Anda di halaman 1dari 27

STRATEGI PEMBELAJARAN MENYENANGKAN DENGAN HUMOR

UNTUK MENGATASI DISKALKULIA PADA SISWA SD

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti LKTI TCA XVI Bidang Pendidikan

Oleh

Aan Yuliyanto (1400184)


Kontingen Purwakarta

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2016
ABSTRAK

Matematika adalah mata pelajaran yang sangat kompleks dan berengaruh dalam
kehidupan. Namun dalam belajar matematika ada satu hambatan yang dialami oleh siswa
sebagai pembelajar di sekolah yaitu diskalkulia. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh
banyaknya siswa sekolah dasar yang mengalami diskalkulia dalam belajar matematika dan
masih banyak guru dan orang tua yang belum menyadarinya juga cara untuk mengatasinya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab diskalkulia dalam belajar
matematika, bagaimanakah cara mengatasi diskalkulia pada siswa dengan menggunakan
strategi humor, dan seberapa besar pengaruh penerapan strategi humor dalam mengatasi
permasalahan tersebut. Metode penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian
mengemukakan bahwa rata-rata siswa memiliki diskalkulia dalam belajar matematika
dalam tipe soal bertingkat. Penerapan strategi humor dapat diterapkan dalam pembelajaran
matematika untuk mengatasi diskalkulia pada siswa sekolah dasar. Berdasarkan hasil
penerapan strategi humor untuk mengatasi diskalkulia pada siswa SD diperoleh Skor sign
two tailed menunjukan 0,000 < 0,05 jadi hipotesis bahwa skor pretes dengan postes siswa
mengalami peningkatan, oleh sebab itu strategi humor mampu mengatasi diskalkulia dapat
diterima. Ungkapan tersebut didukung pula fakta yang diperoleh data dari N-gain dimana
Uji N-gain menunjukan bahwa N-gainnya adalah sedang yakni 0,34, hal tersebut
menunjukan bahwa strategi humor mampu mengatasi diskalkulia dan dapat meningkatkan
motivasi, minat serta prestasi pada siswa Sekolah Dasar.

Kata Kunci: Kesulitan belajar, diskalkulia, strategi, humor

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................... 2

C. Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 2

D. Metode Penulisan ..................................................................................... 3

BAB 2 TELAAH PUSTAKA ................................................................................. 4

A. Pembelajaran Matematika ........................................................................ 4

B. Faktor Penyebab Anak Berkesulitan Belajar ............................................ 5

C. Strategi Pembelajaran Humor................................................................... 6

D. Pengertian Diskalkulia............................................................................ 11

BAB 3 ANALISIS SINTESIS .............................................................................. 14

A. Karakteristik Diskalkulia pada Siswa SD............................................... 14

B. Bagaimana Strategi Humor dapat Mengatasi Diskalkulia pada Siswa SD


15

BAB 4 SIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................................... 20

A. Simpulan ................................................................................................. 20

B. Rekomendasi .......................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 22

LAMPIRAN .......................................................................................................... 24

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kesulitan belajar setidaknya terdapat 6 jenisnya, salah satunya adalah diskalkulia
atau kesulitan belajar matematika, ada pula disleksia, disgrafia dan lain
sebagainya (Slavin, 2011). Kebanyakan guru-guru saat ini masih belum dapat
membedakan kesulitan belajar pada anak dengan tunagrahita, sehingga
penaganannya masih belum tepat sasaran. Untuk diskalkulia sendiri, hampir
kebanyakan peserta didik baik SD bahkan Mahasiswa sekalipun menganggap
mata pelajaran atau mata kuliah matematika adalah mata pelajaran tersulit. Hal
tersebut didukung oleh beberapa fakta tentang angka dan rumus adalah pelajaran
abstrak, tegang dan konsentrasi penuh saat pelajaran matematika, butuh ketelitian
untuk menjawab soal, dan lain sebagainya. Hal ini di dukung dengan salah satu
penelitian yang mengungkap bahwa ternyata masih banyak siswa yang
menganggap matematika adalah mata pelajaran yang sulit. Salah satu penyebab
rendahnya hasil belajar matematika siswa dikarenakan banyak siswa yang
menganggap matematika sulit dipelajari dan karekteristik matematika yang
bersifat abstrak sehingga siswa menganggap matematika merupakan momok yang
menakutkan, diperkuat oleh (Sriyanto dalam Husna,2007) yang menyatakan
bahwa matematika sering kali dianggap sebagai momok menakutkan dan
cenderung dianggap pelajaran yang sulit oleh sebagian besar siswa. (Russefendi
dalam Husna, 1991) juga menambahkan matematika bagi anak-anak pada
umumnya merupakan mata pelajaran yang tidak disenangi, dianggap sebagai ilmu
yang sukar dan ruwet, serta (Abdurrahman dalam Husna, 2003) mengatakan
bahwa dari berbagai bidang studi yang diajarkan disekolah, matematika
merupakan bidang studi dianggap paling sulit oleh para siswa, baik yang tidak
berkesulitan belajar dan lebih-lebih bagi siswa yang berkesulitan belajar.
Padahal, matematika sebenarnya bisa disampaikan dengan cara yang
menyenangkan, apalagi untuk murid Sekolah Dasar. Pada tingkat pendidikan
dasar ini pelajaran matematika masih berkenaan dengan berhitung, yang
merupakan bagian dari matematika, yakni operasi tambah, kurang, kali, dan bagi.
Mula-mula menggunakan bilangan bulat. Kemudian meningkat ke bilangan

1
pecahan. Operasi hitung itu bisa dipelajari sambil bermain yang memang
merupakan kegiatan utama anak-anak. Meskipun terkadang sulit, namun semua
orang harus mempelajarinya, karena merupakan sarana untuk memecahkan
masalah kehidupan sehari-hari. Oleh kaena itu peneliti menerapkan strategi humor
karena peneliti menganggap strategi ini sangat efektif dan inovatif dalam
mengatasi diskalkulia. Karena dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan
dalam humor akan membuat siswa mudah menyerap materi dan tak lagi merasa
bosan atau tertekan dalam belajar sebab pembelajaran berlangsung penuh
kegembiraan namun tetap dengan proses pembelajaran yang efektif.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah karakteristik, dan faktor penyebab diskalkulia pada siswa
Sekolah Dasar?
2. Bagaimanakah pembelajaran yang menyenangkan dengan strategi humor
dalam mengatasi diskalkulia pada siswa Sekolah Dasar?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Karakteristik, dan faktor penyebab diskalkulia pada siswa Sekolah Dasar;
2. Bagaimana pemberlajaran yang menyenangkan dengan strategi humor untuk
mengatasi diskalkulia pada siswa Sekolah Dasar.
Manfaat penelitian ini adalah secara umum untuk dapat mengatasi diskalkulia
siswa Sekolah Dasar, sedangkan secara khusus adalah sebagai berikut:
Bagi Guru
1. Menambah wawasan, pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan
pembelajaran matematika
2. Guru dapat meningkatkan kreativitas dan kualitas dalam mengupayakan
proses pembelajaran yang lebih baik.
3. Agar dapat memahami karakteristik, dan faktor penyebab diskalkulia siswa
SD dalam belajar matematika.
4. Menampilkan inovasi baru dalam pembelajaran matematika khususnya.
5. Agar dapat menerapkan strategi humor untuk mengatasi diskalkulia siswa SD
dalam belajar matematika.
Bagi Peserta didik

