Anda di halaman 1dari 109

Jur

usanTekni
kMesinFakul
tasTeknik
Uni
versi
tasSul
tanAgengTi
rtayasa
.
FLYWHEEL Vol.I No.1, April 2015

JURNAL TEKNIK MESIN UNTIRTA ISSN 2407-7852

Diterbitkan Oleh : PENGANTAR REDAKSI


Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Cilegon Banten
Assalamualaikum Wr.Wb
Penanggung Jawab: Alhamdulillah Segala Puji Milik Allah SWT,
Ketua Jurusan Teknik Mesin
Hanya dengan izin-Nya akhirnya Flywheel
Redaktur : Jurnal Teknik Mesin Untirta Volume I Nomor 1
Dhimas Satria, M.Eng
hadir di hadapan pembaca.
Editor : Jurnal ini adalah wadah untuk publikasi yang
Dwinanto, M.T berkaitan dengan keilmuan dan
Iman Saefuloh, M.Eng
penerapanTeknik Mesin.
Desain Grafis : Semoga jurnal ini dapat memberikan
Haryadi, M.T.
Mohd. Fawaid, M.T sumbangsih keilmuan bagi pembacanya.

Penyunting Ahli :
Alfirano, Ph.D Terimakasih dan Selamat Membaca
Hadi Wahyudi, Ph.D
Dr.Eng Agung Sudrajad, M.Eng
Dr. Alimuddin CIlegon, April 2015
Dr.Eng A. Ali Alhamidi Redaksi

Keskretariatan :
Erny Listijorini, M.T
Irni Yuanita, AMd

Mitra Bebestari :
Ir. M. Waziz Wildan, M.Sc., Ph.D (UGM)
Dr. I Ketut Gede Sugita (Udayana)
Prof. Dr. Kuncoro Diharjo (UNS)
Dr. Diah K. Pratiwi (Unsri)
Dr. Rianti D.S.A. (Universitas Trisakti)

Alamat Redaksi :
Jl. Jend. Sudirman Km.3
Cilegon 42435
Telp : (0254) 395502
Email : jurnal-mesin@ft-untirta.ac.id
DAFTAR ISI

ANALISA RESISTANCE, TRACTIVE EFFORT DAN GAYA SENTRIFUGAL PADA KERETA API TAKSAKA DI
TIKUNGAN KARANGGANDUL
18
Jean Mario Valentino
STUDI SIFAT MEKANIK KOMPOSIT HIBRID EPOKSI /SERBUK KULIT TELUR AYAM BURAS/SERAT GELAS
9 13
Heribertus Sukarja
Analisis Keselamatan transportasi Penyeberangan Laut dan antisipasi terhadap kecelakaan kapal di
merak-bakauheni
14 21
Danny Faturachman, Muswar Muslim, Agung Sudrajad
PENILAIAN KINERJA KUALITAS PERUSAHAAN MANUFAKTUR PT. YUASA BATTERY INDONESIA DENGAN
METODE BALANCE SCORECARD
22 29
Arif Krisbudiman
PENGUJIAN PERFORMA PROTOTIPE ALAT PEMINDAH MASAKAN DENGAN KAPASITAS 10 LITER
Yeny Pusvyta 30 37
ALAT PIROLISIS TEMPURUNG KELAPA SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET BIOMASSA
NK. Caturwati, Endang Suhendi, Eko Prasetyo 38 45
PEMANFAATAN LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI PAPAN KOMPOSIT DENGAN
VARIASI PANJANG SERAT
Rina Lusiani, Sunardi, Yogie Ardiansah 46 54
DISTRIBUSI TEMPERATUR AREA PEMOTONGAN PADA PROSES DRAY MACHINING BAJA AISI 1045
55 59
Slamet Wiyono, Rina Lusiani, Ari Wibowo
ANALISA UNJUK KERJA MESIN DIESEL KAPASITAS 132cc PADA PROTOTIPE CULA SATU UNTIRTA
Imron Rosyadi, Agung Sudrajat, Teguh Perkasa Alam 60 65
ANALISA THERMAL GRAVIMETRIC ANALYSIS BAHAN BAKAR EMULSI AIR
66 70
Agung Sudrajad, Ipick Setiawan, Achmad Faisal
ANALISA KEBISINGAN ALAT PRAKTIKUM KOMPRESOR TORAK PADA LABORATORIUM PRESTASI MESIN
Ipick Setiawan, Agung Sudrajad, Mohammad Auriga 71 75
PENGUJIAN BIO MEKANIK ILIZAROV EXTERNAL FIXATION
76 89
Erwin, Ahmad Taufik
VARIASI CAMPURAN FLY ASH BATUBARA UNTUK MATERIAL KOMPOSIT 90 102
Sunardi, Moh. Fawaid, Fikri Rasyid Noor M

i
Volume I Nomor 1, April 2015 (Jean Mario Valentino)

ANALISA RESISTANCE, TRACTIVE EFFORT DAN GAYA SENTRIFUGAL PADA


KERETA API TAKSAKA DI TIKUNGAN KARANGGANDUL

Jean Mario Valentino*


*Perekayasa Pertama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung Teknologi II lantai 3, Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan
*Email : jean.mario@bppt.go.id

Abstrak
Penggunaan sarana transportasi kereta di atas rel yang terpisah dari interaksi moda angkutan
darat lain memungkinkan kereta beroperasi dengan kecepatan tinggi. Namun, pengaturan
kecepatan operasi kereta perlu dilakukan, mengingat gaya dan momen yang bekerja pada
kereta beserta sifatnya ,akan mempengaruhi stabilitas, keamanan dan kenyamanan kereta.
Metode untuk mendapatkan kecepatan operasi yang aman dilakukan perhitungan dan analisa
mengenai train resistance, tractive effort, gaya sentrifugal dan momen guling kereta dengan
menggunakan data kereta api Taksaka yang berjalan dengan kecepatan 60 km/jam pada jalur
Purwokerto Bumiayu dimana terdapat lintasan lengkung dengan radius sebesar 300 m. Dari
hasil analisa didapatkan grafik karakterisktik Tractive Effort vs Resistance terlihat kecepatan
optimal adalah pada kecepatan 70-80 km/jam. Dari grafik gaya sentrifugal didapatkan titik
kritis terjadi pada kecepatan sekitar 90 km/jam, dengan peninggian rel setinggi 0,15 m maka
kereta api Taksaka pada kecepatan maksimal 60 km/jam adalah aman (tidak terguling) dan
layak untuk beroperasi di lintasan lengkung tersebut.

Kata kunci: Train Resistance, Tractive Effort, gaya sentrifugal, momen guling

1. PENDAHULUAN
Kereta api Taksaka adalah kereta api eksekutif yang dioperasikan oleh PT. KAI (persero) untuk
melayani koridor Yogyakarta Jakarta dan sebaliknya. Rute yang dilalui sepanjang 517 km dan
ditempuh dalam waktu kurang lebih 7 jam. Rangkaian KA Taksaka terdiri atas 1 lokomotif seri CC
203 dan 8 kereta kelas eksekutif K1 dan memiliki kapasitas sebanyak 416 tempat duduk.
Lokomotif CC 203 diproduksi oleh General Electric Ltd. Untuk kereta penumpang, Kereta api
Taksaka menggunakan kereta K1 buatan PT. INKA Madiun.

1.1. Data Spesifikasi Kereta Api Taksaka


Pada Tabel 1. berikut merupakan spesifikasi kereta api Taksaka yang akan dianalisa melalui
perhitungan matematis:

Tabel 1. Spesifikasi Kereta Api Taksaka


Properties Jumlah Satuan
Axle Load lokomotif CC 203 (6
axle) 14 ton
Berat lokomotif CC 203 (ready) 84 ton
Berat kereta K1 (kosong) 36 ton
Jumlah pnp per set (penuh) 416 pnp
Berat pnp per set (+ - 70 kg/pnp) 29,12 ton
Berat pnp per kereta K1 3,64 ton
Berat kereta K1 (isi) 39,64 ton
Jumlah kereta per set 8 kereta
Berat kereta restorasi & pembangkit 72 ton
Berat kereta keseluruhan 1 set 473,12 ton
Panjang lokomotif 15214 mm
Panjang kereta K1 20920 mm

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 1
Volume I Nomor 1, April 2015 (Jean Mario Valentino)

Panjang kereta api per set 182574 mm


Tinggi kereta 3637 mm
Daya Lokomotif 2000 hp
Sumber: Hartono AS

1.2. Data Jalur Rel Purwokerto Karanggandul


Data jalan rel yang digunakan pada penelitian ini adalah pada lintas Jalur Selatan Jawa, sebagai
sampel penelitian diambil lintas Purwokerto Karanggandul. Lintas ini menghubungkan stasiun
Purwokerto dengan stasiun Karanggandul yang berjarak 6,86 km. Pada area sekitar stasiun
Karanggandul, terdapat lintasan lengkung dengan radius 300 m. Alasan pemilihan lintasan ini
adalah pernah terjadi kecelakaan kereta pengangkut BBM anjlok menjelang emplasemen
Karanggaandul Purwokerto (dari arah Stasiun Purwokerto) pada tanggal 10 Juli 2005 di lokasi
tersebut (REPORT KNKT/KA.05.08/05.05.020). Berikut adalah tabel dan gambaran kondisi jalan
rel di Karanggandul:

Tabel 2. Data Jalan Rel


Data Jalan Rel
Jenis Rel R 42
Bantalan Kayu
Lengkungan / Radius 300 m
Penambat Pandrol Clip
Ballast Kricak Penuh
Kelandaian 10,7
sumber : Report KNKT/KA.05.08/05.05.020

Gambar 1. Lokasi Lengkung Menjelang Emplasemen Karanggandul


Sumber: google map

2. METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan perhitungan analitis resistance, tractive effort, gaya
sentrifugal, momen guling, momen stabilisator dan superelevation dengan input data dari tabel 1
dan input variasi kecepatan mulai dari 0 km/jam (berhenti) sampai dengan 120 km/jam hingga
didapatkan grafik tractive effort dan grafik gaya sentrifugal dan momen guling.

2.1. Resistance
Resistance atau hambatan pada kereta api adalah kombinasi gaya yang bekerja melawan
gerakan kereta api. Hambatan yang paling diperhitungkan pada umumnya yaitu Rolling resistance
(Rr), Gradient resistance (Rg) dan Curvature resistance (Rc), sehingga hambatan total dalam
kereta api atau Total Train Resistance (Rt) adalah:
Rt = Rr + Rg +Rc (kg/ton) (1)

ISSN 2407-7852
2
Volume I Nomor 1, April 2015 (Jean Mario Valentino)

2.1.1. Rolling Resistance


Rolling Resistance atau hambatan gelinding adalah hambatan yang terjadi antara roda kereta
dengan permukaan rel. Secara empiris, hambatan gelinding dan hambatan udara pada kereta
Taksaka dapat dihitung melalui persamaan W.J. Davis sebagai berikut:
( ) (2)
dimana,
( ) = resistance due to rolling and air
= resistance due to rolling, track and axle
AV = Flange resistance
= air resistance
w = weight of axle (ton)
n = number of axles
V= speed (km/hour)
Untuk ( ) Lokomotif CC 203 Parameter data empiris Davis Equation yang digunakan
pada yaitu:
A = 0,0085 (for trains and passenger)
B = 0,0045 (relative)
C = 11,20 (for train of 100 ton weight and more)
Untuk ( ) kereta K1 eksekutif, maka parameter data empiris Davis equation yang
digunakan yaitu:
A = 0,0085 (for trains and passenger)
B = 0,0007 (for passenger)
C = 9,75 (for train of 50 ton weight)
2.1.2 Curve Resistance
Curve Resistance atau hambatan pada lengkungan pada rel terjadi pada waktu kereta api melalui
jalan rel tikungan atau lengkungan, dan ditambah pula gesekan antara roda dengan rel karena roda
dipaksa berbelok oleh rel. Hambatan pada lengkungan dinyatakan sebagai berikut:
( ) (3)
dimana,
G = berat lokomotif ditambah berat rangkaian (ton)
wK = hambatan tikungan spesifik (kg/ton), yang didapat dari:
(4)
2.1.3. Gradient Resistance
Gradient resistance adalah hambatan ketika kereta melalui jalan yang menanjak, sehingga gaya
tarik pada lokomotif akan digunakan untuk melawan gaya gravitasi.
(5)
Maka gradient resistance adalah kelandaian () berat kereta, Kelandaian yang digunakan
pada penelitian ini adalah pada kelandaian pada sekitar emplasemen Stasiun Karanggandul, yaitu
10,7 .
2.1.5. Total Train Resistance
Total train resistance adalah hambatan total yang terjadi pada kereta saat berjalan yang
didapatkan dari penjumlahan resistance yang ada. Total train resistance yang terjadi menggunakan
persamaan (1) diatas, Sehingga didapatkan Train Resistance (Rt) dengan variasi kecepatan 0 km/h
(berhenti) sampai dengan kecepatan maksimum 120 km/h.

2.2. Analisa Tractive Effort


Tractive force atau tractive effort (Te) adalah gaya tarik yang dibangkitkan oleh lokomotif untuk
menggerakkan kereta atau jumlah gaya pada roda yang tersedia untuk menggerakkan kereta. Gaya
ini terjadi apabila ada beban pada kendaraan dan koefisien gesek antara roda dengan jalan rel.
Tractive force dapat dirumuskan sebagai berikut:
( )
(6)

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 3
Volume I Nomor 1, April 2015 (Jean Mario Valentino)

Persamaan (6) diatas menggambarkan kondisi tractive force ideal. Akan tetapi daya yang
diteruskan dari motor ke roda penggerak melalui transmisi elektrik maupun hidrolik pasti terjadi
rugi-rugi, maka perlu digunakan faktor efisiensi (). Apabila ditambahkan faktor efisiensi sebesar
80-85%, maka tractive effort dapat diketahui dan dapat dibandingkan dengan total resistance pada
setiap variasi kecepatan.
Ketika lokomotif mulai bergerak untuk menarik rangkaian kereta, momen putar pada roda
penggerak yang akan menghasilkan tractive force dibatasi oleh gaya gesek antara roda dengan rel,
bukan oleh daya lokomotif. Koefisien ini disebut sebagai koefisien adhesi, dan gaya tarik yang
dihasilkan disebut gaya tarik adhesi. Besarnya gaya tarik adhesi dapat dihitung sebagai berikut:
(7)
dimana,
Fa = gaya tarik adhesi
f= = koefisien adhesi
N = berat adhesi

Untuk dry rail:


Untuk wet rail: : (8)

Saat kondisi wet rail, maka koefisien adhesi lebih rendah daripada kondisi dry rail. Untuk
menghindari lokomotif selip pada waktu start atau melalui tanjakan, sering diambil f=0,19 atau 19
% sebagai dasar perhitungan, atau dapat pula menggunakan dasar perhitungan pada tabel 3
dibawah:
Tabel 3. Koefisien Adhesi Vs Kondisi Permukaan Jalan

Sumber : Iwnicky

2.3. Gaya Sentrifugal


Pada saat kereta bergerak dalam lintasan melengkung dengan radius putar tertentu, terdapat
salah satu gaya yang bekerja pada kereta berupa gaya sentrifugal. Berikut merupakan skema
sederhana yang menggambarkan gaya sentrifugal yang bekerja pada kereta.

Gambar 2. Skema Kondisi Kereta pada Lintasan Melingkar


Sumber: Suryo Hapsoro
Untuk analisa pada kondisi ini dihitung melalui persamaan sebagai berikut.
C= (9)
G = m.g (10)

ISSN 2407-7852
4
Volume I Nomor 1, April 2015 (Jean Mario Valentino)

2.4. Momen Guling


Gaya sentrifugal bekerja pada titik berat (Center of Gravity) dari kereta api, dan arahnya menuju
keluar lengkungan meninggalkan titik pusat. Apabila tinggi titik berat kereta yang diukur dari rel
adalah sebesar z, maka berlaku momen penggulingan:
(11)
dimana,
MG = Momen Guling (N)
z = tinggi titik berat (m)

2.5. Momen Stabilisator


Momen stabilisator berfungsi untuk meniadakan atau menetralisir momen guling, dengan syarat
momen stabilisator ini harus lebih besar dan arahnya berlawanan dari momen guling:
(12)
dimana,
MS = Momen Stabilisator (N)
b = lebar gauge (m), di Indonesia 1,067 m
Ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi, yaitu:
1. MG < MS : Kereta tidak terguling
2. MG > MS : Kereta pasti terguling
3. MG = MS : Titik kritis, dimana tercapai saat akan terjadi penggulingan

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1. Analisa Tractive Effort
Dengan asumsi kondisi wet rail untuk kereta api Taksaka yang melintas pada jalur Purwokerto
Karanggandul maka apabila menggunakan persamaan (7) dan (8) akan didapatkan gaya tarik
adhesi sebesar 85161 kg. Gaya tarik adhesi ini nantinya akan menjadi batas atas dari grafik
tractive effort (gambar 3). Dari grafik tersebut, terlihat bahwa pada kecepatan 0 km/jam (diam),
tractive effort dibatasi oleh adhesion limit. Ketika kereta mulai berjalan, kurva tractive effort akan
semakin kecil dan kurva resistance akan semakin besar, sehingga akan terjadi titik temu antara
kurva tersebut. Titik temu tersebut adalah kecepatan optimal dari kereta api. Dari grafik terlihat
kecepatan optimum pada 60-70 km/jam.
Bila total resistance lebih kecil daripada tractive force, maka kereta akan mengalami
percepatan. Apabila kereta dalam keadaan berhenti maka kereta dapat berjalan. Ketika total
resistance yang terjadi sama dengan tractive force, maka tidak terjadi percepatan, dalam hal ini
apabila kereta sudah berjalan maka tidak terjadi percepatan, dan apabila kereta dalam keadaan
berhenti maka kereta tidak kuat untuk berjalan. Sedangkan ketika total resistance lebih besar
daripada tractive force, maka akan terjadi perlambatan atau deselerasi dan kereta kemudian akan
berhenti.

Tabel 4. Tabel Resistance vs Tractive Effort dengan Variasi Kecepatan


R R R R
Kecepatan R Total Tractive
vehicle Lokomotif Gradient Curve
(km/h) (kg) effort (kg)
(kg/ton) (kg/ton) (kg/ton) (kg/ton)
0 2,55 0,26 5,06 1,43 2388,47 85161
10 2,66 0,86 5,06 1,43 2777,6 44000
20 2,84 1,83 5,06 1,43 3395,63 22000
30 3,09 3,15 5,06 1,43 4242,56 14667
40 3,4 4,83 5,06 1,43 5318,39 11000
50 3,78 6,86 5,06 1,43 6623,12 8800
60 4,23 9,26 5,06 1,43 8156,75 7333
70 4,74 12,01 5,06 1,43 9919,28 6286
80 5,32 15,11 5,06 1,43 11910,71 5500
90 5,97 18,58 5,06 1,43 14131,04 4889

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 5
Volume I Nomor 1, April 2015 (Jean Mario Valentino)

100 6,68 22,4 5,06 1,43 16580,27 4400


110 7,46 26,58 5,06 1,43 19258,4 4000
120 8,31 31,11 5,06 1,43 22165,43 3667

Tractive Effort
(kg) Grafik Tractive Effort
90000
Adhesion Limit
80000
70000
60000
50000 Resistance
40000
30000 Tractive
20000 effort
10000
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
Kecepatan (km/jam)
Gambar 3. Grafik Tractive Effort Kereta Api Taksaka

3.2. Analisa Gaya Sentrifugal dan Penggulingan pada Kereta


Tabel (5) menghitung gaya sentrifugal (menggunakan persamaan 9), momen guling
(menggunakan persamaan 11) dan momen stabilisator (menggunakan persamaan 12) dengan
variasi kecepatan dari 0 120 km/jam, dan menghasilkan grafik gaya sentrifugal dan momen
guling (gambar 4). Dari grafik tersebut terlihat bahwa titik kritis terjadi pada kecepatan sekitar 90
km/jam, sehingga apabila kereta dioperasikan melebihi 90 km/jam, maka kereta akan terguling.

Tabel 5. Tabel Gaya Sentrifugal dan Momen Guling


Gaya Momen
Kecepatan Momen
Sentrifugal Stabilisator
(km/h) Guling (N)
(N) (N)
0 0 0 2476137,39
10 16076,11 28937 2476137,39
20 64304,45 115748,01 2476137,39
30 144685,02 260433,03 2476137,39
40 257217,8 462992,05 2476137,39
50 401902,82 723425,08 2476137,39
60 578740,06 1041732,11 2476137,39
70 787729,53 1417913,15 2476137,39
80 1028871,22 1851968,2 2476137,39
90 1302165,14 2343897,25 2476137,39
100 1607611,28 2893700,31 2476137,39
110 1945209,65 3501377,37 2476137,39
120 2314960,24 4166928,44 2476137,39

ISSN 2407-7852
6
Volume I Nomor 1, April 2015 (Jean Mario Valentino)

N
Grafik Gaya Sentrifugal dan Momen Guling
4500000
4000000
3500000
3000000
2500000 Gaya Sentrifugal (N)
2000000
1500000 Momen Guling (N)
1000000
500000
0
0 20 40 60 80 100 120
Kecepatan (km/h)
Gambar 4. Grafik Gaya Sentrifugal dan Momen Guling

3.3. Peninggian Rel (Superelevation)


Dengan adanya momen aksi (gaya sentrifugal), maka muncul momen reaksi yang
disebabkan oleh beratnya kereta itu sendiri. Momen reaksi ini bekerja menahan kereta agar tidak
terguling atau menstabilkan kereta. Pada titik kritis, akan terjadi momen penggulingan, yaitu ketika
besarnya gaya sentrifugal (C) sama dengan gaya berat kereta (G). Untuk mencegah terjadinya
penggulingan, salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan peninggian rel. Dari
gambar (2) berlaku hubungan:
G sin = C cos (13)
Subtitusi persamaan (9)
G sin = cos
Subtitusi persamaan (10)
G sin = cos
tan =
tan =
Sehingga,
h= (14)

Melalui persamaan (14), apabila kecepatan rancangan pada radius 300 m adalah 60 km/jam,
maka peninggian rel yang dilakukan untuk mengimbangi gaya sentrifugal adalah sebesar 0,15 m.

4. KESIMPULAN
Pada kajian ini dilakukan analisa pada kereta api Taksaka, jurusan Jogjakarta Jakarta, diambil
sampel lintasan Purwokerto Karanggandul yang memiliki panjang 6,86 km, terdapat lengkungan
dengan radius 300 m dan memiliki gradien atau kelandaian sebesar 10,7. Analisa pertama adalah
mengenai resistance pada lokomotif CC 203 dan kereta K1 (rolling resistance), hambatan gradien
(gradient resistance) dan hambatan lengkung (curvature resistance) yang terjadi pada kereta
Taksaka. Dari hasil perhitungan resistance tersebut, maka dapat dihubungkan dengan analisa
mengenai tractive force dan adhesion limit, maka akan didapatkan grafik karakterisktik Tractive
Effort vs Resistance. Dari grafik tersebut, terlihat kecepatan optimal adalah pada kecepatan 70-80
km/jam.
Analisa kedua adalah mengenai gaya sentifugal, momen guling dan momen stabilisator. Dari
grafik gaya sentrifugal tersebut terlihat bahwa titik kritis terjadi pada kecepatan sekitar 90 km/jam,
sehingga apabila kereta dioperasikan melebihi 90 km/jam, maka kereta akan terguling. Salah satu
cara untuk mengatasi momen guling adalah peninggian rel. Dari hasil perhitungan menyatakan

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 7
Volume I Nomor 1, April 2015 (Jean Mario Valentino)

bahwa kereta Taksaka ketika melewati lengkungan 300 m dengan peninggian rel setinggi 0,15 m
pada kecepetan 60 km/jam adalah aman (tidak terguling) dan masih aman dan layak untuk
beroperasi.

DAFTAR PUSTAKA

Hartono AS, Lokomotif dan Kereta Api Diesel di Indonesia edisi 3, Ilalang Sakti Komunikasi
Depok, Juli 2012

Iwnicky, Simon. Handbook of Railway Vehicle Dynamics, Taylor&Francis Group, 2006

REPORT KNKT/KA.05.08/05.05.020, PLH Anjlok KA 1365 KKW di Km 344+3/4 petak jalan


antara Stasiun Purwokerto - Stasiun Karanggandul, Jawa Tengah, Tanggal 10 Juli 2005

Subyanto, Dinamika Kendaraan Rel Bagian I, Bandung. 1977

Tri Utomo, Suryo Hapsoro. Jalan Rel. Beta Offset Yogyakarta. Juni 2009

ISSN 2407-7852
8
Volume I Nomor 1, April 2015 (Heribertus Sukarja)

STUDI SIFAT MEKANIK KOMPOSIT HIBRID


EPOKSI /SERBUK KULIT TELUR AYAM BURAS/SERAT GELAS

Heribertus Sukarja
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Proklamasi 45
Telp. +62274-485517
Jl.Proklamasi No.1 Babarsari Yogyakarta 55281
E-mail: heribertus.sukarjo@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan serbuk kulit telur ayam buras terhadap
kekuatan bending, modulus elastisitas bending komposit hibrid epkosi/serbuk kulit telur ayam buras /serat
gelas.
Penelitian ini menggunakan epoksi sebagai matrik, SKTAB dan serat gelas jenis woven roving sebagai
penguat dan hardener. Metode handy lay-up digunakan untuk persiapan sampel epoksi dicampur serbuk
kulit ayam buras 0, 1, 2, 3, 4 dan 5% fraksi berat diaduk dengan menggunakan mechanical stirrer selama
120 menit pada temperatur 80 oC, didiamkan selama 10 menit, ditambahkan hardener diaduk selama 5
menit, dimasukkan dalam tabung hampa selama 3 menit, dituangkan dalam cetakan secara berturut-turut
yang diawali dengan matrik, lembaran serat gelas dipadatkan dengan roll baja dan diakhiri dengan matrik.
Proses ini diulang sampai 4 lembar serat gelas kemudian di roll sampai ketebalan 3,2 mm. Proses
selanjutnya didiamkan selama 24 jam pada temperatur ruang, dimasukkan dalam oven pemanas selama 2
jam pada temperatur 125oC kemudian spesimen dipotong dengan scroll saw machine menjadi benda uji
tarik dan impak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan SKTAB 4% fraksi berat menaikkan sifat mekanik,
tetapi penambahan SKTAB lebih dari 4% fraksi berat menurunkan kekuatan bending dan modulus elastisitas
bending dari komposit hibrid epoksi/ SKTAB /serat gelas. Pengujian uji bending menunjukkan fraksi SKTAB
yang optimum terjadi pada 4% dengan kenaikan kekuatan bending sebesar 111,58% dan kenaikan modulus
elastisitas bending sebesar 91,90%.

Kata kunci : epoksi,serat gelas, serbuk kulit telur ayam buras, sifat mekanik.

1. PENDAHULUAN.
Komposit merupakan salah satu jenis material yang saat ini sedang dikembangkan
penggunaannya untuk berbagai hal, seperti untuk pesawat terbang, kendaraan -bermotor dan
berbagai macam peralatan yang membutuhkan kekuatan yang tinggi tetapi ringan. Komposit adalah
gabungan material yang terdiri dari dua atau lebih komponen material penyusun, baik secara mikro
maupun secara makro yang berbeda bentuk dan komposisi kimianya dan tidak saling melarutkan
[Schwartz, 1992].
Komposit tersusun dari material pengikat (matrix) dan material penguat (reinforce). Logam,
keramik, polimer dapat dipergunakan sebagai material matrik untuk pembuatan komposit,
tergantung dari sifat yang ingin dihasilkan, namun polimer merupakan material yang paling luas
dipergunakan sebagai matrik dalam komposit modern yang lebih dikenal reinforced plastic. Salah
satu faktor yang menarik plastik dipergunakan untuk aplikasi engineering adalah
memungkinkannya peningkatan kekuatan dengan penguat serat atau berupa partikel [Crawford,
1995].
Epoksi resin dari thermosetting plastik dipilih sebagai matrik dalam penelitian ini karena sifat
ketahanan terhadap temperatur yang lebih baik dibanding plastik jenis lain seperti thermoplastik,
juga epoksi tahan terhadap korosi dan bahan kimia, juga memiliki sifat mekanik yang meningkat
jika diberikan bahan penguat / filler yang tepat namun epoksi juga mempunyai kelemahan pada
sifat sensitif menyerap air, getas dan notch sensitive [Astruc.dkk.2008].
Serat gelas diharapkan sebagai penopang kekuatan dari komposit, tegangan yang terjadi
mulanya diterima oleh matrik kemudian diteruskan kepada serat, dan selanjutnya serat akan
menahan beban sampai beban maksimum, oleh karena itu serat gelas harus mempunyai tegangan
tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi dari pada matrik. Serat gelas memang banyak
digunakan sebagai rekayasa material/bahan penguat polimer[Datto,1991],keuntungan pemakaian

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 9
Volume I Nomor 1, April 2015 (Heribertus Sukarja)

serat gelas adalah harganya murah, mempunyai kekuatan tarik tinggi, tahan terhadap bahan kimia
dan mempunyai sifat isolasi yang baik.
Bahan penguat yang lain adalah serbuk kulit ayam buras ,serbuk kulit ayam buras belum
pernah dicoba/dipakai sebagai filler untuk matrik komposit epoksi., serbuk kulit ayam buras dipilih
karena ketersediaannya di alam yang merupakan limbah rumah tangga, harga murah. Epoksi yang
diperkuat serbuk kulit ayam buras memungkinkan menghasilkan kekakuan, kekuatan, dimensi
stabil, penyusutan rendah, serbuk kulit ayam buras dengan matrik epoksi berinteraksi dengan
epoksi pada luas permukaan yang lebih besar.
Polimerisasi yang terjadi diharapkan untuk menghasilkan intercalated dan exfoliated dengan
skala nano. Pada metode ini serbuk kulit ayam buras akan tersisipi oleh rantai polimer dan
tersebar merata di matrik polimer, polimerisasi dapat terjadi dengan perubahan panas.
Berdasarkan hal-hal yang telah disebutkan di atas maka muncullah komposit hibrid dengan
berbagai jenis penguat. Komposit hibrid adalah komposit yang terdiri dari lapisan-lapisan penguat
dapat berupa dua atau lebih jenis penguat yang berbeda-beda[Mallick, 2007, Harris, 2003, Vasiliev
dan Morozov, 2001]. Komposit hibrid mempunyai sifat-sifat lebih baik daripada komposit yang
terdiri dari satu jenis penguat.
Penulisan ini difokuskan untuk meneliti pengaruh penambahan serbuk kulit ayam buras pada
sifat mekanis dari komposit hibrid/SKAB/serat gelas dengan resin ether diglycidyl dari bisphenol
A(DGEBA) dengan hardener polyamoamide ,sifat mekanik akan diteliti melalui pengujian uji
bending.

2.METODOLOGI PENELITIAN
Bahan
Resin epoksi sebagai polimer matrik : DER 331, diglicidyl ether bisphenol A ( DGEBA) dari
Dow Chemical, Polyaminoamide sebagai hardener dari PT Justus Kimia Raya Semarang, SKTAB
sebagai filler dan serat gelas berbentuk woven roving 200gr.
Proses Pembuatan Komposit
Proses Hand Lay-Up dipergunakan dalam proses ini karena proses fabrikasinya sangat mudah
dan dapat dilakukan dalam skala kecil/sederhana. SKTAB dipanaskan 80oC selama 1 jam di
dalam oven ini dilakukan untuk mengurangi kadar air pada SKTAB, kemudian SKTAB dengan
variasi 0,1,2,3,4 dan 5% fraksi berat dicampur DGEBA dengan mechanical stirrer selama 2 jam
pada putaran 800 rpm dan temperatur 80oC, kemudian dimasukan ke tabung hampa selama 5 menit
diikuti penambahan hardener (dicampur selama 5 menit ) kemudian dimasukan ke tabung hampa
selama 3 menit, kemudian dituang dalam cetakan sebagai lapisan matrik pertama kemudian
lembaran serat gelas dipadatkan dengan rol baja kemudian dituang lagi matrik demikian dan
seterusnya sampai 4 lembar serat gelas, kemudian komposit didiamkan selama 24 jam pada
temperatur ruang, dimasukkan dalam oven dengan suhu 125 oC selama 120 menit,setelah itu
lembaran komposit dipotong dengan scroll saw machine sesuai kebutuhan uji bending.
Pengujian Bending
Pengujian bending dilakukan menggunakan mesin uji bending Torsees Universal dengan
load cell 250 kg pada kecepatan pembebanan 10 mm/menit standard material uji yang digunakan
pada pengujian bending ini adalah ASTM D 790 Dari pengujian ini dengan 3-point bending test,
dapat dihitung kekuatan bending dan modulus elastisitas bending yang terjadi dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :
= (1)
Dimana :
= kekuatan bending (Mpa) L = jarak antara dua tumpuan rol ( mm)
P = panjang jarak tumpuan (mm) b = lebar spesimen (mm)
h = tinggi spesimen (mm)

Modulus elastisitas bending = (2)


Dimana :
F = beban (N) b = lebar spesimen (mm)

ISSN 2407-7852
10
Volume I Nomor 1, April 2015 (Heribertus Sukarja)

L = panjang jarak tumpuan (mm ) h= tinggi spesimen (mm)


= defleksi ketika mendapat beban F (mm)
Pada penelitian ini pengujian dilakukan dengan jumlah material uji 5 buah setiap variasi. Pada
Gambar 1 di bawah diperlihatkan gambar material uji untuk pembebanan 3-point bending test.

