Anda di halaman 1dari 104

.

Vol. 15 No. 2 Desember 2017 ISSN 1412- 8063


Nomor : 670/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

Diterbitkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)


Jakarta – Indonesia

J.TEKNO.DIRGANT. VOL. 15 NO. 2 HAL. 93 - ... JAKARTA, DESEMBER 2017 ISSN 1412 – 8063
Vol. 15 No. 2 Desember 2017 ISSN 1412- 8063
Nomor : 670/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

DAFTAR ISI
PERANCANGAN AUTOPILOT LATERAL-DIREKSIONAL PESAWAT NIRAWAK Halaman
LSU-05 (THE DESIGN OF THE LATERAL-DIRECTIONAL AUTOPILOT FOR
THE LSU-05 UNMANNED AERIAL VEHICLE)
Muhammad Fajar, Ony Arifianto 93 - 104
PENGARUH KOMPOSISI AP TERHADAP PROSESIBILITAS SLURRY
PROPELAN DENGAN KANDUNGAN ALUMINIUM TINGGI (EFFECTS OF
AMMONIUM PERCHLORATE COMPOSITION ON HIGH CONTENT
ALUMINIUM PROPELLANT SLURRY)
Afni Restasari, Rika Suwana Budi, Kendra Hartaya 105 - 114
EVALUASI KINETIKA DEKOMPOSISI TERMAL PROPELAN KOMPOSIT
AP/HTPB DENGAN METODE KISSINGER, FLYNN WALL OZAWA DAN
COATS – REDFREN (EVALUATION OF THERMAL DECOMPOSITION
KINETICS OF AP/HTPB COMPOSITE SOLID PROPELLANT USING
KISSINGER, FLYNN WALL OZAWA AND COATS – REDFREN METHOD)
Wiwiek Utami Dewi 115 - 132

PENELITIAN TRANSMISIBILITAS ALAT PEREDAM GETARAN PADA


MUATAN ROKET RX 550 LAPAN (RESEARCH TRANSMISSIBILITY OF
VIBRATION DAMPERS EQUIPMENTS ON ROCKET RX 550 LAPAN)
Agus Budi Djatmiko 133 - 142
PENGARUH KETEBALAN DI TENGAH TABUNG MOTOR ROKET RX 122
YANG PANJANG (THE EFFECT OF THICKNESS IN THE MIDDLE OF RX 122
LONG ROCKET MOTOR TUBE)
Ediwan 143 - 150

KARAKTERISTIK RAW MATERIAL EPOXY RESIN TIPE BQTN-EX 157 YANG


DIGUNAKAN SEBAGAI MATRIK PADA KOMPOSIT (THE CHARACTERISTICS
OF RAW MATERIAL BQTN-EX 157 EPOXY RESIN USED AS COMPOSITES
MATRIX)
Sri Rahayu, Mabe Siahaan 151 - 160

VERIFICATION OF SCHRENK METHOD FOR WING LOADING ANALYSIS OF


SMALL UNMANNED AIRCRAFT USING NAVIER- STOKES BASED CFD
SIMULATION (VERIFIKASI METODE SCHRENK DENGAN SIMULASI CFD
BERBASIS PERSAMAAN NAVIER-STOKES DALAM ANALISIS PEMBEBANAN
SAYAP PESAWAT UDARA NIRAWAK KELAS RINGAN)
Arifin Rasyadi Soemaryanto, Nurhayyan H Rosid 161 - 166
APLIKASI PERANGKAT LUNAK SISTEM AKUISISI KECEPATAN REACTION
WHEEL (SOFTWARE APPLICATION OF REACTION WHEEL SPEED
ACQUISITION SYSTEM)
Harry Septanto 167 - 178
Vol. 15 No. 2 Desember 2017 ISSN 1412- 8063
Nomor : 670/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

SUSUNAN DEWAN PENYUNTING JURNAL TEKNOLOGI DIRGANTARA


Penyunting
 Ketua
Prof. Dr. Heri Budi Wibowo (Propelan, Piroteknik dan Material Penahan Panas)
 Anggota
Dr. Robertus Heru Triharjanto, M.Sc (Desain Kendaraan Ruang Angkasa, Misil dan Satelit)
Dr. Harry Septanto, MT (Desain Kendaraan Ruang Angkasa, Misil dan Satelit)
Dr. Ir. Bagus H. Jihad, MT (Propelan, Piroteknik dan Material Penahan Panas)
Dr. Kendra Hartaya, M.Si., APU (Propelan, Piroteknik dan Material Penahan Panas)
Drs. Agus Harno Nurdin Syah, M.Si (Getaran Mekanik)
Ir. Atik Bintoro, MT., APU (Desain Kendaraan Ruang Angkasa, Misil dan Satelit)
Ir. Widodo Selamet, MT (Struktur Satelit)
Mitra Bestari
Dr. Leonardo Gunawan (Struktur Ringan)/Institut Teknologi Bandung
Dr. Ridanto Eko Putro (Fisika Terbang)/Institut Teknologi Bandung
Dr. Waspada Kurniadi (Teknik Pertambangan)/Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya
Ir. Emir Mauludi Husni M.Sc., Ph.D (Teknik Komputer)/Institut Teknologi Bandung
Dr. Eng. Himsar Ambarita, ST., MT (Teknik Mesin)/Universitas Sumatera Utara
Dr. Firman Hartono, ST., MT. (Desain, Operasi dan Perawatan Pesawat Terbang)/Institut
Teknologi Bandung

SUSUNAN SEKRETARIAT REDAKSI JURNAL TEKNOLOGI DIRGANTARA

Pemimpin Umum
Ir. Christianus R. Dewanto, M.Eng

Pemimpin Redaksi Pelaksana


Ir. Jasyanto, MM

Redaksi Pelaksana
Mega Mardita, S.Sos., M.Si
Yudho Dewanto, ST
Dwi Haryanto, S.kom
Aulia Pradipta, SS

Tata Letak
Irianto, S.Kom
M. Luthfi

Berdasarkan SK Kepala LIPI Nomor : 818/E/2015 ditetapkan


Jurnal Teknologi Dirgantara sebagai Majalah Berkala Ilmiah Terakreditasi
Gambar cover, Model Sistem peredam getaran pada muatan roket RX 550

Alamat Penerbit :
LAPAN, Jl. Pemuda Persil No. 1, Rawamangun, Jakarta 13120
Telepon : (021) – 4892802 ext. 142 dan 146 (Hunting)
Fax : (021) – 47882726
Email : publikasi@lapan.go.id
Situs : http: www.lapan.go.id
http://www.jurnal.lapan.go.id
Vol. 15 No. 2 Desember 2017 ISSN 1412- 8063
Nomor : 670/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

DARI REDAKSI

Sidang Pembaca yang kami hormati,


Puji syukur, kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya,
sehingga Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15, No. 2, Desember 2017 hadir ke hadapan sidang pembaca
dengan mengetengahkan 8 (delapan) artikel sebagai berikut, “Perancangan Autopilot Lateral-Direksional
Pesawat Nirawak LSU-05 (The Design of the Lateral-Directional Autopilot for the LSU-05 Unmanned
Aerial Vehicle)” ditulis oleh Muhammad Fajar, Ony Arifianto. Autopilot dirancang pada range kecepatan
operasi pesawat yaitu 15 m/dtk, 20 m/dtk, 25 m/dtk, dan 30 m/dtk dengan ketinggian 1000 m. Autopilot
yang dirancang adalah Roll Attitude Hold, Heading Hold dan Waypoint Following; “Pengaruh Komposisi AP
Terhadap Prosesibilitas Slurry Propelan Dengan Kandungan Aluminium Tinggi (Effects of Ammonium
Perchlorate Composition on High Content Aluminium Propellant Slurry) ”ditulis oleh Afni Restasari,
Rika Suwana Budi, Kendra Hartaya. Dalam penelitian ini, dibuat slurry propelan A (APh : APk 1:2),
propelan B (APh : APk 1:1), propelan C (APh : APk 3:2) dan propelan D (APh : APk 2:1). Metode yang
digunakan meliputi pengukuran viskositas dengan viskometer Brookfield RVT spindle 07 pada
0,3 rpm setiap 15 menit; Wiwiek Utami Dewi, menulis ”Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal
Propelan Komposit AP/HTPB Dengan Metode Kissinger, Flynn Wall Ozawa dan Coats – Redfren
(Evaluation of Thermal Decomposition Kinetics of AP/HTPB Composite Solid Propellant Using
Kissinger, Flynn Wall Ozawa and Coats – Redfren Method)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
parameter kinetika dekomposisi propelan LAPAN. Propelan yang digunakan memiliki perbedaan komposisi Al dan
jenis moda AP; Artikel dengan judul “Penelitian Transmisibilitas Alat Peredam Getaran pada Muatan
Roket RX 550 LAPAN (Research Transmissibility of Vibration Dampers Equipments on Rocket RX 550
LAPAN)” ditulis oleh Agus Budi Djatmiko. Tujuan penelitian transmisibilitas pada alat peredam
getaran adalah untuk mengetahui besarnya percepatan yang ditransmisikan ke muatan roket;
“Pengaruh Ketebalan di Tengah Tabung Motor Roket RX 122 yang Panjang (The Effect of Thickness in the
Middle of Rx 122 Long Rocket Motor Tube)” ditulis oleh Ediwan. Untuk menghindari tegangan
tersebut maka bagian tengah tabung harus lebih tebal agar tegangan bagian tengah berkurang,
tetapi tidak menimbulkan konsentrasi tegangan; “Karakteristik Raw Material Epoxy Resin Tipe
BQTN-EX 157 yang digunakan sebagai Matrik pada Komposit (The Characteristics of Raw Material
BQTN-EX 157 Epoxy Resin used as Composites Matrix)” ditulis oleh Sri Rahayu, Mabe Siahaan. Tujuan
dari penelitian adalah mendapatkan karakteristik raw material resin yang digunakan sebagai matrik pada
komposit; Kemudian Arifin Rasyadi Soemaryanto, Nurhayyan H Rosid menulis “Verification of Schrenk
Method for Wing Loading Analysis of Small Unmanned Aircraft using Navier- Stokes Based CFD
Simulation (Verifikasi Metode Schrenk dengan Simulasi CFD Berbasis Persamaan Navier-Stokes dalam
Analisis Pembebanan Sayap Pesawat Udara Nirawak Kelas Ringan)”. Tujuan dari studi ini adalah untuk
menghitung distribusi gaya angkat sepanjang sayap dan menentukan seberapa besar eror dari kedua
metode; Artikel terakhir Harry Septanto menulis “Aplikasi Perangkat Lunak Sistem Akuisisi Kecepatan
Reaction Wheel (Software Application of Reaction Wheel Speed Acquisition System)”. Makalah ini
melaporkan hasil penelitian mengenai pengembangan perangkat lunak sistem akuisisi data kecepatan
wheel dari sebuah aktuator satelit yang disebut reaction wheel unit.
Demikianlah 8 artikel yang kami sajikan dalam Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15, No. 2, Desember
2017. Seperti diketahui jurnal ini memuat hasil penelitian di bidang teknologi dirgantara dalam bahasa
Indonesia atau bahasa Inggris dan terbuka bagi ilmuwan-ilmuwan dalam dan luar negeri. Semoga sidang
pembaca dapat mengambil manfaatnya.

Jakarta, Desember 2017


Redaksi
JURNAL
TEKNOLOGI DIRGANTARA
Journal of Aerospace Tecnology

ISSN 1412-8063 Vol. 15 No.1 Juni 2017


Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin atau biaya
ABSTRAK
INVESTIGASI GAYA KONTAK/IMPAK PADA PICO-SATELLITE DETUMBLING
MAIN LANDING GEAR PESAWAT KOMUTER SIMULATION USING MAGNETIC ATITUDE
DENGAN PENDEKATAN MULTI-BODY ACTUATOR (SIMULASI DETUMBLING PADA
SIMULATION (MBS) RIGID MODELS (THE SATELIT PIKO MENGGUNAKAN AKTUATOR
INVESTIGATION OF CONTACT/IMPACT SIKAP MAGNETIK) / Ali Muksin, Ridanto
FORCES OF COMMUTER AIRCRAFT MAIN Eko Poetro, Robertus Heru Triharjanto
LANDING GEAR USING MULTI-BODY
SIMULATION (MBS) RIGID MODELS) / Dony J. TEKGAN, 15 (1) 2017 :11-20
Hidayat , Jos Istiyanto, Danardono Agus
Sumarsono, Aryandi Marta Salah satu cara untuk mengendalikan sikap
satelit nano/piko adalah dengan
J. TEKGAN, 15 (1) 2017 : 1-10 menggunakan magneto-torquer sebagai
aktuator. Saat ini ITB tengah mewacanakan
Pengujian landing gear yang bertujuan untuk pengembangan cubesat, sehinggga tujuan
mengetahui karakteristik gaya kontak/impak dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
yang terjadi saat touchdown landing telah kinerja sistem kendali sikap berdasarkan
dilakukan. Pengujian eksperimental medan magnet Bumi pada cubesat kelas 3U.
menggunalcan apparatus membutuhkan Penelitian ini menggunakan simulator satelit
waktu yang lama dan biaya yang besar. Vitual berbasis MATLAB/simulink yang
Landing Gear Drop Test (vLGDT) dikembangkan oleh LAPAN dan ITB, moda
menggunalcan perangkat lunak MSC ADAMS kendalinya berbasis hukum kendali b-dot.
merupakan salah satu alternatif untuk Keuntungan dari sistem kendali ini adalah
pengujian tahap awal landing gear. Dari ukuran dan beratnya yang kecil,
simulasi menggunakan vLGDT diperoleh nilai dibandingkan dengan moda kendali lain,
k = 5.0e5 N/m dan cmax = 1600 N.detik/m. seperti momentum wheel atau reaction wheel.
Gaya kontalc/impalc yang terjadi pada Sementara kerugiannya adalah hanya bisa
simulasi menggunalcan vLGDT sebesar 75996 menghasilkan torsi saat aktuator mempunyai
N, sedangkan dari eksperimental sebesar sudut tidak nol dengan medan magnet Bumi.
73612 N. Hasil vLGDT lebih besar 3.14% Hasil menunjukkan bahwa moda kendali
dibandingkan eksperimental. tersebut dapat melakukan manuver de-
tumbling, dengan waktu transient terbaik
Kata kunci: Gaya kontak/impak, landing mendekati dua periode orbit. Juga
gear, drop test, multi-body simulation, rigid ditunjukkan bahwa variasi waktu transient
body dan ketidakstabilan dapat diperoleh dengan
memvariasikan parameter gain pada
kontroler.

Kata kunci: Cubesat attitude control, Magnetic


actuator, B-dot control, Satellite simulator
JURNAL
TEKNOLOGI DIRGANTARA
Journal of Aerospace Tecnology

ISSN 1412-8063 Vol. 15 No.1 Juni 2017


Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin atau biaya
ABSTRAK
SISTEM PENGAMAN POWER SHAPE- JUSTIFIKASI CFD KEDALAMAN GROOVE
CHARGE PADA FLIGHT TERMINATION BAN PADA PROSES PERAWATAN HARIAN
SYSTEM (POWER SHAPE CHARGE PESAWAT B737-800 AKIBAT
SECURITY SYSTEM ON FLIGHT HYDROPLANING (B737-800 TIRE GROOVE
TERMINATION SYSTEM) / Effendi Dodi DEPTH CFD JUSTIFICATION ON ITS DAILY
Arisandi MAINTENANCE PROCESS DUE TO
HYDROPLANING) / Vicky Wuwung, Nelli
J. TEKGAN, 15 (1) 2017 :21-28 Anggreyni, Valeri Maria Hitoyo, Carolus
Bintoro
Baterai adalah sumber energi listrik yang
dapat digunakan secara berulang-ulang. J. TEKGAN, 15 (1) 2017 : 29-44
Dengan demikian, baterai dapat digunakan
sebagai sumber energi listrik untuk berbagai Groove atau ‘kembang” pada ban pesawat
macam peralatan elektronika. Modul Flight merupakan sarana untuk mengalirkan air
Termination System (FTS ) juga menggunakan dari bagian depan menuju bagian belakang
baterai sebagai sumber energi listrik. Modul melalui bagian bawah ban, tanpa mengangkat
FTS yang telah terintegrasi dalam sistem ban sehingga dapat mencegah terjadinya
roket harus dikontrol secara ketat agar tidak hydroplaning. Sehingga, pengaruh nilai
terjadi kecelakaan yang dapat ditimbulkan kedalaman groove terhadap gaya angkat pada
oleh penyalaan power modul. Hal ini ban pesawat B737-800 yang bergerak di
disebabkan, pada saat power modul FTS landasan dengan genangan air perlu
dinyalakan maka akan menimbulkan logika dijustifikasi dalam proses perawatan harian.
high pada mikrokontroller yang dapat Penelitian ini menyimulasikan proses
memicu aktifnya komponen elektronika. mengalirnya air pada bagian bawah ban
Penelitian ini fokus pada sistem proteksi dengan menggunakan simulasi numerik (CFD
sumber daya baterai sebagai pemicu sistem Numeca Fine/Marine) 3-D unsteady sebagai
shape-charge pada modul FTS. Smart system metode untuk menjustifikasi pengaruh
yang menjadi fokus pada penelitian ini terdiri groove. Simulasi dilakukan untuk kondisi
dari komponen mikrokontroller, inverter, gerakan ban pesawat pada saat proses
relay, resistor, dan thyristor. Dari hasil landing (V = 62,275 m/s) beberapa saat
penelitian diperoleh bahwa penggunaan setelah touch down (setelah skidding) dengan
smart system dapat menghambat aktifnya ban pesawat dianggap rigid body sebagai
relay yang diakibatkan oleh penyalaan power kondisi batas. Selanjutnya tinggi genangan
modul FTS. air dipilih pada saat runway dinyatakan
dalam kondisi flood (tinggi genangan air =
Kata kunci: smart system; modul FTS; relay; 2,54mm). Simulasi tersebut menampilkan
Power shape-charge hasil perhitungan ban pesawat Boeing 737-
800, dengan hydroplaning mulai terjadi
ketika kedalaman groove ban berada dibawah
0,4 inch. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin kecil kedalaman groove, maka
semakin kecil luas penampang groove dan
semakin besar gaya kompresi yang terjadi
pada bagian bawah ban dan semakin
memperbesar kemungkinan terjadinya
fenomena hydroplaning. Dengan diketahuinya
hasil dari simulasi tersebut, maka hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai
masukan bagi proses maintenance harian
pesawat B737-800 dan mampu memberikan
suatu hal baru dalam pembelajaran
khususnya mengenai fenomena hydroplaning.

Kata Kunci: B 737-800, kedalaman groove,


hydroplaning, CFD Numeca Fine/Marine,
maintenance harian
JURNAL
TEKNOLOGI DIRGANTARA
Journal of Aerospace Tecnology

ISSN 1412-8063 Vol. 15 No.1 Juni 2017


Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin atau biaya
ABSTRAK
ANALISIS CFD KARAKTERISTIK DESAIN DAN IMPLEMENTASI GROUND
AERODINAMIKA PADA SAYAP PESAWAT MODEL SATELIT NANO DENGAN
LSU-05 DENGAN PENAMBAHAN VORTEX SUBSISTEM KOMUNIKASI PADA
GENERATOR (ANALYSIS OF CFD FREKUENSI S-BAND (DESIGN AND
AERODYNAMIC CHARACTERISTICS AT IMPLEMENTATION OF GROUND MODEL
THE WING OF AIRCRAFT LSU-05 WITH NANO-SATELLITE WITH S-BAND
THE ADDITION OF VORTEX GENERATOR) FREQUENCY COMMUNICATION
/ Awalu Romadhon, Dana Herdiana SUBSYSTEM) / Fitrenna Khaznasari, Joko
Suryana
J. TEKGAN, 15 (1) 2017 :45-58
J. TEKGAN, 15 (1) 2017 :59-70
Pesawat LSU-05 adalah salah satu pesawat
tanpa awak (UAV) yang sedang dikembangkan Makalah ini berisi desain dari ground model
oleh Pusat Teknologi Penerbangan LAPAN, nano-satelit pengamat Bumi yang subsistem
yang mempunyai misi untuk kegiatan komunikasinya bekerja pada frekuensi S-
penelitian, observasi, patroli, pengawasan Band. Ground model yang dibuat mengacu
perbatasan wilayah, dan investigasi bencana pada satelit GOLIAT yang memiliki ukuran
alam. Penelitian ini bertujuan untuk sebesar 10 x 10 x 10 cm, berat satu kilogram,
mengetahui pengaruh penambahan vortex payload yang dibawa berupa kamera, dan
generator terhadap karakteristik daya yang dipancarkan sebesar 1 watt.
aerodinamika dari sayap Pesawat Tanpa Ground model satelit nano yang dibuat
Awak LSU-05. Metode yang digunakan adalah memiliki antena untuk transmisi berupa
analisis numerik dengan simulasi CFD untuk antena mikrostrip dengan ukuran 9,5 x 9,5
memprediksi karakteristik aerodinamika dan cm, frekuensi kerja 2,4 GHz, nilai parameter
fenomena aliran yang terjadi. Model yang S11 sebesar -18,506 dB, VSWR sebesar
digunakan adalah sayap pesawat LSU-05 1,2695, dan gain sebesar 6,42 dB. Ground
tanpa vortex generator dan dengan vortex model yang dibuat menggunakan Seeeduino
generator yang didesain dengan software sebagai on-board computer, modul XBee
CATIA. Simulasi menggunakan software untuk berkomunikasi, kamera VC0706,
ANSYS Fluent untuk mengetahui perubahan baterai lithium ion, solar panel, dan berbagai
karakteristik aerodinamika sayap setelah macam sensor. Perhitungan link budget pada
penambahan vortex generator seperti jarak 300 km untuk ground model satelit
koefisien lift dan koefisien drag. Hasil yang nano yang dibuat yaitu Effective Isotropic
diperoleh dari penelitian penambahan vortex Radiated Power (EIRP) yang dimilikinya
generator pada sayap Pesawat LSU-05 adalah sebesar 36,42 dBm, daya terima -101,18
peningkatan nilai koefisien lift maksimum dBm, receive power dan noise ratio ( sebesar
sayap dari 1,26450 menjadi 1,34840 atau 107 dBHz, dan energy bit dan noise ratio
naik sebesar 0,0839 (6,63%), peningkatan sebesar 55,02 dB, sementara untuk satelit
nilai koefisien drag pada sudut serang -9⁰ s/d GOLIAT memiliki EIRP sebesar 32,2 dBm,
11⁰, penurunan nilai koefisien drag pada daya terimanya sebesar -82 dBm, receive
sudut serang 12⁰ s.d 15⁰ dan peningkatan power dan noise ratio sebesar 126,18 dBHz,
sudut stall sayap dari 11⁰ menjadi 14⁰ atau dan energy bit dan noise ratio sebesar 86,357
naik sebesar 3⁰ (27,7 %). dB. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
desain dan implementasi ground model satelit
Kata Kunci: vortex generator; LSU-05; nano dengan subsistem komunikasi S-band
karakteristik aerodinamika; CFD berhasil dilakukan, bahkan kinerjanya lebih
baik dari satelit pembanding.

Kata kunci : Ground model nano satelit;


frekuensi 2,4 GHz; antena; Seeeduino; XBee;;
link budget
JURNAL
TEKNOLOGI DIRGANTARA
Journal of Aerospace Tecnology

ISSN 1412-8063 Vol. 15 No.1 Juni 2017


Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin atau biaya
ABSTRAK
PREDIKSI KEKUATAN STRUKTUR ALAT KENDALI SAKELAR EMPAT ANTENNA
UJI GETARAN ENGINE LSU SERIES BERSUSUN UNTUK PENJEJAKAN
MENGGUNAKAN METODE ELEMEN INTERFERENCE FREKUENSI TTC SATELIT
HINGGA (STRENGTH PREDICTION OF THE LAPAN (SWITCH CONTROL SYSTEM FOR
ENGINE VIBRATION TEST STAND OF LSU FOUR ARRAY ANTENNA FOR TRACKING
SERIES USING FINITE ELEMENT METHOD) OF LAPAN’S SATELLITE TTC
/Fajar Ari Wandono, Agus Harno Nurdin INTERFERENCE FREQUENCY) / Arif
Syah Hidayat, Wahyudi Hasbi, Elyas Palantei,
Syafruddin Syarif
J. TEKGAN, 15 (1) 2017 :71-80
J. TEKGAN, 15 (1) 2017 : 81-92
Untuk mengetahui karakteristik getaran dari
kombinasi engine dan propeller yang Telemetry Tracking And Command (TTC)
digunakan pada LAPAN Surveillance UAV satelit LAPAN menggunakan frekuensi UHF.
(LSU) series maka diperlukan sebuah alat uji Frekuensi UHF rentan terhadap interference.
yang disebut alat uji getaran engine (AUGE). Salah satu metode mencari pemancar
Struktur AUGE harus dibuat kuat dan kaku interference menggunakan metode efek
untuk mendapatkan hasil uji getaran engine Doppler. Untuk mendapat nilai pergeseran
yang baik. Sebagai langkah awal telah dibuat frekuensi sesuai efek Doppler yang
sebuah AUGE yang terbuat dari material dibutuhkan, diperlukan sakelar antena yang
ASTM A36 yang berbentuk H setinggi 1 meter stabil, yang berfungsi sebagai pengontrol
dengan bagian bawahnya dibaut ke sebuah antena array. Rangkaian sakelar RF di
lantai yang sudah diperkuat. Dengan kontrol dengan Arduino board menghasilkan
menggunakan software metode elemen hingga Doppler frekuensi 500 Hz. Demodulator, clock
dan memasukkan parameter engine DA-170 Arduino Board dan Soundcard sebagai input
serta sifat mekanik ASTM A36 didapatkan software pencari. Hasil outputnya dapat
bahwa struktur AUGE tersebut memiliki nilai dilihat dengan menggunakan software open
faktor keamanan sebesar 26,24. Adapun lima akses sounDoppler. Sistem ini mampu
nilai pertama frekuensi pribadi dari struktur mendeteksi pemancar maupun repeater yang
tersebut adalah 61,94 Hz, 77,18 Hz, 93,79 diterima oleh perangkat. Upgrade sistem dari
Hz, 212,23 Hz dan 286,24 Hz. penelitian ini adalah proses pengolahan data
dapat dilakukan secara mandiri
Kata kunci : karakteristik getaran; alat uji menggunakan software Matlab sehingga lebih
getaran engine; material ASTM A36; engine mudah untuk diolah dan dianalisis.
DA-170; metode elemen hingga; faktor
keamanan; frekuensi pribadi Kata kunci : satelit TTC, interference, kontrol
antenna, arduino board , array antenna
JURNAL
TEKNOLOGI DIRGANTARA
Journal of Aerospace Tecnology

ISSN 1412-8063 Vol. 15 No. 2 Desember 2017


Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin atau biaya
ABSTRAK
PERANCANGAN AUTOPILOT LATERAL- PENGARUH KOMPOSISI AP TERHADAP
DIREKSIONAL PESAWAT NIRAWAK LSU-05 PROSESIBILITAS SLURRY PROPELAN
(THE DESIGN OF THE LATERAL- DENGAN KANDUNGAN ALUMINIUM TINGGI
DIRECTIONAL AUTOPILOT FOR THE LSU- (EFFECTS OF AMMONIUM PERCHLORATE
05 UNMANNED AERIAL VEHICLE)/ COMPOSITION ON HIGH CONTENT
Muhammad Fajar, Ony Arifianto ALUMINIUM PROPELLANT SLURRY) / Afni
Restasari, Rika Suwana Budi, Kendra
J. TEKGAN, 15 (2) 2017 : 93-104 Hartaya

Autopilot pada pesawat dikembangkan J. TEKGAN, 15 (2) 2017: 105-114


berdasarkan pada modus gerak pesawat yaitu
modus gerak longitudinal dan lateral- Sebagai padatan pengisi propelan,
directional. Pada makalah ini, dirancang Ammonium perklorat (AP) dapat
autopilot pada modus gerak lateral-directional mempengaruhi sifat fluida dari slurry
untuk pesawat LSU-05. Autopilot dirancang propelan yang penting dalam pencetakan
pada range kecepatan operasi pesawat yaitu untuk menghasilkan propelan yang homogen.
15 m/dtk, 20 m/dtk, 25 m/dtk, dan 30 Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
m/dtk dengan ketinggian 1000 m. Autopilot untuk menemukan pengaruh komposisi AP
yang dirancang adalah Roll Attitude Hold, (AP halus (APh): AP kasar(APk)) terhadap sifat
Heading Hold dan Waypoint Following. fluida slurry yang meliputi viskositas, pot life
Autopilot dirancang berdasarkan model linier dan indeks pseudoplastisitas. Dalam
dalam bentuk state-space. Pengendali yang penelitian ini, dibuat slurry propelan A (APh :
digunakan adalah pengendali Proportional- APk 1:2), propelan B (APh : APk 1:1), propelan
Integral-Derivative (PID). Hasil simulasi C (APh : APk 3:2) dan propelan D (APh : APk
menunjukan nilai overshoot/undershoot 2:1). Metode yang digunakan meliputi
tidak melebihi 5% dan settling time kurang pengukuran viskositas dengan viskometer
dari 30 detik jika diberikan perintah step. Brookfield RVT spindle 07 pada 0,3 rpm
setiap 15 menit. Sementara, di menit ke-35,
Kata kunci : lateral-direksional; autopilot; PID viskositas pada 0,3; 0,5 dan 0,6 rpm diukur.
Berdasarkan data tersebut, grafik ln
viskositas vs waktu serta viskositas vs shear
rate dibuat untuk menentukan persamaan
viscosity build-up dan Power Law. Diketahui,
nilai viskositas awal propelan dalam
jangkauan 11.493 – 52945 P, dengan
viskositas terendah dan pot life (13,12 menit)
dimiliki oleh propelan A. Sementara, nilai
indeks pseudoplastisitas propelan yang
jangkauan 0,655 – 0,991, nilai terendahnya
ditunjukkan oleh propelan D dan tertingginya
ditunjukkan oleh propelan B, yang mana
propelan A diketahui tidak sesuai untuk
pencetakan dengan teknik vakum. Pada sisi
lain, propelan C relatif baik untuk
dikembangkan karena memiliki viskositas
(17.506 P) dan laju kenaikan viskositasnya
(247 P/menit) yang tidak berbeda jauh
dengan propelan A, serta indeks
pseudoplastisitas (0,972) sesuai untuk
pencetakan dengan vakum. Disimpulkan,
hubungan antara rasio APh : APk dengan
sifat fluida propelan (viskositas, pot life dan
pseudoplastisitas beragam oleh karena faktor
packing dari partikel – partikel penyusun
propelan.

Kata kunci : Slurry propelan;


pseudoplastisitas; viskositas; pot life
JURNAL
TEKNOLOGI DIRGANTARA
Journal of Aerospace Tecnology

ISSN 1412-8063 Vol. 15 No. 2 Desember 2017


Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin atau biaya
ABSTRAK
EVALUASI KINETIKA DEKOMPOSISI PENELITIAN TRANSMISIBILITAS ALAT
TERMAL PROPELAN KOMPOSIT AP/HTPB PEREDAM GETARAN PADA MUATAN
DENGAN METODE KISSINGER, FLYNN ROKET RX 550 LAPAN (RESEARCH
WALL OZAWA DAN COATS – REDFREN / TRANSMISSIBILITY OF VIBRATION
Wiwiek Utami Dewi DAMPERS EQUIPMENTS ON ROCKET RX
550 LAPAN) / Agus Budi Djatmiko
J. TEKGAN, 15 (2) 2017 : 115-132
J. TEKGAN, 15 (2) 2017 : 133-142
Mekanisme dan kinetika dekomposisi
propelan telah diinvestigasi menggunakan Setiap struktur rekayasa seperti halnya pada
DTG/TA dengan tiga jenis metode yang muatan roket, mempunyai massa dan
berbeda yaitu Kissinger, Flynn Wall Ozawa elastisitas, maka struktur tersebut
dan Coats & Redfern. Penelitian ini bertujuan mempunyai potensi untuk menimbulkan
untuk mengetahui parameter kinetika getaran. Pada umumnya terjadinya getaran
dekomposisi propelan LAPAN. Propelan yang pada struktur rekayasa adalah tidak
digunakan memiliki perbedaan komposisi Al diinginkan, oleh karena itu sedapat mungkin
dan jenis moda AP. Propelan RUM adalah getaran tersebut diusahakan untuk diredam.
propelan AP/HTPB. RX 450 adalah Percepatan pengganggu yang ditimbulkan
AP/HTPB/ Al (bimoda). Sementara itu, RX oleh proses pembakaran pada roket dapat
1220 adalah AP/HTPB/ Al (trimoda). menyebabkan getaran dengan amplitudo yang
Pengujian termal berlangsung pada suhu 30 - besar yang mengakibatkan kerusakan pada
400oC dan atmosfer nitrogen berlaju alir 50 struktur mutan roket dan alat elektronik yang
ml/menit. Hasil penelitian mengungkapkan ada pada muatan roket sehingga tidak dapat
bahwa semua jenis propelan terdekomposisi bekerja seperti yang diinginkan. Berdasarkan
dengan mekanisme F1 (nukleasi acak dengan pengalaman, alat elektronik akan mengalami
satu nukleus pada partikel individu). Energi kerusakan jika percepatan pengganggu
aktivasi propelan berkisar antara 100,876 – sebesar 10 g yang bekerja pada roket tidak
155,156 kJ/mol sementara faktor pre- direduksi. Untuk itu dirancang suatu alat
eksponensial berkisar antara 4,57 x 107 – peredam getaran, peralatan tersebut terdiri
3,46 x 1012/min. Energi aktivasi (E) dan dari pegas dan damper atau peredam yang
faktor pre-eksponensial (A) RX 1220 adalah disusun sedemikian rupa sehingga muncul
terendah dari ketiga sampel. Penggunaan efek redaman terhadap getaran. Pada
jenis AP trimodul menciptakan efek katalitik penelitian ini digunakan pegas dengan
yang menurunkan besarnya energi aktivasi. kekakuan k = 120.000 N/m, faktor redaman
Propelan RX 1220 lebih mudah = 0,0503 dan massa muatan (m) = 10,5 kg,
terdekomposisi (lebih mudah bereaksi) dengan percepatan sebesar 1 G dan frekuensi
daripada propelan RUM dan RX 450. kerja dari 0 sampai dengan 2000 Hz. Tujuan
penelitian transmisibilitas pada alat peredam
Kata kunci : DTA; TGA; DTG; dekomposisi; getaran ini adalah untuk mengetahui
propelan besarnya percepatan yang ditransmisikan ke
muatan roket. Hasil penelitian alat peredam,
pada saat awal percepatan pengganggu atau
G force yang ditransmisikan ke muatan roket
sebesar 1 g atau TR = 1, tetapi setelah
melewati resonansi atau didapat G force yang
ditransmisikan ke muatan roket sebesar 0,1
g atau TR = 0,1 (alat cukup baik). Dari hasil
penelitian ini dapat dikatakan bahwa alat
peredam dapat digunakan untuk meredam
getaran pada muatan roket RX 550.

Kata kunci : Peredam Getaran;


Transmisibilitas; muatan roket
JURNAL
TEKNOLOGI DIRGANTARA
Journal of Aerospace Tecnology

ISSN 1412-8063 Vol. 15 No. 2 Desember 2017


Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin atau biaya
ABSTRAK
PENGARUH KETEBALAN DI TENGAH KARAKTERISTIK RAW MATERIAL EPOXY
TABUNG MOTOR ROKET RX 122 YANG RESIN TIPE BQTN-EX 157 YANG
PANJANG (THE EFFECT OF THICKNESS IN DIGUNAKAN SEBAGAI MATRIK PADA
THE MIDDLE OF RX 122 LONG ROCKET KOMPOSIT (THE CHARACTERISTICS OF
MOTOR TUBE) /Ediwan RAW MATERIAL BQTN-EX 157 EPOXY
RESIN USED AS COMPOSITES MATRIX)/Sri
J. TEKGAN, 15 (2) 2017 : 143-150 Rahayu, Mabe Siahaan

Pada perhitungan tabung roket akibat J. TEKGAN, 15 (2) 2017 : 151-160


pengaruh tekanan dan temperatur, bila
perbandingan antara panjang dan diameter Tujuan dari penelitian adalah mendapatkan
cukup besar, perlu memperhitungkan karakterisasi raw material resin yang
terjadinya tegangan bending akibat berat dan digunakan sebagai matrik pada komposit.
tegangan buckling akibat ketebalan. Untuk Resin adalah material polimer yang kaku atau
menghindari tegangan tersebut maka bagian semi kaku pada suhu kamar, sedangkan
tengah tabung harus lebih tebal agar epoxy resin adalah kelas sistem ikatan kimia
tegangan bagian tengah berkurang, tetapi organik yang digunakan dalam preparat
tidak menimbulkan tegangan yang lebih lapisan khusus atau perekat. Penelitian ini
besar lagi. Analisis yang lebih mendalam melaporkan pengaruh komposisi resin epoxy
tentang tabung dilakukan pada tabung yang BQTN-EX 157 dengan hardener terhadap sifat
cukup panjang yaitu 2000 mm dan diameter mekanik, fisis, dan kimia. Untuk itu, sampel
122 mm. Analisis yang dilakukan hanya dari dibuat dengan variasi komposisi campuran
pengaruh tekanan saja pada tabung yang (fraksi volume) antara epoxy resin dengan
tebalnya sama dan tabung yang tengahnya hardener 2:1/4, 2:1/2, 2:3/4, dan 2:1.
dipertebal, dengan tujuan untuk melihat Kemudian campuran dicetak menjadi
pengaruh penebalan bagian tengah tabung lembaran plat selama 7 hari, setelah itu
tersebut dan sampai ketebalan berapa tabung lembaran plat dibentuk menjadi spesimen uji.
bagian tengah diizinkan sehingga akibat Selanjutnya spesimen diuji kuat tariknya (σu)
terjadinya bending dan buckling dapat dengan Universal Testing Machines (UTM) seri
diabaikan. AND RTF-2410, densitasnya (ρ) dengan
densitometer seri FH-MD200, dan group
Kata kunci : tabung roket; pengaruh tekanan molekulernya dengan FTIR seri IRPrestige-21.
Secara berturut-turut, nilai rata-rata kuat
tarik terendah dan tertinggi adalah 16.4872
dan 57.9254 MPa yang dihasilkan pada
komposisi campuran 2 : 1/4 dan 2 : 1, nilai
rata-rata densitas terendah 1.1065 g/cc dan
tertinggi 1.1430 g/cc pada komposisi
campuran 2 :1 dan 2 : 1/4. Selanjutnya nilai
frekuensi penyerapan terjadi pada 1050 ~
1700 cm-1 dan pada daerah frekuensi ini
terjadi pembentukan peak C-O dan C=C
terendah dan tertinggi. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa jika jumlah fraksi
volume dari hardener semakin banyak
dicampur dengan resin epoxy akan
meningkatkan kuat tarik; menurunkan
densitas, dan menghasilkan pembentukan
senyawa C-O dan C=C.

