Anda di halaman 1dari 72

Vol.14 No.

1 Juni 2017 ISSN 1412 – 8098


No.610/AU/P2MI-LIPI/03/2015

Citra komposit Kanal 654 Pulau Lombok


Tanggal 06 Juli 2016

Diterbitkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)


Jakarta - Indonesia

J. Pengindera. Jauh Pengolah Data Citra Digit. Vol. 14 No. 1 Hal. 1 – 64 Jakarta, Juni 2017 ISSN 1412-8098
Vol.14 No. 1 Juni 2017 ISSN 1412 – 8098
 No.610/AU/P2MI-LIPI/03/2015

Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital berisi hasil penelitian dan pengembangan, dan/atau
pemikiran di bidang teknologi dan aplikasi penginderaan jauh. Jurnal ini terbit sejak tahun 2004 dan dipublikasikan
dua kali dalam setahun (Juni dan Desember)

SUSUNAN DEWAN PENYUNTING JURNAL PENGINDERAAN JAUH


DAN PENGOLAHAN DATA CITRA DIGITAL

 Editor in Chief
Dr. Wikanti Asriningrum, M.Si (Teknologi Penginderaan Jauh)/LAPAN
 Section Editor
Dr. Dede Dirgahayu, M.Si (Teknologi Penginderaan Jauh)/LAPAN
Proofreader
Drs. Sarno, MT (Teknik Sistem Informasi)/LAPAN
Reviewer
Ir. Mahdi Kartasasmita, MS, Ph.D. (Teknologi Penginderaan Jauh)/LAPAN
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc. (Pengelolaan dan Pemodelan Spasial Sumberdaya)/IPB
Dr. Vincentius P. Siregar, M.Sc. (Penginderaan Jauh Kelautan)/IPB
Dr. Eng. Masita Dwi Mandini Manessa (Teknologi Penginderaan Jauh)/UNPAK
Dr. Kusumo Nugroho, M.Sc. (Pemetaan dan Karakteristik Tanah dan Lahan)/Badan Litbang
Pertanian
Dr. Indah Prasasti, M.Si (Aplikasi Penginderaan Jauh)/LAPAN
Dr. Ety Parwati, M.Si (Teknologi Penginderaan Jauh)/LAPAN
Ir. Suhermanto (Teknologi Sensor dan Stasiun Bumi Satelit Penginderaan Jauh)/LAPAN
Dr. Ir. Dony Kushardono, M.Eng (Teknologi Penginderaan Jauh)/LAPAN
SUSUNAN SEKRETARIAT REDAKSI JURNAL PENGINDERAAN JAUH
DAN PENGOLAHAN DATA CITRA DIGITAL
Pemimpin Umum
Ir. Christianus Ratrias Dewanto, M.Eng
Pemimpin Redaksi Pelaksana
Ir. Jasyanto, MM
Redaksi Pelaksana
Mega Mardita, S.Sos.,M.Si
Yudho Dewanto, ST
Irianto, S.Kom
Dwi Haryanto, S.kom
Aulia Pradipta, SS
Tata Letak
M. Luthfi
Gambar cover, Citra komposit Kanal 654 Pulau Lombok.Tanggal 06 Juli 2016

Alamat Penerbit:
LAPAN, Jl. Pemuda Persil No. 1, Rawamangun, Jakarta 13220
Telepon : (021) – 4892802 ext. 144 – 145 (Hunting)
Fax : (021) – 47882726
Email : publikasi@lapan.go.id
Situs : http://www.lapan.go.id
http://jurnal.lapan.go.id
Vol.14 No. 1 Juni 2017 ISSN 1412 – 8098
No.610/AU/P2MI-LIPI/03/2015
DAFTAR ISI
Halaman
PENGEMBANGAN LAYANAN WEB SPASIAL INFORMASI
PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH
(DEVELOPMENT OF SPATIAL WEB SERVICES FOR REMOTE
SENSING APPLICATION INFORMATION)
Sarno 1 – 10

VALUASI JUMLAH AIR DI EKOSISTEM LAHAN GAMBUT DENGAN


DATA LANDSAT 8 OLI/TIRS
(WATER CONTENT VALUATION IN PEATLAND ECOSYSTEM BY
USING LANDSAT 8 OLI/TIRS)
Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid 11 – 24

ESTIMASI PRODUKTIVITAS PRIMER PERAIRAN BERDASARKAN


KONSENTRASI KLOROFIL-A YANG DIEKSTRAK DARI CITRA
SATELIT LANDSAT-8 DI PERAIRAN KEPULAUAN KARIMUN JAWA
(ESTIMATION OF SEA PRIMARY PRODUCTIVITY BASED ON
CHLOROPHYLL-A CONCENTRATION DERIVED FROM SATELLITE
LANDSAT-8 IMAGERY IN KARIMUN JAWA ISLAND)
Mulkan Nuzapril, Setyo Budi Susilo, James P. Panjaitan 25 – 36

METODE DUAL KANAL UNTUK ESTIMASI KEDALAMAN


DI PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN DATA SPOT 6 STUDI
KASUS : TELUK LAMPUNG
(DUAL BAND METHOD FOR BATHYMETRY ESTIMATION IN
SHALLOW WATERS DEPTH USING SPOT 6 DATA CASE STUDY:
LAMPUNG BAY)
Muchlisin Arief, Syifa Wismayati Adawiah, Ety Parwati, Sartono 37 – 50
Marpaung

UJI MODEL FASE PERTUMBUHAN PADI BERBASIS CITRA MODIS


MULTIWAKTU DI PULAU LOMBOK
(THE TESTING OF PHASE GROWTH RICE MODEL BASED ON
MULTITEMPORAL MODIS IN LOMBOK ISLAND)
I Made Parsa, Dede Dirgahayu, Johannes Manalu, Ita Carolita, Wawan 51 – 64
KH
Vol.14 No. 1 Juni 2017 ISSN 1412 – 8098
No.610/AU/P2MI-LIPI/03/2015

Dari Redaksi
Sidang Pembaca yang kami hormati,
Puji syukur, kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya, Jurnal
Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital Vol. 14, No. 1, Juni 2017 hadir ke hadapan sidang
pembaca.
Terbitan kali ini mengetengahkan 5 (lima) artikel yang ditulis oleh para peneliti bidang penginderaan
jauh, yaitu: Sarno menulis ”Pengembangan Layanan Web Spasial Informasi Pemanfaatan Penginderaan
Jauh (Development of Spatial Web Services for Remote Sensing Application Information)”. Penelitian ini
bertujuan menganalisis dan menyediakan metode pengembangan layanan web spasial informasi
pemanfaatan penginderaan jauh. Metode penelitian meliputi pengaturan persyaratan awal, pemrograman
file map dan pengujian layanan web spasial.
“Valuasi Jumlah Air di Ekosistem Lahan Gambut dengan Data Landsat 8 OLI/TIRS (Water
Content Valuation in Peatland Ecosystem by Using Landsat 8 OLI/TIRS)”. Merupakan artikel kedua
ditulis oleh Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid. Metode penelitian terdiri dari pengukuran lapangan
dan interpretasi data satelit LANDSAT 8. Parameter cuaca seperti radiasi, suhu udara, suhu permukaan,
evapotranspirasi (ET), kelembaban udara (RH), kadar air tanah (KAT) dan biomassa diukur di lapangan
pada setiap jenis tutupan lahan. Hasil-hasil pengukuran lapangan digunakan untuk memvalidasi
parameter-parameter yang diturunkan dari data satelit LANDSAT 8.
Artikel ketiga adalah ”Estimasi Produktivitas Primer Perairan Berdasarkan Konsentrasi Klorofil-
A yang Diekstrak dari Citra Satelit Landsat-8 di Perairan Kepulauan Karimun Jawa (Estimation of Sea
Primary Productivity Based on Chlorophyll-A Concentration Derived from Satellite Landsat-8 Imagery in
Karimun Jawa Island)”, ditulis oleh Mulkan Nuzapril, Setyo Budi Susilo, James P. Panjaitan. Penelitian ini
bertujuan untuk membangun model estimasi produktivitas primer berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-
a dari lapisan kedalaman permukaan sampai kedalaman kompensasi. Model hubungan produktivitas
primer dengan konsentrasi klorofil-a yang diekstrak dari citra satelit Landsat-8 kemudian dapat
digunakan untuk mengestimasi produktivitas primer satelit.
Muchlisin Arief, Syifa Wismayati Adawiah, Ety Parwati, Sartono Marpaung menulis “Metode
Dual Kanal untuk Estimasi Kedalaman di Perairan Dangkal Menggunakan Data Spot 6 Studi Kasus :
Teluk Lampung (Dual Band Method for Bathymetry Estimation in Shallow Waters Depth Using Spot 6
Data Case Study: Lampung Bay). Data kedalaman dapat digunakan untuk menghasilkan profil dasar laut,
oseanografi, biologi, dan kenaikan muka air laut. Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk
mengestimasi kedalaman perairan laut dangkal yang ditandai dengan kemampuan cahaya untuk
menembus badan air. Salah satu citra yang mampu mengestimasi kedalaman tersebut adalah SPOT 6
yang memiliki tiga kanal visible dan satu kanal NIR dengan resolusi spasial 6 meter.
Artikel terakhir ” Uji Model Fase Pertumbuhan Padi Berbasis Citra Modis Multiwaktu di Pulau
Lombok (The Testing of Phase Growth Rice Model Based on Multitemporal Modis in Lombok Island)”,
ditulis oleh I Made Parsa, Dede Dirgahayu, Johannes Manalu, Ita Carolita, Wawan KH. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji akurasi model fase pertumbuhan padi berbasis MODIS di Pulau Lombok
terhadap citra Landsat multiwaktu dan data lapangan. Penelitian dilakukan dengan metode analisis dan
evaluasi secara bertahap. Pertama, evaluasi akurasi menggunakan analisis citra Landsat 8 multiwaktu.
Pada tahap kedua menggunakan data referensi hasil pengamatan lapangan.
Sidang pembaca yang budiman,
Demikianlah kelima artikel yang kami sajikan dalam Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra
Digital Vol. 14, No. 1, Juni 2017. Kami tunggu partisipasi aktif pembaca dengan mengirimkan kepada
kami karya tulis ilmiah, tentang hasil penelitian, pengembangan dan atas pemikiran di bidang teknologi,
pengembangan metode pengolahan data, dan/atau pengembangan pemanfaatan penginderaan jauh.
Semoga sidang pembaca dapat mengambil manfaatnya.

Jakarta, Juni 2017


Redaksi
Pengembangan Layanan Web Spasial …......... (Sarno)

PENGEMBANGAN LAYANAN WEB SPASIAL


INFORMASI PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH
(DEVELOPMENT OF SPATIAL WEB SERVICES FOR
REMOTE SENSING APPLICATION INFORMATION)
Sarno
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. Kalisari Lapan No. 8, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710, Indonesia
onitsar@gmail.com atau onitsar@yahoo.com
Diterima 31 Januari 2016; Direvisi 2 Agustus 2017; Disetujui 3 Agustus 2017

ABSTRACT

Dissemination implementation of remote sensing application information through the


management of National Earth Observation System at the Remote Sensing Application Center of
National Institute of Aeronautics and Space could be achieved by expanding and completing the
dissemination mechanism, from the traditional way to spatial web services. The service is a standard
defined by the Open Geospatial Consortium. These standards are widely used for the dissemination of
spatial information through Web Map Services, Web Feature Services and Web Coverage Services -
based standards and greatly assist in the the implementation function of data application and remote
sensing information dissemination. This research aims to analyze and provide development methods of
spatial web services for remote sensing application information. The research methods include setting
the initial requirements, programming a map file and spatial web services testing. The results showed
that the spatial web services based on University of Minnesota Mapserver has been successfully
implemented and tested using Google Map real web map service client and QGIS Desktop in case
study forest cover change in Indonesia.

