Jakarta
JTMGB Vol. 11 No. 2 Hal. 47-118 ISSN 2088-7590
Agustus 2016
Keterangan gambar cover :
Cynthia Dougherty, “Hydraulic Fracturing Applicability of the Safe Drinking Water Act and Clean
Water Act”, EPA, US Environmental Protection Agency,” 7 April 2010.
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi JTMGB
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi adalah majalah ilmiah diterbitkan setiap kwartal
yang menyajikan hasil penelitian dan kajian sebagai kontribusi para professional ahli teknik
perminyakan indonesia yang tergabung dalam Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia
(IATMI) dalam menyediakan media komunikasi kepada anggota IATMI pada khususnya dan
mensosialisasikan dunia industri minyak dan gas bumi kepada masyarakat luas pada umumnya.
DAFTAR ISI
Artificial Neural Network pada Prediksi Shear Sonic Data untuk Perancangan Hydraulic
Fracturing
Sudjati Rachmat dan Andri Taufik S .................................................................................... 47 - 64
Sentivitas Skenario Hydraulic Fracturing pada Model Simulasi Shale Gas: Jarak Antar
Rekahan dan Panjang Setengah Rekahan
Rayner Susanto, Doddy Abdassah dan Dedy Irawan .......................................................... 85 - 102
Studi Komparasi Injektivitas CO2 Dibawah MMP dan Diatas MMP pada Lapangan “X”
Steven Chandra .................................................................................................................. 103 - 110
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya kami
kembali bisa menjumpai para pembaca dengan aneka materi bacaan ilmiah yang tersaji dalam Majalah
Ilmiah JTMGB Volume 11 Nomor 2 Edisi Agustus 2016.
Dalam rangka ikut merayakan Ulang Tahun RI ke-71, kami menyajikan 5 (lima) tulisan ilmiah dengan
berbagai topik menarik. Dalam bidang produksi disajikan 3 tulisan yang membahas teknik-teknik
baru, dimana artikel pertama menyajikan pembahasan pembuatan model Geomechanic dan design
Hydraulic fracturing lapisan yang akan di fract dengan metode Artificial Intelegence, yang dapat
meminimalkan biaya fract.
Artikel kedua, membahas penerapan Metode stimulasi hydraulic fracturing dengan desain proppant
optimum pada lapangan CBM bertujuan untuk meningkatkan produktivitas sumur dan juga
mempercepat proses dewatering.
Tulisan lain di bidang produksi, mengkaji pengaruh dari parameter panjang setengah rekahan dari
hydraulic fracturing dan hydraulic fracture spacing terhadap aspek produksi dan reservoir lapangan
shale gas, serta menentukan hubungan kedua parameter tersebut dalam penentuan Intial Gas In Place
(IGIP).
Di bidang reservoir menyajikan pembahasan metode miscible injection, yaitu injeksi fluida yang akan
bercampur dengan fluida reservoir membentuk suatu komponen baru yang viskositasnya lebih rendah
dan efisiensi penyapuannya lebih tinggi yang dapat diterapkan pada reservoir tekanan rendah.
Di bidang EOR, disajikan tulisan yang membahas bagaimana memperkirakan Tekanan Tercampur
Minimum (TTM) melalui pengukuran tegangan antar muka atau interfacial tension (IFT) dengan
menggunakan metode pendant drop, dimana penentuan TTM ini merupakan faktor penting dalam
perencanaan injeksi gas CO2 untuk mendapatkan perolehan minyak yang maksimum.
Kami berharap, edisi JTMGB Agustus 2016 ini dapat menambah dan melengkapi referensi para
pembaca. Selamat menikmati...
(Alfi Rusin)
Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi
ISSN 0216-6410 Date of issue: 2016-11-21
The descriptors given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission or charge.
Sudjati Rachmat (Institut Teknologi Bandung) Sudjati Rachmat (Institut Teknologi Bandung)
Andri Taufik S (PT Pertamina EP) Evans Immanuel (Institut Teknologi Bandung)
Artificial Neural Network pada Prediksi Shear Sonic Comprehensive Study of Optimum Proppant Design
Data untuk Perancangan Hydraulic Fracturing in Hydraulic Fracturing Treatment for Coalbed
Artificial Neural Network of Shear Sonic Data Methane Reservoir
Prediction for Hydraulic Fracturing Design Studi Komprehensip tentang Perancangan Propan
JTMGB. Agustus 2016, Vol. 11 No. 2, p 47-64 Optimum pada Stimulasi Hydraulic Fracturing untuk
Gas Methan Batubara
Untuk memperkirakan sifat geomekanik lapisan JTMGB. Agustus 2016, Vol. 11 No. 2, p 65-84
bawah permukaan diperlukan data kecepatan geser/shear
stress sebagai dasar perhitungan, namun dalam prakteknya Coal Bed Methane (CBM) development has
shear sonic tidak termasuk dalam data log yang diperoleh increased dramatically over the last decades. Coalbed
tetapi yang ada hanya data sonic compressional. Di methane gas production is viewed as a new and
samping pengukuran data secara langsung, metode significant energy source that promise of relatively clean
Artificial Intelegence (AI) saat ini telah digunakan secara and stable gas supply to complement with the world’s
luas untuk tujuan prediksi. Setelah jaringan dilatih, growing energy demand . Even though there are some
jaringan tersebut dapat membuat prediksi berdasarkan similarities between coal seam and conventional gas
pembelajaran sebelumnya, dari input data baru dengan reservoir, production scheme of a CBM well exhibit
set pola yang sama. Sehingga pada penulisan ini, korelasi different processes.
empiris dengan metode AI melalui software ANFIS Hydraulic Fracturing treatment is often used
digunakan untuk memperkirakan kecepatan gelombang to increase productivity of a low permeability wells.
geser (shear sonic/wave velocity) berdasarkan input data Fracture is generated hydraulically by pumping down
GR, RHOB, DT, dan NPHI. fracturing fluid above the formation breakdown pressure,
Terdapat 2423 input data per kedalaman yang and then the established fracture is kept open by using
dapat digunakan untuk selanjutnya dilakukan sorting proppants. Therefore, the optimum proppant design is
dan normalisasi data. Data utama yang dijadikan crucial in obtaining the required fracture conductivity.
sebagai training/pelatihan merupakan 70-90 persen dari This stimulation treatment is applied on CBM wells
total input data atau sekitar 1695 data dan data testing/ which aims to increase the well productivity, and
pengujian sekitar 10-15 persen dari total data yang therefore accelerating the dewatering process. Due to the
berhasil dikumpulkan dan diseleksi atau sekitar 363 data. characteristic difference between coalbed methane and
Hasil pemodelan ANFIS menunjukan untuk memperoleh conventional gas reservoirs, largely accepted norms in
error terkecil adalah dengan menggunakan cra sebesar the hydraulic fracturing inadequate to address problems
0,3 dan epoch sebanyak 50, dengan hasil RMSE training associated with hydraulic fracture stimulation in CBM
sebesar 0,11701 dan RMSE testing sebesar 0,078915. reservoirs.
Pengaruh ketidaksediaan data input terhadap hasil RMSE In this study, the optimum proppant design in
(Root Means Square Error) testing yaitu data DT sonic hydraulic fracturing treatment for CBM well is analyzed.
compresional dengan nilai RMSE testing paling besar Parameters that are used to examine the optimum proppant
sebesar 0.09005 sehingga data ini sangat diperlukan design are proppant type, proppant concentration, and
dalam perhitungan shear sonic. proppant size distribution. Simulations are run using
Pada akhirnya hasil output data shear sonic dari P3D geometry model to model fracture propagation in
pemodelan ANFIS dapat dipakai untuk membuat model order to obtain fracture half length, fracture width, and
Geomechanic dan design Hydraulic fracturing lapisan fracture conductivity. This study also examine coal
yang akan kita fract, sehingga dapat meminimalkan biaya mechanic properties which distinct it from conventional
fract di lapangan X. gas reservoir, which is low Young’s modulus and high
Poisson’s ratio value and their effect on hydraulic
Kata Kunci: artificial intelegence, adaptive neuro fracturing treatment design.
fuzzy inference system (ANFIS), shear sonic, model
geomekanik, design hydraulic fracturing. Keywords: Hydraulic Fracturing, CBM, Proppant.
Rayner Susanto (Institut Teknologi Bandung) Steven Chandra (Institut Teknologi Bandung)
Doddy Abdassah (Institut Teknologi Bandung) Studi Komparasi Injektivitas CO2 Dibawah MMP
Dedy Irawan (Institut Teknologi Bandung) dan Diatas MMP pada Lapangan “X”
Sentivitas Skenario Hydraulic Fracturing pada Comparative Study of Miscible and Immiscible
Model Simulasi Shale Gas: Jarak Antar Rekahan dan Injection of CO2 for Field “X”
Panjang Setengah Rekahan JTMGB. Agustus 2016, Vol. 11 No. 2, p 103-110
Sensitivity Analysis of Hydraulic Fracturing Scenario
in Shale Gas Simulation Model: Fracture Spacing and Seiring dengan meningkatnya praktek CO2
Fracture Half Length - EOR sebagai upaya lanjutan dari Carbon Capture
JTMGB. Agustus 2016, Vol. 11 No. 2, p 85-102 and Storage (CCS), injeksi karbon dioksida ke formasi
merupakan upaya lanjutan dalam meningkatkan produksi
Pengembangan reservoir gas non konvensional migas. Praktik umum yang saat ini dilakukan di Negara-
sangat berkembang di Amerika Utara. Shale gas negara Amerika Utara dan Eropa, injeksi karbon dioksida
merupakan salah satu jenis hidrokarbon non konvensional dilakukan diatas MMP (Minimum Miscibility Pressure)
yang utama dikembangkan di sana. Shale mempunyai yaitu tekanan minimum dimana karbon dioksida akan
karakteristik yang unik sehingga membutuhkan bercampur dengan fluida reservoir membentuk suatu
penanganan yang berbeda dengan hidrokarbon fluida dengan komposisi baru dari komponen asal fluida
konvensional. Karakteristik tersebut berupa permeabilitas yang viskositasnya lebih rendah dan efisiensi pendesakan
yang sangat rendah, terdapat rekahan berukuran mikro, lebih tinggi. Metode ini disebut miscible injection, yaitu
dan sensitivitas terhadap fluida kontak. Proses hydraulic injeksi fluida yang akan bercampur, namun metode ini
fracturing merupakan salah satu proses stimulasi yang kurang popular dilakukan di Indonesia dikarenakan
seringkali dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas kondisi reservoir di Indonesia pada umumnya bertekanan
sumur gas pada lapangan shale gas. Oleh karena rendah (700 psi, 360 K) jauh dibawah MMP karbon
itu, sangatlah penting untuk mengetahui lebih dalam dioksida yaitu di kisaran 1500 -2000 psi. Metode
pengetahuan mengenai proses hydraulic fracturing ini. yang umum di Indonesia adalah immiscible injection,
Dalam sebuah proses hydraulic fracturing shale yaitu karbon dioksida diinjeksikan sebagai pendorong
gas, terdapat banyak parameter yang memegang peranan fluida reservoir tanpa harus bercampur secara kimiawi.
penting dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam Penelitian dalam karya tulis ini menggunakan sampel
studi ini, akan dilakukan proses analisis pengaruh dua core sintetis yang merupakan representasi dari Lapangan
dari berbagai parameter tersebut. Tujuan dari tulisan “X” dimana lapangan ini bisa merepresentasikan
ini adalah untuk menjelaskan pengaruh dari parameter kondisi reservoir di Indonesia pada umumnya, dengan
panjang setengah rekahan dari hydraulic fracturing dan menginjeksikan karbondioksida dibawah MMP dan di
hydraulic fracture spacing terhadap aspek produksi dan atas MMP. Dari penelitian yang telah dilakukan, injeksi
reservoir lapangan shale gas, serta menentukan hubungan tidak tercampur memberikan hasil yang belum seoptimal
kedua parameter tersebut dalam penentuan IGIP. Selain injeksi tercampur tetapi cocok dilakukan jika injeksi
itu, tulisan ini juga menjelaskan alur dalam penentuan tercampur menjadi tidak ekonomis akibat keharusan
persamaan untuk mencari recovery factor, plateu time, memakai kompresor yang lebih besar.
dan IGIP dari reservoir shale gas yang dimodelkan.
Dalam studi kasus ini akan dilakukan skenario kombinasi Kata Kunci: karbondioksida, MMP, injeksi tak
antara kedua parameter yang disebut di atas. Studi kasus bercampur, injeksi tercampur, EOR.
ini mengambil data dari sebuah lapangan shale gas di
Amerika yang berasal dari publikasi - publikasi yang telah
dirilis. Studi ini menggunakan software perminyakan
untuk mengolah data dan membuat model lapangan shale
gas.