2
1. Meningkatkan minat peserta didik dalam kegiatan belajar di sekolah terutama
dalam pembelajaran matematika yang selalu dianggap sulit;
2. Siswa tidak lagi mengalami diskalkulia dalam mempelajari matematika;
3. Meningkatkan hasil belajar siswa terhadap pembelajaran matematika.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan karya tulis ilmiah ini terdiri dari lima bab . Penulis awali
dengan bab 1 adalah pendahuluan dan diakhiri bab lima dengan simpulan dan
rekomendasi. Rinciannya adalah sebagai berikut:
Bab 1 merupakan pendahuluan, yang terdiri dari : 1) latar belakang; 2)
rumusan masalah; 3) tujuan dan manfaat; dan 5) metode penulisan. Bab 2
merupakan telaah pustaka, yang terdiri dari : 1) pembelajaran matematika; 2)
faktor penyebab anak berkesulitan belajar; 3) strategi pembelajaran humor; 4)
pengertian diskalkulia;. Dalam bab 3 merupakan analisis sintesis, yang terdiri dari
1) karakteristik diskalkulia pada siswa SD, 2) bagaimana strategi humor dapat
mengatasi diskalkulia pada siswa SD. Pada bab 4 penulis memaparkan tentang
simpulan dan rekomendasi yang terdiri dari : 1) simpulan dan; 2) rekomendasi.

3
BAB 2
TELAAH PUSTAKA
A. Pembelajaran Matematika
Berkaitan dengan belajar sepanjang hayat (life long learning) dan
berdasarkan karakteristik warga belajarnya maka pembelajaran secara umum
dapat dibagi menjadi dua yaitu, pembelajaran bagi orang dewasa (andragogi) dan
pembelajaran bagi anak-anak (pedagogi).
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta belajar dengan
pengajar/instruktur dan/atau sumber belajar pada suatu lingkungan belajar
untuk pencapaian tujuan belajar tertentu. Dengan demikian, pembelajaran
merupakan subsistem dari suatu penyelenggaraan pendidikan/pelatihan
(training), (Sanjaya, 2010:54).

Menurut (Marpaung, 2007:3):


“matematika adalah aktifitas manusia, si pembelajar harus aktif baik secara
mental maupun fisik dalam pembelajaran matematika. Hakikat
pembelajaran matematika menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan
hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi
(contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta
didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika,
untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran.

Sedangkan, Suwangsih, (2006:15-16) memaparkan bahwa:


“anak usia SD adalah yang berada pada 7-12 tahun menurut Piaget anak usia
sekitar ini masih pada tahap operasi konkrit, artinya siswa SD belum berpikir
formal. Ciri-ciri anak pada tahap ini dapat memahami operasi logis dengan
bantuan benda konkrit, belum dapat berkpikir deduktif, berpikir secara
transitif.”

Contoh : 2 + 2 = 4, 2 + 4 = 6, 10 + 2 = 12. Proses ini sudah dapat dipahami


oleh siswa. Sebagaimana kita ketahui, matematika adalah ilmu deduktif, formal,
hierarki dan menggunakan bahasa simbol yang memiliki arti yang padat. Karena
adanya perbedaan karakteristik antara matematika dan anak usia SD, maka
matematika akan sulit dipahami oleh anak SD jika diajarkan tanpa memperhatikan
tahap berpikir anak SD, seorang guru hendaknya mempunyai kemampuan untuk
menghubungkan antara dunia anak yang belum dapat berpikir secara deduktif agar
dapat mengerti matematika yang bersifat deduktif. Matematika yang merupakan
ilmu dengan pengembangan melalui penalaran deduktif telah mampu

4
mengembangkan model-model yang merupakan contoh dari sistem itu yang pada
akhirnya telah digunakan untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-
hari. Matematika juga dapat mengubah pola pikir seseorang menjadi pola pikir
yang matematis, sistematis, logis, kritis dan cermat. Tetapi sistem matematika ini
tidak sejalan dengan tahap perkembangan mental anak sehingga yang dianggap
logis dan jelas oleh orang dewasa pada matematika, masih merupakan hal yang
tidak masuk akal dan menyulitkan bagi anak. Faktor lain yang harus diperhatikan
dalam proses pembelajaran matematika selain bahwa tahap perkembangan
berpikir siswa SD belum formal atau masih konkrit adanya keanekaragaman
intelegensi siswa SD serta jumlah siswa SD yang cukup banyak dibandingkan
guru yang mengajar matematika. Matematika yang dipelajari oleh siswa SD dapat
digunakan oleh siswa SD untuk kepentingan hidupnya sehari-hari dalam
kepentingan lingkungannya untuk membentuk pola pikir logis, sistematis, kritis,
dan akhirnya dapat digunakan untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain.
B. Faktor Penyebab Anak Berkesulitan Belajar
Setiap siswa memiliki perbedaan dalam hal kemampuan intelektual,
kemampuan fisik, latar belakang keluarga, kebiasaan dan pendekatan belejar yang
terkadang cukup mencolok antara siswa dengan siswa lainnya. (Syah, 2006:172).
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhinya: Fenomena kesulitan belajar
seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau
prestasi belajarnya. Namun kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan
munculnya kelainan perilaku (missbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak di
dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering
kabur dari sekolah. Secara garis besar faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar
menurut (Abdurahman, 2009), terdiri atas dua macam.
a. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang muncul dari dalam siswa
sendiri. Meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik siswa yakni:
1) Yang bersifat kognitif (ranah cipta), seperti rendahnya kapasitas intelektual
intelegensi siswa.
2) Yang bersifat afektif (ranah rasa), seperti labilnya emosi dan sikap.
3) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), seperti terganggunya alat indera
Penglihat dan pendengar (mata dan telinga)

5
b. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan yang datang dari luar diri
siswa. Meliputi situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung
aktivitas belajar siswa. Faktor ini dibagi tiga macam.
1) Lingkungan keluarga, contohnya ketidakharmonisan hubungan antara ayah
dan ibu. Dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
2) Lingkungan perkampungan atau masyarakat, contoh wilayah
perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peer group)
yang nakal.
3) Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang
buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat belajar yang berkualitas
rendah.

