Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

MENGKAJI PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD KELAS


RENDAH DAN TINGGI DAN MERANCANG PERENCANAAN PEMBELAJARAN
MATEMATIKA TINGKAT SD

Dosen Pengampu:
Mariyam, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh Kelompok 5:


1. Arjuliana Panggasia Gagasi (11308505220028)
2. Dahlia Delia (11308505220041)
3. Lesvi (11308505220109)
4. Nadila Marta Dinata (11308505210153)
5. Nur’ain (11308505220149)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
INSTITUT SAINS DAN BISNIS INTERNASIONAL SINGKAWANG
TAHUN AKADEMIK 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Berkat dan Rahmat-Nya
makalah kelompok kami yang berjudul “MENGKAJI PENGEMBANGAN
PEMBELAJARAN MATEMATIKA SD KELAS RENDAH DAN TINGGI DAN
MERANCANG PERENCANAAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TINGKAT SD”
dapat selesai dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu mata kuliah Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan tentang Mengkaji Pengembangan
Pembelajaran Matematika SD Kelas Rendah dan Tinggi dan Merancang Perencanaan
Pembelajaran Matematika Tingkat SD.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mariyam, S.Pd., M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Berkat tugas
yang diberikan ini, dapat menambah wawasan kami terkait dengan topik yang
diberikan. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak
yang membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Dengan segala kerendahan hati. Kami sangat mengharapkan kritik dan sarannya
yang bersifat membangun, agar kami dapat menyusun makalah lebih baik lagi. Akhir
kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
bagi kita semua.

Singkawang,23 April 2024

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................i

DAFTAR ISI ...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................1
C. Tujuan...................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD.....................................3-5


B. Teori-teori Pembelajaran Matematika SD Pada
Kelas Rendah dan Kelas Tinggi............................................................5-11
C. Pendekatan Pembelajaran Matematika Pada
Kelas Rendah dan Kelas Tinggi............................................................11-14
D. Metode Pembelajaran Matematika Pada
Kelas Rendah dan Kelas Tinggi............................................................14-16
E. Model Pembelajaran Matematika
Kelas Rendah dan Kelas Tinggi............................................................16-20
F. Strategi Pembelajaran Matematika
Kelas Rendah dan Kelas Tinggi............................................................20-22
G. Media Pembelajaran Matematika Yang Digunakan Pada Kelas
Rendah dan Kelas Tinggi......................................................................22-23
H. Perencanaan Pembelajaran Matematika Tingkat SD............................23-37

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................38
B. Saran.....................................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................39

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Disadari sepenuhnya bahwa bagi sebagian siswa sekolah dasar, matematika
menjadi pelajaran yang tidak menyenangkan, bahkan dibenci. Tentu, hal ini akan
berdampak pada hasil belajarnya. Ketidaksukaan siswa akan matematika dapat
disebabkan banyak hal, seperti cara guru mengajar yang kurang tepat, metode
pembelajaran yang kurang menarik, bahkan dapat juga disebabkan berbagai
pandangan negatif akan kesulitan matematika yang sering siswa dengar dari orang
lain, semisal orang tuanya. Sesungguhnya, memang matematika mempunyai faktor
penyulit bagi yang ingin mempelajarinya, yakni karakteristik matematika yang
abstrak sementara di sisi lain kemampuan abstraksi siswa, terutama siswa sekolah
dasar, masih rendah. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi guru agar menjadikan
matematika yang abstrak itu menjadi "nyata" dalam benak siswa. Hal itu dapat
dilakukan dengan menggunakan berbagai media pembelajaran atau alat peraga yang
sesuai. Selain itu guru perlu juga menjadikan pembelajarannya agar lebih menarik,
misalnya melalui permainan. mengingat anak sekolah dasar, dalam tahap
perkembangan psikologisnya masih menyukai permainan. Dalam merancang
pembelajaran guru harus memperhatikan beberapa hal supaya pembelajaran benar-
benar dapat meningkatkan kemampuan peserta didik. Beberapa hal tersebut antara
lain menetapkan tujuan atau kompetensi yang harus dikuasai siswa, materi-materi
yang berkaitan dengan kompetensi yang harus dikuasai siswa, penjabaran dan urutan
yang logis dari materi-materi tersebut dengan mempertimbangkan media, cara
penyajian, dan cara mengevaluasinya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Pengembangan Pembelajaran Matematika SD?
2. Apa saja Teori-teori Pembelajaran Matematika SD Pada Kelas Rendah dan Kelas
Tinggi?
3. Apa Saja Pendekatan Pembelajaran Matematika Pada Kelas Rendah dan Kelas
Tinggi?
4. Apa saja Metode Pembelajaran Matematika Pada Kelas Rendah dan Kelas Tinggi?

1
5. Apa Saja Model Pembelajaran Matematika Kelas Rendah dan Kelas Tinggi?
6. Apa Saja Strategi Pembelajaran Matematika Kelas Rendah dan Kelas Tinggi?
7. Apa Saja Media Pembelajaran Matematika Yang Digunakan Pada Kelas Rendah
dan Kelas Tinggi?
8. Bagaimana Perencanaan Pembelajaran Matematika Tingkat SD?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pengembangan Pembelajaran Matematika SD?
2. Untuk Mengetahui Teori-teori Pembelajaran Matematika SD Pada Kelas Rendah
dan Kelas Tinggi?
3. Untuk Mengetahui Pendekatan Pembelajaran Matematika Pada Kelas Rendah dan
Kelas Tinggi?
4. Untuk Mengetahui Metode Pembelajaran Matematika Pada Kelas Rendah dan
Kelas Tinggi?
5. Untuk Mengetahui Model Pembelajaran Matematika Kelas Rendah dan Kelas
Tinggi?
6. Untuk Mengetahui Strategi Pembelajaran Matematika Kelas Rendah dan Kelas
Tinggi?
7. Untuk Mengetahui Media Pembelajaran Matematika Yang Digunakan Pada Kelas
Rendah dan Kelas Tinggi?
8. Untuk Mengetahui Bagaimana Merancang Pembelajaran Matematika Tingkat SD

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD


Pengembangan pembelajaran matematika pada sekolah dasar (SD) merupakan suatu
proses yang terus berjalan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika dan
membantu peserta didik mengerti dan mengaplikasikan ilmu matematika. Sampai saat
ini, tidak ada pendapat yang seragam mengenai pengertian matematika. Sebagian orang
menganggap bahwa matematika tidak lebih dari sekedar berhitung dengan menggunakan
rumus dan angka-angka. Namun, sebagaimana halnya musik bukan sekedar bernyanyi,
matematika bukan pula sekedar berhitung atau berkutat dengan rumus-rumus dan angka-
angka. Herman Hudojo (1979: 97) mengemukakan bahwa matematika berkenaan dengan
ide-ide, struktur-struktur dan hubungannya yang diatur dengan konsep-konsep abstrak.
Soedjadi (1999: 138) mengemukakan bahwa matematika adalah salah satu ilmu dasar,
baik aspek terapannya maupun aspek penalarannya mempunyai peranan yang penting
dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi. Ini berarti sampai batas tertentu,
matematika perlu dikuasai oleh segenap warga negara Indonesia, baik terapannya
maupun pola pikirnya. Itulah alasan penting mengapa matematika perlu diajarkan di
setiap jenjang sekolah. Mengingat begitu luasnya materi matematika, maka perlu dipilih
materi-materi matematika tertentu yang akan diajarkan di jenjang sekolah. Materi
matematika yang dipilih itu kemudian disebut matematika sekolah. Matematika sekolah
adalah unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau
berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK. Dengan
demikian menurut Soedjadi (1999: 37), matematika sekolah tidak sama dengan
matematika sebagai ilmu dalam hal penyajiannya, pola pikirnya, keterbatasan
semestanya, dan tingkat keabstrakannya. Untuk mempermudah penyampaiannya,
penyajian butir-butir matematika harus disesuaikan dengan perkiraan perkembangan
intelektual siswa, misalnya dengan menurunkan tingkat keabstrakannya, atau dalam.
batas-batas tertentu menggunakan pola pikir induktif, khususnya untuk siswa di sekolah
tingkat rendah, mengingat mereka belum dapat berpikir secara abstrak dan menggunakan
pola pikir deduktif. Pembelajaran matematika di sekolah tidak hanya dimaksudkan untuk
mencapai tujuan pendidikan matematika yang bersifat material, yaitu untuk membekali
siswa agar menguasai matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

3
Namun lebih dari itu, pembelajaran matematika juga dimaksudkan untuk mencapai
tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yaitu untuk menata nalar siswa dan
membentuk kepribadiannya.
Pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian rupa sehingga tidak
dimaksudkan untuk mencapai tujuan dalam ranah kognitif, tetapi juga untuk mencapai
dalam ranah afektif dan psikomotor. Pembelajaran matematika yang baik tidak hanya
dimaksudkan untuk mencerdaskan siswa, tetapi juga dimaksudkan untuk menghasilkan
siswa yang berkepribadian baik. Hal ini dapat dimengerti, sebab menurat Soedjadi
(1999:173), tidak semua siswa yang menerima pelajaran matematika pada akhirnya akan
tetap menggunakan atau menerapkan matematika yang dipelajarinya. Padahal hampir
semua siswa memerlukan penalaran dan kepribadian yang baik dalam kehidupan sehari-
hari. Dalam hal ini, tugas guru matematika sangat strategis, la dituntut untuk dapat
merancang pembelajaran matematika sedemikian rupa sehingga dapat membantu siswa
dalam mengembangkan sikap dan kemampuan intelektualnya, sehingga produk dari
pembelajaran matematika tampak pada pola pikir yang sistematis, kritis, kreatif, disiplin
diri, dan pribadi yang konsisten.
Pembelajaran matematika di sekolah lebih mengutamakan pencapaian tujuan
pendidikan matematika yang bersifat material, tetapi kurang memperhatikan pencapaian
tujuan pendidikan matematika yang bersifat formal, yakni untuk menata nalar siswa dan
membentuk kepribadiannya. Hal ini dapat dipahami, mengingat tidak sedikit guru yang
melaksanakan pembelajaran semata-mata untuk menyampaikan materi pelajaran atau
transfer pengetahuan. Menurut Bishop (2000), masih sedikit guru yang mengetahui
bagaimana pengaruh pembelajaran yang telah dilaksanakan dan bagaimana merancang
pembelajaran matematika sehingga dapat mengembangkan nilai- nilai matematika pada
siswa. Bahkan pada umumnya guru kurang mengetahui adanya nilai-nilai matematika.
Menurut Bishop (2000), values in mathematics education is the deep affective qualities
which education fosters through the school subject of mathematics. Nilai-nilai dalam
pendidikan matematika merupakan komponen penting dalam pembelajaran matematika
di kelas. Nilai-nilai itu dapat dibelajarkan kepada siswa baik secara implisit maupun
eksplisit dalam pembelajaran matematika di kelas. Misalnya, melalui rangkaian langkah-
langkah pemecahan masalah dalam matematika, siswa dilatih untuk bersikap kritis,
cermat, runtut, analitis, rasional, dan efisien.
Dalam pembelajaran matematika yang dikembangkan guru selama ini, tujuan