32

6,4 64 6,4 16

Gambar 1. Spesimen Uji Bending


3. HASIL DAN PEMBAHASAN

210.00
200.00 199.34
192.14
Kekuatan bending (MPa)

190.00
180.00
170.00 174.56
160.00 156.89 160.19
150.00
140.00
130.00
120.00
110.00
100.00
90.00 94.25
0 1 2 3 4 5
Fraksi berat SKAB (%)

Gambar 2. Pengaruh fraksi berat SKTAB versus kekuatan bending


Modulus Elastisitas bending

6.50
6.00 5.93
5.50 5.43
(GPa)

5.00
4.86
4.50
4.27
4.00
3.50 3.50
3.00 3.09
0 1 2 3 4 5
Fraksi berat SKAB (%)

Gambar 3. Pengaruh fraksi berat SKTAB versus modulus elastisitas bending


Gambar 2 dan 3. Sebelum penambahan SKTAB komposit epoksi/serat glass mempunyai
kekuatan bending 94,25 Mpa tetapi setelah penambahan SKTAB sampai pada 4% fraksi berat
terjadi kenaikan kekuatan bending menjadi 199,34 Mpa atau naik 111,58%, demikian juga untuk
modulus elastisitas bending 3,09 Gpa, setelah penambahan SKTAB sampai pada 4% fraksi berat
terjadi kenaikan modulus elastisitas bending 5,93 Gpa atau naik 91,9% Hal ini kemungkinan
terbentuk struktur eksfoliasi. Struktur eksfoliasi terbentuk ketika lapisan silicate yang berukuran
nanometer tersebar secara acak dan merata dalam matrik serta SKTAB yang melekat dengan baik
pada serat gelas. Serat gelas dan SKTAB yang telah melekat ini akan bekerja menerima beban
bending secara baik pada saat matrik epoksi mengalami deformasi.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 11
Volume I Nomor 1, April 2015 (Heribertus Sukarja)

Penambahan SKTAB diatas 4 % fraksi berat terjadi penurunan kekuatan bending dan modulus
elastisitas bending dari komposit epoksi / SKTAB / serat gelas. Penurunan kekuatan bending dan
modulus elastisitas bending dari komposit disebabkan oleh adanya penggumpalan dari partikel-
partikel SKTAB dalam matrik epoksi. Penggumpalan dari partikel-partikel SKTAB ini dapat
menimbulkan tingkat interaksi antara epoksi dan serat gelas/SKTAB menurun. Hal ini akan
terbentuk celah yang relatif lebar disekitar serat gelas dan terjadi konsentrasi tegangan lokal yang
dapat menurunkan kekuatan bending dari komposit.

Karakterisasi Komposit Hibrid Epoksi/ Serbuk Kulit Ayam Buras /Serat Gelas
SEM
Permukaan patah dari komposit hibrid epoksi/ serbuk kulit ayam buras /serat gelas akibat
pembebanan uji bending diamati dengan SEM. Hasil foto SEM pada permukaan patah komposit
pada penambahan filler serbuk kulit ayam buras uji bending dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.
Penambahan serbuk kulit ayam buras sebagai filler pada matrik epoksi dapat memperbaiki sifat
dari komposit hibrid epoksi/ serbuk kulit ayam buras /serat gelas yang signifikan dibandingkan
tanpa penambahan serbuk kulit ayam buras. Dengan penambahan serbuk kulit ayam buras
diharapkan dapat memberikan pengaruh penguatan terhadap komposit epoksi/serat gelas. Hal ini
disebabkan oleh serbuk kulit ayam buras yang dapat melekat dengan baik pada permukaan serat
gelas dan matrik epoksi. Melekatnya serat gelas dan matrik epoksi dapat terjadi secara interfacial
walaupun keduanya tidak sama.

Fiber pull out

Serat gelas

Matrik : Epoksi + Filler SKAB >


Halus

Gambar 4. Foto SEM permukaan patah komposit hibrid


epoksi/ SKTAB /serat gelas uji bending

Gambar 4 menunjukkan foto SEM permukaan patah dari komposit epoksi/serat gelas uji
bending. Dari Gambar 4. dapat diketahui bahwa permukaan patah dari komposit epoksi/serat gelas
terlihat relatif halus. Permukaan halus dari matrik epoksi mendukung nilai ketangguhan yang
rendah.Permukaan halus juga terjadi pada lubang fiber pull out. Terdapat celah disekitar serat
gelas. Hal ini menunjukkan tingkat interaksi antara serat gelas dan matrik epoksi tidak begitu baik.
Interaksi serat gelas dan matrik epoksi yang tidak optimum dapat menimbulkan celah disekitar
serat. Interaksi antara serat gelas dan matrik epoksi akan mempengaruhi beban yang diterima oleh
serat. Semakin buruk tingkat interaksi serat gelas dan matrik epoksi semakin buruk pula tingkat
kemampuan meneruskan beban dari matrik ke serat.
Gambar 5 menunjukkan foto SEM permukaan patah komposit hibrid epoksi/ serbuk kulit ayam
buras /serat gelas 4% berat serbuk kulit ayam buras uji bending. Dari Gambar 5 dapat diketahui
bahwa permukaan patah komposit hibrid epoksi/ serbuk kulit ayam buras /serat relatif lebih kasar.
Hal ini menunjukkan adanya deformasi plastis yang lebih besar jika dibandingkan Gambar 4.

ISSN 2407-7852
12
Volume I Nomor 1, April 2015 (Heribertus Sukarja)

Adanya deformasi plastis ini mendukung nilai ketangguhan lebih baik. Disekitar serat tidak
terdapat celah, hal ini menunjukkan adanya interaksi yang baik antara matrik epoksi dengan serat
gelas yang diakibatkan oleh adanya dispersi serbuk kulit ayam buras dalam matrik.

Matrik : Epoksi + Filler SKAB >


Kasar

Gambar 5. Foto SEM permukaan patah komposit hibrid epoksi/


SKTAB /serat gelas uji bending 4% fraksi berat

4. KESIMPULAN
Penambahan SKTAB pada komposit epoksi/ SKTAB / serat gelas dapat meningkatkan
kekuatan bending dan modulus elastisitas bending dimana penambahan SKTAB yang optimum
dicapai pada 4% fraksi berat. Penambahan SKTAB di atas 4% fraksi berat dapat menurunkan
kekuatan bending dan modulus elastisitas bending dari komposit epoksi/SKTAB/serat gelas.

5. DAFTAR PUSTAKA
Astruc,A., Joliff, E., Chailan,J.F., Aragon,E., Petter, C.O.,Sampaio, C.H.2008, Incorporation of
kaolin fillers into an epoxy/polyamidoamine matrix for coatings, Progress in organic
Coatings 65(2009)158-168,
Crawford, R.J., 1995, Plastic Engineering 2nd, Maxwell Macmilan International Editions.
Datto,Mahmood Husein, 1991,Mechanics of Fibrous Composites, Elsevier Science Publisher
LTD,
England, pp.2.
Harris, B., 2003, Fatigue in Composites, Woodhead Publishing Limited & CRC Press
LLC, England.
Mallick, P.K., 2007, Fiber-reinforced Composites, 3 rd Ed., CRC Press, USA.
Schwartz MM., 1992. Composite materials handbook.,McGrawHill.
Vasiliev, V. V., dan Morozov, E. V., 2001, Mechanics and Analysis of Composite
Materials, Elsevier Science, UK.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 13
Volume I Nomor 1, April 2015 (Danny Faturachman, dkk.)

ANALISIS KESELAMATAN TRANSPORTASI PENYEBERANGAN LAUT DAN


ANTISIPASI TERHADAP KECELAKAAN KAPAL DI MERAK-BAKAUHENI

Danny Faturachman1*, Muswar Muslim1, Agung Sudrajad2


1
Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan, Universitas Darma Persada
Jl. Radin Inten II, Pondok Kelapa, Jakarta 13450.
2
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jendral Sudirman Km. 3, Cilegon - Banten 42435.
*
Email: fdanny30@yahoo.com

Abstrak
Pelabuhan Penyeberangan Merak-Bakauheni adalah jalur lintas penghubung antara Pulau Jawa dan
Pulau Sumatera. Dengan perannya sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi antar pulau, diharapkan
kelancaran pergerakan penumpang dan barang dapat berlangsung secara efektif dan efisien. Penelitian
penyeberangan pada lintas Merak-Bakauheni dilakukan untuk menganalisis pergerakan orang dan barang
dengan mendasarkan pada waktu pelayanan, jumlah kapal penyeberangan, dan jumlah dermaga, sehingga
dapat tercapai penyelenggaraan pelayanan angkutan penyeberangan Merak-Bakauheni yang cepat, tepat,
aman, dan nyaman. Transportasi umum di era saat sekarang merupakan suatu kebutuhan yang sangat
penting bagi setiap masyarakat dalam menunjang segala aktifitas dan rutinitasnya sehari-hari, PT. ASDP
Indonesia Ferry Persero sebagai penyelenggara penyeberangan sangatlah berperan penting dalam
menyelenggarakan transportasi publik yang layak di Negara kita. Permasalahan dalam penelitian ini adalah
keselamatan di bidang transportasi penyeberangan laut di Merak-Bakauheni karena belum adanya standar
keselamatan transportasi penyeberangan laut dengan melihat kondisi langsung di kapal dan kondisi
pelabuhan penyeberangan lautnya. Hasil yang diharapkan dengan penelitian ini adalah dapat
menginventarisasi standar keselamatan dan antisipasii sejauh mana keselamatan di kapal Ferry sehingga
dapat diformulasikan rekomendasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan di kemudian hari

Kata kunci: ASDP, Ferry, Indonesia, keselamatan, penyeberangan laut

PENDAHULUAN
Transportasi di era globalisasi merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat
dalam menunjang segala aktivitas maupun rutinitasnya sehari-hari. Transportasi publik umumnya
meliputi kereta dan bis, namun juga termasuk pelayanan maskapai penerbangan, pelabuhan
penyeberangan, taksi, dan lain-lain. Keberadaan transportasi publik yang baik sangat
mempengaruhi roda perekonomian suatu wilayah atau daerah. Keberhasilan pertumbuhan
perekonomian di suatu Negara tidak akan lepas dari campur tangan pemerintah dalam upaya
menciptakan transportasi publik yang nyaman, aman, bersih, dan tertata dengan baik.
Setiap moda transportasi memiliki peran dan kapasitasnya dalam melayani penumpang.
Transportasi publik yang sangat menunjang tugas pemerintah dalam usaha pembangunan sejatinya
adalah moda transportasi laut. Transportasi laut sangat berperan penting untuk menghubungkan
satu pulau dengan pulau lainnya sehingga pendistribusian barang maupun penumpang dari satu
pulau ke pulau lain dapat berjalan lancar, sehingga pemerataan pembangunan dapat terlaksana dan
tidak hanya terpusat di satu wilayah atau satu pulau saja. Untuk menciptakan suatu industri
transportasi laut nasional yang kuat, yang dapat berperan sebagai penggerak pembangunan
nasional, menjangkau seluruh wilayah perairan nasional dan internasional sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, maka
kebijakan pemerintah di bidang transportasi laut tidak hanya terbatas pada kegiatan angkutan laut
saja, namun juga meliputi aspek kepelabuhanan, serta keselamatan pelayaran.
Di dalam sistem transportasi nasional terdapat kepelabuhanan yang merupakan bagian strategis
dari sistem transportasi nasional dan merupakan faktor penting dalam menunjang aktifitas
perdagangan. Sektor pelabuhan memerlukan suatu kesatuan yang terintegrasi dalam melayani
kebutuhan dari sarana transportasi. Ujung tombak dari kepelabuhanan tersebut adalah sektor jasa
dalam melayani jasa kepelabuhanan. Pelabuhan Merak dan Bakauheni merupakan pelabuhan yang
dikelola oleh PT. Angkutan Sungai dan Perairan (PT. ASDP) Indonesia Ferry Persero.. Di dalam
area pelabuhan cabang Merak terjadi kegiatan bongkar-muat barang dan penumpang untuk tujuan
Jawa-Sumatera. Terkadang pengelola jasa kepelabuhanan tidak mampu mengelola kegiatan

ISSN 2407-7852
14
Volume I Nomor 1, April 2015 (Danny Faturachman, dkk.)

operasional akibat ketidakseimbangan sarana fasilitas dan prasarana, terutama di saat-saat liburan
sekolah dan Hari Raya sehingga mempengaruhi proses kelancaran barang yang masuk maupun
keluar.
Penyebab utama kecelakaan laut pada umumnya adalah karena faktor kelebihan angkutan dari
daya angkut yang ditetapkan, baik itu angkutan barang maupun orang. Bahkan tidak jarang
pemakai jasa pelayaran memaksakan diri naik kapal meskipun kapal sudah penuh dengan tekad
asal dapat tempat di atas kapal. Sistem transportasi dirancang guna memfasilitasi pergerakan
manusia dan barang. Pelayanan transportasi sangat terkait erat dengan aspek keselamatan (safety,)
baik orang maupun barangnya. Seseorang yang melakukan perjalanan wajib mendapatkan jaminan
keselamatan, bahkan jika mungkin memperoleh kenyamanan, sedangkan barang yang diangkut
harus tetap dalam keadaan utuh dan tidak berkurang kualitasnya ketika sampai di tujuan.

TINJAUAN PUSTAKA
1. TINJAUAN PERATURAN
Dalam UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dinyatakan bahwa:
a) Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhinya persyaratan
keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan
lingkungan maritim.
b) Kelaiklautan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal,
pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan,
kesejahteraan awak kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen
keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk
berlayar di perairan tertentu.
c) Keselamatan kapal adalah keadaan kapal yang memenuhi persyaratan material, konstruksi,
bangunan permesinan dan perlistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan, alat
penolong dan radio, elektronik kapal, yang dibuktikan dengan sertifikat setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian.
Untuk mengendalikan keselamatan pelayaran secara internasional diatur dengan ketentuan-
ketentuan sebagai berikut:
a International Convention for the Safety of Live at Sea (SOLAS), 1974, sebagaimana yang
telah disempurnakan dan aturan internasional ini menyangkut ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
Konstruksi (struktur, stabilitas, permesinan dan instalasi listrik, perlindungan api,
detektor api dan pemadam kebakaran);
Komunikasi radio, keselamatan navigasi;
Perangkat penolong, seperti pelampung, sekoci, rakit penolong;
Penerapan ketentuan-ketentuan untuk meningkatkan keselamatan dan keamanan
pelayaran termasuk di dalamnya penerapan International Safety Management (ISM)
Code, dan International Ship and Port facility Security (ISPS) Code.
b International Convention on Standards of Training, Certification, and Watch keeping for
Seafarers, tahun 1978 dan terakhir diubah tahun 1995.
c International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979.
d International Aeronautical and Maritime Search and Rescue Manual (IAMSAR).

2. TINJAUAN PELABUHAN PENYEBERANGAN MERAK - BAKAUHENI


Pelabuhan merupakan tempat yang terdiri atas daratan, danau atau perairan yang dengan batas
tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan perusahaan yang dipergunkan sebagai
tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, atau bongkar muat. Pelabuhan secara umum
merupakan sarana penunjang kegiatan transportasi, perhubungan antar pulau bahkan internasional
yang tentunya dapat menguntungkan pemerintah daerah apabila pengelolaannya dilaksanakan
dengan cukup jelas oleh pemerintah daerah guna kesejahteraan masyarakatnya. Pelabuhan
diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat bukan untuk mencari keuntungan
semata.
Angkutan penyeberangan merupakan angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang
menghubungkan jaringan jalan atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 15
Volume I Nomor 1, April 2015 (Danny Faturachman, dkk.)

mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya (Pasal 22, UU 17 Tahun 2008). Kriteria
lintas penyeberangan adalah :
1. Menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang terputus oleh laut, selat,
teluk, sungai dan/atau danau;
2. Melayani lintas dengan tetap dan teratur, berdasarkan jadual yang ditetapkan;
3. Berfungsi sebagai jembatan bergerak.
Pelabuhan penyeberangan Merak yang terletak di Provinsi Banten adalah pelabuhan umum yang
melayani penyeberangan antara ujung barat pulau Jawa dengan ujung selatan pulau Sumatera.
Pelabuhan ini merupakan pelabuhan umum yang sangat vital dalam menggerakkan roda ekonomi
Indonesia secara umum. Pelabuhan penyeberangan Merak sebagai pintu gerbang jalur lintas
penghubung darat antara pulau Jawa dan pulau Sumatera, terletak pada posisi 1 0600'00" Bujur
Timur, dan 0556'59" Lintang Selatan. Luas kawasan pelabuhan penyeberangan Merak secara
keseluruhan, termasuk Pasar Merak adalah 15 hektar, dengan batas-batas fisik kewilayahan:
Sebelah utara dengan perbukitan;
Sebelah timur dengan perbukitan;
Sebelah barat dengan selat Sunda;
Sebelah selatan dengan selat Sunda.
Sebelum pelabuhan Bakauheni yang dibangun di Lampung telah beroperasi pelabuhan Panjang,
dan pada masa pembangunan pelabuhan Bakauheni 1970-1980, dioperasikan pelabuhan bayangan
khusus ferry yaitu pelabuhan Srengsem, yang lokasinya berdekatan dengan pelabuhan Panjang.
Setelah pelabuhan Bakauheni beroperasi pada tahun 1980, makin lancarlah transportasi khususnya
penyeberangan antara pulau Jawa dan pulau Sumatera. Pelabuhan penyeberangan Bakauheni
adalah pelabuhan umum yang melayani penyeberangan antara ujung selatan pulau Sumatra - ujung
barat pulau Jawa dan terletak pada posisi 10545' 1 0" Bujur Timur dan so 51 ' 59" Lintang Selatan,
dengan luas 452.458 m2 dan batas-batas fisik kewilayahan sebagai berikut:
o Sebelah utara dengan kecamatan Ketapang;
o Sebelah timur dengan selat Sunda;
o Sebelah barat dengan kecamatan Kalianda;
o Sebelah selatan dengan selat Sunda.

Gambar 1. Foto Peta Citra Jarak Merak Bakauheni

PT. ASDP (Angkutan Sungai Dan Penyeberangan) Indonesia Ferry Persero merupakan badan
usaha milik Negara (Persero) yang bernaung di bawah Kementerian Perhubungan, Direktorat
Jenderal Perhubungan Darat, dan bergerak di bidang usaha pelayanan penyeberangan yang
jaraknya kurang dari 17 mil. Sarana yang diberikan oleh PT. ASDP Indonesia Ferry Persero ialah
berupa penyediaan dermaga, penyelenggaraan tiket terpadu yang nantinya hasil pendapatan dari
tiket terpadu tersebut akan bagi hasil dengan perusahaan swasta, penyedia fasilitas pelabuhan guna

ISSN 2407-7852
16
Volume I Nomor 1, April 2015 (Danny Faturachman, dkk.)

untuk menunjang pelayanan pelabuhan. Selain itu ada pula peranan lain yaitu sebagai operator
kapal atau pemberi pelayanan.
PT. ASDP Indonesia Ferry Persero cabang pelabuhan Merak sejatinya hanyalah memiliki 3
armada kapal yang siap beroperasi setiap harinya di pelabuhan Merak. Nama-nama kapal tersebut
di antaranya kapal Jatra 1 dan Jatra 2 yang sama-sama dibuat tahun 1980 dan Jatra 3 yang dibuat
tahun 1985. PT. ASDP Indonesia Ferry Persero sebagai penyelenggara penyeberangan baik barang
maupun penumpang dari satu pulau ke pulau lain sangatlah berperan penting dalam
penyelenggaraan transportasi publik yang layak di negara ini, seperti terlihat pada lokasi penelitian
yaitu di pelabuhan Merak dan Bakauheni.
Merak Bakauheni merupakan lintasan penyeberangan strategis bagi pergerakan antara Pulau
Jawa dan Sumatera, khususnya bagi Provinsi Banten danLampung (Ditjen LLASDP Kementerian
Perhubungan, 2012). Saat ini lintasanMerak Bakauheni merupakan jalur penyeberangan kapal
Ro-Ro terpadat di Indonesia.
Kapasitas angkut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kapasitas Angkut Penyeberangan Merak-Bakauheni tahun 2006-2011

METODOLOGI PENELITIAN
Menggunakan metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data berupa penelitian
kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian di lapangan dengan melakukan survey langsung ke
kapal di Merak dan Bakauheni. Hasil yang diharapkan dengan penelitian ini adalah dapat
menginventarisasi standar keselamatan transportasi penyeberangan laut di kapal khususnya
pelabuhan Merak dan Bakauheni sehingga dapat diformulasikan rekomendasi untuk mencegah
terjadinya kecelakaan di kemudian hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. FASILITAS PELABUHAN
1. Pelabuhan Penyeberangan Merak
Pelabuhan penyeberangan Merak mempunyai beberapa fasilitas penunjang dalam mendukung
kelancaran arus bongkar muat penumpang dan kendaraan bermotor dari dan ke dalam kapal
penyeberangan. Adapun fasilitas penunjang pelabuhan penyeberangan Merak adalah sebagai
berikut:

Gambar 2. Lay out pelabuhan Merak


2. Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni
Pelabuhan penyeberangan Bakauheni mempunyai beberapa fasilitas penunjang dalam
mendukung kelancaran arus bongkar muat penumpang dan kendaraan bermotor dari dan ke
dalam kapal penyeberangan.
Adapun fasilitas penunjang pelabuhan penyeberangan Bakauheni seperti daya tamping parker di
dalam area pelabuhan adalah sebagai berikut:
Parkir A = 360 Unit/Campuran

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 17
Volume I Nomor 1, April 2015 (Danny Faturachman, dkk.)

Parkir 8 = 300 Unit/Bus


Parkir C = 260 Unit/Campuran
Parkir D = 380 Unit/Campuran
Parkir E = 60 Unit/Campuran
Parkir F = 160 Unit/Campuran
Parkir G,H,I = 1.200 Unit/Campuran
Parkir H = 440 Unit/Campuran
TOTAL = 3.160 Unit/Campuran
Lay out pelabuhan penyeberangan Bakauheni adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Lay Out Pelabuhan Bakauheni


2. DATA KECELAKAAN TRANSPORTASI LAUT TAHUN 2005-2010
Faktor Penyebab Kecelakaan
Kecelakaan yang terjadi di sungai, danau, dan penyeberangan yang sampai ke Mahkamah
Pelayaran lebih disebabkan oleh faktor kesalahan manusia, dan hanya sedikit kejadian kecelakaan
di perairan yang disebabkan oleh faktor alam. Menilik alasan tersebut di atas semestinya semua
peristiwa kecelakaan bisa diminimalisir manakala ada usaha preventif dari semua pihak agar tidak
tersandung pada batu yang sama. Sebagai gambaran perbandingan antara kecelakaan diperairan
yang disebabkan oleh faktor kesalahan manusia dan faktor alam dapat dilihat pada Gambar 4.

FAKTOR KECELAKAAN
Faktor Manusia Faktor Alam Faktor Lainnya
11%

24%
65%

Gambar 4. Faktor Penyebab Kecelakaan Berdasarkan Putusan Mahkamah Pelayaran

3. UPAYA PEMECAHAN MASALAH


Pemeriksaan kecelakaan kapal terdiri dari pemeriksaan pendahuluan oleh Syahbandar dan
pemeriksaan lanjutan oleh Mahkamah Pelayaran. Sedangkan pada Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Pasal 245 menyatakan bahwa : Kecelakaan
kapal merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang dapat mengancam keselamatan kapal
dan/atau jiwa manusia berupa:
a. Kapal tenggelam;
b. Kapal terbakar;

ISSN 2407-7852
18
Volume I Nomor 1, April 2015 (Danny Faturachman, dkk.)

c. Kapal tubrukan; dan


d. Kapal kandas.
Selanjutnya pada Pasal 256 tentang Investigasi Kecelakaan kapal dinyatakan bahwa :
1) Investigasi kecelakaan kapal dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi
untuk mencari fakta guna mencegah terjadinya kecelakaan kapal dengan penyebab yang
sama.
2) Investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap setiap kecelakaan kapal.
3) Investigasi yang dilakukan oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak untuk menentukan kesalahan atau kelalaian atas terjadinya
kecelakaan kapal.
Usaha dalam penyelamatan jiwa di laut merupakan suatu kegiatan yang dipergunakan untuk
mengendalikan terjadinya kecelakaan di laut yang dapat mengurangi sekecil mungkin akibat yang
timbul terhadap manusia, kapal dan muatannya. Untuk memperkecil terjadinya kecelakaan di laut
diperlukan suatu usaha untuk penyelamatan jiwa tersebut dengan cara memenuhi semua peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh IMO (International Maritime Organization), ILO (International
Labour Organization) dan ITU (International Telecomunication Union) maupun oleh pemerintah.
1. Sumber Daya Awak Kapal
Sekalipun kondisi kapal prima, namun bila tidak dioperasikan oleh personal yang cakap
dalam melayarkan kapal, dan memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan dan
kode serta petunjuk yang terkait dengan pelayaran maka kinerjanya pun tidak akan optimal.
Bagaimanapun modernnya suatu kapal yang dilengkapi dengan peralatan-peralatan otomatis,
namun bila tidak didukung dengan sumber daya awak kapal pastilah akan sia-sia. Selain para
awak kapal harus memiliki kemampuan untuk menyiapkan kapalnya, mereka juga harus
mampu melayarkan kapal secara aman sampai di tempat tujuan.
Awak kapal, terutama Nakhoda dan para perwiranya harus memenuhi kriteria untuk dapat
diwenangkan memangku jabatan tertentu di atas kapal. Karenanya, mereka harus mengikuti
pendidikan formal lebih dahulu sebelum diberi ijazah kepelautan yang memungkinkan
mereka bertugas di kapal. Awak kapal yang tahu dan sadar akan tugas-tugasnya akan sangat
menguntungkan bagi perusahaan. Jika mesin kapal terawat, maka umur kapal dapat lebih
panjang, ini berarti nilai depresiasi/susutan dapat diperkecil.
2. Keselamatan dan Kelaikan Kapal
Indonesia merupakan Benua Maritim yang memiliki keunikan tersendiri dalam sistem
transportasi laut, namun demikian dari aspek teknik dan ekonomi, perlu dikaji lebih
mendalam, karena umur armada kapal saat ini banyak yang sudah tua, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan-kerusakan yang tidak terduga, dan dapat mempengaruhi
keselamatan kapal. Kondisi kapal harus memenuhi persyaratan material, konstruksi
bangunan, permesinan, dan pelistrikan, stabilitas, tata susunan serta perlengkapan
radio/elektronika kapal dan dibuktikan dengan sertifikat, tentunya hal ini setelah dilakukan
pemeriksaan dan pengujian.
Kapal yang kondisinya prima, dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, serta
dinyatakan laik laut, akan lebih aman menyeberangkan orang dan barang, sebaliknya kapal
yang diragukan kondisinya cenderung menemui hambatan saat dalam pelayaran. Jika kapal
mengalami kerusakan saat di perjalanan akan memerlukan biaya tambahan seperti biaya
eksploitasi yang disebabkan terjadinya delay.
Tentu bukan hal yang mudah untuk mempertahankan kondisi kapal yang memenuhi
persyaratan dan keselamatan, pencegahan pencemaran laut, pengawasan pemuatan,
kesehatan, dan kesejahteraan ABK, karena ini semua memerlukan modal yang cukup besar.
Disamping itu, usaha-usaha bisnis pelayaran ini juga memerlukan kerjasama dan bantuan
penuh dari pihak galangan kapal, sedangkan kondisi galangan kapal saat ini juga dihadapkan
pada kelesuan. Oleh karena itu, sentuhan tangan pemerintah beserta perangkat kebijakannya
sangat diharapkan, terutama aspek permodalan dan penciptaan iklim usaha yang kondusif,
sehingga para pengusaha pelayaran dan perkapalan dapat melaksanakan rahabilitasi,
replacement maupun perluasan armada kapal.
3. Sarana Penunjang Pelayaran

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 19
Volume I Nomor 1, April 2015 (Danny Faturachman, dkk.)

Selain faktor teknis kapal dan sumber daya awak kapal, Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
(SBNP) juga unsur yang sangat penting dalam keselamatan pelayaran. Sarana ini terdiri dari
rambu-rambu laut yang berfungsi sebagai sarana penuntun bagi kapal-kapal yang sedang
berlayar, agar terhindar dari bahaya-bahaya navigasi. Station Radio Pantai juga berguna
sebagai sarana bantu navigasi pelayaran untuk memungkinkan kapal-kapal melakukan
pelayaran ekonomis, sebab tanpa instrument ini kapal harus melakukan pelayaran memutar
guna menghindari bahaya navigasi.

KESIMPULAN
1. Jumlah kecelakaan kapal pelayaran di Indonesia cukup memprihatinkan, terutama selama
periode 2005-2010, dengan terjadinya 185 kasus kecelakaan. Pada tahun 2005 tercatat 29
peristiwa kecelakaan, tahun 2006: 38 kecelakaan, 2007: 32 kecelakaan, 2008: 35 kecelakaan,
2009: 32 kecelakaan dan pada tahun 2010 terjadi 19 kasus kecelakaan, rata-rata kecelakaan
selama 6 tahun terakhir adalah 30,83%.
Jenis kecelakaan yang terjadi rata-rata selama 6 tahun (2005-2010) adalah tenggelam (30%),
tubrukan (26%), kandas (14%), kebakaran (17%) dan lainnya (13%). Sedangkan penyebab
kecelakaan kapal adalah 65% human error, 24% kesalahan teknis, 11% karena kondisi lainnya.
2. Tingginya kasus kecelakaan laut di Indonesia saat ini harus menjadi perhatian seluruh pihak,
bukan hanya pemilik kapal tetapi juga pemerintah, instansi terkait dan masyarakat yang harus
lebih aktif dalam memberikan informasi. Dari hasil pengamatan, penyebab utama kecelakaan
laut adalah karena faktor kelebihan angkutan dari daya angkut yang ditetapkan, baik itu
angkutan barang maupun orang. Bahkan tidak jarang pemakai jasa pelayaran memaksakan diri
naik kapal meskipun kapal sudah penuh dengan tekad asal dapat tempat di atas kapal.
3. Upaya-Upaya Menekan Terjadinya kecelakaan kapal adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan pemeriksaan daya muat kapal sehingga kapal tidak berlayar dengan muatan
yang melebihi kapasitas daya angkut
b. Peningkatan pelaksanaan uji petik terhadap kapal
c. Pengaktifan pemantauan dan monitoring kapal melalui radio pantai
d. Peningkatan patroli laut di kawasan yang rawan kecelakaan
e. Peningkatan latihan dan simulasi kondisi emergency secara berkala di atas kapal
f. Penyuluhan keselamatan pelayaran kepada stakeholder dan masyarakat pengguna jasa
g. Peningkatan kampanye keselamatan pelayaran.
4. Hinterland Terminal: terminal penyeberangan Merak dan Bakauheni mempunyai pengaruh
terhadap distribusi angkutan penumpang dan kendaraan bermotor dari/ ke putau' Jawa dan
Pulau Sumatera. Berdasarkan hasil wawancara asal tujuan penumpang dan kendaraan
bermotor, sumbangan terbesar (70%) berasal dan menuju Provinsi Lampung, Banten dan DKI
Jakarta. Di samping ketiga provinsi tersebut diatas, distribusi penumpang dan kendaraan
bermotor berasal dari beberapa provinsi yang menggunaka;, penyeberangan Merak-Bakauheni
tetapi prosentasenya kecil ( 30%), antara lain: NAD, Sumut, Riau Sumbar. Jambi, Bengkulu,
Babel, Sumsel, Jatim, Jateng, dan Jabar.

SARAN
1. Perlunya diadakan pencanangan gerakan sadar keselamatan pelayaran nasional serta
menanamkan budaya keselamatan (safety culture) di lingkungan masyarakat Indonesia
khususnya di bidang maritim.
2. Pemerintah perlu terus didorong untuk mengadakan penelitian dan pengembangan dalam aspek
keteknikan, manajemen, pemeliharaan kapal, dan strategi pengusahaan agar kemampuan para
operator dapat ditingkatkan dan kondisi keuangannya pun dapat disehatkan.
3. Pengelola pelabuhan penyeberangan Merak-Bakauheni sebaiknya mengoptimalkan penyediaan
sarana, prasarana dan fasilitas penunjang penyelenggaraan angkutan penyeberangan terutama
pada waktu puncak (peak time).
4. Pengelola perlu meningkatkan optimalisasi pengoperasian dermaga dan kapal penyeberangan
serta fasilitas penunjangnya agar tercipta transportasi penyeberangan yang efisien, apabila
memungkinkan jumlah kapal dapat ditambah dan petugas di dalam kapal juga diperbanyak.