C. Strategi Pembelajaran Humor


Dalam KBBI kata Strategi memiliki arti rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. Terdapat berbagai pendapat tentang
strategi pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh para ahli pembelajaran
(instructional technology), di antaranya akan dipaparkan sebagai berikut.
1. (Kozna dalam Sunhaji, 1989) secara umum menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu dapat
memberikan fasilitas kepada siswa menuju tercapainya tujuan pembelajaran.
2. (Gerlach dan Ely dalam Sunhaji, 1980) menjelaskan bahwa strategi
pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan metode
pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu.
Memperhatikan beberapa pengertian strategi pembelajaran di atas, dapat
disimpulkan bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang akan dipilih
dan digunakan oleh seorang pengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran
sehingga akan memudahkan peserta didik menerima dan memahami materi
pembelajaran, yang pada akhirnya tujuan pembelajaran dapat dikuasainya di akhir
kegiatan belajar.
(DePorter, 2002) menyatakan strategi pembelajaran menyenangkan adalah
strategi yang digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang efektif,
menerapkan kurikulum, menyampaikan materi, memudahkan proses belajar.
Pengertian di atas juga didukung (Berk, 1998) bahwa:

“ strategi pembelajaran menyenangkan adalah pola berpikir dan arah


berbuat yang diambil guru dalam memilih dan menerapkan cara-cara
penyampaian materi sehingga mudah di pahami siswa dan memungkinkan

6
tercapainya suasana pembelajaran yang tidak membosankan. Dapat
disimpulkan dari pembahasan di atas adalah bahwa strategi pembelajaran
menyenangkan merupakan taktik dalam pembelajaran di mana pembuatan
suatu kondisi pembelajaran yang penuh kegembiraan, menyenangkan dan
membuat siswa tanpa beban dalam belajar.

Hasil penelitian dalam pembelajaran dekade terakhir mengungkapkan bahwa


belajar akan efektif, jika peserta didik dalam keadaan gembira. Selain itu,
Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang luar biasa
terhadap capaian hasil belajar peserta didik. Kecerdasan emosional telah
memberikan kontribusi yang signifikan terhadap efektifitas pembelajaran di
samping kecerdasan intelektual. (Darmansyah, 2011).

Namun kenyataan yang dihadapi di lapangan ternyata sering tidak sesuai


dengan harapan. Siswa sering menerima stimulus yang kurang menyenangkan dari
lingkungannya. Bahkan suasana tidak menyenangkan itu datang dari guru.
Tindakan ini dapat membuat anak stres, jenuh, bosan, mengantuk, hilang motivasi,
sering izin keluar kelas, ngobrol dengan teman dan tidak nyaman dalam
pembelajaran. Artinya ketidaksenangan itu akan berdampak negatif terhadap
capaian kualitas proses maupun hasil belajar peserta didik.
Penelitian (Nirwana dalam Darmansyah, 2003) mengungkapkan bahwa:
“banyak siswa meninggalkan pelajaran matematika di beberapa SMA di
Sumatera Barat sebelum peajaran selesai. Di antara mata pelajaran yang
diteliti (fisika, kimia, bahasa inggris dan matematika), ternyata pada
matematika paling banyak siswa absen dan meninggalkan kelas sebelum
pelajaran selesai.

Menurut (Nirwana dalam Darmansyah, 2003), mengindikasikan matematika


salah satu mata pelajaran yang kurang disenangi siswa. dilihat dari NEM rata-rata
SMA yang diteliti, ternyata matematika lebih rendah dibandingkan mata pelajaran
lainnya. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat dtarik kesimpulan bahwa ada
kaitan kesenangan belajar dengan capaian hasil belajar. Semakin senang terhadap
suatu mata pelajaran semakain tinggi motivasi mengikutinya dan semakin baik pula
hasil belajarnya.
1. Humor dalam Pembelajaran
Humor berasal dari istilah inggris yang pada mulanya memiliki beberapa arti.
Namun, semua berasal dari suatu istilah yang berarti cairan. (Dananjaya, dalam
Darmansyah 1999).

7
(Sheinowizt dalam Darmansyah, 1996) menyatakan bahwa:

Humor adalah kualitas yang bersifat lucu dari seseorang yang menggelikan
dan menghibur. Humor dalam pembelajaran adalah komunikasi yang
dilakukan guru dengan menggunakan sisipan kata-kata, bahasa, gambar yang
mampu menggelitik siswa untuk tertawa. Penggunaan humor di kelas masih
jarang dilakukan oleh guru, padahal apabila terjadi suatu kebosanan dalam
pembelajaran di kelas humor dapat dimanfaatkan untuk menghiasi kegiatan
pembelajaran yang seru. Ada 4 manfaat humor, di antaranya yaitu (1)
membangun hubungan dan meningkatkan komunikasi antara guru dan
peserta didik, (2) mengurangi stres, (3) membuat pembelajaran menjadi
menarik, dan (4) meningkatkan daya ingat suatu materi pelajaran.

Dapat disimpulkan humor adalah suatu hal yang bersifat lucu dan menghibur yang
mampu membuat orang gembira, dalam pembelajaran humor adalah kegiatan
pembelajaran yang dilakukan guru dengan menampilkan hal-hal lucu
menggunakan sisipan kata, gambar, perilaku yang mampu membuat kegiatan
pembelajaran menjadi menyenangkan.
2. Teori humor
Ada banyak teori tentang humor. Tetapi menurut Kaplan dan Pascoe dalam
Darmansyah (1977) dapat humor dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu:
(1) kelompok teori psikologi, (2) kelompok teori antropologi, dan (3) teori
kebahasaan. Kelompok teori psikologi terdiri dari delapan subkelompok
diantaranya : (a) teori superioritas, menurut teori ini sumber humor adalah
“kelebihan” atau ”keunggulan” atas orang atau pihak lain; (b) teori evolusi,
menurut teori ini potensi tertawa dan melucu merupakan bawaan (built-in) dalam
sistem mekanisme syaraf dan mempunyai fungsi adaptif (menyesuaikan diri dan
menjaga keseimbangan); (c) teori inkongruitas, bahwa humor ini terjadi apabila
ada pertemuan ide-ide atau situasi yang bertentangan atau bertolak belakang
sehingga terjadi penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang lazim; (d) teori
kejutan, mengungkapkan bahwa kejutan, pendadakan atau ketiba-tibaan
merupakan kondisi yang dapat meniumbulkan humor; (e) teori kelepasan,
menyatakan bahwa tensi yang menyertai pikiran kadang-kadang melampaui batas
kontrol sehiingga menimbulkan gelombang emosi yang besar dan dapat berakhir
dengan munculnya perasaan humor; (f) teori konfigurasi, humor dirasakan
bilamana beberapa elemen yang semula dipandang tidak ada kaitannya satu sama
lain, tiba-tiba tampak berkaitan satu sama lain atau membentuk sebuah kesatuan;

