Anda di halaman 1dari 22

Apakah Sistem Inferensi Fuzzy?

Inferensi fuzzy adalah proses merumuskan pemetaan dari masukan yang diberikan ke
sebuah output dengan menggunakan logika fuzzy. Pemetaan kemudian memberikan
dasar dari mana keputusan dapat dibuat, atau pola dilihat. Proses inferensi kabur
melibatkan semua potongan yang dijelaskan dalam bagian sebelumnya: Keanggotaan
Fungsi, Operasi logis, dan Jika-Maka Aturan. Anda dapat menerapkan dua jenis
sistem inferensi fuzzy dalam toolbox: Mamdani-jenis dan tipe Sugeno. Kedua jenis
sistem inferensi agak berbeda dalam cara output ditentukan. Lihat Bibliografi
referensi untuk deskripsi dari kedua jenis sistem inferensi fuzzy, [8], [11], [16].

Sistem inferensi fuzzy telah berhasil diterapkan di bidang-bidang seperti kontrol


otomatis, klasifikasi data, analisis keputusan, sistem pakar, dan visi komputer. Karena
sifat multidisiplin, sistem inferensi fuzzy dikaitkan dengan sejumlah nama, seperti
kabur-berbasis peraturan, sistem pakar fuzzy, pemodelan fuzzy, memori asosiatif
fuzzy, logika fuzzy controller, dan hanya (dan ambigu) sistem fuzzy.

Metode inferensi Mamdani kabur adalah metodologi paling sering terlihat kabur.
Metode Mamdani adalah antara sistem kontrol pertama dibangun dengan
menggunakan teori himpunan fuzzy. Diusulkan pada tahun 1975 oleh Ebrahim
Mamdani [11] sebagai upaya untuk mengendalikan mesin uap dan kombinasi boiler
dengan sintesis seperangkat aturan kontrol linguistik yang diperoleh dari operator
manusia yang berpengalaman. Mamdani upaya itu didasarkan pada 1973 kertas Lotfi
Zadeh pada algoritma fuzzy untuk sistem yang kompleks dan proses pengambilan
keputusan [22]. Meskipun proses inferensi yang dijelaskan dalam bagian berikutnya
agak berbeda dengan metode yang dijelaskan dalam kertas asli, ide dasar adalah sama.

Mamdani-jenis inferensi, seperti yang didefinisikan untuk toolbox, mengharapkan


output fungsi keanggotaan untuk fuzzy set. Setelah proses agregasi, ada himpunan
fuzzy untuk setiap variabel output yang perlu defuzzification. Hal ini dimungkinkan,
dan dalam banyak kasus jauh lebih efisien, untuk menggunakan lonjakan tunggal
sebagai fungsi keanggotaan keluaran ketimbang himpunan fuzzy didistribusikan. Jenis
output kadang-kadang dikenal sebagai fungsi keanggotaan keluaran tunggal, dan
dapat dianggap sebagai satu set pra-defuzzified fuzzy. Hal ini meningkatkan efisiensi
proses defuzzification karena sangat menyederhanakan perhitungan yang dibutuhkan
dengan metode Mamdani yang lebih umum, yang menemukan centroid dari fungsi
dua dimensi. Daripada mengintegrasikan seluruh fungsi dua dimensi untuk
menemukan centroid, Anda menggunakan rata-rata tertimbang dari beberapa titik
data. Sugeno-jenis sistem mendukung jenis model. Secara umum, Sugeno-jenis sistem
dapat digunakan untuk model apapun sistem inferensi di mana output fungsi
keanggotaan baik linier atau konstan
Apa Sugeno-Fuzzy Inference Tipe?

Proses inferensi kabur dibahas sejauh ini adalah inferensi Mamdani yang kabur
metode, metodologi yang paling umum. Bagian ini membahas disebut Sugeno, atau
Takagi-Sugeno-Kang, metode inferensi fuzzy. Diperkenalkan pada tahun 1985 [16],
hal ini sama dengan metode Mamdani dalam banyak hal. Dua bagian pertama dari
proses inferensi fuzzy, fuzzifying masukan dan menerapkan operator fuzzy, yang
persis sama. Perbedaan utama antara Mamdani dan Sugeno adalah bahwa output
fungsi keanggotaan Sugeno baik linier atau konstan.

Sebuah aturan khas dalam model Sugeno kabur memiliki bentuk

Jika input 1 = x dan Input 2 = y, maka output adalah z = ax + by + c

Untuk model Sugeno orde nol, tingkat output z adalah konstan (a = b = 0).

Tingkat output zi aturan masing-masing diberi bobot oleh kekuatan wi penembakan


aturan. Sebagai contoh, untuk sebuah DAN memerintah dengan Input 1 = x dan Input
2 = y, kekuatan pembakaran

di mana F1, 2 (.) adalah fungsi keanggotaan untuk Input 1 dan 2.

Hasil akhir dari sistem ini adalah rata-rata tertimbang dari semua aturan output, yang
dihitung sebagai

dimana N adalah jumlah aturan.

Aturan Sugeno beroperasi seperti yang ditunjukkan pada diagram berikut.

Angka sebelumnya menunjukkan model tip kabur dikembangkan dalam bagian


sebelumnya dari panduan ini diadaptasi untuk digunakan sebagai sistem Sugeno.
Untungnya, sering terjadi bahwa output fungsi tunggal benar-benar cukup untuk
kebutuhan masalah yang diberikan. Sebagai contoh, tippersg.fis sistem representasi
Sugeno-jenis model yang kini akrab tipping. Jika Anda memuat sistem dan plot
permukaan outputnya, anda akan melihat bahwa itu adalah hampir sama sebagai
sistem Mamdani sebelumnya Anda telah melihat.

a = readfis ('tippersg');
gensurf (a)

Cara termudah untuk memvisualisasikan Sugeno orde pertama sistem adalah untuk
memikirkan setiap aturan sebagai mendefinisikan lokasi tunggal bergerak. Artinya,
paku keluaran tunggal bisa bergerak secara linear dalam ruang output, tergantung
pada apa yang input. Ini juga cenderung membuat notasi sistem yang sangat kompak
dan efisien. Tingkat tinggi model fuzzy Sugeno mungkin, tapi mereka
memperkenalkan kompleksitas signifikan dengan prestasi yang jelas sedikit. Model
Sugeno kabur yang output fungsi keanggotaan yang lebih besar dari urutan pertama
tidak didukung oleh perangkat lunak Toolbox Fuzzy Logic.