4
pendidikan matematika yang bersifat formal, yaitu untuk membentuk nalar dan
kepribadian siswa, diharapkan dapat tercapai dengan sendirinya. Melalui pembelajaran.
matematika, diharapkan siswa secara otomatis dapat tertata nalarnya, dapat berpikir
kritis, logis, cermat, analitis, runtut, sistematis, dan konsisten dalam bersikap.
Perencanaan pembelajaran matematika yang demikian menurut Soedjadi (1999: 66)
disebut perencanaan pembelajaran by-chance. Pembelajaran yang demikian tentu saja
masih diperlukan. Namun, seiring perkembangan matematika yang begitu pesat serta
diperlukannya matematika dan pola pikirnya dalam berbagai bidang, maka guru perlu
secara sengaja merancang pembelajaran yang memungkinkan untuk membelajarkan
nilai-nilai edukatif dalam matematika secara aktif kepada siswa. Perencanaan
pembelajaran yang demikian menurut Soedjadi (1999: 66) disebut perencanaan
pembelajaran by-design. Guru secara sengaja mendesain pembelajaran matematika yang
memungkinkan di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas yang dapat mendukung tumbuh
kembangnya kepribadian siswa. Nilai-nilai yang dibelajarkan kepada siswa di kelas
sedapat mungkin juga mencakup nilai-nilai yang berkembang di masyarakat secara
umum. Misalnya, melalui aktivitas diskusi, siswa dilatih untuk menghargai dan
mengkritisi pendapat orang lain, menghargai kesepakatan, dan berlatih mengemukakan
pendapat dengan argumentasi yang kuat.

B. Teori-teori Pembelajaran Matematika SD Pada Kelas Rendah dan Kelas Tinggi


Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988) adalah
berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi terhadap mental
peserta didik. Sementara itu, pengertian tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut
teori belajar yang dianut seseorang. Menurut pandangan modern menganggap bahwa
belajar merupakan kegiatan mental seseorang sehingga terjadi perubahan tingkah laku.
Perubahan tersebut dapat dilihat ketika siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang
berbeda dari tingkah laku sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat
dilihat ketika seseorang memberi respons yang baru pada situasi yang baru (Gledler,
1986). Hudoyo (1998) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berlangsung
dalam mental seseorang, sehingga terjadi perubahan tingkah laku, di mana perubahan
tingkah laku tersebut bergantung kepada pengalaman seseorang.
Adapun teori pembelajaran matematika SD yang digunakan pada kelas rendah dan
kelas tinggi, sebagai berikut:

5
a. Teori Belajar Bruner
Jerome S. Bruner adalah seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas
Harvard, Amerika Serikat, yang telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang
memberi dorongan supaya pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya
pengembangan berpikir. Jerome S. Bruner yang disebut juga sebagai Bruner telah
banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia,
bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan pengetahuan
dan menstransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa
manusia sebagai pemroses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan
belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan
hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Ada tiga proses kognitif
yang terjadi dalam belajar, yaitu:
1. Proses perolehan informasi baru
Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan
penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual
dan lain-lain. Informasi ini mungkin bersifat penghalusan dari informasi
sebelumnya yang telah dimiliki.
2. Proses mentransformasikan informasi yang diterima
Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita
memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.
3. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.
Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang
lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.

Menurut Bruner dalam Aisyah (2007), terdapat tiga model tahapan


perkembangan kognitif manusia, yaitu:

1. Model Tahap Enaktif


Dalam tahap ini, anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-
atik) objek untuk belajar sesuatu pengetahuan dimana pengetahuan itu dipelajari
secara aktif, dengan menggunakan benda-benda kongkret atau menggunakan
situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau
kata-kata. Contohnya terdapat 3 ekor kelinci (boneka kelinci) atau dapat diganti
benda lainnya yang sering ditemui oleh siswa

6
Siswa membayangkan atau mengamati atau mengotak-atik kelinci atau gambar
kelinci.

2. Model Tahap Ikonik


Tahap ikonik, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana
pengetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam bentuk bayangan visual
(visual imaginery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan
kongkret atau situasi kongkret yang terdapat pada tahap enaktif. Bahasa menjadi
lebih penting sebagai suatu media berpikir dan kemudian seseorang mencapai
masa transisi dan menggunakan penyajian ikonik yang didasarkan pada
pengindraan ke penyajian simbolik yang didasarkan pada berpikir abstrak.
Contoh : dari kegiatan mengamati, atau mengotak-atik kelinci atau gambar
kelinci pada tahap enaktif diatas, misalkan siswa dapat menyimpulkan bahwa
kelinci mempunyai 2 buah daun telinga, 4 buah kaki, 1 buah ekor, dan 2 buah
mata.
3. Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-
simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan
objek- objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampu
menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap
simbolik ini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol
abstrak, yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-
orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya
huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun
lambang-lambang abstrak yang lain. Contohnya : dari tahap enaktif dan ikonik
diatas dapat diambil informasi
 Banyaknya kaki dari ketiga kelinci adalah
4+ 4 + 4 = 12 = 3 x 4
 Banyaknya ekor dari ketiga kelinci adalah
1+1+1=3=3x1

7
 Banyaknya mata dari ketiga kelinci adalah
2+2+2=6=3x2

b. Teori Belajar Dienes


Zoltan P. Dienes adalah seorang guru matematika. Dienes dalam Aisyah
(2007), berpendapat bahwa pada dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi
tentang struktur, memisah-misahkan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur
dan mengkategorikan hubungan-hubungan di antara struktur-struktur. Seperti halnya
dengan Bruner, Dienes mengemukakan bahwa tiap-tiap konsep atau prinsip dalam
matematika yang disajikan dalam bentuk yang konkret akan dapat dipahami dengan
baik. Ini mengandung arti bahwa jika bendabenda atau objek-objek dalam bentuk
permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik dalam pengajaran
matematika. Perkembangan konsep matematika menurut Dienes dalam Aisyah (2007),
dapat dicapai melalui pola berkelanjutan, yang setiap seri dalam rangkaian kegiatan
belajar dari kongkret ke simbolik. Tahap belajar adalah interaksi yang direncanakan
antara yang satu segmen struktur pengetahuan dan belajar aktif, yang dilakukan
melalui media matematika yang didesain secara khusus.
Menurut Dienes, permainan matematika sangat penting sebab operasi
matematika dalam permainan tersebut menunjukkan aturan secara kongkret dan lebih
membimbing dan menajamkan pengertian matematika pada siswa. Dapat dikatakan
bahwa objek-objek kongkret dalam bentuk permainan mempunyai peranan sangat
penting dalam pembelajaran matematika jika dimanipulasi dengan baik. Teori belajar
Dienes pada prinsipnya sangat relevan dengan teori perkembangan kognitif Piaget dan
konsep Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM).
Menurut Aisyah (2007), secara garis besar PAKEM menggambarkan kondisi
sebagai berikut:
a. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan (aktifitas) yang mengembangan
keterampilan, kemampuan dan pemahamannya dengan menekankan pada belajar
dengan berbuat (learning by doing).
b. Guru menggunakan berbagai stimulus/motivasi dan alat peraga, termasuk
lingkungan sebagai sumber belajar agar pengajaran lebih menarik, menyenangkan
dan relevan bagi siswa.
c. Guru mengatur kelas untuk memajang buku-buku dan materi-materi yang
menarik dan membuat ”pojok bacaan”.
8
d. Guru menggunakan cara belajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk
belajar kelompok.
e. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam menyelesaikan
suatu masalah, mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan peserta didik dalam
menciptakan lingkungan sekolahnya sendiri.
c. Teori Belajar Gagne
Robert M. Gagne pada tahun 1960-an menggunakan matematika sebagai
sarana untuk menyajikan dan mengaplikasi teori-teorinya tentang belajar. Menurut
Gagne dalam Aisyah (2007), objek belajar matematika terdiri dari objek langsung dan
objek tak langsung. Objek langsung adalah transfer belajar, kemampuan menyelidiki,
kemampuan memecahkan masalah, disiplin pribadi dan apresiasi pada struktur
matematika. Sedangkan objek langsung belajar matematika adalah fakta,
keterampilan, konsep dan prinsip.
1. Fakta (fact) adalah perjanjian-perjanjian dalam matematika seperti simbol-simbol
matematika, kaitan simbol “3” dengan kata “tiga” merupakan contoh fakta
2. Keterampilan (skills) adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan
cepat.
3. Konsep (concept) adalah ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan
objek ke dalam contoh dan bukan contoh.
4. Prinsip (principle) merupakan objek yang paling kompleks. Prinsip adalah
sederetan konsep beserta dengan hubungan diantara konsep-konsep tersebut.
d. Teori Belajar Van Hiele
Van Hiele adalah seorang pengajar matematika Belanda yang telah melakukan
penelitian tentang perkembangan kognitif siswa dalam memahami geometri. Van
Hiele menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: tahap
pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan. Dalam tahap pengenalan,
siswa baru berada pada tahap mengenal jenis dan bentuk bangun datar dan/ atau
bangun ruang. Van Hiele juga menyatakan bahwa terdapat tiga unsur utama dalam
pengajaran geometri, yaitu: waktu, materi pengajaran, dan metode pengajaran.
Apabila ketiga unsur itu dikelola dengan baik, maka peningkatan kemampuan berpikir
anak lebih tinggi. Van Hiele juga menyatakan bahwa dalam pembelajaran geometri,
terdapat 5 fase, yaitu
1. fase informasi, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang
objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Guru mengajukan