8
(g) teori psikoanalisis, menyatakan bahwa hal-hal yang menyenangkan cenderung
untuk menjurus pada pelepasan energi kejiwaan yang dapat dilepaskan melalui
humor; (h) teori ambivalensi, apabila timbul emosi atau perasaan yang
bertentangan (misal dengan perasaan pertama), situasi ini potensial untuk
melahirkan humor. Kelompok teori antropologi terjadi di antara kelompok
manusia, setidaknya di antara dua orang insan. Teori kebahasaan, dikatakan
bahwa teori ini, tingkah laku manusia ataupun kehidupan pribadinya telah
terpapar dan terekam dalam sebuah peta semantis.
3. Kajian Empiris Tentang Humor
Penelitian tentang pembelajaran dengan humor sudah dilakukan oleh
Darmansyah (2011). Ia melakukan penelitian tentang bagaimana persepsi siswa
terhadap guru yang menyisipkan humor dalam pembelajaran. Hasilnya
mengungkapkan bahwa guru yang mereka senangi adalah guru yang memiliki
sense of humor tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut terungkap bahwa humor diperlukan
dalam pembelajaran, karena dapat membantu mencairkan suasana dalam kelas
yang terkadang harus mereka alami dalam waktu yang relatif lama. Setelah
dianalisis berikut simpulannya: Pertama, humor sebagai pemikat perhatian siswa,
kedua, humor membantu mengurangi kebosanan dalam belajar, ketiga, humor
membantu mencairkan ketegangan di dalam kelas, keempat, humor membantu
mengatasi kelelahan fisik dan mental dalam belajar, kelima, humor untuk
memudahkan komunikasi dan interaksi. Penelitian tersebut dilakukan pada 240
mahasiswa teknik sipil Politeknik Negeri Sriwijaya tentang dosen ideal dan favorit
kata kata humoris berada pada peringkat pertama disusul ramah dan sabar serta
67 kata lainnya berwibawa, perhatian, supel dan jelas dalam mengajar.
(Shapiro, 1997) mengembangkan pengertian dari El, dengan
mendefinisikan kecerdasan emosional adalah himpunan bagian dari kecerdasan
sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi, baik pada diri
sendiri maupun orang lain. Kemudian memilah-milah dan menggunakan
informasi itu untuk membimbing pikiran dan tindakan. Sedangkan (Goleman,
2000:58), menempatkan kecerdasan pribadi tentang kecerdasan emosional seraya
memperluas kemampuan ini menjadi 5 wilayah utama yang dapat pula dijadikan

9
indikator utama kecerdasan emosional, yakni: mengenali emosi diri, mengelola
emosi diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina
hubungan
Kefektifan belajar erat kaitannya dengan 3 jenis otak manusia yang
memproses informasi secara berbeda sesuai dengan stimulus yang diberikan dari
lingkungannya (Buzan, 1993). Ketiga jenis otak tersebut diuraikan secara rinci
oleh (Shapiro, 1997) berfungsi sebagai pemroses informasi yaitu otak neo-cortex,
otak mamalia dan otak reptil. Otak neo-cortex akan memproses informasi secara
normal dan kreatif, yang diterima melalui stimulus dari lingkungan yang sangat
menyenangkan, hal ini yang memberikan kontribusi keberhasilan keefektifan
belajar. Jika suasana tidak menyenengkan akan mengaktifkan otak reptil yang
tidak bermanfaat dan dapat menonaktifkan otak neo-cortex. Dalam hal ini humor
sebagai pemicu kesenangan belajar akan memberikan kontribusi yang baik.
Humor bukan hanya mampu mendukung terciptanya pembelajaran yang
menyenangkan, melainkan dapat pula dijadikan untuk meningkatkan kecerdasan
emosional. (Darmansyah, 2007), terungkap bahwa siswa yang diberi perlakuan
pembelajaran dengan sisipan humor, ternyata kecerdasan emosionalnya lebih
tinggi dibanding dengan hasil belajar yang dilakukan secara normal.
4. Jenis Humor dalam Pembelajaran
(Sheinowitz,1996) membagi rancangan humor untuk pembelajaran dalam
dua jenis, yaitu: planned humor dan unplanned humor, berikut penjelasannya,
a. Planned Humor, adalah humor yang direncanakan untuk pembeajaran dengan
menggunakan berbagai sumber belajar yang memungkinkan terpicunya
keinginan tertawa pada peserta didik. (Friedman, dkk., 2002) guru dapat
menggunakan: gambar kartun, cerita singkat yang lucu, karikatur, film kartun,
pernyataan lucu.
b. Unplanned Humor, adalah humor yang datangnya tiba-tiba. Sheinowitz (1996)
mengatakan unplanned humor adalah humor yang tidak direncanakan, humor
yang muncul dari guru atau murid.
Berikut ada tiga kesempatan yang dapat digunakan saat menyisipkan humor
yaitu pada pertemuan awal, saat jeda strategis, dan di akhir pembelajaran.
(Darmansyah, 2011) memaparkan tentang waktu humor, berikut
ringkasannya: Saat pertemuan awal langkah-langkahnya adalah mencitrakan