Kata kunci : epoxy resin, hardener, fraksi


volume, ultimate tensile streght, densitas
JURNAL
TEKNOLOGI DIRGANTARA
Journal of Aerospace Tecnology

ISSN 1412-8063 Vol. 15 No. 2 Desember 2017


Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa ijin atau biaya
ABSTRAK
VERIFICATION OF SCHRENK METHOD APLIKASI PERANGKAT LUNAK SISTEM
FOR WING LOADING ANALYSIS OF SMALL AKUISISI KECEPATAN REACTION WHEEL
UNMANNED AIRCRAFT USING NAVIER- (SOFTWARE APPLICATION OF REACTION
STOKES BASED CFD SIMULATION WHEEL SPEED ACQUISITION SYSTEM)/
(VERIFIKASI METODE SCHRENK DENGAN Harry Septanto
SIMULASI CFD BERBASIS PERSAMAAN
NAVIER-STOKES DALAM ANALISIS J. TEKGAN, 15 (2) 2017 : 167-178
PEMBEBANAN SAYAP PESAWAT UDARA
NIRAWAK KELAS RINGAN)/ Arifin Rasyadi Kegiatan alih teknologi melalui
Soemaryanto, Nurhayyan H Rosid reverse engineering merupakan upaya yang
dilakukan oleh negara berkembang dalam
J. TEKGAN, 15 (2) 2017 : 161-166 rangka memperkecil jarak ketimpangan dari
negara maju dalam hal teknologi, termasuk
Prediksi dari beban aerodinamika teknologi satelit. Melakukan pengukuran dan
yang terjadi pada sayap menjadi salah satu akuisisi data dalam rangka mengurai
tahap yang penting dalam analisis struktur informasi desain suatu komponen satelit
perancangan pesawat. Beberapa metode telah adalah tahap pertama proses reverse
digunakan untuk mengestimasi besarnya engineering. Makalah ini melaporkan hasil
beban aerodinamika pada sayap. Metode penelitian mengenai pengembangan
Schrenk umum digunakan untuk estimasi perangkat lunak sistem akuisisi data
cepat perhitungan besar distribusi gaya kecepatan wheel dari sebuah aktuator satelit
angkat di sepanjang sayap. Guna mencapai yang disebut reaction wheel unit. Dalam aspek
tingkat akurasi yang tinggi dari prediksi fase pengembangan satelit, sistem akuisisi
aerodinamika, simulasi Computational Fluid data ini dapat digunakan sebagai perangkat
Dynamics (CFD) dengan berbasis persamaan pengujian untuk verifikasi di tingkat
Navier-Stokes dapat digunakan. Pesawat komponen. Data kecepatan wheel, yang
nirawak LSU dipilih untuk merepresentasikan diperoleh dari eksperimen yang dilakukan,
analisis aerodinamika pada pesawat nirawak ditampilkan dengan grafik respon transien.
dengan konfigurasi twin-tailboom pusher. Berdasarkan analisis atas data tersebut,
Fokus dari studi yang dilakukan adalah sistem akusisi data yang dikembangkan
untuk memverifikasi dari metode pendekatan menjanjikan untuk digunakan dalam rangka
dari Schrenk dengan menggunakan metode pengukuran karakteristik dinamik reaction
yang memiliki akurasi tinggi seperti simulasi wheel sebagai upaya mengurai informasi
CFD. Tujuan dari studi adalah untuk desainnya. Selain itu, analisis yang telah
menghitung distribusi gaya angkat sepanjang dilakukan merepresentasikan bagian dasar
sayap dan menentukan seberapa besar error dari tahap verifikasi di tingkat komponen. Hal
dari kedua metode. ini menunjukkan bahwa sistem akusisi data
ini menjanjikan untuk digunakan sebagai
Kata kunci : beban aerodinamis, CFD, perangkat pengujian di dalam fase
pesawat udara tanpa awak pengembangan satelit.

Kata kunci : perangkat lunak, sistem akuisisi


data, reaction wheel, respon transien
Perancangan Autopilot Laterral...... (Muhammad Fajar dan Ony Arifianto)

PERANCANGAN AUTOPILOT LATERAL-DIREKSIONAL PESAWAT


NIRAWAK LSU-05
(THE DESIGN OF THE LATERAL-DIRECTIONAL AUTOPILOT FOR
THE LSU-05 UNMANNED AERIAL VEHICLE)
Muhammad Fajar1,*) **), Ony Arifianto*)
*) Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara

Institut Teknologi Bandung


Jl. Ganesha No. 10, Bandung 40132 Indonesia
**) Pusat Teknologi Penerbangan

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional


Jl. Raya LAPAN, Sukamulya, Rumpin, Bogor 16350 Indonesia
1e-mail: muhammad.fajar@lapan.go.id

Diterima 15 September 2017; Direvisi 27 Oktober 2017; Disetujui 21 Desember 2017

ABSTRACT

The autopilot on the aircraft is developed based on the mode of motion of the aircraft i.e.
longitudinal and lateral-directional motion. In this paper, an autopilot is designed in lateral-directional
mode for LSU-05 aircraft. The autopilot is designed at a range of aircraft operating speeds of 15 m/s,
20 m/s, 25 m/s, and 30 m/s at 1000 m altitude. Designed autopilots are Roll Attitude Hold, Heading
Hold and Waypoint Following. Autopilot is designed based on linear model in the form of state-space.
The controller used is a Proportional-Integral-Derivative (PID) controller. Simulation results show the
value of overshoot / undershoot does not exceed 5% and settling time is less than 30 second if given
step command.

Keywords: lateral-directional, autopilot, PID

93
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :93 -104

ABSTRAK

Autopilot pada pesawat dikembangkan berdasarkan pada modus gerak pesawat yaitu modus
gerak longitudinal dan lateral-directional. Pada makalah ini, dirancang autopilot pada modus gerak
lateral-directional untuk pesawat LSU-05. Autopilot dirancang pada range kecepatan operasi pesawat
yaitu 15 m/dtk, 20 m/dtk, 25 m/dtk, dan 30 m/dtk dengan ketinggian 1000 m. Autopilot yang
dirancang adalah Roll Attitude Hold, Heading Hold dan Waypoint Following. Autopilot dirancang
berdasarkan model linier dalam bentuk state-space. Pengendali yang digunakan adalah pengendali
Proportional-Integral-Derivative (PID). Hasil simulasi menunjukan nilai overshoot/undershoot tidak
melebihi 5% dan settling time kurang dari 30 detik jika diberikan perintah step.

Kata kunci: lateral-directional, autopilot, PID

1 PENDAHULUAN dinamik, turunan kestabilan, kendali


LSU-05 adalah pesawat tanpa buatan untuk kestabilan (Etkin, 1996),
awak yang sedang dikembangkan oleh hingga kendali otomatik (Nelson, 1998;
Pusat Teknologi Penerbangan dengan Allerton, 2009).
harapan dapat membawa payload hingga Sistem kendali PID dijelaskan
30 kg dengan berat take-off maksimum cukup detail pada referensi (Ogata,
(MTOW) sebesar 75 kg. Pesawat ini 2010). Beberapa metode lain dijelaskan
memiliki bentang sayap sepanjang 5,5 m dengan cukup rinci seperti metode root-
dengan luas 3,49 m2 (Tim LSU-05, 2014). locus, metode Frequency-Response
Pesawat ini merupakan bagian dari (Nyquist, Bode, Nichols, dsb). Metoda
roadmap penelitian dan pengembangan desain sistem kendali dalam bentuk
pesawat tanpa awak Pusat Teknologi state-space seperti metode pole-
Penerbangan hingga tahun 2019 placement, observers, quadratic optimal
(Pustekbang, 2017). Gambar empat sisi regulator, dan sistem kendali robust juga
dari pesawat LSU-05 dapat dilihat pada dijelaskan pada buku tersebut.
Gambar 1-1. Sistem kendali PID masih
digunakan pada sistem autopilot UAV
(Kada, 2011; Eko, 2013; Sufendi, 2013).
Selain sistem kendali PID, yang banyak
dikembangkan di dunia adalah sistem
kendali hybrid yang merupakan gabungan
dari beberapa sistem kendali seperti
neural network – PID, neural network –
fuzzy logic, fuzzy logic – PID, dsb. Selain itu,
metode-metode tersebut juga dibandingkan
satu dengan lainnya dan hasilnya dapat
Gambar 1-1: Gambar empat sisi LSU-05. (Tim saling melengkapi. (Goutami, 2016; Nair,
LSU-05, 2014) 2015).
Perhitungan aerodinamika pesawat
Pemodelan dinamika pesawat dapat menggunakan berbagai perangkat
terbang banyak dijelaskan pada beberapa seperti Athena Vortex Lattice (AVL) (Drela,
referensi baik dinamika longitudinal 2017). Dengan mengetahui geometri
maupun dinamika lateral-directional pesawat dan geometri bidang kendali
(Nelson, 1998; Allerton, 2009; Etkin, 1996). pesawat, AVL dapat memberikan keluaran
Dijelaskan dalam buku-buku tersebut koefisien-koefisien aerodinamika yang
bagaimana penurunan persamaan gerak diperlukan dalam pemodelan pesawat
pesawat, triming, kestabilan statik dan yang akan dianalisis dinamikanya dan

94
Perancangan Autopilot Laterral...... (Muhammad Fajar dan Ony Arifianto)

dikendalikan baik secara otomatis Setiap autopilot yang dirancang


maupun manual. harus memenuhi kriteria desain sebagai
berikut:
2 METODOLOGI  Overshoot/undershoot tidak melebihi 5 %
Model dinamika pesawat LSU-05  Settling time tidak melebihi 30 detik
dinyatakan dalam bentuk persamaan
non-linier yang disederhanakan pada 2.2 Persamaan Gerak Pesawat Udara
matra gerak lateral-directional Model Persamaan gerak pesawat dapat
aerodinamika yang digunakan adalah disederhanakan menjadi dua modus
model linier menggunakan Athena Vortex gerak yaitu gerak longitudinal dan gerak
Lattice Method (AVL) (Drela, 2017), data lateral-directional, dengan asumsi bahwa
ini mungkin akan berbeda dengan hasil kedua modus gerak tersebut tidak saling
uji terbang pesawat. Perancangan mempengaruhi satu dengan lainnya
autopilot didasarkan pada model hasil (Duhri, 2016). Persamaan gerak lateral-
linierisasi. Sistem kendali menggunakan directional dapat dituliskan sebagai
PID. Sistem propulsi, aktuator, dan berikut:
sensor tidak dimodelkan dalam desain
dan simulasi autopilot. Gangguan 𝑌 + 𝑀𝑔 𝑠𝑖𝑛 𝜑 = 𝑀(𝑣̇ ) (2-1)
eksternal juga tidak dimodelkan.
𝑙 = 𝐼𝑥 𝑝̇ − 𝐼𝑥𝑧 𝑟̇ + 𝑞𝑟(𝐼𝑧 − 𝐼𝑦 ) − 𝐼𝑥𝑧 𝑝𝑞 (2-2)
2.1 Diagram Alir Perancangan
Autopilot 𝑛 = −𝐼𝑥𝑧 𝑝̇ + 𝐼𝑧 𝑟̇ + 𝑝𝑞(𝐼𝑦 − 𝐼𝑥 ) + 𝐼𝑥𝑧 𝑞𝑟 (2-3)
Diagram alir perancangan sistem
lateral-directional autopilot dapat dilihat 𝜑̇ = 𝑝 (2-4)
pada Gambar 2-1.
𝜓̇ = 𝑟 𝑠𝑒𝑐 𝜃0 (2-5)

Dari persamaan gerak tersebut,


dapat dilakukan trimming pada kecepatan
15 m/dtk, 20 m/dtk, 25 m/dtk, dan 30
m/dtk pada kondisi terbang jelajah.
Linierisasi persamaan gerak pesawat
dilakukan pada setiap kondisi trim
tersebut dengan berbagai asumsi bahwa
pesawat bergerak dengan gangguan yang
sangat kecil atau sering disebut Small-
Disturbance theory (Nelson, 1998; Etkin,
1996). Linierisasi persamaan gerak tersebut
dapat direpresentasikan ke dalam matriks
state-space sebagai berikut:

𝑥̇ ̅ = 𝐴𝑥̅ + 𝐵𝑢̅ (2-6)

𝑣̇ 𝑌𝑣 𝑌𝑝 𝑌𝑟 𝑔 𝑐𝑜𝑠 𝜃0 𝑣
𝑝̇ 𝑙𝑣 𝑙𝑝 𝑙𝑟 0 𝑝
[ ]= [𝑟] +
𝑟̇ 𝑛𝑣 𝑛𝑝 𝑛𝑟 0
𝜑̇ [ 0 1 𝑡𝑎𝑛 𝜃0 0 ] 𝜑 (2-7)
𝑌𝛿𝑎 𝑌𝛿𝑟
𝑙 𝑙𝛿𝑟 𝛿𝑎
[ 𝛿𝑎 ][ ]
𝑛𝛿𝑎 𝑛𝛿𝑟 𝛿𝑟
Gambar 2-1: Diagram alir perancangan sistem
0 0
lateral-directional autopilot
95
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :93 -104

Dimana x̅ adalah vektor state, u̅ adalah 2.3.3 Heading hold


vektor kendali, sedangkan A dan B Heading hold merupakan sistem
adalah matriks sistem. Matriks A adalah autopilot untuk menjaga pesawat menuju
matriks state, sedangkan matriks B arah heading tertentu. Untuk melakukan
adalah matriks kendali. Penurunan gerakan ini pesawat harus melakukan
persamaan menjadi model state-space manuver bank. Sehingga gerakan ini
dapat dilihat pada referensi (Nelson, merupakan gerakan berbelok yang
1998; Etkin, 1996). terkoordinasi dengan angular rate (ψ̇)
tertentu. Ilustrasi gerakan tersebut dapat
2.3 Lateral-directional Autopilot dilihat pada Gambar 2-4.
Sistem lateral-directional autopilot
yang dirancang pada makalah ini adalah
Roll Attitude Hold, Heading Hold, dan
Waypoint Following. Dirancang juga
sistem kestabilan buatan Yaw Damper
untuk menambah kestabilan pada gerak
lateral-directional.

2.3.1 Yaw damper Gambar 2-4: Ilustrasi gerakan heading pesawat


Yaw damper merupakan suatu
sistem kestabilan buatan untuk Berdasarkan gambar di atas
mengendalikan yaw rate (r). Sistem ini (kanan), penjumlahan pada sumbu y
digunakan untuk meredam gerakan adalah mVψ̇ cos φ = mg sin φ atau dapat
dutch roll. Sistem ini dirancang dengan dituliskan sebagai berikut:
mengumpanbalikan yaw rate (r) dengan
bidang kendali rudder (δr) yang 𝑉𝜓̇
𝑡𝑎𝑛 𝜑 = (2-8)
digunakan sebagai input. Desain yaw 𝑔
damper dapat dilihat pada Gambar 2-2.
Karena sudut bank diasumsikan
sangat kecil maka diperoleh sudut bank
untuk angular rate tertentu:

𝑉𝜓̇
𝜑≈ (2-9)
Gambar 2-2: Rancangan yaw damper 𝑔

2.3.2 Roll attitude hold Misalkan sudut heading yang


Roll attitude hold adalah sistem diinginkan adalah ψd dan heading
autopilot untuk menjaga pesawat pada pesawat (ψ) harus mengikuti ψd relatif
sudut bank tertentu. Sudut bank (φ) pada waktu tertentu (Τ), maka:
diumpanbalikan untuk kemudian sistem
mengendalikan defleksi aileron (δa) agar 𝜏𝜓̇ + 𝜓 = 𝜓𝑑 (2-10)
sudut bank sesuai yang diinginkan.
Desain roll attitude hold dapat dilihat sehingga diperoleh:
pada gambar berikut.
1
𝜓̇ = (𝜓 − 𝜓) (2-11)
Τ 𝑑

Dari persamaan (2-9) dan


persamaan (2-11), maka dapat diperoleh
Gambar 2-3: Rancangan roll attitude hold sudut bank yang diperlukan untuk
96
Perancangan Autopilot Laterral...... (Muhammad Fajar dan Ony Arifianto)

memenuhi heading pesawat yang Nilai δ merupakan jarak acuan


diinginkan. pesawat untuk berbelok, nilai ini akan
divariasikan untuk memperoleh jalur
𝑉 𝑉 yang diinginkan. Sedangkan τ
𝜑𝑑 = 𝜓̇ = (𝜓 − 𝜓) (2-12) merupakan nilai ambang batas jarak
𝑔 𝑔Τ 𝑑
pesawat terhadap waypoint yang dituju.
Heading hold didesain Perintah heading pesawat ψc ditentukan
menggunakan bank hold dan yaw berdasarkan nilai cross-track error (ε)
damper. Desain dari heading hold adalah dibandingkan dengan nilai δ yang dipilih.
sebagai berikut. Besaran heading pesawat ψc ditentukan
sebagai berikut:

 Jika |ε| > δ maka


𝜋
𝜓𝑐 = 𝜓𝑟𝑒𝑓 − 𝑠𝑖𝑔𝑛(𝜀) 2 (2-14)

 Jika |ε| ≤ δ maka


𝜀𝜋
𝜓𝑐 = 𝜓𝑟𝑒𝑓 − (2-15)
𝛿2
Gambar 2-4: Rancangan heading hold
Tanda positif dan negatif ditentukan
2.3.4 Waypoint following berdasarkan posisi cross-track error. Jika
Waypoint following merupakan pesawat berada di sebelah kanan jalur
sistem autopilot berbasis navigasi untuk terbang maka tandanya adalah negatif,
mengendalikan pesawat agar mengikuti sebaliknya jika pesawat berada di sebelah
waypoint yang telah ditentukan. Sistem kiri jalur terbang maka tandanya adalah
ini memberikan perintah arah heading positif. Desain Simulink untuk waypoint
berdasarkan posisi pesawat terhadap following dapat dilihat pada Gambar 2-6.
waypoint yang akan dituju. Ilustrasi
pergerakan pesawat dari satu waypoint
ke waypoint yang ditentukan dapat
dilihat pada Gambar 2-5.

Gambar 2-6: Desain Simulink untuk waypoint


following

Desain Simulink untuk waypoint


following seperti ditunjukan Gambar 2-6,
terdiri dari empat subsistem yaitu psi_
Gambar 2-5: Ilustrasi gerakan pesawat dari
suatu waypoint ke waypoint
command, position, transition_logic, dan
lainnya heading_hold. Subsistem psi_command
merupakan subsistem untuk memberikan
Dari Gambar 2-5 di atas, dapat perintah heading pesawat. Perintah
diketahui bahwa nilai cross-track error (ε) heading ini sesuai dengan persamaan (2-
yang merupakan simpangan pesawat 14) dan persamaan (2-15). Subsistem
terhadap jalur wp(i) dan wp(i+1) adalah: position merupakan subsistem untuk
melakukan perhitungan posisi relatif
𝜀 = 𝑅 𝑠𝑖𝑛(𝜓𝑝 − 𝜓𝑟𝑒𝑓 ) (2-13) pesawat terhadap waypoint. Subsistem
97
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :93 -104

transition_logic merupakan subsistem damper pada setiap titik trim ditampilkan


untuk menentukan perpindahan pada Tabel 3-1.
waypoint ke waypoint berikutnya.
Sedangkan subsistem heading_hold Tabel 3-1: GAIN UMPAN BALIK DAN DAMPING
TERPILIH UNTUK YAW DAMPER
merupakan subsistem autopilot heading
hold.
Kecepatan
Gain Damping
(m/dtk)
3 HASIL PEMBAHASAN
30 3,83 0,769
Rancangan sistem autopilot
diimplementasikan pada Matlab dan 25 4 0,803
20 4,58 0,815
Simulink untuk mengetahui respon dari
15 6,69 0,743
pesawat terhadap autopilot yang dirancang.
Penggambaran root locus dilakukan
dengan perintah ‘rlocus’ pada Matlab. Untuk menguji yaw damper,
Nilai gain dipilih sesuai target desain diberikan masukan berupa impulse
pada setiap root locus yang digambarkan. terhadap yaw rate. Respon yaw damper
Desain setiap autopilot disimulasikan terhadap impulse untuk kecepatan trim
menggunakan Simulink sesuai dengan 30 m/dtk ditampilkan pada gambar
nilai gain yang telah dipilih. berikut.
0.1
3.1 Simulasi dan Analisis Yaw Damper
Gain umpan balik ditentukan 0.08
dengan metoda root locus dengan melihat
0.06
input rudder (δr) dan output yaw rate (r).
r (deg/s)

Root locus yaw rate terhadap rudder 0.04


dapat dilihat pada Gambar 3-1.
0.02
Root Locus
2

0
1.5

System: TFrdr
1 Gain: 6.69 -0.02
Pole: -0.143 + 0.129i 0 5 10 15 20
Imaginary Axis (seconds-1)

Damping: 0.743
0.5 Overshoot (%): 3.06 t (s)
Gambar 3-2: Respon yaw damper terhadap
Frequency (rad/s): 0.192

0
impulse untuk kecepatan trim 15
-0.5
m/dtk

-1

Berdasarkan respon yang


-1.5
ditunjukkan Gambar 3-2, sistem yaw
-2
-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 damper yang dirancang dapat meredam
Real Axis (seconds -1)
impulse dengan baik pada kecepatan trim
Gambar 3-1: Root locus yaw rate (r) terhadap
rudder (δr) pada kecepatan 30
15 m/dtk. Respon yang baik juga
m/dtk ditunjukan pada kecepatan 20 m/dtk, 25
m/dtk, dan 30 m/dtk. Masing-masing
Berdasarkan root locus pada Gambar titik trim dapat meredam impulse dalam
3-1, pole untuk modus gerak spiral waktu sekitar 20 detik.
sebagian berada di sebelah kanan sumbu
imajiner. Pemilihan gain dilakukan pada 3.2 Simulasi dan Analisis Roll Attitude
pole spiral yang berada pada sisi kiri Hold
sumbu imajiner. Gain dipilih dengan Untuk merancang roll attitude
damping berkisar antara 0,7 dan 0,8. hold, dilakukan analisis root locus sudut
Gain umpan balik yang dipilih untuk yaw bank (φ) terhadap aileron (δa).

98
Perancangan Autopilot Laterral...... (Muhammad Fajar dan Ony Arifianto)

Root Locus
2
menghasilkan sedikit osilasi dan overshoot
1.5 yang cukup besar.
1 System: untitled1
Gain: 0.559
Defleksi aileron yang dibutuhkan
untuk melakukan bank 5 derajat adalah
Imaginary Axis (seconds-1)

Pole: -3.25
0.5 Damping: 1
Overshoot (%): 0

0
Frequency (rad/s): 3.25
sekitar -3 derajat. Nilai ini masih berada
-0.5
pada range defleksi aileron pesawat LSU-
-1
05.
8
-1.5

-2 6
-7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 1
Real Axis (seconds -1)

 (deg)
4
Gambar 3-3: Root locus sudut bank (φ) terhadap
aileron (δa) pada kecepatan 15 2
m/dtk
0
0 5 10 15 20 25 30
t (s)
Berdasarkan root locus pada
Gambar 3-3, gain umpan balik dipilih 1

pada pole spiral yang berada pada sisi 0

kiri sumbu imajiner. Gain yang dipilih


 a (deg)
-1
untuk roll attitude hold pada setiap titik
trim ditampilkan pada Tabel 3-2. -2

-3
Tabel 3-1: GAIN UMPAN BALIK DAN DAMPING 0 5 10 15
t (s)
20 25 30

TERPILIH UNTUK PITCH ATTITUDE Gambar 3-4: Respon sistem terhadap input step
HOLD dengan gain kendali P (garis
putus) dan gain kendali PI (garis
Kecepatan solid) untuk kecepatan trim 15
Gain Damping m/dtk
(m/dtk)
30 -0,545 1 Pada bagian sebelumnya telah
25 -0,547 1 dirancang yaw damper untuk menambah
20 -0,551 1 kestabilan pada pesawat. Sistem ini
15 -0,559 1 ditambahkan pada sistem roll attitude
hold yang telah dirancang. Berikut
Respon sistem terhadap input step dapat adalah hasil simulasi perintah bank 5
dilihat pada Gambar 3-4. derajat dengan tambahan yaw damper.
Gambar 3-4 menunjukkan respon
roll attitude hold yang telah dirancang
6

5
dengan gain kendali proporsional (P) dan 4
gain kendali proporsional integral (PI).
 (deg)

Penggunaan gain kendali proporsional 2

pada gambar tersebut (garis putus), 1

masih menghasilkan steady state error 0


0 2 4 6 8 10
t (s)
hingga 20 %.
Untuk menghilangkan steady state 0

error, maka diperlukan tambahan gain -0.5

-1
kendali integral (I). Gain integral ditentukan
 a (deg)

-1.5
dengan mempersentasekan gain -2
proporsional. Gain integral yang dipilih -2.5

untuk masing-masing titik trim adalah -3


0 2 4 6 8 10
KI=0,1*KP. Respon dari penambahan gain t (s)

Gambar 3-5: Respon sistem terhadap input step


integral dapat dilihat pada Gambar 3-4 dengan gain kendali P (garis putus)
(garis solid). Gain yang dipilih untuk dan gain kendali PI (garis solid)
masing-masing titik trim masih untuk kecepatan trim 15 m/dtk
99
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :93 -104

Berdasarkan Gambar 3-5, pesawat Defleksi aileron yang dibutuhkan sekitar


menunjukan respon yang baik untuk -4 derajat. Pada kecepatan 20 m/dtk, 25
perintah bank 5 derajat. Osilasi dan m/dtk, dan 30 m/dtk diperlukan sudut
overshoot yang diakibatkan roll attitude bank berturut-turut sebesar 13,6 derajat;
hold dapat teredam dengan adanya yaw 19,2 derajat; dan 26,4 derajat. Semakin
damper. Respon roll attitude hold pada tinggi kecepatan semakin besar sudut
setiap kecepatan trim dapat dilihat pada bank yang butuhkan. Pada kecepatan 30
Tabel 3-2. m/dtk, dibutuhkan sudut bank yang
cukup besar. Hal ini dapat menyebabkan
Tabel 3-2: RESPON ROLL ATTITUDE HOLD pesawat berada pada kondisi stall. Manuver
PADA SETIAP KECEPATAN TRIM
heading sebaiknya dilakukan pada
kecepatan yang tidak terlalu tinggi untuk
V Settling time Overshoot
menghindari terjadinya stall yang
(m/dtk) (detik) (%)
diakibatkan oleh besarnya sudut bank
30 0,7814 0,8581 yang dibutuhkan.
25 0,9237 0,8442
20 1,1274 0,8559 80
60
15 1,4306 1,2400
 (deg)
40
20

Berdasarkan Tabel 3-2, settling 0


0 5 10 15 20 25 30
time untuk perintah step 5 derajat pada t (s)
30
setiap kecepatan trim kurang dari 1,5
20
detik dan overshoot kurang dari 1,3 %.
 (deg)

10

3.3 Simulasi dan Analisis Heading 0


0 5 10 15 20 25 30
t (s)
Hold 5
Dari persamaan (2-12), nilai V dan g
 a (deg)

0
bernilai konstan, sehingga perlu
-5
divariasikan nilai Τ agar sistem kendali
yang dirancang sesuai yang diharapkan. -10
0 5 10 15 20 25 30
t (s)
Nilai Τ yang dipilih untuk kecepatan 30 Gambar 3-6: Perintah heading 60 derajat pada
m/dtk, 25 m/dtk, 20 m/dtk dan 15 m/dtk kecepatan 15 m/dtk
berturut-turut adalah 7, 8, 9, dan 12.
Nilai ini ditentukan berdasarkan Respon heading hold pada setiap
perubahan kecepatan. Semakin rendah kecepatan trim dapat dilihat pada Tabel
kecepatan maka semakin lama waktu 3-3. Semakin rendah kecepatan pesawat,
untuk menuju sudut heading tertentu. dibutuhkan settling time yang lebih lama
Hasil simulasi perintah heading 60 dibandingkan dengan kecepatan yang
derajat dapat dilihat pada Gambar 3-6. lebih tinggi. Overshoot yang dihasilkan
Pada Gambar 3-6 dapat dilihat untuk setiap kecepatan trim kurang dari
bahwa untuk melakukan heading 60 1,7 %.
derajat pada kecepatan 15 m/dtk
diperlukan sudut bank hingga 7,7 derajat.

Tabel 3-3: RESPON HEADING HOLD PADA SETIAP KECEPATAN TRIM

V Φmax Settling time Overshoot


Τ
(m/dtk) (derajat) (detik) (%)
30 7 26,36 16,6833 1,4899
25 8 19,20 19,5292 1,0203
20 9 13,64 21,7066 1,1876
15 12 7,70 29,1002 1,6293

100
Perancangan Autopilot Laterral...... (Muhammad Fajar dan Ony Arifianto)

3.4 Simulasi dan Analisis Waypoint yang harus dilalui. Setiap nilai δ yang
Following dipilih memiliki cross-track error yang
Dilakukan simulasi dengan berbeda-beda. Nilai cross-track error pada
memvariasikan δ sebesar 500, 1000, dan saat terjadi perpindahan waypoint untuk
1500. Nilai τ ditetapkan sebesar 300. masing-masing nilai δ dapat dilihat pada
Waypoint ditentukan berjumlah 13 titik Gambar 3-8. Dapat dilihat bahwa nilai
dengan lokasi waypoint dan jalur untuk cross-track error semakin kecil dengan
masing-masing variasi δ dapat dilihat bertambahnya nilai δ. Nilai δ=1500
pada Gambar 3-7. memiliki cross-track error maksimum
Berdasarkan Gambar 3-7, jalur paling kecil, yaitu sebesar 27 meter.
pesawat bergantung kepada nilai δ yang Untuk nilai δ=1000 dan δ=500, besarnya
dipilih. Dapat dilihat bahwa pada saat cross-track error berturut-turut 42 meter
terjadi perpindahan ke waypoint dan 79 meter.
berikutnya, terjadi error terhadap lintasan

6000
=500
FINISH =1000
=1500

5000

4000

3000

2000

1000

START
-1000
-1000 0 1000 2000 3000 4000 5000 6000

1200
=500
=1000
1000
=1500

800

600

400

200

-200
4000 4200 4400 4600 4800 5000 5200
Gambar 3-7: Jalur pesawat untuk δ sebesar 500, 1000, dan 1500, pada seluruh waypoint (atas) dan
pada waypoint 2 dan waypoint 3 (bawah)

101
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :93 -104

Respon pesawat pada saat


300
=500

250
=1000
=1500
melakukan waypoint following dapat
dilihat pada Gambar 3-9.
Besarnya sudut bank yang
cross-track error (m)

200

diperlukan oleh pesawat untuk melakukan


150
perintah heading mengikuti waypoint
100 mencapai -30 derajat untuk nilai δ=1500.
Diperlukan verifikasi terhadap flight
50 envelope dari pesawat LSU-05. Selain itu,
dapat dilihat nilai defleksi aileron untuk
0
180 200 220 240
t (s)
260 280 300
δ=1500 mencapai 17 derajat, sehingga
Gambar 3-8: Cross-track error pada waypoint 2 diperlukan verifikasi terhadap defleksi
dan waypoint 3 aileron maksimal pada pesawat LSU-05.

5 20

0
0
p (deg/s)
-20
v (m/s)

-5
-40
-10
-60

-15 -80
180 200 220 240 260 280 300 180 200 220 240 260 280 300
t (s) t (s)

2 10

0 0
r (deg/s)

-2 -10
 (deg)

-4 -20

-6 -30

-8 -40
180 200 220 240 260 280 300 180 200 220 240 260 280 300
t (s) t (s)

100 20
=500
50 15 =1000
=1500
 a (deg)
 (deg)

0 10

-50 5

-100 0

-150 -5
180 200 220 240 260 280 300 180 200 220 240 260 280 300
t (s) t (s)
Gambar 3-9: Respon pesawat pada saat melakukan manuver di waypoint 2 dan waypoint 3

102
Perancangan Autopilot Laterral...... (Muhammad Fajar dan Ony Arifianto)

4 KESIMPULAN Etkin, B. dan Reid, L. D., 1996. Dynamics of


Sistem lateral-directional autopilot Flight Stability and Control, John Wiley
untuk pesawat LSU-05 menunjukkan & Sons Inc. ISBN: 0-471-03418-5.
hasil yang baik dengan menggunakan Gouthami, E., dan Rani, M.A., 2016. Modeling of
data preliminary. Autopilot roll attitude an Adaptive Controller for an Aircraft Roll
hold menunjukkan hasil yang baik Control System using PID, Fuzzy-PID and
menggunakan pengendali PI. Dengan Genetic Algorithm. IOSR Journal of
settling time kurang dari 1,5 detik dan Electronics and Communication
overshoot kurang dari 1,3 %. Heading Engineering (IOSR-JECE) Volume 11,
hold dirancang berdasarkan sudut bank Issue 1, Ver.II, 15-24.
yang diperlukan. Settling time untuk Kada, B. dan Ghazzawi, Y., 2011. Robust PID
setiap kecepatan kurang dari 30 detik, Controller Design for an UAV Flight
dan overshoot kurang dari 1,7 %. Pada Control System, Proceedings of the
waypoint following, nilai δ=1500 memiliki World Congress on Engineering and
cross-track error maksimum paling kecil, Computer Science Vol II, WCECS,
yaitu sebesar 27 meter, sedangkan nilai October 19-21, San Francisco, USA.
δ=1000 dan δ=500, besarnya cross-track ISBN: 978-988-19251-7-6.
error berturut-turut 42 meter dan 79 meter. Mark Drela, AVL. URL http://web.mit.edu/
drela/Public/web/avl/. Diakses: 14
UCAPAN TERIMA KASIH Pebruary 2017.
Penulis mengucapkan terima Nair, M.P. dan Harikumar, R., 2015. Longitudinal
kasih kepada Bapak Gunawan Setyo Dynamics Control of UAV, International
Prabowo, Bapak Agus Aribowo, Bapak Conference on Control, Communication
Mujtahid, dan Tim LSU-05 atas bantuan & Computing India (ICCC), 19-21
dan bimbingannya dalam penulisan November.
makalah ini. Nelson, R. C., 1998. Flight Stability and Automatic
Control, McGraw-Hill, New York. ISBN:
PERNYATAAN PENULIS 0-07-046218-6.
Isi dalam makalah ini sepenuhnya Ogata, K., 2010. Modern Control Engineering,
menjadi tanggung jawab penulis. Prentice Hall, New Jersey. ISBN: 0-13-
615673-8.
DAFTAR RUJUKAN Pustekbang, LSU-05, LAPAN. URL http://
Allerton, D., 2009. Principles of Flight Simulation, pustekbang.lapan.go.id. Diakes: 20
John Wiley & Sons Ltd, West Sussex. Januari 2017.
ISBN: 978-0-470-75436-8. Sufendi, dkk, 2013. Design and Implementation
Duhri, R. A. dan Sasongko, R. A., 2016. of Hardware-In-The-Loop-Simulation for
Development of Generic Flight Dynamic UAV Using PID Control Method,
Mathematical Model for Aircraft Flight International Conference on
Simulation and Analysis. Advance in Instrumentation, Communications,
Aerospace Science and Technology in Information Technology, and Biomedical
Indonesia, Vol. I, 144-158. Engineering (ICICI-BME), November 7-
Eko Budi Purwanto, dkk, 2013, Pemodelan dan 8, Bandung.
Simulasi Sistem Kendali Proportional Tim LSU-05, 2014. Progress Report LAPAN
Integral Derivative untuk Kestabilan Surveillance UAV (LSU) 05, Pusat
Dinamika Terbang, Majalah Sains dan Teknologi Penerbangan LAPAN, Bogor.
Teknologi Dirgantara Vol. 8 No. 2, 48-
59.

103
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :93 -104

104
Pengaruh Komposisi AP Terhadap Prosesibilitas...... (Afni Restasari et al.)

PENGARUH KOMPOSISI AP TERHADAP PROSESIBILITAS SLURRY


PROPELAN DENGAN KANDUNGAN ALUMINIUM TINGGI
(EFFECTS OF AMMONIUM PERCHLORATE COMPOSITION ON HIGH
CONTENT ALUMINIUM PROPELLANT SLURRY)
Afni Restasari1, Rika Suwana Budi, Kendra Hartaya
Pusat Teknologi Roket
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. Raya LAPAN No. 2, Mekarsari, Rumpin, Bogor 16350 Indonesia
1e-mail: afni.restasari@lapan.go.id

Diterima 8 Desember 2016; Direvisi 11 Desember 2017; Disetujui 12 Desember 2017

ABSTRACT

As propellant solid contents, Ammonium perchlorate (AP) affect the fluid characteristics of
propellant slurry that are important in mixing and casting process to produce homogenous solid
propellant. Therefore, this research aims to find out the effects of Ammonium perchlorate compositions
(fine AP (APh) : coarse AP (APk)) on the slurry`s fluid characteristics which are viscosity, pot life, and
pseudoplasticity index. In this research, propellant A (APh : APk 1:2), propellant B (APh : APk 1:1),
propellant C (APh : APk 3:2), and propellant D (APh : APk 2:1) were made. The methods include the
measurement of viscosity by using Brookfield RVT viscometer spindle 07 at 0,3 rpm every 15 minutes.
While, at 35th minute, the viscosity at 0,3; 0,5 and 0,6 rpm were measured. Based on the data of
viscosity, graphs of ln viscosity vs time as well as viscosity vs shear rate were made to determine the
equations of viscosity build-up and Power Law. It is known that the initial viscosity of propellants are
11,493 – 52945 P. The lowest viscosity and pot life (13,12 minutes) are shown by propellant A. While,
pseudoplasticity index of propellants are 0,655 – 0,991. The lowest point is shown by propellant D and
the highest point is shown by propellant B. Based on this index, propellant A is not suitable to be casted
in vacuum. On the other hand, propellant C is relatively suitable to be improved because its viscosity
(17,506 P) and rate of increasing viscosity (247 P/minute) are not much different from propellant A. In
addition, its pseudoplasticity index (0,972) is suitable for vacuum casting. The conclusion is that the
correlation between APh : APk and fluid characteristics of of propellant slurry (viscosity, pot life and
pseudoplasticity are various because of packing factor of particles in propellant composition.