Keyword: dissemination, forest cover, information, remote sensing, spatial web service

1
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 1-10

ABSTRAK

Pelaksanaan diseminasi informasi pemanfaatan penginderaan jauh melalui pengelolaan


Sistem Pemantauan Bumi Nasional di Pusat Pemanfaaatan Penginderaan Jauh, Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional dapat dicapai dengan memperluas dan melengkapi mekanisme
pelaksanaan diseminasi cara tradisional dengan pengembangan layanan web spasial. Layanan
tersebut merupakan standar yang didefinisikan oleh Open Geospasial Consortium. Standar tersebut
secara luas banyak digunakan untuk diseminasi informasi spasial melalui standar berbasis Web Map
Services, Web Feature Services, dan Web Coverage Services yang sangat membantu dalam
penyelenggaraan fungsi pelaksanaan pemanfaatan data dan diseminasi informasi pemanfaatan
penginderaan jauh. Penelitian ini bertujuan menganalisis dan menyediakan metode pengembangan
layanan web spasial informasi pemanfaatan penginderaan jauh. Metode penelitian meliputi
pengaturan persyaratan awal, pemrograman file map dan pengujian layanan web spasial. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa layanan web spasial berbasis perangkat lunak University of Minnesota
Mapserver telah berhasil diimplementasikan dan dilakukan pengujian menggunakan klien layanan
web map nyata Google Map dan QGIS Desktop melalui studi kasus informasi perubahan tutupan
hutan di Indonesia.

Kata kunci: diseminasi, informasi, layanan web spasial, penginderaan jauh, tutupan hutan

1 PENDAHULUAN merupakan penghasil emisi GRK


Salah satu kegiatan di Lembaga terbesar di Indonesia. Oleh karena itu,
Penerbangan dan Antariksa Nasional perkiraan penghitungan laju deforestasi
(LAPAN) - Pusat Pemanfaatan yang akurat telah menjadi pusat
Penginderaan Jauh (Pusfatja) adalah perhatian, baik di tingkat lokal,
melaksanakan Program Pengembangan nasional, maupun internasional. Kerja
Sistem Pemantauan Bumi Nasional sama ini dilaksanakan sebagai tindak
(SPBN). Kegiatan tersebut bertujuan lanjut terhadap pengendali kebijakan
untuk menyelenggarakan fungsi nasional dan internasional dengan fokus
pelaksanaan diseminasi informasi hasil pada tutupan hutan dan perubahannya
penelitian, pengembangan dan pereka- [LAPAN, 2014].
yasaan pemanfaatan penginderaan jauh Informasi perubahan tutupan
agar dengan mudah dapat diakses, hutan di Indonesia memiliki peran
ditemukan, digabungkan, dievaluasi dan penting dalam memberikan pelayanan
digunakan ulang oleh semua pemangku kepada pemangku kepentingan dari
kepentingan di tingkat kabupaten, berbagai institusi pemerintah, swasta,
provinsi dan nasional. dunia usaha dan masyarakat. Untuk
Kegiatan kerja sama antara mendukung kebutuhan strategis dan
Pemerintah Indonesia dan Australia sistem pelayanan tersebut, LAPAN -
yang dikemas dalam satu sistem kerja Pusfatja melalui program kegiatan
Indonesia National Carbon Accounting pengembangan SPBN melaksanakan
System (INCAS) telah menghasilkan suatu fungsi pelaksanaan diseminasi informasi
sistem yang akuntabel, dapat diper- pemanfaatan penginderaan jauh (infatja),
tanggungjawabkan dan berkelanjutan diantaranya adalah informasi perubahan
guna menghitung emisi Gas Rumah tutupan hutan di Indonesia yang
Kaca (GRK) dari sektor kehutanan di dihasilkan oleh Kegiatan INCAS.
seluruh wilayah Indonesia. Hutan Upaya dalam mendukung
Indonesia memiliki peran penting di pelaksanaan diseminasi infatja adalah
dunia dalam hal penyimpanan karbon. memperluas dan melengkapi mekanisme
Diperkirakan bahwa sektor kehutanan pelaksanaan diseminasi cara tradisional

2
Pengembangan Layanan Web Spasial …......... (Sarno)

dengan pengembangan Spatial Web 2 KONSEP DAN TEKNOLOGI


Services (Layanan Web Spasial). Kunci 2.1 Layanan Web Umum
proses pelaksanaan diseminasi informasi Layanan web dapat dilihat
tersebut adalah penerapan standar sebagai sebuah program yang berjalan
spasial berbasis web yang didefinisikan dalam web server dan memperlihatkan
oleh Open GeoSpatial Consortium. antarmuka pemrograman untuk aplikasi
Open GeoSpatial Consortium (OGC) lain di web. Layanan web berbeda dari
merupakan lembaga yang terkemuka halaman web (web page). Halaman web
dalam pengembangan standar pertukaran dibuat bagi pengguna untuk membaca
data spasial dan membentuk sebuah dan memahami format HyperText Markup
pondasi yang konsisten untuk Language (HTML), sedangkan layanan web
pengembangan perangkat lunak Sistem dibuat untuk memaparkan komponen
Informasi Geografi (SIG). Standar OGC yang dapat diprogram berbasis web dan
tersebut secara luas banyak digunakan biasanya adalah Java Script Object
untuk diseminasi informasi spasial Notation (JSON) atau Extensible Markup
melalui standar berbasis Web Map Language (XML).
Services (WMS), Web Feature Services Layanan web memiliki beberapa
(WFS) dan Web Coverage Services (WCS). keuntungan atas teknik komputasi
Penelitian layanan web spasial tradisional [Fu and Sun, 2010], [Potts
infatja merupakan pengembangan dari and Kopack, 2003] melalui [Rautenbach,
kegiatan sebelumnya, yaitu model 2013]: Fungsi dari layanan web dapat
pelaksanaan diseminasi infatja berbasis diakses tanpa menginstal perangkat
teknologi terbuka [Sarno, 2016] dan lunak tambahan pada komputer lokal;
penyajian spasial dinamis informasi Platform independent, layanan web
tutupan hutan dan perubahannya adalah sejenis kotak hitam yang hanya
[Sarno, 2015]. Kegiatan tersebut memperlihatkan antarmuka; Setiap
bertujuan memperluas dan melengkapi sistem operasi dapat digunakan untuk
mekanisme pelaksanaan diseminasi mengaksesnya; Legacy systems dapat
cara tradisional dengan pengembangan dengan mudah diubah sehingga dapat
model dan pemetaan web (web dibungkus dalam layanan web; Loosely
mapping). Kelemahan pemetaan web coupled, layanan web dapat dikonsumsi
antara lain adalah informasi hanya oleh sejumlah klien dan digabungkan
dapat digunakan langsung oleh manusia dengan layanan web yang berbeda;
bukan komputer (mesin), pengguna Memperbarui layanan web hanya
tidak dapat mengintegrasikan informasi dilakukan pada sisi server dan semua
dari berbagai sumber (WMS, WFS, klien akan memiliki akses ke versi yang
WCS), Google Map atau informasi yang baru; dan biaya operasional yang lebih
telah dipunyai oleh pengguna. rendah dan dapat menghasilkan peluang
Penelitian ini bertujuan pendapatan baru.
menganalisis dan menyediakan metode Program berbasis layanan (service-
pengembangan layanan web spasial, based) merupakan arsitektur perangkat
memperluas dan melengkapi mekanisme lunak populer yang mengintegrasikan
pelaksanaan diseminasi berbasis sistem berbeda menjadi terintegrasi
pemetaan web dengan pengembangan melalui jaringan, termasuk klien dan
layanan web spasial, agar infatja dapat server yang berkomunikasi melalui
digunakan langsung oleh mesin, pesan mengikuti standar XML. Program
pengguna dapat mengintegrasikan berbasis layanan dapat meningkatkan
informasi miliknya dan informasi ekstensibilitas dari perangkat lunak.
terbuka dari berbagai sumber. Dalam banyak kasus, karena program

3
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 1-10

berbasis layanan dirancang untuk tertentu, menjawab pertanyaan dasar


memungkinkan terjadinya pertukaran tentang konten peta, dan menyediakan
data atau informasi melalui protokol klien dengan daftar peta lainnya yang
Internet, sering disebut sebagai layanan dapat dihasilkan. Layanan WMS memiliki
web. empat tahapan pemrosesan berikut
Bentuk komunikasi antara klien [Peng and Tsou, 2003] dalam [Rautenbach
dan layanan web digunakan untuk V., 2013] yaitu: 1) pemilihan data
mengkategorikan layanan web, yang dapat spasial yang akan ditampilkan; 2)
berupa Simple Object Access Protocol pembentukan tampilan untuk area
(SOAP) atau Representational State referensi; 3) rendering tampilan elemen
Transfer (REST). SOAP merupakan menjadi sebuah peta; dan 4)
spesifikasi protokol untuk bertukar menampilkan peta untuk pengguna.
informasi terstruktur dalam format WMS hanya memungkinkan
XML. REST dirancang untuk mengambil mengembalikan hasil gambar yang tidak
keuntungan HTTP sekaligus mengurangi dapat diedit atau dianalisis spasial.
beberapa kompleksitas. REST mengacu Gambar yang dihasilkan dalam format
pada kumpulan prinsip-prinsip arsitektur raster, seperti Portable Network Graphics
jaringan yang menguraikan bagaimana (PNG), Graphics Interchange Format (GIF)
sumber daya didefinisikan dan ditangani atau Joint Photographic Experts Group
[Rautenbach, 2013]. (JPEG). Format gambar tersebut
mendukung transparansi yang
2.2 Layanan Web Spasial memungkinkan pengguna untuk tumpang
Layanan web spasial dapat susun (overlay) dataset atau tema yang
dikategorikan menjadi tiga jenis: 1) berbeda, sehingga memungkinkan
layanan peta (map services) adalah jenis pengguna untuk menghasilkan peta
layanan yang memungkinkan klien yang lebih kompleks.
untuk meminta gambar peta dari batas Perangkat lunak baik sisi klien
(extent) geografis tertentu, 2) layanan maupun sisi server yang menerapkan
data (data services), memungkinkan spesifikasi tersebut memperoleh
klien untuk query, menyunting, dan keunggulan karena interoperable dengan
menyinkronkan data melalui web. perangkat lunak geospasial lainnya.
Layanan data melakukan sejumlah fungsi Contoh yang sangat baik dari perangkat
layanan data, contoh menyunting fitur lunak tersebut adalah University of
data, mencari data spasial menggunakan Minnesota (UMN) MapServer [Mapserver,
indeks atau katalog dan 3) layanan 2015] dan Geoserver [Geoserver, 2015],
analisis (analytical services), melakukan dapat bertindak sebagai Server WMS.
sejumlah fungsi SIG yang telah Server juga dapat mengkonsumsi
ditetapkan, contoh analisis jaringan dan sumber data dari satu sama lain,
geocoding melalui layanan web. membangun peta pada sumber daya
WMS merupakan standar yang yang tersebar di internet. Sekali lagi
diusulkan oleh OGC berdasarkan sebagai contoh: MapServer berfungsi
permintaan HTTP GET atau POST. Ketika disamping menyediakan WMS, juga
dipanggil, layanan dinamis menghasilkan dapat mengkonsumsi data WMS dari
gambar peta dari informasi geografis dan server lain untuk pengguna akhir.
sesuai dengan spesifikasi yang diberikan
oleh pengguna. WMS merupakan yang 2.3 Operasi Layanan Web Map
paling populer dari layanan jaringan Komponen fundamental dari peta
OGC, terutama versi 1.1.1. Standar web (web map) yang paling sederhana
WMS saat ini adalah 1.3.0. untuk memahaminya adalah gambar
Layanan WMS harus dapat peta (map image). WMS merupakan
menghasilkan peta dengan pilihan data protokol standar untuk melayani
4
Pengembangan Layanan Web Spasial …......... (Sarno)

gambar peta georeferensi yang dihasilkan dasar. Pemanggilan layanan meliputi


oleh server peta (map server) [Opengeo, parameter berikut: daftar layer, style,
2012]. Singkatnya, WMS merupakan cara sistem referensi spasial, lebar, tinggi,
klien untuk meminta gambar (image) format, warna latar belakang dan
peta dari server. Klien mengirimkan transparansi. Permintaan dapat
permintaan ke server dan server disampaikan ke layanan WMS dalam
menghasilkan gambar berdasarkan bentuk Uniform Resource Locator (URL).
parameter dalam permintaan yang Layanan WMS dapat melakukan fungsi-
dikirimkan ke server dan server fungsi berikut [OGC, 2004] dalam
akhirnya mengembalikan gambar, [Rautenbach V., 2013] yaitu: 1) meng-
seperti pada Gambar 2-1. hasilkan peta; 2) menjawab query dasar
Bahan sumber gambar yang tentang isi peta; atau 4) memberitahu
dihasilkan tidak perlu gambar. WMS program lain peta apa yang dapat
menghasilkan gambar dari sumber dihasilkan dan mana yang dapat di
bahan apa pun yang diminta, yang bisa query lebih lanjut.
berupa data vektor, data raster, atau
kombinasi dari keduanya.