Abstrak
Untuk memperkirakan sifat geomekanik lapisan bawah permukaan diperlukan data kecepatan geser/
shear stress sebagai dasar perhitungan, namun dalam prakteknya shear sonic tidak termasuk dalam data log
yang diperoleh tetapi yang ada hanya data sonic compressional. Di samping pengukuran data secara langsung,
metode Artificial Intelegence (AI) saat ini telah digunakan secara luas untuk tujuan prediksi. Setelah jaringan
dilatih, jaringan tersebut dapat membuat prediksi berdasarkan pembelajaran sebelumnya, dari input data baru
dengan set pola yang sama. Sehingga pada penulisan ini, korelasi empiris dengan metode AI melalui software
ANFIS digunakan untuk memperkirakan kecepatan gelombang geser (shear sonic/wave velocity) berdasarkan
input data GR, RHOB, DT, dan NPHI.
Terdapat 2423 input data per kedalaman yang dapat digunakan untuk selanjutnya dilakukan sorting
dan normalisasi data. Data utama yang dijadikan sebagai training/pelatihan merupakan 70-90 persen dari total
input data atau sekitar 1695 data dan data testing/pengujian sekitar 10-15 persen dari total data yang berhasil
dikumpulkan dan diseleksi atau sekitar 363 data. Hasil pemodelan ANFIS menunjukan untuk memperoleh
error terkecil adalah dengan menggunakan cra sebesar 0,3 dan epoch sebanyak 50, dengan hasil RMSE
training sebesar 0,11701 dan RMSE testing sebesar 0,078915. Pengaruh ketidaksediaan data input terhadap
hasil RMSE (Root Means Square Error) testing yaitu data DT sonic compresional dengan nilai RMSE testing
paling besar sebesar 0.09005 sehingga data ini sangat diperlukan dalam perhitungan shear sonic.
Pada akhirnya hasil output data shear sonic dari pemodelan ANFIS dapat dipakai untuk membuat model
Geomechanic dan design Hydraulic fracturing lapisan yang akan kita fract, sehingga dapat meminimalkan
biaya fract di lapangan X.
Kata kunci: artificial intelegence, adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS), shear sonic, model
geomekanik, design hydraulic fracturing.
Abstract
To estimate subsurface properties of geomechanics data required shear velocity/shear stress as a basis for
calculation, but in practice it is not included in the well log data obtained, but there are only sonic compressional
the data. Nowadays we can measure the sonic shear directly into the well by entering the logging tool so that
the data obtained can be used to create more accurate models Geomechanic. In addition methods of Artificial
Intelligence (AI) is now widely used for predictive purposes. Once trained network, the network is able to make
predictions based on previous learning, from the input of new data with the same set of patterns. So at this writing,
the empirical correlation with AI through software ANFIS method used to estimate the speed of shear wave (shear
sonic/wave velocity) based on the input of data GR, RHOB, DT, and NPHI.
There are 2423 data input by the depth that can be used for further sorting and data normalization. The
main data used as training about 70-90 percent of the total input of data or 1695 data and the data testing about
10-15 percent of the total data collected and selected, or about 363 data. ANFIS modeling results show to get the
smallest error is to use cra of 0.3 and epoch of 50, with the results of RMSE of 0.11701 and 0.078915 for testing.
The influence of the absence of the input data on the results of RMSE (Root Means Square Error) testing is DT
sonic compresional data with RMSE most testing value of 0.09005 so that this data is needed to calculate shear
sonic.
47
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 47-64
48
In the end the result of shear sonic data output of ANFIS modeling can be used to model and design
Geomechanic for Hydraulic fracturing will we fract layer, so as to minimize fract costs in the field X.
Keywords : artificial intelligence, adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS), shear sonic, geomechanics
models, design of hydraulic fracturing.
Setelah mendapatkan data shear sonic (pada kesalahan minimum yang dicapai) untuk
dengan run logging sonic scanner, maka dari semua pola yang dipelajari, hal ini sesuai dengan
hasil simulasi model fract lapisan D-12 lebih anggapan menemukan error terendah dalam
optimistik dibandingkan dengan lapisan D-07. proses mengenali sekelompok obyek pola yang
Hal ini disebabkan karena: dipelajari. Gambar 1. menunjukkan komponen
• Dari simulasi model, fract growth dari neuron.
lapisan D-07 ke arah atas tidak tercover
oleh ketebalan sand tersebut sehingga
menembus zona air.
• Stress anomali pada lapisan D-12 tidak
ada perbedaan, sedangkan pada lapisan
D-07 terdapat perbedaan berupa straight
elbow yang besar.
Setelah dilakukan hydraulic fracturing
hasil fracture properties di lapisan D-12 interval
1158 – 1164 m adalah propped fracture half
length: 114,2 ft / 34,8 m, fracture height:
56,4 ft / 17,2 m dan FCD – Dimensionless
Conductivity: 9,8. Fract geometry lapisan D-12 Gambar 1. Komponen Neuron.
setelah hydraulic fracturing ditunjukan pada
Lampiran Gambar 5. Gain production yang Sinapsis menghubungkan antara neuron
dihasilkan adalah Nett 40 bopd dengan FOI – yang satu dengan neuron yang lain, dimana setiap
Fold of Increase: 2,5. Berdasarkan perhitungan sinapsis memiliki bobot masing-masing (w).
IPR sebelum fracturing diperoleh AOFP sebesar Penjumlah (Ʃw) dan adder/bias (b)
23 bfpd dan setelah fracturing menjadi AOFP bertugas menjumlahkan sinyal input yang telah
sebesar 72 bfpd. Performa produksi dan hasil diberi bobot (w) berdasarkan bobot pada sinapsis
perhitungan IPR sumur tersebut dapat dilihat neuron tersebut.
pada Lampiran Gambar 6. Neuron adalah unit yang berfungsi untuk
memproses informasi yang merupakan dasar
II. TEORI DASAR dari operasi neural network untuk menghasilkan
output.
Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Fungsi aktivasi adalah fungsi yang akan
digunakan untuk memproses input menjadi
Secara biologis jaringan saraf terdiri output yang diinginkan. Fungsi sigmoid (Gambar
dari neuron-neuron yang saling berhubungan. 2) membatasi output neuron dalam rentang antara
Neuron merupakan unit struktural dan fungsional 0 hingga 1. Fungsi ini didefinisikan pada fungsi
dari sistem saraf, mempunyai kemampuan matematis sebagai berikut :
untuk mengadakan respon bila dirangsang
dengan intensitas rangsangan yang cukup kuat. ................................................... (1)
Respon neuron bila dirangsang dengan adalah
memulai dan menghantarkan impuls. Jaringan
saraf tiruan merupakan gabungan sejumlah
elemen yang memproses informasi dari input
sehingga memberikan suatu informasi keluaran.
Sekelompok obyek dipelajari oleh sistem belajar
dengan tujuan untuk mengenali bentuk pola
setiap bentuk tersebut. Proses ini dilakukan
dengan cara melatih sistem belajar (train neural
network) melalui pemberian bobot dan bias
pada hubungan antar simpul. Hasil yang dicapai
adalah didapatkannya sekelompok bobot dan bias Gambar 2. Fungsi sigmoid.
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 47-64
50
Tahap uji yang dilakukan untuk Tidak seperti density, yang hanya
mengetahui apakah ANFIS dapat mengenali pola membagi massa dengan satuan volume,
dengan memberikan input yang mungkin berbeda kecepatan melibatkan deformasi batuan sebagai
dengan input pada tahap dan latih. Dataset yang fungsi dari waktu. Berikut adalah persamaan
ada dibagi menjadi data latih data uji dengan untuk kecepatan dengan modulus bulk dan
komposisi yang berbeda. Pada tahap ini, jaringan modulus geser. Jika modulus bulk batuan dalam
hanya berjalan satu kali tahap maju untuk setiap gigapascals (GPa) dan density dalam gm/cc (gm/
rangkaian data yang dimasukkan. cm3), maka kecepatan dinyatakan dalam km/s.
.......................(8)
.................(12)
terdiri dari tujuh tahap, yaitu: Data utama yang dijadikan sebagai training/
1. Akuisisi data pelatihan merupakan 70-90 persen dari total input
2. Persiapan data data atau sekitar 1695 data. Dari sekian banyak
3. Persiapan pemodelan ANFIS data training yang diambil alangkah lebih baik jika
4. Input data ke ANFIS dapat mewakili keseluruhan input data yang ada
5. Generate FIS yang keanggotaanya merupakan data yang berbeda
6. Training / pelatihan FIS dari data testing, dan tidak dapat dipergunakan
7. Menguji Pasca Pelatihan FIS kembali sebagai data testing. Sedangkan sekitar 10-
15 persen dari total data yang berhasil dikumpulkan
Akuisisi dan Persiapan data dan diseleksi atau sekitar 363 data sebagai data
testing merupakan data dari berbagai sebaran baik
Sesuai bahasan yang dimaksud bahwa di awal, ditengah dan diakhir. Sehingga data testing
parameter shear stress sumur minyak X-01 akan cukup mewakili dari berbagai segmental.
di jadikan obyek penelitian, terkait dengan data
parameter faktual yang akan dikumpulkan. Data Tabel 1. Data Initial Well Log (sebagian).
yang dianggap lengkap dan dapat mewakili
analisa target penelitian yang akan difokuskan,
untuk bisa menghasilkan akurasi hasil penelitian
yang tinggi. Data composite well log dan data
sonic scanner Sumur X-01 diambil dari data *.las
untuk mengetahui nilai parameter-parameter
dengan interval depth setiap 0,5 ft. Parameter
yang digunakan sebanyak 5 parameter yang
terbagi atas 4 parameter sebagai input data yaitu
Gamma Ray, Sonic, RHOB dan NPHI, sedangkan
1 parameter sebagai output data yaitu shear sonic. Tabel 2. Data Initial Hasil Filter.
Dari sekian banyak data yang ada terlebih dahulu
dilakukan filter data untuk memperoleh data yang
berkualitas sehingga tidak mengganggu dalam
proses data. Dari hasil filter data diperoleh 2423
point data terhadap kedalaman yang dikumpulkan
dalam excel file, seperti pada Tabel 1.
Dikarenakan begitu variasinya besaran
kelima data perameter tersebut, maka untuk
lebih memudahkan dan meningkat kualitas hasil
olahan ANFIS nantinya, maka perlu dilakukan
normalisasi, dengan angka minimalnya nol Untuk kedua hasil pembagian kategori
‘0’ dan angka maksimalnya satu ‘1’. Rumus baik data training ataupun testing, 4 kolom
normalisasi yang dilakukan adalah: pertama merupakan data input dan kolom terakhir
merupakan data output/target.
Berikut sebagian data training dan testing
yang siap untuk di export ke dalam bentuk file
Dimana V’ merupakan nilai normalisasi notepad (*.txt) ditunjukan pada Tabel 3 & 4.
dari nilai nyata sebelumnya sebagai V. Min A Ada dua proses loading data ke dalam
merupakan nilai minimum dari input data sedangkan ANFIS Matlab, melalui GUI dan command
max A merupakan nilai maksimum dari input data. window. Untuk yang melalui GUI ANFIS
Selanjutnya ke semua data yang ternormalisasi di Matlab, maka proses transfer ke notepad perlu
sorting dimana akan didasarkan pada nilai shear dilakukan. Sementara kalo pemodelan melalui
sonic dari terkecil hingga terbesar. Hasil sebagian commad window (script atau m-file), seluruh data
contoh data yang telah ternormalisasi dan di sorting dalam bentuk matriks tersebut langsung di copy
ditunjukan pada Tabel 2. ke dalamnya.
Artificial Neural Network pada Prediksi Shear Sonic Data untuk Perancangan Hydraulic Fracturing
(Sudjati Rachmat dan Andri Taufik S.) 53
Tabel 3. Data Training. awal, maka ANFIS akan diterapkan dengan beberapa
data yang perlu dimasukkan seperti epoch, minerror
dan optimization method. Artinya penggunaan/
penyatuan dua metoda pembelajaran pada ANFIS.
Pada penelitian ini yang digunakan adalah
metode backpropagation. Error tolerance adalah
akibat yang timbul pada saat program menemui
kesalahan. Sehingga engine akan melakukan
iterasi ulang untuk mencari error terkecil pada
sejumlah epochs yang ditentukan. Epochs adalah
Tabel 4. Data Testing. moment waktu yang digunakan sebagai titik
acuan. Dalam penelitian ini error tolerance yang
digunakan adalah 0, sedangkan epochs-nya dicari
pada nilai optimum berapa.