Keywords: propellant slurry, pseudoplasticity, viscosity, pot life

105
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :105 -114

ABSTRAK

Sebagai padatan pengisi propelan, Ammonium perklorat (AP) dapat mempengaruhi sifat fluida
dari slurry propelan yang penting dalam pencetakan untuk menghasilkan propelan yang homogen. Oleh
karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menemukan pengaruh komposisi AP (AP halus (APh): AP
kasar (APk)) terhadap sifat fluida slurry yang meliputi viskositas, pot life dan indeks pseudoplastisitas.
Dalam penelitian ini, dibuat slurry propelan A (APh : APk 1:2), propelan B (APh : APk 1:1), propelan C (APh : APk
3:2) dan propelan D (APh : APk 2:1). Metode yang digunakan meliputi pengukuran viskositas dengan
viskometer Brookfield RVT spindle 07 pada 0,3 rpm setiap 15 menit. Sementara, di menit ke-35,
viskositas pada 0,3; 0,5 dan 0,6 rpm diukur. Berdasarkan data tersebut, grafik ln viskositas vs waktu
serta viskositas vs shear rate dibuat untuk menentukan persamaan viscosity build-up dan Power Law.
Diketahui, nilai viskositas awal propelan dalam jangkauan 11.493 – 52945 P, dengan viskositas
terendah dan pot life (13,12 menit) dimiliki oleh propelan A. Sementara, nilai indeks pseudoplastisitas
propelan yang jangkauan 0,655 – 0,991, nilai terendahnya ditunjukkan oleh propelan D dan
tertingginya ditunjukkan oleh propelan B, yang mana propelan A diketahui tidak sesuai untuk
pencetakan dengan teknik vakum. Pada sisi lain, propelan C relatif baik untuk dikembangkan karena
memiliki viskositas (17.506 P) dan laju kenaikan viskositasnya (247 P/menit) yang tidak berbeda jauh
dengan propelan A, serta indeks pseudoplastisitas (0,972) sesuai untuk pencetakan dengan vakum.
Disimpulkan, hubungan antara rasio APh : APk dengan sifat fluida propelan (viskositas, pot life dan
pseudoplastisitas beragam oleh karena faktor packing dari partikel – partikel penyusun propelan.

Kata kunci: slurry propelan, pseudoplastisitas, viskositas, pot life

1 PENDAHULUAN yang homogen (Aziz, Mamat, Ali, & Perang,


Propelan padat komposit 2015).
merupakan padatan bahan bakar roket Menurut Tuzun (2005), kandungan
yang dihasilkan dari pencetakan slurry optimum aluminium pada propelan ialah
(bubur) propelan. Slurry propelan komposit 18%. Namun menurut Muthiah et al,
adalah suspensi koloid dari padatan, (1992), konsentrasi tersebut di luar range
seperti Aluminium powder dan Ammonium kandungan aluminium yang menghasilkan
perklorat (AP), dalam pengikat polimerik prosesibilitas terbaik propelan (5 – 10%).
seperti poliuretan yang terbentuk dari Hal ini didukung oleh penelitian Kendra
Hydroxy terminated polybutadiene (HTPB) Hartaya (2016) yang menemukan bahwa
dan Toluena diisosianat (TDI) (Manu, energi pembakaran propelan turun
2009). dengan naiknya persentase aluminium
Propelan yang baik memiliki dari 16% ke 18%, yang mana hal tersebut
hubungan yang konsisten antara tidak sesuai dengan perhitungan teoritis
komposisi dan nilai spesifik impuls (Isp). dan diduga disebabkan oleh patahnya
Konsistensi ini tercapai apabila propelan akibat semburan/tekanan nyala
homogenitas propelan tercapai. Salah propelan yang dapat disebabkan oleh
satu faktor yang dapat diusahakan proses pembuatan yang kurang baik
dalam mencetak propelan yang homogen (Hartaya, 2016). Prosesibilitas dapat
adalah prosesibilitas propelan yang dikembangkan dengan memvariasi AP
ditentukan oleh pengisi padatan seperti (Tüzün, 2005). Parameter untuk
Aluminium dan AP. Mengembangkan prosesibilitas ini dapat berupa viskositas,
prosesibilitas propelan pada komposisi pot life, dan pseudoplastisitas.
Aluminium yang optimum ialah penting AP merupakan oksidator yang
untuk dilakukan karena selain diperoleh sering digunakan dalam pembuatan
Isp yang tinggi, juga diperoleh propelan propelan padat komposit. Hal ini karena
106
Pengaruh Komposisi AP Terhadap Prosesibilitas...... (Afni Restasari et al.)

kandungan oksigen dalam senyawa ini Viskositas slurry propelan yang


cukup tinggi yaitu mencapai 54% berat, tinggi menyulitkan proses pencetakan
tidak meninggalkan residu pada saat propelan dan dapat menyebabkan void
oksidasi terhadap bahan bakar, sifatnya (bagian yang kosong) serta porositas yang
stabil, dan laju bakar propelan dapat dapat memicu masalah pada insulasi
dikontrol dengan mengkombinasikan termal dan kegagalan struktural. Menurut
ukuran partikel AP. (Aziz et al. 2015; Doll dan Lund (1999), viskositas slurry di
Price 1967 dalam Pinalia 2014; Andric bawah 20.000 P dapat memberikan
2007). performa yang tinggi (Doll & Lund, 1999;
AP dapat mempengaruhi viskositas A. K. Mahanta, Dharmsaktu, & Pattnayak,
slurry propelan melalui ukuran dan 2007; Remakanthan, Kk, Gunasekaran,
bentuk. Diketahui, bentuk yang bulat Thomas, & Thomas, 2015). Sementara,
(spheric) dapat menurunkan viskositas. menurut Dombe et al, (2008), viskositas
Sementara dalam hal ukuran, penggunaan slurry yang ideal untuk teknik pencetakan
AP bimoda (AP kasar dan AP halus) telah dengan vakum, seperti yang selama ini
dilakukan beberapa penelitian. Jain et al, digunakan, adalah di bawah 16.000 P
(2009) dengan AP berukuran 300 µm dan (Dombe, Jain, Singh, Radhakrishnan, &
60 µm, menemukan bahwa semakin kecil Bhattacharya, 2008).
ukuran AP, semakin tinggi viskositas Viskositas slurry berkaitan erat
slurry propelan. Hal ini juga ditemukan dengan pot life slurry propelan. Hal ini
oleh Nair et al, (2013) yang menggunakan karena setelah curing agent ditambahkan,
AP berukuran 340 µm dan 40 µm. viskositas slurry propelan meningkat
Namun, menurut penelitian Ke-Xi et al, seiring berlangsungnya reaksi antara
(1986) yang menggunakan ukuran 1000 HTPB dan TDI membentuk poliuretan
µm untuk AP kasar, pengaruh persentase yang dijelaskan pada Gambar 1-1. Variasi
AP halus terhadap viskositas slurry viskositas selama proses pematangan
propelan bervariasi tergantung ukuran (curing) dimodelkan oleh Tajima dan
partikel AP halus serta rasio AP kasar: AP Crozier dengan persamaan viscosity build-
halus (Jain, Nandagopal, Singh, up seperti pada persamaan (1-2) dan (1-3)
Radhakrishnan, & Bhattacharya, 2009; yang mana ηt merupakan viskositas setelah
Ke-xi, Ze-ming, & Guo-juan, 1986; Nair, waktu tertentu, η0 ialah viskositas awal,
Devi, Prasad, & Ninan, 2013). k adalah konstanta viscosity build-up dan
Berdasarkan itulah, maka viskositas t adalah waktu (K, Monika, & D, 2010).
slurry propelan dengan kandungan Interval waktu yang tersedia hingga
aluminium 18% dapat dikembangkan viskositas slurry mencapai batas tertentu,
dengan variasi rasio AP kasar : AP halus. yang mana setelah batas tersebut slurry
Viskositas merupakan ukuran sulit dicetak, disebut pot life (Chai et al.,
resistensi untuk mengalir. Viskositas 2016). Dalam hal ini, batas tersebut
propelan dapat dirumuskan seperti dapat sebesar 16.000 P seperti yang
persamaan (1-1). Pada persamaan dilaporkan oleh Dombe et al, (2008).
tersebut, μ adalah viskositas propelan, μ0 Slurry propelan yang memiliki pot
adalah viskositas dari sistem isian cair life lebih lama memberikan lebih banyak
yatu HTPB dan TDI, ϕ adalah fraksi waktu untuk pencetakan yang mudah
volume dari padatan pengisi dan ϕm sehingga dihasilkan propelan yang
merupakan fraksi volume maksimal dari homogen (Doll & Lund, 1999; A. K.
padatan pengisi yaitu AP dan Aluminium. Mahanta et al., 2007). Hal ini penting
Untuk partikel bulat, nilai dari ϕm ini apabila ukuran propelan yang akan
berhubungan dengan tap density partikel dicetak tersebut besar dan banyak.
(German, 2016). Menurut Sutrisno, waktu pencetakan
propelan skala K-Round sekitar 15 menit
μ = μ0 [1 – (ϕ/ϕm)] (1-1) (Sutrisno, 2010) dan dapat lebih lama
107
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :105 -114

hingga sekitar 30 menit jika viskositas pengaruh rasio AP halus : AP kasar


propelan tinggi. terhadap viskositas, pot life dan
pseudoplastisitas slurry propelan LAPAN.
Selanjutnya, diharapkan pengetahuan
tersebut dapat dijadikan dasar untuk
pengembangan komposisi propelan
Gambar 1-1: Reaksi Pembentukan Poliuretan (K selanjutnya hingga tercapai parameter
et al., 2010)
yang menjadi acuan di atas.
η (t) = η0 . e k. t (1-2)
2 METODOLOGI
ln η (t) = ln η0 + k.t (1-3) 2.1 Bahan
Dalam penelitian ini dibuat 4 jenis
Dalam hubungannya dengan shear propelan dengan 67% AP yang variasi
rate, slurry propelan diketahui memiliki komposisinya tersaji pada Tabel 2-1.
sifat pseudoplastis yaitu viskositas Pada kolom 3, AP kasar (APk) berukuran
menurun dengan kian meningkatnya 200 µm, sedangkan, AP halus (APh)
shear. Indeks pseudoplastisitas merupakan berukuran 50 µm. Persentase pada
sifat fisik sejati dari fluid tersebut. Indeks kolom 4 merupakan % berat APh dari
ini merupakan parameter penting dalam keseluruhan. Komposisi lainnya meliputi
pendistribusian partikel selama 18% Alumunium (30 µm) dan isian cair
pengadukan dan pencetakan propelan. berupa HTPB dan TDI dengan
Indeks pseudoplastisitas dapat dihitung perbandingan 14:1. Bulk density
dengan persamaan (1-4), yang mana K poliuretan, hasil reaksi TDI dan HTPB,
adalah indeks viskositias, γ adalah shear sebesar 1,053250 g/mL (Abdillah, 2015).
rate dan n adalah indeks pseudoplastisitas
(A. K., Mahanta et al., 2007; Abhay K Tabel 2-1: VARIASI AP PADA PROPELAN
Mahanta, Goyal, & Pathak, 2010;
Muthiah, Krishnamurthy, & Gupta,
1992).

η = K. (γ)n-1 (1-4)

Untuk sifat Newtonian dari fluid,


nilai n sama dengan 1, yang berarti
besarnya nilai viskositas tidak dipengaruhi
oleh shear rate. Indeks yang mendekati 1
lebih dikehendaki karena mudah diproses. 2.2 Metode Penelitian
Sementara, diketahui bahwa slurry yang Dalam pembuatan slurry propelan,
baik untuk teknik pencetakan dengan AP kasar dan halus diaduk secara merata
vakum dilaporkan memiliki nilai indeks terlebih dahulu sebelum ditambahkan ke
pseudoplastisitas sebesar 0,8 - 1 (Dombe campuran HTPB dan Aluminium.
et al., 2008; A. K. Mahanta et al., 2007; Kemudian TDI ditambahkan dan diaduk
Muthiah et al., 1992). dengan mixer tangan selama 20 menit.
Dengan adanya acuan bahwa Viskositas slurry kemudian diukur setiap
prosesibilitas slurry propelan dapat 15 menit pada 0,3 rpm dengan viskometer
dicapai dengan baik jika slurry memiliki Brookfield RVT spindle 07 pada suhu
viskositas di bawah 16.000 P selama ruang. Grafik ln viskositas vs waktu
sekitar 30 menit dan indeks (menit) dibuat untuk mendapatkan
pseudoplastisitas antara 0,8 - 1, maka persamaan (1-3) yang selanjutnya
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui digunakan untuk menentukan pot life

108
Pengaruh Komposisi AP Terhadap Prosesibilitas...... (Afni Restasari et al.)

dengan batas 16.000 P dan viskositas pada Gambar 3-1. Sebelumnya, Priyanto
awal. Sementara, saat 35 menit, (2016) telah mengukur viskositas tersebut
viskositas diukur pada 0,3; 0,5 dan 0,6 namun pada range waktu hanya sampai
rpm untuk membuat grafik viskositas (P) 20 menit dan kecepatan putar 0,6 rpm
vs shear rate (rps) sehingga didapat (Priyanto, 2016). Range pengukuran
persamaan (1-4) dan dari persamaan pada kecepatan putar tersebut kurang
tersebut dapat ditentukan indeks memadai (hanya sampai 66.670 P) sehingga
pseudoplastisitas slurry. kecepatan putar 0,3 rpm dengan range
Shear rate didapat dengan pengukuran hingga 133.300 P dipilih
mengalikan kecepatan putar dengan 0,21 untuk penelitian ini (Brookfield
sesuai persamaan (2-3) yang merupakan Engineering Laboratories, 2014). Jangka
turunan dari persamaan (2-1) dan (2-2). waktu pengukuran yang panjang
Dalam ketiga persamaan tersebut, N dikehendaki agar lebih akurat dalam
adalah kecepatan putar (rpm), Rc adalah menentukan pot life.
jari-jari wadah (2,25 cm), Rb adalah jari-
jari spindle (0,16 cm) dan x adalah jarak
dimana shear rate diukur (cm). Oleh karena
slurry pseudoplastis sangat sensitif
terhadap shear rate, maka shear rate
yang diukur dianggap pada permukaan
spindle sehingga x2 = Rb2 dan persamaan
(2-2) diperoleh. Dengan subtitusi nilai Rb
dan Rc, persamaan (2-3) diperoleh
(Brookfield Engineering Laboratories,
2014; Triantafillopoulos, 2000).
γ={2.(2π/60).N.Rc2.Rb2}:{x2 (Rc2-Rb2)} (2-1) Gambar 3-1: Viskositas (P) vs Waktu (menit)
γ = {(4π/60).N.Rc2} : (Rc2 - Rb2) (2-2)
γ = N. 0,21 (2-3) Gambar 3-1 memperlihatkan
Pengukuran tap density dilakukan bahwa pada keempat komposisi, semakin
dengan menimbang 20 mL APh, APk dan lama, viskositas slurry semakin besar.
Aluminium. APh dan APk dioven selama 4 Dalam arti lain, slurry semakin sulit
jam terlebih dahulu sebelum penimbangan. untuk mengalir. Hal ini disebabkan oleh
Tap density digunakan untuk menghitung semakin besarnya matriks poliuretan yang
fraksi volume maksimum partikel dengan terbentuk dari HTPB dan TDI, seperti
menggunakan persamaan (2-4) dan (2-5), dijelaskan pada Gambar 1-1 (Gogoi,
yang mana ρAl adalah tap density dari Alam, & Khandal, 2014; K et al., 2010).
aluminium dan ρAP adalah tap density Selanjutnya, untuk mendapatkan
AP. Sementara, w adalah fraksi massa persamaan (1-3), grafik ln viskositas vs
dari komponen. waktu tersajii pada Gambar 3-2.
X = (wAl:ρAl)+(wAPh:ρAPh)+(wAPk:ρApk) (2-4)
ϕ=X:[(X+(wbinder:ρbinder)] (2-5)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Pengaruh Komposisi APh: APk
Terhadap Viskositas dan Pot Life
Propelan
Hasil pengukuran viskositas pada
kecepatan putar 0,3 rpm terhadap
keempat jenis slurry propelan hingga 50
menit setelah pengadukan disajikan Gambar 3-2: ln Viskositas vs Waktu (menit)

109
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :105 -114

Tabel 3-1: PERSAMAAN VISCOSITY BUILD UP DAN HASIL PERHITUNGANNYA

Pada Tabel 3-1 kolom 2, 5, dan 6 B (19.475 P) dan C (17.506 P) ke D


terlihat bahwa persamaan (1-3) yang (52.945 P), sedangkan dari B ke C,
didapat (kolom 4) memiliki tingkat korelasi hubungan tersebut berkebalikan, dengan
yang sangat kuat sehingga dapat penurunan viskositas sekitar 2000 P.
digunakan untuk menghitung pot life (Jain et al., 2009; Ke-xi et al., 1986; Nair,
(kolom 8), viskositas awal slurry (kolom 7) Prasad, & Ninan, 2013).
dan laju kenaikan viskositas slurry pada
5 menit pertama (kolom 9). Terlihat bahwa Tabel 3-2: HASIL PENGUKURAN TAP DENSITY
hanya komposisi A yang memiliki pot life,
yaitu 13,12 menit sebelum mencapai
viskositas 16.000 P. Hal ini karena
komposisi lainnya memiliki viskositas
awal yang telah melebihi 16.000 P. Kolom
7 dan 9 memperlihatkan perubahan
viskositas awal dan laju kenaikan
viskositas pada 5 menit pertama yang
tidak selalu berbanding lurus dengan
kenaikan kandungan AP halus pada Turunnya viskositas dari B ke C
kolom 3. dapat disebabkan oleh tercapainya
Menurut penelitian Nair et al, keadaan close packing yaitu saat partikel -
(2013) dengan ukuran APk (340 µm), APh partikel kecil tertata mengisi rongga-
(40 µm) dan range %APh meliputi 9,5 – rongga antar partikel besar sehingga
22,5%, semakin besar fraksi APh, tercapai densitas optimal. Hal ini
semakin besar pula viskositas slurry. dikemukakan oleh Ke-xi et al (1986)
Menurut Jain et al, (2009), hal ini karena dalam penelitiannya terhadap APh 33 μm
APh memiliki luas permukaan yang lebih dan APk 425 μm dalam range APh 10 - 80%
besar daripada APk sehingga semakin dari total massa AP (Ke-xi et al., 1986).
besar kandungan APh, semakin sedikit Keadaan close packing dipengaruhi
binder (fasa pengikat) yang tersedia oleh nilai ϕm. Tabel 3-2 menunjukkan
untuk pembasahan (wetting) powder hasil pengukuran tap density yang
padatan pengisi propelan sehingga digunakan untuk menghitung ϕm yang
viskositasnya meningkat. Hal serupa hasilnya ditampilkan pada Tabel 3-3.
juga ditemukan oleh Ke-xi et al, (1986) Pada kolom 3 baris 3 di tabel tersebut,
dengan ukuran APk (1000 µm), APh (50 komposisi C memiliki nilai ϕm sebesar
µm) dan range %APh meliputi 30, 50 dan 0,8434. Berdasarkan persamaan (1-1),
70% dari total massa AP. Sementara, untuk mencapai viskositas rendah, maka
dalam penelitian ini, viskositas yang naik nilai rasio fraksi volume partikel dengan
seiring dengan bertambahnya persentase fraksi volume maksimum, ϕ/ϕm, harus
APh terjadi pada propelan A (11.493 P) ke besar. Dengan demikian, nilai dari fraksi

110
Pengaruh Komposisi AP Terhadap Prosesibilitas...... (Afni Restasari et al.)

volume partikel yang terbentuk pada dengan persamaan (2-3) menghasilkan


propelan C mendekati 0,8434. shear rate sebesar 0,064; 0,11; 0,13 s-1.

Tabel 3-3: NILAI ϕm PROPELAN

Gambar 3-3: Grafik Shear Rate (rps) vs


Viskositas (Poise)

Gambar 3-4 menunjukkan bahwa


Selain mempengaruhi viskositas, viskositas slurry propelan menurun
keadaan close packing juga mempengaruhi dengan naiknya shear rate. Sifat tersebut
laju kenaikan viskositas yang tersaji karena viskositas slurry propelan
pada Tabel 3-1 kolom 9. Sejalan dengan merupakan efek total dari binder,
trend yang ditunjukkan oleh viskositas, padatan partikulat yang terdispersi,
laju kenaikan viskositas naik dari beragam gaya kohesi dan adhesi yang
propelan A (163 P/menit) ke B (443 terjadi di antara bahan–bahan serta
P/menit) dan C (247 P/menit) ke D (767 berlangsungnya reaksi pembentukan
P/menit). Sementara, dari propelan B ke jejaring polimer antara poliol dan curing
C, laju kenaikan viskositas menurun agent. Partikel-partikel dari fasa padat
sebesar sekitar 200 P/menit sehingga, membentuk agregat karena gaya kohesi
selanjutnya, propelan C lebih baik untuk dan adhesi. Efek shearing pada agregat
dimodifikasi daripada propelan B dan D dapat menghasilkan sifat pseudoplastik.
dalam rangka mendapatkan pot life. Dengan meningkatnya shear rate, agregat
Modifikasi ini membawa keuntungan pecah menjadi gumpalan-gumpalan yang
pada nilai spesifik impuls dari propelan individual sehingga viskositas slurry
karena propelan C mengandung lebih menurun. Sedangkan, ketika shear rate
banyak APh daripada propelan A sehingga rendah, agregat-agregat terbentuk
nilai spesifik impuls propelan C dapat kembali (Abhay K Mahanta et al., 2010).
lebih tinggi dari propelan A. Untuk lebih memahami sifat ini, pada
Tabel 3-4 disajikan persamaan Power
3.2 Pengaruh Komposisi APh : APk Law dari grafik pada Gambar 3-3 beserta
Terhadap Pseudoplastisitas Propelan nilai r yang menunjukkan tingkatan
Indeks pseudoplastisitas adalah korelasinya dan indeks pseudoplastisitas.
merupakan parameter untuk mengetahui Tabel 3-4 kolom 5 dan 6
seberapa besar sifat pseudoplastik slurry menunjukkan adanya tingkatan korelasi
propelan (A. K. Mahanta et al., 2007). yang variatif untuk persamaan pada
Untuk mengetahui pengaruh komposisi kolom 4. Korelasi yang kuat hingga
APh:APk terhadap indeks pseudoplastisitas sangat kuat ditunjukkan oleh propelan
slurry propelan, dibuat grafik shear rate komposisi A, C, dan D. Sementara,
(rps) vs viskositas (Poise) pada saat 35 propelan B memiliki korelasi yang
menit untuk semua komposisi yang sedang. Nilai indeks pseudoplastisitas
tersaji pada Gambar 3-3. Pemilihan ditampilkan pada kolom 7 dengan acuan
waktu ini karena pencetakan propelan bahwa sifat Newtonian ditunjukkan
bisa sampai sekitar 30 menit. Kecepatan dengan nilai n = 1. Nilai tersebut juga
putar 0,3; 0,5; 0,6 rpm setelah dihitung bervariasi, sama seperti yang ditemukan
111
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :105 -114

oleh Muthiah et al, (1992) terhadap kohesi dalam pembentukan agregat


ukuran AP kasar (300 – 320 μm), AP (Dombe et al., 2008; Abhay K Mahanta et
halus 40 – 45 μm pada range 20 – 50% al., 2010; Muthiah et al., 1992).
dari total massa AP (Muthiah et al., Korelasi antara indeks
1992). pseudoplastisitas pada kolom 7 dengan
Menurut Muthiah et al, (1992) kandungan AP halus pada kolom 3 tidak
sifat slurry yang mendekati Newtonian selalu berbanding lurus. Ini menunjukkan
adalah optimum. Semetara menurut bahwa faktor packing mempengaruhi
Dombe et al, (2008), nilai indeks indeks pseudoplastisitas slurry propelan.
pseudoplastisitas dari slurry propelan Dengan diasumsikan bahwa propelan C
yang cocok untuk teknik pencetakan telah mencapai keadaan close packing
dengan vakum adalah 0,8 – 1. Dalam dengan alasan yang telah diuraian pada
penelitian ini pada Tabel 3-4 kolom 7 bab 3.1, maka ini mengandung arti
terlihat bahwa syarat–syarat tersebut bahwa pada keadaan close packing,
dimiliki oleh propelan B dan C. Sifat slurry propelan memiliki sifat yang
propelan B dan C mendekati Newtonian mendekati Newtonian karena pada
dengan indeks pseudoplastisitas masing- keadaan tersebut, jumlah agregat yang
masing sebesar 0,991 dan 0,972. Namun terbentuk minimum sehingga tidak
oleh karena tingkat korelasi propelan B begitu mempengaruhi sifat alir slurry
lebih rendah (r = 0,56) daripada propelan propelan.
C (r = 0,79), maka indeks pseudoplastisitas Dalam hal pemilihan teknik
propelan C lebih akurat sehingga dapat pencetakan, teknik dengan tekanan
dikatakan bahwa komposisi yang optimal seperti yang dirancang oleh Dombe et al,
dalam hal pseudoplastisitas adalah (2008) dapat diaplikasikan untuk
propelan C, yaitu APh : APk 3:2. Hasil ini propelan A dan D. Hal ini karena indeks
berbeda dengan yang ditemukan oleh pseudoplastisitas yang dimiliki propelan
Muthiah et al (APh : APk 1:3) dalam tersebut antara 0,6 – 1, yaitu propelan A
penelitiannya yang telah dijelaskan di dengan indeks sebesar 0,788 dan
atas. propelan D dengan indeks sebesar 0,655.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan Selain itu, metode die-casting juga dapat
ukuran AP. Ukuran AP mempengaruhi diterapkan karena sesuai untuk slurry
pseudoplastisitas dalam hal kekuatan yang bersifat pseudoplastik (Davenas,
adhesi dalam wetting oleh HTPB dan 1991; Dombe et al., 2008).

Tabel 3-4: INDEKS PSEUDOPLASTISITAS SLURRY PROPELAN

Jenis Persamaan Tingkat Indeks Pseudo-


No. %AP h r
Propelan Power Law Korelasi plastisitas (n)
1 2 3 4 5 6 7
1 A 22 y = 15964x-0,212 0.92 Sangat kuat 0,788

2 B 34 y = 43541x-0,009 0.56 Sedang 0,991

3 C 40 y = 29105x-0,028 0,79 Kuat 0,972

4 D 45 y = 28016x-0,345 1 Sangat kuat 0,655

112
Pengaruh Komposisi AP Terhadap Prosesibilitas...... (Afni Restasari et al.)

4 KESIMPULAN For Ammonium Perchlorate Based Solid


Dari penelitian yang telah Propellant. ARPN Journal of Engineering
dilakukan, diketahui bahwa propelan and Applied Sciences, 10(15), 6188–6191.
dengan komposisi APh : APk 1:2 Brookfield Engineering Laboratories, 2014. More
menunjukkan viskositas terendah dan Solutions for Sticky Problems.
satu-satunya komposisi yang memiliki Massachusetts: Brookfield Engineering
pot life yaitu 13,12 menit untuk mencapai Laboratories, Inc.
viskositas 16.000 P, namun berdasarkan Chai, T., Liu, Y. C., Ma, H., Yu, Y. W., Yuan, J.
indeks pseudoplastisitas, propelan tersebut M., Wang, J. H., & Guo, J. H., 2016.
tidak baik untuk dicetak dengan vakum. Rheokinetic Analysis on the Curing
Pada sisi lain, propelan dengan APh : APk Process of HTPB-DOA- MDI Binder System.
3:2 relatif ideal untuk dikembangkan In IOP Conference Series: Materials
karena viskositas (17.506 P) dan laju Science and Engineering (Vol. 137, 1–7).
kenaikan viskositasnya (247 P/menit) IOP Publishing.
yang dimiliki tidak berbeda jauh dengan Davenas, A., 1991. Composite Propellants. In
propelan dengan APh : APk 1:2 dan indeks Solid Rocket Propulsion Technology (439–
pseudoplastisitas (0,972) yang dimiliki 460). Oxford: Pergamon Press.
sesuai untuk pencetakan dengan vakum. Doll, D. W., & Lund, G. K., 1999. Processing and
Berdasarkan analisa dan pembahasan Curing Aid for Composite Propellants.
yang sudah diuraikan, diduga propelan United State.
tersebut telah mencapai keadaan close Dombe, G., Jain, M., Singh, P. P.,
packing sehingga disimpulkan bahwa Radhakrishnan, K. K., & Bhattacharya,
hubungan antara rasio APh : APk dengan B., 2008. Pressure Casting of Composite
viskositas, pot life dan pseudoplastisitas Propellant. Indian Journal of Chemical
tidak selalu berbanding lurus oleh karena Technology, 15, 420–423.
faktor packing dari partikel-partikel German, R. M., 2016. Particulate Composites
penyusun propelan. Fundamentals and Application.
Switzerland: Springer International
UCAPAN TERIMAKASIH Publishing.
Penulis mengucapkan terima Gogoi, R., Alam, M. S., & Khandal, R. K., 2014.
kasih kepada Pusat Teknologi Roket, Effect of Increasing NCO/OH Molar Ratio
LAPAN, atas dukungannya serta seluruh on The Physicomechanical and Thermal
staf Laboratorium Komposisi Dasar Properties of Isocyanate Terminated
Propelan atas bantuannya. Polyurethane Prepolymer. International
Journal of Basic and Applied Sciences,
DAFTAR RUJUKAN 3(2), 118–123.
Abdillah, L. H., 2015. Penelitian Swelling Hartaya, K., 2016. Analisis Kandungan
Prepolimer HTPB-TDI Sebagai Penjajagan Aluminium Powder Propelan Berdasar
Peningkatan Solid Loading Pada Energi Pembakaran dari Bomb
Formulasi Propelan. In Teknologi Pesawat Kalorimeter. Jurnal Teknologi Dirgantara,
Terbang sebagai Mitra Pengembang 14(1), 73–80.
Teknologi Roket dan Satelit Nasional Jain, S., Nandagopal, S., Singh, P. P.,
(359–374). Jakarta: Indonesia Book Project. Radhakrishnan, K. K., & Bhattacharya,
Andric, A. M. Ž., 2007. Crystallization of B., 2009. Size and Shape of Ammonium
Ammonium-Perchlorate from Solution of Perchlorate and their Influence on
Electrolytically Produced Sodium- Properties of Composite Propellant.
Perchlorate in a Pilot-Scale Plant. In Defence Science Journal, 59(3), 294–299.
European Congress of Chemical K, M. A., Monika, G., & D, P. D., 2010. Empirical
Engineering-6 (1–11). Copenhagen. Modeling of Chemoviscosity of Hydroxy
Aziz, A., Mamat, R., Ali, K. W., & Perang, M. R. Terminated Polybutadiene Based Solid
M., 2015. Review on Typical Ingredients
113
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :105 -114

Composite Propellant Slurry. Malaysian Propellant Slurry. Journal of Energy and


Polymer Journal, 5(1), 1–16. Chemical Engineering, 1(1), 1–9.
Ke-xi, Y., Ze-ming, T., & Guo-juan, W., 1986. Pinalia, A., 2014. Reduksi Ukuran Partikel
Viscosity Prediction. In Propellants, Ammonium Perklorat (AP) dengan Metode
Explosives, Pyrotechnics (Vol. 11, 167– Spray Drying (Particle Size Reduction of
169). Weinheim: Wiley-VCH Verlag GmbH Ammonium Perchlorate Using Spray
& Co. KGaA. Drying Method). Majalah Sains Dan
Mahanta, A. K., Dharmsaktu, I., & Pattnayak, P. Teknologi Dirgantara, 75–80.
K., 2007. Rheological Behaviour of HTPB- Priyanto, 2016. Laporan Penelitian: Pengaruh
Based Composite Propellant: Effect of Perbandingan AP 200 : 50 Terhadap
Temperature and Pot Life on Casting Rate. Kualitas Propelan. Tangerang: Universitas
Defence Science Journal, 57(4), 435–442. Pamulang.
Mahanta, A. K., Goyal, M., & Pathak, D. D., Remakanthan, S., Kk, M., Gunasekaran, R.,
2010. Rheokinetic Analysis of Hydroxy Thomas, C., & Thomas, C. R., 2015.
Terminated Polybutadiene Based Solid Analysis of Defects In Solid Rocket Motors
Propellant Slurry. E-Journal of Chemistry, Using X-Ray Radiography. The E-Journal
7(1), 171–179. of Nondestructive Testing, 20(6).
Manu, S. K., 2009. Glycidyl Azide Polymer (GAP) Sutrisno, 2010. Pengaruh Penambahan Plasticizer
as a High Energy Polymeric Binder for DOA terhadap Kinerja Propelan HTPB. In
Composite Solid Propellant Applications. Prosiding SIPTEKGAN XIV (123–127).
Mahatma Gandhi University. Tangerang: LAPAN.
Muthiah, R., Krishnamurthy, V. N., & Gupta, B. Triantafillopoulos, N., 2000. Measurement of
R., 1992. Rheology of HTPB Propellant . 1 Fluid Rheology and Interpretation of
. Effect of Solid Loading, Oxidizer Particle Rheograms (2nd ed.). Michigan: Kaltec
Size, and Aluminum Content. Journal of Scientific.
Applied Polymer Science, 44, 2043–2052. Tüzün, F. N., 2005. The Effect of Aluminum
Nair, C. P. R., Devi, C. H., Prasad, V., & Ninan, Content Variation on Burning Rate,
K. N., 2013. Effect of Process Parameters Pressure-Propellant Area Ratio
on the Viscosity of AP / Al / HTPB Based Relationship, and Other Properties of
Solid Propellant Slurry, 1, 1–9. Hydroxyl Terminated Polybutadiene
Nair, C. P. R., Prasad, C. D. V., & Ninan, K. N., Based Composite Propellants. Journal of
2013. Effect of Process Parameters on the ASTM International, 2(4), 1–15.
Viscosity of AP / Al / HTPB Based Solid

114
Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal Propelan...... (Wiwiek Utami Dewi)

EVALUASI KINETIKA DEKOMPOSISI TERMAL PROPELAN


KOMPOSIT AP/HTPB DENGAN METODE KISSINGER, FLYNN WALL
OZAWA DAN COATS - REDFREN
(EVALUATION OF THERMAL DECOMPOSITION KINETICS OF
AP/HTPB COMPOSITE SOLID PROPELLANT USING KISSINGER,
FLYNN WALL OZAWA AND COATS – REDFREN METHOD)
Wiwiek Utami Dewi
Pusat Teknologi Roket
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. Raya LAPAN No. 2, Mekarsari, Rumpin, Bogor 16350 Indonesia
e-mail: wiwiek.utami@lapan.go.id/wiwiekdewi@gmail.com
Diterima 16 Mei 2017; Direvisi 12 Desember 2017; Disetujui 18 Desember 2017

ABSTRACT

Decomposition of propellant Mechanism and kinetics have been investigated by using DTG/TA
with three different methods: Kissinger, Flynn Wall Ozawa and Coats & Redfern. This research aims to
determine decomposition kinetic parameters of LAPAN’s propellant. The propellants have different
composition of Al and AP modal. RUM propellant consist of AP/HTPB. 450 propellant consists
AP/HTPB/Al (bimodal). Meanwhile 1220 propellant consists of AP/HTPB/Al (trimoda). Thermal analysis
takes place at 30 – 400oC and nitrogen atmosphere flow rate is 50 ml/min. The result according showed
that propellant was decomposed by F1 mechanism (random nucleation with one nucleus on the
individual particles). Activation energy of propellants are in range between 100.876 – 155.156 kJ/mol
meanwhile pre-exponential factor are in range between 4.57 x 107 – 3.46 x 1012/min. Activation energy
(E) as well as pre-exponential factor for 1220 propellant is the lowest among the others. AP trimodal
application generates catalytic effect which decreases activation energy. 1220 propellant is easier to
decompose (easier to react) than RUM and 450 propellant.

Keywords: decomposition, propellants, DTA, TGA, DTG

115
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :115 -132

ABSTRAK

Mekanisme dan kinetika dekomposisi propelan telah diinvestigasi menggunakan DTG/TA


dengan tiga jenis metode yang berbeda yaitu Kissinger, Flynn Wall Ozawa dan Coats & Redfern.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui parameter kinetika dekomposisi propelan LAPAN. Propelan
yang digunakan memiliki perbedaan komposisi Al dan jenis moda AP. Propelan RUM adalah propelan
AP/HTPB. RX 450 adalah AP/HTPB/ Al (bimoda). Sementara itu, RX 1220 adalah AP/HTPB/ Al
(trimoda). Pengujian termal berlangsung pada suhu 30 - 400oC dan atmosfer nitrogen berlaju alir 50
ml/menit. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa semua jenis propelan terdekomposisi dengan
mekanisme F1 (nukleasi acak dengan satu nukleus pada partikel individu). Energi aktivasi propelan
berkisar antara 100,876 – 155,156 kJ/mol sementara faktor pre-eksponensial berkisar antara 4,57 x
107 – 3,46 x 1012/min. Energi aktivasi (E) dan faktor pre-eksponensial (A) RX 1220 adalah terendah dari
ketiga sampel. Penggunaan jenis AP trimodul menciptakan efek katalitik yang menurunkan besarnya
energi aktivasi. Propelan RX 1220 lebih mudah terdekomposisi (lebih mudah bereaksi) daripada
propelan RUM dan RX 450.

