan steak holder dalam menge mbangkan penelitian tindakan kelas di
sekolah.
2. Memberikan dana bantuan seperlunya bagi penerapan penelitian t indakan
kelas di sekolah-sekolah, sehingga pelatihan ini dapat memberikan manfaat
yang lebih besar bagi profesionalisme guru matematika.
40

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ambar Teguh Sulistiyani. 2003. Manajemen dan Sumber Daya Manusia: Konsep
Teori dan Pengembangan Dalam Konteks Organisasi Publik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Arikunto S, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik . Jakarta:
Penerbit PT Rineka Cipta.
Bafadal, Ibrahim. 2004. Manajemen Perlengkapan Sekolah Teori dan
Aplikasinya. Jakarta: Bumi Aksara.
Carr. W.& Kemmis,S. 1986. Becoming Critical: Education, Knowledge and
Action Research. Brighton,Sussex: Falmer Press.
Dahar, R.W. 1996. Teori-Teori Belajar. Bandung: Erlangga.

Danim, Sudarwan. 2002. Inovasi Pendidikan: Dalam Upaya Peningkatan


Profesionalisme Tenaga Kependidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Djamarah, SB, dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Gaffar, Moh. Fakry. 2007. Pembiayaan Pendidikan: Permasalahan dan
Kebijaksanaan Dalam Perspektif Reformasi Pendidikan Nasional.
Bandung: IKIP Bandung.
Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Belajar Mengajar. Bandung: Sinarbaru
Algessindo.
Hamalik, Oemar. 2007. Pengembangan SDM Manajemen Pelatihan
Ketenagakerjaan Pendekatan Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara. Hasibuan, M.
2003. Manajemen Sumber Daya Manusia (Pendekatan Non Sekunder).
41

Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.


Kemmis, S dan R. Mc Taggart. 1988. The Action Research Planner. Victoria:
Deakin University
Kusnandar. 2007.Guru Profesional. Jakarta: PT.Raja Grafindo.
Kusuma, Wijaya. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Indek

Maister, H. David. 1998. True Professionalism. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama. Majid, Abdul. 2007. Perencanaan Pembelajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya Mangkunegara, AP. 2000. Manajemen Sumber Daya
Manusia Perusahaan . Bandung:

Mulyasa, E., 2007. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja


Rodaskarya.

Mulyatiningsih, Endang. 2011. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.

Yogyakarta: Alfabeta

Nasution, S. 1998. Didaktik Azas-Azas Mengajar. Bandung: Jemmars.


Nasution. 1994. Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Pamungkas, Sri Bintang. 1996. Pokokpokok-Pikiran tentang Demokrasi Ekonomi
dan Pembangunan. Jakarta: Yayasan Daulat Rakyat.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 64 Tahun 2013. Standar Isi
Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Poerwopoespito, O.S., dan Utomo,T. 2000. Mengatasi Krisis Manusia Di
Perusahaan; Solusi Melalui Pengembangan Sikap Mental. Jakarta:
PT.Gramedia Widiasarana Indonesia
Sagala, Syaiful. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga


Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

Sudjana, Nana. 2000. Dasar-Dasar Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito.


Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Suhardan, dan Dadang. 2010. Supervisi Profesiona: Layanan Dalam
Meningkatkan Mutu Pengajaran Di Era Otonomi Daerah. Bandung:
Alfabeta.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan
Nasional. Bandung: CV. Nuansa Auia.
Undang-Undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005. Guru dan Dosen.
42

Jakarta: Depdiknas.
Wangmuba. 2009. Konsep Diri yang Positif. Akses di
http://wangmuba.com/2009/03/07/konsep-diri/, pada 21 Desember 2015.

Anda mungkin juga menyukai