Training
Dari analisa diatas, ternyata nilai Tabel 9. Pengaruh Ketidaksediaan Data Input
cra optimum yang bisa diaplikasi pada
proses pemodelan ANFIS ini adalah dengan
menggunakan cra sebesar 0,3 dan epoch sebanyak
50, dengan hasil RMSE training sebesar 0,11701
dan RMSE testing sebesar 0,078915. Sehingga
hal ini dapat meningkatkan akurasi prediksi Rangkuman hasil testing error pada
output dengan input data yang lainnya. setiap ketidaksediaan data input dapat dilihat
pada Tabel 9 berikut:
Analisa Pengaruh Variable Input Terhadap Dari Tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa
Output ketidaksediaan data DT Compresional memiliki
nilai Root Means Square Error (RMSE) testing
Analisa ini untuk mengetahui variable yang paling besar sebesar 0,09005. Semakin
input mana yang berpengaruh terhadap nilai besar nilai RSME testing-nya maka data input
output/target sehingga jika tidak terdapat tersebut semakin penting dan sangat berpengaruh
variable input tersebut sampai sejauh mana akan terhadap hasil data output pemodelan ANFIS.
mempengaruhi keakuratan hasil. Dalam hal ini Sehingga variable input yang paling berpengaruh
pengujian terhadap pengaruh tiap variable input terhadap penentuan nilai output/target adalah
dilakukan dengan penghilangan 1 variable setiap data DT Compresional kemudian data GR, data
data input untuk mengetahui variable mana yang NPHI, dan terakhir data RHOB.
menghasilkan nilai testing error terbesar pada
cra optimum yang sama yaitu 0,3. Keekonomian
Hasil dari pengujian testing error dengan
penghilangan input data DT compresional dapat Apabila tidak melakukan pekerjaan run
dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 10 bahwa logging sonic scanner untuk memperoleh data
ketidaksediaan data DT compresional memiliki shear sonic langsung ke dalam sumur, maka
nilai Root Means Square Error (RMSE) testing total biaya pekerjaan yang dibutuhkan adalah
sebesar 0,09005 pada cra 0,3 dan epoch 400.
Untuk hasil simulasi pengaruh setiap data lainnya
dapat dilihat pada Lampiran.
Tabel 8. Nilai error dengan no DT data pada cra 0,3.
USD 2828,70. Dengan hasil produksi yang sama, 3. Apabila analisa pemodelan ANFIS untuk
maka perhitungan keekonomian yang dihasilkan penentuan shear sonic dapat digunakan
adalah NPV sebesar USD 209.000, IRR sebesar untuk menggantikan pengambilan langsung
103,25% dan POT 0,49 tahun (dapat dilihat pada data shear sonic ke dalam sumur, maka pada
Gambar 11). pekerjaan Hydraulic fracturing di sumur
Perbandingan nilai keekonomian dapat X-01 selisih yang dapat diperoleh adalah
dilihat dari Tabel 10 bahwa apabila analisa NPV sebesar USD 21.000, IRR sebesar
pemodelan ANFIS untuk penentuan shear 22,02%, dan POT lebih cepat 0,06 tahun.
sonic ini dapat digunakan untuk menggantikan Nilai keekonomisan tersebut akan kurang
pengambilan langsung data shear sonic ke dalam lebih sama pada sumur lainnya di lapangan X,
sumur, maka selisih yang dapat diperoleh adalah sehingga pekerjaan yang dilakukan menjadi
NPV sebesar USD 21.000, IRR sebesar 22,02%, lebih ekonomis.
dan POT lebih cepat 0,06 tahun.
VI. SARAN
Tabel 10. Perbandingan Nilai Keekonomian Pekerjaan
Sonic Scanner Beberapa hal yang dapat dikembangkan
lebih lanjut dalam studi ini antara lain:
Δtp = travel time compressional (ms/ft) Sukmono,Sigit. 2003. Rock Physics Basis. Seismic
Δts = travel time shear (ms/ft) Courses. Institut Teknologi Bandung, 2003.
Sv = stress vertical (psi) Singh et al., 2012, R. Singh, A. Kainthola, T.N. Singh.
σh = stress horizontal minimum (psi) Estimation of elastic constant of rocks using an
σH = stress horizontal maximum (psi) ANFIS approach. Appl. Soft Comput., 12 (2012),
Pp = pore pressure (psi) pp. 40–45.
Xf = panjang setengah rekahan (ft) Brocher, 2005. T.M. Brocher. Empirical relations
GR = log gamma ray (API) between elastic wavespeeds and density in the
RHOB = log density (gr/cm3) earth’s crust. Bull. Seismol. Soc. Am., 95 (2005),
DT = sonic compressional (μs/ft) pp. 2081–2092.
NPHI = neutron log Carroll, 1969, R.D. Carroll. The determination of
V = nilai nyata data acoustic parameters of volcanic rocks from
V’ = nilai normalisasi data compressional velocity measurements. Int. J.
NPV = nett present value (USD) Rock Mech. Min. Sci., 6 (1969), pp. 557–579.
IRR = rate of return (%) Castagna et al., 1985, Castagna, J.P., Batzle, M.L.,
POT = pay out time (tahun) Eastwood, R.L. 1985. Relationships between
compressional-wave and shear-wave velocities
VIII. REFERENSI in elastic silicate rocks. Investigations in
Geophysics, vol. 50, No.4 pp. 571–581.
Hunt, B., Lipsman, R., Rosenberg, J., Coombes, K., Castagna et al., 1993, Castagna, J.P., Batzle, M.L.,
Osborn, K., Stuck, G., Cambridge University Kan, T.K. 1993. Rock physics-The link between
Press. (2001): A Guide To Matlab For Beginneers rock properties and AVO response. In: Castagna,
and Experienced Users. J.P., and Backus, M., (Eds.), Offset-dependent
Jain, A. K., Mao, J., & Mohiuddin, K. M. (1996). reflectivity-Theory and practice of AVO analysis:
“Artificial Neural Networks : A Tutorial”. Investigations in Geophysics, vol. 8, pp. 135–171.
Michigan: IEEE. Wadhwa et al., 2010, R.S. Wadhwa, N. Ghosh, Ch.
Siang, J.J., “Jaringan Syaraf Tiruan & Pemrograman Subba-Rao. Empirical relation for estimating
Menggunakan Matlab”, Penerbit Andi, 2004. shear wave velocity from compressional wave
Zoback, Mark .D. 1988. Reservoir Geomechanics. velocity of rocks. J. Ind. Geophys. Union, 14 (1)
Cambridge University Press. Cambridge, UK. (2010), pp. 21–30.
LAMPIRAN
Tabel B.1 Nilai Error dengan berbagai Epochs pada Cra 0,1.
Tabel B.2 Nilai Error dengan berbagai Epochs pada Cra 0,2.
Artificial Neural Network pada Prediksi Shear Sonic Data untuk Perancangan Hydraulic Fracturing
(Sudjati Rachmat dan Andri Taufik S.) 61
Tabel B.3 Nilai Error dengan berbagai Epochs pada Cra 0,35.
Gambar C.1 Plot Nilai Error dengan No GR Data pada Cra 0,3.
Tabel C.2 Nilai Error dengan No RHOB Data pada Cra 0,3.
Gambar C.2 Plot Nilai Error dengan No RHOB Data pada Cra 0,3.
Artificial Neural Network pada Prediksi Shear Sonic Data untuk Perancangan Hydraulic Fracturing
(Sudjati Rachmat dan Andri Taufik S.) 63
Tabel C.3 Nilai Error dengan No NPHI Data pada Cra 0,3.
Gambar C.3 Plot Nilai Error dengan No NPHI Data pada Cra 0,3.
Teknik Perminyakan ITB, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia. Tel. +6222-2504955
Abstract
Coal Bed Methane (CBM) development has increased dramatically over the last decades. Coalbed
methane gas production is viewed as a new and significant energy source that promise of relatively clean and stable
gas supply to complement with the world’s growing energy demand . Even though there are some similarities
between coal seam and conventional gas reservoir, production scheme of a CBM well exhibit different processes.
Hydraulic Fracturing treatment is often used to increase productivity of a low permeability wells.
Fracture is generated hydraulically by pumping down fracturing fluid above the formation breakdown pressure,
and then the established fracture is kept open by using proppants. Therefore, the optimum proppant design is
crucial in obtaining the required fracture conductivity.This stimulation treatment is applied on CBM wells which
aims to increase the well productivity, and therefore accelerating the dewatering process. Due to the characteristic
difference between coalbed methane and conventional gas reservoirs, largely accepted norms in the hydraulic
fracturing inadequate to address problems associated with hydraulic fracture stimulation in CBM reservoirs.
In this study, the optimum proppant design in hydraulic fracturing treatment for CBM well is analyzed.
Parameters that are used to examine the optimum proppant design are proppant type, proppant concentration,
and proppant size distribution. Simulations are run using P3D geometry model to model fracture propagation
in order to obtain fracture half length, fracture width, and fracture conductivity. This study also examine coal
mechanic properties which distinct it from conventional gas reservoir, which is low Young’s modulus and high
Poisson’s ratio value and their effect on hydraulic fracturing treatment design.
Keywords: Hydraulic Fracturing, CBM, Proppant.
Abstrak
Pengembangan lapangan Coal Bed Methane (CBM) telah meningkat secara dramatis dalam
beberapa decade terakhir. Produksi coalseam gas dipandang sebagai suatu sumber energy yang signifikan
dan terbarukan yang menjanjikan suplai gas bersih dan stabil untuk mengimbangi permintaan energy dunia
yang semakin bertambah. Meskipun lapangan CBM memiliki beberapa kesamaan dengan lapangan gas
konvensional, skema produksi lapangan CBM memiliki proses-proses yang berbeda.
Perekahan Hidrolik seringkali digunakan untuk meningkatkan produktivitas sumur-sumur dengan nilai
permeabilitas kecil. Rekahan dibentuk dengan memompakan fluida perekah ke dalam sumur melebihi tekanan
rekah reservoir, dan rekahan yang terbentuk dijaga agar tetap terbuka menggunakan proppant. Maka dari itu,
desain proppant yang optimum sangatlah krusial untuk memperoleh konduktivitas rekahan yang diinginkan.
Metode stimulasi ini diterapkan pada lapangan CBM dan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas sumur dan
juga mempercepat proses dewatering. Oleh karena perbedaan karakteristik antara reservoir CBM dan reservoir
gas konvensional, banyak norma-norma yang berlaku pada proses perekahan hidrolik pada umumnya, tidak
sesuai untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada proses perekahan hidrolik pada lapangan CBM.
Pada studi ini, dianalisa desain proppant optimum pada sebuah proses perekahan hidrolik pada lapangan
CBM. Parameter-parameter yang digunakan untuk meninjau desain proppant optimum antaralain jenis proppant,
konsentrasi proppant, dan distribusi ukuran proppant. Simulasi dilakukan dengan menggunakan model geometri
P3D untuk memodelkan perambatan rekahan dalam rangka memperoleh nilai panjang rekahan, lebar rekahan,
dan konduktivitas rekahan. Studi ini juga membahas karakteristik lapangan CBM yang membedakannya dengan
65
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 65-84
66
reservoir gas konvensional, yaitu nilai Young’s modulus yang rendah dan nilai Poisson’s ratio yang tinggi, dan
efek kedua parameter tersebut terhadap desain perekahan hidrolik yang optimal.
Kata kunci: Perekahan Hidrolik, CBM, Proppant.
II. THEORY
tensile stress σ(ε) by the extensional strain ε. (σxx ), vertical strain (εxx ), and horizontal strain
(εyy ) as shown in the figure.
.................................... (1)
Where
Young’s modulus and Poisson’s ratio are 2.1.3 Gas Storage and Production Mechanism
the mechanical properties of rock most often
reported.6 Poisson’s ratio, also known as the Coalseam gas, which is the natural gas
coefficient of expansion on the transverse axial, stored in the coal seams at depths of 300-1000m
is the negative ratio of transverse to axial strain. underground typically consist of methane (CH4),
By definition it is a dimensionless number. On carbon dioxide (CO2), and nitrogen (N2). Unlike
a cylindrical sample, the Poisson’s ratio explains much natural gas from conventional reservoirs,
the increase in circumference due to the applied coalbed methane contains very little heavier
uniaxial stress.7 Poission’s Ratio (V), can be hydrocarbons such as propane or butane, and no
calculated by: natural-gas condensate. It often contains up to a
few percent carbon dioxide.