9
pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi dan kegiatan ini bertujuan
untuk mempelajari pengalaman awal siswa tentang topik yang dibahas, guru
mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran
selanjutnya yang akan diambil.
2. fase orientasi, siswa mempelajari geometri melalui alat peraga yang sudah
dipersiapkan oleh guru sampai siswa memahami ciri-ciri sifat komponen dan
hubungan antar komponen dalam bangun geometri
3. fase eksplisitasi/penjelasan, guru membantu siswa supaya siswa dapat
menggunakan bahasa yang tepat dan akurat. Penjelasan dari guru ini akan
berlangsung sampai system hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.
4. fase orientasi bebas, siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa
tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak
cara, dan tugas yang open-ended. Melalui orientasi di antara para siswa dalam
bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.
5. fase integrasi, siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari
dan guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi
survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari sehingga siswa mencapai
tahap berpikir yang baru.
e. Teori Belajar Brownell
William Brownell (1935) mengemukakan teori belajar matematika SD dalam
bentuk Meaning Theory sebagai alternative dari Drill Theory yang sudah
dikembangkan sebelumnya. Teori drill dalam pembelajaran matematika
dikembangkan oleh Edward L. Thorndike (1874 –1949). Menurut teori drill ikatan
antara stimulus dan respon akan bias dicapai oleh siswa melalui latihan berulang-
ulang atau latihan menghafal. Intisari pengajaran matematika menurut teori drill ini
adalah sebagai berikut:
1. Matematika dianalisis sebagai kumpulan fakta/unsure yang berdiri sendiri dan
tidak saling berkaitan
2. Siswa diwajibkan menguasai banyak unsure matematika tanpa perlu
memperhatikan pengertiannya.
3. Siswa mempelajari unsur dalam bentuk seperti yang akan digunakan nanti dalam
kesempatan lain
4. Siswa akan mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien melalui
pengulangan atau drill

10
Sedangkan, dalam teori bermakna, makna dari materi yang dipelajari oleh siswa
merupakan isu utama dalam pembelajaran matematika. Teori ini juga mengaku
pentingnya drill tetapi harus dilakukan apabila konsep, prinsip, atau proses yang
dipelajari telah lebih dahulu dipahami oleh siswa. Hal ini dikarenakan bahwa
penguasaan seseorang terhadap matematika tidak cukup hanya dilihat dari
kemampuan mekanik siswa dalam berhitung saja, tetapi juga dalam aspek praktis
dan kemampuan berpikir kuantitatif. Brownell juga menambahkan bahwa dalam
belajar matematika, siswa sebaiknya memahami pentingnya matematika dalam
kehidupan sehari-hari (Subarinah, 2006).

C. Pendekatan Pembelajaran Matematika Pada Kelas Rendah dan Kelas Tinggi


Pendekatan (approach) dapat dipandang sebagai suatu rangkaian tindakan
yang terpola atau terorganisir berdasarkan prinsip-prinsip tertentu (misalnya dasar
filosofis, prinsip psikologis, prinsip didaktis, atau prinsip ekologis), yang terarah
secara sistematis pada tujuan-tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian pola
tindakan tersebut dibangun di atas prinsip-prinsip yang telah terbukti kebenarannya
sehingga tindakan-tindakan yang diorganisir dapat berjalan secara konsisten ke arah
pencapaiantujuan. Berdasarkan pengertian di atas, pendekatan mengandung sejumlah
komponen atau unsur, yaitu tujuan, pola tindakan, metode atau teknik, sumber-sumber
yang digunakan, dan prinsip-prinsip.
Adapun pendekatan yang digunakan pada pembelajaran matematika kelas
rendah dan kelas tinggi yaitu sebagai berikut:
1. Induktif – Deduktif
Penyajian bahan pelajaran dari contoh-contoh yang bersifat khusus, kemudian
siswa dituntut untuk membuat kesimpulan disebut pendekatan induktif.
Sebaliknya, dari suatu aturan (definisi, teorema) yang bersifat umum dilanjutkan
dengan contoh disebut pendekatan deduktif.
2. Informal – Formal
Informal berarti tidak menurut aturan resmi dalam prosedur matematis,
sedangkan formal adalah bersifat matematis, melalui jalur-jalur logis, sistematis,
dan menggunakan kaidah aksiomatis (definisi, aksioma, atau teorema).
3. Intuitif – Aksiomatik
Intuitif adalah cara berfikir dengan melalui intuisi (naluri), memahami konsep
matematika dengan sendirinya karena pola berpikirnya berdasarkan pada konsep

11
atau pengalaman yang telah dialami dan dimilikinya. Sedangkan aksiomatik,
seperti halnya pendekatan formal, untuk memahami konsep dengan menggunakan
aturan.
4. Analitik – Sintetik
Analitik adalah cara mengerjakan proses matematika dimulai dari hal-hal yang
diketahui, sebaliknya pendekatan sintetik dimulai dengan menjabarkan hal yang
ditanyakan.
5. Problem Solving – Problem Posing – Probing
Problem solving atau pemecahan masalah adalah pendekatan pembelajaran
dengan menggunakan algoritma non-rutin dalam menyelesaikannya, konteksnya
merupakan sesuatu yang baru, dan siswa diasumsikan mampu untuk
menyelesaikannya. Problem posing mempunyai ciri pengamatan, penelaahan
sifat, pemeriksaan pada kasus lain, generalisasi, pembuktian, dan perluasan.
Probing merupakan teknik pembelajaran dengan cara mengajukan pertanyaan
secara berangkai yang sifatnya membimbing siswa ke arah jawaban tertentu.
Rangkaian pertanyaan pada teknik probing satu sama lain saling berkaitan.
6. Tematik – Realistik
Pendekatan tematik memulai pembelajaran dengan membicarakan konteks atau
tema tertentu, yang biasanya berkenaan dengan konteks kehidupan nyata di
masyarakat, kemudian guru mengangkatnya ke arah konsep matematika tertentu.
Pendekatan realistik dikembangkan di Belanda yang lebih dikenal dengan
Realistic Mathematics Education (RME). Prinsip dasar pendekatan realistik
adalah :
a) Prinsip aktivitas; cara terbaik mempelajari matematika melalui doing yaitu
dengan mengerjakannya, bukan terima jadi dan menghafalkannya.
b) Prinsip realitas; matematika tumbuh dari dunia realitas oleh karena itu belajar
matematika tidak lepas dari dunia realitas, baik pemahamannya maupun
aplikasinya supaya lebih dihayati secara bermakna.
c) Prinsip tahap pemahaman; refleksi aktivitas – solusi informal tentang konteks
–matematika formal.
d) Prinsip inter-twinment; memandang matematika sebagai bahan ajar yang
kaya konteks penerapan.
e) Prinsip interaksi; pembelajaran matematika sebagai suatu aktivitas sosial,
sehingga ada kesempatan untuk tukar pengalaman di antara siswa.

12
f) Prinsip bimbingan; dalam pembelajaran matematika perlu adanya proses
bimbingan agar siswa menemukan kembali matematika.
7. Open-Ended
Pendekatan open-ended adalah pendekatan pembelajaran yang
memformulasikan permasalahan matematika sehingga membuka kemungkinan
variasi jawaban, baik dari aspek proses maupun produk. Dalam proses
pembelajaran siswa dituntut untuk mengembangkan cara dalam memproses
solusi yang benar, bahkan solusi yang benar pun bisa bervariasi. Dengan
demikian pada pendekatan open-ended solusi yang benar tidak tunggal.Tipe
masalah yang bisa dikembangkan pada open-ended adalah mencari hubungan
antar fakta, membuat klasifikasi berdasarkan karakteristik yang teridentifikasi,
dan melakukan pengukuran atas fenomena yang terobsesi. Pengembangan
rencana pembelajaran dengan open-ended adalah : (1) mendaftar respon siswa
terhadap masalah yang diberikan, (2) menetapkan masalah yang akan
dikembangkan, (3) menentukan cara penyajian masalah, (4) menyajikan
masalah dalam bentuk yang menarik, dan (5) menyediakan waktu yang cukup
agar siswa dapat mengeksplorasi masalah. Langkah-langkah pembelajaran pada
open-ended adalah menyajikan masalah, mengorganisasikan pembelajaran,
memperhatikan dan mencatat respon siswa, menyimpulkan hasil belajar siswa.
8. Konstruksivisme
Pembelajaran konstruktivisme menugaskan siswa untuk membaca, mengamati,
bereksperimen, atau bertanya jawab kemudian dari hasil belajarnya siswa
mengkontruksi pengetahuannya dalam struktur kognitif. Dalam kegiatan
pembelajaran ini guru meluruskan atau melengkapi sehingga konstruksi yang
dimiliki siswa menjadi benar. Konstruksivisme melatih siswa belajar mandiri,
sehingga otak kanannya terlatih, dan retensinya menjadi kuat.
9. Spiral
Pembelajaran yang memperhatikan keterkaitan konsep yang satu dengan yang
lainnya, mulai dari lingkup sempit mengarah ke lingkup yang makin luas, dari
hal yang mudah ke hal yang sukar, dan dari hal yang sederhana menuju ke hal
yang kompleks.
10. Cara Belajar Siswa Aktif
Pendekatan pembelajaran yang memandang siswa sebagai subjek dan bukan
objek, sehingga siswa harus aktif. Aktivitas yang dimaksud menyangkut aspek

13
kognitif, afektif, maupun psikomotor. Tugas guru adalah fasilitator yang bisa
mengoptimalkan kinerja ketiga aspek tadi dalam pembelajaran.
11. Keterampilan Proses.
Matematika adalah suatu proses dan produk. Proses matematika lebih penting
dari pada produk, dengan karakteristik logis dan sistematik. Komponen-
komponen keterampilan proses adalah mengamati, interpretasi, mengkaji,
menghitung. mengukur, mengklarifikasi, membuat hipotesis, meramalkan,
menerapkan, menggeneralisasi, dan mengkomunikasikan.