Gambar 2-2: Operasi GetMap dan GetCapabilities


Sumber [Regula, 2012]

Gambar 2-1: Cara kerja Layanan Web Map


Sumber [Opengeo, 2012] Secara khusus WMS mende-
finisikan operasi berikut (Gambar 2-2)
Berdasarkan OGC, Web Services [Regula, 2012] yaitu: 1) cara mendapatkan
Commons mensyaratkan bahwa semua dan memberikan informasi tentang jenis
layanan web OGC mendukung permintaan peta apa yang dapat diberikan oleh
GetCapabilities. Standar WMS server (GetCapabilities); 2) bagaimana
mendefinisikan tiga operasi berikut meminta dan memberikan peta sebagai
[OGC, 2006] dalam [Rautenbach V., gambar (picture) atau set fitur (GetMap);
2013] yaitu: 1) GetCapabilities (Wajib): dan 3) bagaimana mendapatkan dan
fungsi GetCapabilities mengembalikan memberikan informasi mengenai konten
file XML yang berisi layanan metadata suatu peta (GetFeatureInfo).
yang menyediakan informasi tentang File GetCapabilities terletak pada
kemampuan layanan yang tersedia server dan karena itu permintaan
untuk klien; 2) GetMap (Wajib): fungsi GetCapabilities berakhir pada web server
GetMap mengembalikan gambar peta (web server mengirimkan file kembali ke
sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pengguna). Di sisi lain, permintaan
dalam parameter yang dikirim; dan 3) GetMap meminta data yang disimpan
GetFeatureInfo (pilihan): GetFeatureInfo dalam database dan karena web server
mengembalikan infor-masi tentang titik harus menghubungi database dan
tertentu. mengekstrak data yang diminta.
Operasi GetCapabilities dan GetMap Jangkauan dari GetCapabilities dan
merupakan bagian dari layanan WMS permintaan GetMap [Regula, 2012].
5
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 1-10

3 METODOLOGI spasial. Teknologi utama yang dipilih


3.1 Jenis Penelitian difokuskan pada paket perangkat lunak
Untuk menghasilkan nilai bagi sumber terbuka, mendukung format
pemenuhan kebutuhan, kelangsungan standar, dan cukup stabil dan andal.
dan peningkatan mutu kehidupan Tools untuk pengembangan
manusia, kegiatan teknologi harus layanan web spasial infatja dengan studi
dilakukan melalui suatu tahapan yang kasus perubahan tutupan hutan di
runtun meliputi penelitian terapan, Indonesia adalah:
pengembangan, perekayasaan dan  Sisi server (Server Side), pengembangan
pengoperasian [BPPT, 2016]. dan lainnya: Sistem Operasi: Ubuntu
Penelitian dapat dilaksanakan -14.04 LTS; Server Web: Apache/2.4.7;
secara teoritik melalui model matematika Server Map: UMN MapServer 7.0.2;
dan eksperimental melalui percobaan Desktop GIS: QGIS 2.8 dan Editor:
laboratorium, eksplorasi, observasi, dan Notepad ++,
survey. Penelitian dilaksanakan secara  Sisi Klient (Client Side): Web Browser
bertahap, mulai dengan pengumpulan Real WMS Client: QGIS dan GMaps.
data, pengolahan data, interpretasi hasil
pengolahan data, dan penarikan 3.3 Metode Pengembangan
kesimpulan. MapServer mengimplementasikan
Penelitian terapan merupakan dan mendukung fitur WMS versi: 1.1.1
kegiatan penelitian di mana subjek yang dan 1.3.0. Dengan MapServer, yaitu
diteliti bisa dikembangkan menjadi "mapserv" program CGI yang tahu
produk teknologi yang bermanfaat. bagaimana menangani permintaan WMS.
Metode penelitian yang digunakan Jadi menyiapkan server WMS dengan
dalam penelitian ini termasuk jenis MapServer melibatkan pemasangan
penelitian terapan. program mapserv CGI dan menyiapkan
map file (file yang menentukan objek
3.2 Muatan Informasi peta) dengan metadata yang tepat di
Informasi pemanfaatan pengin- dalamnya.
deraan jauh yang digunakan dalam Metode yang digunakan untuk
penelitian ini adalah produk standar pengembangan spatial web service
program penginderaan jauh INCAS infatja studi kasus perubahan tutupan
berupa perubahan penutup hutan hutan di Indonesia dipaparkan dalam
(tutupan, penyusutan, dan penambahan WMS Server [Jeff McKenna, 2016].
hutan) periode tahun 2000 – 2012. Berikut ini penjelasan singkatnya.
Produk standar yang dihasilkan
dari kegiatan INCAS adalah mosaik A. Pengaturan Persyaratan Awal
tahunan citra Landsat (scene selection, Persyaratan awal berikut ini
ortho rectification, terrain correction, sun diperlukan untuk menjalankan Server
correction, cloud masking, dan mosaik) WMS menggunakan UMN MapServer:
multiwaktu seluruh Indonesia. Citra
Landsat tersebut dimanfaatkan untuk  MapServer harus dipasang, diatur,
memetakan penutup lahan khususnya dan berjalan. [Untuk melakukannya
lahan hutan seluruh Indonesia sebagai ikuti petunjuk secara online UMN
input untuk penghitungan emisi karbon MapServer: http://mapserver.org/ogc/
[Parsa, 2013]. wms_server.html],
 Jika MapServer sudah terpasang,
3.2 Tools periksa bahwa mapserv dapat dijalankan
Tersedia sejumlah pilihan teknologi termasuk dukungan WMS. Salah satu
yang dapat disusun dan disesuaikan cara untuk meverifikasi hal ini adalah
untuk pengembangan layanan web dengan menggunakan baris perintah
6
Pengembangan Layanan Web Spasial …......... (Sarno)

saklar (switch) "-v" dan mencari  Map Projection dan wms_srs – Server
"SUPPORTS=WMS_SERVER". WMS harus mempromosikan proyeksi
$ ./mapserv -v di mana mereka mampu melayani data
MapServer version 7.0.2 menggunakan kode proyeksi EPSG2.
SUPPORTS=PROJ Versi terbaru dari pustaka PROJ4
SUPPORTS=WMS_SERVER datang dengan tabel kode inisialisasi
EPSG dan memungkinkan pengguna
B. Pemrograman File Map untuk menentukan proyeksi,
File map merupakan file teks dan  Layer Projection dan wms_srs metadata–
digunakan oleh UMN MapServer untuk Secara default layer mewarisi SRS
akses data dan pengaturan data layer atau layer induknya (proyeksi map).
yang akan digambarkan, memfokuskan Sangat dianjurkan untuk memberikan
letak geografis dalam map, sistem Projection dan wms_srs pada setiap
proyeksi dan format keluaran gambar, layer. Untuk mempromosikan beberapa
serta mengatur legenda dan skala. proyeksi, maka objek projection
Setiap turunan dari server WMS diperlukan di setiap layer,
yang dipasang perlu memiliki mapfile  Metadata "wms_onlineresource"–
sendiri. File tersebut merupakan mapfile Metadata ini diatur dalam metadata
MapServer biasa di mana beberapa objek web map dan menentukan URL
parameter dan beberapa entri metadata yang harus digunakan untuk
adalah wajib. Sebagian besar metadata mengakses server. Hal ini diperlukan
diperlukan untuk menghasilkan untuk keluaran GetCapabilities dan
keluaran GetCapabilites yang benar. sangat disarankan agar selalu
Berikut adalah daftar parameter dan memberikan wms_onlineresource.
item metadata yang sangat dianjurkan
untuk pengaturan WMS: C. Pengujian Layanan Web Spasial
 Pada tingkat peta: Map Name &  Validasi Kapabilitas Metadata
Projection; dan Map Metadata (dalam Dengan mapfile tertentu, harus
WEB Object): wms_onlineresource; diperiksa kapabilitas XML yang
wms_title; dan wms_srs, dikembalikan oleh server untuk
 Pada tingkat layer: Layer Name & memastikan tidak ada informasi yang
Layer Projection; Layer Metadata; hilang. Menggunakan web browser,
wms_title; dan wms_srs. akses ke sumber URL Server online
Masing-masing parameter secara dengan menambahkan parameter
lebih rinci didiskusikan sebagai berikut: "REQUEST = GetCapabilities" ke
 Map Name dan wms_title – Kapabilitas bagian akhir, misalnya:
WMS membutuhkan label Nama dan http://pusfatja.lapan.go.id/
Judul untuk setiap layer. Metadata Map cgi-bin/mapserv?map=mywms.map&
Name dan wms_title akan digunakan REQUEST=GetCapabilities.
untuk menetapkan nama root layer  Pengujian dengan GetMap Request
dan judul dalam keluaran XML Mengetahui bahwa server dapat
GetCapabilities, menghasilkan tanggapan XML
 Layer Name dan wms_title metadata – GetCapabilities dengan benar, maka
Setiap layer individual memerlukan dapat menguji permintaan GetMap.
nama dan judul yang unik. Nama layer Hanya menambahkan "VERSION=
juga digunakan dalam permintaan 1.1.0&REQUEST=GetMap" ke URL
GetMap dan GetFeatureInfo untuk server, misalnya:
merujuk ke layer yang harus http://pusfatja.lapan.go.id/
disertakan pada keluaran map dan cgi-bin/mapserv?map=mywms.map&
dalam query, VERSION=1.1.0&REQUEST= GetMap.

7
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 1-10

 Pengujian dengan Real WMS Client


Real WMS client sumber terbuka yang
digunakan adalah: Web Client – Google
Map dan Desktop GIS – QGIS.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Sistem Perangkat Lunak
Pengembangan layanan web
spasial infatja, studi kasus perubahan
tutupan hutan wilayah Indonesia
menggunakan pilihan perangkat lunak:
 Sistem Operasi - Ubuntu 14.04.5 LTS
(Trusty Tahr) [Ubuntu, 2015];
 Server Web - Apache2-Apache/2.4.7
[Apache, 2015];
 Server Map - UMN MapServer - 7.0.2.
Pemasangan dan pengujian
Server Web dan Server Map melalui
terminal sesuai dengan tahapan pada
(Benigno M., 2014). Gambar 4-1: Pengaturan WMS Server.

4.2 Pemrograman File Map Ketelitian geometri dan radiometri


Pengembangan layanan web dari tampilan informasi yang dihasilkan
spasial dimulai dengan proses oleh UMN Mapserver melalui layanan
menggambar dan berinteraksi dengan web spasial sangat tergantung pada
map. File pengaturan web map server proyeksi standar dan format gambar
atau lebih dikenal dengan istilah file (png, jpg, tif) yang digunakan. UMN
map merupakan komponen utama dan Mapserver, sesuai pengaturan, akan
jantung dari UMN MapServer. menerapkan proyeksi standar WGS
Pengaturan WMS menggunakan 1984 yang merupakan sistem koordinat
Konfigurasi objek MAP seperti ditunjukkan referensi yang secara global digunakan
pada Gambar 4-1, mendefinisikan untuk posisi lintang dan bujur di
parameter umum untuk keseluruhan permukaan bumi.
informasi perubahan tutupan hutan.
Untuk mengintegrasikan layer informasi 4.3 Pengujian GetMap
perubahan tutupan hutan ke dalam Pengujian operasi GetMap
layanan web spasial dilakukan informasi tutupan hutan tahun 2000
pengaturan parameter utama. dan 2001 ditunjukkan sebagai berikut:
Pengaturan perubahan tutupan http://spbn.lapan.go.id/cgi-
hutan untuk seluruh wilayah Indonesia bin/tutupan_hutan_wms?Layers=
menerapkan proyeksi Geographic penutup_hutan_2000&SERVICE=WMS&
Coordinate System WGS84/EPSG:4326: VERSION=1.1.1&REQUEST=GetMap&
NAME “penutup_hutan_2001 STYLE=&FORMAT=image/jpeg&
PROJECTION “init=epsg:4326” SRS=EPSG:4326&BBOX=94,-12,141,7&
CLASS NAME “Hutan” COLOR 38 115 1 WIDTH=950&HEIGHT=500
Pustaka PROJ4 dengan tabel kode
inisialisasi untuk proyeksi EPSG 4326 Hasil pengujian operasi WMS
adalah sebagai berikut: GetMap informasi tutupan hutan tahun
# WGS 84 2000 tersebut ditunjukkan seperti pada
<4326> +proj=longlat +datum=WGS84 Gambar 4-2.
+no_defs <>
8
Pengembangan Layanan Web Spasial …......... (Sarno)

Gambar 4-2: GetMap tutupan hutan 2001-


2002 Gambar 4-3: QGIS: perubahan tutupan hutan

4.4 Pengujian Dengan QGIS 4.5 Pengujian Dengan Google Map


Pengujian WMS pada Real WMS Pengujian layanan WMS pada
Client - QGIS Desktop dilakukan dengan Real WMS Client - Google Map dilakukan
pilihan koneksi WMS menggunakan dengan pemrograman Google Map
Nama dan URL Layer Tutupan Hutan: Application Programming Interface (API).
Name: Tutupan_hutan Bagian penting dari program berada
URL:http://spbn.lapan.go.id/cgi- pada kode yang menentukan URL WMS
bin/tutupan_hutan_wms? dengan parameter: Operation (GetMap),
Penyajian visualisasi informasi Service (WMS), Version (1.1.1), Layers
penambahan dan penyusutan hutan (penutup_hutan_2000), Format (image/
periode tahun 2001 – 2012 dan png), Projection (WGS84 SRS 4326),
informasi tutupan hutan tahun 2000 – Bounding Box dan Tile size (256x256).
2012 hasil penerapan koneksi WMS Hasil pemrograman ditunjukkan seperti
seperti ditunjukkan pada Gambar 4-3. pada Gambar 4-4.
Dalam Gambar juga disajikan
QGIS mampu mengintegrasikan informasi latar belakang laut dan negara
informasi dari berbagai sumber (WMS, tetangga. Dari informasi tersebut,
WFS, WCS). Dalam Gambar 4-3, tidak bawaan yang dapat dipilih (maps, satelite
diintegerasikan dan disajikan informasi atau composite) melalui pemrograman
latar belakang laut dan negara tetangga. API.