Kata kunci : dekomposisi, propelan, DTA, TGA, DTG

1 PENDAHULUAN Berdasarkan persamaan di atas


Dekomposisi adalah proses di maka dapat disimpulkan bahwa untuk
mana senyawa kimia kompleks rusak mengetahui konstanta laju reaksi (k),
atau hancur atau terpecah-pecah diperlukan nilai energi aktivasi (E) dan
menjadi senyawa kimia yang jauh lebih faktor pre-eksponensial (A). E dan A
sederhana. Proses dekomposisi yang biasa disebut sebagai parameter kinetika.
disebabkan oleh adanya adanya paparan Penentuan/metode estimasi parameter
panas disebut dekomposisi termal (Dewi kinetika (E dan A) adalah inti dari berbagai
dan Ismah, 2016). Analisis termogravimetri studi tentang kinetika.
(TGA) telah digunakan secara luas Beberapa metode telah digunakan
sebagai metode untuk menginvestigasi untuk mengestimasi parameter kinetika
proses dekomposisi termal dan stabilitas dekomposisi termal. Metode-metode
termal berbagai material. Lebih jauh lagi, tersebut mempunyai dua asumsi dasar,
data yang dihasilkan oleh TGA dapat yaitu : (1) perbedaan pada proses termal
diolah untuk menentukan pola dan dan proses difusi ditiadakan, dan (2)
parameter kinetika dekomposisi termal. relasi Arrhenius dianggap valid pada
Kinetika adalah studi tentang seluruh bentang suhu dekomposisi.
ketergantungan suatu reaksi kimia Termogravimetri (TGA) memberikan
terhadap waktu dan suhu. Persamaan metode yang sederhana untuk
paling umum yang digunakan pada menentukan profil dekomposisi termal
kinetika kimia adalah persamaan dan kinetika dekomposisi suatu
Arrhenius. Persamaan Arrhenius material. Pada TGA, hanya sejumlah
dikemukakan pada 1899 oleh ahli kimia kecil material (beberapa mg) yang
Swedia bernama Svante Arrhenius. digunakan sehingga batasan antara
Arrhenius mengkombinasikan konsep proses termal dan proses difusi dapat
energi aktivasi dan hukum distribusi diabaikan. Berdasarkan hal ini maka
Boltzman menjadi salah satu persamaan sangat masuk akal ketika relasi
terpenting pada dunia kimia fisik yaitu Arrhenius diasumsikan valid pada
persamaan Arrhenius seluruh bentang suhu proses dekomposisi
termal.
E
k = A e-RT (1-1)

116
Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal Propelan...... (Wiwiek Utami Dewi)

•Pengujian termal dengan DTG60 (Propelan RUM, RX 450 dan RX


1220)
Tahap 1 •Analisis kurva termal

•Menentukan nilai energi aktivasi, E (metode Kissinger, Flynn Wall


Ozawa, Coats & Redfern)
Tahap 2 •Menentukan nilai faktor pre-eksponensial, A

•Menentukan mekanisme dekomposisi propelan


Tahap 3 •Pemodelan kinetika dekomposisi propelan

•Penentuan life time propelan


Tahap 4

Gambar 1-1: Tahapan Penelitian Kinetika Dekomposisi Propelan

Pada persamaan Arrhenius, proses dan umur propelan (kedaluarsa/ life


dekomposisi diasumsikan berlangsung time) (Bawase, Khandaskar, dkk., 2012).
mengikuti kinetika orde 1 (n = 1). Lebih jauh lagi, nilai life time propelan
Tujuan utama dilakukan evaluasi dapat dijadikan pedoman pengemasan
kinetika dekomposisi propelan adalah propelan dan penentuan kondisi operasi
untuk menentukan nilai parameter penyimpan propelan yang baik.
kinetika (energi aktivasi (E) dan faktor Selain penentuan parameter
pre-eksponensial (A)) pada persamaan kinetika dekomposisi, penelitian ini juga
kinetika Arrhenius dan menentukan bertujuan untuk membandingkan nilai
pola dekomposisi termal propelan. parameter kinetika dekomposisi termal
Parameter kinetika dekomposisi (E dan A) dengan menggunakan tiga
yang terkalkulasi dapat digunakan untuk metode yaitu Kissinger, Flynn Wall
menilai karakteristik kinerja bahan Ozawa, dan Coats – Redfern. Penjelasan
penyusun propelan pada proses tentang ketiga metode tersebut disajikan
dekomposisi serta menjelaskan pada Bab 2 (Model Kinetika).
mekanisme proses dekomposisi yang
mungkin terjadi (Vargeese, 2016). 2. MODEL KINETIKA
Tahapan penelitian kinetika Informasi kinetika bisa diekstrak
dekomposisi propelan hingga dari eksperimen termogravimetri (TGA)
didapatkan nilai life time propelan dengan menggunakan berbagai macam
seperti tersaji pada Gambar 1-1, terdiri metode. Semua studi kinetika
dari 4 tahap. Hasil penelitian tahap satu mengasumsikan bahwa laju isothermal
sudah dipublikasikan oleh penulis dari konversi, dα/dt, adalah fungsi
dalam Jurnal Teknologi Dirgantara, Vol linear dari k (konstanta laju reaksi yang
14, No. 1 : 17 – 24 pada 2016. bergantung pada suhu) dan α (fungsi
Pengetahuan tentang pola dekomposisi konversi yang tidak tergantung pada
propelan LAPAN dan parameter suhu) yaitu:
kinetikanya belum pernah dilakukan
hingga saat ini. Penelitian yang dα
= kf(α) (2-1)
dilaksanakan pada makalah ini dt
berusaha untuk menjawab hal tersebut.
Data parameter kinetika terutama energi Di mana f(α) bergantung pada
aktivasi menjadi dasar penentuan mekanisme dekomposisi tertentu.
tingkat sensitivitas propelan, failure time Berdasarkan Arrhenius

117
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :115 -132

E
(2-2) dα A - E
k = A e-RT = e RT f(α) (2-5)
dT β
Dimana A adalah faktor pre-eksponensial,
yang merupakan frekuensi tumbukan Integrasi dari persamaan ini dari suhu
(collision frequency), E adalah energi awal, T0, berkorespondensi dengan
aktivasi, T adalah suhu, dan R adalah derajat konversi (α0), hingga ke suhu
konstanta gas ideal. Kombinasi puncak, Tp, dimana α = αp, memberikan
persamaan 2-1 dan 2-2 memberikan αp
dα A Tp - E
∫ = ∫ e RT dT (2-6)
dα E α0 f(α) β T0
= A f(α) e-RT (2-3)
dt
Jika T0 rendah, maka diasumsikan
Pada operasi pengujian dengan bahwa α0 = 0, dan mempertimbangakan
TGA, jika suhu sampel diatur dengan bahwa tidak ada reaksi antara 0 dan T0,
laju pemanasan yang konstan dan maka
αp
terkendali, 𝛽 = 𝑑𝑇⁄𝑑𝑡, variasi konversi dα A Tp - E
g(α) = ∫ = ∫ e RT dT (2-7)
dapat dianalisis sebagai fungsi dari α0 f(α) β T0
suhu, yang bergantung pada lama
pemanasan. Oleh karena itu, laju reaksi Pada kasus polimer, degradasi
dapat ditulis sebagai berikut: mengikuti baik fungsi sigmoidal atau
fungsi deklerasi. Tabel 1-1 menunjukkan
dα dα dT dα
= =β (2-4) variasi persamaan g(α) untuk
dt dT dt dT mekanisme degradasi solid yang
berbeda. Fungsi-fungsi ini secara baik
Kombinasi persamaan 2-3 dan 2-4
digunakan sebagai metode yang dikenal
menjadi:
luas untuk memperkirakan mekanisme
reaksi kurva TG dinamik.

Tabel 2-1: EKSPRESI ALJABAR g(α) UNTUK MEKANISME DEKOMPOSISI YANG PALING UMUM
DIGUNAKAN PADA PROSES DEKOMPOSISI PADATAN

Simbol g(α) Solid State Process


Sigmoidal Curves
1
A2 [− ln(1 − 𝛼)] ⁄2 Nucleation and growth [Avrami eq.1]
1
A3 [− ln(1 − 𝛼)] ⁄3 Nucleation and growth [Avrami eq.2]
1
A4 [− ln(1 − 𝛼)] ⁄4 Nucleation and growth [Avrami eq.3]
Decelaration Curves
R2 1 Phase boundary controlled reaction (contracting area)
[− ln(1 − 𝛼) ⁄2 ]
R3 1⁄ Phase boundary controlled reaction (contracting volume)
[− ln(1 − 𝛼) 3]
2
D1 𝛼 One-dimensional diffusion
D2 (1 − 𝛼)𝑙𝑛(1 − 𝛼) + 𝛼 Two-dimensional diffusion
2 Three-dimensional diffusion (Jander eq.)
D3 1
[− ln(1 − 𝛼) ⁄3 ]
2
D4 (1 − 2𝛼⁄3) − (1 − 𝛼) ⁄3 Three-dimensional diffusion (Ginstling Rounshtein eq.)
F1 −𝑙𝑛(1 − 𝛼) Random nucleation with one nucleus on the individual
particles
F2 1⁄(1 − 𝛼) Random nucleation with two nuclei on the individual
particles
F3 1 ⁄ (1 − 𝛼)2 Random nucleation with three nuclei on the individual
particles
Sumber : Wang & Yang, dkk, 2003

118
Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal Propelan...... (Wiwiek Utami Dewi)

Ada banyak metode pemodelan faktor pre-eksponensial, metode Coats –


kinetika dekomposisi termal yang umum Redfern juga digunakan untuk
digunakan pada data keluaran TGA. menentukan pola dekomposisi termal
Metode Kissinger, Flynn Wall Ozawa, suatu material.
dan Coats – Redfern adalah metode yang Pada evaluasi parameter kinetika
sering ditemui pada berbagai literatur dekomposisi termal, ada beberapa hal
ilmiah untuk menentukan nilai energi yang harus diperhatikan dan
aktivasi (E). Penentuan parameter dipertimbangkan pada saat analisis data
kinetika dengan TGA dibagi ke dalam sehingga nilai yang dihasilkan dianggap
dua metode yaitu metode laju wajar (Blaine, 2015). Hal – hal tersebut
pemanasan tunggal dan metode laju antara lain:
pemanasan bervariasi. Metode Coats &  Nilai energi aktivasi (E) wajar pada
Redfern masuk ke dalam metode laju kisaran 50 – 300 kJ/mol. Reaksi yang
pemanasan tunggal. Hanya diperlukan memiliki energi aktivasi rendah (< 50
satu kali pengujian dengan laju kJ/mol) biasanya adalah reaksi
pemanasan TGA tertentu, maka nilai biologis seperti reaksi nyala berkedip
parameter kinetika dapat diketahui. pada ekor kunang – kunang atau bunyi
Metode Kissinger dan Flynn Wall Ozawa jangkrik. Sedangkan reaksi dengan
merupakan metode laju pemanasan nilai energi aktivasi di atas 300 kJ/mol
bervariasi, Pada metode ini, nilai terjadi pada reaksi energi tinggi seperti
parameter kinetika didapatkan setelah piroteknik.
beberapa kali pengujian dengan laju  Nilai log A biasanya berada pada
pemanasan TGA yang berbeda-beda. rentang 8 – 30.
Pada metode Kissinger dan Flynn  Presisi dan akurasi pada nilai energi
Wall Ozawa, nilai energi aktivasi dapat aktivasi dan faktor pre-eksponsial
ditentukan tanpa perlu mengetahui pola adalah 10% – 15%.
mekanisme dekomposisi termalnya
(persamaan g(α) pada tabel 2-1). Oleh 2.1 Metode Kissinger
karena itu, metode Kissinger dan Flynn Metode Kissinger sudah digunakan
Wall Ozawa biasa disebut model free/ pada banyak literatur untuk menentukan
non-linear integral isoconversional. energi aktivasi dari plot laju pemanasan
Keistimewaan ini membuat metode logaritmik terhadap inversi dari suhu
Kissinger dan Flynn Wall Ozawa menjadi pada laju reaksi maksimum dalam
metode favorit yang digunakan pada eksperimen gravimetrik dengan laju
berbagai studi tentang kinetika kenaikan panas konstan. Energi aktivasi
dekomposisi. Perbedaan metode dapat ditentukan oleh metode Kissinger
Kissinger dan Flynn Wall Ozawa terletak tanpa perlu mengetahui dengan pasti
pada sumber data yang digunakan. mengenai mekanisme reaksi. Persamaan
Metode Kissinger menggunakan kurva Kissinger adalah sebagai berikut:
DTA sedangkan metode Flynn Wall
Ozawa menggunakan kurva TGA. β AR E
ln ( ) = ln - (2-8)
Tidak seperti dua metode lainnya, T2 max E RTmax

metode Coats – Redfern lebih efisien


karena hanya menggunakan satu laju Dimana β adalah laju pemanasan,
pemanasan. Akan tetapi, metode ini Tmax adalah suhu di mana terjadi titik
lebih kompleks karena harus infleksi dari kurva dekomposisi termal
menggunakan seluruh ekspresi aljabar yang merupakan titik terjadinya laju
g(α) yang tersaji pada tabel 2-1. Oleh reaksi maksimum, A adalah faktor pre-
karena itu, metode Coats & Redfern eksponensial, αmax adalah konversi pada
disebut juga sebagai metode model saat Tmax. Dari plot linear antara ln(β/T2max)
fitting. Selain nilai energi aktivasi dan terhadap 1/Tmax, akan didapatkan slope
119
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :115 -132

(gardien). Nilai energi aktivasi, E, dapat Energi aktivasi untuk setiap


dihitung dari slope. Sementara itu nilai proses dekomposisi yang ditampilkan
faktor pre-eksponensial dapat dihitung dalam Tabel 2-1 dapat ditentukan dari
dari konstanta (c) plot linear. plot ln g(α)/T2 versus 1000/T. Metode
Coats-Redfern dapat digunakan untuk
2.2 Metode Flynn Wall Ozawa menentukan mekanisme dekomposisi
Pada TGA dengan laju material.
pemanasan konstan, pendekatan Flynn
Wall Ozawa mengharuskan sampel 3 METODOLOGI PENELITIAN
dipanaskan pada minimal tiga laju 3.1 Material
kenaikan suhu yang berbeda. Lebih dari HTPB, TDI, AP dan Al berasal dari
tiga akan lebih baik. Persamaan model Dalian Clorate Co. LTD. HTPB memiliki
Flynn Wall Ozawa dijabarkan pada berat molekul 2300 – 2800 dengan
persamaan 2-9. Metode integral kandungan isomer Cis 12,63%, Trans
isokonversional yang disarankan 23,37%, dan Vinil 35,34%. TDI yang
independen oleh Ozawa, Flynn dan Wall digunakan memiliki isomer Toluene-2,4-
menggunakan perkiraan Doyle dari diisocyanate 80 % dan Toluene-2,6-
integral suhu. Dari persamaan 2-7, diisocyanate 20 %. AP yang digunakan
anggap g(α) adalah laju konversi tetap pada propelan memiliki empat macam
dan setelah menggunakan perkiraan ukuran partikel yaitu (1) 400µm ± 25 µm,
Doyle, hasil integrasi logaritmik adalah (2) 200µm ± 25 µm, (3) 100µm ± 15 µm,
dan (4) 50µm ± 15 µm. Sementara itu, Al
powder dengan kemurnian 99%
𝐴𝐸 𝐸
log(β) = [𝑙𝑜𝑔 [ ] − 2,315] - [0,457 ] (2-9) memiliki ukuran partikel 30µm.
𝑔(𝛼)𝑅 𝑅𝑇

3.2 Preparasi Sample


Sample propelan yang digunakan
Dimana β, A, T, E adalah seperti
berasal dari sisa produksi propelan
sudah dijelaskan sebelumnya.
RUM, RX 450 dan RX 1220. Bahan
Menggunakan persamaan 2-9, energi
penyusun utama propelan komposit
aktivasi dapat ditentukan melalui slope
adalah HTPB dan AP. HTPB berperan
dari garis plot antara log (β) terhadap
sebagai matriks pengikat (binder) dan AP
1000/T yang diperoleh dari beberapa
sebagai oksidator. Propelan dibuat
laju kenaikan suhu/pemanasan.
terpisah menggunakan cetakan propelan
Sementara itu, nilai faktor pre-
(Dewi, 2014).
ekponensial dapat ditentukan melalui
AP dikeringkan terlebih dahulu
nilai konstanta plot linear (c). Metode
selama empat jam pada suhu 60ºC
Flynn Wall Ozawa memberikan nilai
untuk menurunkan kadar air, untuk
energi aktivasi dan faktor pre-
bahan AP 400 µm setelah dikeringkan
eksponensial yang berbeda pada tiap
dilakukan proses grinding untuk
konversi. Demi kemudahan penulisan,
memperkecil ukuran partikel. Proses
pada makalah ini metode Flynn Wall
pembuatan propelan dimulai dengan
Ozawa selanjutnya akan disingkat
proses pencampuran HTPB dan TDI
menjadi FWO.
(matriks) dalam kondisi vakum 0,1 kPa
pada suhu 50 – 60ºC. Matriks kemudian
2.3 Metode Coats - Redfern
ditambahkan Al. AP selanjutnya
Coats dan Redfern menggunakan
ditambahkan mulai dari ukuran partikel
pendekatan asimtotik untuk memecahkan
terbesar hingga terkecil agar bahan AP
persamaan 2-7, menghasilkan
tercampur dengan homogen. Proses
g(α) AR E casting slurry propelan dilakukan pada
ln 2
= ln - (2-10) kondisi vakum 75 cmHg. Propelan
T βE RT
120
Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal Propelan...... (Wiwiek Utami Dewi)

dimatangkan dalam oven bersuhu 60ºC 50 ml/menit. Metode Kissinger dan


selama 22 jam (Dewi dan Ismah, 2016). Flynn Wall Ozawa menggunakan empat
Pada penelitian ini propelan yang variasi laju pemanasan yaitu
digunakan adalah sama dengan 2,5ºC/menit, 5ºC/menit, 10oC/menit, dan
sebelumnya yaitu propelan RUM, RX 450, 20ºC/menit. Sementara itu, metode
dan RX 1220. Ketiga jenis propelan ini Coats & Redfern hanya menggunakan
dipilih karena mewakili komposisi laju pemanasan 10ºC/menit.
propelan yang biasa digunakan LAPAN. Sampel propelan dipotong
Komposisinya adalah sebagai berikut: kemudian diserut hingga menjadi seperti
 Propelan RUM terdiri dari HTPB:TDI bubuk yang berukuran seragam. Sampel
15:1; AP (bimodal) 80%. kemudian diletakkan pada sampel pan
 Propelan RX 450 terdiri dari HTPB:TDI aluminium. Material referensi yang
15:1; AP bimodal 75% ; Al 7,5%. digunakan adalah α-Al2O3. Berat sampel
 Propelan RX 1220 terdiri dari HTPB: yang digunakan sekitar 3-11 mg. Energi
TDI 15:1; AP trimodal 77,5%; Al 7,5%. aktivasi (E) dan faktor pre-eksponensial
diperoleh dengan 3 metode yaitu
Propelan RUM adalah propelan Kissinger, Flynn Wall Ozawa, dan Coats -
AP/HTPB tanpa tambahan aditif Redfern.
apapun. Baik propelan RUM dan RX 450
menggunakan AP bimodal. Propelan RX 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
450 menggunakan aditif Al. Sementara Gambar 4-1 hingga 4-3
itu, propelan RX 1220 menggunakan menunjukkan kurva TGA propelan RUM,
aditif Al dan menggunakan AP ukuran RX 450 dan RX 1220 yang dipanaskan
trimodal. pada atmosfer nitrogen pada laju
pemanasan (heating rate) 2,5, 5, 10, dan
3.3 Analisis Termal DTA-TG 20 C/menit. Berdasarkan gambar
Analisis termogravimetri (TGA) tersebut dapat dilihat bahwa laju
dilaksanakan dengan DTG-60 Shimadzu. pemanasan TGA mempengaruhi proses
Pengujian termal berlangsung pada suhu dekomposisi propelan.
30 - 400ºC, atmosfer nitrogen berlaju alir

120%

100%
BERAT HILANG PROPELAN RUM

80%

60%
(%)

40% Heating Rate 2.5C/min

Heating Rate 5C/min


20% Heating Rate 10C/min

Heating Rate 20C/min


0%
0 100 200 300 400 500
SUHU (CELCIUS)

Gambar 4- 1: Kurva TGA propelan RUM dengan laju pemanasan 2,5 C/min; 5 C/min; 10 C/min dan
20 C/min

121
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :115 -132

120%

BERAT HILANG PROPELAN 450 (%)


100%

80%

60%

Heating Rate 2.5C/min


40%
Heating Rate 5C/min

20% Heating Rate 10C/min

Heating Rate 20C/min


0%
0 100 200 300 400 500
SUHU (CELCIUS)

Gambar 4- 2: Kurva TGA propelan RX 450 dengan laju pemanasan 2,5 C/min; 5 C/min; 10 C/min dan
20 C/min

120%
BERAT HILANG PROPELAN

100%

80%
1220 (%)

60%
Heating Rate 2.5C/min
40%
Heating Rate 5C/min

Heating Rate 10C/min


20%
Heating Rate 20C/min

0%
0 100 200 300 400 500
SUHU (CELCIUS)

Gambar 4-3: Kurva TGA propelan RX 1220 dengan laju pemanasan 2,5 C/min; 5 C/min; 10 C/min
dan 20 C/min

Suhu dekomposisi propelan cenderung pemanasan rendah agar semua proses


berubah menjadi lebih tinggi ketika laju tahapan dekomposisi terlihat.
pemanasan dinaikkan. Hal ini terjadi
karena senyawa polimer telah menyerap 4.1 Metode Kissinger
energi sebelum terdekomposisi sehingga Metode Kissinger adalah metode
material cenderung terdekomposisi pada yang paling sederhana diantara tiga
suhu yang lebih tinggi (Vasconcelos, metode yang dibahas pada makalah ini.
Mazur, dkk, 2014). Oleh karena itu, Jika metode FWO dan Coats - Redfern,
penting untuk melakukan pengamatan membutuhkan kurva TGA, metode
proses dekomposisi termal pada laju Kissinger membutuhkan kurva DTA
122
Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal Propelan...... (Wiwiek Utami Dewi)

sebagai dasar penentuan suhu infleksi dengan terjadinya dekomposisi parsial


(Tmax). Seperti telah dibahas pada dari propelan dan pembentukan produk
makalah sebelumnya (Dewi dan Azatil, intermediate. Sementara itu, puncak
2016), suhu infleksi propelan terjadi eksotermis ketiga yang terjadi pada suhu
pada puncak eksotermis ketiga kurva di atas 340ºC menunjukkan proses
DTA, yaitu pada suhu sekitar 300 – dekomposisi lengkap dari produk
400ºC (Gambar 4-4). Sama seperti kurva intermediate ke produk volatile. Pada
TGA, suhu infleksi pada kurva DTA juga propelan RUM, suhu infleksi adalah
mengalami pergeseran seiring dengan ketika dekomposisi lengkap terjadi.
perubahan laju pemanasan. Suhu Setelah mengetahui suhu infleksi
infleksi menjadi lebih tinggi pada laju tiap propelan pada tiap laju pemanasan
pemanasan tinggi. Perubahan suhu DTG, selanjutnya dibuat plot linear
infleksi propelan selama pengujian oleh antara ln(β/T2max) terhadap 1/Tmax. Nilai
TGA telah dievaluasi dan disajikan pada energi aktivasi, E, dapat dihitung dari
Tabel 4-1. slope. Sementara itu nilai faktor pre-
Suhu infleksi propelan RUM eksponensial dapat dihitung dari
terjadi pada puncak eksotermis ketiga konstanta (c). Gambar 4-5 adalah contoh
pada kurva DTA (termogram). Seperti plot linear antara ln(β/T2max) terhadap
dikutip dari Liu Leili, Li Fengsheng, dkk 1/Tmax pada propelan RUM. Sementara
(2004), propelan AP/HTPB terdekomposisi itu, Tabel 4-4 menyajikan hasil perhitungan
dalam dua tahap: dekomposisi parsial energi aktivasi dan faktor pre-
dan dekomposisi lengkap. Pada propelan eksponensial dengan metode Kissinger.
RUM, puncak eksotermis kedua yang
terjadi pada suhu diatas 270ºC berkaitan

140
Tmax
120
Tmax
100 Tmax 1220
RUM
80
60
DTA (uV)

40
20
0
-20
0 50 100 150 200 250 300 350 400
SUHU (CELCIUS)
Gambar 4- 1: Kurva DTA propelan pada laju pemanasan 2,5 C/min

Tabel 4- 1: SUHU INFLEKSI PROPELAN RUM, RX 450 DAN RX 1220

Laju
Suhu Infleksi, T max (C)
Pemanasan (β)
(C/menit) RUM RX 450 RX 1220
2,5 340,16 313.31 352,37
5 352,76 319,33 367,23
10 360,35 338,21 378,09
20 394,56 355,87 413,13

123
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :115 -132

0
-2

Ln (β/T2 max)
-4
-6 y = -13,866x + 10,866
-8 R² = 0,8939

-10
-12
-14
1,45 1,50 1,55 1,60 1,65
1000/T (K)

Gambar 4- 2: Plot ln(β/T2max) terhadap 1000/Tmax propelan RUM pada laju pemanasan 2,5 C/min; 5
C/min; 10 C/min dan 20 C/min

Tabel 4- 2: NILAI ENERGI AKTIVASI DAN FAKTOR PRE-EKSPONENSIAL PROPELAN RUM, RX 450 DAN
RX 1220 DENGAN METODE KISSINGER

Energi Aktivasi Faktor Pre-eksponensial


Jenis Propelan R2 LOG A
E (kJ/mol) A (/menit)
RUM 115,282 0,8939 7,261E+08 8,861
RX 450 129,973 0,9593 4,950E+10 10,695
RX 1220 109,870 0,9299 1,436E+08 8,157

Tabel 4-2: LAJU PEMANASAN (β) VERSUS T PROPELAN RUM

Laju Pemanasan (β) T (C) pada konversi (%)


(C/menit) 5% 10% 15% 20%
2,5 257,64 262,74 270,96 276,93
5 269,66 276,75 287,31 294,06
10 276,92 285,27 298,52 305,69
20 297,63 308,02 319,38 325,57

Tabel 4-3: LAJU PEMANASAN (β) VERSUS T PROPELAN RX 450

Laju Pemanasan (β) T (C) pada konversi (%)


(C/menit) 5% 10% 15% 20%
2,5 261,66 268,64 280,00 292,24
5 275,76 282,30 292,29 303,00
10 294,93 301,49 310,00 320,46
20 311,43 315,95 325,00 334,19

Tabel 4-4: LAJU PEMANASAN (β) VERSUS T PROPELAN RX 1220

Laju Pemanasan (β) T (C) pada konversi (%)


(C/menit) 5 10 15 20
2,5 260,62 266,01 277,06 287,13
5 278,05 285,79 298,02 309,02
10 293,87 302,32 315,69 328,85
20 309,71 317,42 331,51 343,95

124
Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal Propelan...... (Wiwiek Utami Dewi)

4.2 Metode Flynn Wall Ozawa


Termogram pada Gambar 4-1 aktivasi (E) tiap konversi dan faktor pre-
hingga 4-3 telah dievaluasi untuk suhu eksponensial (A) dapat dihitung dengan
pada konversi 5%, 10%, 15% dan 20%. menggunakan persamaan 2–9. Hasil
Hasil evaluasi disajikan pada Tabel 4-3 perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4 – 6.
hingga 4-5. Selanjutnya plot antara log Nilai energi aktivasi yang
laju pemanasan (β) versus 1000/T dihasilkan dengan metode FWO adalah
dibuat. Laju konversi dipilih pada 5%- energi aktivasi rata-rata pada konversi
20% karena dalam metode FWO hanya 5%, 10%, 15% dan 20%. Nilai energi
konversi pada jangkauan tersebut yang aktivasi berbeda-beda pada tiap konversi
dapat digunakan (Vasconcelos, Mazur, dikarenakan oleh tahapan dekomposisi
dkk, 2014). Blaine (2015) juga menjelaskan yang terjadi pada material tersebut.
bahwa konversi yang terjadi di bawah 5% Dekomposisi termal propelan padat
adalah proses hilangnya air, kelembaban adalah proses bertahap. Mekanisme
dan senyawa volatile, bukan sepenuhnya reaksi berubah seiring dengan kenaikan
dekomposisi termal material. Contoh plot suhu oleh karena itu energi aktivasi dan
log laju pemanasan (β) terhadap 1000/T faktor pre-eksponensial juga berubah
pada propelan RX 1220 tersaji pada seiring jalannya reaksi.
Gambar 4-6. Selanjutnya, nilai energi

Tabel 4- 6: NILAI ENERGI AKTIVASI DAN FAKTOR PRE-EKSPONENSIAL PROPELAN RUM, RX 450 DAN
RX 1220 DENGAN METODE FLYNN WALL OZAWA

Energi Pre-eksponential
Jenis Konversi LOG
Aktivasi R2 Factor
Propelan A
α E (kJ/mol) A (/menit)
0.97
RUM 5% 115.050 1.230E+09 9.090
1
0.99
10% 112.066 8.110E+08 8.909
0
0.99
15% 113.985 1.415E+09 9.151
2
0.98
20% 108.917 4.912E+08 8.691
9
Nilai Rata-
112.505 9.870E+08 8.960
rata
0.99
RX 450 5% 108.417 1.971E+08 8.295
6
0.99
10% 118.632 2.314E+09 9.364
7
0.99 10.44
15% 130.790 2.774E+10
4 3
0.98 10.69
20% 134.183 4.951E+10
9 5
Nilai Rata-
123.005 1.994E+10 9.699
rata
0.99
RX 1220 5% 101.766 4.605E+07 7.663
2
0.99
10% 100.254 4.201E+07 7.623
2
0.98
15% 98.831 3.154E+07 7.499
8
0.98
20% 102.655 6.354E+07 7.803
9
Nilai Rata-
100.876 4.578E+07 7.647
rata

125
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :115 -132

1,4
y = -5,5938x + 10,726

Log Laju Pemanasan (C/Menit)


1,2 y = -5,5107x + 10,367
y = -5,4325x + 10,048
1,0
y = -5,6427x + 10,231

0,8

0,6

0,4 Konversi 5%
Konversi 10%
0,2 Konversi 15%
Konversi 20%
0,0
1,50 1,60 1,70 1,80 1,90
Suhu 1000/T (KELVIN)

Gambar 4- 6: Plot log laju pemanasan (β) terhadap 1000/T propelan RX 1220

4.3 Metode Coats & Redfern seperti tercantum pada Tabel 2–1. Pada
Seperti sudah dijelaskan Gambar 4–7 disajikan contoh plot log ln
sebelumnya, metode Coats-Redfern g(α)/T2 terhadap 1000/T pada propelan
adalah metode pemanasan tunggal. Nilai RX 450. Hasil perhitungan energi aktivasi
parameter kinetika (E dan A) dapat dengan berbagai rumus mekanisme
ditentukan hanya dengan sekali dekomposisi g(α) ditampilkan pada Tabel
percobaan. Pada makalah ini, laju 4–7. Mekanisme dekomposisi termal
pemanasan 10ºC/menit dipilih untuk yang paling mungkin dilihat dari nilai R2
dijadikan dasar perhitungan parameter plot linear dan kedekatannya dengan
kinetika. Chen dan Brill (1991) hasil perhitungan metode FWO
menggunakan laju pemanasan (Vasconcelos, Mazur, dkk, 2014). Makin
10ºC/menit untuk menentukan proses besar nilai R2 maka model mekanisme
kimia dan kinetika binder propelan dari dekomposisinya makin mewakili. Hasil
poliuretan HTPB/Diisosianat (TDI, IPDI perhitungan energi aktivasi (E) dan faktor
dan DDI). Studi tentang mekanisme pre-eksponensial (A) propelan RUM, RX
dekomposisi propelan yang lebih baru 450 dan RX 1220 dengan metode Coats -
dilakukan oleh Vargeese pada tahun Redfern dapat dilihat pada Tabel 4–8.
2016. Vargeese menyelidiki pengaruh Berdasarkan Tabel 4-7, mekanisme
katalis CuO pada mekanisme dan dekomposisi yang mungkin untuk
aktivitas kinetika dekomposisi propelan propelan padat komposit (AP/HTPB)
AP/HTPB/Al. Vargeese menggunakan adalah R2 atau R3 atau F1. Chen dan
laju pemanasan TGA sebesar 10ºC/menit Brill (1991) menggunakan mekanisme F1
dan metode Coats & Redfern pada pada metode Coats-Redfern untuk
pemodelan kinetika dekomposisinya. memodelkan kinetika dekomposisi binder
Metode Coats & Redfern memiliki propelan yang terbuat dari poliuretan
satu keistimewaan yaitu dapat digunakan HTPB/Diisosianat. Sampel propelan yang
untuk menentukan mekanisme dibuat oleh Vargeese (2016)
dekomposisi termal suatu material. memperlihatkan tiga tahapan dekomposisi.
Energi aktivasi (E) dan faktor pre- Propelan tanpa katalis CuO nanorods
eksponensial (A) dihitung menggunakan terdekomposisi dengan mekanisme A2
persamaan 2–10 dengan g (α) adalah pada tahap pertama lalu D3 pada tahap
126
Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal Propelan...... (Wiwiek Utami Dewi)

kedua dan terakhir F1. Sementara itu dekomposisi tipe F1 (nukleasi acak
propelan dengan katalis CuO nanorods dengan satu nukleus pada partikel
terdekomposisi dengan mekanisme A2 individu). Chen dan Brill (1991) memilih
pada tahap pertama dan kedua lalu F1 mekanisme F1 pada proses evaluasi
pada tahap terakhir. Perbedaan yang kinetika dekomposisi senyawa HTPB/ DI.
terjadi antara satu percobaan dengan Sementara itu, Vargeese (2016) juga
percobaan lainnya sangat wajar karena mendapatkan mekanisme F1 pada Tabel
komposisi dan spesifikasi bahan 4-5, tahap terakhir dekomposisi propelan-
penyusun propelan berbeda. nya. Pada Tabel 4-8 disajikan rangkuman
Dari ketiga kemungkinan hasil perhitungan nilai energi aktivasi
mekanisme dekomposisi, propelan dan faktor pre-eksponensial dengan
LAPAN paling mungkin mengalami metode Coats & Redfern.