10
dirinya sebagai orang yang tidak pemarah, mudah diajak bicara, tidak mudah
tersinggung, mau mendengar dan menerima saran siswa. Banyak cara yang dapat
dilakukan untuk membuat citra anda baik di hadapan para siswa. lakukan
komunikasi yang menyentuh hati siswa dengan membicarakan hal-hal yang
sifatnya belum berhubungan langsung dengan pelajaran. Satu hari bersama
mereka habiskan untuk hal yang sederhana, dan lucu-lucu, tetapi menyentuh. Satu
hal yang musti anda upayakan adalah mencitrakan diri anda sebagai seorang yang
humoris. Langkah awal adalah sisipkan humor dalam perkenalan pertama. Hal itu
akan memunculkan suasana segar dan mencitrakan diri anda menyukai humor.
Banyak cara misalnya memlesetkan nama anda, peristiwa lucu yang anda alami
dapat anda ceritakan untuk menambah kesegaran pertemuan pertama.
Jeda strategis, hal ini diperlukan karena apabila siswa dipupuk materi terus-
menerus maka akan terjadi penurunan konsentrasi. Salah satu cara terbaik untuk
menghindarinya adalah istirahat sejenak dalam periode waktu tertentu yang
disebut jeda strategis. Jeda strategis adalah istirahat sejenak ± 3-5 menit dalam
proses pembelajaran berjalan selama periode waktu 20-30 menit guna
mengembalikan konsentrasi siswa. Istirahatnya dapat dilakukan dengan
mengubah pusat perhatian, mengubah fokus pandangan, mengendurkan otot leher
dan pundak, dan menyisihkan waktu sejenak untuk mengobrol hal yang ringan
namun kreatif dan menyenangkan.
Menutup pembelajaran dengan suasana menyenangkan adalah suatu
keharusan, yang membuat siswa tidak memiliki beban menghadapi pertemuan
selanjutya. Salah satu caranya adalah dengan menyisipkan humor, baik planned
humor atau unplanned humor. Ketika mereka sedang tersenyum lalu anda
menutup pembelajaran, maka kondisi siswa dalam keadaan alfa, sehingga otak
memori akan menyimpan informasi dengan baik yang dapat mereka manfaatkan
pada pertemuan selanjutnya memori itu. Banyak cara untuk menutup
pembelajaran yang menyenangkan dengan humor, misalnya kata-kata plesetan
atau dengan pantun jenaka, intinya terserah anda yang baik dan memungkinkan.

D. Pengertian Diskalkulia
(Santrock dalam Satrianawati, 2012:324) menyatakan bahwa terdapat tiga
macam kesulitan belajar pada anak yaitu disleksia, disgrafia, dan diskalkulia.
Diskalkulia yaitu gangguan perkembangan aritmatika, yaitu kesulitan belajar yang
terkait dengan perhitungan matematika. Anak yang sulit belajar aritmatika, sulit
untuk dikatakan memiliki penyakit diskalkulia. Hal ini dikarenakan pelajaran
matematika merupakan pelajaran yang cukup sulit bagi anak. Jika tidak sulit maka
namanya bukan pelajaran matematika akan tetapi dikatakan sebagai pelajaran
yang lain.
Dapat disimpulkan diskalkulia adalah suatu kesulitan dalam bidang
perhitungan matematis, diskalkulia ini pun sulit untuk diakatakan penyakit karena
mata pelajaran matematika memang cukup sulit, namun di sini terdapat ciri khusus
tersendiri.

Banyak orang tua yang tidak mengetahui kalau anaknya mengalami


diskalkulia. Karena para orang tua percaya bahwa kemampuan anaknya memang

11
seperti itu. Penelitian menyebutkan diskalkulia anak SD mencapai dua sampai
enam persen. Anak diskalkulia mempunyai kekurangan neuropsikologis dan
kognitif, termasuk prestasi yang buruk dalam ingatan, persepsi visual dan
kemampuan visual spasial (Kaufmann, 2003; Shalev, dalam Satrianawati, 2004).
Seorang anak mungkin memiliki kesulitan membaca dan matematika, serta
terdapat defisit kognitif yang menjadi ciri khas kedua jenis kesulitan ini, seperti
pengolahan ingatan yang buruk (Siegel, dalam Satrianawati, 2003).
Sebuah studi terkini menemukan bahwa diskalkulia merupakan kesulitan
belajar yang berlangsung lama atau terus menerus pada banyak anak; lebih dari
separuh anak-anak masih mendapatkan nilai yang jelek dalam matematika ketika
mereka sampai ke kelas lima (Shalev, Manor, & Gross-Tsur, dalam Satrianawati,
2005). Anak yang diskalkulia di sekolah juga merasa tertekan ketika sampai di
rumah.
. Kehidupan anak diskalkulia memperlihatkan bahwa mereka adalah anak
yang butuh untuk dipahami perihal kegiatannya, tetapi tidak jarang orang
mengabaikan hal ini. Karena anak yang diskalkulia dapat menjadi baik, jika
dituntun dan dibimbing dalam belajar. Anak mengalami kesulitan danam
gangguan geometrik, simbol, konsep angka, sulit menghafal penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian secara cepat. Diskalkulia termasuk suatu
keadaan di mana anak mempunyai kesulitan belajar spesifik khususnya di bidang
matematika. (Sylvia Farham-Diggory dalam Santrianawati, 1994) membatsi
diskalkulia sebagai gejala ketidakmampuan untuk dapat mengoperasikan
arithmatic. Selanjutnya dijelaskan ada 4 macam tipe diskalkulia yaitu:
1. Tipe 1 : lemah dalam logika
Anak tidak mampu untuk menjelaskan tentang suatu bentuk dan ukuran
segitiga pengaman. Ia tidak mampu membedakan ukuran dan sulit menjelaskan
ukuran bangun segitiga (panjang, lebar). Kelemahan dibidang logika ini juga
ditunjukan pada waktu anak menulis hasil penjumlahan misalnya 1029 dengan
1000 29 (sesuai dengan ucapan seribu dua puluh sembilan) tanpa
memperhatikan bemtuk hubungan yang signifikan. Anak juga sering kesulitan
dalam melihat kalender dan jam. Ia tidak dapat menghitung 389 x 68. Cara
mengerjakannya dimulai dari mengalikan 8 x 9 = 72, ia tulis 72 tetapi ditempat
lain. Ketika ia diminta menggambar manusia ia coba menggambar lingkaran

12
kecil dan garis-garis. Ia juga tidak mampu untuk menuliskan atau menggambar
porogapit dengan benar.
2. Tipe 2 : lemah dalam perencanaan, pada tipe ini anak tidak mampu untuk
menganalisa suatu kondisi permasalahan yang sederhana, akibatnya anak
kesukaran dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
3. Tipe 3 : tekun dalam tugas, anak menunjukan ketekunan dalam tugas tetapi
selalu salah.
4. Tipe 4 : ketidakmampuan untuk menghitung sederhana, anak tidak mampu
untuk menjumlajkan, mengurang, mengalikan, membagi untuk soal yang
sederhana. Misal menjumlahkan soal 19 + 16 =...., dikerjakan oleh anak
sebagai berikut:
19
16 +
215
Cara mengerjakannya : 1 + 1 = 2, kemudian 9 + 6 = ditulis 215.
Selanjutnya dijelaskan DSM IV untuk mendiagnosis apakah anak mengalami
kesulitan belajar spesifik matematika ada 3 kriteria pokok yaitu :
1. Intelegensi normal atau tinggi, umur, kemampuan matematika dibandingkan
dengan standar tes tidak sesuai tingkatnya.
2. Mengalami gangguan dalam melaksanakan tugas-tugas matematika sesuai
dengan umur dan tingkatan kelasnya, sehingga prestasi di bidang matematika
ini menjadi rendah.
3. Kesulitan belajar di bidang matematika ini disebabkan karena kondisi sensory
defisit secara medis karena gangguan neurologi.
(Menurut Lerner dalam Darmansyah, 1981:357) karakteristik anak
berkesulitan belajar matematika, yaitu (1) gangguan hubungan keruangan, (2)
abnormalitas persepsi visual, (3) asosiasi visual-motor, (4) perseverasi, (5)
kesulitan dan mengenal dan memahami simbol, (6) gangguan penghayatan tubuh,
(7) kesulitan dalam bahasa dan membaca, dan (8) Perfomace IQ jauh lebih rendah
daripada sektor Verbal IQ.