ISSN 2407-7852
20
Volume I Nomor 1, April 2015 (Danny Faturachman, dkk.)

DAFTAR PUSTAKA
Abrahamson, B.J. International Ocean Shipping: Current Concepts and Principles, West View
Press, Inc Boulder, Colorado, 1980.
Firdaus, Agus Kurniawan, Tingkat Kepuasan Pengguna Jasa dalam Pelayanan PT. ASDP Indonesia
Ferry di Pelabuhan Merak Banten, Skrpsi Untirta, 2012.
Morlok, K. Edward, Introduction to Transportation Planning; Pengantar Teknik Perencanaan
Transportasi. Alih bahasa: K. Hainim, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1985.
Menheim, Marvin L., Fundamental of Transportation System, Graw-Hill Inc, 1978.
Abrahamson, B.J. International Ocean Shipping: Current Concepts and Principles, West View
Press, Inc Boulder, Colorado, 1980.
Papacotas, C.S. and Prevedouros, P.D. Transportation Engineering and Planning, 2nd ed, Prentice
Hall, New Jersey, 1993.
Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar
Pelayanan Minimal.
Putri, Santasari Ndiwa, Efektifitas Pelayanan Pelabuhan oleh PT. ASDP (Persero) Merak Propinsi
Banten, Skripsi Untirta, 2011.
Studi Standardisasi di Bidang Keselamatan & Keamanan Transportasi Laut, P.T. Sumaplan
Adicipta Persada, Jakarta, 2010.
Suwarto, Drs. Amin, M.Si, Penelitian Penyeberangan pada Lintas Merak-Bakauheni sampai
dengan tahun 2050, Penelitian RISTEK 2010.
Undang-Undang No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, 2008. Biro Hukum dan KSLN DepHub,
Jakarta.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 21
Volume I Nomor 1, April 2015 (Arif Krisbudiman)

PENILAIAN KINERJA KUALITAS PERUSAHAAN MANUFAKTUR PT. YUASA


BATTERY INDONESIA DENGAN METODE BALANCE SCORECARD

Arif Krisbudiman
Engineer Staff Balai Mesin Perkakas, Teknik Produksi dan Otomasi (MEPPO)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Gedung Teknologi II No 250-251 Kawasan Puspiptek Serpong,
Tangerang Selatan - Banten 15314 Indonesia.
Email: areve_23@yahoo.com

Abstrak
Dalam menghadapi lingkungan bisnis yang semakin kompleks seperti saat ini dibutuhkan metode
pengukuran kinerja yang dapat menilai kinerja perusahaan secara akurat dan komprehensif. Dalam hal
ini metode yang dapat digunakan adalah Balance Scorecard. Balance Scorecard adalah alat pengukuran
kinerja yang menggabungkan ukuran kinerja keuangan dan non keuangan. Metode Balance Scorecard
mengukur kinerja dari empat perspektif , yaitu perspektif pertumbuhan dan learning, perspektif proses
bisnis internal, perspektif pelanggan dan perspektif keuangan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data PT. Yuasa Battery Indonesia untuk menganalisis
perspektif keuangan dan perspektif lain dianalisis dari hasil browsing maupun telaah pustaka. Indikator
yang digunakan seperti ROI, profit margin, rasio operasi, kepuasan pelanggan, inovasi dan kepuasan
karyawan. Pada indikator perspektif keuangan dapat dihitung dan dianalisa kinerja perusahaan
berdasarkan laporan keuangan dari tahun ke tahun apakah mengalami peningkatan penjualan. Untuk
perspektif pelanggan dapat diukur kinerjanya melalui data yang menunjukkan tingkat kepuasan
pelanggan. Pada perspektif bisnis internal diukur kinerja perusahaan apakah sudah bisa melakukan
inovasi dengan baik. Dan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dapat diukur kinerjanya dari
data yang menunjukkan tingkat kepuasan karyawan.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi metode pengukuran kinerja dalam industri baterai
aki dan metode survei yang akan digunakan. Perbandingan berpasangan digunakan untuk nilai bobot
setiap atribut kualitas dan tolak ukur dari Balance Scorecard. Persyaratan pelanggan dianalisis dengan
menggunakan Quality Function Deployment, untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Total Productive
Maintenance konsep ini digunakan untuk meningkatkan kinerja proses, pengujian baterai aki dan proses
pengembangan. Dari data penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan Balance
Scorecard dapat memberikan penilian kinerja yang lebih terstruktur dan komprehensif.

Kata kunci: Balanced Scorecard, industri baterai aki, pengukuran kinerja

PENDAHULUAN
Pengukuran kinerja sangat diperlukan oleh suatu perusahaan untuk mengetahui kesesuaian
pencapaian hasil dengan tujuan yang direncanakan. Selama beberapa dekade banyak perusahaan
mengukur keberhasilan kinerjanya berdasarkan ukuran dari segi keuangan. Menurut Kaplan dan
Norton (1996), ukuran kinerja keuangan relatif tidak terlalu rnencerminkan indikator keberhasilan.
Karena ukuran kinerja keuangan tidak dapat menunjukkan tujuan perusahaan dan bagaimana cara
memperbaiki kinerja perusahaan. Dalam rangka mengukur keberhasilan kinerja perusahaan
diperlukan suatu pendekatan pengukuran yang komprehensif, yaitu konsep Balanced Scorecard,
yang mengukur kinerja perusahaan berdasarkan faktor keuangan, pelanggan, proses bisnis internal
serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Dalam upaya peningkatan kinerja perusahaan maka terdapat hal-hal yang perlu ditingkatkan
oleh perusahaan dilihat dari empat aspek dalam konsep Balanced Scorecard. Pada penelitian ini
aspek yang dilihat oleh penulis dalam upaya meningkatkan kinerja sebuah industri baterai aki di
Indonesia. dengan penekanan pada aspek pelanggan dan proses bisnis internal melalui perbaikan
proses, penjadwalan pemeliharaan peralatan produksi dan metode pengujian produk.
Seiring dengan perkembangan zaman banyak perusahaan yang sudah menjadikan pelanggannya
sebagai bagian dari siklus pengembangan produk perusahaan. Hal ini karena mereka menyadari
bahwa pelanggan merupakan tujuan utama dari produk yang akan mereka jual. Quality Function
Deployment adalah salah satu kiat manajemen mutu terpadu (Total Quality Management) yang
menerapkan kebutuhan-kebutuhan para pelanggan pada rancangan produk (Abidin dan Marimin.
2001). Elemen dasar dari kualitas yang terpadu itu adalah keberadaan kualitas yang didefinisikan

ISSN 2407-7852
22
Volume I Nomor 1, April 2015 (Arif Krisbudiman)

oleh para pelanggannya. Untuk mendukung terciptanya produk yang sesuai keinginan pelanggan,
perlu diterapkan suatu sistem pemeliharaan total untuk meningkatkan kinerja peralatan produksi
yaitu konsep Total Productive Maintenance (Roberts. 1997). Rangkaian penerapan ketiga teknik
tersebut diharapkan mampu merumuskan strategi peningkatan kinerja perusahaan yang baik jika
dilakukan secara berurutan.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengukur kinerja perusahaan menggunakan parameter pengukuran Balanced Scorecard
yang meliputi aspek keuangan, kepuasan pelanggan. proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan.
2. Mengupayakan peningkatan kinerja perusahaan dilihat dari aspek kepuasan pelanggan dan
proses bisnis internal.
3. Memberikan masukan bagi perusahaan untuk mengembangkan dasar penilaian kinerjanya
dengan konsep Balanced Scorecard serta menerapkan metode Quality Function
Deployment dan konsep Total Productive Maintenance dalam rangka peningkatan kinerja
perusahaan.
Ruang Lingkup
Ruang Iingkup penelitian ini adalah mengukur kinerja perusahaan dengan menggunakan tolak
ukur dalam konsep Balanced Scorecard, menentukan bobot kriteria harapan pelanggan dan tolak
ukur pada Balanced Scorecard menggunakan metode perbandingan berpasangan serta
mendefinisikan harapan pelanggan dengan metode Quality Function Deployment. Peningkatan
kinerja perusahaan dilakukan dengan memperbaiki jadwal pemeliharaan peralatan menggunakan
Total Productive Maintenance, dengan asumsi aspek pembelajaran dan pertumbuhan di dalam
perusahaan sudah baik.
Keluaran dan Manfaat
Hasil dari penelitian ini berupa rumusan kesesuaian metodologi untuk pengukuran dan
peningkatan kinerja perusahaan dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard. Manfaat dari
penelitian ini adalah terciptanya rumusan peningkatan kinerja bagi perusahaan serta menambah
wawasan dan pengetahuan bagi peneliti mengenai aspek manajerial, pemasaran dan proses
produksi yang terdapat di perusahaan.

LANDASAN TEORI
Balanced Scorecard
Balanced Scorecard rnerupakan suatu konsep penilaian kinerja yang terintegrasi dengan strategi
suatu unit organisasi (Kaplan dan Norton, 1996). Konsep ini sudah digunakan oleh hampir
sebagian besar perusahaan di dunia, namun penerapannya sebagai dasar tolak ukur penilaian
kinerja manajemen dalam melakukan audit operasional masih belum dikembangkan atau
terintegrasi dengan baik.
Balanced Scorecard menterjemahkan strategi ke dalam istilah operasional sehingga dapat
dipahami sampai level manajemen yang terendah, dimana pengukuran kinerja suatu unit usaha dari
empat perspektif yang dianggap penting, yaitu dari: (1) perspektif keuangan, (2) perspektif
pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal dan (4) perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Dasar pemikiran Kaplan dalam hal ini adalah pendapatnya "Jika kau mampu mengukumya, kau
dapat mengaturnya".
Perspektif Keuangan
Perspektif keuangan dalam Balanced Scorecard memiliki dua peranan penting, yaitu untuk
mendefinisikan kinerja keuangan yang diinginkan dari suatu strategi dan sebagai suatu target akhir
untuk pengukuran aspek-aspek scorecard yang lain. Perspektif keuangan harus dapat dikaitkan
dengan strategi unit usaha tersebut. Strategi unit usaha berkaitan dengan siklus hidup suatu unit
usaha, yang secara umum dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: (1) tumbuh, (2) berkembang dan
(3) bertahan.
Perspektif Pelanggan
Ukuran perspektif pelanggan pada scorecard, dilakukan dengan mengidentifikasikan terlebih
dahulu segmen pasar dan pelanggan yang dipilih oleh suatu badan usaha untuk dapat bersaing.
Segmen ini merupakan sumber hagi pendapatan dalam perspektif keuangan. dimana ukuran inti

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 23
Volume I Nomor 1, April 2015 (Arif Krisbudiman)

dalam perspektif pelanggan ada lima yaitu: (1) pangsa pasar, (2) tingkat retensi pelanggan, (3)
penambahan pelanggan baru, (4) kepuasan pelanggan dan (5) profitabilitas pelanggan.
Perspektif Bisnis Internal
Perspektif bisnis internal memungkinkan para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses
internal penting yang harus dikuasai dcngan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit
bisnis untuk:
memberikan proposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahankan pelanggan
dalam segmen pasar sasaran, dan
memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham.
Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang akan berdampak
besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial perusahaan.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun
perusahaan dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan menyediakan sarana untuk mencapai hasil yang maksimal di tiga
perspektif yang lain. Dalam perspektif ini terdapat tiga kategori, yaitu kemampuan karyawan,
kemampuan sistem informasi dan motivasi serta pemberdayaannya. Ukuran inti karyawan ada tiga
meliputi kepuasan, retensi, dan produktivitas karyawan.
Quality Function Deployment
Quality Function Deployment didefinisikan sebagai suatu kiat manajemen mutu terpadu yang
menerapkan kebutuhan-kebutuhan para pelanggan pada rancangan produk (Tjitro, 2001). Titik
awal dari Quality Function Deployment adalah pelanggan serta keinginan dan kebutuhan dari
pelanggan itu. Dalam hal ini disebut sebagai "suara dari pelanggan" (voice of the customer).
Pekerjaan dari tim Quality Function Deployment adalah mendengarkan suara dari pelanggan itu.
Keistimewaan pokok dari Quality Function Deployment adalah bahwa fokus utama adalah
persyaratan dari para pelanggan. Proses-proses yang ada digerakkan oleh apa yang diinginkan
pelanggan bukan oleh hasil inovasi dalam teknologi. Konsekuensinya. lebih banyak usaha yang
harus dilakukan dalam memperoleh informasi yang perlu untuk menentukan apa yang sebenarnya
diinginkan oleh para pelanggan (Tjitro, 2001).
Total Productive Maintenance
Total Productive Maintenance bersifat melibatkan semua pihak dalam perusahaan pada setiap
level. Subjek utama yang menjadi ide dasar dari kegiatan Total Productive Maintenance adalah
manusia dan mesin, dalam hal ini diusahakan untuk merubah pola pikir manusia terhadap konsep
perawatan yang selama ini dipakai. Pola pikir 'saya menggunakan peralatan saya, orang lain yang
memperbaiki' harus diubah menjadi 'saya merawat peralatan saya sendiri'. Dengan perubahan ini
diharapkan pemeliharaan mesin dan peralatan berjalan dengan baik sehingga kerusakan dapat
dicegah, sehingga perlu diadakan sistem pendidikan dan pelatihan yang memadai agar karyawan
dapat belajar menggunakan dan merawat mesin atau peralatannya dengan baik.
Menurut Singgih dan Megawati (2001) Total Productive Maintenance memiliki tiga tujuan
utama yaitu: (1) menghilangkan waktu yang terbuang akibat perbaikan, (2) menghilangkan
kerusakan (cacat) pada produk akibat kerusakan mesin dan (3) menghilangkan kecelakaan kerja.
Inti atau elemen dasar dari sistem Total Productive Maintenance sebenarnya adalah kegiatan
Pemeliharaan Mandiri untuk mencegah kerusakan dan kegiatan Peningkalan Per Bagian untuk
meningkatkan efisiensi, produktivitas, serta kemampuan sistem secara keseluruhan.

METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Untuk dapat mengetahui kesesuaian pencapaian hasil dengan tujuan yang direncanakan, suatu
perusahaan harus selalu mengevaluasi kinerjanya dengan melakukan pengukuran. Pengukuran
kinerja di sebuah industri baterai aki ini menggunakan konsep Balanced Scorecard yang mengukur
kinerja dilihat dari empat aspek yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan. Adapun diagram alir konseptual penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.

ISSN 2407-7852
24
Volume I Nomor 1, April 2015 (Arif Krisbudiman)

Gambar 1. Diagram Alir Konseptual Penelitian

Tata Laksana
Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan menyebarkan kuisioner pada tiga jenis pelanggan yaitu:
agen, pelanggan dan mantan pelanggan, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan dalam membeli suatu produk baterai aki, terutama produk
perusahaan.
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah unfinite population correction untuk
pelanggan dan mantan pelanggan, dengan jumlah sampel masing-masing 146 dan 152. Untuk agen
menggunakan metode finite population correction dengan jumlah sampel 31. Pada pembobotan
tingkat kepentingan menggunakan metode perbandingan berpasangan dilakukan wawancara
dengan 5 orang pakar yang terdiri dari Kepala Divisi Teknis, Kepala Divisi Produksi dan Kepala
Divisi Penjualan serta dua orang agen.
Untuk pembobotan pada masing-masing tolak ukur Balanced Scorecard, dilakukan wawancara
dengan masing-masing Kepala Divisi yang ada di PT. Yuasa Battery Indonesia. Pada Struktur
Organisasi Fungsional perusahaan terdapat 6 divisi seperti terlihat pada Gambar 2. Purchasing
Division dan Finance Division untuk perspektif finansial, Marketing Division untuk perspektif
pelanggan. Pembobotan untuk perspektif proses bisnis internal berdasarkan Technical Division dan
Production Division, sedangkan untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan wawancara
dilakukan dengan Human Resource Division.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 25
Volume I Nomor 1, April 2015 (Arif Krisbudiman)

Gambar 2. Struktur Organisasi PT Yuasa Battery Indonesia


Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil
kuisioner dan wawancara dengan para pakar, sedangkan data sekunder didapatkan dari perusahaan
dan telaah pustaka.
Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan matriks obyektif untuk pengukuran kinerja
menggunakan Balanced Scorecard, sedangkan data hasil wawancara dengan pakar dilakukan
pembobotan dengan menggunakan perbandingan berpasangan. Hasil kuisioner kemudian dianalisis
dengan menggunakan Quality Function Deployment. Data penjadwalan pemeliharaan peralatan
yang didapatkan dari Manajer Teknik digunakan untuk memperbaiki penjadwalan pemeliharaan
peralatan menggunakan Total Productive Maintenance. Data pengujian kekuatan yang dilakukan
oleh Quality Assurance Department selanjutnya digunakan untuk memperbaiki metode pengujian.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengukuran Kinerja
Perspektif Keuangan
Perusahaan baterai aki yang dikaji memiliki tujuan meningkatkan penjualan dengan
memproduksi baterai aki yang berkualitas tetapi dengan harga jual yang lebih murah daripada
baterai aki sejenis merek lain. Untuk mengukur kinerja pada tahun 2001, digunakan analisis radar
guna menentukan rasio profitabilitas dari keuangan perusahaan. Hasil penilaian masing-masing
tolok ukur yang diolah menggunakan matriks obyektif. Dan diharapkan total indeks pada perspektif
keuangan nilainya lebih besar dari 3 (diatas rata-rata). Tolak ukur pengukuran kinerja untuk
perspektif keuangan, antara lain: ROI (Return On Investment), Ratio Profit Margin,
Operating Ratio, Current Ratio (Rasio Lancar), Acid Test Ratio (Rasio Lancar), Cash Ratio (Rasio
Lancar) dan Ratio Solvabilitas.
Perspektif Pelanggan
Pelanggan yang dimaksud disini adalah agen, pemakai akhir dan pemegang saham. Pada
perspektif ini tujuan perusahaan adalah "secara berkesinambungan meningkatkan kepuasan
pelanggannya dan sebagai produsen baterai aki yang berkualitas baik dengan harga ekonomis".
Dan diharapkan total indeks pada perspektif pelanggan nilainya lebih besar dari 3 (diatas rata-rata).
Tolak ukur pengukuran kinerja untuk perspektif pelanggan, antara lain: Rasio Komplain,
Prosentase Pengiriman Tepat Waktu dan Laba per Saham Utama.
Perspektif Proses Bisnis Internal
Tujuan perusahaan dalam perspektif ini adalah "meningkatkan efisiensi dan mengurangi
downtime" sehingga dapat mengurangi biaya akibat perbaikan mesin dan produk cacat. Dan

ISSN 2407-7852
26
Volume I Nomor 1, April 2015 (Arif Krisbudiman)

diharapkan total indeks pada perspektif proses bisnis internal nilainya lebih besar dari 3 (diatas
rata-rata). Tolak ukur pengukuran kinerja untuk perspektif proses bisnis internal, antara lain:
Prosentase Penjualan Nyata vs Target, Rasio Penjualan vs Produksi, Rasio Utilisasi Kapasitas, Rasio
Unplanned Downtime, Rasio Planned Downtime dan Prosentase Efisiensi Produksi.
Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Dalam perspektif ini perusahaan memiliki tujuan melakukan perbaikan terhadap kualitas
sumber daya manusia, sistem dan prosedur organisasi dalam mencapai visi, misi dan strategi
perusahaan. Dan diharapkan total indeks pada perspektif proses bisnis internal nilainya lebih besar
dari 3 (diatas rata-rata). Tolak ukur keberhasilan pada perspektif ini meliputi penghargaan kerja,
rasio karyawan vs komputer, rasio karyawan vs email dan rasio karyawan asing vs lokal.
Analisis Kepuasan Pelanggan
Identifikasi Elemen-Elemen Kepuasan Pelanggan
Elemen-elemen yang penting menurut pelanggan dalam menentukan kualitas suatu baterai aki
adalah:
a. Keselamatan, rasa aman dalam berkendara, tidak perlu khawatir baterai aki yang
digunakannya akan mengalami gangguan dan kerusakan (konsleting atau meledak)
b. Kekuatan, baterai aki memiliki daya tahan yang baik terhadap goncangan dan suhu tinggi
sesuai spesifikasinya.
c. Kenyamanan, baterai aki dapat digunakan dengan baik sebagaimana mesti fungsinya (tidak
bocor, dapat dicharge) sehingga pengguna tidak mengalami gangguan kelistrikan.
d. Desain, merupakan bentuk, ukuran dan posisi kutub positif-negatif baterai aki yang
disesuaikan dengan kegunaan pada kendaraan.
e. Harga, hendaknya sesuai dengan mutu baterai aki yang diproduksi.
Dan sebagai contoh dari hasil survei terhadap pelanggan serta wawancara para pakar terhadap
pembobotan kelima kriteria mutu dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data Hasil Kriteria Mutu Baterai aki
Atribut S K N H D
S 1 1,41 1,34 1,86 1,86
K 0,71 1 1,42 1,85 1,85
N 0,74 0,71 1 1,79 1,79
H 0,54 0,54 0,56 1 0,84
D 0,54 0,54 0,56 1,19 1

Tabel 4 Normalisasi Nilai


Atribut S K N H D
S 1 1,41 1,34 1,86 1,86
K 0,71 1 1,42 1,85 1,85
N 0,74 0,71 1 1,79 1,79
H 0,54 0,54 0,56 1 0,84
D 0,54 0,54 0,56 1,19 1
Penjumlahan Kolom 3,53 4,2 4,88 7,69 7,34

Atribut S K N H D
S 0,28328612 0,33571429 0,27459016 0,24187256 0,25340599
K 0,20113314 0,23809524 0,29098361 0,24057217 0,2520436
N 0,20963173 0,16904762 0,20491803 0,23276983 0,24386921
H 0,1529745 0,12857143 0,1147541 0,13003901 0,11444142
D 0,1529745 0,12857143 0,1147541 0,15474642 0,13623978
Perhitungan bobot kepentingan dengan' metode perbandingan berpasangan selanjutnya
dilakukan pada kelima elemen tersebut yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5. Dan dapat dilihat
bahwa pakar memberikan bobot yang paling besar terhadap harapan pelanggan yaitu keselamatan.
Tabel 5. Bobot Elemen-Elemen Voice Of Customer
Bobot
Atribut Bobot Rangking
Konversi
S 0,278 1 5
K 0,244 2 4

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 27
Volume I Nomor 1, April 2015 (Arif Krisbudiman)

N 0,212 3 3
H 0,128 5 1
D 0,137 4 2

Pada Tabel 6 dapat dilihat perbandingan antara tingkat kepentingan masing-masing atribut
dengan tingkat kepuasan yang telah diberikan oleh perusahaan.

Tabel 6. Perbandingan Tingkat Kepentingan dan Kepuasan Baterai aki Perusahaan


Tingkat Tingkat
Atribut
Kepentingan Kepuasan
S Sangat Penting Memuaskan
Cukup
K Cukup Penting
Memuaskan
Tidak
N Penting
Memuaskan
Sangat Tidak
H Memuaskan
Penting
D Tidak Penting Memuaskan

Gambar 3. Grafik radar hasil pengukuran atribut mutu baterai aki perusahaan

Dari Tabel 6 dan Gambar 3 diatas terlihat bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan perusahaan baterai aki yang dikaji belum sesuai dengan tingkat kepentingannya. Masih
ada atribut yang dinilai penting tetapi masih belum dapat dipenuhi oleh perusahaan. Untuk atribut
keselamatan yang dinilai sangat penting, perusahaan sudah dapat mewujudkannya sehingga
pelanggan merasa puas. Namun untuk atribut kenyamanan dan kekuatan yang dinilai cukup penting
dan penting, perusahaan belum dapat memenuhi kebutuhan pelanggan sehingga hanya dinilai
cukup puas dan tidak puas. Pada atribut desain dan harga yang dianggap tidak penting dan sangat
tidak penting, perusahaan mendapatkan nilai memuaskan. Ini berarti langkah-langkah yang
dilakukan perusahaan selama ini selalu menitikberatkan pada desain dan harga walaupun hal itu
bukan prioritas utama yang diinginkan pelanggan baterai aki perusahaan.
Peningkatan Kinerja
Untuk meningkatkan daya saing perusahaan, perusahaan harus mampu memenuhi seluruh
harapan pelanggan. Hal ini dapat diwujudkan dengan memperbaiki proses Formation, Inserting,
Terminal Post Making dan Finishing. Dalam rangka memenuhi harapan pelanggan, perusahaan
harus memfokuskan terlebih dahulu pada harapan tertinggi yang belum dipenuhi yaitu kekuatan
dan kenyamanan. Beberapa penyebab menurunnya mutu kekuatan dan kenyamanan baterai aki
untuk masing-masing proses adalah sebagai berikut:
Formation: kapasitas baterai aki harus sesuai dengan spesifikasi yang akan diproduksi
Inserting: kutub-kutub tidak terjadi short dan baterai aki dapat dicharge sesuai fungsinya
pada kendaraan
Terminal Post Making: kebocoran yang terjadi pada baterai aki dapat menyebabkan
masalah kelistrikan
Finishing: baterai aki yang diproduksi sesuai standar dan spesifikasinya

ISSN 2407-7852
28
Volume I Nomor 1, April 2015 (Arif Krisbudiman)

Penerapan Balanced Scorecard harus dimulai dengan keterbukaan informasi dari manajemen
tingkat atas sampai kepada karyawan tingkat bawah untuk dapat melaksanakan strategi perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis kepuasan pelanggan, perusahaan harus mengadakan perbaikan-
perbaikan, terutama untuk memperbaiki kriteria kekuatan dan kenyamanan baterai aki yang belum
sesuai keinginan pelanggan. Adapun upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
lingkungan kerja yang sehat, reward atau gaji operator yang pantas, melakukan otomatisasi mesin
pada proses pemasakan, menerapkan Total Productive Maintenance dan memperbaiki metode
pengujian kriteria kekuatan serta kenyamanan baterai aki.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengukuran kinerja menggunakan konsep Balanced Scorecard, dapat
disimpulkan bahwa beberapa kriteria kualitas dapat dijadikan perusahaan baterai aki untuk
mengukur kinerjanya. Atribut-atribut yang mempengaruhi pelanggan untuk membeli produk
baterai aki menurut tingkat kepentingannya adalah keselamatan, kekuatan, kenyamanan, desain dan
harga. Atribut yang belum dapat dipenuhi oleh perusahaan adalah kekuatan dan kenayamanan,
sehingga perlu ada perbaikan pada proses Formation, Inserting, Terminal Post Making dan
Finishing. Perbaikan ini dapat meningkatkan kriteria kekuatan dan kenyamanan baterai aki
sekaligus mengurangi bahkan menghilangkan produk cacat, apabila dilakukan bersamaan dengan
penerapan Total Productive Maintenance.
Saran
Dalam pengukuran kinerja, perusahaan perlu melakukan pengukuran kinerjanya menggunakan
konsep Balanced Scorecard. Perusahaan perlu melakukan survei pelanggan secara berkala dan
menindaklanjuti hasil survei dengan menciptakan produk sesuai keinginan pelanggan. Untuk
meningkatkan kinerja mesin perlu diterapkan Total Productive Maintenance secara bertahap.
Metode pengujian sebaiknya dilakukan dengan jumlah sampel dan waktu yang tepat, ditunjang
peralatan yang akurat serta terkalibrasi dengan baik. Penelitian lebih lanjut diperlukan dengan
memprioritaskan aspek pembelajaran dan pertumbuhan serta menggunakan standar baku kinerja
Balanced Scorecard.

DAFTAR PUSTAKA
http://yuasabattery.co.id (23 Agustus 2014)
Feliana, Y. dan Stefanus, 2001, Audit Operasional Dengan Penggunaan Balanced Scorecard
Sebagai Dasar Penilalan Kinerja Suatu Unit Usaha, Teknik Industri dan Manajemen
Produksi Vol. X: 292-300.
Kaplan, R.S dan P. Norton, 1996, Balanced Scorecard. Menerapkan Strategi Menjadi Aksi,
Penerbit PT. Erlangga, Jakarta.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 29
Volume I Nomor 1, April 2015 (Yeny Pusvyta)

PENGUJIAN PERFORMA PROTOTIPE ALAT PEMINDAH MASAKAN


DENGAN KAPASITAS 10 LITER

Yeny Pusvyta1*
1
Program Studi Teknik Mesin Universitas IBA
Jl. Mayor Ruslan Palembang.
*Email : yeny_pusvyta@yahoo,com

Abstrak

Perubahan gaya hidup menyebabkan perkembangan industri kuliner meningkat. Proses pengangkatan dan
pemindahan hasil masakan yang berat, cukup riskan dari segi keamanan dan kesehatan. Berdasarkan
observasi, identifikasi kebutuhan dan langkah-langkah perancangan, dibuatlah prototipe alat pemindah
masakan dengan kapasitas 10 liter. Tujuan perancangan dan pembuatan prototipe ini adalah untuk
meringankan kegiatan transportasi hasil masakan likuid (minyak sayur) untuk menghemat tenaga dan
mengurangi cidera. Parameter keberhasilan fungsi prorotipe ini adalah pemindahan seluruh likuid ke
dalam container (tabung vakum). Pengujian dengan ketinggian tungku 60 cm dengan suhu minyak sayur
bervariasi dilakukan untuk melihat performa prototipe. Hasil pengujian dan analisis dengan ilmu mekanika
fluida membuktikan bahwa prototipe cukup mampu mencapai parameter yang ditetapkan.

Kata kunci : prototipe, pengujian, temperatur, tabung vakum, minyak sayur

PENDAHULUAN

Perkembangan industri kuliner semakin meningkat. Berdasarkan data yang ada pada Gapmmi
(Gabungan PengusahaMakanan dan Minuman Seluruh Indonesia), antara 2004-2009 pertumbuhan
industri makanan dan minuman terus naik. Tahun 2008 naik 25 persen lebih dari Rp 402 triliun
menjadi Rp 505 triliun. Badan pusat statistik menunjukkkan data yang cukup baik untuk
pertumbuhan usaha makanan dan minuman tahun 2009 hingga tahun 2011, yaitu 12% di tahun
2009, 10% di tahun 2010, 9,19% di tahun 2012, dan 10 % di tahun 2012. Sedangkan menurut
Franky Sibarani, Sekretaris Jenderal Gapmmi pada tahun 2013 pertumbuhan industri makanan
sekitar 6 % dan pada tahun 2014 diprediksikan pertumbuhan industri makanan akan tetap sama
yaitu sebesar 6%.
Hasil masakan yang berat dengan suhu yang tinggi membutuhkan energi yang besar untuk
mengangkat dan bisa menimbulkan cidera apabila posisi pengangkatan tidak ergonomis. Salah satu
peran penting ergonomi yaitu meningkatkan faktor keselamatan dan kesehatan kerja. Misalnya
desain sistem kerja untuk mengurani rasa nyeri dan ngilu pada sistem kerangka otot manusia,
dengan stasiun kerja untuk alat peraga visual untuk mengurasi ketidaknyamanan visual dan postur
kerja (Eko, 1998).
Penelitian ini adalah penelitian lanjutan (Pusvyta,2013) mengenai kompleksitas pada proses
perancangan prototipe alat pemindah masakan. Tahapan penelitian dimulai dri observasi hingga
didapat spesifikasi produk yang dijadikan prototipe untuk alat pemindah masakan dengan media
yang dipindahkan berupa likuid, yaitu minyak sayur.
Observasi dilakukan untuk membuat daftar kebutuhan. Daftar kebutuhan berisi maksud yang
hendak dicapai, baik itu berupa kebutuhan yang sangat mendesak atau cuma keinginan yang bisa
diabaikan oleh perancang. Pada daftar kebutuhan prototipe alat pemindah masakan ditetapkan
identifikasi masalah esensial yang didalamnya dapat merupakan kebutuhan maupun batasan, yaitu;
volume bervariasi, bentuk wadah dan diameter bervariasi, tahan suhu dan kelembaban tinggi,
sederhana, ringan, murah, aman serta mampu memindahkan likuid ke kontainer. Sehingga didapat
rumusan masalah dalam terminologi solusi netral, yaitu alat yang berfungsi memindahkan cairan
(minyak sayur) ke kontainer, yang sederhana dan aman.

ISSN 2407-7852
30
Volume I Nomor 1, April 2015 (Yeny Pusvyta)

Langkah-langkah perancangan dilakukan sehingga didapat solusi prinsip, berdasarkan prinsip


kerja dan variasi komponen yang dipilih menurut kebutuhan, keinginan dan batasan-batasan yang
telah terlebih dahulu ditetapkan untuk kemudian dibuat menjadi prototipe (Pahl, 2007).
Prototipe tersebut perlu dilakukan pengujian terhadap fungsi, dievaluasi, untuk kemudian
menjadi masukan bagi penyempurnaan prototipe selanjutnya sesuai dengan tujuan peancangannya.
Tujuan perancangan prototipe alat pemindah masakan dengan kapasitas 10 liter ini, yaitu untuk
meringankan kegiatan transportasi hasil masakan berupa likuid untuk menghemat tenaga dan
mengurangi cidera. Likuid yang diinginkan untuk ditransportasikan adalah minyak sayur.
Parameter awal bagi keberhasilan fungsi prorotipe ini adalah pemindahan seluruh minyak sayur
panas ke dalam tabung vakum.