450 10 - A2
450 10 - A3
-11 450 10 - A4
450 10 - R2
-13 450 10 - R3
450 10 - D1
450 10 - D2
-15 450 10 - D3
Ln g(α)/T2

450 10 - D4
-17 450 10 - F1
450 10 - F2
450 10 - F3
-19

-21

-23
1,65 1,7 1,75 1,8
1000/T (K)

Gambar 4-3: Contoh plot log ln g(α)/T2 terhadap 1000/T pada propelan RX 450 (laju pemanasan
10ºC/menit)

Tabel 4- 7: ENERGI AKTIVASI PROPELAN RUM, RX 450 DAN RX 1220 PADA BERBAGAI MEKANISME
DEKOMPOSISI g(α)

Mekanisme Propelan RUM RX 450 RX 1220


g (α) E (kJ/mol) R2 E (kJ/mol) R2 E (kJ/mol) R2
A2 65.533 0.9989 72.757 0.9622 53.455 0.9745
A3 40.579 0.9987 45.228 0.9555 32.404 0.9716
A4 27.998 0.9983 30.820 0.9540 21.856 0.9668
R2 141.762 0.9994 155.222 0.9668 116.737 0.9813
R3 140.532 0.9990 155.181 0.9666 116.720 0.9813
D1 276.582 0.9985 304.243 0.9641 231.254 0.9794
D2 280.531 0.9988 309.314 0.9641 235.203 0.9806
D3 90.623 0.9989 100.242 0.9657 74.596 0.9796
D4 282.751 0.9988 311.201 0.9644 237.373 0.9819
F1 140.498 0.9990 155.156 0.9667 116.720 0.9814
F2 4.635 0.6582 6.393 0.9867 2.468 0.7081
F3 18.859 0.8837 22.519 0.9955 14.693 0.9552

127
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :115 -132

Tabel 4-8: NILAI ENERGI AKTIVITAS DAN FAKTOR PRE-EKSPONENSIAL PROPELAN RUM, RXS 450
DAN RX 1220 DENGAN METODE COATS-REDFERN

Laju Energi Faktor Pre-


Jenis Pemanasan Aktivasi eksponensial
R2 LOG A
Propelan
β (C/min) Ea (kJ/mol) A (/menit)
RUM 10 140.498 0.999 3.583E+11 11.554
RX 450 10 155.156 0.967 3.462E+12 12.539
RX 1220 10 116.720 0.981 7.955E+08 8.901

Tabel 4- 9: ENERGI AKTIVASI (E), FAKTOR PRE-EKSPONENSIAL (A) DAN LOG A PROPELAN RUM, 450
DAN RX 1220 DENGAN METODE KISSINGER, FLYNN WALL OZAWA DAN COATS &
REDFERN

Kissinger Flynn Wall Ozawa Coats & Redfern


Jenis
E A LOG E A E A
Propelan LOG A LOG A
(kJ/mol) (/menit) A (kJ/mol) (/menit) (kJ/mol) (/menit)
RUM 115.282 7.26E+08 8.86 112.505 9.87E+08 8.99 140.498 3.58E+11 11.55
10.6
RX 450 129.973 4.95E+10 123.005 1.99E+10 10.30 155.156 3.46E+12 12.53
9
RX 1220 109.870 1.43E+08 8.15 100.876 4.57E+07 7.66 116.720 7.95E+08 8.90

4.4 Perbandingan Nilai Parameter propelan AP/HTPB. Liu Leili, Li


Kinetika Dekomposisi Fengsheng, dkk (2004) mendapatkan
Rangkuman nilai parameter nilai energi aktivasi 100-172 kJ/mol
kinetika dekomposisi termal pada pada propelan AP/HTPB yang
propelan RUM, RX 450, dan RX 1220 ditambahkan katalis nano bubuk logam.
yang sudah diperoleh menggunakan Sementara itu, Babar dan Malik (2014)
metode Kissinger, Flynn Wall Ozawa dan memperoleh nilai energi aktivasi 127,1
Coats & Redfern dirangkum pada tabel 4- kJ/mol dan nilai faktor pre-eksponensial
9. Nilai energi aktivasi dan faktor pre- 2,79 x 109/min untuk propelan AP/HTPB.
eksponensial hasil perhitungan dengan Berdasarkan referensi tersebut
metode Kissinger dan FWO cukup maka dapat disimpulkan bahwa nilai
berdekatan namun metode Kissinger energi aktivasi hasil perhitungan pada
memiliki nilai R2 yang rendah (dibawah penelitian ini masih relevan mengingat
0,9). Metode Coats & Redfern perbedaan spesifikasi material dan
memberikan nilai energi aktivasi dan komposisi yang digunakan. Energi
faktor pre-eksponensial yang lebih besar aktivasi propelan berada pada rentang
daripada Kissinger dan FWO. wajar (50 – 300 kJ/mol) dan nilai faktor
Penelitian tentang penentuan nilai pre-eksponensial (yang ditandai dengan
energi aktivasi dan faktor pre- nilai log A) juga berada pada rentang
eksponensial sudah banyak dilakukan. wajar (8 – 30) (Blaine, 2015).
Waesche dan Wenograd (2000) Energi aktivasi RX 1220 <
mendapatkan nilai energi aktivasi antara propelan RUM < propelan RX 450. Energi
150-167 kJ/mol untuk propelan dengan aktivasi propelan RX 1220 adalah yang
25% polibutadiene/ asam akrilik dan AP terendah. Hal ini semakin mengukuhkan
75%. Vargeese (2016) mendapatkan nilai hipotesis yang dibuat pada makalah
energi aktivasi 129-148 kJ/mol pada sebelumnya bahwa penggunaan AP
tahap pertama dekomposisi propelan trimodul akan memberikan efek katalitik
dengan katalis CuO nanorods. Goncalves pada propelan. Ukuran partikel AP yang
(2013) mendapatkan nilai energi aktivasi lebih kecil membuat luas permukaan AP
126-134 kJ/mol dan nilai faktor pre- makin besar. Selain itu, penggunaan AP
eksponensial 2,04 x 1010 /menit untuk trimodal membuat susunan partikel AP

128
Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal Propelan...... (Wiwiek Utami Dewi)

lebih kompak dalam mengisi ruang RX 450. Faktor pre-eksponensial


kosong antar network polimer binder menunjukkan frekuensi tumbukan antar
propelan. Hal ini membuat proses atom yang terjadi per menit. Semakin
dekomposisi propelan dapat berlangsung besar nilai faktor pre-eksponensial (A),
lebih cepat dan propelan menjadi lebih semakin besar nilai konstanta laju reaksi
reaktif. Untuk memulai dekomposisi karena nilai A berbanding lurus dengan
termal, propelan RX 1220 membutuhkan laju/konstanta reaksi (k).
energi yang lebih kecil daripada propelan
RUM dan RX 450. 5 KESIMPULAN
RX 450 memiliki nilai energi Metode Kissinger, Flynn Wall
aktivasi tertinggi, bahkan lebih tinggi Ozawa, dan Coats & Redfern dapat
dari propelan RUM. Hal ini menarik dijadikan metode penentuan parameter
karena, propelan RX 450, sama seperti kinetika dekomposisi termal yang
propelan RX 1220, menggunakan aditif terpercaya. Energi aktivasi propelan
Al, seharusnya juga menunjukkan efek LAPAN secara umum berkisar antara
katalitik. Seperti dijelaskan pada jurnal 100,876 – 155,156 kJ/mol sementara
sebelumnya (Dewi dan Yulia, 2016), faktor pre-eksponensial berkisar antara
penambahan logam Al terbukti 4,57 x 107 – 3,46 x 1012/min.
memberikan efek katalitik karena Metode Kissinger dan FWO
terbukti menghilangkan terbentuknya memberikan nilai energi aktivasi dan
produk antara (intermediate product) faktor pre-eksponensial yang mirip
pada dekomposisi propelan AP/HTPB sedangkan metode Coats & Redfern
yang ditandai dengan hilangnya kurva memberikan nilai energi aktivasi yang
eksotermis produk antara pada suhu lebih tinggi dari kedua metode yang lain.
sekitar 277ºC. Sementara itu, nilai R2 pada grafik plot
Katalis seharusnya menurunkan perhitungan energi aktivasi metode
energi aktivasi sehingga mempercepat Kissinger lebih rendah daripada metode
dan mempersingkat proses dekomposisi Flynn Wall Ozawa dan Coats & Redfern,
(Vargeese, 2016). Namun tidak Berdasarkan metode Coats &
selamanya penambahan katalis akan Redfern, mekanisme dekomposisi termal
menurunkan energi aktivasi. Hal ini juga yang paling mungkin terjadi pada
terjadi, salah satunya, pada penelitian propelan LAPAN adalah F1 (nukleasi
Babar dan Malik (2014). Babar dan Malik acak dengan satu nukleus pada partikel
menggunakan katalis MgO sebanyak 2% individu). Energi aktivasi dan faktor pre-
pada propelan AP/HTPB. Energi aktivasi eksponensial propelan RX 1220 adalah
dan faktor pre-eksponensial propelan terendah dari ketiga sampel. Hal ini
berkatalis MgO ternyata lebih tinggi dari membuktikan bahwa penggunaan AP
propelan tanpa katalis. Tingginya energi trimodul memiliki efek katalitik yang
aktivasi pada propelan RX 450 diduga menurunkan besarnya energi aktivasi.
karena penggunaan AP bimodal dengan Propelan RX 1220 lebih mudah
ukuran partikel besar (400µm dan terdekomposisi (lebih mudah bereaksi)
200µm). AP berukuran partikel besar daripada propelan RUM dan RX 450.
memberikan efek katalitik yang lebih
rendah. UCAPAN TERIMA KASIH
Seperti sudah disebutkan Ucapan terima kasih ditujukan
sebelumnya, faktor pre-eksponensial pada Ka Pustekroket Drs. Sutrisno, M.Si
ketiga propelan memiliki tren yang sama dan Kabid Program dan Fasilitas Dr.
dengan energi aktivasi walaupun Heru Supriyatno selaku pembimbing.
dihitung menggunakan tiga metode yang Ucapan terima kasih juga ditujukan pada
berbeda. Faktor pre-eksponensial propelan rekan-rekan di Lab Insulasi Termal, dan
RX 1220 < propelan RUM < propelan Lab Proses Propelan, Pustekroket, LAPAN.
129
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :115 -132

DAFTAR RUJUKAN Ammonium Perchlorate – AP/HTPB


Aboulkas, A and Harfi, K. EL., 2008. Study of Binder. 325 – 342 pp In Elkordy, Amal
Kinetics and Mechanism of Thermal Ali (Ed). Applications of Calorimetry in a
Decomposition of Moraccan Tarfaya Oil Wide Context - Differential Scanning
Shale and It’s Kerogen, Oil Shale, Vol 2, Calorimetry, Isothermal Titration
No.4 : 426 – 443. Calorimetry and Microcalorimetry.
Babar, Zaheer Ud-ddin and Abdul Qadeer InTech, Vienna.
Malik, 2014. Thermal Decomposition and Kakumanu, Lalith V; Yadav, Narendra;
Kinetic Evaluation of Composite Karmakar, Srinibas, 2014. Combustion
Propellant Material Catalyzed with Nano Study of Composite Solid Propellants
Magnesium Oxide, NUST Journal of Containing Metal Phthalocyanines,
Engineering Science, Vol 7 No 1 : 5 – 14. International Journal of Aerospace
Bawase, M.A; Khandaskar, H.L; Kenjale, V.G; Science, 3 (2) : 21 – 36.
Saraf, M.R., 2012. Application of Leili, Liu; Fengsheng, Li; Linghua, Tan; Min, Li
Thermo-Gravimetric Analysis as a dan Yi, Yang, 2004. Effects of Metal and
Laboratory Tool for Prediction of Relative Composite Metal Nanopowders on The
Life of Polymers, AdMet Paper No. CM Thermal Decomposition of Ammonium
002 : 1 - 6. Perchlorate (AP) and The Ammonium
Blaine, George, 2015. Practical Aspects of Perchlorate/ Hydroxyterminated
Kinetics Determination by Thermal Polybutadiene (AP/HTPB) Composite
Analysis. TAWebinar by TA Solid Propellant, Chinese J. Chem. Eng.,
Instruments, https://www.youtube. 12 (4) : 595 – 598.
com/watch?v=ofsy6Ggj4PY, diakses Majda, Dorota; Korobov, Alexander; Fileks,
pada 28 Oktober 2016. Urszula; Midgley, Paul; dkk, 2008. Low-
Cai, Weidong; Thakre, Piyus; and Yang, Vigor, Temperature Thermal Decomposition of
2008. A Model of AP/HTPB Composite Large Single Crystals of Ammonium
Propellant Combustionin Rocket Motor Perchlorate, Chemical Physical Letters,
Environment, Combustion Science and 454 : 233 – 236.
Technology, 180 : 2143 – 2169. Mullen, J. Christine, 2010. Composite Propellant
Chen, J.K and Brill, T.B., 1991. Chemistry and Combustion With Low Aluminum
Kinetics of Hydroxyl-terminated Agglomeration, Disertasi Doktoral
Polybutadiene (HTPB) and Diisocyanate– University of Illnois. Illinois. 203 hlmn.
HTPB Ploymers During Slow Pilawka, Ryszard dan Maka, Honorata, 2014.
Decomposition and Combustion-like Kinetics of Thermal Decomposition of
Conditions, Combustion and Flame, 87 : Isocyanate-Epoxymaterials Crosslinked
217 – 232. in The Presence of 1-ethylimidazole
Dewi, Wiwiek Utami dan Yulia Azatil Ismah, Accelerator. http://en.www.ichp.pl/
2016. Dekomposisi Termal Propelan attach.php?id=2424 diunduh: 14
Komposit Berbasis Amonium Perklorat / Agustus 2015
Hydroxy Terminated Polybutadiene, Sengupta, Rajatendu; S. Sabharwal; Anil K;
Jurnal Teknologi Dirgantara, Vol 14, No. Bhowmick, Tapan K; dan Chaki, 2006.
1 : 17 – 24. Thermogravimetric Studies on
Fuente, Jose Luis, 2009. An Analysis of The Polyamide-6,6 Modified by Electron
Thermal Aging Behaviour in High Beam Irradiation and by Nanofillers,
Performance Energetic Composites Polymer Degradation and Stability, 91 :
Through The Glass Transition 1311 – 1318.
Temperatur, Polymer Degradation and Sinditskii, Valery P dan Egorsev, Viacheslav Yu,
Stability, 94 : 664 – 669. 2010. Combustion Mechanism and
Goncalves, R.F.B.; Rocco, J.A.F.F dan Iha, K., Kinetic of Thermal Decomposition of
2013. Thermal Decomposition Kinetics of Amonium Chlorate and Nitrite, Central
Aged Solid Propellant Based on
130
Evaluasi Kinetika Dekomposisi Termal Propelan...... (Wiwiek Utami Dewi)

European Jurnal of Energetic Material, Waesche, R.H.W., dan J. Wenograd, 2000.


7 (1) : 61 – 75. Calculation of Solid-Propellant Burning
Vargeese, Anuj A, 2016. A Kinetics Investigation Rates from Condensed-Phase
on The Mechanism and Activity of Copper Decomposition Kinetics, Combustion,
Oxide Nanorods on The Thermal Explosion and Shock Waves, Vol 36 (1) :
Decomposition of Propellants, 125 – 134.
Combustion and Flame, 163 : 354 – 360. Wang, Xiu-Li, Ke-Ke Yang, Yu-Zhong Wang, Bo
Vasconcelos, Gubran da Cuncha, Rogerio Lago Wu, Ya Liu, Bing Yang, 2003.
Mazur, Bruno Ribeiro, Edson Coccieri Thermogravimetric Analysis of The
Botelho, dan Michelle Leali Costa, 2014. Decomposition of Poly(1,4-dioxan-2-one)/
Evaluation of Decomposition Kinetics of Strach Blends, Polymer Degradation and
Poly (Ether-Ether-Ketone) by Stability, 81 : 415 – 421.
Thermogravimetric Analysis, Materials
Research, 17 (1) : 227 – 235.

131
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :115 -132

132
Penelitian Transmisibilitas Alat Peredam Getaran...... (Agus Budi Djatmiko)

PENELITIAN TRANSMISIBILITAS ALAT PEREDAM GETARAN


PADA MUATAN ROKET RX 550 LAPAN
(RESEARCH TRANSMISSIBILITY OF VIBRATION DAMPERS
EQUIPMENTS ON ROCKET RX 550 LAPAN)
Agus Budi Djatmiko
Pusat Teknologi Roket
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. Raya LAPAN No.2 Mekarsari Rumpin Bogor 16350 Indonesia
e-mail : agusbudi60@gmail.com
Diterima 8 Desember 2016; Direvisi 17 Januari 2018; Disetujui 19 Januari 2018

ABSTRACT

Every single piece of structural engineering as well as the rocket payload, has its mass and
elasticity, and also has the potential to cause vibration. In general, the occurrence of vibration in the
engineering structure is not desirable. Therefore, to the extent possible the vibrations is arranged to be
muted. Acceleration nuisance caused by the combustion process in rocket can cause vibrations with a
large amplitude resulting in damage to the structure of the mutant rockets and electronic equipment
that is in charge of the rocket could not work as intended, based on the experience of electronic
equipment will be damaged if the acceleration bully at 10 g that work on the rocket is not reduced, it is
designed for a vibration damping apparatus, equipment consisting of springs and dampers are arranged
such that a damping effecton the vibration occurs.In this research used springs with stiffness k =
120,000 N/m, damping factor = 0.0503 and mass of charge (m) = 10.5 kg, with acceleration of 1 G and
working frequency from 0 to 2000 Hz. Interest transmissibility research on tool vibration dampers is to
determine the magnitude of the acceleration is transmitted to the rocket payload. The results of the
dampening experiment, at the beginning of acceleration or G force transmitted to a rocket load of 1 g or
TR = 1, but after passing a resonance or  n  1,414 obtained G force transmitted to a rocket payload
of 0,1 g or TR = 0.1 (the silencer is good enough). From the results of this study can be said that the
silencer can be used to reduce vibration on the rocket payload RX 550.

Keywords: vibration damper, transmissibility, rocket payload

133
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :133 -142

ABSTRAK

Setiap struktur rekayasa seperti halnya pada muatan roket, mempunyai massa dan elastisitas,
maka struktur tersebut mempunyai potensi untuk menimbulkan getaran. Pada umumnya terjadinya
getaran pada struktur rekayasa adalah tidak diinginkan, oleh karena itu sedapat mungkin getaran
tersebut diusahakan untuk diredam. Percepatan pengganggu yang ditimbulkan oleh proses
pembakaran pada roket dapat menyebabkan getaran dengan amplitudo yang besar yang
mengakibatkan kerusakan pada struktur mutan roket dan alat elektronik yang ada pada muatan roket
sehingga tidak dapat bekerja seperti yang diinginkan. Berdasarkan pengalaman, alat elektronik akan
mengalami kerusakan jika percepatan pengganggu sebesar 10 g yang bekerja pada roket tidak
direduksi. Untuk itu dirancang suatu alat peredam getaran, peralatan tersebut terdiri dari pegas dan
damper atau peredam yang disusun sedemikian rupa sehingga muncul efek redaman terhadap getaran.
Pada penelitian ini digunakan pegas dengan kekakuan k = 120.000 N/m, faktor redaman  = 0,0503 dan
massa muatan (m) = 10,5 kg, dengan percepatan sebesar 1 G dan frekuensi kerja dari 0 sampai dengan
2000 Hz. Tujuan penelitian transmisibilitas pada alat peredam getaran ini adalah untuk mengetahui
besarnya percepatan yang ditransmisikan ke muatan roket. Hasil penelitian alat peredam, pada saat
awal percepatan pengganggu atau G force yang ditransmisikan ke muatan roket sebesar 1 g atau TR =
1, tetapi setelah melewati resonansi atau  n  1,414 didapat G force yang ditransmisikan ke muatan
roket sebesar 0,1 g atau TR = 0,1 (alat cukup baik). Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa
alat peredam dapat digunakan untuk meredam getaran pada muatan roket RX 550.

Kata kunci : peredam getaran, transmisibilitas, muatan roket

1 PENDAHULUAN waktu atau akan memberikan jarak


Latar belakang dari penulisan ini kedudukan massa sesaat selama
adalah untuk mengetahui karakteristik gerakannya dan kedudukan
dari alat peredam yang terdiri dari faktor keseimbangannya. (Liu dan Liu, 2004;
redaman, elastisitas dan transmisibilitas. Zahrai dan Rod, 2009; Puzyrov dan
Pembuatan alat peredam muatan Awrejcewicz, 2017) Setiap benda yang
pada roket RX 550 adalah untuk mempunyai massa dan elastisitas
mendukung keberhasilan peluncuran mempunyai potensi untuk bergetar. Oleh
roket RX 550, dalam rangka menunjang karena itu setiap struktur rekayasa
program peroketan yang dikembangkan seperti halnya pada muatan roket
oleh Pusat Teknologi Roket, Deputi mempunyai massa dan elastisitas, maka
Teknologi Penerbangan dan Antariksa struktur tersebut mempunyai potensi
LAPAN. Pembahasan ini bertujuan agar untuk menimbulkan getaran. Untuk hal
alat peredam getaran pada muatan roket itu dalam getaran dipelajari gerakan
dapat meredam percepatan pengganggu osilasi dari suatu benda di sekitar posisi
atau G force tersebut, karena roket akan keseimbangannya.
bergetar dengan amplitudo yang besar Pada umumnya terjadinya getaran
atau resonansi dan dapat menyebabkan pada struktur rekayasa adalah tidak
kerusakan pada muatan roket. Salah diinginkan, oleh karena itu sedapat
satu pendekatannya yaitu melakukan mungkin getaran tersebut diusahakan
studi lengkap terhadap persamaan untuk diredam (Sapinski, 2009; Liu dan
gerakan sistim yang ditinjau. mula-mula Liu, 2004).
sistim diidealisasi dan disederhanakan Berdasarkan pengalaman selama
dengan terminologi massa dan pegas ini pada saat peluncuran roket, alat
yang berturut turut menyatakan benda Global Positioning System (GPS) yang
dan elastisitas. Kemudian persamaan terdapat pada muatan roket mengalami
gerakan menyatakan sebagai fungsi gangguan pada saat roket mengalami G-
134
Penelitian Transmisibilitas Alat Peredam Getaran...... (Agus Budi Djatmiko)

force sebesar 10 gravitasi bumi, sehingga Mula-mula sistim diidealisasikan


sulit untuk melacak keberadaan roket dan disederhanakan dengan terminologi
tersebut (Adi dan kawan-kawan, 2012). massa, pegas dan dashpot berturut-turut
Untuk itu dirancang sebuah alat untuk menyatakan benda elastisitas dan gesekan
mengurangi efek G-force terhadap sistim, kemudian persamaan gerakan
peralatan elektronik yang ada pada menyatakan perpindahan sebagai fungsi
muatan roket. Peralatan terdiri dari pegas waktu atau akan memberikan jarak
dan damper yang disusun sedemikian kedudukan massa sesaat selama
rupa sehingga efek redaman terhadap gerakannya dan kedudukan
getaran terjadi. keseimbangannya. Kemudian dengan
Pada penelitian ini dilakukan persamaan gerakannya diperoleh sifat-
pengukuran transmisibilitas pada alat sifat penting sistim getarannya yaitu
peredam getaran yang tujuannya adalah faktor redaman dan Transmisibilitas
untuk mengetahui besarnya percepatan (Crocker, 2007. Voss dan kawan-kawan,
yang ditransmisikan ke muatan roket 2009).
(Thomson, 1981; Tengli, 2011; Voss dan Sistim peredam getaran pada
kawan-kawan, 2009). muatan roket RX 550-LAPAN dapat
diidealisasikan sebagai berikut:

2 LANDASAN TEORI 2.1 Persamaan Getaran Teredam


Gaya-gaya penggetar yang Untuk menganalisa suatu sistim
ditimbulkan oleh sistim yang bergerak, getaran maka perlu diketahui terlebih
seperti roket, seringkali tidak dapat dahulu persamaan gerak dari sistim
dihindari, namun pengaruhnya terhadap getaran tersebut dan persamaan gerak
sistim dinamik dapat berkurang banyak sistim peredam getaran pada muatan RX
oleh adanya pegas dan peredam yang 550 sebagai berikut:
dirancang dengan tepat yang disebut
sebagai isolator.

Tabung Cap Muatan Nose Cone


Nosel
(m)

Muatan Ft
(m) x

c
k
Fo

Gambar 2-1: Model Sistim peredam getaran pada muatan roket RX 550

135
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :133 -142

Dimana: Gaya-gaya pada persamaan (2-2)


m adalah massa muatan (kg), k adalah dan (2-4) diatas dapat digambarkan
konstanta pemegasan (N/m), c adalah dalam bentuk vektor sebagai berikut:
koefisien peredaman N/m/detik, Fo (t)
adalah gaya eksitasi dari roket (N), F(t)
adalah gaya yang diteruskan kemuatan
roket (N).
Persamaan gerak model sistim
peredam getaran pada Gambar 2-1
adalah persamaan 1(Rao, 2007).
Gambar 2-2: Gaya pengganggu Fo yang
diteruskan lewat pegas dan
  peredam
m x c x kx  Fo (t ) (2-1)
Berdasarkan Gambar 2-2 maka
Keterangan: dapat dibuat persamaan sebagai berikut

m x = gaya inersia
 c 
2

 1  
cx = gaya redaman FT  k 
  TR
Fo m 2   c 
2

2
kx = gaya pemegasan 1  k  
   k 
x = defleksi dari kedudukan awal (2-5)
2
  
 2  
1  
Penyelesaian persamaan adalah At  n 
 TR 
AO  2

2 2
Fo(t) = 0. dimana persamaan akan memberi      
1  
 
   2 
  n    n 
pengertian tentang peranan redaman.  

2.2 Transmisibiltas Dimana :


Dari diagram benda bebas Fo = gaya pengganggu dari roket dan,
persamaan diferensial gerak untuk Ft = gaya yang diteruskan ke muatan
sistim peredam getaran pada muatan roket (GPS) (Thomson, 1981; Crocker,
roket RX 550 (Gambar 2-1) memberikan 2007).
persamaan (2-2).
Karena gaya pengganggu dan gaya
 m X  cX  kX  Fo
2 transmisibiltas pada roket merupakan
(2-2) fungsi dari percepatan, maka dapat
X (k  m 2 ) 2  (c ) 2 = Fo ditulis sebagai berikut :
At FT
Perbandingan  disebut sebagai
Fo /k
Ao Fo
X 
   2
2
2 (2-3) Transmisibilitas (TR) dimana:
  
1       2   Ao = percepatan pengganggu
  n     
 n 
  At = Percepatan yang diteruskan ke GPS.
Hubungan antara transmisibiliatas
Gaya yang diteruskan ke muatan dengan ratio frekuensi terhadap
melalui pegas dan peredam adalah faktor redaman dapat dijelaskan
persamaan (2-1), (2-2), dan (2-3). pada Gambar 2-3 (Crocker, 2007,
Voss dan kawan-kawan, 2009).
(2-4)
FT  (kX ) 2  (cX ) 2

136
Penelitian Transmisibilitas Alat Peredam Getaran...... (Agus Budi Djatmiko)

Gambar 2-3 : Respon Frekuensi (Rao, 2007; Thomson, 1981; Voss dan kawan-kawan, 2009)

Dari grafik respon frekuensi pada muatan roket RX 550 pada saat
Gambar 2-3, terlihat ratio amplitudo resonansi.
atau transmisibilitas di bawah nilai satu Penelitian dilakukan pada
pada kondisi ( / n )  2 , dengan ini laboratorium Sentra Teknologi Polimer
BPPT Kawasan PUSPIPTEK Serpong
memantabkan kenyataan bahwa isolasi
Tangerang.
getaran hanya mungkin terjadi pada
keadaan ( / n )  2 , didaerah ( / n )  2
pegas tanpa redaman lebih baik dibanding
dengan pegas dengan redaman untuk
mengurangi transmisibilitas. (Thomson
1981; Crocker, 2007).

3 METODOLOGI
Penelitian dimulai dari desain alat,
mencari data percepatan pengganggu
faktor redaman, kemudian analisa
persamaan gerak dari alat peredam
getaran. Setelah itu menentukan besar
konstanta pegas k (N/m) Setelah itu
dicari persamaan transmisibilitas
getaran untuk mengetahui besarnya
percepatan yang ditransmisikan ke
muatan roket, dan terakhir penelitian Gambar 3-1: Diagram alir pengujian
transmisibilitas alat peredam getaran transmissibility alat peredam
getaran

137
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :133 -142

Gambar 3-2 : Alat peredam muatan roket RX 550 pada saat pengujian getaran (vibration shaker)

Gambar 3-3: Pemasangan alat peredam getaran muatan RX 550 pada alat uji getaran (vibration shaker)

4 HASIL PENGUJIAN

Acceleration Profile
10.000
Acceleration (G peak)

1.000

0.100

Ch4
0.010
Ch3
Ch2
Ch1 5 10 100 1000 2000
Control
Demand Frequency (Hz)

Nov 19, 2012 11:15:09Level 1) 100% Output: 0.009654 V sweep frequency 5 - 2000 Hz 1 G
Dem and: 1 G Sweep 1 of 1 Frequency: 2000.0 Hz peredam m uatan rx 550 vertikal dengan 6 dum per
Control: 0.9902 G Total Tim e: 0:02:22 Running 22.8 kg
Gambar 4-1: hasil pengujian frequensi natural terhadap alat peredam muatan RX 550

138
Penelitian Transmisibilitas Alat Peredam Getaran...... (Agus Budi Djatmiko)

Transmissibility (reference = Ch4)


10.000

1.000
Ratio (G/G)

0.100

0.010

Ch3 5 10 100 1000 2000


Ch2
Ch1 Frequency (Hz)

Nov 19, 2012 11:15:09Level 1) 100% Output: 0.009654 V sweep frequency 5 - 2000 Hz 1 G
Dem and: 1 G Sweep 1 of 1 Frequency: 2000.0 Hz peredam m uatan rx 550 vertikal dengan 6 dum per
Control: 0.9902 G Total Tim e: 0:02:22 Running 22.8 kg
Gambar 4-2: hasil pengujian transmisibility alat peredam muatan RX 550

Transmissibility (reference = Ch4)

1.0000
Ratio (G/G)

0.1000

0.0100

0.0010

Ch3 5 10 100 1000 2000


Ch2
Ch1 Frequency (Hz)

Nov 19, 2012 11:52:38Level 1) 100% Output: 0.1174 V sweep frequency 5 - 2000 Hz 1 G
Dem and: 1 G Sweep 0 of 1 Frequency: 22.3 Hz peredam m uatan rx 550 vertikal dengan 6 dum per
Control: 1.002 G Total Tim e: 0:00:45 Stop Button Pressed 10.3 kg
Gambar 4-3: Kegagalan pengujian alat peredam pada saat resonansi

4.1 Frekuensi Natural, n 1  2  ,dengan memasukan nilai


2

TR 
Hasil perancangan didapat 2 2
k 120000 TR hasil pengujian didapat TR = 9,9
Frekuensi natural = = n 
m 10,5 (Gambar 4-2). Kemudian menguadratkan
persamaan maka didapat besar faktor

106,9 rad/detik dan fn = n = 17,02 Hz redaman  = 0,05, alat peredam getaran
2 (damper) dapat digunakan, karena nilai
Sementara hasil penelitian yaitu faktor redaman  < 1.
pada saat kondisi percepatan penganggu
maksimum, didapat frekuensi natural fn =
5 HASIL DAN PEMBAHASAN AWAL
16 Hz.
Alat peredam yang dirancang telah
dilakukan pengujian di Balai Pengujian
4.2 Faktor redaman (  )
Teknologi Polimer Puspitek Serpong yang
Dari Gambar 4-2 (grafik
tujuannya untuk mencari karakteristik
transmisibilitas vs frekuensi) hasil
dinamik alat peredam yang meliputi,
pengujian didapat nilai transmisibilitas
frekuensi natural, faktor redaman dan
pada saat resonansi (   n ) yaitu TR = 9,9. amplitude beban kejut, hasil pengujian
Dengan menggunakan persamaan 2-5, dapat dilihat pada Gambar 4-2 dan
maka didapat besarnya faktor redaman Gambar 4-1, dengan pembahasan hasil
sebagai berikut: sebagai berikut:

139
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :133 -142

 Dari Gambar 4-1 di atas (grafik Ratio (G/G)= trasnsmisibility, dimana


percepatan vs frekuensi) telah transmissibility adalah perbandingan
dilakukan pengujian frekuensi natural antara percepatan yang diteruskan ke
terhadap alat peredam getaran pada muatan dalam hal ini massa (m)
frekuensi pengujian 5 sampai dengan terhadap percepatan pengganggu.
2000 Hz (sesuai dengan rekomendasi
dari NASA mengenai frekuesi kerja  Persamaan (2-1) diturunkan dari
roket) (Voss dan kawan-kawan, 2009) persaman gerak dari model sistim alat
dan percepatan pengganggu sebesar 1 g, peredam getaran (Gambar 2-1)
kemudian beban muatan sebesar 10,5 kemudian dianggap sebagai gerak
kg. harmonik sederhana x  X sin(t   ) lalu
Dari hasil pengujian dapat dilihat dimasukkan kedalam persamaan (2-1)
bahwa frekuensi natural hasil pengukuran sehingga mendapatkan persamaan (2-2)
alat peredam getaran roket RX 550 yaitu  m X  cX  kX  Fo , kemudian
2

LAPAN adalah sebesar fn = 16 Hz yaitu


diteruskan ke muatan roket melalui
pada saat grafik percepatan (acceleration)
pegas dan peredam untuk mencari
menunjukkan nilai tertinggi dan hasil
besar amplitudo yang terjadi dapat
perhitungan didapat frequensi natural
digunakan persamaan (2-3) dan untuk
alat peredam muatan pada roket RX 550
mengetahui besarnya gaya yang viskos
yaitu fn = 17,02 Hz, jadi penyimpangan
digunakan persamaan (2-4).
hasil pengukuran dan perhitungan tidak
Persamaan (2-2) dan (2-4) dapat
terlalu jauh dengan tingkat kesalahan
digambarkan dalam bentuk vektor agar
alat peredam sebesar (17,02-16)/16 x
memudahkan dalam mempelajari
100% = 6,37 %.
masalah peredaman atau isolasi getaran
seperti (Gambar 2-2) dan persamaan 2-5
 Dari Gambar 4-2 (grafik transmisibilitas
menunjukkan perbandingan antara gaya
vs frekuensi), telah dilakukan pengujian
yang diteruskan ke muatan (FT) terhadap
transmissibility terhadap alat uji
gaya pengganggu dari roket (Fo) atau
peredam getaran pada muatan roket
disebut sebagai Trasmissibilitas (TR),
RX 550 dengan frekuensi pengujian
karena percepatan merupakan fungsi
antara 5 s.d 2000 Hz dan percepatan
dari gaya maka persamaan (2-5) dapat
pengganggu sebesar (g force) 1 g. Hasil
dituliskan sebagai perbandingan antara
pengujian transmisibility terhadap alat
percepatan yang diteruskan ke muatan
peredam muatan menunjukan hasil
(AT) terhadap percepatan pengganggu (Ao)
yang bagus. Dapat dilihat disini pada
atau G force dari roket.
frekuensi awal antara 5 Hz dimana TR =
1, sampai dengan frekuensi 16 Hz nilai
 Hasil pengujian trasnmisibilitas (TR)
transmisibilty menunjukan kenaikan
terhadap alat peredam getaran RX 550
dimana puncaknya pada saat frekuensi
(Gambar 4-2) menunjukan hasil yang
sama dengan frekuensi natural yaitu
baik yaitu setelah resonansi nilai
16 HZ dengan nilai TR= (G/G) = 9,9 dan
transmisibilitas menurun, hal ini sesuai
setelah itu grafik transmissibility
dengan hasil perancangan alat peredam
menunjukkan penurunan setelah
getaran. Pada kondisi resonasi   n
frekuensi natural, yang artinya
peredaman berjalan baik sesuai dengan didapat nilai transmisibilitas TR = 9.9
teori mengenai transmissibility (Gambar dan hasil perhitungan didapat besar
2-3). Hal ini menunjukan bahwa alat faktor redaman  = 0.05 (Zahrai dan
peredam getaran yang dirancang Rod, 2009; Sapinski, 2009).
berjalan dengan baik dan dapat
digunakan sebagai peredam getaran  Hasil pengujian pada saat resonansi
pada roket RX 550 LAPAN. terhadap alat peredam getaran dengan
140
Penelitian Transmisibilitas Alat Peredam Getaran...... (Agus Budi Djatmiko)

kekakuan pegas k = 120.000 N/m dan namun dapat dikurangi dengan


massa muatan (m) = 10.5 kg, didapat memperbesar peredam viskos.
besarnya transmisibilitas TR=9.99, Perlu penelitian lebih lanjut agar
faktor redaman  =0.0503, dan amplitudo alat peredam getaran pada muatan roket
X = 8.38 mm dan alat peredam tidak lebih baik dari yang ada sekarang dengan
mengalami kerusakan. merubah transmissibiltas pada saat
resonansi menjadi lebih lebih kecil.
 Hasil pengujian pada saat resonansi
terhadap alat peredam getaran pada UCAPAN TERIMA KASIH
muatan roket RX 550 cukup baik, alat Dengan selesainya penelitian ini
dapat meredam percepatan pengganggu saya sebagai penulis mengucapkan
(Ao) yang terjadi dapat dilihat pada banyak terima kasih kepada Kepala
(Gambar 4-1). Pada awalnya Percepatan Pusat Teknologi Roket LAPAN, Leader
yang diteruskan (AT) naik kemudian Struktur Kerekayasaan Roket Sonda
setelah resonansi percepatan (AT) LAPAN yang telah memberikan ijin dan
mengecil. Hasil pengujian didapat data-data untuk penelitian ini dan tak
frekuensi natural alat peredam getaran lupa penulis juga mengucapkan terima
fn = 16 Hz dan hasil perhitungan kasih kepada Prof. DR. Heri Wibowo atas
didapat besar frekuensi natural fn = bantuannya dalam menyelesaikan
17,02 Hz. makalah ini.
a penelitian ini saya sebagai k
 Dari hasil pengujian terhadap alat DAFTAR RUJUKAN
peredam getaran pada muatan roket RX Adi A.P., Wigati, dan Sutisno, 2012.
550 dapat dikatakan cukup memuaskan Sistem Peredam Vibrasi dan Shock Serta
karena pada saat resonansi, alat Perpindahan Panas Pada Payload Roket. Prosiding
peredam getaran dapat bekerja sesuai Insinas 2012. ISBN 978-602-18926-2-6.
dengan yang diinginkan dan tidak Crocker M. J., 2007. Handbook of Noise
mengalami kerusakan. and Vibration Control, John Wiley & Sons.
Li and Gohnert M., 2010. Lever Mechanism
6 KESIMPULAN for Vibration Isolation. Peer-reviewed & Open
Berdasarkan hasil pengujian access journal ISSN: 1804-1191 | www.pieb.cz
terhadap alat peredam getaran muatan ATI – Applied Technologies & Innovations Volume 1
roket RX 550, dapat dilihat dari grafik | Issue 1 | April 2010.
pengujian transmissibity (Gambar 4-2), Liu K. and Liu J., 2004. The Damped
alat dapat meredam getaran dengan baik Dynamic Vibration Absorbers: Revisited and New
setelah resonansi or  n  1,414 nilai Result. Journal of Sound and Vibration 284,
1181–1189.
TR < 1 sesuai dengan teori peredam
Puzyrov V., and Awrejcewicz J., 2017.
getaran lihat Gambar 2-3.
On the Optimum Absorber Parameters Revising
Dengan alat peredam getaran ini,
the Classical Results. Journal of Theoretical and
G force atau percepatan pengganggu dari
Applied Mechanics 55, 3, 1081-1089, Warsaw
roket sebesar 10 gravitasi bumi (10g),
DOI: 10.15632/jtam-pl.55.3.1081.
Setelah resonansi dapat diperkecil hingga
Rao S.S., 2007. Vibration of Continuous
TR = 0,1 artinya setelah resonansi
Systems. Jhon Wiley & Sons Publishing
percepatan pengganggu atau G force
Company, Published Online: 23 MAR 2007 Print ISBN:
yang ditransmiskan pada muatan hanya
9780471771715.
sebesar 1 g.
Sapinski B., 2009. Magnetorheological
Alat peredam muatan roket RX 550
Dampers in Vibration Control of Mechanical
terdiri dari pegas dan peredam viskos,
Structures. University of Science and Technology
sehingga kondisi resonansi pada alat
Krakov, Poland. journals.bg.agh.edu.pl/Mechanics/
peredam getaran tidak dapat dihindarkan
2009-01/mech04.pdf.
141
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :133 -142

Tengli P.N., 2011. A Study on Vibration Rocket Payload. AKPV Engineering University of
Problems of Solid Propelant Rocket Motor. Wyoming.
Mechanical Engineering, PES Institute of Zahrai S., M and Rod A.F., 2009. Effect
Technology, Bangalore. of Impact Damper on SDOF System Vibrations
Thomson W.T., 1981. Theory Of Vibration Under Harmonic and Impulsive Excitations.
With Aplications. 2nd Edition Prentice-Hall Inc. Journal of Physics Conference Series 181
California 1981. www.ltpaobserverproject.com.
Voss L, Allais T., King S., and Parkins
J., 2009. Plans and Specifications of A Suborbital

142
Pengaruh Ketebalan di Tengah Tabung Motor Roket...... (Ediwan)

PENGARUH KETEBALAN DI TENGAH TABUNG MOTOR ROKET RX


122 YANG PANJANG
(THE EFFECT OF THICKNESS IN THE MIDDLE OF
RX 122 LONG ROCKET MOTOR TUBE)
Ediwan
Pusat Teknologi Roket
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. Raya LAPAN Rumpin – Bogor 16350 Indonesia
e-mail: ediwan.ok20@yahoo.com
Diterima 8 Desember 2016; Direvisi 23 Januari 2018; Disetujui 24 Januari 2018

ABSTRACT

In the calculation of rocket tube due to the effect of pressure and temperature, if the comparison
of length and diameter is large, then the bending stress and bucking stress will occur because of the
weight, shear force, and torsion of the tube. For this reason, the tube needs to be thickened on the
middle part so the pressure in the middle part will be reduced but will not result a new bigger pressure.
In-depth analysis of the tubes was conducted on a long tube which is 2000 mm long and having 122
mm diameter. The analysis was only regarding the effect of the pressure on the tube with same
thickness and the tube with thickened middle part for the purpose of seeing the effect of thickening the
middle part of the tube and how much thickness in the middle part is allowed, so the effect of bending
and buckling stress can be neglected.

Keywords: rocket tube, pressure effect

143
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :143 -150

ABSTRAK

Pada perhitungan tabung roket akibat pengaruh tekanan dan temperatur, bila perbandingan
antara panjang dan diameter cukup besar, perlu memperhitungkan terjadinya tegangan bending akibat
berat dan tegangan buckling akibat ketebalan. Untuk menghindari tegangan tersebut maka bagian
tengah tabung harus lebih tebal agar tegangan bagian tengah berkurang, tetapi tidak menimbulkan
tegangan yang lebih besar lagi. Analisis yang lebih mendalam tentang tabung dilakukan pada tabung
yang cukup panjang yaitu 2000 mm dan diameter 122 mm. Analisis yang dilakukan hanya dari
pengaruh tekanan saja pada tabung yang tebalnya sama dan tabung yang tengahnya dipertebal,
dengan tujuan untuk melihat pengaruh penebalan bagian tengah tabung tersebut dan sampai
ketebalan berapa tabung bagian tengah diizinkan sehingga akibat terjadinya bending dan buckling
dapat diabaikan.