Dapat disimpulkan bahwa anak yang mengalami diskalkulia memiliki


kelemahan dalam beerapa hal yang diakibatkan lemahnya dalam pemahaman
aritmatik, geometri dan keruangan, logika, serta adanya gangguan pada neurologi
dan kemampun matematis lainya.

13
BAB 3
ANALISIS SINTESIS
A. Karakteristik Diskalkulia pada Siswa SD
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada semester 2 di salah satu
SD di Kabupaten Indramayu, peneliti menemukan bahwa sebanyak 70% siswa
mengalami diskalkulia dengan ciri-ciri yang ada pada 4 tipe dalam diskalkulia
yakni lemah dalam logika, perencanaan, menghitung sederhana bahkan tekun
dalam tugas namun selalu salah. Selain itu ada beberapa karakteristik anak yang
dianggap mengalami diskalkulia:
1. Biasanya siswa tidak memahami proses matematik, yang disertakan dengan
kesulitan menyiapkan tugas yang melibatkan angka atau simbol matematik.
2. Kurangnya pemahaman siswa tentang nilai tempat, seperti puluh, ratus, ribu
dan seterusnya.
3. Siswa sulit untuk memfokuskan diri khususnya pada mata pelajaran
matematik. Akan tetapi memiliki kemampuan berbahasa yang normal.
4. Memberikan jawaban yang berubah-ubah saat diberi pertanyaan seperti
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Tanda lainya yang dapat diamati yaitu
1. Sukar membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <.
2. Sukar mengoperasikan hitungan/bilangan,
3. Sering salah mengira dengan mengikut urutan ,
4. Sukar membedakan bentuk-bentuk geometri.
B. Faktor Penyebab Diskalkulia Siswa SD
Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa penyebab diskalkulia
diantaranya: faktor internal meliputi bakat, minat, sikap terhadap belajar,
motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, kemampuan
berprestasi rasa percaya diri siswa, intelegensi & keberhasilan belajar, kebiasaan
belajar, cita-cita siswa Faktor eksternal yang meliputi keluarga diantaranya,
orang tua, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga. Sekolah, diantaranya guru
sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, lingkungan
sosial siswa di sekolah dan kurikulum sekolah dan Lingkungan sosial

14
C. Bagaimana Strategi Humor dapat Mengatasi Diskalkulia pada Siswa
SD
Dari beberapa faktor penyebab diskalkulia yang peneliti temukan ada
beberapa hal yang dapat langsung diatasi dengan strategi humor dan ada yang
hanya dapat diatasi melalui stimulus saja, seperti apabila siswa mengalami cacat
tubuh dalam faktor fisiologi tentu hal ini membutuhkan proses penyembuhan
terlebih dahulu, dan strategi humor hanya mampu memberikan stimulus atau
menghibur dan memotivasi siswa. Untuk faktor pikologi ini dapat diatasi dengan
strategi humor secara langsung berikut penjabarannya
Perihal bakat, gunakan sisipan humor untuk memotivasi siswa bahwa dia
memang memiliki bakat dalam matematika agar lebih semangat untuk belajar
begitu pula untuk yang belum memiuliki bakat, karena potensi dalam bakat dapat
digali apabila siswa sudah merasa senang dengan matematika, begitu pula
dengan minat dan motivasi siswa, ajaklah siswa untuk berminat dengan
matematika dengan mengubah pikiran mereka tentang matematika yang seram
dan sulit dengan pembelajaran humor, gunakan humor pada setiap pembelajaran
matematika, bisa dengan cerita, gambar, karikatur, aktifitas lucu, video lucu
yang tentunya sesuai dengan pembelajaran saat itu. Olah lah bahan belajar
semenarik mungkin tidak monoton, ajaklah siswa untuk ikut aktifitas
didalamnya, jangan lupa gunakan sisipan humor agar tidak membosankan. Gaya
mengajar guru sangat menentukan keberhasilannya.
Latihlah percaya diri siswa dan kebiasaan belajarnya. Guru dan orang tua
harus selalu berkoordinasi dalam penanganan diskalkulia, saat siswa dirumah
mintalah orang tua untuk selalu menyemangati dan berkomunikasi dengan anak
saat setelah pembelajaran di sekolah, ajak orang tua untuk turut menerapkan
strategi humor ini, agar terciptanya kesinambungan yang baik. Di lingkungan
sekolah pun sangat mempengaruhi pembelajaran siswa, lingkungan yang
kondusif dan nyaman akan mendukung proses pembelajaran, kreatiflah dalam
memanfaatkan kurikulum, jangan terpaku pada yang sudah ada. Sekolah pun
harus berkoordinasi dengan masyarakat di sekitarnya agar semuanya dapat
saling mendukung. Contoh perlakuan strategi humor yang sederhana yang
peneliti lakukan dapat dilihat pada lampiran.