Alat dan prinsip kerja


Skema prototipe alat pemindah masakan dengan kapasitas 10 liter alat pemindah masakan
dengan kapasitas 10 liter diperlihatkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema rangkaian alat (Pusvyta, 2013)

Prototipe tersebut terdiri dari :


1.Pompa vakum,
Daya = Hp
Unimate vacuum = 150 micron
Free air Displacement = 2,0 CFM
2. kompresor
Daya = 1/10 HP
Displacement = 2 cfm/56,6 l/min
Pressure switch setting =
- cut out-40 psi/2,82 kg/cm2
- cut in -32 psi/ 2,25 kg/cm2
3. tabung vakum,
tekanan maksimum 130 psi ,
diameter 22 c
tinggi ruang dalam tabung = 45 cm
isi = 16 liter
4. Selang radiator
5. Pressure gauge
6. Kopler in
7. Ball valve in
8. Sambungan tee

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 31
Volume I Nomor 1, April 2015 (Yeny Pusvyta)

9. Selang aluminium berdiameter 0,5 cm panjang 40 cm


Prinsip kerja alat :
o Alat ini berfungsi memindahkan minyak dari tempat masak ke tabung vakum dengan
prinsip perbedaan tekanan.
o Energi listrik menggerakkan pompa vakum dan menyedot udara dari dalam tabung
untuk mengurangi tekanan sehingga terjadi perbedaan tekanan terhadap lingkungan di
luar tabung dan membuat minyak sayur mengalir dari kuali ke dalam tabung.
o Kompresor berfungsi untuk memberikan tekanan pada tabung vakum agar minyak dari
dalam tabung dapat mengalir ke dalam kuali.

Prosedur dan hasil pengujian alat


Pengujian alat dilakukan untuk memeriksa kemampuannya menjalankan fungsi dengan
parameter perpindahan seluruh kapasitas fluida.
Prosedur pengujian untuk penghisapan minyak ke tabung vakum :
1. Persiapkan seluruh alat.
2. Panaskan minyak sayur
3. Ukur suhu minyak
4. Tutup ball valve outlet tabung vakum serta selang penghubung kompresor,
5. Letakkan selang pada kopler di posisi atas tabung vakum
6. Nyalakan pompa vakum, ukur waktu kerja
7. Jika semua fluida sudah dipindahkan, matikan pompa vakum, hentikan pengukuran
waktu.

Prosedur pengujian untuk pengaliran minyak ke kuali :


1. Persiapkan seluruh alat.
2. Lepaskan selang pada kopler yang berada di atas tabung
3. Tutup ball valbe yang berada pada selang yang menghubungkan pompa vakum dengan
tabung vakum.,
4. Letakkan selang perpanjangan dari outlet tabung vakum di posisi atas di dalam kuali
5. Nyalakan kompresor, ukur waktu kerja
6. Jika semua fluida sudah dipindahkan, matikan kompresor, hentikan pengukuran waktu.
Pada pengujian dengan suhu bervariasi, didapat data pada tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 1. Hasil pengujian penghisapan minyak ke dalam tabung vakum


No. Temperatur Tekanan Volume Waktu Debit
(oC) (bar) (m3) (s) (liter/detik)
1. 100 -0,4 0,01 300 3,33 . 10-5
2. 110 -0,4 0,01 297 3,37 . 10-5
3. 120 -0,4 0,01 295 3,39 . 10-5
4. 130 -0,4 0,01 293 3,41 . 10-5
5. 140 -0.4 0,01 290 3,45 . 10-5

Tabel 2. Hasil pengujian pengaliran minyak dari dalam tabung vakum


No. Temperatur Tekanan Volume Waktu Debit
(oC) (bar) (m3) (s) (liter/detik)
1. 70 0,7 0,009 176 5.11 . 10-5
2. 80 0,7 0,009 163 5.52 . 10-5
3. 90 0,7 0,009 155 5.81 . 10-5
4. 100 0,7 0,009 145 6.21 . 10-5
5. 110 0,7 0,009 136 6.62 . 10-5

ISSN 2407-7852
32
Volume I Nomor 1, April 2015 (Yeny Pusvyta)

Pembahasan dan Analisa hasil pengujian


Penghisapan minyak ke dalam tabung vakum

Skema penghisapan minyak ke dalam tabung vakum diperlihatkan pada gambar 2.


selang
(2)

kuali
7 cm
22 cm
(1)
Udara dari dalam
tabung dihisap oleh
pompa vakum 15 cm
Minyak sayur
Referensi panas

Tabung vakum

51 cm
40 cm 56 cm y = 60 cm

5 cm
(3)
4 cm

Gambar 2. Proses penghisapan minyak ke tabung vakum

Persamaan Bernoulli sepanjang garis arus (1), (2), dan (3) dapat diterapkan sebagai berikut :

Pada kondisi tersebut, , = , = = 0, sehingga ;

Contoh perhitungan untuk ketinggian tungku, y = 60 cm, minyak sayur = 800 kg/m3, g = 9,8
m/s2, z3 = 51 cm, z1= 15 cm:

3214,4 kg/m.s2

Tabel 3. Nilai tekanan minimal yang diperlukan untuk penghisapan minyak sayur
ke dalam pompa untuk ketinggian tungku bervariasi
y (cm) (kg/m3) g (m/s2) z1 (cm) z3 (cm) p3
(pa) (bar) (psi)
10 800 9.8 15 6 705.60 0.0071 0.1023
20 800 9.8 15 16 -78.40 -0.0008 -0.0114
30 800 9.8 15 26 -862.40 -0.0086 -0.1251
40 800 9.8 15 36 -1646.40 -0.0165 -0.2388
50 800 9.8 15 46 -2430.40 -0.0243 -0.3525
60 800 9.8 15 56 -3214.40 -0.0321 -0.4662
70 800 9.8 15 66 -3998.40 -0.0400 -0.5799
80 800 9.8 15 76 -4782.40 -0.0478 -0.6936

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 33
Volume I Nomor 1, April 2015 (Yeny Pusvyta)

90 800 9.8 15 86 -5566.40 -0.0557 -0.8073


100 800 .8 15 96 -6350.40 -0.0635 -0.9210

Tampilan grafik terdapat dalam gambar 3 sebagai berikut :

0.0200

0.0100
Tekanan Hisap minimum(Bar)

0.0000
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
-0.0100

-0.0200

-0.0300

-0.0400

-0.0500

-0.0600

-0.0700
Tinggi tungku (cm)

Gambar 3. Grafik hubungan tekanan hisap dan tinggi tungku

Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin tinggi tungku, maka tekanan minimum yang
dibutuhkan pada tabung vakum untuk menghisap minyak ke dalam tabung semakin rendah. Untuk
tinggi tungku sebesar 10 cm maka tekanan minimum yang dibutuhkan untuk menghisap minyak ke
dalam tabung vakum adalah 0,0071 bar, dan untuk tinggi tungku 100 cm sebesar 0,0635 bar.
Protipe ini diuji dengan ketinggian tungku sebesar 60 cm, sehingga tekanan hisap minimum yang
dibutuhkan -0,0321 bar.
Pengaliran minyak dari dalam tabung vakum
Skema pengaliran minyak dari dalam tabung vakum diperlihatkan pada gambar 4.
(2)

selang

kuali 7 cm
22 cm
(1)
Tekanan dari P2
kompresor
Minyak sayur 15 cm

Tabung
vakum

51 cm
y = 60 cm

referensi
(3)

5 cm
Minyak sayur
4 cm

ISSN 2407-7852
34
Volume I Nomor 1, April 2015 (Yeny Pusvyta)

Gambar 4. Proses pengaliran minyak dari dalam tabung vakum

Persamaan Bernoulli sepanjang garis arus (1), (2), dan (3) dapat diterapkan sebagai berikut :

Pada kondisi tersebut, , = , = = 0, sehingga ;

Contoh perhitungan untuk ketinggian tungku, y = 60 cm, minyak sayur = 800 kg/m3, g = 9,8
m/s2, z3 = 0 cm, z1= 66 cm:

kg/m.s2

Tabel 4 Nilai tekanan minimal yang diperlukan untuk pengaliran minyak sayur
dari dalam pompa untuk ketinggian tungku bervariasi
y (cm) (kg/m3) g (m/s2) z1 (cm) z3 (cm) p3
(pa) (Bar) (Psi)
10 800 9.8 16 0 1254.40 0.0125 0.18194
20 800 9.8 26 0 2038.40 0.0204 0.29565
30 800 9.8 36 0 2822.40 0.0282 0.40936
40 800 9.8 46 0 3606.40 0.0361 0.52307
50 800 9.8 56 0 4390.40 0.0439 0.63677
60 800 9.8 66 0 5174.40 0.0517 0.75048
70 800 9.8 76 0 5958.40 0.0596 0.86419
80 800 9.8 86 0 6742.40 0.0674 0.97790
90 800 9.8 96 0 7526.40 0.0753 1.09161
100 800 9.8 106 0 8310.40 0.0831 1.20532

Gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi tungku, maka tekanan minimum yang
dibutuhkan tabung vakum untuk mengkompresi minyak ke dalam wajan semakin semakin tinggi,
namun masih dibawah tekanan ijin tabung yaitu 130 psi (8,96 bar).
0.1000
Tekanan Kompresi

0.0800
minimum (Bar)

0.0600
0.0400
0.0200
0.0000
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Tinggi tungku (cm)

Gambar 5. Grafik hubungan tekanan kompresi dan tinggi tungku

Untuk tinggi tungku sebesar 10 cm maka tekanan minimum yang dibutuhkan untuk mengalirkan
minyak ke dalam tabung vakum adalah 0,0125 bar, dan untuk tinggi tungku 100 cm sebesar 0,0831
bar. Protipe ini diuji dengan ketinggian tungku sebesar 60 cm, sehingga tekanan hisap minimum
yang dibutuhkan 0,0517 bar.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 35
Volume I Nomor 1, April 2015 (Yeny Pusvyta)

Gambar 6 dan 7 merupakan grafik hasil pengujian prototipe yang telah dilakukan dengan variasi
temperatur
0.000035
0.0000345

Debit (l/s)
0.000034
0.0000335
0.000033
90 100 110 120 130 140 150
Temperatur (o C)

Gambar 6. Grafik hubungan temperatur terhadap debit pada penghisapan minyak


ke dalam tabung vakum

Gambar 6 menyatakan, bahwa semakin besar temperatur minyak sayur, maka makin besar pula
debitnya untuk tekanan seragam sebesar -0,4 bar. Pada pengujian tersebut seluruh minyak dapat
dipindahkan dari wajan ke dalam tabung vakum, sehingga prototipe mampu memenuhi parameter
perancangan yang ditetapkan.
7E-05

6.5E-05
Debit (l/s)

6E-05

5.5E-05

5E-05
60 70 80 90 100 110 120
Temperatur minyak sayur (oC)

Gambar 7. Grafik Hubungan temperatur terhadap debit pada pengaliran minyak


dari dalam tabung vakum

Gambar 7 menyatakan, bahwa semakin besar temperatur minyak sayur, maka makin besar pula
debitnya untuk tekanan seragam 0,7 bar. Pada pengujian tersebut seluruh minyak dapat
dipindahkan dari tabung vakum ke dalam wajan, sehingga prototipe mampu memenuhi parameter
perancangan yang ditetapkan.

Kesimpulan
Berdasarkan tahapan penelitian dan pengujian prototipe yang dilakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Semakin tinggi tungku, maka tekanan minimum yang dibutuhkan pada tabung vakum untuk
menghisap minyak semakin rendah. Protipe ini dengan ketinggian tungku sebesar 60 cm,
membutuhkan tekanan hisap minimum -0,0321 Bar.

2. Semakin tinggi tungku, maka tekanan minimum yang dibutuhkan tabung vakum untuk
mengkompresi minyak ke dalam wajan semakin semakin tinggi, namun masih dibawah
tekanan ijin tabung yaitu 130 psi (8,96 Bar). Protipe ini dengan ketinggian tungku sebesar 60
cm, membutuhkan tekanan kompresi minimum sebesar 0,0517 Bar.

ISSN 2407-7852
36
Volume I Nomor 1, April 2015 (Yeny Pusvyta)

3. Semakin besar temperatur minyak sayur, maka semakin besar pula debitnya untuk tekanan
seragam sebesar -0,4 Bar.

4. Semakin besar temperatur minyak sayur, maka semakin besar pula debitnya untuk tekanan
seragam 0,7 Bar.

5. Prototipe mampu memenuhi parameter keberhasilan perancangan yaitu pemindahan seluruh


minyak dari tabung vakum ke wajan.

Saran
Saran untuk pengembangan prototipe, sebagai berikut :
1. Penelitian lanjut untuk pemilihan material prototipe yang food grade atau aman digunakan
untuk makanan.

2. Penelitian dengan variasi desain komponen untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi alat,
kapasitas pemindahan, serta keamanan pada penggunaan untuk temperatur yang lebih tinggi.

3. Pembahasan dengan variabel perhitungan ilmu mekanika fluida yang lebih kompleks dengan
ketelitian yang lebih tinggi untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih terpercaya.

Daftar Pustaka

Munson, Burce R dkk. 2004. Mekanika Fluida. Edisi keempat. Jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga.

Nurmianto, Eko. 1998. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Edisi Pertama. Cetakan Kedua.
Jakarta. Penerbit Guna Widya.

Pahl, G et al. 2007. Engineering Design. Thirth Edition. Springer.

Pusvyta, Y. 2013. Kompleksitas pada proses perancangan prototipe alat pemindah masakan.
Prosiding SNTTM XII. Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung

http://industri.kontan.co.id/news/gapmmi-prediksi-pertumbuhan-industri-mamin-2014-6 diakses
tanggal 10 November 2014

http://www.wartakota.co.id/detil/berita/25203/Industri-Makanan-dan-Minuman - Pemakai-Terbesar
diakses tanggal 19 Maret 2012

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 37
Volume I Nomor 1, April 2015 (NK. Caturwati, dkk.)

ALAT PIROLISIS TEMPURUNG KELAPA SAWIT


SEBAGAI BAHAN BAKU BRIKET BIOMASSA

NK. Caturwati1*, Endang Suhendi2, Eko Prasetyo3


1,3
Jurusan Teknik Mesin; 2 Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jend. Sudirman km.3 Cilegon.
*Email : n4wati@untirta.ac.id

Abstrak
Kelangkaan bahan bakar fosil disertai peningkatan kebutuhan energi memaksa kita untuk
mengembangkan sumber-sumber energi lain diluar energi fosil sebagai bahan baku energi. Tempurung
kelapa sawit merupakan salah satu limbah agroindustri Indonesia dewasa ini yang ketersediaannya cukup
melimpah. Pemanfaatan tempurung kelapa sawit sebagai bahan bakar dalam bentuk briket cukup
menjanjikan untuk dikembangkan. Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan alat pirolisis tempurung
kelapa sawit dalam skala laboratorium dengan menggunakan metode VDI 2221 dengan temperatur pirolisis
yang dapat di atur : 250 C , 300 C, 350 C dan 400 C. Untuk proses pirolisis selama 1 jam menghasilkan
produk char (padatan) sebagai bahan baku briket dengan nilai kalor yang cukup tinggi sebesar 7070,335
kalori/gram.

Kata kunci : metode vdi 2221, pyrolisis, tempurung kelapa sawit,

1. PENDAHULUAN
Pirolisis adalah dekomposisi kimia bahan organik melalui proses pemanasan, dimana
material mentah akan mengalami pemecahan struktur kimia sehingga fase padat berubah menjadi
fase gas. Proses ini merupakan proses penguraian melalui pemanasan dengan jumlah oksigen yang
sangat terbatas. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu padatan (Char), cairan (Bio-
oil), dan gas (H2, CO, CO2, dan CH4). Padatan (char) hasil pyrolisis tempurung kelapa sawit
merupakan bahan baku briket dengan nilai kalor yang cukup tinggi.
Dalam penelitian ini dilkukan pembuatan alat pyrolisis dengan menggunakan alat pemanas
listrik. Selain dihasilkan produk char, juga diperoleh cairan (bio-oil) dari hasil kondensasi gas hasil
pyrolisis yang dapat dikembangkan sebagai bahan baku pengawet.
Perancangan yang dilakukan menggunakan pendekatan dengan metode VDI 2221, yang
merupakan suatu metode penyelesaian masalah dengan mengoptimalkan penggunaan material,
teknologi dan aspek ekonomi yang dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu :
Penjabaran tugas perancangan.
Perancangan konseptual.
Perancangan wujud
Perancangan detail

Berdasarkan Encyclopedia of Energy Technology and the Environment, pirolisis


didefinisikan sebagai proses dekomposisi panas untuk memproduksi gas, cairan organik (tar), dan
padatan sisa (char). Pirolisis biasanya dipahami sebagai dekomposisi panas yang terjadi pada
kondisi bebas oksigen, tetapi pirolisis yang oksidatif hampir selalu menjadi bagian yang terkaitan
dari proses pembakaran dan gasifikasi. Gas, cairan dan padatan hasil pirolisis dapat digunakan
sebagai bahan bakar, dengan atau tanpa pengolahan lebih lanjut dan sebagai bahan baku dari
industri kimia dan material. Bahan-bahan yang cocok sebagai umpan proses pirolisis antara lain
batu bara, biomassa, plastik, karet, dan kandungan selulosa (50%) dari sampah perkotaan (Serio,
2004).
Proses pirolisis dikategorikan menjadi 4 tipe yaitu (Goyal, dkk., 2006) :
a. Pirolisis lambat
b. Pirolisis Cepat
c. Pirolisis Kilat
d. Pirolisis Katalitik Biomassa

ISSN 2407-7852

38
Volume I Nomor 1, April 2015 (NK. Caturwati, dkk.)

Produk Pirolisis;
Pirolisis biomass menghasilkan produk yang mengandung cairan, gas dan arang padat
(Char). Produk utama hasil pirolisis biomass adalah produk cair dengan perolehan mencapai 75%
dari umpan kering (kadar air umpan kurang dari 10% berat). Perbandingan produk tersebut
bergantung pada jenis umpan, temperatur pirolisis, laju pemanasan, dan waktu tinggal. Tetapi pada
umumnya terdiri atas 4065%-w cairan organik, 1020%-w char, 1030%-w gas dan 515%-w air
dengan basis umpan kering. Kebanyakan reaktor pirolisis membutuhkan umpan yang mengandung
515%-w air.(Diebold, 1999).

1. METODOLOGI PENELITIAN
Metode perancangan yang digunakan dalam pembuatan alat pirolisis ini adalah metode VDI
2221 (Verein Deutscher Ingenieure), Persatuan Insinyur Jerman. Tahapan yang harus dilakukan
adalah :

2.1 Tugas Perancangan


Tugas utama adalah membuat sebuah alat pirolisis dengan fungsi mendekomposisi kimia
bahan organik melalui proses pemanasan tanpa atau sedikit oksigen, dimana material mentah akan
mengalami pemecahan struktur kimia menjadi fase gas. Produk pirolisis umumnya terdiri dari tiga
jenis, yaitu padatan (Char), cairan dan gas. Pembuatan pirolisis ini juga diharapkan dapat dibuat
dengan material yang sederhana agar bernilai ekonomis.

2.2 Perancangan Konseptual


Setelah penjabaran tugas perancangan jelas dibuat selanjutnya dilakukan perancangan
konseptual dengan membuat beberapa skema varian yang sesuai dengan tujuan dari tugas
perancangannya.
Beberapa skema varian yang mungkin dibuat adalah :
Varian 1

Gambar 1. Skema varian 1

Pada skema varian 1 ini sistem pemanas (reaktor) menggunakan tungku pembakaran, dimana
bahan bakar yang digunakan dapat berupa kayu bakar, minyak maupun gas. Namun temperatur
proses pyrolisis tidak dapat diatur sesuai dengan kebutuhan.

Varian 2

Gambar 2. Skema varian 2

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 39
Volume I Nomor 1, April 2015 (NK. Caturwati, dkk.)

Skema pada varian 2 menggunakan tungku pembakaran luar. Namun dengan sistem ini
temperatur proses pyrolisis tidak dapat diatur sesuai kebutuhan.

Varian 3

Gambar 3. Skema varian 3


Pada skema varian 3 yang menggunakan elemen pemanas berupa kawat nikelin berbentuk
spiral yang dililitkan melingkar pada wadah reaktor dan dialiri arus listrik, kemudian disertai
termokopel untuk mengatur suhu reaktor. Dengan rancangan varian 3 maka pengaturan temperatur
proses ini menjadi lebih mudah dilakukan.

2.3 Perancangan Wujud

ISSN 2407-7852

40
Volume I Nomor 1, April 2015 (NK. Caturwati, dkk.)

Gambar 4. Diagram alir perancangan


Proses perancangan wujud alat dilakukan dengan mengikuti diagram alir seperti ditunjukkan
pada Gambar 4. Proses perancangan wujud dimulai dari pemilihan bahan pada baian-bagian alat
utama antara lain :

1. Bahan Reaktor
Sehubungan dengan temperatur yang cukup tinggi serta perubahan komposisi kimia pada
saat dekomposisi bahan baku, maka material pemanas (reaktor) terbuat dari bahan stainless steel,
karena tahan temperatur tinggi serta tidak mudah ter korosi.

2. Kondensor
Material untuk kondensor gas hasil pyrolisis adalah stainless steel dengan jenis surface
condensor tipe vertical condensor, karena dapat dibuat dan dipasang dengan mudah .

3. Kawat Pemanas
Material kawat pemanas dipilih kawat nikelin dengan koefisien muai sebesar 23x10-5 m/C
yang merupakan bahan dengan resistivitas tinggi [A. A. Ngr Dharma Putra, dkk, 2009]

4. Pompa
Mengingat kapasitas pompa yang diperlukan untuk mengalirkan air pendingin pada sistem
kondensor yang cukup kecil maka digunakan pompa aquarium jenis P3900 dengan spesifikasi
220/240 volt, 50 Hz, 43 watt, Hmax 2,5 M, Flmax 2800 L/h

5. Regulator listrik
Regulator/stabilizer adalah alat penstabil tegangan listrik untuk menjaga agar sistem
pemanas tidak cepat rusak.

Setelah pemilihan bahan dilakukan desain prototype dengan menggunakan perangkat lunak.
Dalam hal ini dilakukan dengan menggunakan software solidwork.
Desain Reaktor

Gambar 5. Desain pemanas

Desain Kondensor

Gambar 6. Desain kondensor

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 41
Volume I Nomor 1, April 2015 (NK. Caturwati, dkk.)

Desain Kerangka

Gambar 7. Desain rangka pirolisis


Desain Kontrol panel

Gambar 8. Kontrol panel

Desain Keseluruhan

Gambar 9. Skema keseluruhan alat pyrolisis

2.4 Pembuatan Alat Pirolisis


Setelah pemilihan beberapa komponen yang sesuai denga spesifikasi yang akan dibuat maka
selanjutnya adalah merakit komponen tersebut menjadi satu bagian, akan tetapi sebelum merakit
diperlukan komponen lain sebagai penunjang agar alat yang akan dibuat sesuai dengan desain yang
telah dibuat.

ISSN 2407-7852

42
Volume I Nomor 1, April 2015 (NK. Caturwati, dkk.)

Ada beberapa tahap pembuatan yang dilakukan untuk membuat alat pirolisis ini, diantaranya
adalah sebagai berikut :
Pembuatan pemanas
Bagian luar tabung diberi lapisan keramik yang bagian dalam (bersentuhan dengan tabung
stainless steel) diberi alur melingkar sebagai alur penempatan kawat nikelin yang bertindak sebagai
pemanas. Ikat lapisan luar keramik dengan kawat agar kuat. Kemudian dilapisi potongan-potongan
bata tahan api pada bagian terluar sebagai isolator panas. Dan terakhir melapisinya dengan bahan
seng agar kuat

Gambar 10. Pemanas (Reaktor)

Pembuatan kondensor
Kondensor dipergunakan untuk mengubah sebagian unsur-unsur gas hasil pyrolisis menjadi
cairan. Bahan stainless steel dipergunakan dalam pembuatan kondensor karena tahan temperature
tinggi dan tahan korosi. Jenis kondensor yang dipergunakan adalah surface condensor tipe vertical
condenser

Gambar 11 Kondensor

Hasil perakitan

Gambar 12. Alat Pyrolisis perakitan

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 43
Volume I Nomor 1, April 2015 (NK. Caturwati, dkk.)

Gas filter merupakan saringan gas buang hasil akhir pyrolisis setelah sebagian unsure di cairkan
oleh kondensor agar aman dibuang ke udara bebas.

2. UJI PERFORMA ALAT.


Pengujian alat pirolisis ini dilakukan di Laboratorium Konversi Energi Jurusan Teknik
Kimia Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Bahan baku yang digunakan limbah tempurung kelapa
sawit. Pengujian dilakukan dengan variasi waktu pirolisis 1; 1,5 dan 2 jam dan temperatur pirolisis
mulai dari 250, 300, 350 dan 400 0C dengan laju pemanasan rata-rata 4,15 0C/menit.

2.1 Data Hasil Pengujian


Jumlah bahan baku awal 500 gram tempurung kelapa sawit dilakukan pengujian dengan
memvariasikan temperatur pemanas pirolisis kemudian padatan yang dihasilkan setelah 1 ; 1,5 dan
2 jam proses pirolisis ditimbang. Data padatan (Char) yang didapat dimuat dalam tabel 1.

Tabel 1. Massa padatan (Char) hasil proses pirolisis.

Data di atas dibuat grafik seperti dibawah ini.

Gambar 13. Pengaruh temperatur pirolisis terhadap massa padatan (Char)

Pengaruh temperatur terhadap massa padatan (Char) hasil pirolisis terlihat pada grafik
diatas, dimana semakin tinggi temperatur pirolisis maka semakin sedikit massa padatan (Char)
yang dihasilkan. Setiap kenaikan temperatur pada proses pirolisis akan disertai dengan penurunan
massa padatan (Char) biomassa, kenaikan temperatur pirolisis mengakibatkan meningkatnya energi
panas untuk mendekomposisi biomassa terutama kandungan zat mudah terbangnya (volatilematter)
sehingga terjadi perubahan biomassa pada kondisi sebelum dan setelah pirolisis.

3.2 Nilai Kalor Padatan (Char) Yang Dihasilkan

ISSN 2407-7852

44
Volume I Nomor 1, April 2015 (NK. Caturwati, dkk.)

Untuk mengetahui nilai kalor padatan (Char) yang dihasilkan dari alat pirolisis tersebut penulis
menguji dengan menggunakan Bom Calorimeter. Pengujian dilakukan di laboratorium Pusat Studi
Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta. Nilai kalor dimuat dalam Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil pengujian nilai kalor dengan waktu pyrolisis1 jam

3. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil pengujian alat pirolisis dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Alat pirolisis ini layak digunakan untuk proses karbonisasi biomassa menjadi bahan baku
pembuatan briket.
2. Semakin tinggi temperatur pirolisis yang diberikan maka produk padatan (Char) yang
dihasilkan semakin sedikit.
Nilai kalor dari limbah tempurung kelapa sawit hasil pirolisis untuk proses temperatur 250-400 0C
pada waktu 1 jam pirolisis dengan nilai 6942,531 kal/gr - 7070,335 kal/gr. kal/gr

Daftar Pustaka
Goyal, H.B., Seal, D., Saxena, R.C., 2006. Bio-Fuels from Thermochemical Conversion
of Renewable Resources: A Review. India Institute of S Petroleum. India.
Serio, M., Wojtowiez, S. Charpenay, 2004, Pyrolisis, Chapter in Encyclopedia of
Energy Technology and The Enviromental, John Wiley & Sons, New York.
A A Ngr Dharma Putra, I Gst Ag Gd Mega Perbawa, Putu Rusdi Ariawan, 2009,
Penghantar Bahan Listrik. Jurusan Teknik Elektro Universitas Udayana, Jimbaran-
Bali.
Diebold, J. P.1999. Overview of Fast Pyrolisis of biomassa for the Production of Liquid
Fuel, USA

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 45
Volume I Nomor 1, April 2015 (Rina Lusiani, dkk.)

PEMANFAATAN LIMBAH TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI PAPAN


KOMPOSIT DENGAN VARIASI PANJANG SERAT

Rina Lusiani1*, Sunardi2, Yogie Ardiansah3


1,2,3
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jendral Sudirman km. 3, Cilegon 42435.
*Email : rina_lusiani@yahoo.com

Abstrak

Potensi limbah tandan kosong kelapa sawit yang kurang dimanfaatkan menjadi inspirasi untuk
pembuatan papan komposit dari limbah tersebut. Pembuatan papan komposit dari limbah tandan kelapa
sawit bertujuan untuk menghasilkan produk furniture yang ramah lingkungan dan memiliki karakteristik
yang lebih baik dibandingkan yang ada di pasaran. Bahan yang digunakan adalah serat tandan kelapa
sawit, serbuk kayu sengon resin epoxy dan PVAc. Fraksi volume dari komposit ini adalah serat tandan
kelapa sawit 15%, serbuk kayu 50%, resin epoxy 15% dan lem fox 20%. Pembuatan bahan dilakukakn
dengan metode cold press single punch dengan tekanan 300 kg/cm2. Karakteristik bahan yang diteliti yaitu
densitas, pengembangan tebal, kekerasan, impak, bending serta pengamatan struktur mikro. Dari hasil
pengujian diperoleh papan komposit dengan karakteristik optimum yaitu pada panjang variasi serat 15 mm.
Papan komposit variasi panjang 15 mm memiliki nilai densitas 0.973 g/cm3, pengembangan tebal 1.025%,
kekerasan 26 N/mm2, nilai max force 41.904 N, batas elastisitas 904, 745 N/mm2, nilai impak 8.247 kj/m2.

Kata kunci: panjang serat, serat tandan kosong kelapa sawit, papan komposit

1. Pendahuluan
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah padat yang dihasilkan pabrik/industri
pengolahan minyak kelapa sawit. Jumlah produksi kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 sebesar 21.958.120 ton dan pada tahun 2011 meningkat
menjadi 22.508.011 ton. Di Provinsi Banten sendiri produksi kelapa sawit tahun 2008 mencapai
25.865 sampai tahun 2012 mencapai 26.561 ton (BPS 2013). Karena melimpahnya sumber daya
alam tersebut, terdapat potensi besar untuk memanfaatkan limbah kelapa sawit. Limbah yang
digunakan dari kelapa sawit adalah bagian tandan kosong kelapa sawit. Limbah tandan kosong
kelapa sawit dimanfaatkan dalam bentuk serat menjadi papan komposit.
Teknologi pada saat ini banyak yang menggunakan konsep yang ramah lingkungan dan back to
nature. Komposit ini termasuk salah satu teknologi yang berkonsep ramah lingkungan dan back to
nature. Karena hasil komposit ini tidak menghasilkan limbah yang dapat merusak alam, tetapi
memanfaatkan limbah alam seperti tandan kelapa sawit dan serbuk gergajian kayu sengon yang
tidak termanfaatkan sebagai bahan dasar. Salah satu bahan campuran komposit ini berasal dari
tanaman atau serat tanaman sebagai penguat dan matriksnya adalah polimer. Penggunaan komposit
dimaksudkan untuk memanfaatkan limbah tandan kelapa sawit dan serbuk gergajian kayu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembuatan komposit dengan memanfaatkan limbah
pada industri kelapa sawit. Sehingga dapat digunakan sebagai material meubel atau furniture untuk
menggantikan bahan kayu. Dengan adanya komposit ini, diharapkan akan memberi peluang usaha
industri meubel lebih kreatif dan inovatif dalam berkreasi juga ikut serta melestarikan lingkungan.

2. Metodologi Penelitian
2.1 Diagram Alir Penelitian
Penelitian ini dilengkapi dengan diagram alir penelitian. Adapun diagram alir penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 1.

ISSN 2407-7852
46
Volume I Nomor 1, April 2015 (Rina Lusiani, dkk.)

MULAI

Persiapan Bahan

Serat TKKS 15 % (Variasi Panjang 5, 10, 15 mm)


Serbuk sengon 50 %
Lem fox 20 %
Resin Epoksi 15 %

Proses Mixing

Pembuatan Spesimen

Proses Kompaksi ( 30 Bar )

Spesimen Komposit

Pengujian Spesimen

Pengujian Pengujian Pengujian Pengujian Pengujian


Kekerasan Densitas Impak Bending Metalograf
dan i
Porositas

Analis Literatur
a Data

Kesimpulan

Seles
ai
Gambar 1. Diagram alir penelitian

2.2 Bahan yang digunakan


a. Serat tandan kelapa sawit
b. Serbuk kayu sengon
c. PVAc (lem Fox)
d. Resin epoxy
e. NaOH
f. Aquades

2.3 Alat yang digunakan


a. Gunting dan pisau
b. Jangka sorong
c. Timbangan digital
d. Mixer
e. Mesin press
f. Cetakan

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 47
Volume I Nomor 1, April 2015 (Rina Lusiani, dkk.)

g. Ayakan (screening)
h. Alat uji kekerasan
i. Alat uji impak
j. Alat uji bending
k. Stopwat

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Hasil Pembuatan Spesimen
Pembuatan material komposit terdiri dari beberapa jenis bahan penyusun. Pada komposit variasi
1 terdiri dari serat tandan kelapa sawit 15% dengan panjang 5 mm, serbuk kayu sengon 50 % mesh
40, lem fox 20% dan resin epoksi 15%. Pada variasi dua dan tiga komposisi dan bahan penyusun
sama dengan variasi satu, hanya berbeda pada panjang seratnya. Untuk variasi pertama serat tandan
kelapa sawit berukuran panjang 5 mm, variasi kedua panjang 10 mm, dan variasi ketiga dengan
panjang serat tandan kelapa sawit 15 mm. Bentuk awal spesimen berbentuk balok dengan ukuran
panjang 115 mm, lebar 70 mm, dan tinggi 40 mm. Pembuatan komposit ini ditekan dengan tekanan
300 bar menggunakan mesin press hidraulik.