Karena ketergantungan linier setiap aturan pada variabel input, metode Sugeno sangat
ideal untuk bertindak sebagai pengawas interpolasi linier berganda pengendali yang
akan diterapkan, masing-masing, untuk kondisi operasi yang berbeda dari sistem
nonlinear dinamis. Sebagai contoh, kinerja pesawat terbang dapat berubah secara
dramatis dengan ketinggian dan bilangan Mach. Pengendali linier, meskipun mudah
untuk menghitung dan cocok untuk setiap kondisi penerbangan yang diberikan, harus
diperbarui secara teratur dan lancar untuk bersaing dengan negara perubahan
kendaraan penerbangan. Sebuah sistem inferensi fuzzy Sugeno sangat cocok untuk
tugas lancar interpolasi linier keuntungan yang akan diterapkan di seluruh ruang
input, yang merupakan keuntungan alami dan efisien penjadwal. Demikian pula,
sebuah sistem Sugeno cocok untuk pemodelan sistem nonlinear dengan interpolasi
antara model linier berganda.

Kembali ke Atas of Page Kembali ke Atas


Contoh: Dua Garis

Untuk melihat sebuah contoh khusus dari suatu sistem dengan fungsi keanggotaan
output linier, mempertimbangkan satu input satu sistem keluaran disimpan dalam
sugeno1.fis.

fismat = readfis ('sugeno1');


getfis (fismat, 'output', 1)

Sintaks ini kembali:

Nama = output
NumMFs = 2
MFLabels =
line1
line2
Rentang = [0 1]

Variabel output memiliki dua fungsi keanggotaan.

getfis (fismat, 'output', 1, 'mf', 1)

Sintaks ini kembali:

Nama = line1
Type = linier
Params =
-1 -1

getfis (fismat, 'output', 1, 'mf', 2)

Sintaks ini kembali:

Nama = line2
Type = linier
Params =
1 -1

Selanjutnya, fungsi-fungsi keanggotaan adalah fungsi linear dari variabel input. Para
line1 fungsi keanggotaan didefinisikan oleh persamaan

dan line2 fungsi keanggotaan didefinisikan oleh persamaan

Fungsi keanggotaan masukan dan aturan yang mendefinisikan fungsi-fungsi output


diungkapkan dan ketika:

showrule (fismat)
ans =
1. Jika (masukan rendah) maka (output line1) (1)
2. Jika (masukan tinggi) maka (output line2) (1)

Para plotmf Fungsi menunjukkan kepada kita bahwa fungsi keanggotaan rendah
umumnya mengacu pada nilai input kurang dari nol, sementara tinggi mengacu ke
nilai lebih besar dari nol. Para gensurf fungsi menunjukkan bagaimana output sistem
secara keseluruhan tidak jelas switch lancar dari garis yang disebut dengan garis line1
line2 disebut.

subplot (2,1,1), plotmf (fismat, 'masukan', 1)


subplot (2,1,2), gensurf (fismat)

Sebagai contoh ini menunjukkan, Sugeno-jenis sistem memberikan Anda kebebasan


untuk menggabungkan sistem linear ke dalam sistem Anda kabur. Dengan ekstensi,
Anda bisa membangun sebuah sistem fuzzy yang switch antara beberapa pengendali
linier yang optimal sebagai sistem yang sangat nonlinier bergerak di sekitar dalam
ruang operasi.

Kembali ke Atas of Page Kembali ke Atas


Perbandingan Metode Sugeno dan Mamdani

Karena merupakan representasi yang lebih kompak dan komputasi efisien daripada
sistem Mamdani, sistem Sugeno cocok untuk penggunaan teknik adaptif untuk
membangun model fuzzy. Teknik-teknik adaptif dapat digunakan untuk
menyesuaikan fungsi keanggotaan sehingga sistem fuzzy model terbaik data.

Catatan Anda dapat menggunakan baris perintah MATLAB fungsi mam2sug untuk
mengkonversi sistem Mamdani menjadi sistem Sugeno (tidak harus dengan satu
output) dengan fungsi keanggotaan output konstan. Ia menggunakan centroid terkait
dengan semua output fungsi keanggotaan dari sistem Mamdani. Lihat Fungsi - Daftar
Alfabetis untuk rincian.

Berikut ini adalah beberapa pertimbangan akhir mengenai dua metode yang berbeda.
GIZI

Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan dari intake
makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi
(Jelliffe, 1966). Status gizi dapat dinilai dari setiap jenis zat gizi baik zat gizi makro
maupun mikro. Zat gizi makro yang utama adalah energi, protein, lemak dan
karbohidrat. Lemak dan karbohidrat adalah unsur utama penghasil energi, sehingga
ukuran status gizi untuk zat gizi makro adalah energi dan protein, disebut juga dengan
”status energi dan protein”.

2.1. 1. Metode Penilaian Status Gizi

Manusia makan pada dasarnya untuk memenuhi 3 fungsi makanan itu sendiri, yaitu
untuk tenaga, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh. Kurang konsumsi makanan maka
akan diambil dari cadangan tubuh dan jika makan berlebih akan disimpan dalam
bentuk cadangan tubuh. Makanan berperan penting untuk pertumbuhan. Sehingga
pada hakekatnya menilai status gizi adalah mengevaluasi keseimbangan pemenuhan
kebutuhan berupa penampakan/performa tubuh. Metode penilaian status gizi untuk
menilai status energi protein adalah metode antropometri.

Metode antropometri (anthropos = tubuh, dan metros = ukuran dari bahasa Yunani)
adalah menggunakan ukuran tubuh untuk menetapkan status gizi.

Metode penilaian status gizi dapat dikelompokkan atas metode langsung dan
metode tidak langsung. Berikut ini akan disajikan secara ringkas kedua
kelompok metode penilaian status gizi tersebut (Suppariasa, 2002):

A. Penilaian secara langsung

1. Metode Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia disebut juga dengan metode


pemeriksaan laboratorium, adalah mengukur kadar zat gizi di dalam tubuh
dan atau ekskresi tubuh kemudian dibandingan dengan suatu nilai normatif
yang sudah ditetapkan. Misalnya menilai status zat besi (Fe) dengan
mengukur kadar hemoglobin. Bila kadar hemoglobin < 11 mg% maka
disebut anemia (Depkes, 2002). Untuk penilaian biokimia disebut juga
pemeriksaan laboratorium, spesimen yang biasa digunakan adalah darah,
faces, kelenjar tubuh, urin dan biopsi jaringan tubuh.