Gambar 4-4: GMaps: perubahan tutupan hutan

9
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 1-10

5 KESIMPULAN OGC (2006). OpenGIS Web Map Service


Penelitian ini merupakan upaya Implementation Specification 1.3.0. Dikutip
memperluas dan melengkapi mekanisme dari http://www.Open-geospatial.org/
pelaksanaan diseminasi infatja berbasis standards/wms. [Februari 2011].
layanan web spasial. Layanan tersebut Opengeo (2012). Web Map Service. Dikutip dari
merupakan standar OGC yang secara http://presentations. opengeo.org/
luas banyak digunakan untuk 2012_FOSSGIS/suite-intro/geo-server/
diseminasi informasi spasial melalui wms.html. [November 2016].
standar berbasis WMS. Parsa, I., Made (2013). Kajian Pendekatan Teori
Hasil penelitian menunjukkan Probabilitas Untuk Pemetaan Lahan
bahwa layanan web spasial infatja Sawah Berbasis Perubahan Penutup
telah berhasil diimplementasikan dan Lahan Citra Landsat Multiwaktu, Jurnal
dilakukan pengujian menggunakan Penginderaan Jauh Vol. 10 No. 2
real wms client QGIS dan Google Map Desember.
melalui studi kasus informasi Peng Z., and Tsou M., (2003). Internet GIS-
perubahan tutupan hutan Indonesia. Distributed geographic information
services for the internet and wireless
DAFTAR RUJUKAN networks. John Wiley and Sons: New
Apache (2015). Apache/2.4.7. Dikutip dari Jersey, USA.
https: //httpd.apache.org. [Januari Potts, S., and Kopack, M., (2003). Sams Teach
2015]. Yourself Web Services in 24 Hours.
Benigno M., (2014). Instalação do Mapserver no Sams publishers, United States of
Ubuntu 14.04 via Terminal. Dikutip dari America.
http://profmarcello.blogspot.co.id/201 Rautenbach V., (2013). Orchestrating standard
4/04/instalacao - do - mapser - ver- web services to produce thematic maps
no-ubuntu-1404.html. [Maret 2016]. in a geoportal of a spatial data
BPPT (2016). Peraturan Kepala BPPT Nomor 015 infrastructure, Tesis University of
Tahun 2016 tentang Jabatan Fungsional Pretoria, Pretoria.
Perekayasa dan Angka Kreditnya. Regula S., (2012). Open Geospatial Consortium
Jakarta. (OGC) and Web Services (WMS, WFS).
Fu, P., and Sun, J., (2010). Web GIS principles Dikutip dari http://www.e-cartouche.
and applications. ESRI Press. ch/con-tent_reg/cartouche/ webservice/
Geoserver (2015). GeoServer User Manual. en/text/webser-vice.pdf. [September
Dikutip dari http://docs. geoserver. 2015].
org/. [Maret 2016]. Sarno (2015). Pengintegrasian dan Penyajian
Jeff McKenna (2016). WMS Server. Dikutip dari Spasial Dinamis Informasi Tutupan
http://mapserver.org /ogc/wms_ Hutan dan Perubahannya Dalam Sistem
server.html. [September 2016]. Pemantauan Bumi Nasional, Majalah
LAPAN (2014). Program Penginderaan Jauh Berita Dirgantara, Vol. 16. No. 2, 2015
INCAS: Metodologi dan Hasil, Versi 1. Sarno (2016). Model Pelaksanaan Diseminasi
LAPAN-IAFCP, Jakarta. Informasi Pengindera-an Jauh Berbasis
MapServer (2015). MapServer 7.0.2. Dikutip Teknologi Terbuka. Jurnal Penginderaan
dari http://mapserver.org.[Maret 2016]. Jauh Vol. 13 No. 2 Desember.
OGC (2004). OpenGIS Web Map Server Ubuntu (2015). Ubuntu Server 14.04.5 LTS.
Cookbook. Dikutip dari http://portal. Dikutip dari https://www. ubuntu.
opengeospatial.org/ files/?artifact_ id= com/download/server. [Januari 2015].
7769. [Februari 2012].

10
Valuasi Jumlah Air di Ekosistem ......... (Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid)

VALUASI JUMLAH AIR DI EKOSISTEM LAHAN GAMBUT DENGAN


DATA LANDSAT 8 OLI/TIRS
(WATER CONTENT VALUATION IN PEATLAND ECOSYSTEM BY
USING LANDSAT 8 OLI/TIRS)

Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid


Departemen Geofisika dan Meteorologi – Institut Pertanian Bogor
Jl. Lingkar Akedemik, Kampus IPB Dermaga, Bogor Indonesia
e-mail: idungris@ipb.ac.id
Diterima 26 Maret 2017; Direvisi 14 Juli 2017; Disetujui 11 September 2017

ABSTRACT

The water content of peatland ecosystems stored as gasses in the air and as liquid in the peat
soil and vegetation. The presence of water was influential to the value of spectral radians received by
satellite sensors. Objective of study were develop empirical model to be applied in the Landsat 8
satellite imagery interpretation to estimate water content of peatland ecosystem. Method consisted of
field measurements and satellite data interpretation. Field activities aimed to obtain weather
parameters such as radiation, air temperature, surface temperature, evapotranspiration (ET), relative
humidity (RH), soil water content (KAT), and biomass for each land cover in peatland ecosystems. Field
measurements results were used to validate the parameters derived from Landsat 8 satellite data.
Water content in the air was assessed by the ET and RH, in the soil was assessed by soil heat flux (G)
and in the vegetation by biomass. The results of the validation of the data field measurement with
Landsat 8 showed only ET (r2 = 0.71), RH (r2 = 0.71), and biomass (r2 = 0.87) had a strong
relationship, while between G and KAT had weak relationship. Conclusion of this study indicated
Landsat 8 satellite data could be used to calculate the water content in the air and vegetation. Thus,
estimating water content in the peatland ecosystem with satellite data can only be done on the
surface.

Keywords: biomass, Landsat 8, moisture, peat, water

11
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 11-24

ABSTRAK

Ekosistem lahan gambut menyimpan air dalam bentuk gas di udara, dan cair dalam tanah
gambut dan vegetasi. Keberadaannya mempengaruhi nilai spektral radians yang diterima oleh sensor
satelit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan model empirik yang dapat diaplikasikan
untuk interpretasi citra satelit dalam pendugaan jumlah air di ekosistem lahan gambut. Metode
penelitian terdiri dari pengukuran lapangan dan interpretasi data satelit LANDSAT 8. Parameter cuaca
seperti radiasi, suhu udara, suhu permukaan, evapotranspirasi (ET), kelembaban udara (RH), kadar
air tanah (KAT) dan biomassa diukur di lapangan pada setiap jenis tutupan lahan. Hasil-hasil
pengukuran lapangan digunakan untuk memvalidasi parameter-parameter yang diturunkan dari data
satelit LANDSAT 8. Jumlah air di udara yang dinilai dari ET dan RH, jumlah air di tanah dinilai
dengan laju pemanasan tanah (G) dan jumlah air di vegetasi dengan biomassa. Hasil validasi antara
data lapangan dengan data LANDSAT 8 menunjukkan hanya nilai ET (r2=0,71), RH (r2=0,71), dan
biomassa ((r2=0,87) mempunyai hubungan yang kuat, sedangkan nilai G tidak mempunyai hubungan
yang kuat dengan KAT. Penelitian ini menyimpulkan bahwa data satelit LANDSAT 8 hanya dapat
digunakan untuk menghitung jumlah air yang tersimpan di udara dan vegetasi. Oleh karena itu,
pendugaan jumlah air di ekosistem lahan gambut dengan data satelit hanya dapat dilakukan di atas
permukaan.

Kata kunci: air, biomassa, gambut, kelembaban, Lansat 8

1 PENDAHULUAN tanah tak jenuh (Petropoulos et al.,


Indonesia memiliki lahan gambut 2014) yang dipengaruhi oleh sifat-sifat
terluas di antara negara tropis, yaitu tanah seperti tekstur tanah, struktur
sekitar 21 juta ha (BB Litbang SDLP tanah, kandungan bahan organik tanah,
2008). Salah satu fungsi hutan lahan kedalaman solum tanah, dan faktor
gambut adalah sebagai cadangan air iklim mikronya. Perubahan kelembaban
yang berperan penting saat musim tanah ini berhubungan dengan perubahan
kemarau dan keseimbangan hidrologi suhu permukaan (Hirschi et al., 2014)
kawasan untuk pengendalian banjir sehingga mempengaruhi variabilitas
(Bullock and Acreman, 2003; Querner et iklim dan kondisi atmosfer (Entin et al.,
al., 2010). Hutan lahan gambut juga 2000; Wu et al., 2002; Amenu et al.,
merupakan ekosistem dengan cadangan 2005; Zhang et al., 2008).
air yang tinggi (Joosten & Clarke, 2002). Selama ini, pengukuran
Konversi terhadap lahan gambut dapat kelembaban ekosistem lahan gambut
menyebabkan gangguan terhadap lebih difokuskan pada jumlah air di
sistem hidrometeorologi. dalam tanah. Misalnya, dengan cara
Kondisi hidrometeorologi suatu mengukur tinggi muka air (Schlotzhauer
lahan ditunjukkan oleh jumlah & Price, 1999; Kettridge et al., 2015),
kandungan air di udara, tanah dan metode gravimetri (Chambers et al.,
vegetasi dalam bentuk gas dan cair. Di 2010; Shien et al., 2011; Kramarenko et
udara dinyatakan sebagai kelembaban al., 2015), dan metode konduktivitas
udara yang dipengaruhi oleh faktor- elektrik (Roth el al., 1992; Noborio,
faktor iklim dan vegetasi (Santoso, 2001; Campbell et al., 2002). Pada skala
2004). Kelembaban tanah didefinisikan yang lebih luas, sering digunakan metode
sebagai air yang terkandung di permukaan pengukuran tidak langsung dengan
12
Valuasi Jumlah Air di Ekosistem ......... (Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid)