D. Metode Pembelajaran Matematika Pada Kelas Rendah dan Kelas Tinggi


Matematika adalah pelajaran penting yang harus dikuasai oleh peserta didik
mulai dari jenjang sekolah dasar samapai sekolah menengah, tetapi seringkali siswa
menganggap untuk matematika itu sulit dan tidak menyenangkan serta gurunya
“galak”. Hal ini bisa diakibatkan oleh cara guru mengajar yang monoton dan tidak
menarik yang hanya menggunakan satu metode saja dalam pembelajaran. Dalam
kurikulum berbasis kompetensi, peran guru dalam memberikan materi kepada siswa
dikurangi, justru guru harus lebih berperan dalam menggali, merangsang dan
meningkatkan kompetensi dan strategi belajar siswa. Secara individu siswa dihargai
memiliki potensi diri yang harus dikembangkan. Kemampuan guru untuk membuat
strategi pembelajaran matematika yang lebih menarik dan menyenangkan dapat
dilakukan dengan penggunaan metode pembelajaran yang lebih bervariatif. Dalam
suatu pembelajaran guru dapat merancang dan melaksanakannya melalui kombinasi
dari berbagai metode. Berikut ini adalah beberapa metode pembelajaran yang dapat
diterapkan pada pembelajaran matematika di sekolah dasar pada kelas rendah dan
kelas tinggi:
a) Metode Ceramah
Dalam pembelajaran matematika, metode ceramah dianggap kurang tepat karena
akan kecil sekali keterlibatan siswa dalam pembelajaran. Namun ada beberap
bagian dari matematika yang bisa dilakukan dengan ceramah yaitu penjelasan
tentang sejarah matematika, penemuan-penemuan matematika, dan mengenalkan
fakta-fakta dalam matematika seperti simbol atau lambang.
b) Metode Ekspositori
Metode Ekspositori sama dengan ceramah dalam hal pembelajaran lebih terpusat
pada guru. Proporsi guru lebih berkurang karena guru hanya berbicara diawal

14
pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal. Kemudian murid diberikan soal
latihan dan guru memantaunya. Metode inilah yang biasa digunakan dalam
pembelajaran matematika secara umum.
c) Metode Demonstrasi
Kegiatan belajar masih pada guru tetapi aktivitas murid lebih banyak. Biasanya
metode ini digunakan untuk menyajikan pembuktian rumus oleh guru atau
demonstrasi alat peraga. Dalam hal ini siswa pun memiliki kesempatan untuk
melakukan demonstrasi dari hasil pengerjaan latihan atau penggunaan alat peraga.
d) Metode Drill dan Latihan
Metode ini dapat digunakan pada tahap peningkatan keterampilan dan kecepatan
berhitung siswa, terutama siswa sekolah dasar pada topik operasi hitung bilangan.
Metode ini dapat digunakan setelah tahap penanaman konsep dan penguasaan
konsep dalam pembelajaran.
e) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab dapat dilakukan pada setiap pembelajaran yang
dikombinasikan dengan metode lain. Dalam pembelajaran matematika, tanya
jawab dapat dilakukan untuk mengontrol aktivitas siswa ketika menyelesaikan
masalah atau soal. Dengan tanya jawab dapat diketahui cara berpikir siswa dan
kemampuan argumentasinya. Hal ini penting untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi.
f) Metode Penemuan (Discovery)
Dalam pembelajaran matematika yang biasa dilakukan, siswa menerima bahan
pelajaran melalui informasi yang disampaikan oleh guru. Cara belajar ini dapat
dilakukan melalui metode ceramah, ekspositori, demonstrasi dan Tanya jawab.
Dari awal sampai akhir materi disiapkan dan sajikan oleh guru sesuai dengan
hasil yang hendak dicapai. Tetapi dalam metode penemuan, siswa menemukan
sendiri sesuatu hal yang baru bagi dirinya tetapi sebenarnya hasilnya sudah
diketahui oleh guru. Jadi istilah yang lebih tepat adalah penemuan kembali.
g) Metode Inkuiri
Metode inkuiri memiliki kesamaan dengan metode penemuan dalam hal siswa
menemukan sesuatu. Tetapi hasil yang ditemukan siswa pada metode penemuan
(discovery) adalah penemuan kembali, sedangkan dalam inkuiri hasil penemuan
benar-benar baru. Metode inkuiri ini dapat dilakukan dalam 4 tahap :
1) Guru merangsang siswa dengan pertanyaan, masalah, permainan dan tekateki

15
2) Sebagai jawaban atas rangsangan yang diterimanya, siswa menentukan
prosedur mencari dan mengumpulkan informasi atau data yang diperlukan
untuk memecahkan pertanyaan, pernyataan, dan masalah.
3) Siswa menghayati pengetahuan yang diperolehnya dengan inkuiri yang baru
silaksanakan.
4) Siswa menganalisis metode inkuiri dan prosedur yang ditemukan untuk
dijadikan metode umum yang dapat diterapkannya ke situasi lain. Sebagai
contoh adalah menentukan kepadatan lalu-lintas di perempatan atau
menentukan air yang terbuang percuma dari kran air yang rusak.
h) Metode Permainan
Metode permainan diarahkan agar pembelajaran matematika lebih menarik dan
menyenangkan. Akan tetapi, permainan ini harus mengandung nilai-nilai
matematika dalam meningkatkan penanaman konsep, pemahaman, pemantapan
dan keterampilan.Sebagai contoh, untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menguasai urutan bilangan, maka siswa dapat dibariskan dalam satu barisan dan
siswa yang paling kiri menyebutkan bilangan awal yang kurang dari 10. Murid
selanjutnya menyebutkan bilangan kelipatannya.

E. Model Pembelajaran Matematika Kelas Rendah dan Kelas Tinggi


Istilah lainnya yang perlu dibahas yaitu istilah "model." Model dapat diartikan
sebagai suatu bentuk tiruan (replika) dari benda yang sesungguhnya (misalnya model
kerangka manusia, model jembatan layang), sehingga memiliki bentuk atau
konstruksi dan sifat-sifat lain yang sama atau mirip dengan benda yang dibuatkan
tiruannya atau contohnya. Model juga dapat ditafsirkan sebagai suatu contoh
konseptual atau prosedural dari suatu program, sistem, atau proses yang dapat
dijadikan acuan atau pedoman dalam rangka memecahkan suatu masalah atau
mencapai suatu tujuan. Sebagai contoh: model silabus mata pelajaran, model rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP), model pembelajaran, model pengembangan
profesional (professional development), dan model-model pengembangan lainnya.
Banyak model pembelajaran yang telah dikembangkan oleh para ahli. Bahkan
beberapa orang guru telah mencoba mengembangkannya dalam rangka meningkatkan
kualitas pembelajaran di sekolah.

16
Adrianne Bank, Marlene Henerson dan Laurel Eu (1981) mengungkapkan 5
(lima) model pembelajaran dalam konteks perencanaan program. Model-model
pembelajaran dimaksud sebagai berikut.
1. Model Analisis Konsep (Concept Analysis Model)
Model ini digunakan untuk membelajarkan peserta didik mengenai bagaimana
memproses informasi yang berkaitan dengan pelajaran. Hal ini berdasarkan
asumsi bahwa peserta didik harus mempelajari semua konsep dasar yang
terkandung dalam suatu mata pelajaran dan mereka harus diberi kesempatan
praktik yang terarah mengenai klasifikasi dan diskriminasi. Semua ini diperlukan
agar mereka mempunyai landasan yang kokoh untuk belajar selanjutnya.
2. Model Berpikir Kreatif (Creative Thinking Model)
Model ini dirancang untuk meningkatkan kefasihan, fleksibilitas, dan
orisinilitas yang digunakan peserta didik untuk mendekati benda-benda,
peristiwa-peristiwa, konsep-konsep, dan perasaan-perasaan. Hal ini berdasarkan
asumsi bahwa peserta didik dapat dan harus mempelajari teknik-teknik yang
menstimulasi kreativitas mereka. Suasana kelas harus kondusif bagi adanya
respons-respons yang berbeda agar respons yang berbeda-beda tersebut dihargai
dan diberi imbalan (reward). Peserta didik yang mempelajari teknik-teknik kreatif
diharapkan akan dapat memanfaatkannya secara efektif untuk mengatasi masalah-
masalah yang dihadapinya dalam mata pelajaran tertentu.
3. Model Belajar melalui Pengalaman (Experiental Learning Model)
Model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
memperlakukan lingkungan mereka dengan keterampilan-keterampilan berpikir
yang tidak berhubungan dengan suatu bidang studi atau mata pelajaran khusus.
Model ini didasarkan pada temuan-temuan Piaget bahwa perkembangan kognitif
terjadi ketika anak-anak berinteraksi dengan aspek-aspek lingkungan mereka
yang membingungkan atau nampak bertentangan. Oleh sebab itu, apabila model
ini digunakan, waktu belajar harus diisi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat
menumbuhkembangkan rasa ingin tahu peserta didik, dan yang mampu menyedot
seluruh perhatian mereka. Hal ini misalnya berupa kegiatan bermain atau
melakukan suatu terhadap benda-benda konkret atau bahan-bahan yang
memungkinkan mereka melihat apa yang terjadi pada benda atau bahan tersebut.