2. Penilaian Klinis

Penilaian status gizi secara klinis adalah mempelajari gejala yang muncul dari tubuh
sebagai akibat dari kelebihan atau kekurangan salah satu zat gizi tertentu. Setiap zat
gizi memberikan tampilan klinis yang berbeda, sehingga cara ini dianggap spesifik
namun sangat subjektif. Contoh penilaian status gizi secara klinis adalah kekurangan
vitamin A menyebabkan buta senja (xerophtalmia) (Tarwotjo, 1992). Sedangkan apa
bila dinilai secara biokimia dengan menilai kadar retinol dalam darah.
3. Penilaian Biofisik

Penilaian secara biofisik adalah dengan mengukur elastisitas dan fungsi jaringan
tubuh. Cara ini jarang digunakan karena membutuhkan peralatan yang canggih, mahal
dan tenaga terampil. Salah satu cara penilaian status gizi secara biofisik adah untuk
mengukur komposisi tubuh dengan metode bioelecrical impedance.

4. Penilaian Antropometri

Cara yang paling mudah, tidak membutuhkan peralatan yang mahal adalah
pengukuran antropometri. Dengan demikian antropometri dapat diterapkan
secara luas di lapangan. Sebagai contoh tiap bulan dilaksanakannya
penimbangan balita di posyandu. Pengukuran antropometri memgandung 2
maksud; pertama untuk mendeskripsikan status gizi (penilaian dilakukan
pada satu titik waktu) dan kedua pemantauan status gizi yaitu untuk
melihat trend/ perubahan ukuran tubuh dari waktu ke waktu. Penimbangan
balita di posyandu yang diplot hasilnya ke dalam KMS (Kartu Menuju
Sehat) adalah salah satu contoh pemantauan status gizi (nutritional
monitoring).

Semua bagian tubuh (keseluruhan atau secara parsial) dapat digunakan untuk menilai
status gizi, namun menurut WHO (1983) hanya 3 ukuran (parameter) saja yang
diangap valid, yaitu : Berat badan, tinggi badan dan lingkaran lengan atas. Satu
ukuran tubuh sebagai dasar menentukan status gizi disebut parameter. Gabungan dari
2 parameter disebut dengan indeks. Sehingga dari parameter yang valid tesebut dapat
dinilai 4 indeks, yaitu Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U), Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dan Lingkaran Lengan
Atas menurut Umur (LILA/U).

Penilaian secara tidak langsung

1. Penilaian konsumsi pangan : Mengukur pangan yang dikonsumsi kemudian


dianalisis kandungan gizinya. Jumlah zat izi yang dikonsumsi
dibandingkan dengan kebutuhan (anjuran) makan sehari sesuai umur,jenis
kelamin dan aktivitas (WKNPG, 2004). Pada metode ini akan dibahas
lebih rinci pada sub bab tersendiri mengenai komposisi zat gizi dalam
makanan sehari-hari dan cara mengukurnya.

2. Analisis ekologi dan statistik vital : adalah mempelajari kondisi lingkunan


berupa produksi pangan, pola makan, sosial budaya, ekonomi dan variabel
lain yang secara teoritis mempengaruhi status gizi. Data ini dianalisis
menggunakan statstik tertentu sehingga dapat diprediksi status gizi.

3. Indeks Prognostik Rumah Sakit (IPRS) dan Indeks Diagnostik Rumah Sakit
(IDRS) : adalah suatu metode analisis kebiasaan sehari-hari yang berkaitan
dengan konsumsi gzi dan variabel determinannya yang digunakan untuk
menetapkan status gizi. Cara ini dilakukan di rumah sakit untuk
menegakkan diagnosa dan menentukan tindakan gizi yang harus diberikan
kepada pasien.
2.1. 2. Indeks Status Gizi

Indeks status gizi adalah gabungan dua parameter antropometri yang digunakan untuk
menilai status gizi (WHO, 1990). Tiga indeks yang akan dibahas berikut ini adalah
BB/U, TB/U dan BB/TB yang merupakan indeks dari 3 parameter berat badan, tinggi
badan dan umur. Ketiga parameter memiliki informasi yang berbeda satu sama lain
dalam menilai status gizi.

1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)

Berat badan merupakan ukuran pertumbuhan massa jaringan. Massa jaringan


memiliki sifat sensitif, artinya cepat berubah. Perubahan yang terjadi pada lingkunan
akan terlihat langsung pada massa jaringan. Misalnya seorang anak mekan lebih dari
biasanya dalam 2 atau 3 hari akan terlihat langsung penambahan berat badannya. Atau
sebaiknya apabila terjadi penyakit (misalnya diare) maka berat badan akan langsung
turun drastis. Penggunaan berat badan untuk menilai status gizi menggambarkan
kondisi saat ini (dekat dengan waktu pengukuran). Keadaan kurang gizi yang diukur
dengan berat badan bersifat akut.

2. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan adalah salah satu ukuran pertumbuhan linier. Pertumbuhan liner (tulang
rangka) memiliki sifat pertumbuhannya lambat, tidak mdah berubah, dan seburuk
keadaan ukuran adalah tetap, tidak turun. Tinggi badan menggambarkan kondisi masa
lalu. Gangguan pertumbuhan linier bersifat kronis

3. Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Indeks Bb/TB lebih menggambarkan komposisi tubuh oleh karena tidak dipengaruhi
oleh umur. Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks ini disebut status kegemukan
yaitu : sangat kurus, kurus, normal dan gemuk (Depkes, 2000). Sifat masalah gizi
dengan indeks BB/TB adalah akut dan kronis.

Berdasarkan Surat Keptusan Menteri Kesehatan Nomor 290 tahun 2000 sebagai
penetapan dari hasil Temu Pakar Gizi Bulan Juni 2000 di Semarang, adalah sebagai
berikut :

A. Indeks BB/U

• Gizi Buruk : < -3 SD

• Gizi Kurang : > -3 Sd s/d < -2 SD

• Gizi Baik : > -2 SD s/d < +2 SD

• Gizi Lebih : > +2 SD

B. Indeks TB/U
• Anak Pendek : < -2 SD

• Anak Normal : > -2 SD

C. Indeks BB/TB

• Sangat Kurus : < -3 SD

• Kurus : > -3 Sd s/d < -2 SD

• Ormal : > -2 SD s/d < +2 SD

• Gemuk : > +2 SD

Dimana SD = Standar Deviasi

Angka yang digunaan untuk menentukan klasifikasi status gizi adalah Z-score. Z-
score dihitung dengan membagi hasil pengurangan sebuah parameter dengan median
nilai pada tabel baku rujukan yang digunakan dari parameter yang bersangkutan
kemudian dibagi dengan standar deviasinya. Standar deviasi dihitung dari nilai
median pada karakteristik pengukuran (jenis kelamin umur dan indeks) dikurangi
dengan nilai -1 SD di dalam daftar baku rujukan pada karakteristik yang sama.