menggunakan data satelit multispektral yang digunakan adalah LANDSAT 8


(Kasischke et al., 2009; Meingast et al., OLI/TIRS path/row 120/62 dengan
2014). Pengukuran langsung akan tanggal akuisisi 29 April 2016 (www.
mendapatkan jumlah air di tanah glovis.usgs.gov)
gambut secara kuantitatif, sedangkan
dengan satelit bersifat kualitatif. Kedua 2.2 Metode Penelitian Kegiatan
cara tersebut belum memadai untuk Lapangan
memberikan informasi jumlah air di Pengukuran parameter cuaca,
atas permukaan lahan, terutama dalam biomassa dan kelembaban tanah
bentuk gas dan yang tersimpan dalam dilakukan di tiga jenis tutupan lahan di
vegetasi. atas gambut, yaitu hutan sekunder
Pengukuran langsung pada tingkat (HS), belukar (B), dan semak (S) dengan
wilayah yang lebih luas memerlukan masing-masing terdiri dari tiga plot area
biaya dan waktu yang tidak sedikit sebagai ulangan lokasi. Parameter cuaca
(Grand-Clement et al., 2015; Iriana et al., yang diukur untuk mengetahui kondisi
2016). Sedangkan dengan data satelit iklim mikro dari setiap tutupan lahan
hanya memberikan hasil kualitatif dan terdiri atas suhu udara (⁰C), suhu
lebih efektif untuk mengetahui permukaan tanah (⁰C, ), suhu tanah
kelembaban ekosistem lahan gambut (⁰C), pada berbagai kedalaman (0 cm, 5
pada tingkat wilayah (Middleton, et al., cm, 10 cm, 20 cm, 40 cm, 80 cm dan
2008; Honkavaara et al., 2016). Oleh 100 cm), kelembaban udara relative (RH)
karenanya, kuantifikasi kelembaban (%), radiasi (watt/m2), curah hujan
ekosistem lahan gambut dengan (mm), kecepatan angin (m/s) dan arah
menggunakan data satelit masih perlu angin (degree) yang diukur menggunakan
dikembangkan (Krankina et al., 2008). Automatic Weather Station (AWS). Kadar
Penelitian ini bertujuan untuk air tanah (%KAT) diukur dengan
menghasilkan pendekatan kuantitatif menggunakan metode gravimetrik.
untuk menduga jumlah air di ekosistem Pengambilan sampel tanah dilakukan
lahan gambut dalam bentuk gas dan sampai dengan kedalaman 100 cm.
cair yang tersimpan di udara, vegetasi Data biomassa dengan metode
dan tanah dengan menggunakan data plot transek vegetasi dan dihitung
satelit multispektral LANDSAT 8 OLI/ dengan metode destruktif dan alometrik
TIRS. Hasil penelitian ini diharapkan (Hashimoto et al., 2004; Hariah dan
dapat diterapkan dalam interpretasi Rahayu, 2007; Dharmawan, 2014).
citra satelit untuk mendapatkan nilai Untuk setiap plot vegetasi (400 m2)
jumlah air di dalam ekosistem hutan terdiri atas empat subplot yang terdiri
gambut. dari (i) subplot 1x1 m untuk destruktif
sampel vegetasi bawah, (ii) subplot 5x5 m
2 METODOLOGI untuk diameter vegetasi 2-10 cm,
2.1 Lokasi dan Data (iii) sub-plot 10x10 m untuk diameter
Kegiatan pengukuran data vegetasi 10-20 cm dan (iv) subplot
lapangan dilaksanakan di perkebunan 20x20 m untuk diameter vegetasi >20
kelapa sawit PT BSS di Kec. Kendawangan, cm. Di setiap plot terdiri dari tiga kali
Kab. Ketapang, Kalimantan Barat (110⁰ ulangan pengukuran, sehingga luas plot
53’ 03” – 110⁰ 48’ 54” BT dan 02⁰ 47’ 43” menjadi 1200 m2. Jumlah plot untuk
– 02⁰ 53’09” LS. Pada bulan Maret-April setiap tutupan lahan adalah sembilan
2016. Selain data lapangan, data satelit plot.

13
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 11-24

2.3 Analisis Data Lapangan dz : perubahan kedalaman (m).


Data cuaca digunakan untuk
menghitung evapotranspirasi dan tekanan Olezczuk et al., 2010 menyebutkan
uap aktual untuk mengetahui jumlah bahwa jumlah air yang tersimpan di
air di udara dalam bentuk gas. dalam vegetasi lebih dari 30% cadangan
Evapotranspirasi dihitung dengan metode air dalam suatu ekosistem, sedangkan
Penman-Monteith (persamaan 2-1). Hero (2010) menyebutkan vegetasi
ekosistem lahan gambut mengandung
kadar air sekitar ± 42% dari bobot
basahnya. Oleh karenanya, jumlah
(2-1)
cadangan air di vegetasi dapat diketahui
dengan parameter biomassa yang dihitung
Dimana: dengan persamaan alometrik (2-3).
ET : adalah evapotranspirasi potensial Pendugaan biomassa vegetasi
(mm hari-1), menggunakan persamaan alometrik
Δ : slope kurva tekanan uap (kPa⁰C-1), untuk ekosistem lahan basah (Krisnawati
Rn : radiasi netto (MJ m-2hari-1), et al., 2012):
G : fluks bahang tanah (Wm-2),
(es –ea) : defisit tekanan uap udara, (2-3)
ρa : kerapatan udara rata-rata pada
tekanan konstan, 2.4 Analisis Data Satelit
ϒ : konstanta psikometrik (kPa0C-1), Pengolahan data satelit digunakan
Cp : kapasitas panas spesifik udara untuk mendapatkan data klasifikasi
pada tekanan konstan (1,013x 10- tutupan lahan, luas tutupan lahan, dan
3 MJ kg-1oC-1), parameter fisik seperti suhu permukaan
ra : tahanan aerodinamik (s m-1), dan (Ts), suhu udara (Ta), radiasi netto (RN),
rs merupakan hambatan kanopi fluks bahang tanah (G), fluks bahang
(s m-1). Menurut Oke (2010) ra terasa (H) dan fluks bahang laten (LE),
dan rs berbeda tiap tutupan dan biomassa. Klasifikasi tutupan lahan
lahan. dilakukan dengan metode klasifikasi
terbimbing dengan menggunakan
Fluks bahang tanah (G-Wm-2) kombinasi band 653. Penurunan
dipengaruhi oleh nilai konduktivitas parameter fisik dimulai dengan
termal tanah dan perubahan suhu mengubah nilai digital number (DN)
tanah menurut kedalaman (Hillel, 1998; menjadi nilai spectral radiance (Lλ).
Castelli et al., 1999; Sauer and Horton, menggunakan persamaan (USGS, 2016):
2005; Gentine et al., 2012). G dihitung
dengan menggunakan persamaan (2-2): (2-4)

Dimana,
(2-2)
Lλ : spectral radiance pada kanal ke-i
(Wm-2sr-1μ -1),
Dimana, QCAL : nilai digital number kanal ke-i,
k : konduktivitas termal tanah gambut Lmin nilai minimum spectral
(Wm-1 0C), radiance kanal ke-i dan Lmax
dT : perubahan suhu (⁰C) menurut nilai maksimum spectral radiance
kedalaman, dan kanal ke-i
14
Valuasi Jumlah Air di Ekosistem ......... (Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid)

Nilai-nilai spektral radiance ini Radiasi gelombang pendek yang


dikonversi menjadi suhu kecerahan (Tb, dipantulkan oleh permukaan (Rs out),
Kelvin) yang menunjukkan intensitas dapat diduga dari sensor satelit yang
radiasi termal yang diemisikan oleh menerima panjang gelombang pendek,
obyek. Nilai Tb ini berkorelasi suhu fisik yaitu kanal 4, 3, dan 2. Sementara itu,
permukaan obyek di bumi (Khomarudin nilai Rs (in) dapat dihitung setelah
2005). Persamaan yang digunakan adalah diketahui nilai (USGS, 2016) (2-8)
persamaan 2-5 (USGS, 2016), dengan dengan mengetahui jarak astronomi
memasukkan nilai konversi thermal bumi-matahari (d) sebagai fungsi hari
kanal-i dari metadata, yaitu K1 dan K2: Julian (JD) (2-9), rata-rata nilai solar
spectral irradiance pada band tertentu
(ESUN), spectral radiance (Lλ-kanal 4, 3
(2-5) dan 2), dan sudut zenit matahari (cos ).

(2-8)
(2-6)

(2-9)
Suhu permukaan (Ts) obyek dihitung
dari Tb (2-6), dengan parameter- Seluruh hasil perhitungan nilai radiasi
paramater λ panjang gelombang kanal mempunyai unit Wm-2sr-1μm-1 sehingga
termal-i (μm), fungsi radiasi ( =hc/σ perlu dikonversi menjadi satuan Wm-2,
(1,438x10-2 mK)), h Konstanta Planck dengan persamaan
(6,26x10-34 J sec), c kecepatan cahaya Nilai G dari LANDSAT 8 menurut
(2,998 x108 m sec-1), σ Konstanta Stefan Allen et al., (2001) dihitung berdasarkan
Boltzman (1,38x10-23 JK-1), ε emisivitas nilai Rn, , Ts, dan NDVI (2-10):
obyek.
Radiasi netto (Rn) adalah selisih
antara radiasi gelombang pendek matahari (2-10)
dan gelombang panjang yang datang ke
permukaan obyek di bumi dengan Fluks bahang terasa (H) adalah jumlah
gelombang pendek dan gelombang Rn yang digunakan untuk memanaskan
panjang yang meninggalkan permukaan udara, yang dapat dihitung dengan
obyek (2-7). persamaan Rn=H+G+λE dan nilai bowen
ratio . Fluks bahang laten (λE)
adalah nilai Rn yang digunakan proses
(2-7)
penguapan dari permukaan bumi.
Biomassa diduga dari spektral
radians gelombang elektromagnetik pada
Dimana, kisaran panjang gelombang pendek infra
Rs : radiasi gelombang pendek (Wm-2), merah yang dipantulkan permukaan
Rl : radiasi gelombang panjang (Wm-2), (Shortwave Infra Red-SWIR). Avitabile,
α : albedo permukaan, (2012); Baccini, (2012) menunjukkan
Ta : suhu udara (K), kemampuan SWIR untuk mengestimasi
: emisivitas udara, biomassa. Fakhrul dan Risdiyanto (2015)
: emisivitas permukaan, faktor mengembangkan algoritma pendugaan
keawanan (%). biomassa di lahan basah dengan band 6

15
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 11-24

(1,57-1,65 µm) dari data satelit karena jumlah uap air yang tinggi.
LANDSAT 8 (2-11). Dibandingkan dengan belukar dan semak,
kondisi suhu udara dan suhu permukaan
selalu lebih rendah, hal ini disebabkan
Biomassa = 116849e-0.638 Lλ (2-11) oleh kanopi hutan yang menghalangi
masuknya radiasi sampai ke permukaan,
2.5 Analisis Korelasi Data Lapang sehingga proses penguapan di permukaan
dengan Data Satelit tidak maksimal. Menurut penelitian yang
Analisis korelasi dilakukan dengan dilakukan oleh Maryati (2014), hutan
metode regresi untuk mengetahui rawa gambut memiliki rata-rata suhu
hubungan parameter hasil pengukuran kurang dari 30⁰ C dan kelembaban rata-
lapangan dengan hasil analisis citra rata diatas 90%
satelit LANDSAT 8 (Lefsky et al., 2005;
Saleh and Hasan, 2014; Jin et al., 3.2 Kelembaban Udara (RH) dan
2015). Parameter yang dihubungkan Evapotranspirasi (ET)
adalah nilai RH, G, dan biomassa. Jumlah uap air di udara
Hubungan kuat atau korelasi yang dinyatakan sebagai kelembaban relatif
tinggi ditunjukkan oleh nilai koefisien (RH= (ea/es)%) yang merupakan fungsi
korelasi (r) yang hampir mendekati +1 dari tekanan uap aktual (ea) dan tekanan
atau -1, sedangkan korelasi yang lemah uap jenuh (es). Semakin rapat vegetasi
ditunjukkan oleh nilai (r) mendekati nol menunjukkan bahwa nilai RH juga tinggi
(Siregar 2012). (Gambar 3-2), hal ini sama dengan yang
3 HASIL PEMBAHASAN dilaporkan oleh Wang et al., 2012).
3.1 Karakteristik Mikrometeorologi Menurut Oke (1977) semakin tinggi
Hutan sekunder di lahan gambut kandungan uap air di udara maka
memiliki tingkat kerapatan vegetasi lebih proses penguapan yang terjadi melalui
tinggi dibandingkan dengan belukar dan evapotranspirasi semakin tinggi, karena
semak. Ukuran tegakan pohon beragam ada peningkatan ea. Namun demikian,
antara 5 cm - 50 cm dengan tinggi hubungan antara RH dan ET yang
pohon mencapai lebih dari 20 meter. diukur di lapangan menunjukan korelasi
Area belukar didominasi tanaman prepat negatif. Pengukuran nilai RH dilakukan
dengan tinggi pohon berkisar antar 2 m- pada ketinggian 1,2 meter menunjukkan
10 m dengan diameter maksimum 20 bahwa yang terukur adalah uap air di
cm dan ilalang dengan tinggi ± 1 m. Area bawah kanopi, terutama di tutupan
semak hampir tidak ada tegakan pohon, lahan HS.
area ini ditumbuhi tanaman bawah seperti Pendugaan ET dengan data satelit
paku-pakuan, kerisan, pulai, dan lainnya menunjukkan bahwa semakin rapat
dengan tingkat kerapatan yang cukup tutupan vegetasi menunjukkan ET yang
rendah. Kondisi ini menyebabkan semakin rendah. Hasil ini mirip dengan
perbedaan parameter-parameter iklim McCabe dan Wood (2006); Liu et al,
mikro (Gambar 3-1). (2010) yang menyebutkan area-area
Perbedaan tinggi dan kerapatan basah dan berhutan mempunyai nilai
vegetasi di hutan sekunder menyebabkan evapotranspirasi yang lebih tinggi, karena
radiasi yang sampai ke permukaan lebih faktor ketersedian air. Duffkova (2006)
sedikit dibandingkan dengan belukar menyebutkan bahwa nilai defisit tekanan
dan semak, sehingga kondisi dalam uap akan menurun dengan kenaikan
tutupan lahan menjadi lebih basah suhu udara.