17
Model ini menitik beratkan pada cara-cara peserta didik memproses informasi,
pertumbuhan pribadi, dan keterampilan berinteraksi sosial.
4. Model Kelompok Inkuiri (Group Inquiry Model)
Model ini mengajar anak-anak untuk bekerja dalam kelompok untuk
menginvestigasi topik-topik yang kompleks. Model ini beranggapan bahwa
kemampuan untuk mengikuti dan menyelesaikan tugas-tugas dalam lingkungan
kelompok adalah penting baik dalam situasi kelas maupun yang bukan di ruangan
kelas. Anak-anak yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan pemecahan
masalah dalam kelompok demikian ini akan memiliki keterampilan-keterampilan
sosial yang diperlukan untuk mendekati berbagai mata pelajaran dengan cara
yang produktif. Model ini menekankan pada keterampilan-keterampilan intemksi
sosial yang berorientasi pada tugas.
5. Model Bermain Peran (The Role-Playing Model)
Model ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk praktik
menempatkan diri mereka di dalam peran-peran dan situasi-situasi yang akan
meningkatkan kesadaran mereka terhadap nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan
mereka sendiri dan orang lain. Bermain peran dapat membantu mereka untuk
memahami, mengapa mereka dan orang lain berpikir dan bertindak sebagaimana
yang mereka lakukan. Dalam proses "mencobakan" peran orang-orang yang
berbeda dari mereka sendiri, peserta didik dapat mempelajari baik perbedaan
maupun persamaan tingkah laku manusia dan dapat menerapkan hasil belajar ini
dalam situasi-situasi kehidupan yang nyata.
Sementara itu menurut Arends (dalam Mohammad Asikin, 2001)
mengemukakan bahwa model pembelajaran sebagai berikut.
1. Model Pembelajaran Langsung
Model ini dirancang khusus untuk menunjang proses belajar peserta
didik berkenaan dengan pengetahuan prosedural (pengetahuan mengenai
bagaimana orang melakukan sesuatu) dan pengetahuan deklaratif
(pengetahuan tentang sesuatu) yang terstruktur dengan baik dan dapat
dipelajari selangkah demi selangkah.
Pembelajaran ini berkaitan erat dengan ceramah. Pembelajaran
langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang cukup rinci.
Pembelajaran langsung berpusat pada guru, tetapi tetap harus menjamin
terjadinya keterlibatan peserta didik.

18
2. Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran ini merupakan model pembelajaran yang mengutamakan
kerjasama diantara peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model
ini memiliki ciri pokok yaitu peserta didik belajar dalam kelompok secara
kooperatif yang dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang, dan rendah. Selain itu penghargaan lebih diutamakan pada
kerja kelompok daripada perorangan. Tujuan dari pembelajaran ini adalah
hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan
keterampilan sosial.
3. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Ciri utama pembelajaran ini meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau
masalah, memuatkan keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik,
kerjasama, menghasilkan karya dan penghargaan. Tujuannya untuk
membantu peserta didik mengembangkan keterampilan memecahkan
masalah, belajar peranan orang dewasa yang autentik, dan menjadi
pembelajar yang mandiri.
4. Diskusi
Diskusi adalah suatu model pembelajaran yang memungkinkan
berlangsungnya dialog antara guru dan peserta didik. Masih berkaitan dengan
pembelajaran, berikut disajikan model pembelajaran yang relatif baru yaitu
pembelajaran kontektual dan Quantum Teaching.
1. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching)
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang beranggapan
bahwa anak-anak akan belajar lebih baik apabila lingkungan diciptakan
secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami
sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Hal ini
menuntut pembelajaran tidak hanya sekedar kegiatan mentransfer
pengetahuan dari guru kepada peserta didik, tetapi bagaimana peserta
didik mampu memaknai apa yang mereka pelajari. Pendekatan
pembelajaran yang cocok adalah pembelajaran kontekstual atau
contextual teaching and learning (CTL).
Langkah-langkah dalam penerapan pendekatan CTL, sebagai berikut.

19
a. Perlunya pengembangan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih
bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri dan
mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.
b. Perlunya pelaksanaan kegiatan inquiri untuk semua topik.
c. Perlunya pengembangan sifat ingin tahu peserta didik dengan
bertanya.
d. Perlu diciptakan masyarakat belajar dengan cara berkelompok.
e. Pada saat pembelajaran diperlukan suatu pemodelan atau contoh
konkret.
2. Pembelajaran Kuantum (Quantum Teaching)
Quantum Teaching diartikan suatu orkestrasi dari berbagai macam
interaksi yang terjadi di dalam dan di sekitar momen atau peristiwa
belajar. Interaksi-interaksi ini membangun landasan dan kerangka untuk
belajar yang dapat mengubah kemampuan dan bakat peserta didik
menjadi cahaya yang bermanfaat bagi mereka sendiri dan orang lain.

F. Strategi Pembelajaran Matematika Kelas Rendah dan Kelas Tinggi


Strategi adalah suatu istilah yang diadopsi dari bidang kemiliteran ke dalam
bidang industri kemudian ke dalam bidang pendidikan. Strategi dapat didefinisikan
sebagai perpaduan secara keseluruhan dan pengorganisasian secara kronologis dari
metode-metode dan bahan-bahan yang dipilih untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Strategi adalah serangkaian tindakan yang bertalian secara konsisten dan tindakan-
tindakan tersebut secara konseptual terpadu dengan tujuan-tujuan yang hendak
dicapai. Kedua pendapat tersebut memperlihatkan bahwa strategi sama atau hampir
sama dengan approach (pendekatan). Yang membedakannya hanyalah prinsip-prinsip
yang melandasinya. Disamping itu, penggunaan kedua istilah tersebut dalam
pembelajaran seringkali diartikan sama.
Strategi pembelajaran dapat dirumuskan sebagai suatu pola umum
pembelajaran yang tersusun secara sistematis berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan,
psikologi, didaktik, dan komunikasi dengan mengintegrasikan struktur (urutan
kegiatan/langkah) pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran/alat
peraga, pengelolaan kelas, evaluasi, dan waktu yang diperlukan agar peserta didik
dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Komponen-komponen Strategi Pembelajaran:

20
Strategi pembelajaran bermacam-macam, yang tentunya memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Akan tetapi, apabila dianalisis secara cermat, semuanya memiliki
sejumlah komponen. Komponen-komponen tersebut sebenarnya telah terlihat pada
pengertian-pengertian strategi pembelajaran di atas. Namun demikian, bahwa dalam
hal ini ada beberapa orang ahli yang telah mengidentifikasi komponen-komponen
strategi pembelajaran. Dick and Carey (1976) misalnya, mengemukakan bahwa
komponen- komponen strategi pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. Kegiatan pre-instruksional (pendahuluan).
b. Penyampaian informasi.
c. Partisipasi peserta didik.
d. Tes.
e. Kegiatan tindak lanjut.

Menurut Atwi Suparman bahwa strategi pembelajaran meliputi komponen-


komponen sebagai berikut.

a. Urutan kegiatan pembelajaran, yaitu urutan kegiatan guru dan peserta didik dalam
proses pembelajaran aktual yang terentang dari tahap pendahuluan ke
tahappenyajian/ kegiatan inti, sampai dengan tahap penutup.
b. Metode pembelajaran, yaitu cara-cara guru mengorganisir dan menyajikan isi
pelajaran dan cara guru mengorganisir peserta didik atau kelas, dan
penggunaanmedia pembelajaran pada setiap tahap pembelajaran.
c. Media pembelajaran, yaitu peralatan dan bahan pembelajaran yang digunakan
guru dan peserta didik pada setiap tahap kegiatan pembelajaran.

Strategi pembelajaran bermacam-macam dan di antara strategi itu tidak ada


satupun yang paling efektif untuk mencapai semua ragam tujuan pembelajaran.
Terlepas dari sifatnya yang demikian ini, beberapa orang ahli telah membuat
klasifikasi strategi pembelajaran. Gerlach dan Ely (1980) mengungkapkan adanya
dua jenis strategi pembelajaran, yaitu Pendekatan Ekspositori (Expository Approach)
dan Pendekatan Inkuiri (Inquiry Approach).

 Strategi Ekspositori biasanya digunakan guru untuk menyajikan materi


pelajaran dengan maksud menyampaikan informasi kepada para peserta didik
melalui penjelasan atau melalui demonstrasi. Setelah itu guru mengecek
penerimaan, ingatan, dan pemahaman peserta didik mengenai informasi yang

21
telah diterimanya. Guru dapat mengulangi penjelasannya, bahkan dapat
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk praktik penerapan konsep
atau prinsip yang telah dijelaskannya pada serangkaian contoh. Metode yang
paling sering digunakan pada strategi ini adalah metode ceramah, yang
didukung dengan tanya jawab dan demonstrasi.
 Strategi inkuiri merupakan strategi pembelajaran dimana peserta didik didorong
dan diberi kesempatan untuk mencari dan menemukan serta merumuskan
konsep sendiri. Oleh sebab itu, metode-metode pembelajaran yang sering
digunakan dalam strategi inkuiri antara lain metode eksperimen, diskusi
kelompok kecil, pemecahan masalah, dan tanya jawab.

G. Media Pembelajaran Matematika Yang Digunakan Pada Kelas Rendah dan


Kelas Tinggi
Secara umum, media dapat diartikan sebagai apa saja yang dapat menyalurkan
informasi dari sumber informasi ke penerima informasi. Media merupakan salah satu
komponen dalam proses komunikasi. Komponen-komponen dimaksud adalah sumber
informasi, informasi, dan penerima informasi, serta komponen keempat adalah media.
Apabila salah satu dari keempat komponen ini tidak ada, maka proses komunikasi
tidak mungkin terjadi. Dengan demikian, media hanya akan bermakna apabila ketiga
komponen lainnya ada.
Penggunaan media pembelajaran tidak terlepas dari penggunaan metode
pembelajaran. Metode pembelajaran adalah prosedur yang disengaja dirancang untuk
membantu siswa belajar lebih baik dan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Tendapat berbagai cara untuk mengklasifikasikan media pembelajaran. Secara
umum, media pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu alat-alat
produk teknologi yang digunakan untuk menampilkan pesan/informasi yang disebut
perangkat keras (hardware) seperti OHP, televisi, cassete recorder, dan program/pesan
yang ditampilkan melalui alat tersebut yang disebut perangkat lunak (software),
seperti slide, film, video cassete.
Bletz (1971) membagi media pembelajaran menjadi tiga macam, yaitu media
yang dapat didengar, media yang dapat dilihat, dan media yang dapat bergerak. Duri
ketiga macam media pembelajaran tersebut yang paling lengkap adalah audio-visual
gerak (ada gambar, suara, dan gerak). Sedangkan Schramm (1977) membagi media
menurut banyaknya audiens yang dilayani sebagai berikut.
22
a. Media untuk audiens besar, seperti televisi, radio, dan internet.
b. Media untuk audiens kecil, seperti film suara, film bisu, video tape, slide, radio,
audiotape, audiodisc, foto, papan tulis, chart, dan OHP.
c. Media untuk individu, seperti media cetak (hand-out), dan computer assisted
instruction (CAI)

Media pembelajaran dapat berfungsi sebagai alat bantu visual dalam kegiatan
pembelajaran, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual
kepada. siswa antara lain untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas dan
mempermudah penyampaian konsep yang abstrak, dan mempertinggi daya serap atau
retensi belajar siswa. Menurut Basuki Wibawa dan Farida Mukti (1993: 8-9), media
pembelajaran dapat difungsikan sebagai berikut.