Gambar 2. Spesimen Komposit

3.2 Pengujian Densitas


Densitas atau massa jenis secara teoritis adalah massa per satuan volume. Bahan komposit yang
dipengaruhi dengan variasi panjang serat 5, 10, 15 mm akan mempengaruhi densitasnya. Dalam
pengujian komposit ini didapat data densitas komposit yang tertera pada tabel 1.

ISSN 2407-7852
48
Volume I Nomor 1, April 2015 (Rina Lusiani, dkk.)

Tabel 1. Data perhitungan uji densitas.


Panjang Densitas
No Kode Komposit
serat (mm) (g/cm3)
1 A 5 0.908
2 B 10 0.948
3 C 15 0.973

4 Papan partikel di pasaran - 0.660

Dari hasil pengujian densitas, semakin panjang serat semakin besar pula nilai densitasnya.
Walaupun kenaikan nilai densitasnya dari setiap variasi komposit tidak terlalu jauh. Kenaikan nilai
densitas ini dikarenakan semakin panjang variasi serat jumlah seratnya semakin sedikit. Sehingga
semakin panjang variasi serat lebih sedikit untuk matriks menyelimuti serat yang menimbulkan
densitas yang lebih tinggi. Karena ikatan serat oleh matriks mempengaruhi nilai porositas yang
berbanding terbalik dengan kerapatan.

0.98

0.96
densitas (g/cm3)

0.94

0.92

0.90

0.88

0.86
5 10 15

variasi panjang (mm)

Gambar 3. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap nilai kerapatan

3.3 Pengujian Pengembangan Tebal


Pengujian pengembangan tebal dilakukan dengan direndam air selama 24 jam pada temperatur
ruang setiap variasi komposit. Dalam pengujian komposit ini didapat persentase pengembangan
tebal komposit yang tertera pada tabel 2.

Tabel 2. Data perhitungan uji pengembangan tebal.

Panjang
Pengembangan
No Kode Komposit serat
tebal (%)
(mm)
1 A 5 4.274

2 B 10 3.030
3 C 15 1.205
4 Papan partikel di pasaran - 18.189

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 49
Volume I Nomor 1, April 2015 (Rina Lusiani, dkk.)

Dari hasil pengujian pengembangan tebal di atas, nilai persentase pengembangan tebal menurun
dengan semakin panjangnya panjang serat. Hal ini disebabkan karena adanya porositas. Pada data
sebelumnya nilai densitas makin tinggi dengan makin bertambahnya panjang serat. Hal ini yang
memperkuat karena secara teori nilai densitas berbanding terbalik dengan nilai porositas.

4.5

Pengembangan tebal (%)


4.0
3.5
3.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
5 10 15
variasi panjang (mm)
Gambar 4. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap pengembangan tebal papan
komposit

3.4 Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode ball indentation menggunakan indentor bola baja
berdiameter 5 mm dan pembebanan 49 N. Uji kekerasan ini menggunakan standar pengujian ISO
2039-1. Benda uji berbentuk balok dengan panjang 70 mm, lebar 35 mm dan tinggi 14 mm. Data
hasil pengujian kekerasan dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 Data pengujian kekerasan (ball indentation)

Panjang Ball Indentantion


No Kade komposit
Serat (mm) Hardness (N/mm)

1 A 5 mm 17

2 B 10 mm 21

3 C 15 mm 26

4 Papan partikel di pasaran - 22

Dari hasil pengujian kekerasan dapat dilihat pengaruh panjang serat terhadap nilai kekerasan
komposit. Pada komposit A didapat nilai kekerasan terendah dengan 19 N/mm dan komposit C
mempunyai nilai kekerasan tertinggi dengan 25 N/mm. Nilai kekerasan ini dipengaruhi oleh nilai
densitas, semakin tinggi nilai densitas semakin bagus kerapatannya. Dengan kerapatan yang baik
maka nilai kekerasan komposit tersebut semakin tinggi.
Pengujian kekerasan untuk papan partikel yang ada di masyarakat diperoleh nilai kekerasan 22
N/mm. Nilai komposit A dan B yang nilai kekerasannya dibawah papan partikel yang ada di
masyarakat, sedangkan komposit C nilai kekerasannya lebih baik dibandingkan papan partikel yang
ada di pasaran. Pengaruh panjang serat terhadap kekerasan komposit dapat dilihat pada gambar 5 di
bawah ini.

ISSN 2407-7852
50
Volume I Nomor 1, April 2015 (Rina Lusiani, dkk.)

30

Ball Indentantion Hardness


25

20

(N/mm)
15

10

0
5 10 15

variasi panjang (mm)


Gambar 5. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap nilai kekerasan

3.5 Pengujian Impak


Pengujian impak yang dilakukan menggunakan metode charpy dengan mengacu pada standar
SNI 179. Benda uji berukuran panjang 80 mm lebar 10 mm dan tebal 4 mm diletakkan horizontal
pada alat uji dan dihantamkan oleh pendulum yang berenergi 2 joule dengan kecepatan 2.9 m/sec.
Data hasil pengujian impak dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah.

Tabel 4 Data Uji impak

Panjang serat Kekuatan


Kode komposit
(mm) impak (kj/m)

1 A 5 mm 4.228

2 B 10 mm 6.228

3 C 15 mm 8.247

4 Papan partikel di pasaran - 3.201

Dari data hasil pengujian impak dapat dilihat nilai kekuatan impak tertinggi ada pada komposit
yang bervariasi panjang serat 15 mm dengan kekuatan impak 8.247 kj/m. sedangkan nilai
kekuatan impak terendah ada pada komposit yang bervariasi 5 mm dengan kekuatan impak 4.228
kj/m, sedangkan komposit variasi panjang serat 10 mm memiliki kekuatan impak 6.228 kj/m.
Dari ketiga variasi komposit yang diuji impak, semuanya memiliki kekuatan impak yang lebih baik
daripada kekuatan impak papan partikel yang ada di pasaran yang hanya memiliki kekuatan impak
3.201 kj/m.
Dari data di atas panjang serat mempengaruhi kekuatan impak, semakin panjang serat semakin
besar nilai impaknya. Hal ini disebabkan serat dan bahan penyusun lainnya terdistribusi merata,
sehingga penyerapan energi pada komposit saat diberi pembebanan uji impak mampu menyerap
energy dengan baik. Selain itu juga titik konsentrasi komposit pada hantaman yang terkena uji
impak memiliki ikatan matriks dengan rainforce dengan baik. Selain itu juga nilai densitas dan uji
kekuatan mekanik lainnya menunjukkan semakin panjang serat semakin baik juga nilai densitas
dan kekuatannya.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 51
Volume I Nomor 1, April 2015 (Rina Lusiani, dkk.)

9
8

Kekuatan impak (kj/m)


7
6
5
4
3
2
1
0
5 10 15
variasi panjang (mm)

Gambar 6. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap kekuatan impak

3.6 Pengujian Bending


Pengujian bending yang dilakukan dngan metode 3 point bending (ASTM D 790). Benda uji
berukuran panjang 100 mm, lebar 14 mm dan tebal 4 mm mendapat tekanan dibagian tengah oleh
alat uji bending dengan kecepatan 2.64 mm/min kearah bawah benda uji. Pengujian diambil dengan
posisi horizontal dengan kedua sisinya diberi penyangga dan diberi pembebanan pada bagian
tengahnya. Hasil pengujian bending dapat dilihat pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Data pengujian bending

Panjang serat max force Elastic limit


No Kode komposit
(mm) (N) (N/mm2)
1 A 5 mm 29.248 569.947
2 B 10 mm 35.008 821.819
3 C 15 mm 41.904 904.745

7 Papan partikel di pasaran - 16.968 667.293

Dari data hasil pengujian bending dapat dilihat pengaruh variasi panjang serat terhadap nilai
maximum force dan batas elastisitasnya. Pada komposit A nilai maximal force dan batas
elastisitasnya terendah dengan 29.248 N dan 569.947 N/mm2. Sedangkan nilai maximum force dan
batas elastisitas tertinggi pada komposit C dengan 41.904 N dan 904.745 N/mm2. Dengan
demikian semakin panjang serat maka semakin tinggi nilai maximum force dan batas elastisitasnya,
atau panjang serat berbanding lurus dengan nilai maximum force dan batas elastic. Hal ini
disebabkan oleh titik konsentrasi tegangan pada campuran komposit yang merata. Sehingga
kekuatan serat terdistribusi dengan baik pada titik konsentrasi tegangan saat pengujian uji bending.
Ketiga variasi diatas (5, 10, 15 mm) nilai maximum force dan batas elastisitasnya lebih baik
dibandingkan dengan nilai maximum force dan batas elastisitas papan partikel yang ada dipasaran.
Nilai maximum force dan batas elastisitas papan partikel yang ada dipasaran hanya 16.968 N dan
667.293 N/mm2. Pengaruh panjang serat terhadap pengujian bending untuk nilai maximum force
dan batas elastisitas dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8.

ISSN 2407-7852
52
Volume I Nomor 1, April 2015 (Rina Lusiani, dkk.)

45
40
35

max force (N)


30
25
20
15
10
5
0
5 10 15
variasi panjang (mm)

Gambar 7. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap maximum force dan batas
elastisitas

1000
900
800
Elastic limit (N/mm2)

700
600
500
400
300
200
100
0
5 10 15
variasi panjang (mm)

Gambar 8. Grafik pengaruh variasi panjang serat terhadap maximum force dan batas
elastisitas

3.6 Pengamatan Struktur Mikro


Pengamatan struktur mikro bahan komposit dilakukan menggunakan mikroskop optik dengan
pembesaran 50x. Bahan komposit tersusun oleh serbuk kayu sengon, serat tandan kelapa sawit, lem
fox dan resin epoxy. Pembuatan bahan komposit dilakukan dengan variasi panjang serat 5 mm, 10
mm, 15 mm, dan ditekan pada cetakan dengan tekanan 300 kg/cm2. Foto mikro bahan komposit
dapat dilihat pada Gambar 4.9
Dari hasil pengamatan struktur mikro, pada semua variasi struktur komposit tidak terlihat
porositas. Walaupun sebenarnya hampir tidak mungkin tidak adanya porositas pada struktur
komposit. Hal ini disebabkan adanya udara yang terjebak didalam komposit yang menimbulkan
porositas. Pada gambar foto mikro resin epoksi terlihat berwarna hitam pekat, lem fox terlihat
berwarna putih yang menggumpal, serbuk kayu sengon (filler) berwarna putih buram atau keabu-
abuan, sedangkan serat tandan kelapa sawit berwarna putih yang mengkilap.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 53
Volume I Nomor 1, April 2015 (Rina Lusiani, dkk.)

Serbuk kayu Serat TKKS Lem Fox Resin

Gambar 9 Hasil uji struktur mikro

4 Kesimpulan dan Saran


4.1 Kesimpulan
Pada penelitian pemanfaatan limbah tandan kelapa sawit sebagai papan komposit variasi
panjang serat didapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Serat tandan kelapa sawit ini dapat digunakan sebagai bahan untuk pembuatan papan komposit
untuk pengaplikasian furniture.
2. Semakin panjang serat TKKS, maka nilai densitas, kekerasan, impak, maximum force dan batas
limitnya semakin tinggi dan berbanding terbalik pada pengembangan tebal yang semakin
panjang serat semakin rendah persentasenya
3. Variasi terbaik pada variasi panjang serat 15 mm dengan nilai densitas 0.973 g/cm3, nilai
pengembangan tebal 1.025%, nilai kekerasan 26 N/mm2, nilai max force 41.904 N, nilai batas
elastisitas 904, 745 N/mm2, dan nilai impak 8.247 kj/m2. Semua nilai pengujian diatas lebih
baik daripada papan partikel yang ada di pasaran.

4.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1. Untuk penelitian komposit polimer berikutnya disarankan menggunakan mesin hot press untuk
mencetak sehingga holding time yang lebih cepat.
2. Untuk poses mixing atau pencampuran agar dilakukan diruang vakum agar udara tidak terjebak
didalam dan penysunan bahan agar dapat merat dengan baik.
3. Cetakan dibuat tidak berbentuk sudut agar menghindari kebocoran saat proses kompaksi.

DAFTAR PUSTAKA
Gibson R.F., 1994, Principles Of Composite Material Mechanics, McGraw-Hill Book Co New
York.
Groover P., 2007, Fundamentals of Modern Manufacturing, Second edition. John Wiley & Sons.
Haryo W., 2012, Pengaruh Penambahan Carbon Nanotube Pada Kekuatan Mekanik Komposit
Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dengan Resin Epoxy, Depok: Universitas Indonesia.
Siti A., 2009, Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit Sebagai Komposit Untuk Meubel, Jakarta: Balai
Besar Kimia Dan Kemasan.
SNI Handbook ICS 79.060.20, 2004, Standar Nasional Indonesia 03-2105-2006 Papan Partikel.
Rafiuddin S., 2012, Analisis Sifat Mekanis Tenunan Serat Rami Jenis Basket Tipe S 3/12 Dengan
Matriks Epoksi Resin (Kekuatan Bending), Makasar: Universitas Hasannudin.
Lusita W., 2013, Pengaruh Waktu Pengempaan Dan Variasi Komposisi Paduan Papan Partikel
Dengan Menggunakan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Perekat Urea Formaldehyde
1001 Terhadap Nilai Impak, Padang: Universitas Andalas.
Widayani, 2013, Pembuatan Komposit Papan Serat Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan
Karakterisasi Sifat Fisis Dan Mekanisnya, Bandung.

ISSN 2407-7852
54
Volume I Nomor 1, April 2015 (Slamet Wiyono, dkk)

DISTRIBUSI TEMPERATUR AREA PEMOTONGAN PADA PROSES DRAY


MACHINING BAJA AISI 1045

Slamet Wiyono1*, Rina Lusiani2, Ari Wibowo3


1,2,3
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jend. Sudirman KM 3 Cilegon 42435
*Email: slamet.wiyana@gmail.com

Abstrak

Temperatur pemotongan merupakan data pemesinan yang sangat penting dalam suatu proses
pemotongan logam. Laju kenaikan temperatur pemotongan yang tinggi menyebabkan pendeknya
umur pahat yang mengakibatkan proses pemesinan menjadi tidak ekonomis. Temperatur pada area
kontak antar muka pahat dan benda kerja diprediksi melalui simulasi pemotongan untuk
mengetahui distribusi temperatur pada pahat dan benda kerja sehingga dapat dijadikan
pertimbangan dalam perencanaan proses pemesinan. Dalam penelitian ini dijelaskan simulasi
proses pemotongan mekanik pada baja AISI 1045 menggunkan material pahat HSS. Penelitian ini
bertujuan untuk memprediksi pengaruh variasi kedalaman pemotongan terhadap distribusi
temperatur pada pahat dan benda kerja. Variasi kealaman pemotongan yang digunakan adalah 0.5
mm,1.0 mm,1.5 mm sedangkan parameter lainnya konstan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa
semakin tinggi kedalaman potong dan panjang pemotongan menghasilkan temperatur pemotongan
yang semakin tinggi. Pemakaian kedalaman 1.5 mmdan panjang pemotongan 35 mm menghasilkan
temperatur tertinggi mencapai 380,4 K pada area rekahan geram, 341,7 K pada permukaan
benda kerja dan 345,7 K pada pahat. Validasi temperatur dilkakukan melalui pengukuran
temperatur secara langsung pada proses machining pada kondisi pemotongan yang sama dengan
bantuan infrared thermometer. Tempertaur yang terukur adalah 315,13 K, 322,67 K dan 359,23 K.

Kata kunci: simulasi pemotongan mekanik, temperatur pemotongan

1. PENDAHULUAN
Proses merubah bentuk dengan cara membuang sebagian material dalam bentuk serpihan
geram dengan melibatkan mesin perkakas industri merupakan teknik produksi yang dikenal sebagai
proses pemesinan. Selama proses permesinan berlangsung terjadi interaksi antara pahat dengan
benda kerja dimana benda kerja terpotong sedangkan pahat mengalami gesekan oleh geram yang
mengalir dipermukaan pahat. Akibat gesekan ini pahat mengalami perubahan temperatur yang terus
meningkat yang dapat menurunkan kemampuan funsional pahat. Sedangkan material benda kerja
akan mengalami proses-proses perubahan sifat fisik maupun sifat kimianya [Jaroslav Mackerle,
1999]. Karena itu perlu pengendalian laju kenaikan temperatur dengan cara penggunaan media
pendingin (coolant) pada saat proses pemotongan. Pada kasus pemesinan tanpa menggunakan
media pendingin, laju kenaikan temperatur pada area pemotongan dapat terjadi dengan sangat
cepat. Jika terjadi konsentrasi panas pada satu daerah tertentu akan mengakibatkan panas yang
berlebih yang dapat menyebabkan kegagalan proses [Wiyono, S, dan Lusiani, R, 2008]. Misalnya, jika
panas hanya terkonsentrasi pada mata pahat, maka akan mempercepat proses keausannya.
Demikian juga jika konsentrasi panas hanya terjadi pada benda kerja, maka benda kerja akan
mengalami rekristalisasi. Untuk mengurangi resiko kegagalan proses pemesinan perlu diketahui
konsentrasi dan distribusi temperatur yang terjadi pada daerah antar muka pahat dengan benda
kerja, pada pahat maupun pada permukaan benda kerja. Area distribusi temperatur pada proses
pemotongan terbagi manjadi tiga area, yaitu area geram, pahat dan benda kerja.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 55
Volume I Nomor 1, April 2015 (Slamet Wiyono, dkk)

Gambar 1. Disipasi panas panas pada area pemotongan

Gambar 1 menunjukkan tiga area yang menyebabkan kenaikan temperatur selama proses
pemotongan berlangsung, yaitu primary shear zone, secondary shear zone, workpiece-tool
interface. Pada zona geser dimana deformasi plastis utama terjadi, energi geser akan meningkatkan
temperatur geram (chip). Panas yang dihasilkan pada area ini mencapai 80-85% dari panas total
yang dihasilkan selama proses pemotongan. Panas ini terbawa oleh geram ketika bergerak ke atas
di sepanjang permukaan pahat. Pada zona tool-chips interface, terjadi deformasi plastik sekunder
karena gesekan antara geram dan pahat. Hal ini menyebabkan kenaikan temperatur pada
permukaan pahat. 15-20% dari total panas selama proses pemesinan dihasilkan dari zona ini.
Sedangkan sisanya dihasilkan dari workpiece-tool interface [Jaroslav Mackerle,1999]. Panas yang
dihasilkan selanjutnya terserap oleh geram mencapai 60%, 10-30% terserap oleh pahat dan sisanya
10% terserap oleh benda kerja [Groover, 2002].

2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi pengaruh variasi kedalaman pemotongan terhadap
distribusi temperatur pada area antar muka pahat, permukaan mata pahat dan benda kerja dengan
pendekatan simulasi komputer. Beberapa perangkat lunak yang paling umum digunakan untuk
analisa dengan pendekatan ini adalah DEFORM-3D and ANSYS 13.0. Dalam metode analisis ini,
area bidang potong didefinisikan sebagai sebuah kontinum yang didiskritkan dalam bentuk
geometris sederhana yang disebut elemen hingga. Benda kerja dimodelkan sebagai termo elastik-
plastik, sedangkan tegangan alir dianggap sebagai fungsi dari regangan, sedangkan laju regangan
dan temperatur mewakili real behavior pemotongan. Gesekan antara pahat dan geram merupakan
tipe coulomb firction () dengan nilai 0,5 [W. Grzesik, dkk., 2005, Stolaraski, T.N. dan Y.
Yoshimoto S, 2006]. Material uji yang digunakan adalah baja AISI 1045 dan pahat HSS. Untuk
memperoleh tujuan tersebut, dilakukan simulasi pemotongan mekanik dengan bantuan komputer
dengan data input dari perencanaan proses pemesinan yang telah ditetapkan sebagaimana
ditunjukkan pada tabel berikut ini.

Tabel 1. Sifat fisis material


Parameter AISI 1045 HSS
Konduktifitas termal 53 w/mK 20.7 w/mK
Panas specifik 505 J/kg.K 459 J/kg.K
Densitas 7900 kg/m3 8760 kg/m3
Temperatur 620.2 K 867.2 K
rekristalisasi
Melting point 1771 K 1703 K

ISSN 2407-7852
56
Volume I Nomor 1, April 2015 (Slamet Wiyono, dkk)

Tabel 2. Parameter percobaan


Kedalaman Kecepatan
Feed rate
pemotongan potong
0,5 mm
0,056
1,0 mm 89 m/min
mm/rev.
1,5 mm

Hasil simulasi divalidasi melalui insitu machining pada mesin bubut dengan parameter yang sama.
Pengujian insitu machining dilakukan tanpa menggunakan media pendingin (coolant). Sedangkan
pengukuran temperatur pada area pemotongan dilakukan dengan bantuan Infrared Thermometer.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 1 merupakan hasil simulasi nodal temperatur pada panjang pemotongan 35 mm.
Secara umum, distribusi temperatur terbagi dalam tiga zona, yaitu zona pahat, benda kerja dan
geram. Jika diurutkan, temperatur tertinggi terjadi pada pemakaian kedalaman pemotongan 1,5
mm, 1,0 mm dan 0,5 mm sebagaimana dirangkum pada table 3.

Tabel 3. Hasil simulasi temperatur pada tiga area


Kedalaman Temperatur Temperatur Temperatur
pemotongan geram pahat benda kerja
0,5 mm 341,7 K 315,8 K 329,4 K
1,0 mm 345,7 K 324,0 K 331,9 K
1,5 mm 380,4 K 360,9 K 371,7 K

Dari tiga variasi kedalaman pemotongan 0,5 mm, 1,0 mm dan 1,5 mm, hasil simulasi
menunjukkan bahwa temperatur tertinggi terjadi pada area rekahan geram, masing-masing adalah
341,7 K, 345,7 K dan 380,4 K sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Tingginya temperatur ini
disebabkan karena pada daerah ini material benda kerja mengalami pergeseran akibat penetrasi dari
pahat. Karena penetrasi pahat terjadi pada kondisi bergerak yang disertai dengan gesekan sehingga
menyebabkan kenaikan temperatur area geser. Temperatur yang berasal dari area geser ini
selanjutnya didistribusikan pada benda kerja dan pahat sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 di
atas.Tingginya temperatur yang dihasilkan dari proses pemotongan, khususnya yang terdistribusi
ke benda kerja, jika dibandingkan dengan sifat baja AISI 1045 yang memiliki temperatur
rekristalisai pada 620.2 K dan melting point pada temperatur 1771 K, maka benda kerja tidak
mengalami perubahan struktur ikatan atom (rekristalisasi) karena temperatur benda kerja masih di
bawah temperatur rekristalisasinya. Demikian juga distribusi temperatur pada pahat tidak
menyebabkan rekristalisasi.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 57
Volume I Nomor 1, April 2015 (Slamet Wiyono, dkk)

(a) Simulasi nodal temperatur pada (b) Simulasi nodal temperatur pada
kedalaman potong 0,5 mm kedalaman potong 1,0 mm

(c) Simulasi nodal temperature pada


kedalaman potong 1,5 mm

Gambar 2. Simulasi nodal temperatur pada area pemotongan

Untuk mengetahui kondisi temperatur sebenarnya pada area geser, dilakukan proses insitu
machining dan pengukuran temperatur dengan cara menembakkan sinar infrared thermometer pada
area geser. Rekam data dilakukan beberapa kali untuk panjang pemotongan yang berbeda sesuai
dengan pengaturan parameter pada proses simulasi. Hasil pembacaan infrared thermometer
ditunjukkan pada Gambar 2 di bawah ini. Pada pemakaian kedalaman pemotongan 0.5 mm,
temperatur area geser pada tiga titik sepanjang pemotongan 10 mm, 20 mm dan 35 mm adalah
305,43 K, 306,27 K dan 309, 13 K. Temperatur terukur pemakaian kedalaman pemotongan 1,0 mm
adalah 310,97 K, 312,20 K dan 329,77 K. Sedangkan temperatur terukur pada pemakaian
kedalaman pemotongan 1,5 mm adalah 315,13 K, 322,67 K dan 359,23 K. Tren temperatur
pemotongan pada area geser cenderung meningkat seiring dengan lamanya waktu kontak antara
pahat dan benda kerja yang diwakili oleh panjang pemotongan. Temepratur tertinggi pada area
geser terjadi pada pemakaian kedalaman pemotongan 1,5 mm yang mencapai 359,23 K dengan
total panjang pemesinan 35 mm.
Jika dibandingkan dengan hasil simulasi, temperatur tertinggi yang terukur dari variasi
pemakaian kedalaman pemotongan terdapat selisih rata-rata diatas 20% lebih tinggi dari deviasi
standar yang dipersyaratkan pada umumnya tidak lebih dari 13% (Stolaraski, T.N. dan Y.
Yoshimoto S, 2006].

ISSN 2407-7852
58
Volume I Nomor 1, April 2015 (Slamet Wiyono, dkk)

Gambar 3. Suhu terukur pada eksperimen validasi

Selisih nilai temperatur ini dapat disebabkan karena metode pengukurannya dan pengaruh
temperatur linkungan pada saat pengukuran langsung. Namun demikian, secara umum temperatur
hasil simulasi maupun temperatur hasil pengukuran langsung pada proses pemesinan akhir baja
AISI 1045 pada panjang pemotongan 35 mm masih dapat diterapkan karena temperatur yang
dihasilkan masih dibawah temperatur rekristalisasi dari benda kerja maupun pahat sehingga tidak
menyebabkan perubahan sifat mekanisnya.

4. KESIMPULAN
1. Temperatur tertinggi hasil simulasi maupun temperatur hasil pengukuran masih
dalam batas aman untuk diterapkan pada proses pemesinan akhir baja AISI 1045.
2. Semakin tinggi kedalamanan pemotongan dan panjang pemotongannya, temperatur
yang dihasilkan pada zona utama juga semakin tinggi.
3. Temperatur paling tinggi terjadi pada rekahan geram dan terbawa oleh geram yang
terlepas dari logam induk.

DAFTAR PUSTAKA
Groover, (2002). Fundamentals of Modern Manufacturing; Materials Processing and system,
John Wiley and Sons, New York.
Jaroslav Mackerle, (1999), Finite element analysis and simulation of machining: a
bibliography, Journal of Materials Processing Technology, pp. 17-24
Stolaraski, T.N. dan Y. Yoshimoto S., (2006), Engineering Analysis with Ansys Software,
Elsevier Butterworth-Heinemann, Oxford.
Wiyono, S, dan Lusiani, R, (2008), Pengaruh Pemesinan tanpa Cutting Fluid terhadap Kualitas
Baja AISI 01 yang Dikeraskan. Prosiding SNTTM 7, Manado.
W. Grzesik, M. Bartoszuk and P. Niesony, (2005), Finite Element Modeling of Temperature
Distribution in the Cutting Zone in Turning Processes with Differently Coated Tools., 13th
international scientific conference, Ireland, pp. 1-4.
Tira Austenite Steell, PT., Jakarta, (2011), Katalog Material Baja AISI 1045.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 59
Volume I Nomor 1, April 2015 (Imron Rosyadi, dkk.)

ANALISA UNJUK KERJA MESIN DIESEL KAPASITAS 132cc PADA PROTOTIPE


CULA SATU UNTIRTA

Imron Rosyadi1*, Agung Sudrajat2, Teguh Perkasa Alam3


1,2,3
JurusanTeknikMesin, FakultasTeknik, Universitas Sultan AgengTirtayasa,
Jl. Jend. Sudirman Km.3 Cilegon, 42435
*E-mail: imron_hrs@yahoo.co.id

ABSTRACT
Indonesia Energy Marathon Challenge (IEMC) is an activity held to test the ability of designing and
building vehicles that are safe, efficient and environmentally friendly. Cula Satu Untirta were the work of
students of Untirta Mechanical Engineering who has followed IEMC competition in 2013. This vehicle uses 4
stroke diesel engine which has a capacity of 210 cc. However, from the use of large-capacity diesel engine
that it acquired less than optimal results, due to the large cylinder capacity can affect fuel use is becoming
increasingly large.This is the purpose of the writer to manage the use of fuel consumption on the machine
which has a capacity of 210 cc by modifying the cylinder volume of the decline from 210cc to 132cc. From
testing using three fuels (Pertamina Dex, Shell and Total diesel diesel) obtained as a result of that Shell has
diesel torque, power and low fuel consumption with maximum torque set at 1,800 rpm engine with engine
rotation value of 8.76 Nm, as well as maximum power at 2000 rpm with a value of 2.36 hp. On lap 1600 rpm
with load on handles 0.56 kg, Daya 1.86 hp which can reach time 204.66 seconds.

Keywords: prototype cars, diesel motor, engine performance, fuel consumption

1. PENDAHULUAN
Semakin berkurangnya cadangan minyak di Indonesia, tidak sama dengan angka kendaraan di
Indonesia yang semakin tahun semakin tinggi. Untuk itu perlu dilakukan rancang bangun
kendaraan yang dapat menghemat penggunaan bahan bakar.
Indonesia Energy Marathon Challenge (IEMC) merupakan kegiatan yang diadakan untuk
menguji kemampuan merancang dan membangun kendaraan yang aman, irit dan ramah
lingkungan.
Cula Satu Untirta merupakan hasil karya dari mahasiswa Teknik Mesin Untirta yang telah
mengikuti kompetisi IEMC pada tahun 2013. Dimana kendaraan ini di desain sebagai kendaraan
hemat bahan bakar yang menggunakan motor diesel 4 langkah yang berkapasitas 210 cc dalam satu
silinder. Namun dari penggunaan mesin diesel yang berkapasitas besar ini hasil yang didapatkan
kurang optimal, karena kapasitas silinder yang besar dapat mempengaruhi penggunaan bahan bakar
menjadi semakin besar.
Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan guna meminimalkan
pemakaian konsumsi bahan bakar pada mesin diesel 4 langkah satu silinder yang
berkapasitas 210 cc dengan cara memodifikasi penurunan volume silinder dari 210cc
menjadi 132 cc. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan efesiensi pemakaian bahan bakar.
Bobot mobil yang semakin besar menjadikan beban kerja mesin juga semakin besar.
Kendaraan berkapasitas 1 orang dengan bobot yang rendah diperkirakan cukup untuk
mesin dengan berkapasitas 132cc. Ini disebabkan bukan hanya kapasitas silinder
berbanding lurus dengan konsumsi bahan bakar akan tetapi pengaplikasian mesin 1 silinder
dangan kapasitas 132cc ini diharapkan memiliki daya mesin yang lebih rendah dan bobot
mesin yang tidak besar. Maka dari itu peneliti berharap dengan bobot mesin yang rendah
dan kapasitas silinder yang kecil konsumsi bahan bakar bisa seefesien mungkin. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa bahan bakar biodiesel memiliki performa yang lebih
rendah dibandingkan dengan menggunakan solar. Untuk itu pengujian yang dilakukan
adalah dengan menguji performa mesin untuk varian bahan bakar diesel hasil penyulingan
yang dibandingkan dari beberapa produk yang sudah ada di pasaran. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui performa (torsi, daya output dan SFC) motor diesel berbahan
bakar Pertamia Dex, Shell diesel dan Total diesel.

ISSN 2407-7852
60
Volume I Nomor 1, April 2015 (Imron Rosyadi, dkk.)

2. METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Spesifikasi Alat hasil modifikasi :


Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen terhadap motor diesel 132 cc
yang akan diuji. Mesin ini berawal dari mesin diesel kama 210cc satu silinder dengan komposisi
diameter 78 mm dan langkah 50 mm. setelah di modifikasi komposisi dari diameter menjadi 58 dan
langkahnya tetap 50 mm. Spesifikasi mesin diesel yang sudah dimodifikasi adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Spesifikasi Mesin Setelah di Modifikasi.


No Nama Spesifikasi Data Spesifikasi
1 Tipe mesin Diesel engine four stroke
2 Kapasitas silinder (cc) 132
3 Jumlah silinder 1
4 Pendingin mesin Udara
5 Diameter x langkah (mm) 58x50
6 Tipe kopling Sentrifugal kering

2.2. Alat dan Bahan


Berikut adalah beberapa peralatan yang digunakan sebagai alat uji performa mesin diesel 132 cc
hasil modifikasi.
Peralatan :
1. Mesin Diesel
2. Tachometer
3. Stopwhatch
4. Gelas Ukur
5. Load Shell
Bahan bakar yang digunakan :
1. Pertamina Dex
2. Shell Diesel
3. Total Diesel
Setelah dilakukan modifikasi mesin dengan mengurangi kapasitas silinder menjadi 1332 cc. Alat
uji performa dilakukan modifikasi pada alat pengujian torsi yang sebelumnya digunakan manual
pengereman menjadi mekanisme hydolik untuk dapat mengontrol daya pengereman yang lebih
baik dan akurat. Pengujian dilakukan dengan varian tanpa pembebanan dan pembebanan 50%.