16
Valuasi Jumlah Air di Ekosistem ......... (Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid)

menunjukkan hubungan yang sistematik


dengan R2= 0,71. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan nilai kelembaban di
bawah kanopi, persamaan tersebut masih
dapat digunakan.

Gambar 3-2: Hubungan antara kelembaban


relatif (RH) dengan evapotranspirasi
di lapangan (ET) (atas) dan
Hubungan antara ET perhitungan
data lapangan dengan ET
pendugaan data satelit (bawah)

Gambar 3-1: Grafik hasil pengukuran


parameter mikrometeorologi (a)
radiasi, (b) suhu permukaan, (c) RH yang diduga dari persamaan
suhu udara, dan (d) kelembaban hubungan antara ET perhitungan data
udara
lapangan dengan nilai dugaan data
satelit menunjukkan kelembaban di
Hal ini menyebabkan nilai tutupan lahan HS lebih tinggi
kelembaban di areal yang lebih terbuka dibandingkan di B dan S. Hasil ini mirip
juga rendah. Jika hasil ini dikorelasikan dengan pengukuran RH di lapangan.
dengan hasil perhitungan ET data Hubungan antara keduanya mempunyai
lapangan untuk setiap tutupan lahan, korelasi yang kuat (R2=0.77) (Gambar 3-3).
maka akan menghasilkan korelasi yang Oleh karenanya, data satelit dapat
negatif (Gambar 3-2). Persamaan korelasi digunakan untuk menduga nilai RH
antara ET lapangan dengan hasil dengan terlebih dahulu mengetahui nilai
dugaannya di setiap tutupan lahan ET.)

17
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 11-24

jumlah air yang ada di dalam tanah


(KAT) sampai dengan kedalaman 100 cm
tidak menunjukkan hubungan yang
kuat dengan pemanasan tanah (G) yang
diperoleh dari data satelit (Gambar 3-5).
Hal ini disebabkan sebagian besar
komponen di lahan gambut adalah air,
sehingga pemanasan permukaan lahan
gambut sampai dengan kedalaman
Gambar 3-3: Hubungan antara RH pendugaan tertentu lebih dominan proses konveksi
satelit dengan RH lapangan. dibandingkan dengan proses konduksi.

3.3 Kadar Air Tanah (KAT) dengan


Fluks Bahang Tanah (G)
Nilai KAT tertinggi selama
pengamatan terdapat pada tutupan
lahan B dengan kadar air sebesar 703 %
bobot kering, dan yang terendah pada
HS sebesar 275 % bobot kering (Gambar
3-4). Menurut Mutalib (1991); Campos
et al. (2011) kadar air tanah gambut
berkisar antara 100-1.300 % dari berat
keringnya, artinya bahwa tanah gambut
mampu menyerap air 13 kali bobot Gambar 3-4: Grafik hasil pengukuran KAT di
keringnya. Perbedaan tinggi muka air di hutan sekunder (HS), belukar (B)
dan semak (S)
ketiga tutupan lahan pada saat
pengamatan menunjukkan untuk HS
berkisar antara 40-50 cm, B adalah 40-
50 cm dan S adalah 35-40 cm. Ketebalan Hasil lapangan juga menunjukkan
gambut di setiap tutupan lahan rata- bahwa perbedaan suhu tanah yang
rata adalah 300 cm. Ketebalan gambut paling signifikan hanya terjadi pada
dan tinggi muka air sebenarnya adalah permukaan sampai dengan kedalaman
faktor penting dalam pendugaan KAT 20 cm. Sedangkan pada kedalaman 20-
gambut (Bourgault et al., 2017). 100 cm, suhu cenderung stabil. Hal ini
Namun dalam penelitian ini, indikasi bahwa pemanasan tanah melalui
faktor tersebut tidak diperhitungkan proses konduksi hanya terjadi sampai
dengan asumsi bahwa data satelit hanya dengan kedalaman 20 cm. Sehingga
dapat menggambarkan kondisi nilai G yang dihitung dari data satelit
permukaan setiap tutupan lahan. juga tidak dapat menjelaskan perpindahan
Rata-rata konduktivitas termal panas untuk seluruh kedalam gambut.
air adalah 25 kali lebih besar daripada Oleh karenanya, jumlah air di lahan
udara pada suhu normal (Stull, 1995). gambut tidak bisa dihitung dengan
Konduktivitas termal memiliki hubungan menggunakan data LANDSAT, terutama
positif dengan jumlah air, semakin banyak jika menggunakan nilai G yang diduga
jumlah air maka energi/bahang yang dengan suhu permukaan dan NDVI.
ditransfer semakin cepat (Omar dan
Farouki, 1981)). Dalam penelitian ini,

18
Valuasi Jumlah Air di Ekosistem ......... (Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid)

satelit LANDSAT 8 (band 6) dapat


digunakan untuk menduga biomass di
setiap tutupan lahan.
LANDSAT 8 menduga kandungan
air yang lebih tinggi di tutupan lahan B
dan S, sedangkan di HS lebih rendah
(Gambar 3-7). Stuktur tegakan vegetasi,
bentuk permukaan dan pengaruh
kebasahan tanah gambut di bawah
kanopi menjadi faktor-faktor yang yang
menyebab kadar air di B dan S menjadi
lebih tinggi. Pantulan spectral radians
SWIR di kedua tempat tersebut adalah
hasil komposit dari vegetasi dan tanah
gambut yang basah pada piksel
berukuran 30x30 m2. Pengaruh ini lebih
jelas pada tutupan lahan S, yang
sebagian besar adalah vegetasi herba
dan vegetasi bawah berdiameter < 2 cm.
Di tutupan HS, dengan struktur tegakan
yang lebih homogeny dan jarak
Gambar 3-5: Regresi G dengan KAT hasil permukaan tanah dengan kanopi yang
pengamatan lapangan (atas) dan lebih tinggi, pengaruh tanah gambut
hasil pengamatan suhu tanah
(bawah)
yang basah lebih kecil.
250

3.4 Biomass dan Kadar Air di Dalam


200
Vegetasi 192.667
B io m a s s a ( to n / h a )

Biomassa hasil pengukuran 150


131.5
lapangan menurut tutupan lahan
100
menunjukkan di HS adalah 192,7
ton/ha, B adalah 131,5 ton/ha dan S 50

adalah 8,7 ton/ha (Gambar 3-6). Hasil 8.77778


0
ini digunakan untuk memvalidasi HS B S
P e n u tu p a n la h a n
pendugaan nilai biomassa dari data
satelit (Gambar 3-6). Validasi pendugaan
biomassa dari data LANDSAT 8 dengan
biomassa pengukuran di lapangan
menunjukkan hubungan yang kuat (R2=
0,87). Penutupan lahan HS mempunyai
hubungan yang paling kuat dibandingkan
dengan B dan S. Hal ini dapat disebabkan
oleh variasi tegakan dan bentuk
permukaan kanopi di setiap tutupan
lahan yang lebih homogen, yang
berpengaruh terhadap pemantulan Gambar 3-6: Box plot hasil pengukuran
biomassa di lapangan (atas) dan
gelombang elektromagnetik pendek. regresinya dengan hasil dugaan
Hasil ini menunjukkan bahwa data LANDSAT 8

19
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 11-24

Compacts. University of Idaho Kimberly,


ID 83341.
Amenu, G.G., P., Kumar, and X. Z., Liang,
2005. Interannual variability of Deep-
Layer Hydrologic Memory and
Mechanisms of its Influence on Surface
Energy Fluxes, J. Clim., 18, 5024–
5045, doi:10.1175/JCLI3590.1.
Gambar 3-7: Volume air (m3/ha) yang Avitabile, V., Baccini, A., Friedl, M.A., and
tersimpan di dalam vegetasi Schmullius, C., 2012. Capabilities and
menurut tutupan lahan
Limitations of LANDSAT and Land Cover
Data for Aboveground Woody Biomass
4 KESIMPULAN
Estimation of Uganda. Remote Sens.
Di antara tiga obyek yang
Environ. 117, 366–380.
menunjukkan keberadaan jumlah air di
lahan gambut, yang dapat diduga nilainya Baccini, A., Goetz, S.J., Walker, W.S., Laporte,
adalah air di udara di atas permukaan N.T., Sun, M., Sulla-Menashe, D.,
lahan dan di dalam vegetasi. Hal ini Hackler, J., Beck, P.A., Dubayah, R.,
digambarkan dengan penilaian data and Friedl, M.A., 2012. Estimated
satelit terhadap kelembaban udara dan Carbon Dioxide Emissions from Tropical
biomassa. Sedangkan jumlah air di dalam Deforestation Improved by Carbon-
tanah gambut tidak dapat diduga dengan Density Maps. Nat. Clim. Chang. Vol. 2,
data satelit yang hanya menunjukkan 182–185.
kondisi kelembaban secara kualitatif BB Litbang SDLP (Balai Besar Penelitian dan
dengan pernyataan kering-basah. Dengan Pengembangan Sumberdaya Lahan
demikian, estimasi pendugaan jumlah Pertanian, 2008. Laporan Tahunan
air di ekosistem lahan gambut dengan 2008, Konsorsium Penelitian dan
data satelit hanya dapat dilakukan di Pengembangan Perubahan Iklim pada
atas permukaan. Sektor Pertanian. Balai Pesar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
UCAPAN TERIMAKASIH Pertanian. Bogor.
Penulis sampaikan ucapan Bourgault, M.A., Larocque, M., and Garneau,
terimakasih kepada manajemen dan M., 2017. Quantification of Peatland
karyawan PT BSS dan PT Aksenta yang Water Storage Capacity Using the Water
telah menyediakan lokasi untuk penelitian Table Fluctuation Method. Hydrological
lapangan dan aktif membantu selama Process. Vol. 31, Issue 5 1184–1195.
penelitian, kepada Tim Redaksi Jurnal Bullock A., and Acreman M., 2003. The Role of
Penginderaan Jauh, dan kepada seluruh Wetlands in the Hydrological Cycles.
pihak yang turut membantu penulis Hydrology and Earth System Sciences,
selama penelitian yang tidak mungkin 7, (3), 358.
disebutkan satu persatu. Campbell D.I., Laybourne C.E., Ian J.B., 2002.
Measuring Peat Moisture Content Using
DAFTAR RUJUKAN the Dual-Probe Heat Pulse Technique. Soil
Allen R.G, Morse A., Tasumi M., Bastiaansen Research 40, 177-190. https://doi.org/
W., Kramber W., and Anderson H., 10.1071/SR00108.
2001. Evapotranspiration from LANDSAT Castelli, F., Entekhabi, D., and Caporali, E.,
(SEBAL) for Water Right Management 1999. Estimation of Surface Heat Flux
and Compliance with Multi-State water and an Index of Soil Moisture Using

20
Valuasi Jumlah Air di Ekosistem ......... (Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid)

Adjoint-state Surface Energy Balance. Technische Zusammenarbeit (GTZ)