1. Sebagai alat bantu mengajar (dependent media)


Efektivitas penggunaan media tergantung cara dan kemampuan guru dalam
menggunakan, misalnya gambar, dan transparansi.
2. Sebagai media belajar mandiri (independent media)
Media dirancang, dikembangkan, dan diproduksi secara sistematik, serta dapat
menyalurkan informasi secara terarah untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya:
radio, televisi, film, dan video. Keuntungan model ini yaitu guru dapat
memberikan waktu banyak bagi siswa yang benar-benar membutuhkan, siswa
menjadi aktif, siswa dapat belajar sesuai kecepatan masing-masing.

H. Perencanaan Pembelajaran Matematika Tingkat SD


Sebelum kita melaksanakan pembelajaran matematika, tentu guru harus
menyusun rencana pembelajarannya terlebih dahulu. Rencana pembelajaran yang
dirancang ini nantinya merupakan arah bagi guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran matematika yang efektif dan efisien dalam rangka mencapai hasil
belajar yang optimal. Tentu saja dalam penyusunan rencana pembelajaran ini, guru
harus tetap mempertimbangkan kemampuannya sebagai pelaksana pembelajaran dan
kebutuhan siswa sebagai peserta belajar. Dengan demikian rencana pembelajaran
matematika adalah rencana kegiatan operasional yang dirancang oleh guru yang berisi
skenario tahap demi tahap tentang kegiatan matematika yang dilakukannya di kelas
bersama siswa dalam satu kali tatap muka (pertemuan).

23
Di dalam rencana pembelajaran tersebut, standar kompetensi dan kompetensi
dasar harus dijabarkan ke dalam indikator, materi pokok, kegiatan pembelajaran,
sumber dan penilaian pembelajaran. Penjabaran standar kompetensi dan kompetensi
dasar ini tentu saja harus tetap mengacu kepada hakikat pembelajaran matematika
yang menekankan penguasaan konsep dan algoritma di samping kemampuan
memecahkan masalah, dan mengacu juga kepada prinsip-prinsip mempelajari
matematika sebagai berikut:
1. Materi matematika disusun menurut urutan tertentu atau topik matematika
didasarkan pada sub topik tertentu
2. Seorang siswa dapat memahami suatu topik matematika jika ia telah memahami
sub topik pendukung atau prasyaratnya
3. Perbedaan kemampuan antarsiswa dalam mempelajari atau memahami suatu
masalah ditentukan oleh perbedaan penguasaan sub topik prasyaratnya
4. Penguasaan topik baru oleh seorang siswa tergantung pada topik sebelumnya.

Prinsip-prinsip di atas pada dasarnya sangat sejalan teori belajar Gagne


(Hudojo,1988) yang mengemukakan tentang hirarki keterampilan intelektual, yang
merupakan kemampuan untuk menguasai suatu konsep. Hirarki keterampilan
intelektual ini terlihat pada Gambar 1 berikut:

a b d

Gambar 1. Hirarki Keterampilan Intelektual

Gambar 1 menunjukkan hirarki keterampilan intelektual dari yang sederhana


sampai yang kompleks. Dalam hirarki keterampilan intelektual, jika siswa akan
mempelajari konsep e yang berdasarkan pada konsep c dan d, maka siswa terlebih
dahulu harus menguasai konsep yang mendasari konsep c, yaitu konsep a dan b.
Dengan demikian, jika seorang guru hendak mengajarkan konsep e tersebut, maka
yang harus dilakukan guru terlebih dahulu adalah mengetahui sejauh mana
pemahaman siswa tentang konsep a, b, c, dan d tersebut. Jika siswa telah memberikan

24
respon yang baik, berarti konsep e dapat diajarkan kepada siswa. Seandainya jika hal
ini berlaku sebaliknya, berarti siswa telah kehilangan informasi tentang konsep a, b,
c, dan d. Dalam kondisi demikian, melanjutkan pembelajaran dengan konsep e
bukanlah pilihan yang bijaksana.

Berkaitan dengan hal di atas, guru perlu mengkaji pertanyaan-pertanyaan apa saja
yang harus dimunculkannya untuk mencapai tujuan. Misalnya: materi prasyarat apa
yang sesuai dengan tujuan tersebut, bagaimana cara penyajiannya yang paling tepat,
dan bagaimana cara memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk dapat
memancing aktivitas siswa secara optimal. Lebih jauh, hasil penyelidikan ini
nantinya akan berguna sebagai masukan bagi guru dalam menyusun rencana
pembelajaran matematika, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diperoleh ciri-ciri rencana pembelajaran


matematika yang sekaligus merupakan prinsip-prinsip dalam menyusun rencana
pembelajaran matematika, yaitu ilmiah, relevan, sistematis, konsisten, memadai,
aktual dan kontekstual, serta fleksibel.

1. Ilmiah
Keseluruhan materi baik fakta, konsep, prinsip, dan operasi berikut kegiatan
yang menjadi muatan dalam rencana pembelajaran harus terjamin kebenarannya
dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Kesalahan materi di dalam
penyusunan rencana pembelajaran walaupun hanya sedikit tidak akan dapat
ditolensi.
2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan urutan penyajian materi dalam
rencana pembelajarann sesuai dengan tingkat perkembangan fisik, intelektual,
sosial, emosional, dan spritual peserta didik. Tingkat keluasan dan kedalaman
materi disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Materi untuk siswa yang
memiliki daya tangkap yang cepat tidak akan sama dengan materi untuk siswa
dengan daya tangkap yang lambat. Begitupun materi untuk siswa yang
mempunyai motivasi tinggi sebaiknya tidak sama dengan materi untuk siswa
dengan motivasi yang rendah.
3. Sistematis

25
Komponen-komponen rencana pembelajarann saling berhubungan secara
fungsional dalam mencapai kompetensi. Kompetensi dasar disusun berdasarkan
kepada standar kompetensi, dan indikator disusun berdasarkan kompetensi dasar.
Materi, kegiatan, sumber belajar, dan alat penilaian disusun berdasarkan indikator
pembelajaran. Penataan materi juga harus disesuaikan dengan karakteristik mata
pelajaran matematika yang hirarkhis, kronologis, dan spiral.
4. Konsisten
Adanya hubungan yang konsisten (ajeg, taat asas) antara kompetensi dasar,
indikator, materi pokok, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup
untuk menunjang pencapaian kompetensi dasar.
6. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok, sumber belajar, dan sistem penilaian
memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi, dan seni mutakhir dalam
kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen rencana pembelajarann dapat mengakomodasi keragaman
peserta didik, pendidik, dan dinamika perubahan yang terjadi di sekolah, serta
tuntutan masyarakat.
8. Menyeluruh
Komponen rencana pembelajaran mencakup keseluruhan ranah kompetensi
(kognitif, afektif, psikomotorik). Ranah kognitif akan meliputi tingkat
perkembangan intelektual (pengetahuan) siswa, ranah afektif meliputi tingkat
aktivitas, sikap, minat, dan motivasi siswa, sedangkan ranah psimotorik meliputi
kemampuan psikomotor (gerak) siswa (misalnya melukis, membuat alat peraga,
dan lain-lain).

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa untuk memperoleh rencana


pembelajaran yang sesuai dengan ciri-ciri di atas, guru harus mampu mengenali
karakteristik siswa, kondisi sekolah, dan lingkungannya. Hal ini mengisyaratkan
bahwa penyusunan rencana pembelajaran sebaiknya dilakukan secara mandiri oleh
guru yang akan menggunakan rencana pembelajaran tersebut.

26
Namun demikian, apabila guru karena sesuatu hal belum dapat melaksanakan
penyusunan rencana pembelajaran secara mandiri, maka pihak sekolah dapat
mengusahakan untuk membentuk kelompok guru dalam mengembangkan rencana
pembelajaran yang akan digunakan oleh sekolah tersebut. Namun, kondisi ini
merupakan pilihan terakhir bagi sekolah tersebut.

 Komponen-komponen Rencana Pembelajaran Matematika


1. Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan pembelajaran matematika merupakan komponen yang paling penting
di dalam rencana pembelajaran matematika, karena tujuan pembelajaran
matematika mendasari hampir semua komponen lain di dalam rencana
pembelajaran matematika. Di dalam Kurikulum 2004 (Depdiknas, 2003) dan
Kurikulum 2006 (Depdiknas, 2006) Sekolah Dasar, tujuan pembelajaran
dirumuskan dalam standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator.
Standar kompetensi matematika adalah standar kemampuan yang harus
dikuasai siswa untuk menunjukkan bahwa pengetahuan, keterampilan, dan
sikap sebagai hasil mempelajari matematika tertentu telah dicapai.
Sedangkan kompetensi dasar adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap
minimal yang harus dikuasai siswa untuk menunjukkan bahwa siswa telah
menguasai standar kompetensi yang telah ditetapkan. Kompetensi dasar ini
merupakan rincian dari standar kompetensi.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar ini dirumuskan berdasarkan
struktur keilmuan matematika dan tuntutatn kompetensi lulusan. Standar
kompetensi dan kompetensi dasar diurutkan dan disebarkan secara
sistematis. Selanjutnya kompetensi dasar dijabarkan menjadi sejumlah
indikator dan tujuan pembelajaran yang perumusannya diserahkan kepada
guru masing-masing. Tujuan pembelajaran adalah tujuan operasional
pembelajaran matematika dalam setiap kali pertemuan, sedangkan indikator
adalah tolok ukur keberhasilan untuk mencapai tujuan pembelajaran
tersebut. Tujuan pembelajaran dirumuskan dengan ketentuan-ketentuan
sebagai berikut:
1. Rumusan tujuan harus menggunakan kata-kata kerja yang operasional.
Contoh kata kerja operasional ranah kognitif adalah: menyebutkan,

27
membedakan, menjelaskan, menggambar, menyimpulkan, dan
sebagainya. Contoh kata kerja operasional ranah afektif adalah:
menyetujui, menolak, meyakinkan, mengusulkan, menunjukkan, dan
sebagainya. Contoh kata kerja operasional ranah psimotorik adalah:
merancang, melukis, membuat, menggunakan, mengubah,
mengkonstruksi, dan sebagainya.
2. Rumusan tujuan harus jelas sehingga tidak menimbulkan penafsiran
yang ganda.
3. Rumusan tujuan minimal memuat komponen peserta didik (boleh
implisit) dan perilaku yang merupakan hasil belajar serta substansi
materi.
4. Rumusan tujuan harus dijabarkan dari kompetensi dasar.