2.3. Prosedur Pengujian


Hasil modifikasi mesin diesel tersebut kemudian diuji performa dengan menggunakan 3 varian
bahan bakar . Pengujian yang dilakukan antara lain :
1. Pengujian performa dari motor diesel berupa daya output, SFC dan torsi pada putaran yang
variabel yaitu:
a) 1200 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal
b) 1400 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal
c) 1600 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 61
Volume I Nomor 1, April 2015 (Imron Rosyadi, dkk.)

d) 1800 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal


e) 2000 rpm, dengan beban 50% dari beban maksimal
2. Pengujian dilakukan dengan bahan bakar pertamina Dex, Shell diesel dan Total diesel.
Dibawah ini adalah diagram prosedur pengujian mesin diesel hasil modifikasi.

Mulai

Mempersiapkan motor, mengisi bahan bakar (pertamina DEX, Shell


diesel dan Total diesel) dan menghidupkan motor

Menghidupkan Menghidupkan Menghidupkan Menghidupkan Menghidupkan


motor dengan motor dengan motor dengan motor dengan motor dengan
putaran 1200 putaran 1400
Berikut ini merupakan putaranalir
gambar diagram 1600 putaran 1800
prosedur penelitian: putaran 2000
rpm rpm rpm rpm rpm

Mengukur kecepatan putaran motor dengan alat ukur Tachometer dan konsumsi BB

Memberikan beban dengan pengereman hingga motor berhenti

Mencatat beban yang ditampilkan pada display load cell

Menghitung torsi ,daya output dan SFC

Selesai

Gambar 1. Diagram Alir Prosedur Pengujian Performa mesin diesel

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil percobaan unjuk kerja mesin diesel dengan bahan bakar Pertamina Dex, Shell Diesel, dan
Total Diesel ini diperoleh Torsi, Daya, dan Sfc sebagai berikut :

ISSN 2407-7852
62
Volume I Nomor 1, April 2015 (Imron Rosyadi, dkk.)

a. Torsi dan Daya


9.00
8.75
8.50
8.25
8.00
7.75

Torsi (Nm)
7.50
7.25 Pertamina DEX
7.00
6.75 Shell Diesel
6.50
6.25 Total Dieael
6.00
5.75
5.50
5.25
5.00
1200 1400 1600 1800 2000
Putaran (Rpm)

Gambar 2 Perbandingan Putaran (rpm) dengan Torsi (Nm)


Pada setiap bahan bakar mempunyai kecenderungan yang sama. Pada putaran 1200 rpm
sampai dengan putaran 1800 rpm torsi beranjak naik seiring dengan putaran mesin permenitnya, itu
menunjukan kekuatan putar mesin maksimal pada rpm 1800 dengan nilai 8,95 Nm untuk bahan
bakar Pertamina Dex, 8,76 Nm untuk bahan bakar Shell Diesel, 8,63 Nm untuk bahan bakar Total
Diesel. Bahan bakar Pertamina Dex memiliki torsi paling tinggi dibandingkan dengan bahan bakar
yang lain, dikarnakan Pertamina Dex memiliki cetane number paling tinggi dengan angka 53. Pada
2000 rpm torsi untuk semua bahan bakar menurun menunjukan penurunan kekuatan putar dari
mesin tersebut, bisa dilihat dari gaya beban pada handle untuk setiap bahan bakar yang lebih
rendah dibandingkan pada saat putaran mesin 1800 rpm, akan tetapi walau mempunyai penurunan
torsi pada putaran mesin 2000 rpm mempunyai putaran yang lebih cepat, sehingga walau torsi
menurun daya mesin akan bertambah. Banyak hal yang dapat menyebabkan torsi puncak tidak
diputaran tertinggi terutama pada desain mesinnya, diantaranya duration camshaft, ratio kompresi,
dimensi lubang porting, diameter katup dan lainnya yang tidak dihitung pada penelitian ini.
Daya atau tenaga dilihat dari pergerakan grafik pada gambar 3 yang menunjukan semakin besar
putaran mesin maka tenaga yang dihasilkan akan semakin besar. Daya yang di hasilkan oleh setiap
bahan bakar berbeda-beda, pada rpm 1200 daya terbesar pada saat menggunakan bahan bakar Total
Diesel dengan menghasilkan daya 1,11 hp ini disebabkan karena pemakaian bahan bakar pada rpm
1200 Total Diesel lebih banyak menggunakan bahan bakar dengan demikian daya yang di hasilkan
akan lebih besar dan masa jenis Total Diesel lebih tinggi dari pada bahan bakar lain dengan angka
0,84 Kg/dm3 maka dari itu pada putaran rendah pengkabutan tidak sempurna karena masa jenis
bahan bakar yang terlalu berat yang menyebabkan lebih banyak penggunaan bahan bakarnya.
3

2.5

2
Daya (hp)

1.5 Pertamina DEX


Shell Diesel
1
Total Diesel
0.5

0
1200 1400 1600 1800 2000
Putaran (Rpm)

Gambar 3. Perbandingan Putaran (rpm) dengan Daya (hp)

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 63
Volume I Nomor 1, April 2015 (Imron Rosyadi, dkk.)

Bahan bakar Shell Diesel mempunyai kelebihan yaitu dengan nilai sulfur yang rendah dengan
demikian hasil pembakarannya lebih bersih dan sempurna, maka dari itu Shell Diesel pada rpm
1400 memiliki daya tertinggi dibandingkan bahan bakar yang lain dengan nilai daya 1,61 hp.
Pertamina Dex memiliki karakteristik bahan bakar yang mempunyai angka cetane 53 lebih tinggi
di banding bahan bakar lain dan Pertamina Dex memiliki adiktif sehingga bahan bakar ini
mempunyai kelebihan di rpm menengah sampai tinggi, maka dari itu pada rpm 1600, 1800 dan
2000 Pertamina Dex lebih unggul dengan nilai daya 1,89 hp, 2,41 hp dan 2,65 hp.

b. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (Sfc) pakai pembebanan dan tanpa pembeban.

180
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (g/kwh)

160

140

120 Pertamina DEX


Shell Diesel
100
Total Diesel
80

60
1200 1400 1600 1800 2000
Putaran (rpm)

Gambar 4. Perbandingan rpm dengan Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (g/Kwh) tanpa
Pembebanan
.
Konsumsi bahan bakar spesifik pada percobaan tanpa pembebanan dengan ketiga bahan bakar
yang digunakan memiliki kecenderungan menurun pada setiap putarannya. Bahan bakar Pertamina
Dex, Shell Diesel, dan Total Diesel memiliki variasi Sfc yang berbeda-beda dengan angka terhemat
di dapat dengan menggunakan bahan bakar Shell Diesel dengan angka 71,55 g/kWH. Bahan bakar
Total Diesel memiliki konsumsi bahan bakar terbesar bibandingkan dengan bahan bakar lain
sedangkan daya yang di hasilkannya rendah maka dari ittu nilai Sfc nya sangat besar di badingkan
dengan bahan bakar Pertamina Dex dan Shell Diesel.
260
Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (g/kwh)

240
220
200
180
Pertamina DEX
160
Shell Diesel
140
120
Total Diesel

100
80
1200 1400 1600 1800 2000
Putaran (rpm)

Gambar 5. Perbandingan Konsumsi bahan bakar spesifik dengan putaran (rpm) terhadap
beban 50%

ISSN 2407-7852
64
Volume I Nomor 1, April 2015 (Imron Rosyadi, dkk.)

Konsumsi bahan bakar spesifik (g/kwh) dengan beban 50% terlihat bahwa setiap bahan bakar
cenderung menurun dari rpm 1200 sampai rpm 1800 dan menaik kembali pada rpm 2000,
penurunan tertinggi pada putaran mesin 1800 rpm, itu menunjukan bahwa kekuatan putar atau torsi
yang tinggi membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak. Bila menggunakan pembebanan angka
Sfc Pertamina Dex lebih besar pada rpm 1200, 1800 dan 2000 dengan angka Sfc 246.66 g/kwh,
112.59 g/kwh dan 114.64 g/kwh. Pertamina Dex memiliki daya yang lebih besar di banding bahan
bakar Shell Diesel dan Total Diesel maka dari itu angka Sfc yang di hasilkan juga besar.
Sedangkan rpm 1400 dan 1600 total diesel memiliki angka tertinggi dengan angka 151,24 g/kwh
dan 128,22 g/kwh. Ini menunjukn bahwa Total diesel lebih banyak menggunakan bahan bakar pada
rpm 1400 dan rpm 1600 karena pengkabutan yang tidak normal yang di sebabkan masa jenis Total
Diesel lebih tinggi yang mengakibatkan lebih bayak menggunakan bahan bakar.

4. KESIMPULAN
1. Daya yang dihasilkan dari pengujian performa mesin mendapatkan penurunan dari spesifikasi
mesin sebelumnya dengan nilai 4 hp. Ini dikarenakan meminimasi volume silinder. Dari
percobaan ini didapat untuk setiap bahan bakar kenaikan putaran mesin berbanding lurus dengan
kenaikan daya yang dihasilkan dengan daya maksimum 2,65 hp untuk bahan bakar Pertamina
Dex, 2,53 hp untuk bahan bakar Shell Diesel dan 2,55 hp untuk bahan bakar Total Diesel pada
putaran 2000 rpm
2. Torsi yang dihasilkan pada setiap bahan bakar dari pengujian performa mesin memiliki kenaikan
dari putaran 1200 rpm sampai nilai maksimum pada putaran mesin 1800 rpm. Ini menunjukan
bahwa kekuatan putar terbesar dari mesin diesel 132cc ini berada pada putaran 1800 rpm. Nilai
maksimum pada masing-masing torsi adalah 8,95 Nm untuk bahan bakar Pertamina Dex, 8,76
Nm untuk bahan bakar Shell Diesel dan 8,63 Nm untuk bahan bakar Total Diesel.
3. Pemakaian konsumsi bahan bakar saat mesin dilakukan dan tanpa dilakukan pembebanan
memiliki cukup perbedaan. Semakin tinggi putaran mesin maka semakin banyak bahan bakar
yang digunakan, pada saat tidak dilakukan pembebanan.
Dari hasil pengujian performa mesin diesel ini dapat disimpulkan bahwa semakin rendah
kapasitas silinder yang digunakan maka semakin kecil Daya, Torsi dan Konsumsi bahan bakar
yang didapatkan. Pada putaran 1600 rpm dengan beban pada handle 0,56 kg, Daya 1,86 hp yang
dapat menempuh waktu 204,66 detik dengan menggunakan bahan bakar Shell Diesel, menurut
analisa penulis pada rpm 1600 sangat efesien.

5. DAFTAR PUSTAKA
Aziz.Isalmi,2010, Uji Performance Mesin diesel Menggunakan Biodiesel Dari Minyak Goreng
Bekas,Jakarta.
Ir. Pudjanarsa, Astu. 2008. Mesin Konversi Energi. Yogyakarta. C.V Andi Offset
Heywood, John B.1984. Internal Combustion Engine Fundamental. Massachusetts
Ganesan.V. 2003. Internal Combustion Engine. New Delhi India: Tatra McGraw-Hill Publishing
Co.
Irawan Agustinus Purna. 2007. Diktat Kuliah Mekanika Teknik. Fakultas Teknik Universitas
Tarumanagara: Jakarta.
Kurmi,R.S. 2005. Machine design.
Ir.Sularso, MSME. 2008. Dasar Perancangan dan Pemilihan Elemen Mesin.Lektor Kepala
Departemen Mesin Institute Teknologi Bandung,
S.K. Kulshresta. 1989. Termodinamika Terpakai, Teknik Uap dan Panas. Universitas Indonesia.
W. Culp, Archie Jr.1989. Prinsip- Prinsip Konversi Energi. Jakarta. Erlanga.
Mardikus.Stefan 2012. Analisa Performa Diesel dengan Sistem Venturi Scrubber- Egr
menggunakan Bahan Bakar Campuran Solar-Minyak Jarak. Jl.Prof. Sudarto, SH Tembalang,
Semarang.
Raharjo.Samsudi Raharjo,2012, Analisa Performa Mesin Diesel Dengan Bahan Bakar Biodiesel
Dari Minyak Jarak Pagar,Bandung.
Diesel.Rudolf, Wikipedia.Com

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 65
Volume I Nomor 1, April 2015 (Agung Sudrajad, dkk.)

ANALISA THERMAL GRAVIMETRIC ANALYSIS BAHAN BAKAR EMULSI AIR

Agung Sudrajad1*, Ipick Setiawan2, Achmad Faisal3


1,2,3
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Tenik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jend. Sudirman Km.3 Cilegon, 42435
*Email : agungits94@gmail.com

ABSTRACT
The fuel that we use in the subsistence component containing air pollutants. To overcome these
problems the researchers and engineers to create a way for the fuel used was clean and friendly
environment. One method used is a water emulsion. This study aims to identify the characteristics of the
water emulsion fuel. This study is determine the characteristics of the water emulsion fuel through testing
Thermal Gravimetric Analysis (TGA). From the test results it can be seen pure diesel fuel MDO begin to
decompose at temperatures of 230C, whereas all samples of diesel emulsion water average decomposes at a
temperature of 110C. In Thermal Gravimetric Analysis (TGA) testing sample numbers II is the best sample.

Keywords: emulsion, water, diesel fuel, TGA

1. PENDAHULUAN
Bahan bakar yang kita gunakan untuk kendaraan kita mengandung komponen pencemar udara.
Untuk menanggulangi permasalahan tersebut banyak para engineer menciptakan cara agar
bahan bakar yang digunakan itu bersih dan ramah lingkungan. Salah satu cara yang
digunakan yaitu emulsi air.
Pembakaran emulsi sangat berpotensi mengatasi pemecahan masalah yang berkaitan dengan
lingkungan yang bersih dan pemanfaatan energi yang efektif. Disamping itu ketersediaan bahan
bakar minyak yang menipis juga menjadi faktor mendorongnya manusia agar berfikir bagaimana
cara mengurangi konsumsi bahan bakar minyak tersebut.
Selama ini dalam penelitian yang telah dilakukan mengenai pembuatan bahan bakar emulsi air
seringkali tidak semuanya dapat mencapai standar kualitas yang sudah ditetapkan. Hal ini dapat
terjadi karena berbagai faktor salah satunya pengaruh komposisi bahan bakar emulsi air yang tidak
sesuai. Oleh karena itu mutu proses produksi bahan bakar emulsi air harus diperhatikan, yaitu
dengan mengontrol setiap bahan dan peralatan yang digunakan, dan melakukan trial mix guna
memperoleh mutu yang sesuai.
Bahan bakar cair adalah bahan bakar yang molekulnya tidak rapat, jika dibandingkan dengan
bahan bakar padat molekul bahan bakar cair dapat bergerak bebas. Minyak bumi (petroleum)
berasal dari kata-kata: Petro = rock (batu) dan leaum = oil (minyak). Minyak bumi sebagian besar
terdiri dari campuran molekul carbon dan hydrogen yang disebut dengan hydrocarbons. Minyak
bumi terbentuk dari siklus alami yang dimulai dari sedimentasi sisa-sisa tumbuhan dan binatang
yang terperangkap selama jutaan tahun. Pada umumnya terjadi jauh dibawah dasar lautan.
Material-material organik tersebut berubah menjadi minyak bumi akibat efek kombinasi temperatur
dan tekanan di dalam kerak bumi.
Komposisi dan sifat dari bahan bakar minyak ditentukan dari jenis dan kandungan minyak bumi
mentah asalnya, metode penyulingan yang digunakan dan tergantung dari sifat zat-zat campuran
yang ditambahkan untuk meningkatkan mutu bahan bakar minyak. Emulsi adalah campuran dari
dua atau lebih cairan yang biasanya bercampur baik dengan sendirinya maupun dengan cara di
blender. Bahan bakar emulsi adalah bahan bakar yang diperbarui dengan berbagai macam zat yang
terdapat dibumi, misalkan air, minyak kelapa, minyak jarak, dan lain sebagainya.

ISSN 2407-7852
Volume I Nomor 1, April 2015 (Agung Sudrajad, dkk.)

2. METODOLOGI PENELITIAN

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Hal pertama yang dilakukan untuk melakukan penelitian adalah membuat aditif dengan
menggunakan mixer mekanikal. Komposisi aditif-solar-air adalah berdasarkan metode taguchi
yang dibahas dalam tulisan lain.
Setelah dilakukan pembuatan sampel solar emulsi air dari perancangan yang telah dibuat lalu
sampel tersebut diseleksi berdasarkan: Menggunakan surfactant/emulsifier yang lebih sedikit
komposisinya dari sampel lain, dan Perubahan fisik solar murni tidak jauh berbeda dengan hasil
rancangan.
Berikut ini adalah sampel yang telah diseleksi dari perancangan I dan perancangan II metode
desain eksperimen Taguchi:

Tabel 1. Hasil seleksi sampel

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 67
Volume I Nomor 1, April 2015 (Agung Sudrajad, dkk.)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1. Grafik TGA Solar MDO Murni

Gambar 2. Grafik TGA Sampel Solar MDO+Komposisi II

Dari perbandingan kedua sampel tersebut dapat diketahui bahwa solar MDO murni mempunyai
daya tahan terhadap temperatur yang lebih tinggi dibandingkan solar MDO emulsi air perancangan
komposisi II, hal tersebut dilihat dari titik awal(Onset) kehilangan berat senyawa tersebut, tetapi
solar MDO murni lebih cepat kehilangan senyawa atau berat, hal ini terbukti pada hasil pengujian
sampai dengan waktu 30 menit beratnya menghilang hingga tidak tersisa lagi padahal solar MDO
murni mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 240C sedangkan solar MDO perancangan
komposisi II mulai mengalami dekomposisi pada temperatur 110C. Tabel 2 dibawah
menunjukkan hasil analisa dari semua sampel yang di lakukan pengujian.

ISSN 2407-7852
Volume I Nomor 1, April 2015 (Agung Sudrajad, dkk.)

Tabel 2. Hasil Uji Thermal Gravimetric Analysis (TGA)

Keterangan:
Zona 1 = temperatur 100-200C
Zona 2 = temperatur 200-300C
Zona 3 = temperatur 300-400C

Gambar 3. Grafik Weight Loss

Dari grafik di atas dapat diketahui persentase berat senyawa yang hilang terhadap temperatur
yang di akibatkan oleh pembakaran. Pada temperatur sampai dengan 100C semua sampel tidak
memperlihatkan kehilangan berat (weight loss), hal ini terjadi karena bahan bakar tersebut memiliki
daya tahan temperatur melebihi temperatur tersebut. Pada sampel solar MDO murni kehilangan
berat (weight loss) senyawa terjadi secara signifikan pada temperatur 300C, sedangkan semua

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 69
Volume I Nomor 1, April 2015 (Agung Sudrajad, dkk.)

sampel solar emulsi air mengalami penurunan berat senyawa pada temperatur 200C, hal ini terjadi
karena penambahan surfactant dan air yang mempunyai titik didih temperatur yang berbeda dengan
solar MDO tersebut. Pada sampel III - sampel V terjadi penurunan berat sangat tinggi, hal ini
dikarenakan banyaknya komposisi surfactant yang terkandung didalam sampel solar emulsi air
tersebut, berbeda dengan sampel I dan sampel II yang hanya memiliki komposisi surfactant sebesar
13%. Pada temperatur 500C kehilangan berat (weight loss) tidak terjadi lagi dikarenakan semua
sampel bahan bakar sudah sampai titik maksimum kehilangan berat/ dekomposisi.
Dari pengujian Thermal Gravimetric Analysis (TGA) yang telah dilakukan sampel II
menunjukan hasil yang paling baik dari semua sampel yang diujikan, hal tersebut dapat di lihat dari
grafik yang menunjukan penurunan berat (weight loss) secara kontinu dibandingkan sampel lain.

KESIMPULAN
Dalam pengujian Thermal Gravimetric Analysis (TGA) sampel bahan bakar solar emulsi air
nomor II memiliki hasil yang terbaik diantara sampel lainnya.
Dari keseluruhan penelitian yang telah dilakukan sampel solar emulsi air nomor II merupakan
sampel yang terbaik dari semua sampel yang diujikan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Gofur, (2013), Eksperimen Karakteristik Kimia Minyak Emulsi Air Untuk Bahan Bkar
Motor Diesel, Tugas Akhir Jurusan Teknik Mesin, UNTIRTA

Agung Sudrajad, N.Osami, H.Fujita, W.Harano, (2002). Exhaust Emissions of Diesel N2O by
Various Fuel Oil Condition, Proceeding of Techno Ocean, Kobe

Park J.W, Huh K.Y, Park K.H, (2000). Experimental study on combustion of emulsified diesel in a
RCEM, World Automotive Congress 2000, F 2000A073, Korea

Samec N, Dibble RW, Chen JY, Pagon A. (2000). Reduction of NOx and soot emission by water
injection during combustion in a diesel engine. Proceeding of FISITA2000, Seoul, Korea

Samec N, Dibble RW. (2000). The strategies for reducing emission from Heavy duty diesel
vehicles.Proceeding of UrbanTransport 2000, Cambridge,UK

Sugengrujito, (2009), Handout Bahan Bakar Diesel. Madiun

Suyanto, Wardan, DR.,dan Arifin,Zaenal,Drs. (2003), Handout mata kuliah bahan bakar &
pelumas.Yogyakarta

ISSN 2407-7852
Volume I Nomor 1, April 2015 (Ipick Setiawan, dkk.)

ANALISA KEBISINGAN ALAT PRAKTIKUM KOMPRESOR TORAK PADA


LABORATORIUM PRESTASI MESIN

Ipick Setiawan1*, Agung Sudrajad 2, Mohammad Auriga3


1,2,3
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jendral Sudirman KM. 3 Cilegon 42435
*Email: ipicks@yahoo.co.id

Abstrak
Peralatan praktikum kompresor torak sangat diperlukan dalam proses praktikum prestasi
mesin. Peralatan yang dijadikan objek penelitian adalah peralatan kompresor torak yang
dirancang dan dibuat atas modifikasi peralatan sebelumnya. Pada modifikasi alat
praktikum kompresor torak ini didesain memiliki rangka berukuran 1200 x 750 x 710 mm.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa kebisingan yang timbul akibat
operasional mesin kompresor. Pengukuran kebisingan dilakukan dengan menggunakan
alat sound level meter. Dari hasil pengukuran didapat tingkat kebisingan rata-rata pada
alat kompresor torak berkisar 65.6 85.3 dB. Kebisingan yang dihasilkan dari alat
praktikum kompresor torak masih jauh melebihi standar yang ditetapkan oleh keputusan
menteri Negara lingkungan hidup nomor : KEP-48/MENLH/11/1996 yaitu sebesar 55 dB
untuk lingkungan pendidikan.

Kata kunci : Kompresor torak, Kebisingan, Pembebanan

1. PENDAHULUAN

Prinsip kompresor pada dasarnya adalah suatu alat atau mesin yang berfungsi untuk
memampatkan udara dan menaikkan tekanan. Dalam keseharian, kita sering memanfaatkan udara
mampat baik secara langsung atau tidak langsung. Sebagai contoh, udara manpat yang digunakan
untuk mengisi ban mobil atau sepeda motor, udara mampat untuk membersihkan bagian-bagian
mesin yang kotor di bengkel-bengkel saat servis dan manfaat lain yang sering dijumpai sehari-hari.
Alat praktikum kompresor torak yang diperlukan sebelumnya sudah ada, akan tetapi terdapat
beberapa kelemahan dalam perancangan dan instalasi rig eksperimen, antara lain:
1. Penampilan fisik dan kelayakan dari alat praktikum sebelumnya sudah tidak representatif,
terutama pada cat yang sudah terkelupas, meja yang sudah korosi dan cat pada pipa aliran
udara yang sudah tidak baik lagi, serta tingginya tingkat kebisingan yang ditimbulkan oleh alat.
2. Kebocoran (loses) pada pipa dan sambungan katup aliran udara mengakibatkan pengisian udara
pada tanki udara mengalami kesulitan, juga dalam pengambilan data oleh praktikan.
3. Belum adanya analisa kebisingan terhadap kompresor torak yang ada
Kebisingan didefinisikan sebagai suara yang tidak diinginkan, yang pada tingkat kebisingan
yang tidak wajar dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan pendengaran. Bunyi dapat
disebabkan oleh sumber suara yang bergertar. Kebanyakan kebisingan lingkungan dapat
dideskripsikan oleh beberapa pengukuran sederhana.
Nilai Ambang Batas Kebisingan (NAB) atau baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal
tingkat kebisingan yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga
tidak menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Satuan tingkat
intensitas bunyi adalah decibel (dB). Sound Level Meter (SLM) adalah alat standar untuk
mengukur intensitas kebisingan. Prinsip kerja alat tersebut adalah dengan mengukur tingkat
tekanan bunyi. Tekanan bunyi adalah penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan oleh
getaran partikel udara karena adanya gelombang yang dinyatakan sebagai amplitudo dari fluktuasi
tekanan. SLM menunjukkan skala A, B dan C yang merupakan skala pengukuran tiga jenis
karakter respon frekuensi. Skala A merupakan skala yang paling mewakili batasan kendengaran
manusia dan respons telinga terhadap kebisingan. Jadi dB (A) adalah satuan tingkat kebisingan

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 71
Volume I Nomor 1, April 2015 (Ipick Setiawan, dkk.)

dalam kelas A, yaitu kelas yang sesuai dengan respon telinga manusia normal. Kebisingan akibat
lalu lintas dan kebisingan yang dapat mengganggu pendengaran manusia termasuk dalam skala A
yang dinyatakan dalam satuan dB.

2. METODELOGI PENELITIAN
Desain konstruksi meja eksperimen memiliki kekuatan yang kuat dari rangkanya dan dapat di
gerakan agar mudah dalam penempatan posisi meja pada laboratorium. Pemilihan material
merupakan faktor utama dalam proses pembuatan meja agar mudah dalam perakitan dan memenuhi
kriteria yang dibutuhkan, murah, kuat dan mudah dalam perawatannya. Juga memiliki ukuran yang
di desain memiliki standard efektif sebagai alat praktikum. Jenis material yang dipilih untuk rangka
meja adalah baja siku ASTM A-36.

Gambar 1. Desain meja kerja alat praktikum kompresor torak

Panjang konstruksi rangka : 1200 mm


Lebar konstruksi rangka : 710 mm
Tinggi konstruksi : 1700 mm

Peralatan praktikum kompresor torak ini menggunakan motor listrik dengan merk Yama satu
Fasa Induksi Motor. Dengan spesifikasi sebagai berikut :
Model / Type : TFO
Tegangan : 220 V ~ 380 V
Arus : 3.3 A ~ 1.9 A
Putaran : 1420 rpm / min
Daya/Kutub : 1 HP / 4 Pole

Kecepatan dalam kompresi udara dipengaruhi oleh kekuatan kompresor dan banyaknya silinder
yang bekerja naik dan turun. Kompresor torak yang digunakan adalah kompresor torak ganda
dengan spesifikasi :
Model / Type : YM 0185P
Jumlah Silinder : 2 buah
Debit : 172 L / min
Pressure : 8 kgf / cm2
Daya : 1 HP / 0.73 kW
Massa / Berat : 58 Kgs

Pengukuran tingkat kebisingan merupakan hal yang penting untuk konservasi dan untuk
mengontrol kebisingan. Pengukuran kebisingan ini antara lain untuk mengidentifikasi tingkat
kebisingan pada daerah praktikum,, kemungkinan efek yang ditimbulkan pada praktikan dan untuk
memilih alternatif sistem yang akan digunakan kedepannya.

ISSN 2407-7852
72
Volume I Nomor 1, April 2015 (Ipick Setiawan, dkk.)

Pengukuran tingkat kebisingan pada alat praktikum kompresor torak di lakukan pada 2 titik
pengukuran, penentuan titik tersebut didasarkan pada pertimbangan letak sumber kebisingan pada
alat dalam kondisi operasional, yaitu pada motor listrik (titik 1) dan kompresor torak (titik 2). Titik
sampel didasarkan pada dimana posisi praktikan akan melakukan pengambilan data praktikum
kompresor torak.
Pengukuran tingkat kebisingan dilakukan menggunakan alat sound level meter setiap 3 detik
selama 5 menit sebanyak 100 sample pengambilan data. Pembacaan tingkat desible pada alat alat
sound level meter dilakukan setiap 3 detik sekali.

3. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA DATA


Gambar 2a dan 2b memperlihatkan data hasil pengukuran untuk titik pada kompresor torak dan
motor listrik pada frekuensi kerja motor listrik yaitu 20 Hz dan 30 Hz. Untuk frekuensi kerja 20 Hz
nilai kebisingan kompresor torak lebih rendah dibandingkan titik 1, namun hal sebaliknya terjadi
pada kondisi kerja 30 Hz. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat frekuensi rendah tingkat
kebisingan motor listrik lebih rendah dan sebaliknya, disebabkan karena frekuensi kerja motor
listrik akan mempengaruhi putaran pada motor listrik, semakin besar putaran motor maka akan
semakin besar kebisingan yang ditimbulkan.

Gambar 2a. Kebisingan pada frekuensi Gambar 2b. Kebisingan pada frekuensi
20Hz 30Hz

Gambar 2c. Kebisingan pada frekuensi Gambar 2d. Kebisingan pada frekuensi
40Hz 50Hz

Namun data yang diperoleh pada frekuensi kerja 50 Hz, nilai kebisingan motor listrik lebih
rendah jika dibandingkan dengan kompresor torak (titik 2). Hal ini kemungkinan dikarenakan
frekuensi kerja motor listrik adalah optimu pada 50 Hz sehingga putaran dan kebisingan yang
dihasilkan sangat optimal (terbaik).

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 73
Volume I Nomor 1, April 2015 (Ipick Setiawan, dkk.)

Gambar 3a. Kebisingan berdasar jarak Gambar 3b. Kebisingan berdasar jarak
dengan frekuensi 20 Hz dengan frekuensi 30 Hz

Gambar 3c. Kebisingan berdasar jarak Gambar 3d. Kebisingan berdasar jarak
dengan frekuensi 40 Hz dengan frekuensi 50 Hz

Gambar 3 a-d adalah data hasil pengukuran kebisingan peralatan kompresor torak berdasarkan
titik jarak dengan sumber bunyi. Pada penelitian ini dilakukan pengurukuran dengan jarak dari
sumber bunyi adalah 2 m, 4 m, dan 6 m. Pengukuran berdasarkan jarak dari sumber bunyi ini
bertujuan untuk memastikan bahwa peralatan yang dipakai dapat memenuhi standar kesehatan bagi
praktikan yang akan melakukan percobaan dengan menggunakan alat kompresor torak.
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa jarak pengukuran akan menentukan besarnya kebisingan
(dalam decibel) yang ada. Pada gambar 3 dapat terlihat jelas bahwa nilai kebisingan pada
pengukuran jarak 2 m untuk semua kondisi frekuensi motor listrik mempunyai nilai rendah pada
jarak pengukuran 6 m dari sumber bunyi. Nilai kebisingan terkecil rata-rata adalah 73-74 dB
sementara nilai tertinggi diperoleh dengan jarak pengukuran 2 m dengan nilai sebesar rata-rata 79
dB. Berdasarkan KEP-48/MENLH/11/1996 menerangkan bahwa lingkungan pendidikan
mempunyai standar kebisingan yang telah ditentukan yaitu sebesar 55 dB. Oleh karenanya
berdasarkan hasil pengukuran peralatan kompresor torak bagi praktikum prestasi mesin di
Laboratorium Prestasi Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa belum
memenuhi standar yang ditentukan.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan analisa simulasi pembebanan dan analisa kebisingan yang dilakukan pada hasil
rancang bangun alat praktikum kompresor torak, dapat disimpulkan yaitu kebisingan yang
dihaislkan pada alat kompresor torak, pada semua titik di frekuensi 20 Hz diperoleh tingkat
kebisingan maksimum sebesar 78.200 dB, pada frekuensi 30 Hz diperoleh tingkat kebisingan
maksimum sebesar 80.800 dB, pada frekuensi 40 Hz diperoleh tingkat kebisingan maksimum
sebesar 82.600 dB, pada frekuensi 50 Hz diperoleh tingkat kebisingan maksimum sebesar 85.300.
dan tingkat kebisingan maksimum dari semua frekuensi dan jarak diperoleh sebesar 79.000.
Menurut keputusan menteri Negara lingkungan hidup nomor: KEP-48/MENLH/11/1996
lingkungan pendidikan standar yang telah ditentukan sebesar 55 dB, dari hasil analisa yang
dilakukan nilai kebisingan pada alat kompresor torak jauh di melebihi standar, dan sebaiknya
praktikan diberikan ear plug untuk mencegah terjadinya gangguan pada kesehatan.