Dimana SD adalah

Median BB – (-1 SD) di dalam daftar sesuai karakteristik terukur.

2.1. 1. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi tubuh,
perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan (Atmarita, 2004). IMT tidak
dipengaruhi oleh umur. Pada awalnya disepakati bahwa IMT digunakan untuk orang
dewasa (yang sudah selesai masa pertumbuhan), akan tetapi karena sudah mulai
terjadi masalah gizi ganda, maka disepakati IMT bisa digunakan untuk semua
golongan umur. Masalah gizi ganda adalah suatu kondisi dimana masalah kurang gizi
belum lagi tuntas, sdudah tmul pula di kalangan masyarakat gizi lebih.

IMT sangat cocok digunakan untuk mengukur kegemukan, sebagai dampak dari
perubahan pola hidup, kebiasan mengkonsumsi makanan siap saji yang tinggi lemak
dan protein dan rendah karbohidrat. Sedangkan dalam pola makanan sehat orang
Indonesia adalah komposisi sumber tenaga (makanan pokok) harus lebih tinggi
(Muhilal: 1998 dan 2002).

Indeks Massa Tubuh dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :


Menurut WHO (1992) yang durujuk oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
untuk digunakan di Indonesia, kasifikasi IMT adalah sebagai berikut :

• Sangat kurus : < 17

• Kurus : 17 – 18.5

• Normal : 18,5 – 25

• Gemuk : 25 – 27

• Overweight : 27 -29

• Obesitas : > 27

Dalam konsepsi kadaan gizi ada yang disebut wellnourish (gizi normal) dan
malnourish (gizi salah). Gizi salah dapat dibagi 2 bentuk yaitu gizi lebih (over
nutrition) dan gizi kurang (under nutrition). Dampak yang ditimbulkan dari keduanya
sama-sama merugikan kesehatan dalam manifestasi yang berbeda-beda. Kegemukan
dan obesitas adalah suatu kondisi tubuh dengan berat badan jauh melebihi kondisi
normal. Hal ini sangat berdampak sebagai pemicu penyakit degeneratif seperti jantung
koroner, diabetes mellitus dan arterosklerosis. Kegemukan salah satu ditimbulkan
oleh penimbunan lemak yang berlebih di dalam tubuh. Lemak apabila dipecah akan
menghasilkan asam lemak dan gliserol. Salah satu dari gliserol yang sangat
berbahaya, yang sangat ditakuti adalah kolesterol. Sudah banyak penelitian mengenai
dampak negatif kolesterol sebagai penyakit pembunuh terbanyak saat ini.

Pengukuran IMT adalah salah satu cara untuk mendeteksi timbunan lemak yang
berbahaya tersebut, oleh karena IMT menggambarkan komposisi tubuh.

2.1. 2. Konsumsi Zat Gizi


Makhluk hidup, termasuk manusia makan untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Kebutuhan tubuh dapat didefinisikan dari fungsi makanan itu sendiri. Tri fungsi
makanan yang sudah dikenal adalah : Penghasil energi (sumber tanaga), untuk
pembangun/pertumbuhan dan untuk pengatur/pemeliharaan (Butte, 1988)

Di dalam makanan terkandung zat gizi. Zat gizi untuk memenuhi tri fungsi makanan
di atas adalah karbohidrat dan lemak sebagai sumber tenaga termasuk protein, protein
sebagai zat pembangun/pertubuhan dan vitamin dan mineral sebagai zat pengatur
(pmeliharaan). Dalam fakta metabolisme fungsi tersebut tidak berdiri sendiri (Butte,
1988). Karbohidrat tidak akan bisa diolah jika tidak ada mineral (kalsium), Zat besi di
dalam lauk pauk tak akan bisa ditransportasi bila tidak ada protein. Vitamin A tidak
akan bisa diserap tanpa keberadaan protein (retiol binding protein) (Brown, 2004).

Makananpun dapat dikelompkkan atas makanan pokok (penghasil energi), lauk pauk
(sumber protein) sayur dan buah sebagai sumber vitamin dan mineral. Namun
demikian tiap makan tidak hanya mengandung 1 zat gizi kelompoknya. Tapi makanan
juga mengandung zat gizi lain dalam jumlah yang sedikit. Sebagai contoh daging
adalah lauk pauk sumber protein, namun daging juga mengandung kalori vitamin
(vitamin A dalam bentuk retinol dan mineral Fe dalam bentuk heme) (Dallman, 1986).
Dengan demikian sulit memisahkan makanan dalam kelompok yang pasti. Bahkan
beras sebagai makanan pokok mengandung 8 gram protein pada setiap100 gramnya.
Dalam hal ketidakpastian ini, analisis menggunakan logika fuzzy sangat cocok
digunakan.

Energi

Energi adalah hasil pemecahan zat gizi makro karbohidrat, lemak dan protein,
termasuk juga sayur dan buah. Satu gram karbohidrat dipecah menghasilkan 4,1
kalori, protein 4,1 kalori dan lemak 9,0 kalori. Energi itu sendiri bukan zat gizi, akan
tetapi hasil pemecahan zat gizi lain. Mengingat perannya yang sangat penting, energi
dikelompokkan ke dalam zat gizi, seperti halnya air bukan zat gizi, tapi mengingat
peran pentingnya dikelompokkan ke dalam zat gizi (Basuki, A. 2004).

Energi dibutuhkan tubuh tergantung karakteristik individu yaitu umur, jenis kelamin,
aktivitas dan kondisi jaringan tubuh (komposisi jaringan aktif dan tidak aktif).
Kebutuhan energi dan zat gizi lainnya untuk orang sehat telah ditetapkan dalam
Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG, LIPI) setiap lima tahun. Daftar
yang memuat angka kecukupan gizi disebut AKG (Angka Kecukupan Gizi) untuk
orang sehat Indonesia.. AKG terakhir yang digunakan saat ini di Indonesia adalah
AKG hasil Widya Karya Naisional Pangan dan Gizi taun 2004 (Muhilal, 2005)

Protein

Protein adalah senyawa nitrogen yang terkandung dalam makanan yang berfungsi
sebagai zat pembangun (Almatsier, 2000). Kebutuhan protein berbeda setiap orang,
sama halnya dengan energi. Faktor penentu kebutuhan protein yang sepesifik adalah
pertumbuhan. Anak di usia pertumbuhan membutuhkan protein lebih tingi dibanding
orang dewasa. Secara umum kebutuhan protein adalah 1 gram per kilogram berat
badan.
Lemak

Lemak dalam makan berfiungsi sebagai pelezat, yang membuat makan lebih guri.
Lemak adalah sumber energi yang cukup besar. Namun peran utamnya adah sebagai
pemasok asam lemak essensial yang sangat diperlukan oleh tubuh dalam metabolisme
dan aktifitas jaringan.