................. (2) Another characteristic that distinct coal
seams from other reservoir is their dual porosity
and dual permeability system that is composed
Where of a porous matrix (primary porosity) surrounded
by a larger scale fracture system known as cleat
v = resulting Poisson’s ratio (secondary porosity). Instead of contained in the
εtrans = transverse strain (negative for axial cleat system, most coalseam gas is adsorbed on
tension, positive for axial compression) the surface of the coal matrix and trapped inside
εaxial = axial strain (positive for axial tension, the primary porosity. Gas storage in primary
negative for axial compression) porosity is controlled by adsorption which makes
up to around 90-95% of the Gas in Place.9
The Poisson’s ratio of a stable, isotropic,
linear elastic material cannot be less than −1.0 or
greater than 0.5 because of the requirement for
Young’s modulus, the shear modulus and bulk
modulus to have positive values. Most materials
have Poisson’s ratio values ranging between 0.0
and 0.5. Poisson’s ratio for coal spans a narrow
range of 0.34 to 0.37 which is high compared to
most rocks (0.25).8
Figure 4 is a schematic representation of a
static experiment with uniaxial loading. The two
parameters obtained from such an experiment are
the Young’s modulus (E) and the Poisson ratio
(v). They are calculated from the vertical stress Figure 5. Dual Porosity System in Coal (Ali, 2008).
Comprehensive Study of Optimum Proppant Design in Hydraulic Fracturing Treatment for Coalbed Methane Reservoir
(Sudjati Rachmat dan Evans Immanuel) 69
Although coal porosity may be only 2% Table 1. Differences between CBM and gas sands.
in the cleat system, it may have a storage capacity
for methane in the micropores equivalent to
that of a 20% porosity sandstone of 100% gas
saturation at the same depth. A large surface area
necessarily exists for adsorption.10
Secondary porosity does not give
significant contribution to the methane storage
mechanism, even though some free gas may
exist in the cleat system. Cleat system main
contribution is to transport the methane trapped
in primary porosity during coalbed methane
production scheme. Most of the cleat system in
coal bed methane reservoirs is water saturated.
To produce the gas, the pressure in the cleat
system must be reduced to cause the gas to desorb
from the surface of the coal to the cleat system
and diffuse through the coal matrix. Normally,
significant volumes of water must be produced
in order to lower the pressure in the cleat system 2.2 Hydraulic Fracturing
until a critical pressure is reached to liberate the
desorbed gas in the coal surface.2 2.2.1 Fracturing Objectives
Coal bed methane reservoirs exhibit
a different production scheme from other In coalbed methane gas production scheme,
conventional reservoir. While production from the initial gas recovery is very low with high
conventional reservoir is governed by diffusion, water production. In this situation, a fluid made of
production in CBM reservoirs rely on desroption.3 predominantly water and sand with a small number
Because gas desorption is the primary source of of chemical additives, is pumped down the well
production, the gas flow rate from a coal seam bore. The fluid is directed into an isolated section
may increase with time. It is not uncommon for of the coal under pressure to create additional
maximum gas flow rates to occur months or even pathways (fractures) to help accelerate dewatering
years into the production history of a coal bed process and extract the gas. This is called hydraulic
methane well. fracture stimulation, or hydraulic fracturing.
There are two basic reasons for fracturing
a well: to increase the rate or productivity and/or
to improve the multimate recovery. Additionally,
other wells may also be fractured to aid in
secondary recovery operations and to assist in the
injection or disposal of waste water.6
...... (7)
If it is assumed that the fracture height Fracture pressure can then be determined by:
variation is parabolic along the length of the
fracture, the area is given by:
..................................... (10)
............................... (18)
γ= 1
The required fracturing pressure at the
wellbore for each fracture height variation is For a linear fracture height variation:
calculated using the following expression:
............................................... (19)
...................... (12)
γ = 1 ......................................................................... (13)
................................................ (14)
....... (20)
............................... (21)
Where:
Sh = absolute horizontal stress
Sv = absolute vertical stress
v = Poisson’s ratio
α = Biot’s constant (typically a value
between 0.7 - 1)
Pp = reservoir pore pressure
Figure 10 and 11 summarized Fracture Figure 12. Notation for fracture performance (Economides,
conductivity of various proppant types to specific 2002).
closure stress.
For a vertical well intersecting a
rectrangular vertical fracture that penetrates
fully from the bottom to the top of the
rectangular drainage volume, the performance
is known to depend on the penetration ratio in
the X direction,
................................................................. (22)
Figure 10. Fracture conductivity for various proppants And on the dimensionless fracture
(Economides, 2002). conductivity,
.............................................................. (23)
Where:
Ix = Penetration ratio
CfD = dimensionless fracture conductivity
Xf = fracture half length
Xe = side length of the square drainage area
k = formation permeability
Figure 11. Closure Stress for various proppants kf = proppant pack permeability
(Economides, 2002). w = average (propped) fracture width
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 65-84
74
.......................................... (24)
......................................................... (25)
Figure 13. Sketch depicting various proppant arrangements
(Schechter, 1992).
Where:
Nprop = proppant number 2.4 Fractured Well Productivity
Kf = effective proppant pack permeability
k = formation permeability Hydraulic Fracturing treatment will create
Vprop = propped volume in the pay (two a conductive path that accommodate reservoir
wings, including void space between fluids to flow. Therefore, the productivity index
proppant grains) of a fractured well must be significantly higher
Vres = drainage volume than a non-fractured well. Apparently, the
productivity of fractured wells depend on two
With optimal dimensionless fracture steps: (1) receiving fluids from formation and (2)
conductivity determined, the optimal fracture transporting the received fluid to the wellbore.15
length and width are set and they represent the The relative importance of each of the steps
only ones for which the fracture must be designed: can be analyzed using the concept of fracture
conductivity (FcD).
.................................. (26) The fold of increase of productivity of a
well can be expressed as:
.................................. (27)
.............................................. (29)
Where
Vf is the volume of one propped wing, Where Sf is the equivalent skin factor
Vf = Vprop / 2 due to stimulation Valko et al. (1997) established
a correlation between fracture conductivity and
equivalent skin factor:
2.3.4 Proppant Permeability
.... (30)
Final fracture permeability is strictly a
function of the diameter of the proppant particles
used in the treatment. According to the Blake- Where
......................................................... (31)
u = ln (CfD)
Cozeny equation:6
Comprehensive Study of Optimum Proppant Design in Hydraulic Fracturing Treatment for Coalbed Methane Reservoir
(Sudjati Rachmat dan Evans Immanuel) 75
Coal formations have a lower value Figure 17. Complex Fracture system in CBM formations
of Young’s modulus than other conventional (Reynolds, 2005).
sandstone formation. Most of them also have a
typical Poisson’s ratio of 0.35 to 0.45 which is 4.3 Proppant Type Sensitivity
higher than those of sandstone formations. This
leads to different fracture geometry established This stage is done by doing sensitivity
by hydraulic fracturing treatment in those analysis over several proppant samples using
formations. FracCADE 5.1. Four proppant samples that
The low value of Young’s modulus will represent four different proppant types (sand,
result in the creation of very wide hydraulic resin-coated sand, ceramic, and resin-coated
fractures. Field experience shown that the ceramic) are used as propping agents in hydraulic
creation of long hydraulic fractures is extremely fracturing simulations.
difficult, as abnormally high treating pressure is The fracturing fluid used is YF104D w/0.5
needed. lb/k (water based) by adding additive CrossLink
Gel. The proppant concentration is set to 5 PPA
and all of the proppant samples are in the same
size-range, 20/40 mesh.The sensitivity result is
shown in table 5.
Figure 18. Various Proppant Sample Permeability accoding to fracture closure pressure.
Comprehensive Study of Optimum Proppant Design in Hydraulic Fracturing Treatment for Coalbed Methane Reservoir
(Sudjati Rachmat dan Evans Immanuel) 79
Figure 18. Graded Proppant Injection Schedule. (Proppant Size Index: 6=16/20 Naplite 8 PPA; 5=12/18 Naplite 8 PPA;
3=20/40 Naplite 8 PPA).
in relationship to closure stress. Resin-coated samples are in the same size-range, 20/40 mesh.
proppants tend to have a lower value of The sensitivity result is shown in table 6.
permeability than non resin-coated proppants. As
a consequence, the conductivity created is lower. Table 7. Proppant concentration sensitivity result.
At higher pressure, non-resin coated
starts to embedded ,and, or crushed. This leads
to a reduction of fracture conductivity. At
this condition, resin-coated proppants which
have higher compressive strength give good
performance.
4.4 Proppant Concentration Sensitivity The best proppant sample in this scenario
is Naplite with 8 PPA concentration. It raise the
In this stage, the fracturing fluid used well productivity by 2.44 fold, which is 10.48%
is YF104D w/0.5 lb/k. The proppant type used higher than the well productivity established by
is ceramic (NAPLITE) and all of the proppant placement of 5 PPA Naplite.
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 65-84
80
Simulation result shows that established to proppant size. Bigger proppant size
fracture conductivity is proportional to injected accommodates wider fracture, therefore higher
proppant concentration. This result matches fracture permeability value. Economides (2000)
equation (24) proposed by Economides. showed that during hydraulic fracturing in cases
If the concentration of the proppant is where an induced fracture is propped by a partial
lower, the distance between proppant particles is monolayer of large-sized proppant particles,
longer, and consequently , there is excessive rock larger permeability would be reached than the
deformation between the particles due to normal situation where the fracture is fully packed with
stresses, which would decrease the fracture small-sized, multilayer proppants.
permeability as shown in figure 19.18 The The highest well productivity is given by
decrease in permeability will result in decrease 12/18 mesh-sized Naplite, which enhances the
of well productivity as well. productivity index by 2.55 fold.
Recommendation
After doing comprehensive simulations Lea, James F. 2008. Gas Well Deliquification, 2nd
and sensitivity analysis, the conclusion of this Edition. United Kingdom: Gulf Professional
study can be summarized as follows: Publishing.
1. Hydraulic fracturing treatment could enhance Holditch, S.A. 1988. Enhanced Recovery of Coalbed
CBM productivity, hence accelerate the Methane Through Hydraulic Fracturing. 63rd
dewatering process in CBM wells. Annual Technical Conference and Exhibition,
2. Due to their characteristic difference, different Houston, SPE 18250.
treatment conditions apply to hydraulic Valencia, K.L., Chen, Z., Rahman, S.S. 2005. Design
fracturing in CBM wells than conventional gas and Evaluation of Hydraulic Fracture Stimulation
reservoirs. Having a low Young’s Modulus and of Gas and Coalbed Methane Reservoirs Under
high Poisson’s Ratio value make it is hard to Complex Geology and Stress Conditions.
prop long fracture in CBM formations, hence International Petroleum Technology Conference,
higher treatment pressure is needed. Qatar, IPTC 10795.
3. Proppant types affects fracture conductivity. Nuccio, Vito. 2000. Coal-Bed Methane: Potential and
Proppant permeability and compressive strength Concerns. Denver: U.S. Geological Survey, MS
are two major factors in selecting the optimum 939
porppant in a hydraulic fracturing treatment. Rogers, R., Ramurthy, M., Rodvelt, G., Mullen,
Proppant samples with higher permeability tend Mike. 2007. Coal Bed Methane – Principles
to generate higher fracture conductivity. and Practices, 3rd Edition 2007, Oktibbeha
4. Conductivity of established fracture is Publishing Co., LLC, Starkville, MS.
proportional to proppant concentration. If the Schechter, Robert S. 1992. Oil Well Stimulation. New
concentration of proppants injected is low, the Jersey: Prentice-Hall, in.
distance between proppant grains is longer and Fintland, Trygve Westlye. 2011. Measurements of
their ability to keep the fracture open decrease. Young’s Modulus on Rock Samples at Small
5. Proppant size distributions affect the Amplitude And Low Frequency. Norway:
fracture conductivity significantly. Larger Norwegian University of Science and Technology.
size proppants give better near-wellbore Greenhalgh S.A., Emerson D.W. (1986) Elastic
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 65-84
82
properties of coal measure rocks from the Natural Cleats for Gas Production From Coal
Sydney Basin, New South Wales. Exploration Beds by Graded Proppant Injection. SPE Asia
Geophysics 17 , 157–163. Pacific Oil and Gas Conference and Exhibition,
Shi, J.Q., and Durucan, S. 2003. Part 1. Paper 0341 Perth, SPE 158761.
Mangudumalau, S.M. 2014. Sensitivity Studies to Keshavarz, A., Khanna, A., Hughes, T., Boniciolli,
Select the Optimum Hydraulic Fracturing Design M., Cooper, A., and Bedrikovetsky, P. 2014.
for Coalbed Methane Reservoir. Graduate Thesis. Mathematical Model for Stimulation of CBM
Fekete. 2014. CBM Properties Reservoirs During Graded Proppant Injection.
Hareland, G., Rampersad, P., Dharaphop,J., SPE/EAGE European Unconventional
Sasnanand,S. 1993. Hydraulic Fracturing Design Conference and Exhibition, Austria, SPE 167758.