Water Resources Research, Vol. 35, No. GmbH.
10, 3115-3125. Entin, J., A., Robock, K. Y., Vinnikov, S. E.,
Chambers, F.M., Beilman, D.W., and Yu, Z., Hollinger, S., Liu, and A., Namkai,
2010. Methods for Determining Peat 2000. Temporal and Spatial Scales of
Humification and for Quantifying Peat Observed Soil Moisture Variations in the
Bulk Density, Organic Matter and Extratropics. J. Geophys. Res., 105,
Carbon Content for Palaeostudies of 11,865 – 11,877.
Climate and Peatland Carbon Dynamics. Fakhrul M., dan Risdiyanto I., 2015. Analisis
Mires and Peat, Volume 7 (2010/11), Spektral Citra Satelit LANDSAT 8 untuk
Article 07, 1–10, http://www.mires- Menduga Simpanan Karbon Biomassa
and-peat.net/. di Hutan Dataran Rendah. [skripsi].
Chan, S., Bindlish, R., Hunt, R., Jackson, T., Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
and Kimball, J., 2013. Vegetation Water Gentine, P., Enkhabi, D., and Heusinkveld, B.,
Content-Ancillary Data Report-Preliminary 2012. Systematic Errors in Ground Heat
v.1 SMAP Science Document no. 047. Flux Estimation and their Correction.
JPL D-53061. California Institute of Water Resources Research, Vol. 48,
Technology. W09541, doi:10.1029/2010wr010203,
da Rocha Campos, J.R., Silva, A.C., Fernandes, 2012.
J.S.C., Ferreira, M.M., and Silva, D.V., Grand-Clement, E., et al., 2015. New Approaches
2011. Water Retention in a Peatland to the Restoration of Shallow Marginal
With Organic Matter In Different Peatlands. Journal of Environmental
Decomposition Stages. R. Bras. Ci. Solo, Management. xxx (2015) 1-14. http://
35:1217-1227. dx.doi.org/10.1016/j.jenvman.2015.06.
Dharmawan, I.W.S., 2014. Persamaan Alometrik 023.
dan Cadangan Karbon Vegetasi pada Hairiah K., and Rahayu S., 2007. Pengukuran
Hutan Gambut Primer dan Bekas ‘Karbon Tersimpan’ di Berbagai Macam
Terbakar (Allometric Equation and Penggunaan Lahan. Bogor. World
Vegetation Carbon Stock at Primary and Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional
Burnt Peat Forest). Jurnal penelitian Office, University of Brawijaya, Unibraw,
hutan dan konservasi alam. Vol. 10 No. Indonesia. 77.
2: 175-191. Hashimoto, T., Tange, T., Masumori, M., Yagi,
DOI: 10.1002/hyp.11116. H., Sasaki, S., and Kojima, K., 2004.
doi:10.1029/2000JD900051. Allometric Equations for Pioneer Tree
Doi:10.1029/2005gl023971. Species and Estimation of Aboveground
doi:10.1029/2008JD009807. Biomass af a Tropical Secondary Forest
doi:10.1088/1755-1315/33/1/012040. in East Kalimantan. Tropics 14(1): 123-
doi:10.1111/j.1365-2389.1992.tb00115.x. 130.
doi:10.4172/2169-0049.1000120. Hero, B., Ayu, N., Manuri, S., dan Istomo, 2010.
Duffkova, R., 2006. Difference in Canopy and Pendugaan Biomassa dan Potensi
Air Temperature as an Indicator of Karbon Terikat di Atas Permukaan
Grassland Water Stress. Soil & Water Tanah pada Hutan Rawa Gambut
Res., 1, 2006 (4): 127–138. Bekas Terbakar di Sumatera Selatan.
Emrich A., Pokorny B., Sepp C., 2000. The Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. ISSN.
Significance of Secondary Forest 15(1):41-49.
Management for Development Policy.
Eschborn. Deutsche Gesellschaft für

21
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 11-24

Hillel, G., 1998. Remote Sensing of Vegetation: Backscatter Measurements from an


Principle, techniques, and Apliccation. Alaskan Wetland Complex. Remote
Oxvord university press. Sensing of Environment. 113 (2009):
Hirschi M., Mueller B., Dorigo W., Seneviratne, 1868-1873.doi:10.1016/j.rse.2009.04.
S.I., 2014. Using Remotely Sensed Soil 006.
Moisture for Land–Atmosphere Coupling Kettridge, N., Turetsky, M.R., Sherwood, J.H.,
Diagnostics: the Role of Surface Vs. Thompson, D.K., Miller, C.A.,
Root-Zone Soil Moisture Variability. Benscoter, B.W., Flannigan, M.D.,
Remote Sensing of Environment 154, Wotton, B.M., Waddington, J.M., 2015.
246–252. Moderate Drop in Water Table Increases
Honkavaara, E., Eskelinen, M.A., Pölönen, I., Peatland Vulnerability to Post-Fire
Saari, H., Ojanen, H., Mannila, R., Regime Shift. Scientific Reports. http://
Holmlund, C., Hakala, T., Litkey, P., dx.doi.org/10.1038/srep08063.
Rosnell, T., Viljanen, N., and Pulkkanen, Khomarudin, M.R., Bey, A., dan Risdiyanto, I.,
M., 2016. Remote Sensing of 3-D 2005. Identifikasi Neraca Energi di
Geometry and Surface Moisture of a Beberapa Penggunaan Lahan untuk
Peat Production Area Using Deteksi Daerah Potensi Kekeringan di
Hyperspectral Frame Cameras in Visible Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.
to Short-Wave Infrared Spectral Ranges Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV.
Onboard a Small Unmanned Airborne Surabaya.
Vehicle (UAV). IEEE Transactions on Kramarenko, V.V., Nikitenkov, A.N., Molokov,
Geoscience and Remote Sensing, vol. V.Y., Shramok, A.V., and Pozdeeva,
54, No. 9 (5440-5454). G.P., 2015). Application of Microwave
Iriana, W., Tonokura, K., Kawasaki, M., Inoue, Method for Moisture Determination of
G., Kusin, K., and Limin, S.H., 2016. Organic and Organic-Mineral Soils. IOP
Measurement of Carbon Dioxide Flux Conf. Series: Earth and Environmental
from Tropical Peatland in Indonesia Science 33 (2016) 012040.
Using the Nocturnal Temperature- Krankina, O.N., Pflugmacher, D., Friedl, M.,
Inversion Trap Method. Environ. Res. Cohen, W.B., Nelson, P., and Baccini,
Lett. 11, doi:10.1088/1748-9326/11/ A., 2008. Meeting the Challenge of
9/095011. Mapping Peatlands with Remotely Sensed
Jin, X., Ma J., Wen, Z., and Song, K., 2015. Data. Biogeosciences, 5, 1809–1820,
Estimation of Maize Residue Cover 2008.
Using LANDSAT-8 OLI Image Spectral Krisnawati, H., W.C. Adinugroho dan R.,
Information and Textural Features. Imanuddin, 2012. Monograph: Allometric
Remote Sens. 2015, 7, 14559-14575; Models for Estimating Tree Biomass at
doi:10.3390/rs71114559. Various Forest Ecosystem Types in
Joosten H., Clarke D., 2002. Wise use of Mires Indonesia. Research and Development
and Peatlands: Background and Center for Concervation and
Principles Including a Framework for Rehabilitations, Forest Research and
Decision-Making. International Mire Development Agency, Bogor, Indonesia.
Conservation Group and International Lefsky, MA., Harding DJ., Keller, M., Cohen,
Peat Society. Saarijärvi, Finland. 304. WB., Carabajal, CC., Espirito-Santo,
Kasischke, E.S, Bourgeau-Chavez, L.L, Rober, FB., Hunter, MO., and Oliveira Jr, R.,
A.R, Wyatt, K.H., Waddington, J.M., 2005. Estimates of Forest Canopy
Turetsky, M.R., 2009. Effects of Soil Height and Aboveground Biomass Using
Moisture and Water Depth on ERSSAR

22
Valuasi Jumlah Air di Ekosistem ......... (Idung Risdiyanto dan Allan Nur Wahid)

ICESat. Geophysical Research Letters, Noborio, K., 2001. Measurement of Soil Water
Vol. 32, L22s02. Content and Electrical Conductivity by
Liu, W., Hong, Y., Khan, SI., Huang, M., Vieux, Time Domain Reflectometry: a Review.
B., Caliskan, S., and Grout, T., 2010. Computers and Electronics in Agriculture,
Actual Evapotranspiration Estimation for Vol.1, Issue 3, pp 213-237, ISSN 0168-
Different Land use and Land Cover in 1699, http://dx.doi.org/10.1016/S0
Urban Regions Using LANDSAT 5 Data. 168-1699(00)00184-8.
Journal of Applied Remote Sensing, Oke TR., 1978. Boundary Layer Climates.
Vol. 4, 041873. DOI: 10.1117/1.3525 London: Methuen & Co Ltd.
566. Omar T., and Farouki, 1981. Thermal Properties
Malingreau, Jean-Paul, 1981. A Land Cover of Soils. United States Army Corps Of
Classification for Indonesia. The Engineers Cold Regions Research And
Indonesian Journal of Geography. Engineering Laboratory. Hanover, New
Faculty of Geograpy. Gadjah Mada Hampshire, U.S.A.
University. 11 (41):13-50. Petropoulos G.P, Griffiths H.M, Dorigo W, Xaver
McCabe, M.F. and Wood, E.F., 2006. Scale A., and Gruber A., 2014. Surface Soil
Influences on the Remote Estimation of Moisture Estimation: Significance, Controls,
Evapotranspiration Using Multiple and Conventional Measurement
Satellite Sensors. Remote Sensing Of Techniques. Remote Sensing of Energy
Environment 105 (2006) 271–285. doi: Fluxes and Soil Moisture Content.
10.1016/j.rse.2006.07.006. Book Chapter 2: 29-47.
Meingast, K.M., Falkowski, M.J., Kane, E.S., Querner, E.P., Mioduszewski, W., Povilaitis, A.,
Potvin, L.R., Benscoter, B.W., Smith, Ślesicka, A., 2010. Modelling Peatland
A.M.S., Bourgeau-Chavez, L.L., Miller, Hydrology: Three Cases from Northern
M.E., 2014. Spectral Detection of Near- Europe. Polish J. of Environ. Stud, Vol.
Surface Moisture Content and Water- 19, No.1, 149-159.
Table Position in Northern Peatland Roth, C.H., Malicki, M.A., Plagge, R., 1992.
Ecosystems. Remote Sensing Of Empirical Evaluation of the Relationship
Environment 152 (2014) 536–546. Between Soil Dielectric Constant and
http://dx.doi.org/10.1016/j.rse.2014.0 Volumetric Water Content as the Basis
7.014 0034-4257. for Calibrating Soil Moisture
Middleton, M., Närhi, P., Arkimaa, H., Hyvönen, Measurements by TDR. Journal of Soil
E., Kuosmanen, V., Treitz, P., and Science, 43: 1–13.
Sutinen, R., 2012. Ordination and Saleh S.A.H., & Hasan, G., 2014. Estimation of
Hyperspectral Remote Sensing Approach PM10 Concentration Using Ground
to Classify Peatland Biotopes Along Soil Measurements and LANDSAT 8 OLI
Moisture and Fertility Gradients. Remote Satellite Image. J Geophys Remote Sens
Sensing of Environment, Vol.124, 596- 3:120.
609, ISSN 0034-4257, http://dx.doi. Sauer, T.J and Horton, R., 2005. Soil Heat
org/10.1016/j.rse.2012.06.010. Flux. Publications from USDA-ARS/
Mutalib AA, Lim JS, Wong MH dan Koonvai L., UNL Faculty. 1402. http://
1991. Characterization, Distribution and digitalcommons.\unl.edu/usdaarsfacp
Utilization of Peat in Malaysia. Proc. ub/1402.
International Symposium on tropical Schlotzhauer, S.M., and Price, J.S., 1999. Soil
peatland. 6-10 May 1991, Kuching, Water Flow Dynamics in a Managed
Serawak, Malaysia. Cutover Peat Field, Quebec: Field and
Laboratory Investigations. Water

23
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 11-24

Resources Research, vol. 35, no. 12, Evapotranspiration of Different Land


3675–3683. Cover Types in the Loess Plateau,
Shien, P.T., Seneviratne, H.N. and Ismail, China. Hydrol. Earth Syst. Sci., 16,
A.D.S., 2011. A Study on Factors 2883–2892.doi:10.5194/hess-16-2883-
Influencing the Determination of Moisture 2012.
Content of Fibrous Peat. UNIMAS E- Wu, W., & Dickinson, R.E., 2004,). Time Scales
Journal of Civil Engineering, Vol. 2 (2), of Layered Soil Moisture Memory in the
39-47. Context of Land-Atmosphere Interaction.
Stull RB., 1995. Meteorology Today for J. Clim., 17, 2752 – 2764, doi:10.1175/
Scientictic and Engeineers, a Technical 1520-0442(2004)0172.0.
Compinion Book. USA: West Publishing Zhang, J., W.-C. Wang, and J., Wei, 2008.
Company. Assessing Land-Atmosphere Coupling
U.S. Geological Survey, 2016. LANDSAT 8 (L8) Using Soil Moisture from the Global
Data Users Handbook. LSDS-1574 Land Data Assimilation System and
Version 2.0. Observational Precipitation. J. Geophys.
Wang, S., Fu, B.J., Gao, G.Y., Yao, X.L. and Res., 113, D17119,
Zhou, J., 2012. Soil Moisture and