Karbohidrat adalah sumber utama energi, sehingga akan berbanding lurus dengan
jumlah energi itu sendiri.

Dalam metabolismenya keempat zat gizi berbeda-beda sesuai fungsi utama. Kondisi
keseimbangan pemenuhan kebutuhan akan membuat urutan penggunaan zat gizi akan
berbeda pula.

Zat Gizi dan Pola Menu seimbang

Salah satu ukuran mutu susunan menu makanan sehari hari adalah Pola Pangan
Harapan (PPH). PPH adalah suatu cara menilai kualitas susunan hidangan dengan
melihat keseimbangan antar kelompok pangan dalam hidangan. Keseimbagan ini
dilihat dari kontribusi tiap kelompok pangan dalam menghasilkan energi. Persentase
sumbangan energi dibandingkan dengan total energi kemudian dikalikan dengan
bobot kelompok pangan itu sendiri, maka didapatkanlah skor masing-masing
kelompok pangan. Total skor dari semua kelompok pangan disebut dengan Skor PPH.
Makin tinggi skor PPH maka makin bervariasilah makanan tersebut dan makin tinggi
mutu susunan hidangan (Deptan, 1992). Nilai maksimal dari PPH adalah 100 dan
Sumatera Barat pada tahun 2005 memiliki skor PPH sebesar 72.

Anjuran komposisi menu ideal untuk mencapai skor PPH terbaik adalah sebagai
berikut (Persagi, 2002) :

Sumbangan makanan pokok : 40 – 60 %

Sumbangan protein : 20 – 30 %

Sumbangan Lemak : 10 – 15 %

Artinya dari total energi yang dikonsumsi, sekitar rata-rata 25 % berasal dari energi
dari protein. Misalkan dalam satu susunan hidangan terdiri dari 2000 kalori berarti
500 kalori harus berasal dari makanan sumber protein. Apabila 1 gram protein
menghasilkan 4,1 kalori maka di dalam susunan hidangan tersebut terdapat 125 gram
protein. Selanjutnya untuk mendapatkan 125 gram protein harus mengkonsumsi
sejumlah bahan pangan tertentu sesuai kandungan proteinnya masing-masing. Sebagai
contoh ikan mengandung 28 gram protein setiap 100 gramnya. Maka jika semua
protein harus dipenuh dari ikan maka jumlah ikan yang harus dimakan adalah sekitar
375 gram.

Untuk menilai kualitas hidangan dapat digunakan proporsi sumbangan energi


terhadap total energi tersebut sebagai acuan.
Apabila susunan hidangan tidak sesuai dengan komposisi tersebut maka mutu
makanan tersebut rendah. Akibat yang lebih parah adalah dampak negatif dari
kelebihan atau kekurangan konsumsi. Kajian mengenai tingkat konsumsi sudah
banyak dilakukan, begitu juga kajian status gizi serta hubungan keduanya. Sebagai
contoh setiap tahun Dinas Kesehatan Kabupate/Kota se Indonesia melakukan peniaian
konsumsi dan status gizi dalam kegiatan Pemantauan Status Gizi dan Pemantauan
Kosumsi. Namun sangat sedikit bahkan Penulis sendiri belum pernah menemukan
tulisan hasil penelitian atau kegiatan rutin pemerintah yang mencoba menilai status
gizi dengan memprediksi berdasarkna konsumsi zat gizi. Secara teoritis hal ini
memang sulit dilakukan oleh karena multifaktorial seperti disebut sebelumnya. Selain
itu batas ambang konsumsi yang digunakan bukan sebuah crisp oleh karena untuk
memperhitungkan perjalanan zat gizi sampai pada utilisasi dalam tubuh. Dengan kata
lain penetapan kebutuhan dan klasifikasi konsumsi yang ada ditegakkan dengan
beberapa asumsi, misalnya tingkat kerusakan dalam pemasakan + 10 %, kondisi
saluran pencernaan normal, enzim-enzim metabolisme bekerja secara optimal, tidak
career penyakit menahun dan lain sebagainya. Ketidak pastian ini menyulitkan untuk
melakukan penelitian yang berbasis masyarakat (community base research).

2.1. Fuzzy Logic

Fuuzy Logic atau logika fuzzy adalah bagian atau salah satu metode dalam Artificial
Intelligence (AI). Fuzzy Logic merupakan metode yang dianggap cocok digunakan
untuk penilaian status gizi oleh karena kelebihan metode tersebut. Beberapa metode
lain dalam Artificial Intellegence seperti Rought Set, Association Rule dan lan,lain.

2.2.1. Sejarah Fuzzy Logic (Logika Samar)

Dalam logika konvensional nilai kebenaran mempunyai kondisi yang pasti


yaitu benar atau salah (true or false), dengan tidak ada kondisi di antara. Prinsip ini
dikemukakan oleh Aristoteles sekitar 2000 tahun yang lalu sebagai hukum Excluded
Middle dan hukum ini telah mendominasi pemikiran logika sampai saat ini. Namun,
tentu saja pemikiran mengenai logika konvensional dengan nilai kebenaran yang pasti
yaitu benar atau salah dalam kehidupan nyata sangatlah tidak cocok. Fuzzy Logic
(logika samar) merupakan suatu logika yang dapat merepresentasikan keadaan yang
ada di dunia nyata.

Teori tentang himpunan logika samar pertama kali dikemukakan oleh Prof. Lofti
Zadeh sekitar tahun 1965 pada sebuah makalah yang berjudul ‘Fuzzy Sets’. Ia
berpendapat bahwa logika benar dan salah dari logika boolean / konvensional tidak
dapat mengatasi masalah yang ada pada dunia nyata. Setelah itu, sejak pertengahan
1970-an, para peneliti Jepang berhasil mengaplikasikan teori ini ke dalam berbagai
permasalahan praktis. Tidak seperti logika boolean, logika samar mempunyai nilai
yang kontinu. Samar dinyatakan dalam derajat dari suatu keanggotaan dan derajat dari
kebenaran. Oleh sebab itu sesuatu dapat dikatakan sebagian benar dan sebagian salah
pada waktu yang bersamaan. Teori himpunan individu dapat memiliki derajat
keanggotaan dengan nilai yang kontinyu, bukan hanya 0 dan 1 (Zadeh, 1965 dalam
Asta, D., : 2002).