Optimization. Eastern Regional Conference & Ali, M., Sarkar, A., Sagar, R., Klimentos, T., Basu,
Exhibition, Pittsburgh, SPE 26950. I. 2008. Cleat Characterization in CBM wells
Rahman, M.M., and Rahman, M.K. 2010. A review of for completion Optimization. 2008 Indian Oil
Hydraulic Fracture Models and Development of and Gas Technical Conference and Exhibition,
an Improved Pseudo -3D Model for Stimulating Mumbai, SPE 113600.
Tight Oil/Gas Sand. Demarchos, A.S., Chomatas, A.S., Economides, M.J.,
Economides, M.J., Oligney, R.E. and University of Houston, Mach, J.M., Wolcott, D.S.,
Valko,P.P.:”Unified Fracture Design, Orsa Press, Yukos. 2004. Pushing the Limits in Hydraulic
Houston, 2002a. Fracture Design. SPE International Symposium
Guo, Boyun., Lyons, William C., and Ghalambor, and Exhibition on Formation Damage Control,
Ali: Petroleum Production Engineering A Lousiana, SPE 86483.
Computer Assisted Approach. Elsevier Science Economides, M.J., University of Houston, Wang,
& Technology Books. 2007. X., XGAS. 2010. SPE International Symposium
Gudmundsson, Agust. 2011. Rock Fractures in and Exhibition on Formation Damage Control,
Geological Processes. United Kingdom: Louisiana, SPE 127870.
Cambridge University Press. Halliburton. 2008. Coalbed Methane: Principles and
Reynolds, M.M., Shaw, J.C. 2005. Optimizing Practice.
Hydraulic Fracturing Treatments for CBM Ma, Y. Z., Holditch, S.A. 2016. Unconventional Oil
Production Using Data From Post-Frac Analysis. and Gas Resources Handbook Evaluation. United
Petroleum 6th Canadian International Petroleum Kingdom: Gulf Professional Publishing.
Conference, Canada, PAPER 2005-13. Schweinfurth, S.P. 2009. An Introduction to Coal
Bedrikovetsky, P., Keshavarz, A., Khanna, A., Kenzie, Quality. US Geological Survey, Professional
K.M., and Kotousov, A. 2012. Stimulation of Paper 1625-F
APPENDIX A
WELL E-66 COMPLETION DATA
Tubing Data
Casing Data
Perforation Data
Hole Survey
Zone Properties
Zone 1
APPENDIX A
WELL E-66 COMPLETION DATA
Abstrak
Pengembangan reservoir gas non konvensional sangat berkembang di Amerika Utara. Shale gas
merupakan salah satu jenis hidrokarbon non konvensional yang utama dikembangkan di sana. Shale mempunyai
karakteristik yang unik sehingga membutuhkan penanganan yang berbeda dengan hidrokarbon konvensional.
Karakteristik tersebut berupa permeabilitas yang sangat rendah, terdapat rekahan berukuran mikro, dan
sensitivitas terhadap fluida kontak. Proses hydraulic fracturing merupakan salah satu proses stimulasi yang
seringkali dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas sumur gas pada lapangan shale gas. Oleh karena itu,
sangatlah penting untuk mengetahui lebih dalam pengetahuan mengenai proses hydraulic fracturing ini.
Dalam sebuah proses hydraulic fracturing shale gas, terdapat banyak parameter yang memegang
peranan penting dan saling mempengaruhi satu sama lain. Dalam studi ini, akan dilakukan proses analisis
pengaruh dua dari berbagai parameter tersebut. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menjelaskan pengaruh
dari parameter panjang setengah rekahan dari hydraulic fracturing dan hydraulic fracture spacing terhadap
aspek produksi dan reservoir lapangan shale gas, serta menentukan hubungan kedua parameter tersebut dalam
penentuan IGIP. Selain itu, tulisan ini juga menjelaskan alur dalam penentuan persamaan untuk mencari
recovery factor, plateu time, dan IGIP dari reservoir shale gas yang dimodelkan. Dalam studi kasus ini akan
dilakukan skenario kombinasi antara kedua parameter yang disebut di atas. Studi kasus ini mengambil data
dari sebuah lapangan shale gas di Amerika yang berasal dari publikasi - publikasi yang telah dirilis. Studi ini
menggunakan software perminyakan untuk mengolah data dan membuat model lapangan shale gas.
Kata Kunci: hydraulic fracturing, shale gas, hydraulic fracturing spacing, dan half fracture length.
Abstract
Unconventional gas reservoir developments in North America are improving nowadays. Shale gas
is one majority type of unconventional hydrocarbons which has been developed there. Shale has unique
characteristics which cause necessarity of different treatments compared with conventional hydrocarbons. The
characteristics include very low permeability, many fractures with micro size, and sensitivity of contact fluids.
Hydraulic fracturing is a stimulation process which needed to improve gas well productivity in shale gas fields.
Because of that, it’s really important to gather more information about this hydraulic fracturing process.
In a shale gas hydraulic fracturing process, there are many parameters which have important roles and
affect each other. In this study, there’s an analytical process to observe the effect of two of those parameters.
The purpose of this study is to explain the effect of half-fracture length of hydraulic fracturing and hydraulic
fracture spacing to production and reservoir aspects in a shale gas field and to find connection between
those two parameters in the determination of IGIP. Beside that, this study explains the process in determining
equations to find recovery factor, plateu time, and Initial Gas In Place of modeled shale gas reservoir. There
are combination scenarios of those two parameters in this study mentioned one the above. The information
data in this study is gathered from publication about a shale gas field in USA. This study uses petroleum
softwares to calculate reservoir data and make computerial model of shale gas field.
Keywords: hydraulic fracturing, shale gas, hydraulic fracturing spacing, and half fracture length.
85
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 85-102
86
materi organik serta free gas yang terjebak di interest atau untuk mengurangi kerusakan pada
dalam pori-pori materi organik dan di dalam lubang sumur. Proses hydraulic fracturing tidak
matriks materi anorganik. secara fisik memperbesar lubang sumur, tetapi
memperbesar jari-jari pengurasan disekitar
Produksi Shale Gas lubang sumur.
Pengertian
dan jumlah proppant yang digunakan lebih untuk menjaga agar rekahan tetap terbuka
sedikit daripada ketika menggunakan gel. Slick setelah pelepasan tekanan fracturing.
water fracturing bekerja dengan sangat baik pada • Gelling Agents: meningkatkan viskositas fluida
reservoir dengan permeabilitas rendah. Teknik untuk membentuk transportasi proppant.
ini telah menjadi alat utama yang digunakan pada • Biocides: membunuh bakteri yang merusak
produksi hidrokarbon non konvensional seperti gelling agent.
pada lapangan Barnett. • Breaker: menurunkan viskositas dari fluida
fracturing, setelah proses fracturing, untuk
Pertimbangan meningkatkan flowback.
• Aditif Fluid-Loss: menurunkan leakoff dari
Terdapat beberapa pertimbangan yang fluida fracturing ke dalam batuan.
dalam mendesain proses hydraulic fracturing • Anti-Korosi: melindungi senyawa logam
pada sumur tertentu. Contohnya adalah dalam sumur
karakteristik formasi, seperti permeabilitas, • Friction Reducer: mengurangi friksi agar
porositas, tekanan reservoir, kekerasan batuan, tekanan dan laju alir dapat ditingkatkan.
sensitivitas air, kelarutan asam. Semua itu adalah
faktor desain yang penting. Faktor lainnya adalah Aspek Lingkungan
volume, viskositas fluida, laju injeksi dan ukuran
dan tipe proppant. Terdapat beberapa masalah lingkungan
Dalam beberapa tahun terakhir, sekitar yang diakibatkan oleh proses hydraulic fracturing.
70-80% dari proses hydraulic fracturing Beberapa masalah yang mungkin terjadi:
menggunakan propping agent yang merupakan • Limbah CO2 yang dihasilkan akibat
fluida water-based pembawa proppant. Terdapat pembakaran hidrokarbon, yaitu metana yang
beberapa kelebihan dalam mengunakan fluida merupakan komponen utama dari gas bumi
water-based. Kelebihan tersebut berhubungan mengakibatkan efek rumah kaca. Seperti kita
dengan keamanan dan dengan ketersediaan ketahui bersama bahwa gas CO2 merupakan
bahan kimia, mengurangi tekanan friksi pipa penyebab utama peningkatan temperatur
ketika injeksi, mengontrol fluid loss pada formasi. iklim dunia. Beberapa well head mempunyai
Tetapi salah satu kerugian dari fluida water-based kebocoran metana sebesar 9% dari total output.
adalah efek potensial pada formasi yaitu swelling • Pengaruh terhadap bentang alam akibat
dan migrasi mineral clay. diperlukannya area yang cukup luas untuk
. pembentukan sumur-sumur, drilling pads, dan
Proses Kerja infrastruktur penunjang proses eksploitasi.
Kebutuhan akan area ini akan menganggu
Pada umumnya, proses hydraulic habitat liar dan lingkungan sekitar.
fracturing mempunyai tiga fase. Pertama, • Jumlah air yang diperlukan untuk operasi
memompa fluida dengan campuran bahan hydrofracturing sangatlah besar. Pada daerah
kimia agar terbentuknya rekahan baru. Kedua, tertentu, penggunaan air yang besar dapat
memompa fluida dengan proppant agar rekahan mengakibatkan rusaknya ekosistem air dan
yang baru terbentuk dapat terganjal sehingga tidak kurangnya ketersedian air untuk penggunaan
langsung tertutup kembali. Ketiga, memompa aktivitas lainnya. Jumlah air yang digunakan
keluar fluida kimia dan proppant yang tertinggal di sampai dengan 7 juta galon untuk setiap sumur.
sumur. Teknik ini kadang menggunakan beberapa • Fluda flowback yang dihasilkan dari operasi
kombinasi dari fase pertama dan kedua dari ketiga hydrofracturing, mengandung material
fase dalam bentuk mutiple atau coba-dan-ulangi. berbahaya bagi kehidupan bila tidak dilakukan
proses treatment secara baik dan benar.
Aspek Kimia Hydraulic Fracturing
Penentuan IGIP dan RF Shale Gas
Berikut ini adalah bahan kimia yang
dipakai dalam proses hydraulic fracturing: Berikut ini persamaan untuk menentukan
• Proppant: partikel, seperti pasir, berfungsi initial gas in place (IGIP) dan recovery factor
Sentivitas Skenario Hydraulic Fracturing pada Model Simulasi Shale Gas: Jarak Antar Rekahan dan Panjang Setengah
Rekahan (Rayner Susanto, Doddy Abdassah dan Dedy Irawan) 89
Cadangan = fsg x Gs + ffg x Gf ......................... (7) Gambar 5. Periode aliran transien dan pseudo steady state (PSS)
Dari Gambar 6, dapat dilihat bahwa skin. Istilah aliran non-Darcy diadaptasi oleh
simplified grid merepresentasikan jaringan industri migas untuk mendeskripsikan tambahan
rekahan pada daerah yang distimulasi oleh proses penurunan tekanan yang diakibatkan aliran
hydraulic fracturing pada sumur shale gas. turbulen. Berikut ini adalah persamaan untuk
Model ini telah divalidasi sebagai mencari D factor:
pendekatan dual permeability untuk memodelkan.
Kelebihan dari pendekatan tersebut adalah: β = 1,88 (10-10) (k)-1,47 (Ø)-0,53 ...................... (9)
• Sifat dual permeability dapat diperhitungkan,
baik di dalam maupun di luar daerah
β T γg
[
F = 3,161 x 10-12 __________
μgw h2 rw
] .................... (10)
terstimulasi (hal ini sangat penting pada
beberapa skenario shale gas di mana
permeabilitas rekahan cukup signifikan). Parameter akhir yang dihitung adalah faktor D,
• Variasi dalam intensitas rekahan dapat dengan persamaan sebagai berikut:
diakomodasi tanpa diperlukannya proses Fkh
_______ ...................................................... (11)
variasi ukuran grid block. D=
1422 T
Pressure Drawdown
Kompresibilitas
Terdapat berbagai metode untuk dalam
menentukan Initial Gas In Place (IGIP) dari Kompresibilitas merupakan salah satu
suatu reservoir. Salah satu caranya adalah dengan sifat petrofisika dari batuan. Kompresibilitas
menggunakan metode pengujian formasi, yaitu adalah perubahan volume diakibatkan oleh
tes Pressure Drawdown ketika periode Pseudo perubahan tekanan. Dalam sebuah reservoir,
Steady State (PSS). Periode ini terjadi ketika umumnya terdapat tiga jenis fluida, yaitu minyak,
melewati periode transien dan transien lanjut. air, gas. Setiap fluida tersebut termasuk batuan
Kondisi PSS terjadi ketika nilai dP/dT = konstan. reservoir mempunyai nilai kompresibilitas
Gambar 5. menunjukkan periode PSS. Berikut masing-masing. Persamaan untuk mencari
ini persamaan yang digunakan: kompresibilitas total dari reservoir tersebut
QB adalah
____ ................................................. (8)
Vp = 0,0418
β Ct
Ct = Co So + Cg Sg + Cw (1 - So - Sg ) + Cr .. (12)
Nilai 0,0418 merupakan konstanta yang
digunakan pada reservoir minyak. Nilai konstanta
ini bergantung dari jenis fluida reservoir. Koesfisien Kompresibilitas Isotermal
Selain menggunakan analisis ketika
periode PSS, kita juga dapat melakukan proses Koefisien kompresibilitas isotermal
analisis ketika periode transien lanjut berlangsung. gas atau disebut sebagai kompresibilitas gas
Bila hasil keduanya tidak sama, maka nilai yang didefinisikan sebagai:
didapat ketika periode PSS lebih representatif.