Untuk lebih jelasnya Perhatikan contoh berikut:

Kompetensi Dasar: Mengidentifikasi berbagai bangun datar sederhana


menurut sifat atau unsurnya Tujuan: “Siswa dapat membedakan jenis-
jenis segitiga”

Pada contoh di atas, kata kerja yang digunakan adalah membedakan.


Kata kerja ini sudah operasional jika dipandang dari sudut bahasa. Pada
tujuan juga sudah termuat substansi materi yaitu jenis-jenis segitiga,
peserta didik yaitu siswa, dan perilaku yaitu membedakan. Namun
rumusan tujuan di atas belum mengacu sepenuhnya pada kompetensi
dasar, karena persyaratannya belum jelas. Akibatnya rumusan tujuan di
atas dapat menimbulkan penafsiran yang ganda. Jenis segitiga yang
ditinjau berdasarkan sudut-sudutnya tidak akan sama dengan jika
ditinjau dari panjang sisinya.

2. Materi Pembelajaran Matematika


Materi pembelajaran adalah materi pokok yang harus dipelajari siswa
untuk dapat memiliki kompetensi dasar. Materi pelajaran ini dijabarkan dari
kompetensi dasar. Jika kompetensi dasar dirumuskan dalam bentuk kata
kerja, maka materi pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kata benda, atau
kata kerja yang dibendakan. Contoh:

28
Kompetensi Dasar Materi Pembelajaran
Menghitung keliling persegi dan persegi Keliling persegi
panjang Keliling persegi panjang

Setiap materi pembelajaran dijabarkan lebih lanjut ke dalam uraian


materi pembelajaran atau lazim disebut uraian materi. Uraian materi ini harus
memuat fakta, konsep, prinsip, dan operasi.pengerjaan.

a. Fakta
Fakta adalah sembarang semufakatan dalam matematika. Fakta
matematika meliputi istilah (nama), notasi (lambang), dan semufakatan.
Misal: lambang “K “ untuk menyatakan keliling.
b. Konsep
Konsep adalah pengertian yang dapat digunakan atau memungkinkan
seseorang untuk mengelompokkan/menggolongkan sesuatu objek. Suatu
konsep dapat dibatasi dengan suatu ungkapan yang disebut definisi.
Misalnya: konsep keliling persegi/persegipanjang.
c. Prinsip
Prinsip adalah rangkaian konsep beserta hubungannya. Umumnya
prinsip berupa pernyataan yang disebut teorema, dalil, sifat-sifat atau
langkah kerja. Misalnya: Rumus keliling persegi/persegipanjang.
d. Operasi (Pengerjaan)
Operasi dalam matematika adalah pengerjaan dan prosedur yang harus
dikuasai siswa dengan kecepatan dan ketepatan yang tinggi. Misalnya:
Menentukan keliling persegi/persegipanjang.
Berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan operasi (pengerjaan) ini, maka uraian
materi dijabarkan dari materi pembelajaran matematika. Contoh:

Materi Pembelajaran Uraian Materi

Keliling persegi dan ƒ Lambang Keliling


persegi panjang ƒ Pengertian keliling persegi dan
persegipanjang

29
ƒ Rumus keliling persegi dan
persegipanjang
ƒ Menentukan keliling persegi dan
pesegipanjang
Selanjutnya materi-materi ini disusun secara berurutan dengan pendekatan
prosedural, hirakhis, dan kongkret ke abstrak dengan mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut:
a. Potensi peserta didik
Keseluruhan materi pembelajaran di dalam rencana pembelajaran
sebaiknya dapat mengakomodasi keragaman potensi peserta didik. Peserta
didik yang sebagian besar berpotensi dalam melukis sebaiknya diakomodir
dengan materi-materi melukis.
b. Relevan dengan karakteristik daerah
Cakupan materi pembelajaran di dalam rencana pembelajaran sebaiknya
memperhatikan karakteristik daerah. Materi-materi yang bernuansa daerah
baik dalam pemberian ilustrasi dan penggunaan istilah akan menarik minat
siswa untuk memperlajarinya.
c. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spritual
peserta didik
Cakupan materi pembelajaran yang ada di dalam rencana pembelajaran
harus sesuai dengan kemampuan peserta didik. Materi yang terlalu sukar
atau terlalu luas bagi peserta didik, akan membuat peserta didik frustrasi
dan tidak berminat untuk mempelajarinya. Begitupun sebaliknya, materi
yang terlalu mudah akan membuat peserta didik menjadi bosan.
d. Kebermanfaatan bagi peserta didik
Keseluruhan materi di dalam rencana pembelajaran harus memberi
manfaat yang sebesar-besarnya bagi peserta didik. Manfaat yang dimaksud
adalah untuk melanjutkan ke jenjang penididikan yang lebih tinggi atau
untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
e. Struktur keilmuan
Keseluruhan materi disusun ke dalam fakta, konsep, prinsip, dan operasi
secara sistematis dengan mengacu kepada hakikat pembelajaran
matematika yaitu dari yang kongkret ke yang abstrak, dari yang sederhana
kepada yang kompleks, dan dari yang mudah kepada yang sukar. Misalnya

30
sebelum memanipulasi simbol-simbol (fakta-fakta), siswa terlebih dahulu
harus memahami konsep-konsep
f. Alokasi waktu
Rencana pembelajaran disusun untuk satu kali pertemuan. Oleh karena itu,
keluasan dan kedalaman materi harus disesuikan dengan alokasi waktu
yang disediakan.
3. Sumber Belajar/Media Pembelajaran
Di dalam penyusunan rencana pembelajaran matematika, guru harus
mencantumkan sumber belajar dan media pembelajaran yang digunakan.
Sumber belajar dapat berupa orang, buku referensi, atau lingkungan fisik,
alam, sosial, dan budaya. Sedangkan media pembelajaran merupakan bagian
dari sumber belajar yang dirancang secara khusus untuk memahami materi
pembelajaran. Ada beberapa prinsip yang digunakan dalam menyusun
sumber belajar matematika. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran
Sumber belajar/media pembelajaran yang dipilih dapat dipakai untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai. Sebagai contoh, modul/buku untuk
tujuan ranah kognitif, media audio visual untuk ranah psikomorik.
2. Kesesuaian dengan materi pembelajaran
Sumber belajar/media pembelajaran yang dipilih dapat memudahkan
pemahaman peserta didik. Materi yang diduga sebagai materi yang sulit
dipahami siswa hendaknya didemonstrasikan dengan menggunakan alat
peraga atau media lainnya. Sebagai contoh, lidi/sempoa digunakan
untuk operasi hitung, model-model bangun ruang untuk
mengilustrasikan unsur-unsur bangun ruang.
3. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik
Sumber belajar/media pembelajaran yang dipilih sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif, afektif, dan psimotorik siswa. Sebagai contoh,
menggunakan benda-benda kongkret untuk menjelaskan penjumlahan
bilangan bulat pada awal pembelajaran dan menggunakan gambar-
gambar pada tingkat lanjutan.
4. Strategi/Langkah-langkah Pembelajaran
Proses pencapaian tujuan pembelajaran dikembangkan melalui
pemilihan strategi/ langkah-langkah pembelajaran yang terdiri dari tiga

31
tahap (kegiatan awal, inti, dan penutup). Di dalam langkah-langkah
pembelajaran ini harus tercermin metode yang digunakan berikut alokasi
waktu pada setiap tahap serta harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin
dicapai dan materi pembelajaran. Dengan demikian prinsip-prinsip yang
digunakan dalam menentukan strategi/langkah-langkah pembelajaran ini
adalah sebagai berikut:
1. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran
Strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran harus relevan dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Sebagai contoh, apabila tujuan
yang ingin dicapai dalam pembelajaran adalah menemukan
konsep/prinsip, maka metode yang digunakan adalah penemuan.
2. Kesesuaian dengan materi pembelajaran
Strategi dan metode pembelajaran yang dipilih harus dipilih dapat
memudahkan pemahaman peserta didik. Materi yang bersifat fakta
dapat dipahami melalui contoh informasi tentang arti fakta tersebut,
materi yang bersifat konsep dapat menggunakan pendekatan induktif,
materi yang bersifat prinsip dapat melalui pendekatan
induktif/deduktif, dan materi yang bersifat pengerjaan hendaknya
didemonstrasikan melalui contoh-contoh.
3. Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik
Strategi/langkah-langkah pembelajaran yang dipilih sesuai dengan
tingkat perkembangan kognitif, afektif, dan psimotorik siswa. Siswa
Sekolah Dasar yang masih dalam tahap pra operasional (6 – 7 tahun)
hendaknya diajarkan dengan strategi peragaan langsung.
4. Kelengkapan langkah-langkah dan kesesuaian dengan alokasi waktu
Setiap langkah-langkah pembelajaran harus mencerminkan
tahapantahapan pembelajaran yang lengkap (kegiatan awal, inti, dan
penutup) disertai dengan alokasi waktu yang proporsional (kegiatan
awal 5% – 10%, inti 70% – 80%, dan penutup 10% – 15%)
Di samping prinsip-prinsip di atas, hal-hal yang harus diperhatikan dalam
mengembangkan kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut:

32
a. Kegiatan pembelajaran disusun untuk memberikan bantuan kepada para
pendidik, khususnya guru, agar dapat melaksanakan proses
pembelajaran secara profesional.
b. Kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus
dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai
kompetensi dasar.
c. Penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan hierarki
konsep materi pembelajaran.
d. Rumusan pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal
mengandung dua unsur penciri yang mencerminkan pengelolaan
pengalaman belajar siswa, yaitu kegiatan siswa dan materi.