Dengan teori himpunan logika samar, kita dapat merepresentasikan dan menangani
masalah ketidakpastian yang dalam hal ini bisa berarti keraguan, ketidaktepatan,
kurang lengkapnya suatu informasi, dan kebenaran yang bersifat sebagian
(Altrock:1997). Di dunia nyata, seringkali kita menghadapi suatu masalah yang
informasinya sangat sulit untuk diterjemahkan ke dalam suatu rumus atau angka yang
tepat karena informasi tersebut bersifat kualitatif (tidak bisa diukur secara kuantitatif).

2.2.2. Himpunan Samar (Fuzzy Sets)

Teori himpunan samar merupakan suatu teori tentang konsep penilaian, dan segala
sesuatu merupakan persoalan derajat atau diibaratkan bahwa segala sesuatu memiliki
elastisitas. Hal ini dapat dilihat dari contoh kasus pemberian beasiswa berikut ini.
Misalkan kita ingin memutuskan apakah seorang mahasiswa layak mendapatkan
beasiswa atau tidak. Andaikan kita hanya memperhatikan dua parameter, yaitu Indeks
Prestasi (IP) dan hasil Tes Psikologi (TP). Mahasiswa A memiliki IP = 3,00 dan TP =
8,00, sedangkan mahasiswa B memiliki IP = 2,999999 dan TP = 8,50. Suatu
universitas X membuat suatu aturan keputusan bahwa mahasiswa yang layak
mendapatkan beasiswa adalah mahasiswa yang memiliki IP > 3,00 dan TP > 8,00.
Dengan aturan tersebut, maka dapat diputuskan bahwa mahasiswa A layak
mendapatkan beasiswa sedangkan mahasiswa B tidak layak. Membuat keputusan
dengan cara seperti ini bisa dianggap tidak adil oleh kalangan mahasiswa. Kenapa
mahasiswa B tidak layak mendapatkan beasiswa? Padahal dia memiliki TP yang jauh
lebih besar dibandingkan dengan mahasiswa A dan IP-nya sedikit lebih kecil dari IP
mahasiswa A (perbedaannya hanya sebesar 0,000001).

Contoh lain di bidang gizi adalah untuk pemberian makanan tambahan di posyandu
adalah anak dengan berat badan dibawah standar ( <-3 SD) dan berasal dari keluarga
kurang mampu. Apabila kemampuan ekonomi diukur dengan status kepemilikan
rumah, maka mungkin saja terdapat kekeliruan dalam mengambil keputusan. Kita
ambil contoh kasus anak A dengan status gizi -3,01 SD dan rumah menumpang
dengan orang tua, sedangkan anak B dengan status gizi -3,5 SD dengan rumah sendiri
berlantai tanah. Keputusan akan diabil bahwa makanan tabahan akan diberikan
kepada anak A. Fakta substansial mengharuskan bantuan diberikan kepada anak B.,
oleh karena kurang gizi yang dideritanya memang berasal dari ketidak mampuan
ekonomi. Sementara anak A dalam contoh ini disebabkan oleh fator non ekonomi
misalnya prilaku atau sosial budaya.

Pada kasus di atas, kader Posyandu X membuat keputusan dengan aturan yang jelas
dan membedakan secara tegas. Dalam bahasa Inggris hal ini disebut sebagai crisp
yang dalam kamus Oxford diartikan sebagai clear and distinct. Di dunia nyata,
terdapat banyak masalah yang sama dengan kasus di atas. Untuk membuat keputusan
yang adil, terkadang suatu masalah tidak bisa dilihat sebagai hitam dan putih.
Terdapat hal-hal bernilai abu-abu yang jika diperhatikan akan membantu kita untuk
membuat keputusan yang secara intuitif lebih adil.

Himpunan samar (fuzzy sets) adalah sekumpulan objek x di mana masing-masing


objek memiliki nilai keanggotaan (membership function), µ atau yang disebut juga
dengan nilai kebenaran dan nilai ini dipetakan ke dalam daerah hasil range (0,1). Jika
x merupakan sekumpulan objek dengan anggotanya dinyatakan dengan x maka
himpunan samar dari A di dalam x adalah himpunan dengan sepasang anggota
(Suyanto, 2007).
2.2.3. Operasi Himpunan Samar

Misalkan himpunan A dan B adalah dua nilai dari himpunan sama pada semesta
pembicaraan U dengan fungsi keanggotaan µ A dan µ B, maka operasi –operasi dasar
himpunan fuzzy berikut dapat didefinisikan sebagai berikut :

1. Union (Gabungan)

Gabungan dua himpunan samar A dan B adalah himpunan samar C.

C = A ∪ B atau bisa ditulis dengan : C = A atau B

Dengan derajat keanggotaan C adalah :

µ C(x) = max (µ A(x) , µ B(x))

= (µ A(x) ∨µ B(x))

1. Intersection (Irisan)

Irisan dua himpunan samar A dan B adalah himpunan samar C.

C = A ∩ B atau bisa ditulis dengan : C = A dan B

Dengan derajat keanggotaan C adalah :

µ C(x) = min (µ A(x) , µ B(x))

= (µ A(x) ∧µ B(x))

1. Complement (Ingkaran)

Komplemen himpunan samar A diberi tanda A’ (not A), dan didefinisikan


sebagai berikut :

µ A’(x) = 1 – µ A(x)

2.2.4. Variabel Linguistik

Variabel linguistik adalah variabel yang berupa kata / kalimat, bukan berupa angka.
Sebagai alasan menggunakan kata / kalimat dari pada angka karena peranan linguistik
kurang spesifik dibandingkan angka, namun informasi yang disampaikan lebih
informatif. Variabel linguistik ini merupakan konsep penting dalam logika samar dan
memegang peranan penting dalam beberapa aplikasi.

Jika ”umur” adalah variabel linguistik, maka nilai linguistik untuk variabel umur
adalah, misalnya ”remaja”, ”muda”, dan ”tua”. Hal ini sesuai dengan kebiasaan
manusia sehari-hari dalam menilai sesuatu, misalnya : ”Orang itu masih muda”, tanpa
memberikan nilai berapa umurnya. Antar kultur dan kondisional batasan umur dapat
saja berbeda.

Konsep tentang variabel linguistik ini diperkenalkan oleh Lofti Zadeh. Dalam variabel
linguistik ini menurut Zadeh dikarakteristikkan dengan :

( X, T(x), U, G, M )

dengan :

X = nama variabel (variabel linguistik)

T(x) = semesta pembicaraan untuk x atau disebut juga nilai linguistik dari x

U = jangkauan dari setiap nilai samar untuk x yang dihubungkan dengan variabel
dasar U

G = aturan sintaksis untuk memberikan nama (x) pada setiap nilai X

M = aturan semantik yang menghubungkan setiap X dengan artinya.