Cg= -
__
V
ǝV
1 ____
ǝP T
( )
............................................. (13)
Faktor Aliran Turbulen
Sifat Petrofisika
Sensitivitas
Perforasi
Umur Produksi
Constraint Produksi
V. STUDI SENSITIVITAS II
Gambar 39. Variasi Plot antara produksi kumulatif, laju alir,
Studi sensitivitas kedua ini mempunyai
tekanan bawah sumur dengan waktu untuk studi sensitivitas
tujuan untuk menganalisis hubungan antara
II (HFS = 187,5 ft dan Xf = 100 ft, 300 ft, 500 ft, dan 700 ft ).
kedua parameter tersebut, yaitu panjang setengah
rekahan (Xf) dan hydraulic fracture spacing
terhadap penentuan Initial Gas In Place (IGIP)
dari model reservoir yang dibuat. Persaman dasar
yang akan kita gunakan adalah sebagai berikut:
C Q
______
IGIP = ................................................ (21)
m Ct
Persamaan tersebut dapat dirubah menjadi:
IGIP Ct m
_________
C= ................................................ (22)
Q
Sebagai pertimbangan, besar IGIP yang
dihasilkan oleh software CMG adalah sebesar
5,997 x 1010 SCF.
Umur Produksi
RF = -0,0116 HFS + 0,01134 Xf + 16,37 ......... (19) Constraint yang pertama, yaitu Qprod,
ditentukan sebesar 10.000 SCFD dengan tujuan agar
dengan R sebesar 0,918 plateu time dari semua skenario dapat berlangsung
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 85-102
100
lebih dari waktu produksi, yaitu 150 tahun. Karena nilai kemiringan yang dihasilkan
Constraint kedua sebesar 14,7 psia bertujuan untuk mempunyai nilai negatif, maka kita mengambil
mengantisipasi bahwa nilai Pwf tidak mungkin nilai absolut dari kemiringan tersebut. Berikut
bernilai kurang dari Patm = 1 atm = 14,7 psia. ini adalah kemiringan dari setiap skenario yang
Proses pertama yang dilakukan adalah didapatkan:
penentuan nilai kompresibilitas total dari
Tabel 12. Kemiringan (slope).
setiap skenario. Persamaan untuk menentukan
kompresibilitas gas yang dipakai adalah Persamaan
15. Setelah didapat nilai kompresibilitas gas untuk
setiap skenario, maka selanjutnya akan ditentukan
kompresibilitas total. Dalam model reservoir ini,
hanya terdapat satu jenis fluida saja, yaitu gas (Sg
= 1). Hal ini disebabkan karena model tersebut
belum mencapai water gas contact (WGC). Oleh
karena itu, Persamaan 12 akan berubah menjadi:
Ct = Cg + Cr ........................................................ (23)
Comparative Study of Miscible and Immiscible Injection of CO2 for Field “X”
Steven Chandra
stevenchndra@live.com
Institut Teknologi Bandung Teknik Perminyakan ITB, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia.
Abstrak
Seiring dengan meningkatnya praktek CO2 - EOR sebagai upaya lanjutan dari Carbon Capture and
Storage (CCS), injeksi karbon dioksida ke formasi merupakan upaya lanjutan dalam meningkatkan produksi
migas. Praktik umum yang saat ini dilakukan di Negara-negara Amerika Utara dan Eropa, injeksi karbon
dioksida dilakukan diatas MMP (Minimum Miscibility Pressure) yaitu tekanan minimum dimana karbon
dioksida akan bercampur dengan fluida reservoir membentuk suatu fluida dengan komposisi baru dari komponen
asal fluida yang viskositasnya lebih rendah dan efisiensi pendesakan lebih tinggi. Metode ini disebut miscible
injection, yaitu injeksi fluida yang akan bercampur, namun metode ini kurang popular dilakukan di Indonesia
dikarenakan kondisi reservoir di Indonesia pada umumnya bertekanan rendah (700 psi, 360 K) jauh dibawah
MMP karbon dioksida yaitu di kisaran 1500 -2000 psi. Metode yang umum di Indonesia adalah immiscible
injection, yaitu karbon dioksida diinjeksikan sebagai pendorong fluida reservoir tanpa harus bercampur secara
kimiawi. Penelitian dalam karya tulis ini menggunakan sampel core sintetis yang merupakan representasi dari
Lapangan “X” dimana lapangan ini bisa merepresentasikan kondisi reservoir di Indonesia pada umumnya,
dengan menginjeksikan karbondioksida dibawah MMP dan di atas MMP. Dari penelitian yang telah dilakukan,
injeksi tidak tercampur memberikan hasil yang belum seoptimal injeksi tercampur tetapi cocok dilakukan jika
injeksi tercampur menjadi tidak ekonomis akibat keharusan memakai kompresor yang lebih besar.
Kata Kunci: karbondioksida, MMP, injeksi tak bercampur, injeksi tercampur, EOR.
Abstract
Due to the increasing demand of Carbon capture and Storage in the world, CO2 injection by means of
EOR is regarded as the potential way to increase oil recovery. Normal practices in Northern America and European
countries practice CO2 injection above MMP (Minimum Miscibility Pressure), which means the minimum pressure
where carbon dioxide and reservoir fluid mix readily, forming a composite substance where the viscosity is reduced
and increase in sweep efficiency is observed. This method, called miscible injection, is not popular in Indonesia, due
to the state of reservoir in Indonesia (700 psi and 360 K) which is below. The MMP of CO2, approximately 1500-
2000 psi. The method of immiscible injection is more common in Indonesia, where injected carbon dioxide act as
driving force without having to mix chemically with the reservoir fluid. The research for this paper is conducted by
utilizing core sample from field “G”, which can be assumed to be able to represent current condition of Indonesian
reservoir by injecting CO2 below and above MMP. From the results of laboratory testing, it is known that immiscible
injection performs less remarkable compared to miscible injection, but the former process can be considered should
the economics of the project cannot allow expenses for bigger, more expensive compressor.
Keyword: carbon dioxide, MMP, miscible injection, immiscible injection, EOR.
103
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 103-110
104
Namun injeksi gas karbon dioksida ke reservoir Dalam proses injeksi karbon dioksida ke
produktif juga menimbulkan masalah khususnya reservoir sendiri ada 2 mekanisme umum yang
pada masalah kebocoran gas kepermukaan akan dibahas dan diteliti dalam karya ilmiah
yang bias menimbulkan masalah sosial. Jarrell ini yaitu injeksi tercampur dan tak bercampur.
et al (2002) mempublikasikan bahwa saat ini Mekanisme Injeksi Tercampur pada dasarnya
kurang lebih terdapat 4100 sumur injeksi dengan injeksi karbon dioksida akan mencapai kondisi
penambahan produksi mencapai 313000 BOPD tercampur dengan melewati mekanisme
dengan menggunakan CO2 - EOR. Saat ini dengan multiple-contact miscibility. Pada multiple–
semakin oleh pihak swasta maupun pemerintah, contact miscibility terjadi percampuran daripada
jumlah proyek CO2 - flooding di dunia akan 2 minyak dan karbon dioksida yang tidak
semakin bertambah, sehingga diperlukan insentif- langsung bercampur melainkan melalui beberapa
insentif tertentu untuk mendorong pemanfaatan kontak untuk bercampur sampai minyak yang
sumber karbondioksida dari industri seperti dari kaya akan karbondioksida tidak lagi berpisah.
pembangkit listrik, buangan pabrik, dan lain- Kondisi ini akan tercapai pada saat melewati
lain untuk dimanfaatkan dalam meningkatkan Minimum Miscibility Pressure (MMP). Karbon
perolehan migas baik di Indonesia dioksida awalnya kondensasi pada minyak
dan membuat minyak lebih ringan, sedangkan
Mekanisme Injeksi Karbon dioksida komponen yang lebih ringan pada minyak akan
teruapkan menuju fasa kaya akan karbondioksida
Secara kimiawi, gas karbon dioksida dan akan meningkatkan densitasnya sehingga
adalah suatu zat dengan ikatan kimia kovalen berperilaku seperti minyak dan akan lebih mudah
yang terdiri dari dua atom oksigen dan 1 atom larut dalam minyak. Pada proses bercampurnya
karbon. Secara fisis, gas karbon dioksida karbon dioksida dengan minyak terjadi transfer
merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak massa sampai tercapai pencampuran sempurna.
berasa serta bersifat asam dalam larutan dengan Selama oil displacement terjadi gradasi pada
air. Gas karbon dioksida cenderung mengalami komposisinya dari murni karbon dioksida menuju
perubahan fasa menyublim dan kondisi minyak seperti diilustrasikan pada Gambar 2.
superkritikal dicapai pada 7,38 MPa, 300,1 K.
dalam injeksi karbon dioksida ke reservoir saat
ini umum digunakan karbon dioksida dalam fasa
super kritikal dimana diagram fasa gas karbon
dioksida terlampir pada Gambar 1. Pertimbangan
penggunaan fasa ini adalah kompresibilitas
tinggi sehingga meningkatkan efisiensi aliran,
dan mempermudah dalam proses transportasi.
fasa karbon dioksida; (4) pendesakan oleh fluida Pengukuran daripada MMP dengan
dengan tekanan. Kombinasi daripada mekanisme slim-tube test sendiri dapat memerlukan biaya
tersebut memungkinkan minyak yang tersisa pada yang cukup mahal. Maka dari itu terdapat pula
reservoir untuk termobilisasi dan terproduksi. cara memprediksi MMP dengan menggunakan
Namun pada umumnya, effisiensi yang didapat mathematical model dan Korelasi MMP
oleh injeksi karbon dioksida tak bercampur akan Termodinamik. CO2 Thermodynamic MMP.
lebih rendah daripada injeksi tercampur.
Pemakaian Korelasi untuk Prediksi MMP
Penentuan MMP dengan Pengujian
Laboratorium Menurut Holm dan Josendal, karbon
dioksida mencapai kondisi tercampur dengan
Pada studi kali ini, penentuan MMP minyak secara dinamik ketika densitas dari
dilakukan dengan slim-tube test. Pengukuran karbondioksida cukup tinggi untuk menguapkan
CO2 Thermodynamic MMP yang ditunjukan komponen C5 sampai C30 daripada hidrokarbon.
oleh metode ini menghasilkan 1D displacement Mereka menemukan bahwa densitas karbon
dengan tingkat pencampuran yang sangat rendah. dioksida pada termiodinamik MMP berkisar
Slim-tube terbuat dari stainless steel, umumnya antara 0,40 sampai 0,65 g/cm3. Mereka juga
memiliki diameter luar ¼ inchi dan memiliki menemukan bahwa MMP termodinamik
panjang 40 ft. Dengan pasir sebagai media berkaitan dengan berat molekul rata-rata dari C5+
berporinya. Tes dimulai dengan pasir yang telah pada temperatur dan tekanan reservoir.
disaturasi oleh minyak pada temperatur konstan.
Tekanan diatur oleh backpressure regulator
dan displacement pada minyak terukur sebagai
perolehan. Tidak ada air yang digunakan. High-
pressure sight glass menunjukan fasa pada
slim-tube. Dibawah kondisi MMP ditunjukan
gelembung-gelembung pada karbon dioksida.
Ketika karbon dioksida tercampur dengan minyak
maka hanya satu fasa yang mengalir. Akan dibuat
plot pada setiap tekanan dimana perolehan
minyak pada 1,2 Hydrocarbon Pore Volumes
daripada karbon dioksida yang diinjeksikan Gambar 4. Korelasi Termodinamik MMP dikembangkan
seperti Gambar 3 yang ditunjukan dibawah ini. oleh Mungan pada temperatur tertentu dan minyak dengan
berat molekul untuk komponen C5+ yang membutuhkan
tekanan lebih tinggi untuk bercampur.