15
Berdasarkan penelitian yang sudah peneliti lakukan pada semester dua,
tahun 2015, berikut contoh penerapan strtategi humor pada mata pelajaran
Matematika kelas VI SD semester 1 dengan materi bangun datar segi banyak.
Berikut rinciannya:
Sekolah : SD Negeri Benda 1
Kelas / Semester : VI (Enam) / 1
Mata Pelajaran : Matematika
Materi pelajaran : Luas dan Volume
A. Standar Kompetensi
3. Menghitung luas segi banyak sederhana, luas lingkaran, dan volume
prisma segitiga.
B. Kompetensi Dasar
3.1. Menghitung luas segi banyak yang merupakan gabungan dari dua bangun
datar sederhana
C. Indikator
3.1.1. Menghitung luas berbagai bangun datar
D. Tujuan Pembelajaran
1. Dengan mengamati gambar siswa mampu mengenal konsep bangun datar
trapesium, layang-layang dan belah ketupat dengan benar.
2. Melalui bimbingan guru siswa mampu menghitung luas bangun datar
trapesium, layang-layang dan belah ketupat dengan benar
E. Pendekatan, Strategi, Dan Metode Pembelajaran :
1. Pendekatan : Realistik
2. Strategi : Humor
3. Metode pembelajaran: Tanya jawab, ceramah.
F. Materi Pembelajaran
Bangun datar segi banyak
G. Media Pembelajaran
Media : Gambar-gambar terkait trapesium, layang-layang dan belah ketupat dan
media nyatanya seperti layang-layang asli.
J. Langkah- Langkah Pembelajaran:
Langkah Deskripsi Kegiatan Alokasi
Pembelajaran Waktu
Pendahuluan - Guru membuka pelajaran dengan menyapa siswa 10
dan menanyakan kabar siswa. menit
- Guru mengajak siswa untuk berdoa dan meminta
salah seorang siswa memimpin do’a.
- Guru memberi motivasi kepada siswa agar semangat
dalam mengikuti pembelajaran yang akan
dilaksanakan.
- Siswa mendengarkan penjelasan dari guru kegiatan
yang akan dilakukan hari ini dan apa tujuan yang
akan dicapai dengan bahasa yang sederhana dan
dapat dipahami.

16
- Guru melakukan apersepsi.
- Guru mengabsen siswa dan memunculkan sedikit
lelucon pada nama, gaya siswa penampilan siswa
atau perasaan dan kegiatan hari ini
Inti - siswa melakukan tanya jawab dengan guru 75
mengenai jenis bangun datar segi banyak menit
- siswa memperhatikan demonstrasi guru dengan
media yang dibuat mengenai bangun datar segi
banyak yaitu trapesium, belah ketupat dan layang-
layang
- guru membacakan sejenak tentang cerita humor
tentang bermain layang-layang
- siswa berkelompok mengambil media yang
disediakan guru tentang bangun datar dan mencoba
menentukan luas bangun tersebut dengan bimbingan
guru
- siswa mencoba mengerjakan lembar kerja siswa
yang diberikan guru secara berkelompok
- siswa menyampaikan hasil temuanya mencari luas
segi banyak dengan gaya bercerita di depan teman-
temannya
- siswa mendengarkan komentar humor guru tentang
penampilan mereka di depan teman-temannya.
Penutup - Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran hari 15
ini menit
- Guru memberikan lembar evaluasi
- Guru memberikan tindak lanjut berupa pekerjaan
rumah
- Guru menutup pembelajaran dengan pantun jenaka
- Guru membimbing siswa berdoa sebelum pulang
Skor hasil belajar sebelum dan sesudah diterapkannya strategi humor disajikan
dalam diagram 1. Data tersebut diuji dengan SPSS 21 untuk melihat Uji signifikasi
skor pretes dan postes pada perlakuan strategi humor untuk mengatasi diskalkulia
dilakukan dengan uji non parametik pada level 95% berdasarkan tabel berikut:

Berdasarkan tebel tersebut, skor sign two-tailed menunjukan 0,000 < 0,05 jadi
hipotesis bahwa ada perbedaan rata-rata skor pretes dengan postes siswa setelah
mengalami pembelajaran dengan strategi humor dapat diterima.

17
Skor Pretes Skor Postes
1 0 1
2 000 2
3 0000000 3 0
4 000000 4 00
5 000000000 5 00000
6 0 6 0000000
7 00000 7 000000000
8 0000 8 00000000
9 0 9 000
10 10 00
Diagram 1 Perbandingan Hasil Tes sebelum diterapkan dan sesudah
diterapkan Strategi Humor dengan menggunakan diagram daun
Untuk melihat adanya peningkatan digunakan Uji N-gain (Normalized-gain).
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑒𝑠−𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠
N Gain= 𝑥 100
𝑠𝑘𝑜𝑟 max − 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠

N = Jumlah siswa
Interpretasi:
N-gain tinggi jika N-gain > 0,7

N-gain sedang jika 0,3 < N-gain > 0,7

N-gain rendah jika N-gain ≤ 0,3


Diuji pada setiap siswa:
Tabel 2 Uji Normalized gain pada Pretes dan Postes Siswa

Siswa Skor Pretes Skor Postes N-


gain
1 50 60 0,2
2 40 50 0,16
3 30 40 0,14
4 30 70 0,57
5 50 70 0,57
6 50 80 0,6
7 50 80 0,6
8 40 70 0,5
9 30 80 0,71
10 20 90 0,87
11 70 90 0,66

18
12 50 80 0,6
13 80 50 -0,6
14 30 20 -0,2
15 20 60 0,5
16 40 50 0,2
17 30 80 0,71
18 90 100 1
19 80 70 -0,5
20 90 100 1
21 50 50 0
22 50 60 0,2
23 40 70 0,5
24 40 50 0,6
25 40 60 0,33
26 30 80 0,71
27 80 80 0
28 60 60 0
29 10 30 0,22
30 50 40 -0,2
31 70 70 0,62
32 70 60 -0,33
33 70 70 0
34 70 80 0,33
35 80 90 0,5
36 50 70 0,4
37 50 70 0,4
∑ Normalized-gain 12,73
∑ 𝑁 𝐺𝑎𝑖𝑛
Rata-rata N-gain = 𝑁
12,73
= 37

= 0,34 (sedang)

Data tersebut setelah diuji dengan Uji N-gain menunjukan bahwa N-gainnya
adalah sedang yakni 0,34. Kelebihan dari strategi humor setelah diuji cobakan yaitu
strategi humor mampu meningkatkan minat dan kesenangan peserta didik akan
mata pelajaran matematika. Pelajaran matematika menjadi pelajaran yang
mengasyikan dan ditunggu-tunggu, aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran
humor yaitu siswa aktif berinteraksi dengan perhitungan yang dikemas dalam
humor sehingga siswa tidak menyadarinya hal itu rumit atau sulit. Para siswa
merespon postitif terhadap kegiatan pembelajaran, karena pembelajaran
matematika terlewati tanpa perasaan sulit dan pusing karena mereka lalui dengan
gembira dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran.