5. Penilaian Pembelajaran
Tindak lanjut dari pelaksanaan pembelajaran adalah melakukan
penilaian. Penilaian ini disusun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.
Penilaian pembelajaran matematika lebih mengutamakan proses daripada
hasil. Dalam menilai proses ini, perlu dilihat tata nalar, alasan (reasoning),
dan kreativitas siswa. Proses ini dinilai dari segi kelogisan, kecermatan
(efisiensi) dan ketepatan (efektivitas). Teknik penilaian juga harus
disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Misalnya tes tulis untuk
mengukur penguasaan pengetahuan, tes kinerja untuk mengukur
penampilan, dan skala sikap untuk mengukur sikap. Beberapa jenis
penilaian yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah
tes dan non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan portofolio, performen
(kinerja), penilaian sikap, dan penilaian penugasan (proyek). Hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam penilaian:
a. Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian
kompetensi/tujuan pembelajaran.
b. Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang
bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran,
dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap
kelompoknya.
c. Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang
berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih,
33
kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar
yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan
siswa.
d. Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak
lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program
remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah
kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang
telah memenuhi kriteria ketuntasan.
e. Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang
ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran
menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi
harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya
teknik wawancara, maupun produk/hasil melakukan observasi
lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas terlihat bahwa pada dasarnya rencana


pembelajarann merupakan rangkaian kegiatan yang memuat sejumlah komponen
yang satu sama lain saling berkaitan secara sistematis. Secara sederhana
keterkaitan antar komponen rencana pembelajarann ini digambarkan dalam
Diagram 1 berikut:

6W
DQGDU. RP SHW
HQVL

. RP SHW
HQVL' DVDU

,QGLNDW
RU7XM
XDQ

0 DWHUL 6W
UDW
HJ L. HJ LDW
DQ 3HQLODLDQ
3HP EHODMDUDQ

6XP EHU0 HGLD


3HP EHODMDUDQ

34
Diagram 1. Hubungan Antar Komponen Rencana pembelajaran

 Langkah-langkah Menyusun Rencana Pembelajaran Matematika


Langkah-langkah penyusunan rencana pembelajaran matematika merupakan
serangkaian kegiatan yang diawali dengan kajian filosofis hakikat pembelajaran
matematika dan penjabaran kemampuan dasar yang minimal dikuasai siswa
dalam pembelajaran matematika. Kajian filosofis tentang hakikat pembelajaran
matematika ini penting dilakukan agar materi dan strategi pembelajaran yang
dipilih sesuai dengan karakteristik matematika dan pembelajarannya. Berdasarkan
dua hal ini selanjutnya ditetapkan komponen-komponen rencana pembelajaran
dan disusun dengan urutan yang mudah dipahami. Langkah-langkah ini
disesuaikan dengan sistematika rencana pembelajaran di atas.

1. Melakukan Identifikasi Mata Pelajaran


Identifikasi mata pelajaran meliputi ; (1) nama mata pelajaran (yaitu
matematika), (2) jenjang sekolah (yaitu SD), dan kelas/semester. Contoh:

Nama Sekolah : SD Yayasan Iba


Mata Pelajaran : Matematika
Kelas/Semester : V/2
2. Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mengkaji standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran
sebagaimana tercantum pada Standar Isi (SI), dengan memperhatikan hal-
hal berikut:
a. urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu dan/atau tingkat
kesulitan materi, tidak harus selalu sesuai dengan urutan yang ada di
SI;
b. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dalam
mata pelajaran matematika;
c. keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan
mata pelajaran lain.

Sesuai dengan kewenangannya, Depdiknas telah merumuskan standar


kompetensi dan kompetensi dasar ini di dalam kurikulum. Berikut ini

35
adalah contoh standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran
matematika Sekolah Dasar kelas V semester 2 seperti tertuang dalam
Kurikulum 2006.

Bilangan 5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen


5. Menggunakan pecahan dan desimal serta sebaliknya
dalam pemecahan masalah

3. Merumuskan Tujuan Pembelajaran


Tujuan pembelajaran yang dirumuskan adalah tujuan pembelajaran
untuk satu kali pertemuan dan dirumuskan berdasarkan kompetensi dasar.
Tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi dasar di atas adalah:
a) siswa dapat mengubah pecahan ke bentuk persen;
b) siswa dapat mengubah desimal ke bentuk desimal;
c) siswa dapat mengubah persen ke bentuk pecahan;
d) siswa dapat mengubah desimal ke bentuk pecahan.
4. Merumuskan Indikator Pencapaian Kompetensi
Indikator merupakan tolok ukur pencapaian kompetensi dasar yang
ditandai oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi
daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan/atau
dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk menyusun alat
penilaian. Rumusannya tidak harus memuat substansi peserta didik.
Indikator yang sesuai dengan kompetensi dasar di atas adalah:
1) mengubah pecahan ke bentuk persen
2) mengubah desimal ke bentuk desimal
3) mengubah persen ke bentuk pecahan
4) mengubah desimal ke bentuk pecahan
5. Menyusun Uraian Materi Pembelajaran
Uraian materi disusun berdasarkan materi pokok dan materi pokok
ditetapkan berdasarkan kompetensi dasar. Uraian materi harus memuat
fakta, konsep, prinsip, dan operasi di dalam matematika. Contoh:

36
Kompetensi Dasar Materi Substansi Uraian Materi
Pembelajaran
Mengubah pecahan (1) Bilangan 1. Lambang persen dan
ke bentuk persen bentuk desimal
dan desimal serta persen 2. Pengertian bilangan bentuk
sebaliknya persen dan desimal
(2) Bilangan
bentuk 3. Langkah-langkah mengubah
desimal pecahan ke bentuk persen
desimal serta sebaliknya
ƒ Mengubah pecahan ke bentuk
persen desimal serta sebaliknya

6. Mengembangkan Kegiatan Pembelajaran


Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman
belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi
antarpeserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber
belajar lainnya dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran.
Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan
strategi/pendekatan/metode pembelajaran yang bervariasi dan berpusat
pada peserta didik. Contoh: pendekatan yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran di atas adalah pendekatan konstruktivisme, sedangkan
metodenya adalah diskusi kelompok. Berdasarkan pendekatan dan metode
ini selanjutnya dibuat langkahlangkah pembelajaran yang mengacu kepada
tahap-tahap pembelajaran umum (kegiatan awal, inti, dan penutup).
7. Menentukan Sumber Belajar
Sumber belajar adalah rujukan, objek dan/atau bahan yang digunakan
untuk kegiatan pembelajaran, yang berupa media cetak dan elektronik,
narasumber, serta lingkungan fisik, alam, sosial, dan budaya. Penentuan
sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar
serta materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi. Contoh: sumber belajar yang sesuai dengan tujuan
dan materi pembelajaran di atas buku ajar siswa dan Lembar Kerja Siswa
(LKS).
8. Menentukan Jenis Penilaian
Penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik dilakukan
berdasarkan indikator. Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan

37
non tes dalam bentuk tertulis maupun lisan, pengamatan kinerja,
pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau
produk, penggunaan portofolio, dan penilaian diri. Jika memungkikan
penilaian harus meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Contoh:
(1) penilaian kognitif yang sesuai dengan tujuan di atas tes tertulis; (2)
penilaian afektif meliputi aktivitas siswa.
9. Menentukan Alokasi Waktu
Penentuan alokasi waktu didasarkan alokasi waktu yang disediakan
untuk pembelajaran satu kompetensi (beberapa kali tatap muka) dan
mengacu pada tahaptahap pembelajaran umum (kegiatan awal, inti, dan
penutup). Penentuan waktu pada setiap tahap kegiatan didasarkan pada
keluasan, kedalaman, tingkat kesulitan, dan tingkat kepentingan tahap-
tahap pembelajaran tersebut.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengembangan pembelajaran matematika pada sekolah dasar (SD) merupakan
suatu proses yang terus berjalan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran
matematika dan membantu peserta didik mengerti dan mengaplikasikan ilmu
matematika. Pembelajaran matematika hendaknya dirancang sedemikian rupa
sehingga tidak dimaksudkan untuk mencapai tujuan dalam ranah kognitif, tetapi juga
untuk mencapai dalam ranah afektif dan psikomotor. kemudian mengetahui terkait
teori pembelajaran matematika SD yang digunakan pada kelas rendah dan kelas
tinggi, Pendekatan Pembelajaran Matematika Pada Kelas Rendah dan Kelas Tinggi,
Metode Pembelajaran Matematika Pada Kelas Rendah dan Kelas Tinggi, Model
Pembelajaran Matematika Kelas Rendah dan Kelas Tinggi, Strategi Pembelajaran
Matematika Kelas Rendah dan Kelas Tinggi, Media Pembelajaran Matematika Yang

38
Digunakan Pada Kelas Rendah dan Kelas Tinggi, Perencanaan Pembelajaran
Matematika Tingkat SD.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dari hasil penyusunan materi pengetahuan tentang
Mengkaji Pengembangan Pembelajaran Matematika SD kelas Rendah dan Tinggi dan
Merancang Perencanaan pembelajaran Matematika Tingkat SD adalah sebagai hasil
penulisan ini dapat sebagai pedoman untuk menambah ilmu dan wawasan tentang
pendidikan matematika khususnya mengenai pengembangan pembelajaran
matematika sd untuk kelas tinggi dan kelas rendah.

39
DAFTAR PUSTAKA

R. Soedjadi.1999. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Konstatasi Keadaan


Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan). Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.

Dahar, R.W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sukayati. 2004. Contoh Model-model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. PPPG


Matematika. Yogyakarta.

Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung : Rosda Karya

Suherman dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Jurusan


Pendidikan Matematika UPI-JICA. Bandung.

Rianto, Milan. 2006. Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran (Bahan Ajar).
Jakarta : Depdikbud

Prasasti, Trini & Irawan Prasetya. 2001. Media Sederhana. Jakarta: Pusat Anta Universitas
untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Dirjen Dikti
Depdiknas.

Depdiknas. 2003. Pedoman Umum Pengembangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran
Matemaikal. Jakarta: Depdiknas.

2006. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar dan Madrasah
Ibtidaiyah (MI). Jakarta:Depdiknas.

Hudojo, Herman. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Depdikbud-P2LPTK.

40
41

Anda mungkin juga menyukai