Gambar 3. hasil simulasi 1D dengan model homogen yang Gambar 5. Korelasi MMP CO2 sebagai fungsi dari
diinjeksikan gas karbondioksida. kehadiran C5 - C30
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 103-110
106
Dimana:
C11 = -11,73 ,
C21 = 6,313x10-2,
Gambar 6. Korelasi Densitas CO2 pada MMP sebagai
C31 = -1,954x10-4,
fungsi dari kehadiran C5 - C30
C41 = 2,502x10-7,
C12 = 0,1362 ,
Selain Holm dan Josendal berbagai C22 = 1,138x10-5, dan
korelasi pun dibuat untuk mencari nilai MMP, C13 = -7,222x10-5,
berikut adalah korelasi-korelasi tersebut: I = 2,22K - 25,84 + 0,66K-2,
K = Watson K Factor,
Korelasi Glaso 9 Pci = injection gas critical pressure, pcia
M = number average molecular weight of oil,
ρmm β = 0,285 ,
Tci = injection gas critical temperature, K,
= 810,0 - 3,404 MC7+ Mi = molecular weight injection gas,
p = API gravity, and
+ [1,700 x 10-9 MC7+ 3,73e (786,8 MC7+ )]T y2 = mole fraction CO2 impurity.
-1,052
II. PERMASALAHAN
+ [1,700 x 10-9 MC7+ 3,73e (786,8 MC7+ -1,052)]T
Injeksi gas karbondioksida secara
- 121,2 fRF
kontinu pada umumnya dilakukan dengan
metode injeksi terlarut yaitu dimana tekanan
Dimana:
karbondioksida dibuat diatas MMP (Minimum
Miscibility Pressure) dari formasi yang
MC7+ = berat molekul dari C7+ pada STO
bersangkutan, dengan MMP ditentukan dari
T = temperature, oF, dan
pengujian sample core batuan formasi. Injeksi
fRF = %mol C2 sampai C4 pada fluida
jenis ini umum dipraktekkan di Amerika Utara,
reservoir
dimana tekanan reservoir yang cukup tinggi
akan sangat membantu karbondioksida mencapai
MMP tanpa perlu kompresi yang memakan biaya
Korelasi Johnson dan Pollin4
tinggi, sehingga keekonomian proyek tidak
terlalu terganggu. Keadaan demikian tidak terjadi
ρmm - ρci = αi (TR - Tci ) + 1 ( βM - Mi )2
di Indonesia, dimana rata-rata tekanan reservoir
Studi Komparasi Injektivitas CO2 Dibawah MMP dan Diatas MMP pada Lapangan “X”
(Steven Chandra ) 107
III. METODOLOGI
yang sifatnya hampir mendekati dengan contoh Untuk tekanan injeksi akan dilakukan
lapangan yaitu, dengan beberapa tahap tekanan sampai ke
tekanan MMP dengan nilai step sebesar 100 psi.
Tabel 3. Penentuan Porositas Core dengan Metode Saturasi. Hasil injeksi ditampilkan dibawah ini:
Tabel 7. Pengujian Pendesakan Core #1.
V. DISKUSI
demikian nilai-nilai ini masih belum cukup hasil lebih baik jika dibandingkan dengan
merepresentasikan keadaan di reservoir yang injeksi tidak tercampur (immiscible) dengan
mengandung gerowong dan sebagainya, namun perbedaan rata-rata sebesar 15%.
masih mendekati data yang terekam di reservoir. • Injeksi tidak tercampur layak dipertimbangkan
Pada pengukuran untuk menentukan Minimum untuk lapangan tua yang tidak memungkinkan
Miscibility Pressure, diperoleh hasil yang secara keekonomian untuk memakai
relative homogen sehingga bisa disimpulkan compressor berkapasitas besar.
bahwa core memiliki kualitas dan material yang
cukup merata. Sekalipun demikian hasil ini harus VII. REFERENSI
dikalibrasi kembali dengan kondisi alat yang ada.
Dari pengujian pendesakan untuk masing-masing Sourisseau, D.K.2000. Surface Facilities
core, yang bisa diobservasi dari masing-masing consideration for injecting sour gas and acid gas.
test adalah terjadinya lonjakan yang cukup besar SPE 87265. Society of Petroleum Engineering.
(10-15%) dari pengujian injeksi tak tercampur Calgary,Canada.
dengan injeksi tercampur, dimana hasil ini Nimtz, M et al. 2010. Modelling of the CO2 process
disebabkan oleh perbedaan sifat fisis campuran and transport chain system. Chemie-der-erde-70.
karbondioksida-minyak yang mengurangi Elsevier. Cottbus , Germany.
viskositas, meningkatkan rasio mobilitas, dan Mito, S et al. 2008. Case study of geochemical
mengurangi efek kebasahan karena pada core reactions at the Nagaoka CO2 injection site,
karbonat pada umumnya sifatnya adalah oil-wet. Japan. Elsevier. Kyoto, Japan.
Injeksi yang memberikan hasil yang relative Han, D.H. et al. 2009. CO2 velocity measurement
baik terjadi di dekat tekanan pelarutan (MMP) and temperature model on carbonate reservoir.
yaitu near miscible injection, dengan selisih Geophysics Vol 75 No 3. Houston, Texas.
hanya sekitar 10%. Kondisi ini bisa membantu DNV RP- J202. 2006. Design and operation of CO2
menjelaskan bahwa injeksi hampir tercampur pipeline. Oslo, Norway
bisa meningkatkan perolehan secara signifikan, Jarrel , M.P. et al. 2002. Practical Aspects of CO2
namun masih belum sebaik injeksi tercampur. Flooding. SPE. Houston, Texas.
PT Elnusa Drilling Services. 2012. Final Well Report
VI. KESIMPULAN Sumur “J”.
Gunter, W.D. 2014. Personal correspondences
Dalam percobaan laboratorium dengan Satoh, Tohru. 2014. JAPEX Research Center. Personal
data lapangan X, diperoleh beberapa hal penting: correspondences.
• Sampel core yang dipakai memiliki porositas Enviro Energy.2008. Recommended practices for
rata-rata 15% dan permeabilitas rata-rata 30 CO2 pilot test in China. Alberta, Canada.
md. Podgurny, Dave et al. 2014.Alberta Research Council.
• Tekanan tercampur minimum (MMP) rata- Personal correspondences.
rata dari sampel core sebesar 1391 Psi. Asikin, Ariesty. 2013. Preliminary geologic study on
• Dari hasil percobaan core flooding, injeksi feasibility of CO2 injection in field “G”. Teknik
tercampur (miscible) akan memberikan Geofisika ITB. Bandung, Indonesia.
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 103-110
110
Estimasi Tekanan Tercampur Minimum Melalui Pengukuran Tegangan Antar
Muka Menggunakan Metode Pendant Drop
Abstrak
Penentuan tekanan tercampur minimum (TTM) merupakan faktor penting dalam perencanaan injeksi
gas CO2 untuk mendapatkan perolehan minyak yang maksimum dari suatu lapangan atau reservoir. Slim
tube test merupakan suatu metode untuk menentukan TTM yang telah diakui oleh industri. Namun demikian,
terdapat beberapa kekurangan dalam menggunakan metode ini antara lain membutuhkan waktu yang lama dan
memerlukan banyak sampel untuk mendapatkan nilai TTM yang diinginkan.
Studi ini bertujuan untuk memperkirakan TTM melalui pengukuran tegangan antar muka atau
interfacial tension (IFT) menggunakan metode pendant drop. Metode ini membutuhkan waktu yang relatif
lebih cepat dan memerlukan sampel yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan metode slim tube test. Studi
ini menggunakan dua sampel minyak yaitu Sampel A dan Sampel B dimana Sampel A mempunyai API gravity
lebih tinggi dari Sampel B.
Hasil studi menunjukkan bahwa TTM yang diperoleh adalah sebesar 1611 psia pada temperatur 60oC
dan sebesar 1777 psia pada temperatur 66oC untuk Sampel A. Sedangkan untuk Sampel B TTM yang dihasilkan
adalah sebesar 1918 psia dan 2072 psia masing-masing pada temperatur yang sama seperti digunakan pada
Sampel A. Besaran API gravity sangat berpengaruh terhadap besaran TTM yang dihasilkan. Semakin tinggi
API gravity maka semakin rendah TTM dan begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini, API gravity yang tinggi
menyebabkan CO2 lebih mudah terlarut dan tercampur dengan minyak. Perkiraan TTM melalui pengukuran
tegangan antar muka menggunakan metode pendant drop sangat menguntungkan untuk dilakukan karena
dapat menghemat waktu, sampel, dan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan harga TTM.
Kata kunci: Tekanan tercampur minimum, CO2, pendant drop, tegangan antar muka.
Abstract
Minimum miscibility pressure (MMP) determination is an important factor for a successful CO2
injection plan in order to obtain maximum oil recovery from a field or reservoir. The method of slim tube test
has been used and well accepted by industry for determining the MMP. However, the method still has some
limitations in nature; for example it requires much time and samples to obtain the required MMP.
This study is aimed to estimate the MMP through an interfacial tension (IFT) test by using the method
of pendant drop. The method is relatively quicker and requires less samples compared to those required by the
slim tube test. In this study, two samples were used namely Sample A and Sample B where Sample A has higher
API gravity.
The result shows that the MMP for Sample A was obtained as 1611 psia and 1777 psia at the
temperature of 60oC and 66oC, respectively. Meanwhile, for Sample B it was obtained as 1918 psia and
2072 psia for the same temperatures used for Sample A, respectively. The API gravity affects the MMP
significantly. The higher the API gravity the lower the MMP and vice versa. In this case, the API gravity
makes the CO2 to dissolve and be miscible with oil more easily. The estimation of MMP through an interfacial
tension test using pendant drop method provides advantages because it saves time, use less samples, and
requires less cost.
Keywords: Minimum miscibility pressure, CO2, pendant drop, interfacial tension test.
111
JTMGB, Vol. 11 No. 2 Agustus 2016: 111-118
112
sangat berpengaruh terhadap TTM. Harga API tersebut tidak dapat digunakan untuk menentukan
gravity yang tinggi pada suatu sampel minyak TTM dari sampel minyak yang digunakan. Plot
menggambarkan jumlah komponen ringan yang tegangan antar muka antara CO2 dan minyak
tinggi yang terkandung di dalam sampel minyak terhadap tekanan yang diperoleh dari eksperimen
tersebut. Keadaan ini menyebabkan gas CO2 lebih ini sesuai dengan pola yang pernah dikemukakan
mudah untuk tercampur dengan sampel minyak. oleh Jessen dan Orr Jr (2008). Mereka
Sebaliknya, harga API gravity suatu sampel menyebutkan bahwa jika tekanan meningkat
minyak memberikan informasi jumlah komponen maka pada suatu harga tekanan tertentu plot
berat yang tinggi yang terkandung di dalam tegangan antar muka terhadap tekanan akan
sampel minyak tersebut. Jumlah komponen berat menyimpang atau mengalami deviasi dari trend
dapat pula dilihat dari berat molekul heptana plus data pada harga tekanan yang lebih rendah.
untuk masing-masing sampel minyak. Semakin Setelah titik data penyimpangan maka penurunan
banyak komponen berat yang terkandung dalam tegangan antar muka selanjutnya menjadi
sampel minyak akan menyebabkan semakin relatif lebih kecil (ditunjukkan oleh perubahan
tinggi tekanan yang diperlukan agar CO2 bisa kemiringan kurva menjadi lebih kecil) walaupun
tercampur di dalam sampel minyak tersebut. tekanan tetap ditingkatkan.
Argumentasi ini bersesuaian dengan apa yang Penurunan tegangan antar muka antara
pernah dikemukakan oleh Mungan (1981). CO2 dan minyak pada saat awal terjadi secara
Mungan menyebutkan bahwa berat molekul drastis dan fenomena ini diakibatkan oleh
minyak dapat mempengaruhi besaran TTM hasil keadaan di mana CO2 terlarut secara perlahan ke
pengukuran di laboratorium. dalam minyak. Ketika tekanan dinaikkan secara
Sesuai dengan keadaan di lapangan, kontinyu maka harga densitas gas CO2 akan
eksperimen dalam studi ini menggunakan mendekati harga densitas minyak. Jika perbedaan
dua harga temperatur yaitu 60oC dan 66oC. densitas antara kedua fluida semakin kecil maka
Temperatur yang tinggi mengakibatkan CO2 tegangan antar muka kedua fluida tersebut akan
lebih sulit untuk terlarut atau tercampur ke dalam semakin kecil pula. Namun demikian, keadaan
sampel minyak. Agar bisa terlarut atau tercampur tercampur (miscible) tidak dapat langsung terjadi
maka diperlukan tekanan, yaitu TTM, yang lebih dalam eksperimen ini. Hal ini disebabkan oleh
besar. Kenaikan temperatur yang mengakibatkan karena masih ada komponen berat yang tertinggal
meningkatnya TTM tersebut dapat dilihat pada di dalam minyak. Hal inilah yang menyebabkan
Gambar 2 dan 3 ataupun Gambar 4 dan 5. Untuk nilai tegangan antar muka hasil eksperimen tidak
Sampel Minyak A, kenaikan temperatur 6oC dapat mencapai nol. Agar diperoleh nilai tegangan
meningkatkan TTM sebesar 166 psia. Sementara antar muka sama dengan nol perlu dilakukan
itu untuk Sample Minyak B kenaikan temperatur teknik ekstrapolasi dari plot yang diperoleh.