Kata Kunci: tabung roket, pengaruh tekanan

1 PENDAHULUAN ketika tabung tanpa penebalan, sehingga


Setiap melakukan suatu perubahan pengaruh bending dan buckling dapat
dalam suatu desain, perlu memperhatikan diabaikan.
semua pengaruh yang akan diterima Analisa dilakukan dengan
struktur agar struktur yang akan membuat variasi ketebalan bagian
digunakan aman dalam operasinya. tengah, dari 2,5 mm tanpa penambah
Salah satu perubahan pada tabung ketebalan, dimulai tebal 6 mm sampai 2
RX122 adalah pengaruh ketebalan bagian cm yang dilakukan pada tabung
tengah untuk menghindari tegangan berdiameter 122 mm.
bending dan buckling. Penelitian ini dilakukan untuk
Ketebalan bagian tengah berfungsi mendapatkan struktur tabung motor
untuk menurunkan tegangan yang terjadi roket yang lebih ringan namun tetap
dari tabung yang berukuran panjang dan aman dalam operasinya, sehingga
tipis, dengan cara meningkatkan kekakuan jangkauannya lebih jauh dan mencapai
pada bagian tabung tersebut. tujuan yang diinginkan.
Proses penebalan ini dapat
dilakukan dengan cara menambah ring 2 TEORI DASAR
atau cincin pada bagian tengah tabung Perhitungan teoritis yang akan
atau dari tabung yang tebal dibubut dilakukan adalah perhitungan exact,
dengan menyisakan ketebalan hanya dan perhitungan yang menggunakan
pada bagian tengah saja, seperti yang perangkat lunak komputer yaitu metode
dilakukan pada roket RX 122 yang pendekatan atau rekayasa.
berdiameter 122 mm dan tebal 6 mm, Hasil perhitungan secara teoritis
sehingga tabung menjadi berat, untuk dihitung dengan menggunakan rumus
meringankan berat tabung maka tabung berikut (William 1992, ASME 2005)
yang tebalnya 6 mm dibubut menjadi 2,5 - Displacement arah radial keluar dinding
mm dengan menyisakan ketebalan pada tabung di mana p adalah tekanan, r
bagian tengah saja, dengan demikian radius, E modulus elastisitas dan t
berat tabung menjadi lebih ringan. tebal,
Pengaruh ketebalan bagian tengah
ini akan dianalisa dari pengaruh tekanan, 𝑃. 𝑅 2
∆𝑅 = (2-1)
agar tegangan yang terjadi kecil, sehingga 𝐸. 𝑡
tabung tidak dianggap panjang dengan
adanya ketebalan tersebut. Namun - Tegangan yang terjadi pada tabung
tegangan harus di bawah tegangan arah keluar dinding
144
Pengaruh Ketebalan di Tengah Tabung Motor Roket...... (Ediwan)

𝑃. 𝑅 disebut juga dengan torsional, dan


𝜎∅ = (2-2)
𝑡 bentangan pipa tersebut dianggap
sebagai poros (shaft). Untuk suatu
Tegangan bending adalah tegangan yang poros dengan panjang L dan jari-jari c
ditimbulkan oleh momen (M) yang dikenai torsi T
bekerja di ujung-ujung pipa. Dalam hal Pergeseran sudut (angular
ini tegangan yang terjadi dapat berupa displacement) ujung satu terhadap yang
Tegangan Bending akibat tarik dan tekan. lainnya diberikan dengan sudut ø (dalam
Tegangan bending ini maksimum pada radian) adalah:
permukaan pipa dan nol pada sumbu
pipa, karena tegangan tersebut merupakan 𝑇. 𝐿
fungsi jarak dari sumbu ke permukaan ∅= (2-5)
𝐽. 𝐺
pipa (c). Hal ini dapat dirumuskan
sebagai berikut: 𝜋.𝑐 4
Dengan J = adalah momen inersia
2

Mc polar pada luas permukaan. Jadi,


σb = (2-3) tegangan geser torsional pada suatu
I
jarak r dari sumbu poros luas
Dengan: permukaan adalah.
σb = Tegangan bending
T. c
MC = Momen maksimum τ= (2-6)
I = Momen Inersia Penampang J

- Tegangan geser yang menimbulkan yang bertambah secara linier, sehingga,


buckling mencapai nilai maksimum tegangan geser maksimum yang terjadi
𝑇𝑐 𝑇.𝑟
pada sumbu pipa dan minimum pada pada r = c adalah tmax = 𝐽 𝜏𝑚𝑎𝑥 = 𝐽 .
jarak terjauh dari sumbu pipa yaitu Untuk poros pipa yang mempunyai jari-
permukaan luar pipa. Besar tegangan jari dalam ri dan jari-jari luar r0 rumus di
geser ini kebalikan dengan tegangan atas akan berlaku menjadi:
bending, sehingga besar tegangan geser
pada tabung yang disebabkan oleh 𝜋. (𝑟𝑜4 −𝑟𝑖4 )
𝐽= (2-7)
kecepatan roket adalah relatif kecil 2
dibandingkan dengan tegangan bending
yang dipengaruhi ketebalan pipa dan 3 PERHITUNGAN TEORITIS
menyebabkan terjadinya buckling. Perkembangan teknologi sekarang
(Roark dan Young, 2002, Parker, 1977). membuat semua pekerjaan menjadi
lebih cepat dan hasil yang menakjubkan,
V. Q karena penampilan simulasi secara
τmax = (2-4)
Amax grafis dan mudah dimengerti dan
dipahami, serta sesuai dengan kemajuan
Dengan: komputer di semua bidang pekerjaan.
max = Tegangan geser Analisa yang dilakukan pada
V = Gaya Geser struktur dengan komputer memerlukan
A = Luas penampang pipa pengetahuan dasar material dan
Q.. =.Faktor bentuk untuk per geseran koordinat 2 atau 3 dimensi, dari material
dibutuhkan banyak data misalnya masa
- Puntiran dapat menyebabkan terjadi jenis, modulus elastisitas, koefisien
buckling juga, di mana suatu bentangan termal dan sebagainya, begitu juga
bahan dengan luas permukaan tetap dengan koordinat berguna dalam
dikenai suatu puntiran (twisting) pada pembuatan model benda yang akan
setiap ujungnya dan puntiran ini dianalisis.

145
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :143 -150

Tabung yang akan dianalisis adalah 4 ANALISIS DENGAN SOFTWARE


tabung dengan panjang 2000 mm, STRUKTUR
berdiameter 122 mm, dan tebal 5 mm Untuk bagian tengah yang
yang dibubut menjadi 2,5 mm, dengan ditebalkan analisisnya dilakukan dengan
tekanan maksimum akibat pembakaran bantuan perangkat lunak struktur
adalah 80 kg/cm2. Dengan menggunakan untuk pipa atau tabung yang tebalnya
rumus 2.2 maka didapat, 2,5 mm dari ujung ke ujung hasil
80𝑥5
𝜎∅ = 0.25 = 1600 kg/cm2 simulasinya seperti Gambar 4-1 di
Dari analisis pipa pada pengaruh tekanan, bawah ini,
tegangan yang terjadi 1600 kgf/cm2.
Karena kekuatan maksimum pipa bahan
AL6061 sebesar 3000 kgf/cm2, sehingga
faktor keamanan pipa atau tabung
(Samuel 1984)
3000
𝑆𝐹 = = 1.8
1600
Khusus untuk motor roket, faktor
keamanan 1,8 ≥ 1 maka pipa sangat
aman dari pengaruh tekanan saja,
sedang beban yang lain masih diabaikan
dan karena struktur hanya digunakan
sekali saja, tetapi bila akan digunakan
untuk bejana bertekanan dibutuhkan Gambar 4-1 Pipa yang tebalnya sama
faktor keamanan yang jauh lebih tinggi,
sebab bejana bertekanan beroperasi Pipa yang tebalnya sama hasil
dengan waktu yang cukup lama dan simulasinya menunjukkan bahwa
akan digunakan dalam waktu bertahun- tegangan maksimum 1950 kg/cm dekat
2
tahun. tumpuan atau sambungan, sedangkan
Begitu juga untuk pemipaan di untuk bagian yang jauh dari sambungan
bidang perminyakan dibutuhkan faktor sama dengan hasil teoritis yaitu 1600
keamanan yang cukup tinggi dan pipa kg/cm2, hal ini terjadi karena adanya
yang beroperasi dalam waktu yang lama konsentrasi tegangan dekat sambungan
harus memperhatikan juga faktor bending, (Dieter, 1988).
korosi, creep, dan lelah. Perangkat lunak Untuk menghindari adanya
yang sudah menyediakan berbagai tegangan bending dan buckling maka
beban seperti faktor korosi, bending tabung bagian tengah dipertebal dengan
stress contohnya perangkat lunak tujuan menurunkan tegangan bagian
Caesar yang khusus untuk perancangan tengah, Berikut ini adalah pipa yang
sistem pemipaan (Ediwan 2013). dipertebal bagian tengah tabung dari 2,5
Walaupun dari faktor keamanan mm menjadi 6 mm seperti yang
dianggap aman, tetapi karena tabung ditunjukkan Gambar 4-2 model struktur
cukup panjang maka faktor keamanan di bawah ini
tersebut tidak aman sebab dengan
tabung yang panjang dan tipis perlu
diperhatikan juga tegangan bending dan
buckling, untuk menghindari hal
tersebut tabung bagian tengahnya perlu
ditebalkan (ASME 2005). Gambar 4-2: Bentuk struktur yang ditebalkan

146
Pengaruh Ketebalan di Tengah Tabung Motor Roket...... (Ediwan)

Untuk pipa atau tabung yang 640 kg/cm2, sedangkan tegangan


ditebalkan 6 mm di tengah dan bagian maksimum masih tetap 1950 kg/cm2.
lain tetap 2,5 mm, hasil simulasinya Berikut akan ditambah ketebalan
dapat dilihat pada Gambar 4-3. bagian tengah menjadi 20 mm seperti
Gambar 4,5.

Gambar 4-3 Tabung ditebalkan 6 mm


Gambar 4-5: Tabung ditebalkan 20 mm
Hasil penebalan bagian tengah
dari 2,5 mm menjadi 6 mm terlihat Dari simulasi tabung dengan
tegangan yang terjadi di tengah menjadi menambah ketebalan menjadi 20 mm
900 kg/cm2 yang sebelumnya 1600 menghasilkan tegangan bagian tengah
kg/cm2, sedangkan tegangan maksimum menjadi lebih kecil lagi yaitu 412 kg/cm2,
tetap di dekat sambungan sebesar 1950 tetapi bagian samping penebalan timbul
kg/cm2 (Ediwan 2005). tegangan maksimum lagi yang dapat
Akan dicoba simulasi penambahan membahayakan tabung terhadap tegangan
tebal bagian tengah dari 6 mm menjadi yang lain.
10 mm dan dapat dilihat pada Gambar
4-4. 5 PEMBAHASAN
Dengan mempertebal tengahnya
dapat menurunkan tegangan bagian
tengah saja, karena bila pipa sangat
panjang tegangan tengahnya perlu
diperkecil dengan cara diberikan
tumpuan atau dipertebal, sedangkan
tegangan maksimum tetap 1950 kg/cm2,
selain itu faktor kehalusan permukaan
dan kehalusan sambungan juga
berpengaruh dalam memperbesar
konsentrasi tegangan (Ediwan, 2012).
Hasil mempertebal dari 6 mm
menjadi 10 mm tidak mengubah
besarnya tegangan maksimum dan,
lokasi konsentrasi tegangan tetapi
Gambar 4-4: Tabung ditebalkan 10 mm tegangan bagian tengah menjadi lebih
kecil lagi yaitu dari 900 kg/cm2 pada
Penebalan dari 6 mm menjadi 10 ketebalan 6 mm menjadi 640 kg/cm2
mm dapat menurunkan tegangan bagian pada ketebalan 10 mm. Sewaktu tidak
tengah lebih kecil lagi dari 900 menjadi dipertebal atau tebalnya masih 2,5 mm,

147
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :143 -150

tegangan bagian tengahnya masih tinggi  Penebalan bagian tengah maksimum


yaitu 1600 kg/cm2 dan bila pipanya 10 mm agar tidak timbul konsentrasi
panjang maka akan memudahkan tegangan baru lagi.
terjadinya bending atau tekuk karena  Mempertebal bagian tengah atau
tegangannya masih tinggi, ditambah lagi membuat ring akan menurunkan
dengan adanya beban temperatur, maka tegangan di bagian tengah tetapi
persoalannya semakin membahayakan ketebalan maksimum tidak boleh lebih
struktur tersebut (ASME, 2012). besar dari 10 mm karena akan
Untuk tabung yang dibuat dengan menambah daerah konsentrasi
proses pengerolan panas atau dingin, tegangan.
sering meninggalkan tegangan sisa  Kesimpulan akhir menunjukkan
akibat proses reduksi dari bahan pipa bahwa tabung berdiameter 122 mm
tersebut (Roberts, 1983). dengan tebal 2,5 mm aman dengan
Hasil mempertebal dari 10 mm menyisakan ketebalan bagian tengah
menjadi 20 mm tetap tidak mengubah maksium 6 mm sehingga didapatkan
besarnya tegangan dan lokasi konsentrasi struktur yang ringan sesuai dengan
tegangan tetapi menambah tegangan perancangan.
maksimum baru pada kedua sisi tabung  Roket ini sudah dilakukan uji statik
yang ditebalkan, ini berbahaya walaupun dan uji terbang dan menunjukkan
tegangan bagian tengah menjadi lebih hasil yang cukup memuaskan, seperti
kecil lagi. Persoalan ini sering dilakukan jangkauan yang lebih jauh dan belum
dan berguna untuk tabung yang pernah gagal pada bagian tabungnya.
perbandingan panjang dan diameternya
serta perbandingan diameter dan tebal UCAPAN TERIMA KASIH
sangat besar atau untuk menentukan Ucapan terima kasih ditujukan
jarak antara tumpuan yang aman pada kepada rekan peneliti dan teknisi
pipa. Pipa yang diameternya kecil akan struktur dan Bengkel Fabrikasi LAPAN
kelihatan lebih ramping bila panjangnya Pustekroket atas kerjasama yang baik
sama (Ediwan, 2005, 2013). serta gambar teknik dan proses dalam
perancangan tabung roket RX-122.
6 KESIMPULAN
 Hasil analisa secara teoritis PERNYATAAN PENULIS
menunjukkan bahwa tegangan masih Menyatakan bahwa Tulisan Ilmiah
cukup tinggi pada bagian tengah untuk yang akan dipublikasikan ini adalah
tabung yang cukup panjang dan tebal hasil karya sendiri dan bukan merupakan
sama 2,5 mm untuk sepanjang tabung, duplikat sebagian atau seluruhnya dari
tegangan yang terjadi 1600 kg/cm2 karya orang lain, kecuali yang telah
dengan faktor keamanan 1.8. disebutkan sumbernya.
 Untuk menurunkan tegangan pada Pernyataan ini dibuat dengan
bagian tengah agar tegangan bending sebenar-benarnya dan secara sadar
dan buckling tidak terjadi maka bagian serta tanggung jawab penulis
tengah dipertebal, sehingga tegangan
turun, contohnya ditebalkan menjadi 6 DAFTAR RUJUKAN
mm maka penurunan dari 1600 kg/cm2 ASME B31.1, 2012. Power Piping. New York:
menjadi 900 kg/cm2. American Society of Mechanical
 Penebalan yang lebih dari 20 mm Engineers, New York.
menimbulkan konsentrasi tegangan ASME B31.3, 2012. Process Piping. ASME-
baru di bagian tengah sehingga mem- American Society of Mechanical
bahayakan tabung dan tidak diizinkan Engineers, New York.

148
Pengaruh Ketebalan di Tengah Tabung Motor Roket...... (Ediwan)

Chadwick, R., 1980. Developments in Design Ediwan, 2012. Analisis Hasil Pengelasan
and Application of Extrusion Presses for Tabung Berdiameter 300 mm Tebal 8
Metal Processing, Int. Met. Rev, vol mm, Prosiding Siptekgan XVI,
25.no.3, 94-136. Diterbitkan Oleh LAPAN.
Dieter, G E., 1988. Mechanical Metallurgy, Ediwan, 2013. Analysys of Various Mesh Effect
McGraw Hill Book Co, New York. To The Stress and Displ in Rocket Motor
Ediwan, 2005. Bursting Test Tabung Berdiameter Tube RX 420 Due To Chamber Pressure.
12 Inchi t=12 mm dan 8 mm, Prosiding International Seminar of Aerospace
Seminar Nasional Iptek Dirgantara. science and Tecknology (ISAST), ISBN
Ediwan, 2005. Penelitian Penggunaan Bahan 978-979-1458-74-0. The published by
Baja Untuk Struktur Motor Roket, Jurnal LAPAN 2013.
IPTEK Material (JIMAT) Diterbitkan oleh Parker E.R., 1977. Material Missiles and
LAPAN. SpaceCraft, University Barkley California.
Ediwan, 2005. Pengujian Kekuatan Bahan Roark and. Young, 2002. Formulas for Stress
Tabung Motor Roket Pada Berbagai and Strain, McGraw-Hill, New York.
Temperatur, Prosiding Seminar Roberts W.L., 1983. Hot Rolling of Steel, Marcel
Nasional Iptek Dirgantara IX, Vol. 2, Dekker Inc, New York.
Diterbitkan LAPAN. Samuel L., Hoya, 1984. ASME Hand Book
Ediwan, 2005. Proses Pembuatan dan Pengujian Materials Properties, Mc Graw-Hill, New
Tabung Dia 8” Tebal 7 mm Bahan Api- York.
5L-X42, Jurnal Ilmu dan Rekayasa Williams S.D., 1992. Thermal Protection Materials,
Teknologi Industri (JIRTI) Vol.12, NASA Reference Publication 1289.
Diterbitkan Oleh FTI Universitas Empu
Tantular.

149
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :143 -150

150
Karakteristik Raw Material Epoxy Resin...... (Sri Rahayu dan Mabe Siahaan)

KARAKTERISTIK RAW MATERIAL EPOXY RESIN TIPE BQTN-EX


157 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI MATRIK PADA KOMPOSIT
(THE CHARACTERISTICS OF RAW MATERIAL BQTN-EX 157 EPOXY
RESIN USED AS COMPOSITES MATRIX)
Sri Rahayu1, Mabe Siahaan2
Pusat Teknologi Penerbangan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. Raya LAPAN, Sukamulya, Rumpin, Bogor 16350 Indonesia
1e-mail: sri.rahayu.anwar@gmail.com; 2mabesiahaan@yahoo.co.uk

Diterima 13 Januari 2017; Direvisi 12 Februari 2018; Disetujui 15 Februari 2018

ABSTRACT

The objective of the research is to characterize resin raw material used as matrix in composite.
Resins are rigid or semi-rigid polymer materials at room temperature, whereas epoxy resins are a class
of organic chemical bonding systems used in special coating or adhesive preparations. This study
reports the composition effect of BQTN-EX 157 epoxy resin with its hardener on mechanical, physical,
and chemical properties. For the purpose, samples were prepared by varying the composition of the
mixture (volume fraction) between epoxy resins and hardener ie 2: 1/4, 2: 1/2, 2: 3/4, and 2: 1. The
mixture was molded into plate sheets for 7 days, then were formed into test specimens. The specimens
were tested for their ultimate tensile strength (σu,) with Universal Testing Machines (UTM) AND RTF-
2410 series, their densities (ρ) with FH-MD200 series densitometer, and their molecular group with IR
Prestige-21 series FTIR. Results show that the lowest and highest mean tensile strength values of
16.4872 and 57.9254 MPa were produced in the mixed compositions of 2: 1/4 and 2: 1, the lowest
mean density was 1.1065 g/cc and the highest was 1.1430 g/cc on a mixture of 2: 1 and 2: 1/4
compositions. Furthermore, the absorption frequency value occurs at 1050 -1700 cm-1 and in this
frequency region the lowest and highest formation of peak C-O and C=C occurs. Thus it can be
concluded that if the amount of volume fraction of hardener more mixed with epoxy resin will increase
ultimate tensile strength; decreases density; and resulting into the formation of C-O and C=C
compounds.

Keyword: epoxy resin, hardener, fraksi volume, ultimate tensile streght, densitas

151
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :151 -160

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian adalah mendapatkan karakterisasi raw material resin yang digunakan
sebagai matrik pada komposit. Resin adalah material polimer yang kaku atau semi kaku pada suhu
kamar, sedangkan epoxy resin adalah kelas sistem ikatan kimia organik yang digunakan dalam
preparat lapisan khusus atau perekat. Penelitian ini melaporkan pengaruh komposisi resin epoxy
BQTN-EX 157 dengan hardener terhadap sifat mekanik, fisis, dan kimia. Untuk itu, sampel dibuat
dengan variasi komposisi campuran (fraksi volume) antara epoxy resin dengan hardener 2:1/4, 2:1/2,
2:3/4, dan 2:1. Kemudian campuran dicetak menjadi lembaran plat selama 7 hari, setelah itu
lembaran plat dibentuk menjadi spesimen uji. Selanjutnya spesimen diuji kuat tariknya (σu) dengan
Universal Testing Machines (UTM) seri AND RTF-2410, densitasnya (ρ) dengan densitometer seri FH-
MD200, dan group molekulernya dengan FTIR seri IRPrestige-21. Secara berturut-turut, nilai rata-
rata kuat tarik terendah dan tertinggi adalah 16.4872 dan 57.9254 MPa yang dihasilkan pada
komposisi campuran 2 : 1/4 dan 2 : 1, nilai rata-rata densitas terendah 1.1065 g/cc dan tertinggi
1.1430 g/cc pada komposisi campuran 2 :1 dan 2 : 1/4. Selanjutnya nilai frekuensi penyerapan
terjadi pada 1050  1700 cm-1 dan pada daerah frekuensi ini terjadi pembentukan peak C-O dan C=C
terendah dan tertinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jika jumlah fraksi volume dari
hardener semakin banyak dicampur dengan resin epoxy akan meningkatkan kuat tarik; menurunkan
densitas, dan menghasilkan pembentukan senyawa C-O dan C=C.

Kata kunci: epoxy resin, hardener, fraksi volume, ultimate tensile streght, densitas

1 PENDAHULUAN Sedangkan epoxy adalah polimer


Dalam beberapa tahun terakhir, thermosetting yang merupakan produk
kemajuan yang menakjubkan dalam reaksi dari epoxy resin dan hardener
aeronautika, astronautika dan industri amino [Guide for the Design and
biomekanik telah memotivasi peneliti Construction of Externally Bonded FRP
untuk bekerja pada bahan struktural Systems for Strengthening Concrete
baru yang memiliki sifat spesifik yang Structures, 2002]. Polimer biasanya epoxy,
tinggi. Saat ini penelitian tentang vinylester atau polyester thermosetting
struktur baru tersebut sudah memasuki plastik, dan resin fenol formaldehid masih
nano teknologi, diantaranya adalah digunakan. Fiber Reinforced Polymer
carbon nanotube (CNT) diperkuat system (FRPs) umumnya digunakan
komposit polimer salah satu material dalam industri aerospace, otomotif,
maju yang menampilkan karakteristik kelautan, dan konstruksi. Material
yang sangat menarik yaitu mekanik, komposit adalah merupakan material
termal, kimia, listrik dan optik. Dapat yang direkayasa atau bahan alami yang
dilihat bahwa sejumlah besar makalah terbuat dari dua atau lebih bahan
penelitian dan review menjelaskan sifat konstituen yang berbeda secara signifikan
mekanik komposit CNT yang diperkuat sifat-sifat fisik atau kimia yang dalam
polimer [Meisam Omidi et al., 2010]. struktur akhir tetap terpisah dan
Poliester adalah salah satu kelompok berbeda. Fiber Reinforced Polymer (FRP)
besar resin sintetis, aplikasinya sangat komposit digunakan di hampir setiap
luas dengan mencampur vinil dan jenis struktur teknik canggih, dengan
katalis radikal bebas pada suhu kamar. penggunaannya berkisar dari pesawat,
Resin adalah material polimer yang helicopter, pesawat ruang angkasa
kaku atau semi kaku pada suhu kamar. hingga perahu, kapal, platform lepas
Epoxy resin adalah kelas sistem ikatan pantai, mobil, barang-barang olahraga,
kimia organik yang digunakan dalam peralatan pengolahan kimia dan
preparat lapisan khusus atau perekat. infrastruktur sipil seperti jembatan dan
152
Karakteristik Raw Material Epoxy Resin...... (Sri Rahayu dan Mabe Siahaan)

bangunan [Martin Alberto Masuelli, transisi Tg, suhu dekomposisi. Juga


2013]. [Meisam Omidi, et al., 2010] dalam identifikasi yang dilakukan
telah berhasil membuat MWCNT/LY- menunjukkan bahwa stabilitas kimia
5052 komposit epoxy dan perilaku tarik serta kekerasan meningkat sebagai akibat
dari matriks murni dan komposit dari jaringan cross-link. Mencampur resin
dengan berbagai variasi wt% dari dengan hardener akan menghasilkan
MWCNTs yang diselidiki. Selain dari kondisi cure yaitu proses yang
beberapa wt% dari MWCNT menunjukkan adanya perubahan
menampilkan peningkatan yang cukup properties karena reaksi kimia dari bentuk
significant pada modulus Young dan cairan menjadi keras. Proses cure dapat
kekuatan tarik dari komposit yang dilakukan dengan penambahan zat
dihasilkan. Ini menegaskan bahwa pengering, dengan atau tanpa katalis.
MWCNT adalah sangat menjanjikan Bahan hardener merupakan bahan yang
penguatan untuk bahan epoxy. Komposit menimbulkan terjadinya proses curing.
mempunyai fleksibilitas yang tinggi, [La Maaliku, et al., 2014] menyatakan
karena bahan komposit dapat dirancang bahwa hardener terdiri dari dua bahan
dari awal dengan menyusun dan yaitu asselerator dan katalisator, di mana
mengkombinasikan berbagai karakteristik kedua material ini akan menimbulkan
bahan menjadi bahan dengan panas dan panas ini mempercepat
karakteristik yang diinginkan dan dapat proses pengeringan. Adapun tujuan
disesuaikan dengan kebutuhan berat penelitian ini adalah untuk mengetahui
struktur. [Kurniadi Sukma Wijaya, et al., karakteristik raw material resin epoxy
2014]. Penelitian lainnya [Dhidhit BQTN-EX 157 dengan variasi komposisi
Wahyu Widyatmaja, et al., Maret 2014] hardener. Karateristik tersebut adalah
telah dapat menunjukkan pengaruh sifat mekanik, fisis, dan kimia, pada
suhu pencampuran terhadap kekuatan komposisi yang bervariasi. Pengetahuan
tarik dan fracture toughness epoxy resin mengenai karakteristik tersebut berguna
-organoclay montmorillonite nanokomposit, dalam aplikasinya pembuatan komposit
yaitu dengan bertambahnya suhu maka struktur pesawat LSU LAPAN, yang
viskositas resin turun sehingga komponen-komponenya mempunyai
mempermudah penyebaran clay. Nilai persyaratan berbeda.
kekuatan tarik dan fracture toughness
dari suhu 60 ºC hingga 100 ºC 2 METODE PENELITIAN
mengalami peningkatan. [S. Sulaiman, Masing-masing sampel dipre-
et al., 2008] dalam penelitian yang telah parasi dengan membuat variasi komposisi
dilakukan mengatakan bahwa analisis campuran (fraksi volume) antara resin
hasil uji tarik, lentur dan kekerasan epoxy dengan pengeras/hardener yaitu
menunjukkan peningkatan nilai dari 2:1/4, 2:1/2, 2:3/4, dan 2:1, kemudian
masing-masing sifat mekanik bilamana diaduk hingga homogen secara berturut-
fraksi volume pengeras diperbesar turut. Kemudian campuran tersebut
menjadi 15% dalam komposit. Hal ini dituangkan ke dalam cetakan dengan
menunjukkan bahwa reaksi atau ukuran (280x280x10) mm3 dan
campuran antara resin dengan pengeras ditempatkan pada kondisi STP selama 7
yang maksimum pada persentase ini, di hari sehingga menghasilkan lembaran
mana pembentukan cincin aromatik plat datar yang solid. Setelah itu,
lebih dominan. [Ridzuan Mustafa, et al., lembaran resin epoxy-hardener dibentuk
2009] telah mengsintesis resin epoxy menjadi sampel-sampel uji. Selanjutnya
dengan bahan pokok phenylhydroquinone untuk sampel uji tarik, spesimen dibuat
yang diawetkan dengan 4- mengacu pada ASTM D638 type II
aminophenylsulfone, hasil sintesa ini [Michael J. Moran, Howard N. Shapiro,
menunjukkan peningkatan temperatur 2000], seperti yang disajikan dalam
153
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :151 -160

Gambar 2-1, kemudian kuat tarik 3 HASIL DAN ANALISA


maksimum (ultimate tensile streght ,σu,) 3.1 Uji Tarik
diuji dengan Universal Testing Machines Kuat tarik maksimum (ultimate
(UTM) seri AND RTF-2410. Spesimen tensile strenght ,σu,) dari sampel dengan
dengan dimensi (0,5 x 0,5 x 0,5) mm3 variasi komposisi campuran antara resin
digunakan untuk mengukur densitas ,ρ, dengan pengeras/hardener yaitu 2:1/4,
dan diuji dengan densitometer seri FH- 2:1/2, 2:3/4, dan 2:1 secara berturut-
MD200 yang menggunakan prinsip turut dilakukan dengan Universal Testing
Archimedes dan grup molekuler yang Machines (UTM) seri AND RTF-2410.
terbentuk dalam sampel diuji dengan Hasil pengukuran dari setiap
FTIR seri IRPrestige-21. komposisi epoxy resin dengan pengeras
disajikan dalam Gambar 3-1. Pada
Gambar 3-1a, 3-1b, 3-1c dan 3-1d
adalah bentuk fisik specimen dengan
komposisi perban-dingan epoxy resin
dengan hardener adalah 2:1/4, 2:1/2,
2:3/4, dan 2:1 secara berturut-turut
(dalam fraksi volume) setelah menerima
perlakuan uji tarik. Dalam Gambar 3-1a
tersebut ditampilkan daerah atau posisi
yang patah di mana patahnya berada
pada posisi yang hampir sama.
Sedangkan Gambar 3-1b menampilkan
daerah atau posisi patah yang berbeda,
namun dapat dikatakan posisi patah
Gambar 2-1: Bentuk sampel uji berdasarkan
ASTM D638 yang terjadi relatif sama. Gambar 3-1c
dan 3-1d menampilkan daerah atau
posisi patah, di mana patahnya ada
pada posisi yang hampir relatif sama.
Secara umum dapat dikatakan bahwa
hasil perlakuan uji tarik yang diterima
specimen untuk setiap komposisi
menyatakan bahwa homogenisasi belum
dicapai dalam pembuatan spesimen.
Hasil uji tarik untuk masing-masing
komposisi resin epoxy hardener disajikan
dalam Gambar 3-2. Dalam Gambar 3-2a
disajikan hasil uji tarik spesimen untuk
perbandingan komposisi resin epoxy
dengan hardener 2:1/4 (dalam fraksi
volume). Dalam gambar ini ditampilkan
hasil uji tarik specimen A adalah σA =
8,276 MPa dan E adalah σE = 6,145 MPa
memiliki nilai yang terendah dari
specimen lainnya. Sedangkan hasil uji
tarik yang dihasilkan pada spesimen G
adalah σG = 14,686 MPa dan D adalah
Gambar 2-2: Spesimen sebelum menerima σD = 15,682 MPa kedua hasil ini
perlakuan uji tarik untuk komposisi menumjukkan hasil yang relatif sama
epoxy resin dengan hardener
a) 2:1/4, b) 2:1/2, c) 2:3/4 dan
akan tetapi jauh lebih besar dari hasil
d) 2:1 uji tarik pada spesimen A dan E.
154
Karakteristik Raw Material Epoxy Resin...... (Sri Rahayu dan Mabe Siahaan)

Jika dilihat hasil uji tarik pada


specimen C yaitu σC = 19,093 MPa yang
merupakan nilai uji tarik tertinggi pada
komposisi ini. Namun nilai ini belum
dapat dikatakan sebagai nilai yang
sebenarnya karena dari lima pengukuran
hanya spesimen C yang memiliki nilai
tertinggi. Dengan menggunakan nilai rata-
rata dari tiga nilai tertinggi maka nilai
uji tarik yang dicapai adalah σrata-rata =
16,487 MPa. Pada Gambar 3-2b disajikan
hasil uji tarik spesimen untuk
perbandingan komposisi resin epoxy
dengan hardener 2:1/2 (dalam fraksi
volume). Dalam gambar tersebut
ditampilkan bahwa hasil uji tarik pada
specimen C dan D adalah σC = 16,438 MPa
dan σD = 16,379 MPa di mana nilai ini
dapat diabaikan jika dibandingkan dengan
nilai lainnya, nilai uji tarik pada
specimen G dan F adalah σG =18,86 MPa
dan σF = 19,368 MPa di mana nilai-nilai
σG dan σF dapat dikatakan relatif sama.
Hal ini terjadi karena ketidak homogenan
campuran sehingga diperediksi
terbentuknya void di dalam sampel.
Sedangkan nilai uji tarik pada sampel
lainnya A, E dan B adalah σA= 26,153 MPa,
σE = 26,836 MPa dan σB = 30,035 MPa.
Dalam hasil ini σA dan σE memiliki
nilai uji tarik yang relatif sama namun
sangat significant bila dibandingkan
dengan nilai σC, σD, σG dan σF. Nilai
tertinggi pada komposisi ini adalah nilai
uji tarik σB = 30,035 MPa. Karena hasil
yang didapat adalah bervariasi maka
nilai uji tarik rata-rata untuk tiga nilai
uji tarik tertinggi pada sampel adalah
nilai σrat-rata = 27,67 MPa. Seperti kejadian
pada Gambar 3-2a dan b, hal yang sama
terjadi juga pada Gambar 3-2c dengan
komposisi perbandingan antara epoxy
resin dengan hardener adalah 2:3/4
(dalam fraksi volume), di mana hasil
yang diperoleh dalam pangujian secara
Gambar 3-1: Spesimen setelah menerima berturut-turut adalah σA = 20,82 MPa
perlakuan uji tarik untuk
dan σF = 19,62 MPa, kedua nilai
komposisi epoxy resin dengan
hardener a) 2:1/4 , b) 2:1/2 , c) merupakan nilai terendah dalam
2:3/4 dan d) 2:1 komposisi ini sehingga dapat diabaikan.

155
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :151 -160

Gambar 3-2: Grafik stress-strain epoxy resin hardener dengan variasi komposisi

Sementara lima nilai tertinggi 3.2 Uji Fourier Transform Infrared


adalah sebagai berikut σG 28,59MPa, σD = Red (FTIR)
30,15 MPa, σC=30,66MPa, σE= 35,42MPa Spektrum Fourier Transform
dan σA = 38,54MPa. Dari kelima hasil ini Infrared Red (FTIR) adalah alat yang
dapat diambil nilai rata-rata uji terik digunakan untuk mengetahui senyawa
pada kompsisi ini yaitu σrata-rat = 32,752 kimia yang terbentuk dalam material.
MPa. Gambar 3-2d manampilkan hasil Adapun data yang ditampilkan oleh
uji tarik spesimen untuk perbandingan FTIR adalah tinggi rendahnya peak yang
komposisi resin 2:1 (dalam fraksi volume). dihasilkan, seperti yang disajikan dalam
Dalam gambar tersebut spesi-men G Gambar 3-3. Dengan menggunakan
patah sebelum mencapai nilai ultimate. [Skoog, Holler dan Nieman, 1998; Mizan
Sementara enam spesimen lainnya Tamimi et al., 2013; Prima Widi Hatmi et
putus setelah melewati titik ultimate. al., 1998; Elisa Borowski et al., 2015]
Adapun nilai uji tarik pada titik putus maka dapat dihubungkan hasil
dari specimen adalah σA = 57,31 MPa, pengukuran FTIR yang dihasilkan yaitu
σB = 54,08 MPa, σC = 57,33 MPa, σD = pada Gambar 3-3a ditampilkan bahwa
56,31 MPa, σE= 56,39 MPa dan σF = puncak-puncak gelombang tertinggi
56,35 MPa, oleh karena itu dapat telah terbentuk pada frekuensi 1076,28
dikatakan bahwa nilai rata-rata hasil uji dan 1066,64 cm-1, hal ini menyatakan
tarik sampel dengan komposisi bahwa telah terbentuk ikatan C=O
perbandingan epoxy resin dengan (ester). Selain itu juga telah dihasilkan
hardener 2:1 adalah 56,295 Mpa. puncak-puncak pada frekuensi 1506,41
Berdasarkan data hasil penelitian [La dan 1647,21cm-1 yang menyatakan telah
Maaliku et al., 2014] bahwa komposisi dihasilkan ikatan C=C (cincin aromatik).
campuran yang ideal, terdapat pada Sedangkan pada Gambar 3-3b ditunjukkan
komposisi campuran yang memiliki nilai bahwa telah terbentuk ikatan C=O (ester)
tinggi pada campuran dengan pada puncak gelombang tertinggi pada
perbandingan komposisi 99:1% dan frekuensi1060,85 cm-1 dan ikatan C=C
menghasilkan nilai tegangan tarik (cincin aromatik) telah dihasilkan pada
sebesar 57,44 N/mm2. puncak-puncak frekuensi 1558,48 dan

156
Karakteristik Raw Material Epoxy Resin...... (Sri Rahayu dan Mabe Siahaan)

1635,64 cm-1. Di lain pihak, Gambar 3-3c dan 1103,28 cm-1 ,hal ini menyatakan
menyajikan puncak-puncak gelombang bahwa telah terbentuk ikatan C=O
tertinggi pada frekuensi 1066,64 cm-1 (ester).