ISSN 2407-7852
74
Volume I Nomor 1, April 2015 (Ipick Setiawan, dkk.)

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Masykun., (2010), Pembuatan Alat Praktikum Perawatan Kompresor Torak Ganda,
Surakarta: Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret.
Keputusan Menteri Negara. (1996), Lingkungan Hidup, Nomor : KEP-48/MENLH/11/1996,
Tentang Baku Tingkat Kebisingan.
Keputusan Menteri Tenaga Kerja. (1999), Tenaga Kerja, Nomor : KEP-51/MEN/1999, Nilai
Ambang Faktor Fisika Di Tempat Kerja.
Kurowski, P.M., 2012, Engineering Analysis with SolidWorks Simulation 2012, Dassault
Systemes SolidWorks Corp : Schroff Development Corporation.
Mulyadi, Yadi., (2000), Analisa Unjuk Kerja Pada Perangkat Praktikum Kompresor Torak Kerja
Tunggal, Cilegon : Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Nurdiansyah, Andri., (2014), Analisa Komparasi Kebisingan Mesin Berbaha Bakar Gas Dengan
Bahan Bakar Minyak, Cilegon: Fakultas Teklnik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Popov, E.P., (1978), Mechanics of Material. New Jersey : Prentice Hall.
Saputra, A.J., (2007), Analisis Kebisingan Peralatan Pabrik Dalam Upaya Peningkatan Penataan
Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT.Pupuk Kaltim, Semarang : Fakultas Ilmu
Lingkungan Universitas Diponegoro.
Sularso, Haruo Tahara., (2000), Pompa dan Kompresor : Pemilihan, Pemakaian dan
Pemeliharaan, Jakarta : PT. Pradnya Paramitha.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 75
PENGUJIAN BIO MEKANIK ILIZAROV EXTERNAL FIXATION

Erwin1*, Ahmad Taufik2


1,2
Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jendral Sudirman, Km. 03 Cilegon - Banten
*Email : erwin@ft-untirta.ac.id

ABSTRAK

External fiksasi merupakan alat untuk mengatasi fraktur yang kompleks dengan cara
memasukkan pin atau kawat kedalam jaringan kulit, jaringan lunak dan masuk kedalam tulang.
Pada penelitian ini di fokuskan untuk jenis external fikation. Tahapan yang dilakukan pada
penelitian ini, fabrikasi external fikation dengan menggunakan ring aluminium alloy, hingga
dengan melakukan pengujian uji tarik, uji tekan, uji lendut dan uji puntir.
Pengujian dilakukan dengan cara memberikan gaya berkisar bertahap meningkat 5 N untuk uji
tarik dan tekan, pengujian dihentikan pada saat simulator tulang mengalami displacement 1 mm.
sedangkan pada pengujian lendut gaya yang di berikan bertahap meningkat 2 N dan untuk uji
puntir gaya yang diberikan bertahap meningkat 1 N. Pada uji lendut dan puntir pengujian di
hentikan pada saat simulator tulang mengalami displacement 1 .
Pada percobaan yang telah penulis hasil data yang penulis peroleh dibawah standarisasi, hal
dapat disimpulakan besarnya pengaruh kekuatan dan ketegangan krischner pada ring external
fixation.

Kata kunci : External Fixation, uji tarik, uji tekan, uji lendut dan uji puntir.

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pada tahun1960 Ilizarov ahli bedah dari Krugan Rusia menciptakan teknik callotaxis. Ilizarov
menciptakan alat fiksator external berupa lingkaran dengan kawat sebagai daya penarik tulang.
Metode Ilizarov berupa osteotomi tulang, kemudian tulang diperpanjang dengan kecepatan 1
mm/hari yang dilakukan dalam 4 tahap.
External fixation adalah suatu metode utama untuk mengatasi fraktur yang kompleks dengan
cara memasukan pin atau kawat kedalam jaringan kulit, jaringan lunak dan masuk ke dalam tulang
(Santy, Vincent, & Duffield, 2009).Pin atau kawat tesebut akan dihubungkan dengan rigid external
frame (Addamo, 2002). External tersebut didesain untuk mendukung stabilitas rangka tulang
sampai dilakukannya operasi ortopedi selanjutnya (Santy, Vincent, & Duffield, 2009).
Metode ini dapat menjadi pilihan utama (primer) pada kasus fraktur terbuka yang disertai
kerusakan jaringan lunak, misalnya jenis fraktur comminuted yang rusak yang rusak parah yang
nantinya akan dirujuk untuk dilakukan bone grafting (smaltzer, Bare, & Hinkle, 2008), fraktur yang
tidak mengalami perbaikan pada waktunya (Roberts, 2009) ataupun fraktur tertutup yang posisinya
tidak dapat difiksasi dengan gips, traksi ataupun internal fixation (Evans, 2010; Watson, 2002).
External fixator juga sering digunakan pasien dengan Osteomyelitis ataupun tumor karena
mempunyai kemampuan dalam memanjangkan tulang, khususnya Ilizarov External Fixator
dengan rata-rata pemanjangan sepanjang 5,2 cm dan memungkinkan ahli bedah untuk
menghilangkan segmen tulang tertentu tanpa menggangu 1 baris tulang yang mengalami fraktur
dengan pemasangan external fixator (Canale & Beaty, 2008; Bryant, 1998 dalam Buyukyilmas,
Sendir, & Salmond, 2009; Judith, et.al., 2009). Rasad (2007) menambahkan bahwa external fixator
juga dapat dipakai pada pasien dengan fraktur terbuka dan kadang - kadang juga pada fraktur
tungkai - tungkai bahwa penderita gagal jantung sistolik. Pemasangan external fixator bisa menjadi
pilihan sekunder pada fraktur tertutup (Canale & Beaty, 2008).
Menurut Addamo (2002), pemasangan external fixator mempunyai implikasi yang positif,
seperti stabilisasi fraktur yang lebih cepat dibandingkan metode lain, kompresi yang dihasilkan
dipastikan dapat mendukung proses penyembuhan tulang, meningkatkan kenyamanan pasien,
memfasilitasi dalam keperawatan karena memungkinkan diobservasinya injuri jaringan lunak dan
adanya akses untuk membuka luka. Jika dilihat dari segi financial, pemakaian external fixator
dianggap lebih murah dari pada traksi. (Hedin, Borgquist dan Larsson) (2004).
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

1.2 Perumusan Masalah


Dari uraian latar belakang diatas maka permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah
menguji dan mengukur kekuatan ring external fixation dengan pembebanan kisaran antara 5 sampai
dengan 200 N.
1) Kelebihan dan kekurangan alat uji untuk melakukan pengujian bio mekanik ilizarov
external fixation.
2) Bagaimana merancang alat uji yang sesuai untuk melakukan pengujian ilizarov external
fixation.?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kekuatan dari struktur dari ring external fixation
yang layak digunakan untuk penderita patah tulang kaki, dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Merancang alat uji manual untuk ilizarov external vixation.
2. Menguji kekuatan ring ilizarov external fixation
3. Membandingkan hasil pengujian kekuatan ring external fixation dengan standarisasi yang telah
ditentukan.

Meskipun fiksasi eksternal telah mengalami perkembangan dan memiliki kelebihan yang sangat
diunggulkan dibanding metode lainnya, namun tetap saja masih memiliki beberapa kekurangan.
Adapun kelebihan dan kekurangan dari Ilizarov External Fixation adalah :
Kelebihan Ilizarov External Fixation
1. Mengurangi kerusakan vaskuler pada tulang.
2. Mengurangi gangguan pada lapisan jaringan lunak.
3. Sangat terbuka untuk menstabilkan fraktur terbuka.
4. Kekakuan fiksasi dapat diatur tanpa prosedur operasi.
5. Mengurangi resiko terjadinya infeksi.
6. Cukup aman digunakan pada kasus dengan infeksi pada tulang.
7. Mobilisasi dapat dengan cepat dilakukan oleh pasien, dan bagian tubuh dapat digerakkan
dan berpindah posisi tanpa adanya perasaan takut akan terjadi pergeseran pada tulang.
8. Kompresi, netralisasi dan distraksi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal sesuai dengan
bentuk fraktur.
9. Pada metode ini, gerak sendi proksimal dan distal diperbolehkan. Ini sangat membantu
dalam hal pengurangan edema dan menghambat fibrosis kapsuler, kaku sendi, atrofi otot
dan osteoporosis.
10. Kesimpulannya, fiksasi eksternal memungkinkan kompatibilitas yang lebih baik dan efek
samping yang lebih sedikit. Fixators baru yang dirancang unutk mensimulasikan kondisi
tulang, yang memungkinkan pasien untuk menggunakan anggota badan yang lebih normal
selama proses koreksi dan mempercepat penyembuhan.
Kekurangan Ilizarov External Fixation
1. Pin dan wires dapat menembus jaringan lunak.
2. Terdapat komplikasi pin-track pada penggunaan fiksasi eksternal dalam jangka waktu yang
lama.
3. Membatasi pergerakan sendi.
4. Secara mekanis pemasangan pin dan rangka fiksasi sulit dilakukan dan mudah terjadi
infeksi jika teknik pemasangannya tidak benar.
5. Rangka fiksasi terdiri dari beberapa rangkaian sehingga pasien merasa tidak nyaman dan
dengan alasan estetika.
6. Teknik penyisipan pin harus dilakukan secara teliti, serta perawatan pin pun harus baik
karena untuk mencegah infeksi pada saluran pin.
7. Pemasangan bingkai pin dan fiksator secara mekanis sangat sulit, sehingga harus dilakukan
oleh ahlinya.
8. Fraktur melalui saluran pin mungkin terjadi.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 77
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

9. Pemasangan eksternal fixation terlalu kencang maka pasien akan merasa tidak nyaman.
Dan begitu juga sebaliknya, bila dipasang terlalu kendur maka tulang akan mudah bergeser
sehingga berakibat fatal terhadap fraktur.

2. Prosedur Pengujian
2.1 Alat dan bahan
Pada penelitian ini di bagi menjadi 2 (dua) tahap proses.
Tahap pertama fabrikasi Alat Uji Ilizarov External Fixation dengan bahan sebagai berikut:
1. Plat bordes P.1300 mm L.420 mm T.5 mm sebagai alas sekaligus dudukan alat uji, plat
bordes di tanam dengan menggunakan baut tanam dan disambungkan dengan pipa dan baut
2. Pipa 33 mm P.720 mm sebagai penganti tulang pada saat pengujian, pipa tersebut
penulis potong menjadi 3 bagian dengan dengan panjang 230 mm1 batang dan 190 mm 1
batang.
3. Baut M.6 x 50 mm sebagai penyangga ring dan tulang pada pengujian 1 ring.

Tahap 2 ( dua ) merupakan pengujian Ilizarov External Fixation yang telah di fabrikasi, alat dan
bahan yang digunakan antara lain :
Alat : 1. Dial indikator
2. Timbangan gantung
3. Timbangan duduk
4. Busur setengah lingkaran
Beban : 1. Tracker
2. Paku
3. Anak timbangan botol
4. Anak timbangan bulat

2.2 Diagram Alir

Mulai

Perancangan

Perencanaan

Membuat Prototype

Persiapan Pengujian
- Mempersiapkan Pengujian
- Mempersiapkan Alal Ukur
- Mempersiapkan Alat Pengujian

Spesimen
- Compression - Tensile
- Rotation - Defleksi

Hasil Data Pengujian

Analisa Data

Kesimpulan

Selesai

ISSN 2407-7852
78
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

3 . Hasil dan Pembahasan


3.1 Tempat Pengujian
Pengujian ini dilakukan di depan lab prestasi mesin fakultas teknik universitas sultan ageng
tirtayasa.
3.2 Teknik Pengambilan Data
Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode pengujian langsung. Langkah
langkah pengumpulan data pada burner yaitu :

1. Pengujian tekan 4 ring

Gambar 1. Uji tekan 4 ring

Tabel 1. Displacement Uji Tekan 4 Ring


Gaya Displacement (mm)
(N)
Pengujian 1 Pengujian 2 Pengujian 3
5 0.06 0 0

10 0.19 0.14 0.15

15 0.35 0.32 0.23

20 0.42 0.38 0.36

25 0.61 0.43 0.54

30 0.73 0.59 0.74

35 0.84 0.74 0.85

40 1 0.84 1

45 - 1 -

1.5

1
Displacement

1
(mm)

0.5
2
0 3
5 10 15 20 25 30 35 40

Gaya (N)
Gambar 2. Grafik uji tekan 4 ring

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 79
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

Dari grafik diatas dapat hasil perubahan ring external fixation pada 1 mm terjadi pada saat gaya
tekan mencapai 40 N 45 N. Dengan memberikan gaya sebesar 5 N secara bertahap meningkat.
Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah:
M3 exp / Jumlah pengujian = = 41.6 N/mm
2. Uji tarik 4 ring

Gambar 3. Uji tarik 4 ring

Tabel 2. Displacement Uji Tarik 4 Ring


Displacement (mm)
Gaya
(N) Pengujian Pengujian Pengujian
1 2 3
5 0.1 0.08 0.1
10 0.28 0.28 0.29
15 0.48 0.46 0.48
20 0.67 0.64 0.66
25 0.86 0.80 0.84
1 1
30 1
1.2
Displacement (mm)

1
0.8
0.6 1
0.4 2
0.2 3
0
5 10 15 20 25 29
Gaya (N)

Gambar 4. Grafik Perbandingan Uji Tarik 4 Ring

Dari grafik diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1 mm terjadi pada
saat gaya tekan mencapai 28 N 30 N.
Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah:
M3 exp / Jp = = 29 N/mm
3. Uji lendut 4 ring

ISSN 2407-7852
80
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

Gambar 5. Uji lendut 4 ring

Tabel 3. Displacement Uji 4 Ring Lendut

0.3
Displacement (mm)

0.25
0.2
0.15 1
0.1 2
0.05 3
0
1 2 3 4 5 6

Gaya (N)

Gambar 6. Gerafik perbandingan uji lendut 4 ring

Dari grafik perbandingan diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1
terjadi pada saat gaya tekan mencapai 6 N di pengujian 1,2 dan 3. Beban ini diterapkan pada jarak
100 mm dari titik O.
Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah:

( ) ( ) ( )
M3 exp / Jp = = 6 x 102 N mm/degree
4. Uji punter 4 ring

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 81
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

Gambar 7. Uji punter 4 ring

Tabel 4. Displacement Uji Puntir4 Ring

3.5
3
2.5
Displacement (mm)

2
1
1.5
2
1
0.5 3
0
2 4 6 8

Gaya (N)

Gambar 8. perbandingan uji puntir 4 ring

Dari grafik perbandingan diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1
dengan dukungan gaya external yang melekat pada simulator tulang dengan jarak yang sama. Jarak
yang disarankan antara titik A1 dan B1 (h) adalah 200 mm.
Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah:
KM3exp / inward = KM3exp / outward
( ) ( ) ( )
M3 exp / Jp=
=
= 1.3 x 103 N mm/degree

ISSN 2407-7852
82
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

5. Uji Tekan 1 ring

Gambar 9. Uji Tekan 1 Ring

Tabel 5. Displacement Uji Tekan 1 ring

1.2
1
Displacement (mm)

0.8
0.6 1
0.4 2
0.2 3
0
5 10 15 20 25 30 32.5
Gaya (N)

Gambar 10. Grafik perbandingan uji tekan 1 ring

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 83
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

Dari grafik diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1 mm terjadi pada
saat gaya tekan mencapai 31.5 N 37 N.
Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah:

M1 exp / Jp = = 41.6 N/mm

6. Uji Tarik 1 Ring

Gambar 11. Uji Tarik 1 ring

Tabel 6. Displacement Uji Tarik 1 ring

1.2
1
Displacement (mm)

0.8
0.6 1
0.4 2
0.2 3
0
5 10 15 20 25 30 35 40 45 46
Gaya (N)

Gambar 12. Grafik perbandingan uji tarik 1 ring

ISSN 2407-7852
84
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

Dari grafik diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1 mm terjadi pada
saat gaya tekan mencapai 42 N 48 N.
Dengan demikian, koefisien kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah:

M1 exp / Jp = = 45.3 N/mm

7. Uji Lendut 1 ring

Gambar 13. Uji Lendut 1 ring

Table 7. Displacement Uji Lendut 1 ring

0.8
Displacement (mm)

0.7
0.6
0.5
0.4 1
0.3 2
0.2
0.1 3
0
1 2 3 4 5

Gaya (N)

Gambar 14. Grafik Perbandingan uji lendut 1 ring

Dari grafik perbandingan diatas dapat disimpulkan, gaya yang dapat di tahan pada ring external
fixation pada jarak 1 adalah 5 N, dengan gaya external yang melekat pada simulator tulang (L)
100 mm.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 85
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

Dengan demikian, koefisien kekakuan dari standar pengujian 1,2 dan 3 modul di bawah fleksi
atau ekstensi adalah:
KM1 exp/flexion =
*( ) ( ) ( )+
KM extension =

*( ) ( ) ( )+
=

= 5 x 102 N mm/degree

8. Uji Puntir 1 Ring

Gambar 15. Uji Puntir 1 Ring

Tabel 8. Displacement Uji Puntir 1 Ring (1)

2.5
Displacement (mm)

1.5
1
1 2

0.5 3

0
2 4 6 8 10
Gaya (N)

Gambar 16. Grafik perbandingan uji puntir 1 ring

ISSN 2407-7852
86
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

Dari grafik perbandingan diatas dapat disimpulkan perubahan ring external fixation pada 1
terjadi pada saat gaya tekan mencapai 10 N pada pengujian 1,2 dan 3. Dengan demikian, koefisien
kekakuan modul di bawah pengaruh kekuatan gangguan adalah:
KM1st / inward = KM1st / outward
*( ) ( ) ( )+
=

= 2 x 103 N mm/degree

3.3 Perbandingan Data Pengujian Manual Ring Ilizarov External Fixation Dengan
Standarisasi Ilizarov External Fixation
Dari data hasil pengujian diatas, maka untuk menentukan alat yang penulis uji dapat dipakai
atau tidak penulis membanding data yang penulis peroleh dengan data yang standar yang dipakai.

Tabel 9. Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Standarisasi Pengujian.

Dari tabel perbandingan antara hasil pengujian dengan standarisasi terdapat hasil yang berbeda
yaitu hasil pengujian lebih kecil dibandingkan standarisasi pengujian. Hal ini di pengaruhi oleh
kekuatan material dari kirschner yang digunakan dalam pengujian lebih rendah yaitu stainless steel
308 sedangkan kisrchner yang dipake untuk standarisasi adalah stainless steel 316. Dalam external
fixation kekuatan kekakuan kirschner sangat berpengaruh besar sebagai penahan ring dan
kurangnya ketegangan pada kirschner karena tidak adanya alat pengukur tegangan pada kirschner.

5. Penutup
Kesimpulan
1. Rancangan Alat uji ilizarov external Fixation dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 87
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

Gambar 17. Rancangan Awal Alat Uji Ilizarov External Fixation

Gambar 18. Rancangan Alat Uji 4 Ring

Gambar 19. Rancangan Alat Uji 1 Ring

2. Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka didapatkan table perbandingan
antara hasil pengujian dengan standarisasi sebagai berikut:

ISSN 2407-7852
88
Volume I Nomor 1, April 2015 (Erwin, dkk)

Tabel 10. Perbandingan Hasil Pengujian Dengan Standarisasi Pengujian.

Daftar Pustaka

Solomin, Leonid. N, 2008. The Basic Principles Of External Fixation Using The Ilizarov Device.
Verlag italia, springer.

Mrazek .M, Z.Florian, R.Vesely, L.Borak, 2009, Strain-Stress Analysis Of Lower Limb With
Applied FixatorApplied and computational Machanic 4 (2010) 67-78

Zamani.A.R, S.O. Oydiji, 2010, Theoretical And Finite Element Modeling Of Fine Kirschner
Wires In Ilizarov External Fixator

Gessmann jan , Birger jettkant, Thomas Armin Schildhauer, 2011, Mechanical stress on tensioned
wires at direct Loading: A biomechanical study on the ilizarov external fixator
BG Universitasklinikum Bergmannsheil, Department of Troumatology, Burkle-de-la-camp-platz
1, 44789 Bochum, Germany

http://www.google.com/search?q=kerangka+manusia&biw=1366&bih=667&source=lnms&sa=X&
ei=nQDwUtojx6RB4rvgJgE&ved=0CAQQ_AU (diakses 7 mei 2013)
http://www.google.com/#q=spesiment+uji+tekan (diakses 8 mei 2013)
http://masmukti.files.wordpress.com/2011/10/bab-02-material-dan-proses.pdf (diakses 8 mei 2013)
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=spesiment%20uji%20lentur&source=web&cd=1&cad=
rja&ved=0CCYQFjAA&url=http://ejournal.undip.ac.id/index.php/kapal/article/download/2666/pdf
&ei=bwjwUtWnAomzsQTC_YH4BQ&usg=AFQjCNGUbVR3NWJ1dM7FztLm-
PxBGRTtFQ&sig2=zV (diakses 3 November 2003)

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 89
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

VARIASI CAMPURAN FLY ASH BATUBARA UNTUK MATERIAL KOMPOSIT

Sunardi1*, Moh. Fawaid2, Fikri Rasyid Noor M3


1,2,3
Jurusan Teknik Mesin Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jl. Jendral Sudirman km 03, Cilegon 42435
*Email : parikesit_ka@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tanaman bamboo yang melimpah di Indonesia dapat di jadikan material alternative bahan bangunan serta
tujuan khusus dengan mencampurnya dengan bahan lain. Serbuk bambu betung dan fly ash batubara
berpotensi untuk dijadikan bahan komposit alternatif kampas rem. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan komposisi material komposit sebagai bahan alternatif kampas rem, dengan harga terjangkau,
ramah lingkungan dan karakteristik yang baik. Bahan yang digunakan adalah serbuk bambu betung
(dendrocalamus asper), serbuk fly ash batubara, dan resin epoksi. Variasi komposisi antara serbuk bambu
dan fly ash, masing-masing K1(50:10%), K2(45:15%), dan K3(40:20%). Pembuatan bahan dilakukan
dengan proses mixing kemudian kompaksi metode cold press single punch dengan tekanan 400 kg/cm2.
Selanjutnya, bahan disintering pada temperatur 150 oC selama 1 jam. Karakteristik yang diteliti yaitu
kekerasan, laju keausan, densitas, porositas, dan pengamatan struktur mikro. Dari hasil pengujian komposit
dengan karakteristik terbaik yaitu K3, dengan nilai kekerasan 51,67 N/mm2, laju keausan 2,84E-07 gr/mm2.s,
densitas 1,33 gr/cm3, dan porositas 0,50 %.

Kata kunci: serbuk, bambu betung, fly ash, komposisi material

1. Pendahuluan
Dunia otomotif berkembang pesat mulai dari jenis scooter hingga mobil low cost green car
sehingga kebutuhan sparepartpun semakin besar. Karena tidak menentunya pula kondisi
perekonomian Indonesia, maka dorongan untuk membuat produk material otomotif yang ekonomis,
berkualitas, serta dapat diterima oleh pasar juga semakin tinggi. Kini para peneliti dituntut untuk
melakukan penelitian terhadap komponen kendaraan bermotor guna memenuhi kebutuhan pasar
otomotif dalam negeri, Salah satunya adalah kampas rem. Bila ditinjau dari aplikasinya kampas
rem merupakan komponen yang vital pada kendaraan bermotor, karena berfungsi sebagai
penghenti laju kendaraan. Namun kampas rem termasuk komponen fast moving yang memiliki
umur pakai rendah, antara 6 bulan sampai 1 tahun pemakaian normal. Saat berkendara biasanya
pengemudi akan lebih sering menggunakan rem untuk mengurangi laju kendaraan untuk
menghindari tabrakan.Dalam aplikasinya kampas rem harus memiliki sifat fisik dan karakteristik
yang baik dengan faktor keamanan mendukung. Kampas rem merupakan media gesek untuk
menghentikan putaran sebagai bidang geseknya pada roda, yang berkaitan juga dengan beban dan
kecepatan putaran. Sebagai media yang bergesekan secara kontinyu, beberapa sifat dan
karakteristik harus dimiliki kampas rem yaitu laju keausan dan kekerasan. Kampas rem terdiri dari
tiga bahan penyusun yaitu bahan pengikat, bahan serat, dan bahan pengisi. Untuk mengikat
berbagai zat penyusun di dalam bahan kampas rem tersebut digunakan resin, yang memiliki sifat
utamanya sebagai pengikat.
Untuk memenuhi kebutuhan sifat karakteristiknya, bahan serat dan pengisi kampas rem dibuat
dari campuran material yang pada dasarnya memiliki sifat fisik dan mekanik cukup baik seperti
material logam. Pada bahan pengisi ini terdiri dari dua jenis yaitu bahan organik dan anorganik,
bahan organik misalnya abu dan remah karet sedangkan bahan anorganik seperti MgO dan CaCO.
Selanjutnya pada bahan serat terdiri dari dua jenis yaitu serat asbestos dan non asbestos, serat
asbestos merupakan paduan kuningan dan serat metal yang disatukan menggunakan binder (bahan
pengikat) namun belum dicetak. Namun pada 1994, ditemukan bahwa asbestos mengandung zat
Karsinogen yang dituding sebagai salah satu zat penyebab kanker paru-paru dan efek itu baru
terasa setelah 10-15 tahun. Sejak itu, produksinya pun mulai perlahan dihentikan. Untuk serat non
asbestos terdapat dua macam yaitu low steel yang masih mengandung besi meski sedikit dan non-
steel yang tidak menggunakan besi. Bahan serat non asbestos diantaranya, aramid/ kevlar/ twaron,
fiberglass, carbonfiber, dan steelfiber.

ISSN 2407-7852
90
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

Selain ramah lingkungan kampas rem dengan serat non-asbestos juga memiliki kelebihan lain
seperti tidak mudah bunyi, tahan panas dan memiliki friksi baik. Hanya ada 2 kelemahannya,
warnanya yang hitam membuat abu hasil pengikisan terlihat lebih kotor dan harganya pun lebih
mahal dari kampas rem asbestos. Kini beberapa produsen telah meninggalkan penggunaan
asbestos.
Salah satu hasil penelitian tentang material kampas rem adalah Prototipe Disc Pad dan Brake
Shoes dari Limbah Ampas Tebu (Daniel Malau,2007). Dari hasil penelitian tersebut diketahui
bahwa kekuatan bahan yang dihasilkan hampir sebanding dengan kekuatan bahan logam, meskipun
sedikit lebih rendah.
Hal inilah yang memberikan ide penelitian untuk membuat komposit sebagai bahan alternatif
kampas rem kendaraan. Dimana pada komposit bermatriks resin epoksi dengan penguat serbuk
bambu dan campuran fly ash batubara untuk aplikasi kampas rem kendaraan. Sehingga diharapkan
dapat menjadi solusi alternatif pengembangan teknologi material dengan pemanfaatan limbah.
Karena kandungan silika yang tinggi pada fly ash juga untuk meningkatkan sifat mekanis komposit
sebagai kampas rem kendaraan.

2. Tinjauan Pustaka
2.1 Pengertian Komposit
Komposit berasal dari kata kerja to compose yang berarti menyusun atau menggabung.
Komposit atau bahan komposit berarti kombinasi dari dua atau lebih bahan yang berlainan dengan
sifat berbeda, dalam skala makroskopik dan membentuk komponen tunggal. Sehingga dalam hasil
akhir komposit tersebut bahan tetap terpisah dan berbeda dalam level makroskopik, jadi dapat
diamati secara visual. Perbedaan bahan dapat menjadi kombinasi pada skala mikroskopik seperti
pada paduan logam, namun material yang dihasilkan adalah untuk semua tujuan praktis
makroskopik homogen komponen tidak dapat dibedakan secara visual (Jones,1999).
Di era moderen ini teknologi material terus dikembangkan, untuk mendapatkan material dengan
kekuatan lebih dan dengan bahan baku yang lebih efisien dapat dilakukan dengan teknologi
komposit. Komposit dapat terdiri dari beberapa komponen material yaitu matriks, material penguat
dan material pengisi. Dari sekian banyak jenis material pembentuk komposit, semuanya dapat
dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu :
1. Matriks
Matriks berfungsi sebagai pengikat dan pelindung bahan material terhadap pengaruh
lingkungan.
2. Material penguat (reinforcement)
Material penguat berfungsi untuk membentuk struktur yang memberikan kekuatan pada
komposit.
3. Material pengisi (filler)
Material pengisi berfungsi untuk mengisi ruang komposit juga untuk mencegah terjadinya
porositas bahan komposit tersebut.
Beberapa definisi komposit sebagai berikut :
1. Tingkat dasar : pada molekul tunggal dan kisi kristal, bila material yang disusun dari dua atom
atau lebih disebut komposit (contoh senyawa, paduan, polimer dan keramik).
2. Mikrostruktur : pada kristal, phase dan senyawa, bila material disusun dari dua phase senyawa
atau lebih disebut komposit (contoh paduan Fe dan C).
3. Makrostruktur : material yang disusun dari campuran dua atau lebih penyusun makro yang
berbeda dalam bentuk dan/atau komposisi dan tidak larut satu dengan yang lain disebut
material komposit (definisi secara makro ini yang biasa dipakai).

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 91
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

Gambar 1. Struktur hubungan antar material (Callister, 2007)


Material komposit merupakan material non logam yang saat ini semakin banyak digunakan
mengingat kebutuhan material terus meningkat. Di samping memprioritaskan sifat mekanik juga
dibutuhkan sifat lain yang lebih baik misalnya ringan, tahan korosi dan ramah lingkungan. Selain
itu sifat teknologi merupakan salah satu sifat yang harus dimiliki oleh material komposit tersebut,
dimana sifat teknologi adalah kemampuan material untuk dibentuk atau diproses. Proses
pembuatan atau proses produksi dari komposit merupakan hal yang sangat penting dalam
menghasilkan material komposit tersebut. Banyak cara atau metoda yang digunakan untuk
menghasilkan material komposit yang diinginkan.

2.2 Klasifikasi Komposit


Komposit dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu kelompok komposit berdasarkan
klasifikasi bahan matriknya dan kelompok komposit berdasarkan klasifikasi bahan penguatnya.
2.2.1 Klasifikasi Berdasarkan Matrik
Matrik sebagai pengikat dan pelindung komposit memegang peranan penting dalam mentransfer
tegangan, melindungi bahan dari lingkungan dan menjaga permukaan bahan dari pengikisan.
Matrik harus memiliki kompatibilitas yang baik dengan material. Klasifikasi komposit berdasarkan
pada jenis matriks yang digunakan, terbagi menjadi tiga jenis. Yaitu sebagai berikut:
1. Komposit bermatrik polimer (Polymer Matrix Composites/PMCs).
Komposit bermatrik polimer adalah komposit yang menggunakan bahan polimer sebagai
penyusun utama atau komposisi dominan.
2. Komposit bermatrik logam (Metal Matrix Composites/MMCs)
Komposit bermatrik logam adalah komposit yang menggunakan bahan logam sebagai
penyusun utama atau komposisi dominan.
3. Komposit bermatrik keramik (Ceramic Matrix Composites/CMCs)
Komposit bermatrik logam adalah komposit yang menggunakan bahan keramik sebagai
penyusun utama atau komposisi dominan.

Gambar 2. Fasa-face dalam komposit

ISSN 2407-7852
92
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

2.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Penguat (Reinforce)


Penguat dalam teknologi komposit didefinisikan sebagai suatu bahan penguat utama, memiliki
sifat yang lebih unggul dari material pengisi dan merupakan suatu konstruksi/rangka tempat
melekatnya matriks. Berdasarkan cara penguatannya komposit dibedakan menjadi tiga
(Jones,1999) yaitu :
1. Fibrous Composite (komposit serat)
Merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan menggunakan
penguat berupa serat atau fiber. Fiber yang digunakan bisa berupa glass fibers, carbon fibers,
aramid fibers (poly aramide) dan sebagainya. Fiber ini bisa disusun secara acak maupun
dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.
Contohnya serat gelas dalam matriks polimer (GFRP) dan serat karbon dalam matriks polimer
(CFRP).
2. Laminated Composite (komposit lapisan)
Merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabung menjadi satu
dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat sendiri. Contohnya : Tripleks, Playwood,.
3. Particulate Composite (komposit partikel)
Merupakan komposit yang menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan
terdistribusi secara merata dalam matriksnya. Contohnya : komposit dengan penguat serbuk
logam, beton dengan partikel penguat krikil.