Sebagai contoh, jika :

X = ”umur” dengan U[10,80] dan T(umur) = {remaja, muda, tua}

Maka M untuk setiap X, M(x) adalah M(remaja), M(muda), M(sedang), dimana :

M(remaja) = himpunan samarnya ”umur dibawah 20 tahun” dengan fungsi


keanggotaan µ remaja.

M(muda) = himpunan samarnya ”umur mendekati 40 tahun” dengan fungsi


keanggotaan µ muda.

M(tua) = himpunan samarnya ”umur diatas 50 tahun” dengan fungsi keanggotaan µ


tua.

Maka nilai dari M dapat dilihat dari gambar 2.1 berikut ini :
<!–[if mso & !supportInlineShapes & supportFields]> <![endif]–>

2.2.1. Membership function (fungsi-fungsi keanggotaan)

Di dalam fuzzy systems, fungsi keanggotaan memainkan peranan yang sangat penting
untuk merepresentasikan masalah dan menghasilkan keputusan yang akurat. Terdapat
banyak sekali fungsi keanggotaan yang bisa digunakan. Berikut ini akan dibahas
empat fungsi keanggotaan yang sering digunakan di dunia nyata, yaitu :

1. Fungsi Sigmoid Sesuai dengan namanya, fungsi ini berbentuk kurva sigmoidal
seperti huruf S. Setiap nilai x

(anggota crisp set) dipetakan ke dalam interval [0,1]. Gambar

2. Fungsi Phi

Disebut fungsi Phi karena bentuk seperti simbol phi. Pada fungsi keanggotaan ini,
hanya terdapat satu nilai x yang memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu
ketika x = c. Nilai-nilai di sekitar c memiliki derajat keanggotaan yang masih
mendekati 1. Grafik

3. Fungsi Segitiga

Sama dengan fungsi phi, pada fungsi ini juga terdapat hanya satu nilai x yang
memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu ketika x = b. Tetapi, nilai-nilai di
sekitar b memiliki derajat keanggotaan yang turun cukup tajam (menjauhi 1). Grafik

4. Fungsi trapesium
Berbeda dengan funsi segitiga, pada fungsi ini terdapat beberapa nilai x yang
memiliki derajat keanggotaan sama dengan 1, yaitu ketika b < x < c. Tetapi, derajat
keanggotaan untuk a < x < b dan c < x < d memiliki karakteristik yang sama dengan
fungsi segitiga. Grafik

2.2.1. Sistem Berbasis Aturan Fuzzy

Suatu sistem berbasis aturan fuzzy yang lengkap terdiri dari tiga komponen utama,
yaitu :

1. Fuzzification

Mengubah masukan-masukan yang nilai kebenarannya bersifat pasti (crisp


input) ke dalam bentuk fuzzy input, yang berupa nilai linguistik yang
semantiknya ditentukan berdasarkan fungsi keanggotaan tertentu.

1. Inference

Melakukan penalaran menggunakan fuzy input dan fuzzy rules yang telah
ditentukan sehingga menghasilkan fuzzy output.

1. Deffuzification

Mengubah fuzzy output menjadi crisp value berdasarkan fungsi keanggotaan


yang telah ditentukan.

Terdapat dua model aturan fuzzy yang digunakan secara luas dalam berbagai
aplikasi, yaitu :

1. Model Mamdani

Pada model ini, aturan fuzzy didefinisikan sebagai :

IF x1 is A1 AND ….. AND xn is An THEN y is B

dimana : A1, ….., An , dan B adalah nilai-nilai linguistik (atau fuzzy set) dan
“x1 is A1” menyatakan bahwa variabel x1 adalah anggota fuzzy set A1.

Metode Mamdani sering juga dikenal sebagai Metode Max-Min. Metode ini
diperkenalkan oleh Ebrahim Mamdani pada tahun 1975. Untuk mendapatkan
output, diperlukan 4 tahapan :

a. Pembentukan himpunan fuzzy

Pada metode Mamdani, baik variabel input maupun variabel output dibagi
menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy.

b. Aplikasi fungsi implikasi (aturan)

Pada metode Mamdani, fungsi implikasi yang digunakan adalah Min.


c. Komposisi aturan

Tidak seperti penalaran monoton, apabila sistem terdiri dari beberapa


aturan, maka inference diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan.
Ada 3 metode yang digunakan dalam melakukan inference sistem fuzzy,
yaitu :

i. Metode Max (Maximum)

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara


mengambil nilai maksimum aturan, kemudian menggunakannya
untuk memodifikasi daerah fuzzy, dan mengaplikasikannya ke
output dengan menggunakan operator OR (union). Jika semua
proposisi telah dievaluasi, maka output akan berisi suatu himpunan
fuzzy yang merefleksikan kontribusi dari tiap-tiap proposisi. Secara
umum dapat dituliskan sebagai berikut :

µ sf[xi] = max (µ sf[xi] , µ kf[xi])

dengan :

µ sf[xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i

µ kf[xi] = nilai keanggotaan konsekuensi fuzzy sampai aturan ke-i

ii. Metode Additive (sum)

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara


melakukan bounded-sum terhadap semua output daerah fuzzy.

Secara umum dituliskan :

µ sf[xi] = min (1, µ sf[xi] + µ kf[xi])

dengan :

µ sf[xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i

µ kf[xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy sampai aturan ke-i

iii. Metode probabilistik OR (probor)

Pada metode ini, solusi himpunan fuzzy diperoleh dengan cara


melakukan product terhadap semua output daerah fuzzy. Secara
umum dituliskan :

µ sf[xi] = (µ sf[xi] + µ kf[xi]) – (µ sf[xi]* µ kf[xi])

dengan :
µ sf[xi] = nilai keanggotaan solusi fuzzy sampai aturan ke-i

µ kf[xi] = nilai keanggotaan konsekuen fuzzy sampai aturan ke-i

d. Penegasan (defuzzy)

Input dari proses defuzzy adalah suatu himpunan fuzzy yang diperoleh dari
komposisi atuan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan
merupakan suatu bilangan pada himpunan fuzzy tersebut. Sehingga jika
diberikan suatu himpunan fuzzy dalam range tertentu, maka harus dapat
diambil suatu nilai crisp tertentu sebagai output.