Gambar 3-3: Hasil ukur FTIR sampel resin epoxy – hardener dengan komposisi yang bervariasi

157
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :151 -160

Selain gugus ester juga telah dihasilkan dalam komposisi epoxy resin maka
puncak-puncak pada frekuensi 1508,33 kekerasannya semakin meningkat.
dan 1683,86 cm-1 yang menyatakan telah
dihasilkan ikatan C=C (cincin aromatik). 3.3 Uji Densitas
Sementara Gambar 3-3d menampilkan Pengujian densitas merupakan
puncak-puncak gelombang tertinggi pengujian sifat fisis dari specimen, yang
yang dihasilkan ada pada frekuensi bertujuan untuk mengetahui nilai densitas
1064,71 cm-1 dan 1111 cm-1 yang berarti specimen. Spesimen dibuat sesuai
bahwa telah terbentuk ikatan C=O (ester). standart ASTM D638-99 selanjutnya
Selain itu juga telah dihasilkan puncak- diuji/dihitung densitasnya dengan cara
puncak pada frekuensi 1508,33 cm-1 membandingkan massa sampel di udara
dan 1647,21 cm-1 yang menyatakan telah dengan massa di air sesuai dengan
dihasilkan ikatan C=C (cincin aromatik). prinsip Archimedes.
Dari Gambar 3-3a dapat dilihat Adapun alat yang digunakan
bahwa dengan perbandingan komposisi adalah densitometer FH-MD200. Dari
epoxy resin dengan hardener adalah 2 pengukuran yang dilakukan terhadap
berbanding ¼ menghasilkan intensitas masing-masing sampel dari setiap
gelobang ester yang lemah. Sedangkan komposisi maka diperoleh tabel densitas
dalam Gambar 3-3 b, c dan d seperti yang disajikan dalam Tabel 3-1.
perbandingan antara epoxy resin dengan Dalam Tabel 3-1 disajikan hasil
hardener adalah 2:1/2 , 2:3/4 dan 2:1 pengukuran densitas dari masing-masing
menampilkan kekerasan yang semakin sampel (setiap komposisi 4 sampel)
meningkat jika jumlah fraksi volum untuk setiap komposisi perbandingan
hardener meningkat. Jika hasil FTIR ini epoxy resin dengan hardener. Dari Tabel
dihubungkan dengan hasil uji tarik 3-1 ini dapat dikatakan bahwa bilamana
dapat dinyatakan bahwa jumlah fraksi jumlah fraksi volum hardener semakin
volum hardener semakin meningkat meningkat maka densitas sampel
semakin menurun.

Tabel 3-1: HASIL PENGUKURAN MASING-MASING SAMPEL DARI SETIAP KOMPOSISI PERBANDINGAN

Perbandingan fraksi volum ρrata-rata Vrata-rata


No.
Epoxy Resin : Herdener (g/cm3) (mm3)

1. 2:0,25 1.1430 0.56

2. 2:0,5 1.1358 0.54

3. 2:0,75 1.1206 0.55

4. 2 :1 1.1065 0.62

158
Karakteristik Raw Material Epoxy Resin...... (Sri Rahayu dan Mabe Siahaan)

4 KESIMPULAN Nanotubes, Polymers, www.mdpi.com/


Berdasarkan hasil yang diperoleh journal/polymers ISSN 2073-4360.
dari penelitian yang telah dilakukan Guide for the Design and Construction of
dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Externally Bonded FRP Systems for
preparasi sampel masih dihasilkan void Strengthening Concrete Structures,
sehingga posisi patah dari fisik sampel 2002, ACI 440.2R-02., Reported by ACI
bervariasi hal ini menyatakan ketidak Committee 440.
homogenan sampel. Dengan variasi fraksi Kurniadi Sukma Wijaya, et al., 2014. Kekuatan
volume hardener nilai uji tarik yang Geser dan Kelenturan Komposit Woven
dihasilkan semakin meningkat bilamana S- Glass Berbasis Epoxy Resin Araldite
jumlah fraksi volume hardener meningkat LY 5138-2 dengan Hardener HY 5138
yaitu 56,295 Mpa (fraksi volume epoxy untuk Basis Data di Bidang
resin: fraksi volume hardener yaitu 2:1), Kedirgantaraan. FMIPA UI.
hasil yang sama telah dihasilkan juga La Maaliku et al., 2014. Pengaruh Komposisi
oleh [La Maaliku et al., 2014]. Sejalan Campuran Hardener dengan Resin
dengan kejadian tersebut dihasilkan Polyester Terhadap Kuat Tarik dan
juga kekerasan yang semakin meningkat Bending Polimer termoset. Jurnal
yang merupakan akibat ikatan molekul Dinamika (ISSN: 2085-8817) , Teknik
antara hardener dengan epoxy resin Mesin Fakultas Teknik Universitas
semakin meningkat dan solidifikasi Halu Oleo, Kendari.
dalam campuran meningkat juga. Oleh Martin Alberto Masuelli, 2013. Introduction of
karena itu densitas dari campuran akan Fibre-Reinforced Polymers–Polymers and
menurun yaitu 1,1065 g/cc. Composites: Concepts, Properties and
Processes, http://dx.doi .org/ 10.5772/
5 UCAPAN TERIMAKASIH 54629.
Penulis menyampaikan ucapan Meisam Omidi, et al., 2010. Prediction of the
terimakash kepada Ka. Pustekgan Bpk. Mechanical Characteristics of Multi-Walled
Gunawan Prastyo atas kesempatan yang Carbon Nanotube/Epoxy Composites
diberikan untuk melakukan penelitian Using a New Form of the Rule of
ini. Dan penulis juga menyampaikan Mixtures, Elsevier, Science Direct.
terimakasih kepada Budi Sulistyo yang Michael, J., Moran, Howard N., Shapiro,
membantu dalam preparasi sampel, February 2000. Standard Test Method
Kosim Abduhrohman dan Widi yang for Tensile Properties of Plastics. ASTM
membantu dalam pengujian UTM dan Designation 638-99.
FTIR. Mizan Tamimi et al., May 2013. Analisis Gugus
Fungsi Dengan Menggunakan Spektrokopi
DAFTAR RUJUKAN FT-IR dari Variasi Kitin Sebagai Subsrat
Dhidhit Wahyu Widyatmaja, et al., Maret 2014. Kitinase Bakteri Pseudomonas sp. TNII-
Pengaruh Suhu Pencampuran Terhadap 54. UNESA Journal of Chemistry, Vol. 2,
Kekuatan Tarik Dan Fracture Toughness No. 2.
Epoxy Resin–Organoclay Montmorillonite Prima Widi Hatmi et al., Oktober 1998.
Nanokomposit, MEKANIKA, Volume 12 Pengaruh Komposisi Katalis Pada Glass
Nomor 2. Reinforced Polyester Terhadap Sifat
Elisa Borowski et al., 5 June 2015. Interlaminar Mekaniknya, Prosid. Pertemuan Ilmiah
Fracture Toughness of CFRP Laminates Sains Materi III, Serpong.
Incorporating Multi-Walled Carbon Ridzuan Mustafa et al., 2009. Synthesis and
Characterization of Rigid Aromatic-based

159
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :151 -160

Epoxy Resin. Malaysian Polymer Jour. of Eng. Sci. and Tech. Vol. 3, No. 1,
Vol. 4, No. 2, www.fkkksa.utm.my/mpj. School of Engineering, Taylor’s University
S. Sulaiman et al., 2008. Effect of Hardener on College.
Mechanical Properties of Carbon Fibre Skoog, Holler dan Nieman, 1998. Principle of
Reinforced Phenolic Resin Composites. J. Instrumental Analysis.

160
Verification on Schrenk...... (Arifin Rasyadi Soemaryanto, Nurhayyan H. Rosid)

VERIFICATION OF SCHRENK METHOD FOR WING LOADING


ANALYSIS OF SMALL UNMANNED AIRCRAFT USING NAVIER-
STOKES BASED CFD SIMULATION
(VERIFIKASI METODE SCHRENK DENGAN SIMULASI CFD
BERBASIS PERSAMAAN NAVIER-STOKES DALAM ANALISIS
PEMBEBANAN SAYAP PESAWAT UDARA NIRAWAK KELAS RINGAN)
Arifin Rasyadi Soemaryanto*1, Nurhayyan H Rosid 2
1Pusat Teknologi Penerbangan

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional


Jl. Raya LAPAN, Sukamulya, Rumpin, Bogor 16350 Indonesia
2Fakultas Teknologi Mesin & Dirgantara, Institut Teknologi Bandung

Jl.Ganesha 10 Bandung 40132 Jawa Barat


*e-mail: arifin.rasyadi@lapan.go.id
Diterima 31 Agustus 2017; Direvisi 8 Februari 2018; Disetujui 9 Februari 2018

ABSTRACT

Prediction of an aerodynamic load acting on a wing or usually called wing loading becomes an
important stage for structural analysis. Several methods have been used in estimating the wing loading.
Schrenk approximation method is commonly used to achieve the fast estimation of lift distribution along
wingspan, but in order to achieve a high level accuracy of aerodynamic prediction, computational fluid
dynamics (CFD) with Navier Stokes-based equation can be used. LAPAN Surveillance UAV (LSU series)
has been chosen to represent an aerodynamics analysis on generic small unmanned aircraft with twin-
boom vertical stabilizer configuration. This study was focused to verify the Schrenk approximation
method using high accuracy numerical simulation (CFD). The goal of this study was to determine the
lift distribution along wingspan and a number of errors between Schrenk approximation and CFD
method. In this study, Schrenk approximation result showed similarity with the CFX simulation. So the
two results have been verified in analysis of wing loading.

Keywords: aerodynamic loads, CFD, unmanned aircraft

161
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :161 -166

ABSTRAK

Prediksi dari beban aerodinamika yang terjadi pada sayap menjadi salah satu tahap yang
penting dalam analisis struktur perancangan pesawat. Beberapa metode telah digunakan untuk
mengestimasi besarnya beban aerodinamika pada sayap. Metode Schrenk umum digunakan untuk
estimasi cepat perhitungan besar distribusi gaya angkat di sepanjang sayap. Guna mencapai tingkat
akurasi yang tinggi dari prediksi aerodinamika, simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) dengan
berbasis persamaan Navier-Stokes dapat digunakan. Pesawat nirawak LSU dipilih untuk
merepresentasikan analisis aerodinamika pada pesawat nirawak dengan konfigurasi twin-tailboom
pusher. Fokus dari studi yang dilakukan adalah untuk memverifikasi dari metode pendekatan dari
Schrenk dengan menggunakan metode yang memiliki akurasi tinggi seperti simulasi CFD. Tujuan dari
studi adalah untuk menghitung distribusi gaya angkat sepanjang sayap dan menentukan seberapa
besar error dari kedua metode.

Kata kunci: beban aerodinamis, CFD, pesawat udara tanpa awak

1 INTRODUCTION tends to be used because it does not need


The need of lightweight small an intensive operation and the accuracy
unmanned aircraft is rising the interest of is less needed. One of the quickest
various parties to develop unmanned methods for predicting lift distribution
aircraft. Recently, National Institute of along wingspan is Schrenk method. As
Aeronautics and Space or Lembaga the theoretical approach, Schrenk
Penerbangan dan Antariksa Nasional method generates the curve of lift
(LAPAN) as an institution which conducts distribution based on the average
research and development in the field of between elliptical and trapezoidal-
aerospace technology also planform distribution. The Schrenk
developsunmanned aerial vehicles (UAV) method relies on the fact that the lift
with a simple configuration. The high distribution along the span of an unswept
wing and twin-boom vertical stabilizer wing does not differ much from elliptical
configuration is favorable around distribution (Schrenk, 1940).
unmanned aircraft designer because of In order to achieve high level
the simplicity of design and high stability accuracy of aerodynamic prediction,
flying characteristics (Kurukularachchi, computational fluid dynamic (CFD) was
Prince, & Munasinghe, 2014) One of the employed. CFD is a branch of fluid
aerodynamics characteristics to be analyzed mechanics that uses numerical analysis
in order to meet these requirements is the and algorithm to solve and analyze fluid
aerodynamics load characteristics, flow problems. There are three main
particularly the aerodynamic load on procedures using CFD, which are pre-
main aircraft lifting surfaces (Oktay, processing, solving, and post-processing.
Akay, & Sehitoglu, 2014). In pre-processing procedure, geometry,
Several methods have been used mesh generation, boundary condition
in estimating aerodynamic load acting on and physical model definition are
aircraft lifting surfaces. (Luiz & Bussamra, performed. The solver begins to solve fluid
2009). Due to the advances and availability problem definition stated in previous
of computing resources, the detailed itterative step. In post processing, the
analysis becomes accessible. Detailed result of simulation can be displayed
analysis provides high accuracy but it (Rasyadi, 2015) (Panagiotou, Tsavlidis, &
requires a lot of time and produces huge Yakinthos, 2016).
amounts of the output file. For In previous work, the comparative
preliminary analysis, fast estimation study between Schrenk approximation
162
Verification on Schrenk...... (Arifin Rasyadi Soemaryanto, Nurhayyan H. Rosid)

and CFD method has been studied for 𝜆 : taper ratio


predicting wing loading of glider aircraft 𝑏 : wing span (m)
(Putra, 2016). 𝑦 : spanwise distance of section (m)
From the conclusion of the previous
work, there is a difference between CFD
and Schrenk method in obtaining lift 2.2 Computational Fluid Dynamics
distribution for wing loading analysis. (CFD)
Nevertheless, this paper is focused to The numerical simulation was
verify the Schrenk approximation method performed using ANSYS Software with
using high accuracy numerical simulation CFX solver and based on finite volume
(CFD) on small unmanned aircraft. method. General equation commonly
LAPAN Surveillance UAV (LSU series) has used to represent fluid flow behavior is
been chosen as to represent an Navier-Stokes equation (Panagiotou,
aerodynamics analysis. The characteristic Kaparos, Salpingidou, & Yakinthos, 2016).
of wing profile of this aircraft is quite For incompressible flow assumption, the
simple, a tapered rectangular wing with Navier-Stokes equation is expressed as
uniform aerofoil along the span.
The goal of this study was to
determine the lift distribution along 𝜕𝑢
𝜌 [ + (𝑢∇)𝑢] = −∇𝑝 + 𝜇∇2 𝑢 + 𝜌𝐹 (2-4)
𝜕𝑡
wingspan and the amount of errors
between Schrenk method and CFD.
with
2 METHODOLOGY
2.1 Schrenk Method
𝜌 : density (kg/m3)
This method is a simple 𝜕𝑢 : time derivative of velocity u
approximation method to find solution for 𝜕𝑡
span-wise lift distribution which has 𝑝 : pressure (Pa)
been proposed by Dr. Ing Oster Schrenk 𝐹 : force (N)
and has been accepted by the Civil 𝑢 : velocity (m/s)
Aeronautics Administration (CAA) as a
satisfactory method for civil aircraft
(Schrenk, 1940). As previously mentioned, The simulation was conducted
Schrenk method accounts the average of using the workflow as shown in Figure 2-1.
lift per unit span between planform lift This study was performed to analyze
and eliptical lift distribution. The aerodynamic load of small UAV described
mathematical model of Schrenk Method in Table 2-1. Only semi span wing was
is shown as below with Figure 3-3 as modeled and the surface was partitioned
illustration into six sections in order to visualize the
lift distribution along wingspan, shown in
𝟒𝑳 𝟐𝒚 𝟐 Figure 2-2. The CFX solver needed a
𝑳′ 𝒆𝒍𝒍𝒊𝒑𝒕𝒊𝒄𝒂𝒍 = √𝟏 − ( ) (2-1)
𝝅𝒃 𝒃 discrete model to do the calculation,
therefore the model was discretized using
2𝐿 2𝑦 unstructured grid generation using ICEM
𝐿′ 𝑝𝑙𝑎𝑛𝑓𝑜𝑟𝑚 = (1 + (𝜆 − 1)) (2-2)
(1 + 𝜆)𝑏 𝑏 CFD software (Panagiotou, Kaparos, et
al., 2016) (XU Lei, 2008). In order to
𝐿′ 𝑒𝑙𝑙𝑖𝑝𝑡𝑖𝑐𝑎𝑙 + 𝐿′ 𝑝𝑙𝑎𝑛𝑓𝑜𝑟𝑚 capture boundary layer, the inflation
𝐿′𝑆𝑐ℎ𝑟𝑒𝑛𝑘 = (2-3)
2 layers are used on the surface of the wing
(Wulf, 1995). The inflation layers are the
with
grid layer whose distance is increasing
𝐿 : total lift force (N)
from the surface as visualized in Figure
𝐿′ : lift distribution (N/m)
2-3.
163
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :161 -166

3 RESULT & DISCUSSION


In order to choose appropriate
node number, the grid test was performed
for several nodes number. The node
numbers were from 1,56 x 105, 2,64 x
105, 4,23 x 105, 4,50 x 105, and 4,56 x
105. Figure 3-1 shows that the lift-to-drag
ratio tends to reach converging value with
increasing number of nodes greater than
4,0 x 105. To achieve and guarantee the
accuracy of the result, the grid number
4,0 x 105 was adopted for the subsequent
Figure 2-1: Simulation workflow computation. Table 3-1 shows the result
of simulation for flight velocity 25 m/s
Table 2-1: WING GEOMETRI DATA with the altitude of operation 100 m. For
each section, there are two surfaces
Geometry which were upper surface and a lower
Wingspan 2900 mm surface. To achieve lift for each section,
S 0.707 m2 lift from upper and lower surface must be
Apect Ratio 12 - summed. This simulation results in
Taper Ratio 0.7 - 84.25 N of total lift for half wingspan.
Root Chord 270 mm Visualization of sectional lift along
Tip Chord 190 mm wingspan can be seen in Figure 3-2.
MAC 246 mm
Re 535000 -
Airfoil GOE 501 -

Figure 3-1: Grid test of unstructured mesh

Table 3-1: LIFT ACTING ON WING SURFACE


FOR EACH SECTION

Figure 2-2: Wing surface partition Total


Lift Lift
Lift for
Sect Upper Lower
Each
ion Surface Surface
Section
[N] [N]
[N]
1 -5894.6 5910.3 15.7
2 -5894.7 5910.2 15.46
3 -6281.6 6298 16.32
4 -5718.1 5732.9 14.79
(b)
5 -5154.8 5167.6 12.82
(a)
Figure 2-3: a) Domain with unstructured mesh 6 -4592.6 4601.7 9.16
b) Inflation layers on wing surface Total Lift [N] 84.25
164
Verification on Schrenk...... (Arifin Rasyadi Soemaryanto, Nurhayyan H. Rosid)

difference. The highest deviation occured


when the distribution came up to the
wing tip. Schrenk distribution tended to
have a higher value at the wingtip
because of the contribution of planform
lift distribution. As said before, Schrenk
method averaged the lift distribution of
elliptical and planform distribution. The
elliptical distribution had zero value at
the wingtip, while planform distribution
did not. This value contributed to
Figure 3-2: Total lift in each section Schrenk distribution to have the highest
error value at wingtip as presented in
Furthermore, the lift distribution Table 3-2.
can be calculated by dividing sectional lift
with spanwise section length as shown in
Figure 2-2 previously. The lift distribution
had a rectangular profile in each section
after divided by section length. In order to
make this distribution became elliptical
profile, the rectangular distribution was
modified using lower and upper
approximation approach as shown in
Figure 3-3. When, lower approximation
approach was used, it did not account for Figure 3-4: Comparation between CFD-average
value and Schrenk Method lift
the remaining forces above the lower lift distribution
distribution. Using this approach, 7,94 N
vanished because it was not counted. Table 3-2: ERROR BETWEEN CFD-AVERAGE
Meanwhile, using upper approximation VALUE AND SCHRENK METHOD
approach, there was 4,12 N lift addition.
To minimize the deviation, the average CFD-
y Schrenk Error
between upper and lower approximation Average
(m) Method (%)
approach was used. Only 2.3 N deviation Value
from actual lift appeared using this 0 69.78 71.11 1.878
average approximation approach. 0.2
69.24 69.17 0.09
25
0.4
66.99 66.37 0.93
5
0.7 62.22 61.10 1.82
0.9
55.22 55.66 0.79
5
1.2 43.96 45.01 2.33
1.4
18.32 23.99 23.66
5
Figure 3-3: Actual lift distribution from CFD and
a modified results to achieve eliptical
lift distribution profile 4 CONCLUSIONS
In the case of the wing profile of
The comparison of Schrenk and small unmanned aircraft, the highest
CFD-average value lift distribution is deviation occured when the distribution
visualized in Figure 3-4. The overall trend came up to the wing tip. Schrenk
of both methods did not show a significant distribution tended to have a higher value
165
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :161 -166

at the wingtip because of the contribution Yakinthos, K., 2016. Aerodynamic


of planform lift distribution. Still, the design of a MALE UAV. Aerospace
Schrenk method result showed similarity Science and Technology, 50, 127–138.
with the CFX simulation. So, the two https://doi.org/10.1016/j.ast.2015.12.
results have been verified in analysis of 033.
wing loading of small unmanned aircraft. Panagiotou, P., Tsavlidis, I., & Yakinthos, K.,
2016. Winglet design and optimization
ACKNOWLEDGEMENT for a MALE UAV using CFD. Aerospace
The authors wish to express their Science and Technology, 53, 207–219.
thanks to Aerodynamics Division Staffs, https://doi.org/10.1016/j.ast.2014.09.
Mr. Gunawan Setyo Prabowo as Head of 006.
Aeronautics Technology Center and also Putra, C., 2016. Comparative Study between
Mr. Mabe Siahaan as our senior researcher Schrenk and CFD Analysis for Predicting
to support this study and research. Also Lift Distribution along Wing Span of
a regards for redaction team of Jurnal Glider Aircraft. In Aerospace Science and
Teknologi Dirgantara LAPAN. ‘Technofogy in Indonesia.
Rasyadi, A., 2015. Verification of Aerodynamics
REFFERENCES Characteristic in Twin Tail-Boom Pusher
Kurukularachchi, L., Prince, R., & Munasinghe, Unmanned Aircraft Configuration Using
S. R., 2014. Stability and Control Numerical Method. In Advance
Analysis in Twin-Boom Vertical Stabilizer inAerospace Science and Technology in
Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Indonesia, Vol. 1.
International Journal of Scientific and Schrenk, O., 1940. A Simple Approximation
Research Publications, 4(2), 1–5. Method for Obtaining the Spanwise Lift
Luiz, F., & Bussamra, D. S., 2009. A Simplified Distribution. Washington.
Geometric Method for Wing Loads Wulf, A., 1995. Tuned grid generation with ICEM
Estimation. Control, (2). CFD. In Surface Modeling, Grid
Oktay, E., Akay, H. U., & Sehitoglu, O. T., 2014. Generation, and Related Issues in
Three-Dimensional Structural Topology Computational Fluid Dynamic (CFD)
Optimization of Aerial Vehicles Under Solutions (477–488). USA.
Aerodynamic Loads. Computers and XU Lei, L. H., 2008. The Technology of Numerical
Fluids, 92, 225–232. https:// doi.org/ Simulation Based on ANSYS ICEM CFD
10.1016/j.compfluid.2013.11.018. and CFX Software. Mechanical Engineer.
Panagiotou, P., Kaparos, P., Salpingidou, C., &

166
Aplikasi Perangkat Lunak Sistem Akuisisi Kecepatan...... (Harry Septanto)

APLIKASI PERANGKAT LUNAK SISTEM AKUISISI KECEPATAN


REACTION WHEEL
(SOFTWARE APPLICATION OF REACTION WHEEL SPEED
ACQUISITION SYSTEM)
Harry Septanto
Pusat Teknologi Satelit
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. Cagak Satelit km. 0,4 Rancabungur, Bogor 16310
e-mail: harry.septanto@lapan.go.id
Diterima 29 Desember 2017; Direvisi 14 Februari 2018; Disetujui 20 Februari 2018

ABSTRACT

Transfer of technology activity through reverse engineering is an effort done by developing


country in order to decrease technology gap, including in satellite technology, from developed country.
To perform measurement anddata acquisition in order to extract design information of a satellite
component are the first step in reverse engineering process. This paper reports the result of research on
the development of data acquisition software for satellite actuator called reaction wheel speed. In satellite
development phase, the wheel speed acquisition system is also possible to be utilized as a testing tool
for componente level verification. The wheel speed data obtained from the experiment was represented
in graphic of transient response. Based on the data analysis, the developed data acquisition system was
possible to be utilized to measure dynamic characteristic of the reaction wheel unit in order to extract
its design information. Meanwhile, the analysis done has represented basic part of component level
verification test. This fact showed that the developed acquisition system was also possible to be used as
testing tool in satellite development phase.

Keywords: software, data acquisition system, reaction wheel, transient response

167
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :167 -178

ABSTRAK

Kegiatan alih teknologi melalui reverse engineering merupakan upaya yang dilakukan oleh
negara berkembang dalam rangka memperkecil jarak ketimpangan dari negara maju dalam hal
teknologi, termasuk teknologi satelit. Melakukan pengukuran dan akuisisi data dalam rangka mengurai
informasi desain suatu komponen satelit adalah tahap pertama proses reverse engineering. Makalah ini
melaporkan hasil penelitian mengenai pengembangan perangkat lunak sistem akuisisi data kecepatan
wheel dari sebuah aktuator satelit yang disebut reaction wheel unit. Dalam aspek fase pengembangan
satelit, sistem akuisisi data ini dapat digunakan sebagai perangkat pengujian untuk verifikasi di tingkat
komponen. Data kecepatan wheel, yang diperoleh dari eksperimen yang dilakukan, ditampilkan dengan
grafik respon transien. Berdasarkan analisis atas data tersebut, sistem akusisi data yang
dikembangkan menjanjikan untuk digunakan dalam rangka pengukuran karakteristik dinamik reaction
wheel sebagai upaya mengurai informasi desainnya. Selain itu, analisis yang telah dilakukan
merepresentasikan bagian dasar dari tahap verifikasi di tingkat komponen. Hal ini menunjukkan bahwa
sistem akusisi data ini menjanjikan untuk digunakan sebagai perangkat pengujian di dalam fase
pengembangan satelit.

Kata kunci: perangkat lunak, sistem akuisisi data, reaction wheel, respon transien

1 PENDAHULUAN dan LAPAN-A3/IPB yang telah diluncurkan


Perang Dingin (Cold War) pasca pada 22 Juni 2016. Saat ini, LAPAN
Perang Dunia (World War) II antara Uni sedang mengembangkan dua satelit
Soviet dan Amerika Serikat merupakan kelas mikro lainnya, yaitu satelit LAPAN-
era di mana masing-masing pihak A4 dan satelit LAPAN-A5.
berusaha meyakinkan bahwa teknologi Amanah kemandirian dalam
mereka adalah yang terbaik di dunia. penyelenggaraan kentariksaan Indonesia-
Perlombaan penguasaan teknologi luar di mana pengembangan satelit adalah
angkasa, yang dikenal dengan istilah salah satu aspeknya-menjadikan kegiatan
Space Race, menjadi salah satu impak alih teknologi (transfer of technology)
yang dikenal pada era itu. Perlombaan dalam bidang satelit adalah keniscayaan.
itu dimenangkan oleh Uni Soviet setelah Pustaka (Prabowo, Mayditia, & Yusuf,
berhasil meluncurkan satelit Sputnik 1 2009), (Saifudin, Amin, & Huzain, 2016)
pada 4 Oktober 1957 (Mcdougall, 1985). dan (Meidiansyah, Rosa, & Ikhsan, 2013)
Keberhasilan Uni Soviet tersebut menjadi adalah beberapa contoh hasil dari
sebab Amerika Serikat kemudian kegiatan alih teknologi di lingkungan
melakukan banyak eksperimen terkait Pusat Teknologi Satelit LAPAN.
teknologi satelit secara cepat (House, G. S. Prabowo dkk. (Prabowo et al.,
Gruber, Hunt, & Mecherikunnel, 1986). 2009) melaporkan hasil rancang-bangun
Sekitar lima puluh tahun setelah wheel drive electronic (WDE) pada sistem
Sputnik 1 diluncurkan, yaitu 10 Januari pembangkit torsi satelit. Modul WDE
2007, satelit kelas mikro LAPAN-TUBSAT, tersebut meliputi sistem mikrokontroler,
yang dibangun melalui kerja sama antara antarmuka untuk komunikasi dengan
Indonesia (Lembaga Penerbangan dan sensor gyro dan sistem komputer utama
Antariksa Nasional atau LAPAN) dan satelit atau on board data handling dan
Jerman (Technische Universität Berlin), sistem penggerak motor DC brushless.
diluncurkan dengan roket peluncur India Di dalam pustaka (Saifudin et al.,
PSLV-C7. Kegiatan pengembangan satelit 2016), M. A. Saifudin dkk. melaporkan
oleh LAPAN dilanjutkan dengan satelit hasil pengembangan star sensor kelas
LAPAN-A2/LAPAN-ORARI yang telah eksperimental yang diterbangkan dan
diluncurkan pada 28 September 2015 menjadi bagian dari sistem sensor sikap
168
Aplikasi Perangkat Lunak Sistem Akuisisi Kecepatan...... (Harry Septanto)

(attitude sensor) satelit LAPAN-A3/IPB. akuisisi data dari suatu produk yang ada,
Perangkat star sensor yang telah di mana dalam hal ini yaitu pengukuran
dikembangkan tersebut terdiri dari dan akuisisi data kecepatan sistem
sistem optik (kamera dan baffle), sistem aktuator satelit reaction wheel dalam
mikrokontroler pemroses data bintang- rangka mengetahui karakteristik dinamika
termasuk program pengidentifikasi bintang. sistem tersebut.
T. Meidiansyah dkk. (Meidiansyah Selain sebagai upaya reverse
et al., 2013) melaporkan hasil engineering, pengujian dalam aspek
pengembangan perangkat lunak yang dinamika kecepatan sistem reaction wheel
telah direalisasikan pada Stasiun Bumi tersebut merupakan tahap yang penting
(Ground Station) LAPAN untuk keperluan dalam pengembangan satelit. Pengujian
penjejakan (tracking) dan pengendalian ini termasuk ke dalam verifikasi tingkat
(tele-command) satelit LAPAN-A2/LAPAN- komponen (component level verification)
ORARI. Perangkat lunak tersebut pada fase pengembangan satelit (Eickhoff,
mengakomodasi berbagai kebutuhan 2009).
operasi satelit yang meliputi antarmuka Aplikasi perangkat lunak berbasis
radio modem, koreksi frekuensi akibat komputer untuk keperluan akuisisi data
efek Doppler, pembaharuan parameter dari beragam sistem elektro-mekanik
orbit (two-line element atau TLE) secara telah banyak dilaporkan. Beberapa
online dan data log operasi satelit. penerapan aplikasi perangkat lunak
Pada prinsipnya, kegiatan-kegiatan pada sistem akuisisi data dilaporkan
alih teknologi yang telah dilakukan tersebut dalam pustaka (Gupta, Bera, & Mitra,
dilakukan melalui proses reverse 2010), (Sulistyo, Widodo, Tjokronagoro,
engineering, yaitu sebuah proses sistematis & Soesanti, 2013), (Martín, Llopis,
dalam rangka mengurai informasi desain Rodríguez, González, & Blanco, 2014)
atas suatu produk yang telah ada (Geng dan (Rozikin, Sukoco, & Saptomo, 2017).
& Bidanda, 2017). Reverse engineering R. Gupta dkk. (Gupta et al., 2010)
merupakan sebuah strategi manajemen melaporkan aplikasi perangkat lunak
teknologi dalam rangka memperkecil dalam sistem akuisisi sinyal
jarak dalam hal teknologi antara negara electrocardiogram dengan graphical user
berkembang (developing country) dan interface berbasis MATLAB. Pemrograman
negara maju (developed country) serta dengan prinsip event-driven diterapkan
memiliki pangsa pasar yang sesuai dalam rangka mengotomasi akuisisi dan
dalam bisnis global (Dehaghi & Goodarzi, penyimpanan (storage) data serial.
2011). Seperti R. Gupta dkk., H. Sulistyo dkk.
Tahap pertama dari reverse melaporkan mengenai penggunaan Data
engineering adalah pengukuran Acquisition Toolbox dalam MATLAB untuk
(measurement) dan akuisisi data (data sistem akuisisi sinyal electrocardiogram
acquisition) dari suatu bagian produk (Sulistyo et al., 2013).
yang ada, di mana informasi yang Di dalam pustaka (Martín et al.,
terkumpul kemudian dianalisis dan 2014), F. J. Ferrero Martin dkk. melaporkan
diinterpretasikan (Wang, 2011). Alih-alih mengenai sistem akuisisi data berbasis
membahas mengenai produk aktuator perangkat keras (hardware) OpenDAQ
atau sensor satelit, seperti pada pustaka yang bersifat open source. Sistem ini
(Prabowo et al., 2009) dan (Saifudin et al., menerapkan bahasa pemrograman Python
2016), atau produk untuk Stasiun Bumi, dan LabVIEW untuk aplikasi perangkat
seperti pustaka (Meidiansyah et al., 2013), lunaknya.
makalah ini akan membahas mengenai Pustaka (Rozikin et al., 2017)
produk yang dibangun dalam rangka membahas mengenai sistem akuisisi data
memenuhi tahap pertama dari reverse pada sistem irigasi otomatis berbasis
engineering, yaitu pengukuran dan wireless sensor network. Sistem ini
169
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :167 -178

menggunakan aplikasi perangkat lunak mekanik yang disebut reaction wheel unit
Realterm untuk menerima dan (Gambar 2-1). Untuk kemudahan
menampilkan data jejaring sensor pembaca, pada makalah ini reaction
tersebut. wheel unit disebut sebagai sistem
Aspek aplikasi perangkat lunak reaction wheel atau Sistem RW.
sistem akuisisi dalam pustaka-pustaka Sistem bus satelit yang diterapkan
tersebut di atas tidak dibahas secara pada satelit LAPAN selama ini, yaitu
khusus dan mendalam. Berbeda dengan LAPAN-A1, A2, dan A3, memiliki tiga
itu, makalah ini membahas secara Sistem RW yang ditempatkan di ketiga
khusus dan mendalam mengenai aspek sumbu satelit. Setiap Sistem RW tersebut
aplikasi perangkat lunak sistem akuisisi terdiri dari dua bagian yaitu Reaction
data. Pada bagian berikutnya, pemaparan Wheel Assembly (RWA) dan Wheel Drive
masalah, tujuan dan aspek-sepek Electronic (WDE). Pada prinsipnya, RWA
rancangan sistem perangkat lunak terdiri dari motor arus searah tanpa sikat
diuraikan dalam bagian Metodologi. atau Brushless Direct Current (BLDC) dan
Selanjutnya, pada bagian Realisasi massa beban (load mass) dengan momen
Perangkat Lunak diuraikan hasil inersia tertentu yang dipasang pada poros
penelitian berupa perangkat lunak yang (shaft) motor-bagian ini disebut wheel.
telah dikembangkan. Pada bagian 4, Sementara itu, WDE merupakan
hasil eksperimen dan analisisnya komponen elektronik yang menggerakkan
disajikan. Terakhir, makalah ini ditutup komponen motor BLDC pada RWA
dengan bagian Kesimpulan. sehingga wheel berputar sesuai dengan
torsi atau momentum angular yang
2 METODOLOGI diinginkan. Selain itu, setiap Sistem RW
2.1 Definisi Masalah dan Tujuan tersebut dilengkapi dengan sebuah sensor
Dalam menjalankan misinya, gyro dalam rangka menjalankan aksi
misalnya mengarahkan antena untuk kendali closed-loop kecepatan dan sudut
keperluan pengiriman data citra ke rotasi masing-masing sumbu satelit.
Stasiun Bumi, satelit memerlukan aktuasi Informasi mengenai diagram Sistem RW
untuk mengendalikan sikap (attitude yang dipaparkan di atas dapat diperoleh
control). Aktuasi kendali tersebut berupa pada Gambar 2-1 pada pustaka (Butz &
torsi atau momentum angular yang Renner, 1996).
dibangkitkan oleh perangkat elektro-

Gambar 2-1: Skema hardware sistem akuisisi data kecepatan rotasi wheel

170
Aplikasi Perangkat Lunak Sistem Akuisisi Kecepatan...... (Harry Septanto)

Selain yang telah disebutkan, data kecepatan rotasi wheel. Selain itu,
Sistem RW tersebut juga memiliki pada Sistem RW itu sendiri, terdapat
kemampuan aksi kendali open-loop yang beberapa koneksi atau pengkabelan antara
meliputi kendali kecepatan rotasi motor WDE dan RWA yang pembahasannya di
BLDC atau kecepatan wheel di mana luar lingkup makalah ini. Skema
kinerja kendali open-loop ini pada hardware tersebut ditampilkan pada
prinsipnya akan berimplikasi pada kinerja Gambar 2-1.
closed-loop tadi. Perlu diperhatikan bahwa
terminologi open-dan closed-loop tersebut 2.2 Aspek-aspek dalam Rancang-
adalah dalam sudut pandang sistem Bangun Perangkat Lunak
satelit di mana Sistem RW sebagai Sistem RW yang digunakan dalam
aktuator, gyro sebagai sensor dan satelit penelitian ini merupakan Sistem RW
sebagai kendalian (plant); dalam sudut yang berasal dari vendor. Beberapa
pandang motor sebagai plant, pengendalian aspek yang diperhatikan dalam rancang-
kecepatan wheel dapat terjadi secara bangun sistem akuisisi data kecepatan
closed-loop dengan memanfaatkan sensor wheel Sistem RW tersebut meliputi
Hall dalam mengukur kecepatan rotasi pemahaman format data dan pemberian
motor aktualnya. perintah (command); penentuan fitur-
Dengan memperhatikan paparan fitur yang harus diakomodasi pada
di atas, perancangan sistem kendali perangkat akuisisi data; dan penentuan
open-loop ini merupakan tahap pertama bahasa pemrograman.
yang harus dilakukan sebelum kemudian Dua tahap umum yang harus
merancang sistem kendali closed-loop- direalisasikan pada pemrograman dalam
nya. Selanjutnya, memastikan bahwa rangka melakukan akuisisi kecepatan
sistem kendali yang memiliki kinerja wheel yaitu mengirimkan perintah
yang dibutuhkan sangat penting untuk (command) ke WDE untuk memutar
menjamin sistem kendali yang dirancang wheel dengan kecepatan tertentu, lalu
dapat mendukung operasi misi satelit. mengirimkan perintah ke WDE secara
Selain merujuk syarat ideal dalam berulang untuk mengukur (telemetry)
formulasi teoretis, studi komparasi kecepatan wheel.
dengan perangkat yang sudah praktis Perintah yang harus dikirimkan
bekerja (flight proven) mengambil bagian (transmitted) ke WDE merupakan paket
penting dalam upaya reverse engineering, byte tertentu berupa array, di mana byte
dalam hal ini adalah Sistem RW. Untuk pertama (header) merepresentasikan
itu, perangkat untuk mengukur kinerja jenis perintah dan byte terakhir
Sistem RW yang ada tersebut harus merupakan byte penanda akhir paket
dibangun. Penelitian yang dilakukan ini byte (tail). Pada perintah untuk mengeset
bertujuan untuk merealisasikan perangkat kecepatan wheel, nilai kecepatan bertipe
lunak aplikasi desktop (desktop application Single yang telah dikonversi menjadi
software) untuk keperluan pengukuran empat byte dibawa di antara header dan
kinerja Sistem RW, yaitu sistem akuisisi tail tersebut. Sementara, pada perintah
kecepatan wheel. Di samping itu, telemetry, nilai-nilai byte di antara
penelitian ini juga merupakan upaya header dan tail diabaikan.
penyediaan perangkat pengujian kinerja Paket byte perintah atau array-
Sistem RW pada fase verifikasi tingkat byte command tersebut dikirimkan
komponen. dengan prinsip echo, di mana setiap byte
Perangkat keras (hardware) yang yang dikirim oleh sistem akuisisi ke WDE
digunakan pada sistem akuisisi tersebut akan dikirim balik oleh WDE. WDE
terdiri dari komputer, Sistem RW dan memproses command setelah tail dari
kabel konverter USB ke TTL untuk array-byte command dibaca dan format
pengiriman perintah dan penerimaan paket command benar. WDE akan
171
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :167 -178

memberikan suatu respon byte apabila perangkat lunak sistem akuisisi data
salah satu atau kedua kondisi tersebut kecepatan rotasi wheel adalah Visual
tidak terpenuhi. WDE akan memproses Basic.NET pada Visual Studio Community
command untuk mengeset kecepatan 2015 yang tidak berbayar. Antar-muka
wheel dengan segera memutar wheel ke pengguna (user interface) direalisasikan
nilai kecepatan yang diset. Sementara dengan menggunakan Windows Forms
pada command untuk telemetry, WDE Application. Selain itu, misalnya, prinsip
memproses command dengan mengirimkan event-driven dalam rangka komunikasi
sejumlah byte yang diakhiri dengan byte dengan WDE (proses pengiriman perintah
tail dari array-byte command. dan penerimaan data) diterapkan dengan
Dengan pertimbangan kondisi bahasa pemrograman tersebut.
pengiriman perintah di atas, maka, untuk
keperluan user melakukan otentikasi 3 REALISASI PERANGKAT LUNAK
langsung secara visual, perangkat sistem Hasil penelitian yang dilakukan ini
akuisisi data tersebut perlu adalah perangkat lunak sistem akuisisi
mengakomodasi tampilan yang data kecepatan wheel yang memiliki
menyatakan bahwa array-byte perintah antar-muka pengguna (user interface
yang dikirimkan adalah benar. Selain atau UI). Realisasi UI perangkat lunak
fitur (feature) itu, yang penting untuk sistem akuisisi tersebut dalam “View
direalisasikan dalam perangkat sistem Designer” Visual Studio ditampilkan pada
akuisisi tersebut meliputi adanya tampilan Gambar 3-1. UI sistem akuisisi tersebut
grafik secara waktu-nyata (realtime) meliputi menú konfigurasi komunikasi
untuk observasi secara langsung dan serial untuk pengaturan port COM,
penyimpanan (save to file) atas data hasil dengan nilai baudrate, banyaknya data
akuisisi untuk keperluan analisis dinamika bits, status parity bit dan banyaknya stop
sistem lebih lanjut. bit yang telah diketahui dan menjadi
Bahasa pemrograman yang bagian dari kode program.
digunakan untuk merealisasikan