6oC meningkatkan TTM sebesar 154 psia. Efek
dari kenaikan temperatur terhadap TTM juga V. KESIMPULAN
telah dilaporkan sebelumnya oleh Yellig dan
Metcalfe (1980). Kesimpulan dari studi ini dapat dijabarkan
Perkiraan TTM melalui pengukuran sebagai berikut:
tegangan antar muka menggunakan metode 1. Perkiraan TTM melalui pengukuran
pendant drop relatif lebih cepat dan sederhana. tegangan antar muka antara CO2 dan minyak
Seperti terlihat pada Gambar 2, 3, 4, dan Gambar menggunakan metode pendant drop telah
5, TTM dapat diperkirakan dari plot antara berhasil dilakukan dalam studi ini.
tegangan antar muka antara CO2 dan minyak 2. Tegangan antar muka antara CO2 dan minyak
terhadap tekanan. Harga TTM dapat ditentukan tidak dapat mencapai harga nol atau kondisi
pada saat IFT sama dengan nol. Penarikan garis tercampur tidak dapat terjadi pada eksperimen
ekstrapolasi harus dilakukan pada saat sebelum dalam studi ini. Namun demikian, perkiraan
terjadinya deviasi data (ditunjukkan oleh garis TTM dapat dilakukan dengan melakukan
tebal) pada gambar-gambar tersebut. Pada daerah ekstrapolasi data. Ekstrapolasi tersebut
di mana telah terjadi deviasi data (ditunjukkan harus dilakukan sebelum terjadi deviasi atau
oleh garis putus-putus) pada gambar-gambar penyimpangan data.
Estimasi Tekanan Tercampur Minimum Melalui Pengukuran Tegangan Antar Muka Menggunakan Metode
Pendant Drop (Muslim dan A.K. Permadi) 115
LAMPIRAN
Ucapan terima kasih kepada para Mitra Bestari yang telah mengevaluasi, mereview dan
memberikan saran perbaikan tulisan-tulisan yang dimuat di majalah Jurnal Teknologi Minyak dan
Gas Bumi (JTMGB) edisi penerbitan Volume 11 Nomor 2, Agustus 2016.
A K
adaptive neuro fuzzy inference system (ANFIS) karbon dioksida 103, 104, 105, 106, 108
47, 48, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57 koefisien gesek 1, 2, 3, 4, 5
artificial intelegence 47, 48 korelasi 23, 29, 31, 32, 37, 38, 39, 40, 42, 43, 44
B L
Buckling 1, 2, 5 Laju Alir Produksi 17, 18, 20, 21
C M
carbon dioxide 67, 68, 103, 115 Minimum miscibility pressure 37, 44, 103, 104,
CBM 65, 66, 67, 69, 75, 76, 77, 81, 82, 86 106, 109, 111, 115
CO2 27, 33, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, miscible injection 103, 109
67, 68, 88, 103, 104, 105, 106, 108, 109, 111, 112, MMP 103, 104, 105, 106, 107, 108, 109, 111, 115
113, 114, 115, 117 model geomekanik 47
computerized model 7, 8 model komputerisasi 7
correlation 21, 23, 37, 44 model Palmer and Mansoori 23, 25, 27, 29
D N
design hydraulic fracturing 47, 76 numerical simulation 37
Drag 1, 2, 3, 4, 5, 6
Drilling with casing 1, 2, 5, 6 O
Optimisasi 7, 9, 12, 13, 15
E Optimization 7, 8, 15, 16, 44
EOR 103, 104, 115
equation of state 37, 40 P
Palmer and Mansoori model 23, 27
F pendant drop 111, 112, 114
Friction factor 1 perekahan hidrolik 7, 8, 9, 11, 12, 14, 15, 65, 66
persamaan keadaan 37, 38, 39, 40, 42, 44
G Production Rate 17
geomechanics models 48 Proppant 65, 66, 67, 72, 73, 74, 75, 77, 78, 79,
80, 81, 82, 87, 88
H
half fracture length 85 R
hydraulic fracturing 7, 8, 16, 47, 48, 49, 51, 53, rasio perubahan permeabilitas 23, 25, 29, 30, 31, 32
55, 56, 65, 66, 69, 70, 71, 74, 75, 76, 77, 80, 81, ratio of permeability change 23
82, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 101 rekahan vertikal 7, 10
hydraulic fracturing spacing 85, 101
S
I shale gas 85, 86, 87, 88, 89, 90, 93, 94, 99, 101,
immiscible injection 103 102
injection falloff test 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, shear sonic 47, 48, 49, 51, 52, 55, 56
33, 34, 35 simulasi numerik 25, 37, 38, 39, 40, 42, 43
injeksi tak bercampur 103, 104 software 7, 8, 13, 15, 26, 28
injeksi tercampur 103, 104, 105, 107, 109 stress-dependent permeability 23, 24, 25, 26, 27,
interfacial tension test 111, 112 28, 32
T
tegangan antar muka 111, 112, 113, 114, 115, 117
Tekanan tercampur minimum 37, 38, 44, 109,
111, 112
Torque 1, 5, 6
Torsi 1, 2, 4, 5
V
vertical fract 8, 16
W
Water Coning 17, 18, 20, 21
JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
PEDOMAN PENULISAN
Naskah makalah ilmiah (selanjutnya disebut ”Naskah”) untuk publikasi di Jurnal Teknologi Minyak
dan Gas Bumi (JTMGB) dapat berupa artikel hasil penelitian atau artikel ulas balik/tinjauan (review) tentang
minyak dan gas bumi, baik sains maupun terapan. Naskah belum pernah dipublikasikan atau tidak sedang
diajukan pada majalah/jurnal lain.
Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris sesuai kaidah masing-masing bahasa yang
digunakan. Naskah harus selalu dilengkapi dengan Abstrak dalam Bahasa Indonesia dan Abstract dalam Bahasa
Inggris. Naskah yang isi dan formatnya tidak sesuai dengan pedoman penulisan JTMGB akan dikembalikan ke
penulis oleh redaksi untuk diperbaiki.
FORMAT
Umum. Seluruh bagian dari naskah termasuk judul abstrak, judul tabel dan gambar, catatan kaki, dan daftar
acuan diketik satu setengah spasi pada electronic-file dan print-out dalam kertas HVS ukuran A4. Pengetikan
dilakukan dengan menggunakan huruf (font) Times New Roman berukuran 12 point.
Setiap halaman diberi nomor secara berurutan termasuk halaman gambar dan tabel. Hasil penelitian atau ulas
balik/tinjauan ditulis minimum 5 halaman dan maksimum sebanyak 15 halaman, di luar gambar dan tabel.
Selanjutnya susunan naskah dibuat sebagai berikut:
Judul. Pada halaman judul tuliskan judul, nama setiap penulis, nama dan alamat institusi masing-masing
penulis, dan catatan kaki, yang berisikan terhadap siapa korespondensi harus ditujukan termasuk nomor
telepon dan faks serta alamat e-mail jika ada.
Abstrak. Abstrak/abstract ditulis dalam dua bahasa yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Abstrak
berisi ringkasan pokok bahasan lengkap dari keseluruhan naskah tanpa harus memberikan keterangan terlalu
terperinci dari setiap bab. Abstrak tulisan bahasa Indonesia paling banyak terdiri dari 250 kata, sedangkan
tulisan dengan bahasa Inggris maksimal 200 kata. Kata kunci/keywords ditulis di bawah abstrak/abstract dan
terdiri atas tiga hingga lima kata.
Pendahuluan. Bab ini harus memberikan latar belakang yang mencukupi sehingga pembaca dapat memahami
dan dapat mengevaluasi hasil yang dicapai dari penelitian yang dilaksanakan tanpa harus membaca sendiri
publikasi-publikasi sebelumnya, yang berhubungan dengan topik yang bersangkutan.
Permasalahan. Bab ini menjelaskan permasalahan yang akan dilakukan penelitian ataupun kajian.
Metodologi. Berisi materi yang membahas metodologi yang dipergunakan dalam menyesaikan permasalahan
melalui penelitan atau kajian.
Hasil dan Analisis. Hanya berisi hasil-hasil penelitian baik yang disajikan dengan tulisan, tabel, maupun
gambar. Hindarkan penggunaan grafik secara berlebihan bila dapat disajikan dengan tulisan secara singkat.
Batasi penggunaan foto, sajikan yang benar-benar mewakili hasil penemuan. Beri nomor gambar dan tabel
secara berurutan. Semua gambar dan tabel yang disajikan harus diacu dalam tulisan.
Pembahasan atau Diskusi. Berisi interpretasi dari hasil penelitian yang diperoleh dan pembahasan yang
dikaitkan dengan hasil-hasil yang pernah dilaporkan.
Kesimpulan dan Saran. Berisi kesimpulan dan saran dari isi yang dikandung dalam tulisan. Kesimpulan atau
saran tidak boleh diberi penomoran.
Ucapan Terima Kasih. Bila diperlukan dapat digunakan untuk menyebutkan sumber dana penelitian dan
untuk memberikan penghargaan kepada beberapa institusi atau orang yang membantu dalam pelaksanaan
penelitian dan atau penulisan laporan.
JURNAL TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
PEDOMAN PENULISAN DAFTAR PUSTAKA
Acuan.
Acuan ditulis dan disusun menurut abjad. Beberapa contoh penulisan sumber acuan:
Jurnal
Hurst, W., 1934. Unsteady Flow of Fluids in Oil Reservoirs. Physics (Jan. 1934) 5, 20.
Buku
Abramowitz, M and Stegun, I.A., 1972. Handbook of Mathematical Functions. Dover Publications,
Inc., New York.
Bab dalam Buku
Costa, J.E., 1984. Physical geomorphology of debris flow. Di dalam: Costa, J.E. & Fleischer, P.J.
(eds), Developments and Applications of Geomorphology, Springer-Verlag, Berlin, h.268-317.
Abstrak
Barberi, F., Bigioggero, B., Boriani, A., Cavallini, A., Cioni, R., Eva, C., Gelmini, R., Giorgetti, F.,
Iaccarino, S., Innocenti, F., Marinelli, G., Scotti, A., Slejko, D., Sudradjat, A., dan Villa, A., 1983.
Magmatic evolution and structural meaning of the island of Sumbawa, Indonesia-Tambora volcano,
island of Sumbawa, Indonesia. Abstract 18th IUGG I, Symposium 01, h.48-49.
Peta
Simandjuntak, T.O., Surono, Gafoer, S., dan Amin, T.C., 1991. Geologi Lembar Muarabungo, Sumatera.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Prosiding
Marhaendrajana, T. and Blasingame, T.A., 1997. Rigorous and Semi-Rigorous Approaches for the Evaluation
of Average Reservoir Pressure from Pressure Transient Tests. paper SPE 38725 presented at the SPE
Annual Technical Conference and Exhibition, San Antonio, Oct. 5–8.
Skripsi/Tesis/Disertasi
Marhaendrajana, T., 2000. Modeling and Analysis of Flow Behavior in Single and Multiwell Bound ed
Reservoir. PhD dissertation, Texas A&M University, College Station, TX.
Informasi dari Internet
Cantrell, C., 2006. Sri Lankan’s tsunami drive blossom: Local man’s effort keeps on giving. Http://
www.boston.com/news/local/articles/2006/01/26/sri_lankans_tsunami_drive_blossoms/[26 Jan 2006]
Software
ECLIPSE 100 (software), GeoQuest Reservoir Technologies, Abbingdon, UK, 1997.
PENGIRIMAN
Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk
(CD) yang harus disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama
dokumen. Naskah akan dikembalikan untuk diperbaiki jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar
dikirimkan kepada:
Redaksi Jurnal Teknologi Minyak dan Gas Bumi
d.a. Patra Office Tower Lt. 1 Ruang 1C
Jln. Jend. Gatot Subroto Kav. 32-34
Jakarta 12950 – Indonesia
Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi
(corresponding author) yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk
surat-menyurat, nomor telepon dan faks, serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis
korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah
juga sudah harus diketahui dan disetujui oleh salah satu penulis dan atau seluruh anggota penulis dengan
pernyataan secara tertulis.
ISSN 021664101-2
ISSN 0216-6410
9 7 7 0 2 1 6 6 4 1 0 1 4