19
BAB 4
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Karakteristik diskalkulia pada siswa SD berdasarkan hasil temuan pada
observasi yang peneliti lakukan adalah sebanyak 70% mengalami diskalkulia
dengan ciri-ciri yang ada pada 4 tipe dalam diskalkulia yakni lemah dalam logika,
perencanaan, menghitung sederhana bahkan tekun dalam tugas namun selalu
salah. Biasanya siswa tidak memahami proses matematik, yang disertakan dengan
kesulitan menyiapkan tugas yang melibatkan angka atau simbol matematik,
surangnya pemahaman siswa tentang nilai tempat, seperti puluh, ratus, ribu dan
seterusnya, siswa sulit untuk memfokuskan diri khususnya pada mata pelajaran
matematik. Akan tetapi memiliki kemampuan berbahasa yang normal.
memberikan jawaban yang berubah-ubah saat diberi pertanyaan seperti
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa penyebab diskalkulia
diantaranya: faktor internal meliputi bakat, minat, sikap terhadap belajar, motivasi
belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, kemampuan berprestasi rasa
percaya diri siswa, intelegensi & keberhasilan belajar, kebiasaan belajar, cita-cita
siswa. Faktor eksternal yang meliputi keluarga diantaranya, orang tua, suasana
rumah, keadaan ekonomi keluarga. Sekolah, diantaranya guru sebagai pembina
siswa belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, lingkungan sosial siswa di
sekolah dan kurikulum sekolah dan Lingkungan sosial.
Gunakan sisipan humor untuk memotivasi siswa bahwa dia memang
memiliki bakat dalam matematika agar lebih semangat untuk belajar begitu pula
untuk yang belum memiliki bakat, karena potensi dalam bakat dapat digali apabila
siswa sudah merasa senang dengan matematika, begitu pula dengan minat dan
motivasi siswa, ajaklah siswa untuk berminat dengan matematika dengan
mengubah pikiran mereka tentang matematika yang seram dan sulit dengan
pembelajaran humor, gunakan humor pada setiap pembelajaran matematika, bisa
dengan cerita, gambar, karikatur, aktifitas lucu, video lucu yang tentunya sesuai
dengan pembelajaran saat itu. Olah lah bahan belajar semenarik mungkin tidak

20
monoton, ajaklah siswa untuk ikut aktifitas didalamnya, jangan lupa gunakan
sisipan humor agar tidak membosankan. Gaya mengajar guru sangat menentukan
keberhasilannya. Latihlah percaya diri siswa dan kebiasaan belajarnya. Guru dan
orang tua harus selalu berkoordinasi dalam penanganan diskalkulia, saat siswa
dirumah mintalah orang tua untuk selalu menyemangati dan berkomunikasi
dengan anak saat setelah pembelajaran di sekolah, ajak orang tua untuk turut
menerapkan strategi humor ini, agar terciptanya kesinambungan yang baik. Di
lingkungan sekolah pun sangat mempengaruhi pembelajaran siswa, lingkungan
yang kondusif dan nyaman akan mendukung proses pembelajaran, kreatiflah
dalam memanfaatkan kurikulum, jangan terpaku pada yang sudah ada. Sekolah
pun harus berkoordinasi dengan masyarakat di sekitarnya agar semuanya dapat
saling mendukung.
B. Rekomendasi
Saran penulis adalah para guru harus kritis dalam menghadapi siswa apabila
ada siswa yang memiliki kesulitan belajar termasuk dalam matematika, karena
matematika selalu dipakai di setiap sisi kehidupan, dan berusaha mengajar dengan
membuat siswa tertarik dan nyaman dengan matematika maupun dengan mata
pelajaran lain salah satu strategi yang dapat digunakan adalah dengan cara humor.
Karena apabila siswa dalam keadaan gembira maka materi apapun akan mudah
untuk disampaikan dan diserap siswa.

21
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. (2009). Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan PT RINEKA
CIPTA.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Berk, R. A. (1998). Student Rating of 10 Strategies for Using Humor in College
Teaching. Journal of Excellence in College Teaching, 71-92.
Buzan, T. (1993). The Mind Map Book. New York: Dutton.
Darmansyah. (2011). Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Deporter, B. (2002). Quantum Learning: Unlesinhing The Genius In You. New
York: Dell Publishing.
Dzulkifli. (2014, November). Kesulitan Belajar Diskalkulia, Disgrafia dan
Disleksia. Diambil kembali dari Blogspot:
http://dzulkiflialjawwaad.blogspot.co.id/2014/11/kesulitan-belajar-
disleksia-disgrafia_88.html
Friedman. (2002). City University of New York. Journal of Statistic Education, 10.
Goleman, D. (2000). Kecerdasan Emosional. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Husna, R., Siman, & Seragih, S. (t.thn.). Peningkatan Kemampuan Pemecahan
Masalah dan Komunikasi Matematik melalui Pendekatan Matematika
Realistik SMP Kelas VII Langsa. Jurnal Pendidikan Matematika
PARADIKMA, 175-176.
Reza, R. A. (2013, 10 31). Hakikat Matematika. Dipetik 11 14, 2015, dari A
Topnotch wordpress.com:
https://revyareza.wordpress.com/2013/10/31/hakikat-matematika/
Sadulloh, U., Robandi, B., & Muharam, A. (2006). Pedagogik. Bandung: UPI
PRESS.
Santrock, J. (2009). Psikologi Pendidikan ( Edisi 3 Buku 1. NY: McGraw-Hill.
Santrock, J. (2012). Life-Span Development (Perkembangan Masa Hidup) (Edisi
13 Jilid 1). NY: McGraw-Hill.
Satrianawati. (t.thn.). Strategi Pembelajaran bagi Anak Diskalkulia. Proseding
Seminar Nasional PGSD UPY, 46-47.
Shapiro, E. L. (1997). Mengajarkan "Emotional Inteligent" pada Anak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Sheinowtz, M. (2002, Desember 20). Humor And Education. Diambil kembali dari
mop: http://mop.ort.il/ortmine/e-publishing/ep91011.htm

22
Slavin, R. E. (2011). Educational Psychology: Theory and Practice. Jakarta: PT
INDEKS.
Sugeng. (2014, 02 15). Mengajarkan Matematika pada Anak. Dipetik 11 19, 2015,
dari tonfeb: www.tonfeb.com/2014/02/15-tips-mengajarkan-matematika-
pada-anak.html?m=1
Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, R&D). Bandung: Alfabeta.
Suharmini, T. (2005). Aspek-aspek Psikologis Anak Diskalkulia. Pendidikan
Khusus, 2.
Sumarmo, U. (2010). KEMANDIRIAN BELAJAR: Apa, Mengapa dan Bagaimana
Dikembangkan pada Peserta Didik. Matematika Sekolah Pascasajana UPI,
9.
Sunhaji. (2008). Strategi Pembelajaran : Konsep dan Aplikasinya. Pemikiran
Alternatif Pendidikan, 2.
Syah., M. (2006). Psikologi Pendikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.
REMAJA ROSDAKARYA.
Umar, H. (1999). Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

23
LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar Kegiatan Pembelajaran

24

Anda mungkin juga menyukai