Gambar 3-1: Tampilan antar-muka pengguna (user interface) dalam menú “View Designer” di Visual Studio

172
Aplikasi Perangkat Lunak Sistem Akuisisi Kecepatan...... (Harry Septanto)

UI sistem akuisi ini memiliki dua proses tersebut dalam rangka melengkapi
kotak-teks (textbox) pengisian, yaitu “File diagram alir pada Gambar 3-2.
Name” untuk pengaturan nama file
penyimpanan data akuisisi dan “Cmd Tabel 3-1: ARTI WARNA SIMBOL PADA
DIAGRAM ALIR GAMBAR 3-2
Speed (rpm)” untuk pengaturan perintah
nilai kecepatan rotasi wheel dalam rpm.
Selain dua kotak-teks pengisian, pada UI Warna
Arti
tersebut ada kotak-teks penampil (display) Simbol
untuk otentikasi nilai byte secara
Aksi yang direalisasikan
langsung oleh user bahwa perintah yang Biru
dengan kode program
dikirimkan benar, yaitu “Echo Cmd Speed”.
Putih Aksi yang dilakukan oleh user
Sementara di dalam “Data Display” ada
Kuning Aksi dilakukan oleh WDE
dua macam penampil data kecepatan
wheel secara realtime, dalam bentuk teks
Keterangan: Simbol yang dimaksud adalah
pada kotak-teks dan dalam bentuk
selain simbol lingkaran bernomor. Simbol
grafik-garis solid oranye pada penampil
lingkaran bernomor menunjukkan bahwa
grafik dalam Gambar 3-1 hanya berupa
dua anak panah dengan nomor yang
ilustrasi.
sama di dua bagian diagram alir pada
Pemrograman sistem akuisisi ini
Gambar 3-2 saling terhubung.
direalisasikan dengan sebuah Public Class
beberapa Module, yaitu Module yang Tabel 3-2: ARTI WARNA ANAK PANAH PADA
berkaitan dengan aksi menu konfigurasi DIAGRAM ALIR GAMBAR 3-2
port COM “Config” dan “Help”, Module yang
berkaitan dengan aksi menu koneksi Warna
Anak Arti
serial, dan Module yang berkaitan Panah
dengan aksi penanganan data yang Biru Alur kerja user dan program
diakuisisi. Namun demikian, pemaparan Kuning Komunikasi serial
pada makalah ini hanya difokuskan pada
bagian yang menangani secara langsung Tabel 3-3: PSEUDOCODE PENDEFINISIAN
akuisisi data kecepatan wheel, yaitu ARRAY-BYTE COMMAND UNTUK
MENGESET KECEPATAN WHEEL
Public Class MainForm dan Module
Parsing yang melakukan penanganan Procedure:
data yang diakuisisi. Deklarasi variabel inp sebagai Single
Deklarasi variabel inpByte(3) sebagai array
Diagram alir yang ditampilkan Byte
pada pada Gambar 3-2 merepresentasikan inp = hasil konversi nilai kecepatan wheel
alur kerja sekaligus posisi realisasi kode dari kotak teks dari tipe String ke Single
inpByte = hasil konversi inp ke array Byte
program yang menangani setiap langkah Membalikkan urutan isi inpByte
pada alur kerja tersebut, yaitu di dalam Mendefinisikan array-byte command untuk
Public Class MainForm atau di dalam set kecepatan wheel
End Procedure
Module Parsing. Pada gambar tersebut
ada tiga warna simbol-yaitu putih, biru,
dan kuning-dan dua warna anak panah- Pada Tabel 3-3, pernyataan untuk
biru dan kuning. Arti warna-warna membalikkan urutan isi variabel array
tersebut dijelaskan pada Tabel 3-1 dan inpByte—yang akan mengisi array-byte
Tabel 3-2. command antara byte header dan tail—
Pada pendefinisian array-byte direalisasikan dalam pemrograman
command untuk mengeset kecepatan akibat adanya perbedaan Endianess
wheel, nilai kecepatan yang akan antara prosesor atau mikrokontroler
dikirimkan diambil dari nilai pada kotak WDE dan prosesor komputer di mana
teks “Cmd Speed (rpm)” yang diisi oleh perangkat lunak sistem akuisisi
user. Tabel 3-3 menampilkan pseudocode kecepatan wheel ini dijalankan.
173
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :167 -178

Penyesuaian urutan byte juga bagian parsing data kecepatan tersebut,


direalisasikan pada pembacaan byte-byte empat byte yang merepresentasikan
echo di antara echo byte header dan tail, kecepatan dipisahkan dari sejumlah byte
yaitu pada bagian pemrograman untuk yang dikirimkan oleh WDE sebagai respon
menampilkan kecepatan di “Echo Cmd dari command untuk telemetry.
Speed” dan parsing data kecepatan. Pada

Public Class:
Mulai
MainForm

Input nama
file untuk
penyimpanan
data

1
Input Tekan
kecepatan tombol
wheel Start

Menangani event
penerimaan data 3
(komunikasi serial)

Seluruh isi Tidak


array-byte command
sudah dikirim? 5

Ya (Terjadi
kesalahan/
error)

Selesai

174
Aplikasi Perangkat Lunak Sistem Akuisisi Kecepatan...... (Harry Septanto)

Gambar 3-2: Alur kerja sistem akuisisi data kecepatan rotasi wheel dan posisi realisasi kode program

4 EKSPERIMEN DAN DISKUSI  akuisisi data kecepatan dilakukan


Pembahasan pada bagian ini akan sebanyak tiga kali untuk setiap nilai
berfokus pada hasil eksperimen perangkat kecepatan yang diset
lunak sistem akuisisi kecepatan wheel, Data kecepatan wheel yang
yaitu data kecepatan wheel yang disimpan disimpan dalam file kemudian diplot
dalam file dan analisisnya. Sebagian besar untuk mengetahui dinamika wheel
isi bagian ini dikutip dari (Septanto, melalui grafik respon transien yang
2016). ditampilkan pada Gambar 4-1, Gambar
Eksperimen dilakukan dengan 4-2, dan Gambar 4-3. Setiap grafik
parameter sebagai berikut: tersebut menampilkan hasil akuisisi data
 nilai kecepatan (dalam rpm) yang diset kecepatan dengan tiga kali pengulangan,
yaitu +100, -100, +500, -500, +5000, yaitu dengan garis solid (-), garis dash (--),
dan -5000, dan garis dotted dash (.-).
175
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :167 -178

120 110 100.1 0 -75 -99.7

100 -80 -99.8


100 100.05 -20

-99.9
90 -85
Kecepatan Wheel (rpm)

Kecepatan Wheel (rpm)


80 100 -40
-100
80 -90
60 99.95 -60 -100.1
70 -95
-100.2
40 99.9 -80
60 -100
-100.3

20 99.85 -100
50 -105 -100.4

0 40 -120 -110 -100.5


0 10 20 0 10 20 10 15 20 0 10 20 0 10 20 10 15 20
Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik)

(a) (b)
Gambar 4-1: Respon transien kecepatan wheel untuk nilai set (a) +100 dan (b) -100

1200 1001.5 1001.6 0 -999.6 -999.6

1001.4 -999.8 -999.8


1000 -200
1001 1001.2 -1000 -1000

1001 -1000.2 -1000.2


Kecepatan Wheel (rpm)

Kecepatan Wheel (rpm)

800 -400
1000.5 1000.8 -1000.4 -1000.4

600 1000.6 -600 -1000.6 -1000.6

1000 1000.4 -1000.8 -1000.8


400 -800
1000.2 -1001 -1001

999.5 1000 -1001.2 -1001.2


200 -1000
999.8 -1001.4 -1001.4

0 999 999.6 -1200 -1001.6 -1001.6


0 20 40 10 15 20 10 15 20 0 20 40 10 15 20 10 15 20
Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik)

(a) (b)
Gambar 4-2: Respon transien kecepatan wheel untuk nilai set (a) +500 dan (b) -500

5000 4994.6 4994.3 0 -4992 -4994.4

4994.4 4994.2 -500


4000 -4992.5
-1000 -4994.45
4994.2 4994.1

-1500
Kecepatan Wheel (rpm)

Kecepatan Wheel (rpm)

3000 4994 4994 -4993


-2000 -4994.5
4993.8 4993.9
2000 -2500 -4993.5
4993.6 4993.8
-3000 -4994.55
1000 4993.4 4993.7 -4994
-3500

4993.2 4993.6
-4000 -4994.6
0 -4994.5
4993 4993.5 -4500

-1000 4992.8 4993.4 -5000 -4995 -4994.65


0 50 100 40 50 60 50 60 70 0 50 100 40 50 60 50 60 70
Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik) Waktu (detik)

(a) (b)
Gambar 4-3: Respon transien kecepatan wheel untuk nilai set (a) +5000 dan (b) -5000

Berdasarkan grafik-grafik tersebut, yang terjadi semakin kecil. Gambar 4-1


kinerja Sistem RW dalam aspek kecepatan menampilkan overshoot, dengan variasi
wheel dapat diketahui. Semakin besar nilai dari tiga kali pengukuran untuk
nilai kecepatan yang diset, nilai overshoot nilai set kecepatan +100 dan -100 rpm,
176
Aplikasi Perangkat Lunak Sistem Akuisisi Kecepatan...... (Harry Septanto)

sebesar sekitar 6 hingga mendekati 10 Penelitian selanjutnya yang menarik


rpm. Pada Gambar 4-2, overshoot masih untuk dilakukan setidaknya ada dua,
terlihat namun lebih kecil. Sementara yaitu membuat hardware in the loop
Pada Gambar 4-3, overshoot tidak ada. simulator yang menggabungkan aktuator
Sementara pada aspek galat (error) Sistem RW dan simulator sensor bintang
terhadap nilai kecepatan yang diset, (star tracker sensor) (Ubay & Saifudin,
semakin besar nilai kecepatan yang 2014) dan pengembangan fitur perangkat
diset, galat yang terjadi semakin besar. lunak ini sehingga perhitungan kinerja
Gambar 4-3 menampilkan bahwa galat seperti overshoot dan error langsung
yang terjadi adalah sekitar 6 rpm. ditampilkan pada perangkat lunak
Gambar 4-2 dan Gambar 4-1 menampilkan tersebut.
nilai galat yang semakin kecil, yaitu,
secara berurutan, sekitar 1 dan 0,1 rpm. UCAPAN TERIMA KASIH
Terakhir, seperti telah disebutkan Penulis sangat berterima kasih
di atas, akuisisi data kecepatan dilakukan atas kerjasama dalam Tim Eksperimen
sebanyak tiga kali untuk setiap nilai Attitude Control System 2016. Penulis
kecepatan yang diset. Hasil pengukuran juga berterima kasih kepada Abdul Karim,
menunjukkan bahwa untuk setiap nilai MT yang telah mendukung tersedianya
kecepatan yang diset, tidak ada yang fasilitas penelitian ini. Untuk berbagai
menunjukkan bahwa ketiga akuisisi data masukan dari blind reviewer dalam rangka
yang dilakukan menghasilkan respon membuat tulisan ini menjadi lebih baik,
transien yang sama persis. Dalam sudut penulis ucapkan terima kasih.
pandang pemodelan sistem dinamik, hal
ini kemungkinan besar akibat hadirnya DAFTAR RUJUKAN
elemen nonlinier, baik itu pada motor BLDC Butz, P., & Renner, U., 1996. TUBSAT-C, a
maupun pada komponen elektroniknya. Microsat-bus for Earth Observation
Namun demikian, perbedaan hasil Payloads. In 3rd International
pengukuran yang terjadi tidak berbeda Symposium of Small Satellites Systems
secara signifikan. and Services.
Dehaghi, M. R., & Goodarzi, M., 2011. Reverse
5 KESIMPULAN Engineering – A Way of Technology
Perangkat lunak sistem akusisi Transfer in Developing Countries Like
data kecepatan rotasi wheel sebagai Iran. In International Journal of e-
upaya melakukan reverse engineering Education, e-Business, e-Management
dan penyediaan perangkat pengujian and e-Learning (Vol. 1, 347–353).
untuk verifikasi tingkat komponen telah Eickhoff, J., 2009. Simulation Tools for System
direalisasikan. Eksperimen telah dilakukan Analysis and Verification. In Simulating
dan hasil eksperimen berupa data Spacecraft Systems (23–54). Springer-
kecepatan wheel yang disimpan dalam Verlag Berlin Heidelberg. http://doi.
file telah disajikan. Variabel overshoot org/10.1007/978-3-642-01276-1.
dan error kecepatan yang dibahas dalam Geng, Z., & Bidanda, B., 2017. Review of
analisis menunjukkan bahwa perangkat Reverse Engineering Systems–Current
lunak yang direalisasikan menjanjikan State of the Art. Virtual and Physical
untuk digunakan dalam rangka Prototyping, 0(0), 1–12. http://doi.org/
mengetahui dinamika Sistem RW sebagai 10.1080/17452759.2017.1302787.
upaya mengurai informasi desainnya. Di Gupta, R., Bera, J. N., & Mitra, M., 2010.
samping itu, analisis yang dilakukan telah Development of an Embedded System
merepresentasikan pengukuran kinerja and MATLAB-Based GUI for Online
Sistem RW, sebagai bagian dari verifikasi Acquisition and Analysis of ECG Signal.
di tingkat komponen. Measurement, 43(9), 1119–1126.

177
Jurnal Teknologi Dirgantara Vol. 15 No.2 Desember 2017 :167 -178

http://doi.org/10.1016/ j.measurement. Rozikin, C., Sukoco, H., & Saptomo, S. K., 2017.
2010.05.003. Sistem Akuisisi Data Multi Node untuk
House, F. B., Gruber, A., Hunt, G. E., & Irigasi Otomatis Berbasis W ireless
Mecherikunnel, A. T., 1986. History of Sensor Network. Jurnal Nasional Teknik
Satellite Missions and Measurements of Elektro Dan Teknologi Informasi, 6(1),
the Earth Radiation Budget (1957-1984). 43–50.
Reviews of Geophysics, 24(2), 357–377. Saifudin, M. A., Amin, D. El, & Huzain, M. F.,
Martín, F. J. F., Llopis, M. V., Rodríguez, J. C. 2016. Development of Experimental Star
C., González, J. R. B., & Blanco, J. M., Sensor for LAPAN-A3/IPB Microsatellite.
2014. Low-Cost Open-Source Multifunction In Advances in Aerospace Science and
Data Acquisition System for Accurate Technology in Indonesian Vol. I (8–16).
Measurements, 55, 265–271. http:// Septanto, H., 2016. Laporan Teknis Bulan
doi.org/10.1016/j.measurement.2014.0 November. Pusat Teknologi Satelit
5.010. LAPAN.
Mcdougall, W. A., 1985. Sputnik, the Space Race, Sulistyo, H., Widodo, T. S., Tjokronagoro, M., &
and the Cold War. Bulletin of the Atomic Soesanti, I., 2013. Akuisisi Data dan
Scientists, 41(5), 20–25. http://doi.org/ Pengolahan Isyarat Elektrokardiograf
10.1080/00963402.1985.11455962 Menggunakan Modul USB Dataq DI-
Meidiansyah, T., Rosa, W., & Ikhsan, M. Y., 148U. Jurnal Nasional Teknik Elektro
2013. Pengembangan Software Stasiun Dan Teknologi Informasi, 2(4), 68–74.
Bumi LAPAN-ORARI/A2. In Pengembangan Ubay, M. S. N., & Saifudin, M. A., 2014. Analysis
Teknologi Satelit di Indonesia: Sistem, Software Star Simulator for Star Sensor
Subsistem dan Misi Operasi (63–78). Testing. Jurnal Teknologi Dirgantara,
Prabowo, G. S., Mayditia, H., & Yusuf, A., 2009. 12(2), 92–101.
Analisis Desain Wheel Drive Electronic Wang, W., 2011. Reverse Engineering: Technology of
(WDE)-LAPAN untuk Pengembangan Reinvention. CRC Press.
Satelit LAPAN-A2. Jurnal Teknologi .
Dirgantara, 7(1), 1–10.

178
AUTHOR INDEX

A Jos Istiyanto 1[15,1]


Afni Restasari 105[15,2]
Agus Budi Djatmiko 133[15,2] K
Agus Harno Nurdin Syah 71[15,1] Kendra Hartaya 105[15,2]
Ali Muksin 11[15,1]
Arif Hidayat 81[15,1] M
Arifin Rasyadi Soemaryanto 161[15,2] Mabe Siahaan 151[15,2]
Aryandi Marta 1[15,1] Muhammad Fajar 93[15,2]
Awalu Romadhon 45[15,1]
N
C Nelli Anggreyni 29[15,1]
Carolus Bintaro 29[15,1] Nurhayyan H Rosid 161[15,2]

D O
Dana Herdiana 45[15,1] Ony Arifianto 93[15,2]
Danardono Agus Sumarsono 1[15,1]
Dony Hidayat 1[15,1] R
Ridanto Eko Poetro 11[15,1]
E Rika Suwana Budi 105[15,2]
Ediwan 143[15,2] Robertus Heru Triharjanto 11[15,1]
Effendi Dodi Arisandi 21 [15,1]
Elyas Palantei 81[15,1] S
Sri Rahayu 151[15,2]
F Syafruddin Syarif 81[15,1]
Fajar Ari Wandono 71[15,1]
Fitrenna Khaznasari 59[15,1] V
Valeri Maria Hitoyo 29[15,1]
H Vicky Wuwung 29[15,1]
Harry Septanto 167[15,2]
W
J Wahyudi Hasbi 81[15,1]
Joko Suryana 59[15,1] Wiwiek Utami Dewi 115[15,2]
KEYWORDS INDEX

A Link budget 62,68,69 [15,1]


Alat uji getaran engine 72 [15,1] LSU-05 46,47,49,50,51,52,56 [15,1]
Antena 60,61,63,64,65,66,67,68
,69 [15,1] M
Array antenna 82[15,1] Magnetic actuator 11 [15,1]
Arduino board 81,82,83 [15,1] Maintenance harian 30 [15,1]
Autopilot 94,95,96,97,98,103 [15,2] Material ASTM A36 74,78 [15,1]
Metode elemen hingga 72,75 [15,1]
B Modul FTS 22,23,24, 25,26,27 [15,1]
B 737-800 29 [15,1] Muatan roket 133, 134, 135, 137, 138
B-dot control 16,17 [15,1] ,140,141 [15,2]
beban aerodinamis 162 [15,2] Multi-body simulation 2 [15,1]

C P
CFD 47,49,50,51,56,57 [15,1] Pengaruh tekanan 144,146 [15,2]
,161,162,163,165 Peredam Getaran 133, 134, 135, 136, 137
,166 [15,2] ,138, 139,140,141 [15,2]
CFD Numeca Fine/Marine 29,30 [15,1] Perangkat lunak 167,168,169,170,171,172
Cubesat attitude control 11[15,1] ,173,174,177 [15,2]
Pesawat udara tanpa awak 162[15,2]
D PID 94,95 [15,2]
Dekomposisi 116, 117, 118, 119, 120 Pot life 106,107,108,109,110,111
,121,122,123,125,126,127 ,113 [15,2]
,128,129 [15,2] Power shape-charge 22,23,26 [15,1]
Densitas 151,152,154,158,159 [15,2] Propelan 117, 120, 121, 122, 123
Drop test 1,2,3,4 [15,1] ,124, 125, 126,127,128
DTA 116,119,121,122 ,129 [15,2]
,123 [15,2] Pseudoplastisitas 106, 108, 109, 111, 112
DTG 115,116,117,121 , 113 [15,2]
,123 [15,2] R
E Reaction wheel 167,168,169,170 [15,2]
Engine DA-170 73, 74 [15,1] Relay 22,23,24, 25, 26,27 [15,1]
Epoxy resin 151, 152, 153, 154, 155 Respon transien 168,175,176 [15,2]
,156, 158,159 [15,2] Rigid body 3,6 [15,1]

F S
Faktor keamanan 72 [15,1] Satellite simulator 11,13,15,16,17 [15,1]
Fraksi volume 151, 152, 153, 154, 155 Satelit TTC 82 [15,1]
,156,159 [15,2] Seeeduino 63,65,66,68,69 [15,1]
Frekuensi 2,4 GHz 60,66 [15,1] Sistem akuisisi data 168,169,170,171,172,175
Frekuensi pribadi 75,78,79 [15,1] ,178 [15,2]
Slurry propelan 106, 107, 108, 109, 111
G , 112 [15,2]
Gaya kontak/impak 2,4,5,7,8 [15,1] Smart system 23,24,25,26,27 [15,1]
Ground model nano satelit 62, 63, 65, 66, 68 [15,1]
T
H Tabung roket 144,148 [15,2]
Hardener 151, 152, 153, 154, 155 TGA 116, 117, 118, 119, 120
,156, 157,158,159 [15,2] ,121, 122, 123,126 [15,2]
Hydroplaning 30, 32,33,34, 35, 36, 38, 39 Transmisibilitas 134, 135, 136, 137, 139,
,40, 41,42,43 [15,1] 140,141 [15,2]
I U
Interference 82 [15,1] Ultimate tensile streght 151,152,154 [15,2]
K V
Karakteristik aerodinamika 46,52 [15,1] Viskositas 106,107,108,109,110,111
Karakteristik getaran 72,73 [15,1] ,113 [15,2]
Kedalaman groove 32,33, 38,40,41,42 Vortex generator 46, 47, 48, 49, 50, 51,52
,43 [15,1] ,53,54,55,56 [15,1]
L X
Landing gear Xbee
1,2,3,4,5,7,8 [15,1] 60,63,66,68,69 [15,1]
Lateral-direksional
94,95,96,103 [15,2]
(Pedoman Penulisan Jurnal Teknologi Dirgantara)
JUDUL MAKALAH DITULIS DENGAN HURUF KAPITAL TEBAL
SECARA SINGKAT DAN JELAS, (Studi Kasus : apabila ada)
(16 pt, Britannic Bold )
Judul dibuat dalam 2 bahasa (Indonesia dan Inggris),
apabila tulisan dalam bahasa Indonesia, maka judul dalam
bahasa Inggris ditulis dalam tanda kurung
(16 pt, Britannic Bold )
Penulis Pertama1, Penulis Kedua2, dstn (Nama Penulis Tanpa gelar)
(10,5 pt, Franklin Gothic Medium, bold)

1InstansiPenulis Pertama
2Instansi
Penulis Kedua
dstn.....
(10,5 pt, Franklin Gothic Medium)

e-mail: e-mail penulis pertama (berwarna hitam)


(10,5 pt, Franklin Gothic Medium)

Diterima : ..... (tanggal bulan tahun); Disetujui : ..... (tanggal bulan tahun); Diterbitkan : ..... (tanggal bulan
tahun)
(9 pt, Franklin Gothic Medium)

ABSTRACT
(10,5 pt, Bookman Old Style, bold)

Abstract is a summary of the most important elements of the paper,


written in one paragraph in the one column of a maximum of 200 words.
Abstract made in two languages written with the Bookman Old Style 9 pt. If the
paper written in Indonesian, the Indonesian abstract written first then followed
by English abstract and vice versa. The title "ABSTRAK" or "ABSTRACT" made
with uppercase letters, and bold.

Keywords: guidence, author, journal (minimal 3 keywords)


(9pt, Bookman Old Style, italic)

ABSTRAK
(10,5 pt, Bookman Old Style, bold)

Abstrak merupakan ringkasan elemen-elemen terpenting dari naskah,


ditulis dalam satu paragraf dalam 1 kolom maksimal 200 kata. Abstrak dibuat
dalam 2 bahasa ditulis dengan huruf 9 pt, Bookman Old Style. Apabila naskah
dalam Bahasa Indonesia, maka abstrak dengan Bahasa Indonesia ditulis terlebih
dahulu dilanjutkan abstrak Bahasa Inggris dan sebaliknya. Judul “ABSTRAK”
atau “ABSTRACT” dibuat dengan huruf besar, bold.

Kata kunci: panduan, penulis, jurnal (minimal 3 kata kunci)


(9pt, Bookman Old Style, italic)

1 PENDAHULUAN dan 2 kolom untuk isi. Ukuran kertas


(10,5pt, Bookman Old Style, bold) A4 dengan ukuran panjang (height) 29,7
cm, lebar (width) 21 cm dengan dimensi
Naskah dapat ditulis dalam Top 3 cm, Bottom 2,5 cm, Inside 2,5
Bahasa Indonesia maupun Bahasa cm, Outside 2 cm, Gutter 1 cm, Header 1
Inggris. Naskah diketik dalam Microsoft cm dan Footer 1 cm. Jenis Huruf
Word dengan 1 kolom untuk abstrak Bookman Old Style 10,5 pt, dan spasi
(line spacing) 1. Panjang naskah tidak tabel mampu menjelaskan informasi
melebihi 10 halaman termasuk tabel dan yang disajikan secara mandiri. Setiap
gambar. tabel diberi nomor secara berurutan dan
Kerangka Tulisan disusun dengan diulas di dalam naskah. Judul tabel
urutan : Judul, Identitas Penulis, diketik dengan jenis huruf Bookman Old
Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan, Style 10,5 pt dan pada tulisan “Tabel 1:”
Metode, Hasil Pembahasan, Kesimpulan, “Tabel 2:” dan seterusnya diketik tebal.
Ucapan Terimakasih, dan Daftar Tabel yang ukurannya melebihi satu
Pustaka. kolom, maka dapat menempati area dua
kolom. Tabel tidak boleh dalam bentuk
2 METODOLOGI “picture”, harus dalam bentuk tabel.
(10,5pt, Bookman Old Style, bold) Judul tabel dituliskan pada bagian atas
tabel, rata tengah dan diberi tanda titik
Menguraikan tentang metode yang (.) pada akhir judul tabel.
digunakan dalam penelitian termasuk Gambar, Grafik dan Foto harus tajam
data, peralatan, teori, diagram alir, dan jelas agar cetakan berkualitas baik.
beserta lokasi penelitian. Semua simbol di dalamnya harus
dijelaskan. Seperti halnya tabel,
2.1 Lokasi dan Data keterangan pada gambar, grafik atau
(10,5pt, Bookman Old Style, bold) foto harus mencukupi agar tersaji secara
mandiri. Gambar, grafik dan foto harus
2.2 Standarisasi data diulas di dalam naskah. Seperti halnya
(10,5pt, Bookman Old Style, bold) tabel, gambar, grafik dan foto yang
ukurannya melebihi satu kolom, maka
2.3 Metode Penelitian dapat menempati area dua kolom.
(10,5pt, Bookman Old Style, bold) Gambar, grafik dan foto memiliki
kedalaman minimal 300 dpi.
Persamaan matematis atau formula
diberi nomor secara berurutan yang
diletakkan di ujung kanan dalam tanda
kurung. Apabila penulisan persamaan
lebih dari satu baris maka penulisan
nomor diletakkan pada baris terakhir.
Penggunaan huruf sebagai simbol
matematis dalam naskah ditulis dengan
huruf miring (Italic) seperti x. Penjelasan
persamaan diulas dalam naskah.
Penurunan persamaan matematis atau
formula tidak perlu dituliskan secara
detil, cukup diberikan bagian yang
terpenting, metode yang digunakan dan
hasilnya. Gambar 5-4:Distribusi sudut yaw pada
bidang depan, x = 2870 mm
(1-1) 2013)
(9 pt, Bookman Old Style, bold)
dengan D(t) tingkat gangguan
geomagnet, ∆H(t) variasi medan magnet Table 4-1: THRUST DAN EFISIENSI
komponen horizontal, Sq(t,m) variasi hari (9 pt, Bookman Old Style, bold)
tenang pada waktu t dan bulan m.

Kondisi
3 HASIL PEMBAHASAN No. ∆𝜼 ∆𝑭
(10,5pt, Bookman Old Style, bold) Terbang

1 Cruise 54% 55%


Tabel dibuat ringkas dan diberi judul
yang singkat tetapi jelas hanya menyaji- 2 Take-Off 16% 14%
kan data yang esensial dan mudah di-
pahami. Tabel diberi catatan secukup-
nya, termasuk sumbernya, sehingga
4 KESIMPULAN and Dst, J. Geophys. Res., 80(31),
4204-4214.
Hal-hal penting dalam naskah yang
merupakan kesimpulan dari hasil Buku
penelitian atau kajian. Ross, S. M., 2004. Introduction to Probability
and Statistics for Engineers and
UCAPAN TERIMAKASIH Scientists, Burlington,
Elsevier.
Wajib dituliskan penulis, ditujukan
kepada pihak-pihak yang membantu Artikel bagian dari Buku
penulis baik penyediaan data, Maris, G.; M.D. Popescu dan M. Mierla,
pengerjaan data, serta Tim Redaksi 2004. Soft X-Ray Solar Flarecycles,
Jurnal dan Mitra Bestari. dalam A.V. Stepanov; E.E.
Benevolenskaya dan A.G.Kosovichev
(editor), Proceedings IAU Symposium,
DAFTAR RUJUKAN no. 223, 73.

Referensi hendaknya dari sumber Skripsi/Tesis/Disertasi


Ameldam, P., 2012. Pengujian Data NCEP-
yang jelas dan terpercaya. Setiap
FNL Dan CCMP Untuk Potensi Energi
referensi yang tercantum dalam daftar Angin (Studi Kasus Di Jawa Barat),
pustaka harus dikutip (disitir) pada Skripsi ITB.
naskah dan sebaliknya setiap kutipan
harus tercantum dalam daftar Naskah Prosiding
pustaka. Penulisan acuan dalam Avia, L. Q., A. Haryanto, N. Cholianawati dan
pembahsan sebaiknya menggunakan B. Siswanto, 2010. Identifikasi Awal
“sistem penulis-tahun” yang mengacu Musim Kemarau dan Musim Hujan
Berdasarkan Data Satelit TRMM,
pada karya pada daftar pustaka.
Prosiding Seminar Penerbangan dan
Kutipan buku dalam bentuk saduran Antariksa 2010: Sub Seminar Sains
untuk satu sampai dua penulis ditulis Atmosfer dan Iklim. Serpong, 15
nama akhir penulis dan tahun. Nopember 2010.
Contoh: Muhammad Nasir dituliskan
(Nasir, 2009). Naskah Konferensi
Referensi primer lebih dari 80 % Pontes, M-T, Sempreviva, AM, Barthelmie, R.,
dan diterbitkan dalam 5-10 tahun Giebel, G., Costa, P., 2007.
terakhir. Referensi yang dicantumkan Integrating Offshore Wind And Wave
Resource Assessment, Proc. 7th
dalam naskah mengikuti pola baku European Wave and Tidal Energy
dengan disusun menurut abjad Conference, Porto, Portugal.
berdasarkan nama (keluarga) penulis
pertama dan tahun publikasi, dengan Naskah Laporan Hasil Penelitian
sistim sitasi American Physiological P3TKEBTKE-Kementerian ESDM, 2008.
Association 6th Edition. Contoh Laporan Penelitan Kajian PLT Angin
penulisan di dalam Daftar Pustaka di Indonesia Bagian Timur.
adalah sebagai berikut :
Naskah Online
Habby, J., 2011. Applying Tropospheric
Artikel dalam Jurnal (Jurnal Primer)
Moisture to Forecasting, Meteororology
Burton R. K., R. I. McPherron, C. T. Russell,
Education, diakses http://
1975. An Empirical Relationship
weatherpredicition.com, 23 Desember 2014.
Between Interplanetary Conditions
PEDOMAN BAGI PENULIS
JURNAL TEKNOLOGI DIRGANTARA
(Journal of Aerospace Technology)

Jurnal Teknologi Dirgantara (Journal of Aerospace Technology) adalah jurnal ilmiah untuk
publikasi penelitian dan pengembangan di bidang :
a) Teknologi wahana roket, satelit dan pesawat terbang, dirgantara terapan seperti struktur mekanika,
sistem catu daya dan kontrol termal wahana roket dan satelit, struktur kendali, konversi energi;
b) Teknologi propulsi dan energik, seperti teknologi propelan, propulsi, uji statik propulsi,
termodinamika;
c) Teknologi peluncuran dan operasi antariksa serta teknologi peluncuran dan operasi antariksa serta
teknologi transmisi komunikasi dan muatan dirgantara, seperti teknologi stasiun bumi penerima dan
pemancar, teknologi transmisi gelombang elektromagnetik dan teknologi transmisi komunikasi
serat optik, teknologi muatan, sistem telemetri penjejak.
Pengiriman Naskah
Naskah yang ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris dikirim melalui e-mail
(publikasi@lapan.go.id) atau file digital, ditujukan ke Sekretaris Dewan Penyunting Jurnal dengan
alamat, Bagian Publikasi dan Promosi LAPAN, Jalan Pemuda Persil No. 1, Jakarta Timur 13220.
Naskah diketik dua kolom dengan MS Word font 10,5 Bookman Old Styles (batas tengah 1 cm pada
kertas A4 dengan spasi satu, batas kanan 2 cm, batas kiri 2,5 cm, batas atas 3 cm, dan batas bawah 2,5
cm). Judul huruf besar font 16.
Sistematika penulisan
Naskah terdiri dari halaman judul dan isi makalah. Halaman judul berisi judul yang ringkas tanpa
singkatan nama (para) penulis tanpa gelar, instansi/perguruan tinggi, dan e-mail penulis utama.
Halaman isi makalah terdiri dari (a) judul, (b) abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris tidak lebih
dari 200 kata, (c) batang tubuh naskah yang terbagi menjadi bab dan subbab dengan penomoran bertingkat
(1. Pendahuluan; 2 Judul Bab; 2.1 Subbab tingkat pertama; 2.1.1 Subbab tingkat dua dan seterusnya),
(d) Ucapan terima kasih yang lazim dan (e) daftar rujukan.
Gambar dan Tabel
Gambar atau foto harus dapat direproduksi dengan tajam dan jelas. Gambar atau foto warna hanya
diterima dengan pertimbangan khusus.Gambar dan tabel dapat dimasukkan dalam batang tubuh atau
dalam lampiran tersendiri. Untuk kejelasan penempatan dalam jurnal, gambar dan tabel harus diberi
nomor sesuai nomor bab dan nomor urut pada bab tersebut, misalnya Gambar 2-2 atau Tabel 2-1.
Gambar disertai keterangan singkat (bukan sekedar judul gambar) dan tabel disertai judul tabel.
Persamaan Satuan dan Data Numerik
Persaman diketik atau ditulis tangan (untuk simbol khusus) dan diberi nomor di sebelah kanannya
sesuai nomor bab dan nomor urutnya, misalnya persamaan (1-2). Satuan yang digunakan adalah
satuan internasional (EGS atau MKS) atau yang lazim pada cabang ilmunya.Karena terbit dengan dua
bahasa, angka desimal pada data numerik harus mangacu pada sistem internasional dengan
menggunakan titik.
Rujukan
PP No. 74, 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang:
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Kementrian Lingkungan Hidup. Jakarta.
Haryani, N. S., Hidayat, Sulma, S., dan Pasaribu, J. M., 2014. Deteksi Limbah Acid Sludge
Menggunakan Metode Red Edge Berbasis Data Penginderaan Jauh, Jurnal Penginderaan Jauh
dan Pengolahan data Citra Digital, Vol 11 No.2 Desember 2014.
Center for International Forestry Research [CIFOR], 2012. Forests and Climate Change Mitigation :
What Policymakers Should Know, Fact Sheet. No. 5, November 2012, MITIGATION, Key of
Research Findings. CGIAR Research Programme.
The National Geophysical Data Center (NOAA)-NASA. Sumber data VNF, 2014. Sumber: http://
ngdc. noaa. gov/ eog/ viirs/download_2014_indonesia.html) atau (Sumber LAPAN:
http://modis-catalog.lapan. go.id/ monitoring/ katalognpp#).
http://landsathandbook.gsfc.nasa.gov/data_prod/prog_sect11_3.html

Anda mungkin juga menyukai