2.3 Bahan Penyusun


2.3.1 Resin
Resin adalah suatu material yang berbentuk cairan atau dapat berbentuk padatan, dan akan
meleleh pada suhu diatas 2000C. Pada dasarnya resin adalah matriks, sehingga memiliki fungsi
yang sama dengan matriks yaitu sebagai perekat/pengikat dan pelindung. Komposit bahan kampas
rem yang akan diteliti adalah komposit yang berpengikat resin epoksi, resin ini berfungsi untuk
mengikat berbagai zat penyusun di dalam bahan tersebut. Resin terdiri dari 2 macam yaitu resin
termoset dan termoplastik, memiliki perilaku berbeda bila dipanaskan. Perbedaan sifatnya
ditentukan oleh struktur dalamnya.
2.3.2 Abu Terbang (fly ash)
Abu terbang (fly ash) adalah salah satu bahan sisa dari pembakaran bahan bakar terutama
batubara, berbentuk partikel halus yang merupakan endapan dari tumpukan bubuk hasil
pembakaran batubara. Jumlahnya cukup besar, sehingga memerlukan pengolahan agar tidak
menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran udara, perairan dan penurunan kualitas
ekosistem. Abu terbang (fly ash) ini tidak terpakai dan jika ditumpuk saja disuatu tempat dapat
membawa pengaruh yang kurang baik bagi kelestarian lingkungan. Abu terbang ini selain
memenuhi kriteria sebagai bahan penguat, abu terbang juga memiliki sifat-sifat yang baik, seperti
memiliki porositas rendah karena partikelnya halus. Bentuk partikel abu terbang adalah bulat
dengan permukaan halus, dimana hal ini sangat baik untuk workabilitas. Abu terbang (fly ash)
memiliki beberapa kandungan/unsur kimia utama seperti SiO2 52,00%, Al2O3 31,86%, Fe2O3
4,89%, CaO 2,68% dan MgO 4,66%.
2.3.3 Bambu Betung
Bambu betung (Dendrocalamus asper) adalah salah satu jenis bambu yang memiliki potensi
ekonomi bila dimanfaatkan dengan baik. Tanaman ini dapat dijumpai tumbuh di daerah dataran
rendah hingga dataran tinggi (2000 meter dpl), dan di tanah subur pada lahan basah akan tumbuh
lebih baik. Bambu betung merupakan jenis bambu yang kuat, biasa digunakan sebagai material
kontruksi seperti rumah dan jembatan. Tingginya bisa mencapai 20-30 m dengan diameter 8-20
cm, dipanen pada umur 3-4 tahun. Bambu betung memiliki beberapa kandungan/unsur kimia yang
terdiri dari 53% holoselulosa, 19% pentosan, 25% lignin dan 3% abu.

3. Metode Penelitian
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat Yang Digunakan
a. Gergaji kayu
b. Kikir kayu

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 93
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

c. Meja ragum
d. Gelas ukur
e. Mesin screening + ayakan
f. Mixer + wadah
g. Mesin press + cetakan
h. Oven
i. Timbangan
j. Alat uji kekerasan
k. Alat uji laju keausan
l. Alat uji densitas dan porositas
m. Alat pengamatan struktur permukaan

3.1.2 Bahan Yang Digunakan


a. Serbuk bambu
b. Serbuk fly ash batubara
c. Resin epoksi
d. Wax
e. Lem packing

3.2 Diagram Alir Penelitian


Diagram alir untuk memberi gambaran tentang langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian,
dapat dilihat pada gambar 3

Mulai

Persiapan Bahan

Pembuatan Spesimen

Serbuk Bambu : 50, 45, 40%


Fly Ash Batubara : 10, 15, 20%
Resin Epoksi : 40 %

Pengujian Spesimen
Kekerasan
Laju Keausan
Densitas & Porositas
Pengamatan Struktur Mikro

Analisa Data
& Pembahasan

Kesimpulan

Seles

Gambar 3. Diagram alir penelitian

ISSN 2407-7852
94
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

4. Hasil dan Pembahasan


4.1 Hasil Pembuatan Spesimen
Pada hasil pembuatan spesimen material komposit yang terdiri dari beberapa komposisi
bahan penyusun. Pada komposisi spesimen komposit pertama (K1) terdiri dari serbuk bambu 50%
(14,719 gr), serbuk fly ash batubara 10% (11,666 gr) dan resin epoksi 40% (40,859 gr). Spesimen
komposit kedua (K2) terdiri dari serbuk bambu 45% (13,247 gr), serbuk fly ash batubara 15%
(16,599 gr) dan resin epoksi 40% (40,859 gr). Kemudian untuk spesimen komposit ketiga (K3)
terdiri dari serbuk bambu 40% (11,775 gr), serbuk fly ash batubara 20% (22,132 gr) dan resin epoksi
40% (40,859 gr). Proses pembuatan bahan komposit dilakukan dengan tekanan kompaksi sebesar
400 kg/cm2. Hasil proses kompaksi kemudian disintering pada temperatur 150oC selama 60
menit. Bentuk awal spesimen berbentuk silinder pejal dengan diameter 40 mm dan tinggi 40 mm.

Gambar 4. Spesimen Bahan Komposit K1, K2, dan K3

4.2 Hasil Pengujian Kekerasan


Pengujian kekerasan pada bahan komposit ini dilakukan dengan metode ball indentation ISO
2039-1, yaitu menggunakan indentor bola baja berdiameter 5mm dan pembebanan sebesar 133,28
N dengan waktu pembebanan selama 30 detik. Pemilihan diameter indentor dan pembebanan
didapat berdasarkan skala standar uji kekerasan Rockwell H. Hasil pengujian kekerasan ball
indentation dapat dilihat pada Tabel.1 di bawah ini.

Tabel 1. Data hasil pengujian kekerasan


Kode
Sampel Kekerasan Rata-rata
(N/mm) (N/mm)
38
K1 39 39.00
40
42
K2 45 45.33
49
51
K3 51 51.67
53

Pada Tabel 1 dijelaskan hasil pengujian kekerasan yang dipengaruhi oleh variasi perbandingan
komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara, yaitu: kode sampel K1 (50:10%), K2
(45:15%), dan K3 (40:20%). Pada pengujian kekerasan dari 3 sampel komposit tersebut dengan
masing-masing variasi komposisi serbuk juga memiliki kekerasan yang berbeda. Pada komposit
satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%)
memiliki rata-rata nilai kekerasan sebesar 39 N/mm2. Untuk komposit dua (K2) dengan

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 95
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%) memiliki rata-rata
nilai kekerasan sebesar 45,33 N/mm2. Dan pada komposit tiga (K3) dengan perbandingan
komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%) memiliki rata-rata nilai kekerasan
sebesar 51,67 N/mm2.
Dari tiga pengujian kekerasan metode ball indentation ini terlihat, bahwa semakin banyak
komposisi serbuk fly ash maka nilai kekerasan akan meningkat. Karena pada serbuk fly ash
terdapat kandungan unsur logam yang dapat mempengaruhi kekerasan komposit. Sehingga mampu
memperkuat struktur material pada bahan komposit dan akhirnya dapat meningkatkan nilai
kekerasannya. Sementara untuk resin yang digunakan sebagai matriks di sini memiliki nilai
kekerasan 84 Shore D, dimana standar tersebut jauh lebih rendah nilainya dari standar pengujian
kekerasan ball indentation.

50:10%
45:15%
40:20%

Gambar 5. Grafik hasil pengujian kekerasan (Ball Indentation)

Sifat kekerasan bahan komposit ini saling berhubungan dengan sifat keausan bahan, yaitu
berbanding terbalik. Kekerasan merupakan sifat mekanik yang menunjukkan ketahanan terhadap
deformasi platis atau permanen. Sifat kekerasan juga dipengaruhi oleh faktor porositas bahan
tersebut, karena porositas berkurang membuat tingkat kepadatan bahan dapat meningkatkan
kekerasan. Nilai porositas yang rendah menunjukkan bahwa bahan tersebut memiliki rongga-
rongga lebih kecil (), sehingga memperkuat struktur material pada bahan. Terlihat pada gambar
4.2 grafik pengujian kekerasan.

4.3 Hasil Pengujian Keausan


Metode pin on disc (ASTM G99) digunakan untuk pengujian laju keausan ini. Pengujian
dilakukan pada permukaan komposit yang telah diratakan, agar nilai laju keausan dari pengujian
sesuai dengan luas permukaannya. Kecepatan putaran benda uji ditentukan sebanyak 100 rpm
dengan pembebanan 200 gram pada beban gesek dari permukaan kertas abrasif (grit 220). Hasil
pengujian laju keausan dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Data hasil pengujian keausan

Kode Luas Laju Keausan Rata-rata


Sampel (mm) (gr/mm.s) (gr/mm.s)

3.64050E-07
K1 824.062 3.27645E-07 3.61E-07
3.92365E-07
3.31728E-07
K2 813.919 3.09203E-07 3.15E-07
3.05108E-07
2.24498E-07
K3 824.062 2.84E-07
3.31690E-07

ISSN 2407-7852
96
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

2.95285E-07
3.38854E-06
Kampas
161.82 3.40914E-06 3.41E-06
Rem
3.44004E-06

Pada Tabel 2 dijelaskan hasil pengujian laju keausan yang dipengaruhi oleh variasi
perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara, yaitu : kode sampel K1
(50:10%), K2 (45:15%), dan K3 (40:20%). Pada pengujian keausan dari 3 sampel komposit
tersebut dengan masing-masing variasi komposisi serbuk juga memiliki laju keausan yang berbeda.
Pada komposit satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash
batubara (50:10%) memiliki rata-rata nilai laju keausan 3,61E-07 gr/mm2.s. Untuk komposit dua
(K2) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%)
memiliki rata-rata nilai laju keausan 3,15E-07 gr/mm2.s. Dan pada komposit tiga (K3) dengan
perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%) memiliki rata-rata
nilai laju keausan 2,83E-07 gr/mm2.s. Dari tiga pengujian tersebut terlihat semakin banyak
komposisi serbuk fly ash maka nilai laju keausannya menurun. Karena serbuk fly ash sebagai
penguat bahan berfungsi dengan baik, ketahanan panas serbuk fly ash juga mempengaruhi laju
keausan. Selain itu juga kekuatan serbuk dan daya lekat resin sangat mempengaruhi laju keausan
pada komposit. Sehingga bahan tersebut memiliki karakteristik ketahanan yang baik terhadap sifat
keausan material komposit ditunjukkan dengan berkurangnya nilai laju keausan yang diperoleh
Sifat keausan bahan komposit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kekerasan dan
porositas bahan tersebut. Semakin tinggi nilai kekerasan bahan akan berdampak menurunkan laju
keausan, karena kekerasan merupakan sifat mekanik yang menunjukkan kemampuan untuk
menahan beban termasuk kemampuan bahan dalam memotong bahan lain. Nilai porositas yang
rendah menunjukkan bahwa bahan tersebut memiliki ikatan material yang baik dan terdistribusi
merata. Sehingga ikatan material di dalam komposit menjadi kuat dan tidak mudah terabrasi saat
terjadi gesekan atau pengujian keausan. Terlihat pada gambar 6 grafik pengujian laju keausan.

50:10%
45:15%
40:20%

Gambar 6. Grafik hasil pengujian laju keausan

4.4 Hasil Pengujian Densitas dan Porositas


Pada proses metalurgi serbuk yang terdiri dari campuran suatu bahan dengan massa jenis yang
berbeda, perlu dilakukan pengujian ini untuk mengetahui berat jenisnya. Bahan komposit yang
memiliki komposisi yang berbeda akan mempengaruhi nilai densitasnya. Jika diberikan variasi
perbandingan komposisi pada serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara tentunya akan memiliki
massa yang bervariasi pula. Berdasarkan nilai densitas antara serbuk bambu dengan serbuk fly ash
batubara memiliki perbedaan yang cukup jauh. Densitas serbuk bambu yang digunakan disini
adalah 0,345 gr/cm3, sedangkan untuk densitas serbuk fly ash batubara yang digunakan adalah 1,3
gr/cm3. Sehingga setiap penambahan komposisi fly ash batubara pada bahan komposit akan
menambah massa dari komposit tersebut, yang pada akhirnya nilai densitas juga meningkat. Hasil
pengujian densitas dapat dilihat pada Tabel.3 di bawah ini.

Tabel 3. Data hasil pengujian densitas


Kode Massa Volume Densitas Rata-rata
Sampel (gram) (cm) (gr/cm) (gr/cm)

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 97
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

9.881 8.10074 1.21977


K1 9.87 8.0758 1.22217 1.22
9.861 8.05089 1.22483
9.965 7.63648 1.30492
K2 9.97 7.66036 1.30151 1.30
9.975 7.68428 1.2981
10.15 7.65748 1.3255
K3 10.155 7.70497 1.31798 1.33
10.145 7.61014 1.33309

Pada Tabel 3 dijelaskan hasil pengujian densitas yang dipengaruhi oleh variasi perbandingan
komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara, yaitu: kode sampel K1 (50:10%), K2
(45:15%), dan K3 (40:20%). Pada pengujian densitas dari 3 sampel komposit tersebut dengan
masing-masing variasi komposisi serbuk juga memiliki densitas yang berbeda. Pada komposit satu
(K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%)
memiliki rata-rata nilai densitas sebesar 1,22 gr/cm3. Untuk komposit dua (K2) dengan
perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%) memiliki rata-rata
nilai densitas sebesar 1,30 gr/cm3. Dan pada komposit tiga (K3) dengan perbandingan komposisi
serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%) memiliki rata-rata nilai densitas sebesar 1,33
gr/cm3.

50:10%
45:15%
40:20%

Gambar 7. Grafik hasil pengujian densitas

Jadi semakin banyak penambahan komposisi serbuk fly ash maka semakin besar pula nilai
densitasnya, ini disebabkan karena serbuk fly ash memiliki nilai densitas lebih tinggi. Tetapi
peningkatan nilai densitas dari setiap komposit selisihnya tidak terlalu jauh. Karena di setiap
penambahan komposisi serbuk fly ash pada tekanan proses kompaksi yang sama, masing-masing
memiliki volume berbeda.
Nilai densitas bahan komposit ini saling berhubungan dengan porositas. Terlihat pada gambar 7
grafik pengujian densitas. Pada dasarnya nilai porositas suatu bahan berbanding terbalik dengan
densitas bahan komposit tersebut. Karena porositas adalah rongga yang terdapat pada bahan
komposit, dan tentu akan mempengaruhi densitas bahan tersebut. Semakin padat suatu bahan
maka densitasnya akan semakin tinggi dan porositas akan semakin kecil, begitu juga
sebaliknya. Porositas pada bahan komposit dapat menurunkan sifat bahan seperti kekerasan dan
laju keausan, yang pada akhirnya mempengaruhi sifat karakteristik bahan. Jadi diharapkan pada
komposit yang terdiri dari serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara ini tidak terlalu besar nilai
porositasnya. Hasil pengujian porositas dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini.

ISSN 2407-7852
98
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

Tabel 4. Data hasil pengujian porositas

Massa Massa
Kode Kering Basah Porositas Rata-rata
Sampel (gram) (gram) (%) (%)
9.881 9.937 0.56674
K1 9.87 9.925 0.55724 0.56
9.861 9.915 0.54761
9.965 10.016 0.51179
K2 9.97 10.022 0.52156 0.52
9.975 10.028 0.53133
10.15 10.199 0.48276
K3 10.155 10.207 0.51206 0.50
10.145 10.195 0.49285

Pada Tabel 4 dijelaskan hasil pengujian porositas yang dipengaruhi oleh variasi perbandingan
komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara, yaitu : kode sampel K1 (50:10%), K2
(45:15%), dan K3 (40:20%). Pada komposit satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk
bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%) memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,56%.
Untuk komposit dua (K2) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash
batubara (45:15%) memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,52%. Dan pada komposit tiga (K3)
dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%) memiliki
rata-rata nilai porositas sebesar 0,50%.
Hubungan antara hasil pengujian densitas dengan pengujian porositas pada bahan komposit ini
adalah berbanding terbalik. Karena nilai densitas yang tinggi menunjukkan kepadatan bahan
material pada komposit menjadi lebih baik. Porositas adalah rongga atau celah pada komposit
disebabkan karena adanya udara yang terjebak saat proses kompaksi.Jadi partikel serbuk fly ash
batubara pada komposit dapat mengisi rongga atau celah-celah di dalam bahan komposit tersebut.
Terlihat pada gambar 8 grafik pengujian porositas.

50:10%
45:15%
40:20%

Gambar 8. Grafik hasil pengujian porositas

4.5 Hubungan Hasil Pengujian


1. Hubungan Hasil Pengujian Porositas dengan Kekerasan
Pada gambar grafik 9, dijelaskan hubungan hasil pengujian porositas dengan kekerasan. Nilai
porositas semakin besar berpengaruh pada penurunan nilai kekerasan komposit. Pada komposit satu
(K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (50:10%),
memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,56% dengan nilai kekerasan sebesar 39 N/mm2. Untuk
komposit dua (K2) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara
(45:15%), memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,52% dengan nilai kekerasan sebesar 45,33
N/mm2. Dan pada komposit tiga (K3) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 99
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

fly ash batubara (40:20%),memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,49% dengan nilai kekerasan
sebesar 51,67 N/mm2.
Jadi, berdasarkan trendline pada grafik terlihat semakin besar nilai porositas maka nilai
kekerasan akan menurun. Sehingga hubungan antara hasil pengujian porositas dengan kekerasan
adalah berbanding terbalik.

K1(50:10%)
K2(45:15%)
K3(40:20%)

Gambar 9. Grafik hubungan hasil pengujian porositas dengan kekerasan

2. Hubungan Hasil Pengujian Porositas dengan Laju Keausan


Pada gambar grafik 10, dijelaskan hubungan antara hasil pengujian porositas dengan laju
keausan. Nilai porositas semakin besar berpengaruh pada peningkatan nilai laju keausan komposit.
Pada komposit satu (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash
batubara (50:10%), memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,55% dengan nilai laju keausan
sebesar 3,61E-07 gr/mm2.s. Untuk komposit dua (K2) dengan perbandingan komposisi serbuk
bambu dan serbuk fly ash batubara (45:15%), memiliki rata-rata nilai porositas sebesar 0,52%
dengan nilai laju keausan sebesar 3,15E-07 gr/mm2.s. Dan pada komposit tiga (K3) dengan
perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara (40:20%),memiliki rata-rata
nilai porositas sebesar 0,49% dengan nilai laju keausan sebesar 2,84E-07 gr/mm2.s.
Jadi, berdasarkan trendline pada grafik terlihat semakin besar nilai porositas maka nilai laju
keausan akan meningkat. Sehingga hubungan antara hasil pengujian porositas dengan laju keausan
adalah berbanding lurus.

K1(50:10%)
K2(45:15%)
K3(40:20%)

Gambar 10. Grafik hubungan hasil pengujian porositas dengan laju keausan

4.6 Hasil Pengamatan Struktur Mikro


Pengamatan struktur mikro pada bahan komposit dilakukan menggunakan mikroskop optik
dengan pembesaran 200x. Bahan komposit tersusun dari serbuk bambu, serbuk fly ash batubara,
dan resin epoxy. Sebelum melakukan proses pengamatan struktur mikro, pada bahan komposit
dilakukan proses grinding untuk meratakan dan polishing untuk menghaluskan permukaan. Foto
mikro bahan komposit dapat dilihat pada Gambar 11
Dari hasil pengamatan struktur mikro, pada gambar foto mikro fly ash batubara terlihat
berwarna putih mengkilap, porositas terlihat berwarna hitam pekat, resin dan serbuk bambu terlihat
berwarna keabu-abuan. Hasil pengamatan ini sebanding dengan variasi komposisi bahan komposit,
karena semakin banyak penambahan fly ash maka akan terlihat warna putih mengkilap. Pada
pengamatan struktur mikro warna putih mengkilap menunjukan adanya unsur logam dalam bahan
komposit tersebut. Hasil pengamatan ini juga sebanding dengan hasil pengujian densitas dan

ISSN 2407-7852
100
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

porositas, Karena semakin bertambahnya komposisi serbuk fly ash batubara rongga porositas pada
bahan komposit akan semakin kecil sehingga kerapatan massa akan meningkat.

Gambar 11 Komposit serbuk bambu dan fly ash batubara

5. Kesimpulan dan Saran


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu karakteristik komposit serbuk bambu
dengan campuran fly ash batubara sebagai bahan alternatif kampas rem, maka bisa diperoleh
kesimpulan sebagai berikut:
1. Penambahan campuran serbuk fly ash batubara pada komposit serbuk bambu akan
mempengaruhi sifat karakteristik komposit bahan alternatif kampas rem. Komposisi
komposit (K1) dengan perbandingan komposisi serbuk bambu dan serbuk fly ash batubara
(50:10%), (K2) dengan perbandingan komposisi (45:15%), dan (K3) dengan perbandingan
komposisi (40:20%). Sifat tersebut yaitu kekerasan, laju keausan, densitas dan porositas.
a. Pada pengujian kekerasan diperoleh nilai tertinggi pada komposit (K3) memiliki nilai
kekerasan 51,67 N/mm2. Untuk komposit (K2) memiliki nilai kekerasan 45,33 N/mm2.
Nilai kekerasan terendah pada komposit (K1) memiliki nilai kekerasan 39 N/mm2.
b. Untuk pengujian keausan diperoleh laju keausan tertinggi pada komposit (K1) memiliki
nilai laju keausan 3,61E-07 gr/mm2.s. Untuk komposit (K2) memiliki nilai laju keausan
3,15E-07 gr/mm2.s. Nilai laju keausan terendah pada komposit (K3) memiliki nilai laju
keausan 2,84E-07 gr/mm2.s.
c. Pada pengujian densitas diperoleh nilai tertinggi pada komposit (K3) memiliki nilai
densitas 1,33 gr/cm3. Untuk komposit (K2) memiliki nilai densitas 1,30 gr/cm3. Nilai
densitas terendah pada komposit (K1) memiliki nilai densitas 1,22gr/cm3.
d. Dan pada pengujian porositas diperoleh nilai tertinggi pada komposit (K1) memiliki nilai
porositas 0,56%. Untuk komposit (K2) memiliki nilai porositas 0,52%. Nilai porositas
terendah pada komposit (K3) memiliki nilai porositas 0,50%.
2. Hubungan hasil pengujian porositas dengan kekerasan berdasarkan trendline grafik yang
diperoleh adalah berbanding terbalik. Sedangkan Hubungan hasil pengujian porositas dengan
laju keausan berdasarkan trendline grafik yang diperoleh adalah berbanding lurus.

5.2 Saran
Adapun saran yang bisa diberikan untuk penelitian lebih lanjut adalah sebagai berikut :
1. Pproses pembuatan komposit polimer disarankan menggunakan cetakan yang dapat menahan
kebocoran resin saat dikompaksi.
2. Pembuatan komposit diharapkan memperhatikan waktu pengeringan serbuk, mixing, kompaksi
dan proses sintering, karena hal tersebut berpengaruh terhadap hasil komposit yang dibuat

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 101
Volume I Nomor 1, April 2015 (Sunardi, dkk)

DAFTAR PUSTAKA

Gibson, R.F., 1994, Principles of Composite Material Mechanics, New York : McGraw-Hill Book
Co.

Hamdi, S., 2013, Pengaruh Tekanan Kompaksi Terhadap Karakteristik Komposit Berpenguat
Serat Bambu dan Mat Fiber Sebagai Bahan Alternatif Kampas Rem, Cilegon : UNTIRTA.

Jones, R.M., 1999, Mechanics of Composite Material, Virginia : Taylor & Francis.

Ngafwan., 2011, Penggunaan Serbuk Pasir Besi Non Ferro dan Serat Alam Sebagai Bahan
Alternatif Rem Komposit Kereta Api, Simposium Nasional, RAPI X, hal. 53-60.

Pratama., 2011, Analisa Sifat Mekanik Komposit Bahan Kampas Rem dengan Penguat Fly Ash
Batubara, Makassar : Universitas Hasanuddin.

Purboputro, P.I., 2012, Pengembangan Kampas Rem Sepeda Motor dari Komposit Serat Bambu,
Fiber Glass, Serbuk Aluminium dengan Pengikat Resin Polyester Terhadap Ketahanan Aus
dan Karakteristik Pengeremannya. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi,
Periode III, hal. 367-373.

Suprihanto, A., Setyana, B., 2006, Pengujian Mekanik dan Fisik pada Metal Matrix Composite
(MMC) Alumunium Fly Ash, Rotasi, Vol.8 No.4, hal. 50-57.

Sutikno., Sukiswo, S.E., dan Dany, S.S., 2012, Sifat Mekanik Bahan Gesek Rem Komposit
Diperkuat Serat Bambu, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, Vol. 8, hal. 83-89.

Wardana, P.F., Estriyanto, Y., Suharno., 2012, Pemanfaatan Serbuk Bambu Sebagai Alternatif
Material Kampas Rem Non-Asbestos Sepeda Motor, Surakarta : Universitas Sebelas Maret
(UNS).

ISSN 2407-7852
102
INFORMASI BAGI PENULIS ARTIKEL TENTANG FORMAT ARTIKEL

Flywheel Jurnal Teknik Mesin Untirta terbit 2 kali dalam setahun, yaitu setiap bulan April dan
bulan Desember, bagi penulis yang ingin berpartisipasi dapat dengan mengirimkan artikel ke
alamat email redaksi, yaitu jurnal-mesin@ft-untirta.ac.id. Adapun batas akhir waktu pengiriman
artikel adalah tanggal 1 Maret dan tanggal 1 November, dengan format penulisan artikel adalah
sebagai berikut di bawah :

TEMPLATE JURNAL ILMIAH TEKNIK MESIN UNTIRTA (11 pt, bold, huruf kapital)
<satu spasi>
Dhimas Satria1*, Sunardi1, Rini Dharmastiti2 (11 pt, bold)
1
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (11 pt)
Jl. Jenderal Sudirman Km. 3, Cilegon - Banten 42435.
2
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (11 pt)
Jl. Grafika No.2 Yogyakarta 55281.
*
Email: dhim2_sa3a@yahoo.co.id (10 pt)
<satu spasi>
Abstrak (10 pt, bold)
Jenis huruf yang dipergunakan adalah Times New Roman dengan format penulisan kolom
tunggal. Judul, nama penulis, nama lembaga, alamat lembaga, dan alamat email harus ditulis
lengkap. Judul ditulis dalam huruf kapital semua. Nama penulis ditulis dengan lengkap, tidak
bergelar, tidak disingkat, dan penulisannya dengan huruf kapital dan huruf kecil. Nama
lembaga ditulis dengan huruf kapital dan huruf kecil. Jika lembaga lebih dari satu maka
penulis pertama menggunakan angka superskrip 1 di akhir namanya, dan menggunakan angka
superskrip 1 di awal nama lembaga untuk menerangkannya. Penulis kedua menggunakan
angka superskrip 2, dan seterusnya. Alamat email untuk korespondensi diberi tanda superskrip
bintang sesuai tanda superskrip bintang di belakang nama penulis utama. Jika paper dalam
bahasa Indonesia, abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia. Jika paper dalam bahasa Inggris,
abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Penulisan abstrak dengan marjin kiri 40
mm dan 35 mm untuk marjin kanan. Abstrak tidak lebih dari 200 kata yang di dalamnya berisi
tujuan, metode, dan hasil penelitian. (10 pt, italic)
<satu spasi>
Kata kunci: format, paper, template (min. 3, maks. 5 kata, sesuai urutan abjad) (10 pt, italic)
<dua spasi>

PETUNJUK UMUM
Panjang maksimal sebuah paper adalah 6 - 8 halaman dengan penulisan spasi tunggal, justify,
huruf Times New Roman ukuran 11 point reguler dan format penulisan kolom tunggal. Paper
menggunakan kertas ukuran A4 (210 x 297 mm) dengan penulisan batas tepi kiri, atas, kanan, dan
bawah, secara berurutan masing-masing adalah 30 mm, 25 mm, 25 mm, dan 25 mm. Batas kepala
dan kaki area tulisan (header dan footer) adalah 15 mm dan 13 mm. Permulaan alinea ditulis
menjorok ke dalam 10 mm. Semua istilah asing dicetak miring (italic form).
Paper disusun dengan urut-urutan judul topik bahasan: 1. Pendahuluan, 2. Metodologi, 3.
Hasil dan Pembahasan, 4. Kesimpulan, Ucapan Terima Kasih (jika ada), Daftar Notasi (jika ada)
dan Daftar Pustaka. Format penulisan judul topik bahasan adalah ukuran huruf 11 pt, bold, huruf
kapital semua, dan bernomor urut yang ditulis rata kiri. Contoh: 3. HASIL DAN PEMBAHASAN.
Format penulisan judul sub-topik bahasan adalah 11 pt, bold, huruf kapital di awal kata, dan
bernomor urut. Contoh: 3.1 Hasil Simulasi. Format penulisan judul anak-sub topik sama dengan
penulisan judul sub-topik. Contoh: 3.1.1 Pengaruh Variasi Suhu. Di akhir bagian topik, sub topik,
dan anak sub-topik diberi jarak satu spasi sebelum penulisan bahasan selanjutnya. Tidak ada spasi
antara judul topik, sub-topik dan judul anak sub-topik dengan teks di bawahnya.

PETUNJUK PENULISAN
Penulisan Persamaan
Penulisan persamaan menggunakan ukuran 11 point dengan menuliskan Nomor Persamaan
yang diletakkan di dalam kurung pada akhir marjin kanan. Penulisan persamaan diberi jarak satu
spasi pada sebelum dan sesudah penulisannya.

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 103
Template Format Penulisan Jurnal Ilmiah Teknik Mesin (JITM) (Dhimas Satria, dkk.)

<satu spasi>
(1)
<satu spasi>
Penyajian Gambar dan Tabel
Nama Tabel ditulis di atas tabel pada sisi kiri dan bernomor urut dengan huruf tebal (bold).
Antara Nama Tabel dan tabel tidak ada spasi. Tabel dibuat rata tengah, hanya terdiri dari tiga garis
horisontal dengan ketentuan satu garis di atas tulisan kepala tabel dan satu garis yang mengapitnya,
serta satu garis lagi berada pada bagian paling bawah dari isi tabel. Antara tabel dengan teks di
bawahnya diberi jarak satu spasi, demikian juga sebelumnya.
<satu spasi>
Tabel 1. Contoh penulisan tabel
Kegiatan Jumlah Peserta
JITM ke-1 Tahun 2014 76
JITM ke-2 Tahun 2015 93
JITM ke-3 Tahun 2016 81
JITM ke-4 Tahun 2017 88
<satu spasi>
Gambar dibuat rata tengah dengan Nomor Urut dan Nama Gambar diletakkan di bawah
gambar. Jarak gambar dengan Nama Gambar adalah satu spasi,demikian juga dengan jarak antara
Nama gambar dengan teks dibawahnya. Penulisan Nama Gambar dengan huruf tebal dan rata
tengah. Jika Tabel atau Gambar diambil dari sumber lain atau bukan hasil penelitian penulis, harus
dicantumkan sumber kutipannya.
<satu spasi>

<satu spasi>
Gambar 1. Contoh penyajian gambar
<satu spasi>
Penulisan Kutipan
Sistem penulisan kutipan/cuplikan/sitasi suatu naskah atau literatur menggunakan sistem
Harvard. Sumber pustaka yang dituliskan di dalam uraian, hanya terdiri dari nama belakang penulis
dan tahun penerbitannya. Contoh: Penelitian untuk mengklasifikasi keausan telah banyak
dilakukan, diantaranya adalah menggunakan peta keausan (Hsu dan Shen, 2005 untuk satu atau
dua penulis; Adachi dkk., 1997 untuk penulis lebih dari dua). Menurut Pasaribu (2005), keausan
pada keramik dst. Penulisan sumber kutipan adalah tanpa nomor urut, rata kiri pada baris
pertama dan menjorok ke dalam 10 mm untuk baris kedua dan seterusnya. Antara sumber kutipan
tidak ada spasi. Berikut ini adalah 7 contoh penulisan daftar pustaka yang ditulis berdasarkan
urutan abjad dan secara beruturan merupakan contoh untuk: (1) penulisan jurnal ilmiah/prosiding,
(2) website, (3) buku teks, (4) handbook, (5) makalah dalam sebuah chapter buku, (6) desertasi,
dan (7) paten.

DAFTAR PUSTAKA
Adachi, K., Kato, K., and Chen, N., (1997), Wear Map of Ceramics, Wear, 203, pp. 291301.
Anonimus. Renewable Energy. www.guardian.co.uk. Diakses: 28 Juni 2012, jam 13.30.
Blau, P.J., (2009), Friction Science and Technology: From Concepts to Applications, 2nd Ed., CRC
Press, New York, pp. 183-219.
Hovmand, S., (1995), Fluidized Bed Drying, in Mujumdar, A.S. (Ed.). Handbook of Industrial
Drying, 2nd Ed., Marcel Dekker, New York, pp. 195-248.

ISSN 2407-7852
104
INFORMASI BAGI PENULIS ARTIKEL TENTANG FORMAT ARTIKEL

Hsu, S.M. and Shen, M.C., (2005), Wear Mapping of Materials, in Stachowiak, G.W. (Ed.). Wear -
Materials, Mechanisms and Practice, John Wiley & Sons, London, pp. 369-423.
Pasaribu, H.R., (2005), Friction and Wear of Zirconia and Alumina Ceramics Doped with CuO,
PhD Thesis, University of Twente, Enschede, Netherlands.
Primack, H.S., (1983), Method of Stabilizing Polyvalent Metal Solutions, U.S. Patent No.
4,373,104

Flywheel
Jurnal Teknik Mesin Untirta 105

Anda mungkin juga menyukai