1. Model Sugeno

Penalaran dengan model Sugeno hampir sama dengan penalaran Mamdani,


hanya saja output (konskuen) sistem tidak berupa himpunan fuzzy, melainkan
berupa konstanta atau persamaan linear. Model ini dikenal juga sebagai Takagi
– Sugeno – Kang (TSK) model yang diperkenalkan pada tahun 1985, yaitu
suatu varian dari Model Mamdani. Model ini menggunakan aturan yang
berbentuk IF x1 is A1 AND ….. AND xn is An THEN y = f (x1, x2, …, xn)

dimana : f bisa berupa sebarang fungsi dari variabel-variabel input yang


nilainya berada dalam interval variabel output. Biasanya, fungsi ini dibatasi
dengan menyatakan f sebagai kombinasi linear dari variabel-varibel input :

f(x1, x2, …, xn) = w0 + w1x1 + ….. + w2x2

dimana w0, w1, ….., wn adalah konstanta yang berupa bilangan real yang
merupakan bagian dari spesifikasi aturan fuzzy.

2.2.1. Fuzzification

Fuzzification atau fuzzifikasi adalah fase pertama dari perhitungan samar yaitu
pengubahan nilai tegas (crisp) ke nilai samar. Proses fuzzyfikasi ditulis sebagai
berikut : x = fuzzifier (x0) dengan x0 adalah sebuah vektor nilai tegas dari suatu
variabel input, x adalah vektor himpunan fuzzy yang didefinisikan sebagai variabel,
dan fuzzifier adalah sebuah operator fuzzifikasi yang mengubah nilai tegas ke
himpunan samar. Inferensi fuzzy digunakan untuk merumuskan pemetaan himpunan
input ke himpunan output dengan prinsip logika fuzzy (aturan If – Then). Teknik
reasoning adalah cara tepat untuk menentukan nilai yang akan digunakan sebagai
masukan aksi kendali yang tepat.

2.2.2. Inference

Untuk membedakan dengan First-Order Logic, secara sintaks, suatu aturan fuzzy
dituliskan sebagai :

IF antecedent THEN consequent


Dalam suatu sistem berbasis aturan fuzzy, proses inference memperhitungkan semua
aturan yang ada dalam basis pengetahuan. Hasil dari proses inference dipresentasikan
oleh suatu fuzzy set untuk setiap variabel bebas (pada consequent). Derajat
keanggotaan untuk setiap nilai variabel tidak bebas menyatakan ukuran kompabilitas
terhadap variabel bebas (pada antecedent). Misalkan, terdapat suatu sistem dengan n
variabel bebas x1, x2, …, xn dan m variabel tidak bebas y1, y2, …, ym. Misalkan R
adalah suatu basis dari sejumlah r aturan fuzzy :

IF P1(x1, x2, …, xn) THEN Q1(y1, y2, …, ym).

……………………………………………

IF Pr(x1, x2, …, xn) THEN Qr(y1, y2, …, ym).

dimana P1, …..,Pr menyatakan fuzzy predicate untuk variabel bebas, dan Q1, ….., Qr
menyatakan fuzzy predicate untuk variabel tidak bebas.

2.2.3. Defuzzification

Terdapat berbagai metode defuzzification yang telah berhasil diaplikasikan untuk


berbgai macam masalah. Di sini, akan dibahas lima metode, yaitu :

1. Centroid method

Metode ini disebut juga sebagai Center of Area atau Center of gravity. Metode
ini merupakan metode yang paling penting dan menarik di antara semua
metode yang ada. Metode ini mengandung nilai crisp menggunakan rumus :

dimana y* suatu nilai crisp. Fungsi integration dapat diganti dengan fungsi
summation jika y bernilai diskrit, sehingga menjadi :

dimana y adalah nilai crisp dan µ R(y) adalah derajat keanggotaan dari y.

2. Height method

Metode ini dikenal juga sebagai prinsip keanggotaan maksimum karena


metode ini secara sederhana memilih nilai crisp yang memiliki derajat
keanggotaan maksimum. Oleh karena itu, metode ini hanya bisa dipakai untuk
fungsi keanggotaan yang memiliki derajat keanggotaan 1 pada suatu nilai crisp
tunggal dan 0 pada semua nilai crisp yang lain. Fungsi seperti ini sering
disebut sebagai singleton.
3. First (or Last) of Maxima

Metode ini juga merupakan generalisasi dari height method untuk kasus
dimana fungsi keanggotaan output memiliki lebih dari satu nilai maksimum.
Sehingga, nilai crisp yang digunakan adalah salah satu dari nilai yang
dihasilkan dari maksimum pertama atau maksimum terakhir (tergantung pada
aplikasi yang akan dibangun).

4. Mean – Max method

Metode ini disebut juga sebagai Middle of Maxima. Metode ini merupakan
generalisasi dari height method untuk kasus dimana terdapat lebih dari satu
nilai crisp yang memiliki derajat keanggotaan maksimum. Sehingga y*
didefinisikan sebagai :

dimana : m adalah nilai crisp yang paling kecil dan M adalah nilai crisp yang
paling besar.

5. Weighted Average

Metode ini mengambil nilai rata-rata dengan menggunakan pembobotan


berupa derajat keanggotaan. Sehingga y* didefinisikan sebagai :

dimana y adalah nilai crisp dan µ (y) adalah derajat keanggotaan dari nilai
crisp y.

2.1. MATLAB 7.0

MATLAB, bahasa untuk komputasi teknik, dirancang untuk meningkatkan jangkauan


dan produktivitas ilmu dan bidang teknik, untuk mempercepat proses penemuan dan
pengembangan , untuk memudahkan belajar, dan untuk memperkuat krativitas
penelitian. Sedangkan tipe data baru, struktur serta keistimewaan bahasa pada
MATLAB meliputi : array multidimensi, struktur data yang dapat didefinisikan, array
sel (array multiple data), array karakter ( dua byte per karakter), tipe data satu byte
untuk image (gambar), pemrograman berorientasi objek (OOP), daftar argument dan
panjang variable, file M multifungsi dan pribadi, operator dan fungsi berbeban lebih,
statement case / switch dan sebagainya.

Fasilitas matematika dan analisis data yang disediakan lebih dari 500 fungsi
matematika, statistika, dan teknik dengan memberikan akses yang lebih cepat pada
alat komputasi numeric yang diperlukan.

Fasilitas-fasilitas baru pada MATLAB meliputi : penyelesaian persamaan


differensial biasa, delaunay triangulation, gridding untuk sample data tidak teratur,
fungsi-fungsi teori himpunan, quadratur dua dimensi, fungsi-fungsi tanggal dan
waktu, interpolasi multidimensi, konvolusi, FFT’s, operator bit-wise, nilai eigen
matriks jarang dan nilai singular, link simulation dan sebagainya. (Hanselman, 1997)

Anda mungkin juga menyukai