24
Estimasi Produktivitas Primer Perairan ......... (Mulkan Nuzapril et al)

ESTIMASI PRODUKTIVITAS PRIMER PERAIRAN BERDASARKAN


KONSENTRASI KLOROFIL-A YANG DIEKSTRAK DARI CITRA
SATELIT LANDSAT-8 DI PERAIRAN KEPULAUAN KARIMUN JAWA
(ESTIMATION OF SEA PRIMARY PRODUCTIVITY BASED ON
CHLOROPHYLL-A CONCENTRATION DERIVED FROM SATELLITE
LANDSAT-8 IMAGERY IN KARIMUN JAWA ISLAND)

Mulkan Nuzapril1**), Setyo Budi Susilo**), James P. Panjaitan**),


*) Program Studi Teknologi Kelautan, FPIK, IPB, Bogor

**) Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK IPB , Bogor

Jl. Lingkar Akedemik, Kampus IPB Dermaga, Bogor Indonesia


1email: mnuzapril@gmail.com

Diterima 6 Februari 2017; Direvisi 18 Agustus 2017; Disetujui 28 Agustus 2017

ABSTRACT

Sea primary productivity is an important factor in monitoring the quality of sea waters due to
his role in the carbon cycle and the food chain for heterotrophic organisms. Estimation of sea primary
productivity may be suspected through the values of chlorophyll-a concentration, but surface
chlorophyll-a concentration was only able to explain 30% of the primary productivity of the sea. This
research aims to build primary productivity estimation model based on chlorophyll-a concentration
value of a surface layer of depth until depth compensation. Primary productivity model of relationships
with chlorophyll concentration were extracted from Landsat-8 imagery then it could be used to
calculated of sea primary productivity. The determination of the depth classification were done by
measuring the attenuation coefficient values using the luxmeter underwater datalogger
2000 and secchi disk. The attenuation coefficient values by the luxmeter underwater, ranges between
of 0.13-0.21 m-1 and secchi disk ranged, of 0.12 – 0.21 m-1. The penetration of light that through into
the water column where primary productivity is still in progress or where the depth of compensation
ranged from 28.75 – 30.67 m. The simple linier regression model between average value of chlorophyll-
concentration in all euphotic zone with sea primary productivity has high correlation, it greater than of
surface chlorophyll-a concentration (R2 = 0.65). Model validation of sea primary productivity has high
accuracy with the RMSD value of 0.09 and satellite-derived sea primary productivity were not
significantly different. The satellite derived of chlorophyll-a could be calculated into sea primary
productivity.

Keywords: attenuation coefficient, chlorophyll-a concentration, sea primary productivity

25
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 25-36

ABSTRAK

Produktivitas primer perairan merupakan faktor penting dalam pemantauan kualitas perairan
laut karena berperan dalam siklus karbon dan rantai makanan bagi organisme heterotrof. Estimasi
produktivitas primer perairan dapat diduga melalui nilai konsentrasi klorofil-a, namun konsentrasi
klorofil-a permukaan laut hanya mampu menjelaskan 30% produktivitas primer laut. Penelitian ini
bertujuan untuk membangun model estimasi produktivitas primer berdasarkan nilai konsentrasi
klorofil-a dari lapisan kedalaman permukaan sampai kedalaman kompensasi. Model hubungan
produktivitas primer dengan konsentrasi klorofil-a yang diekstrak dari citra satelit Landsat-8
kemudian dapat digunakan untuk mengestimasi produktivitas primer satelit. Penentuan klasifikasi
kedalaman dilakukan dengan mengukur nilai koefisien atenuasi menggunakan luxmeter underwater
datalogger 2000 dan secchi disk. Nilai koefisien atenuasi dengan menggunakan luxmeter underwater
berkisar antara 0,13 -0,21m-1 dan secchi disk berkisar antara 0,12 – 0,21 m-1. Penetrasi cahaya yang
masuk ke kolom perairan dimana produksi primer masih berlangsung atau kedalaman kompensasi
berkisar antara 28,75 – 30,67 m. Model regresi linier sederhana antara konsentrasi klorofil-a rata-rata
seluruh zona eufotik dengan produktivitas primer perairan memiliki korelasi yang lebih tinggi
dibandingkan konsentrasi klorofil-a permukaan dengan R2= 0,65. Validasi model produktivitas primer
memiliki keakuratan yang tinggi dengan RMSD sebesar 0,09 dan produktivitas primer satelit secara
signifikan tidak berbeda nyata dengan produktivitas primer data insitu. Sehingga nilai konsentrasi
klorofil-a satelit dapat ditransformasi menjadi produktivitas primer satelit.

Kata kunci: koefisien atenuasi, konsentrasi klorofil-a, produktivitas primer perairan

1 PENDAHULUAN jauh dapat digunakan untuk mendeteksi


Produktivitas primer adalah biomassa pigmen, (Vernet and Smith,
kecepatan terjadinya proses fotosintesis 2007), namun tidak dapat mendeteksi
atau pengikatan karbon dan produksi produktivitas primer (Susilo, 1999).
karbohidrat (zat organik) dalam satuan Sehingga produksi oleh fitoplankton
waktu dan volume tertentu (Kirk, 2011; dihitung menggunakan model bio-optik
Lee et al., 2014). Produktivitas primer melalui perekaman data oleh sensor
perairan merupakan salah satu faktor satelit (Vernet and Smith, 2007). Prosedur
penting dalam ekosistem perairan laut, untuk mengestimasi produktivitas
karena berperan dalam siklus karbon primer dari data satelit dapat dihitung
dan rantai makanan untuk organisme menggunakan algoritma model
heterotrof (Ma et al., 2014; Lee et al., produktivitas primer (Behrenfeld et al.,
2014). Pada ekosistem akuatik sebagian 2002).
besar produktivitas primer perairan Model estimasi produktivitas primer
dilakukan olah fitoplankton dan kurang perairan menggunakan penginderaan
lebih produksi primer di laut berasal jauh satelit telah banyak dikembangkan
dari fitoplankton (Parson et al., 1984). yaitu oleh Behrenfald and Falkowski,
Konsentrasi klorofil-a sering (1997); Behrenfald et al. (2005); Hirawake
digunakan untuk mengestimasi biomassa et al. (2012). Namun, penerapan model
fitoplankton dan produktivitas perairan ini membutuhkan masukan data yang
yang dapat digunakan dalam pengelolaan banyak. Selain itu, kendala dari model
sumberdaya laut dan pemantaun kualitas hubungan antara konsentrasi klorofil-a
perairan (Zhang and Han, 2015). dan produktivitas primer perairan yaitu
Pemanfaatan teknologi penginderaan salah satunya karena sensor satelit
26
Estimasi Produktivitas Primer Perairan ......... (Mulkan Nuzapril et al)

hanya mampu mendeteksi pada zona eufotik, karena konsentrasi klorofil-a


kedalaman permukaan laut atau merupakan indikator utama untuk
kedalaman satu atenuasi cahaya mengestimasi produktivitas primer dan
(Kuring et al., 1990). Menurut (Campbell merupakan variabel penting dalam
et al., 2002) konsentrasi klorofil-a proses fotosintesis (Ma et al., 2014; Lee
permukaan hanya mampu menjelaskan et al., 2014). Berdasarkan asumsi tersebut
kurang lebih 30 % produktivitas primer sehingga penelitian ini bertujuan untuk
laut sedangkan produktivitas primer membangun model estimasi produktivitas
berlangsung sampai 4,6x kedalaman primer perairan berdasarkan nilai
atenuasi cahaya atau kedalaman konsentrasi klorofil-a yang diekstrak
kompensasi (Kuring et al., 1990; Balch dari citra satelit Landsat-8.
et al., 1992). Kedalaman kompensasi
sendiri merupakan kedalaman dimana 2 METODOLOGI
intensitas cahaya tinggal 1% dari 2.1 Lokasi dan Data
intensitas cahaya di permukaan dimana Penelitian dilakukan di perairan
proses fotosintesis dan respirasi seimbang pulau Karimunjawa dan Kemujan pada
(Kirk, 2011; Parson et al., 1984). 20 stasiun pengamatan (Gambar 2-1).
Penelitian mengenai hubungan Karakatersitik perairan Karimun Jawa
antara konsentrasi klorofil-a dan yang terdiri dari ekosistem karang,
produktivitas primer menggunakan mangrove dan lamun membuat
aplikasi teknologi penginderaan jauh produktivitas primer dipengaruhi banyak
telah dilakukan oleh Eppley et al., faktor. Sehingga stasiun pengamatan
(1985); Hill and Zimmerman, (2010); Hill berada sedikit ke arah laut lepas agar
et al. (2013). Di Indonesia pengembangan produktivitas primer dominan dipengaruhi
model empiris untuk estimasi konsentrasi klorofil-a.
produktivitas perairan dari konsentrasi Penentuan stasiun pengamatan
klorofil-a yang diturunkan dari citra tersebut diharapkan dapat mengestimasi
satelit ini masih jarang dilakukan. produktivitas primer perairan tidak
Penelitian yang pernah dilakukan yaitu hanya di sekitar pulau Karimun Jawa
oleh Susilo et al., (1995) di perairan dan Kemujan saja tetapi dapat digunakan
Subang dan Susilo (1999) di perairan untuk seluruh perairan kepulauan
selatan Jawa Barat. Namun, penelitian Karimun Jawa dengan asumsi nilai
tersebut belum dapat menggambarkan konsentrasi klorofil-a konstan. Penelitian
produktivitas primer di seluruh zona dilakukan pada 15-18 Mei 2016 dan
eufotik karena pengukuran dilakukan berada pada koordinat 5⁰ 46’ 00” – 5⁰
pada kedalaman 10 m. Oleh sebab itu 54’ 00” LS dan 110⁰ 22’ 30” – 110⁰33’30”
pada penelitian ini diharapkan dapat BT. Data citra satelit yang digunakan
mengestimasi rata-rata produktivitas adalah citra Landsat-8 OLI pada path/
primer di seluruh kolom air zona eufotik row 120/64 dengan tanggal perekaman
menggunakan pendekatan model satelit 15 Mei 2016.
empiris data insitu konsentrasi klorofil-a
yang kemudian diterapkan untuk 2.2 Pengambilan Data Insitu
analisis citra satelit. Prosedur pengambilan data
Model statistik sederhana untuk dilakukan dengan mengambil contoh
mengestimasi rata-rata produktivitas sampel air menggunakan van dorn bottle
primer menggunakan informasi sampler pada tiap stasiun pengamatan
konsentrasi klorofil-a laut di seluruh dan tiga titik kedalaman pada zona

27
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 25-36

eufotik. Kedalaman tersebut ditentukan Persamaan empiris lain untuk


dengan mencari terlebih dahulu nilai menghitung koefisien atenuasi dari
koefisien atenuasi. Hal tersebut karena pembacaan kedalaman keping secchi
koefisien atenuasi merupakan besarnya disk dengan menggunakan hubungan
nilai hambatan intensitas cahaya yang persamaan empiris dari Tilmann et al.
menembus kolom air (Kirk, 2011). (2000), sebagai berikut:
Perhitungan koefisien atenuasi
1 242
dihitung menggunakan hukum Beer k = 0.191 + (2-2)
d
Lambert (Parson et al., 1984). Pengukuran
intensitas cahaya menggunakan luxmeter dimana:
underwater datalogger 2000, sehingga k = koefisien atenuasi (m-1),
perhitungan koefisien atenuasi adalah: Zsd = kedalaman secchi disk (m).

Sampel air yang diambil yaitu


Ln
k= (2-1) pada kedalaman permukaan atau
kedalaman satu atenuasi cahaya (k-1),
dimana: kedalaman tengah zona eufotik dan
Iz = Intensitas cahaya pada kedalaman z kedalaman kompensasi. Kedalaman
(lux), kompensasi dihitung menggunakan
Io = Intensitas cahaya permukaan (lux), rumus (Hill et al. 2013):
K = Koefisien atenuasi (m-1),
46
z = Kedalaman (m). Kedalaman kompensasi = (2-3)

Gambar 2-1: Peta Lokasi Penelitian (Sumber Peta: Citra Landsat 8)

28
Estimasi Produktivitas Primer Perairan ......... (Mulkan Nuzapril et al)

Sampel air yang telah diambil Besaran ρλ bukan reflektansi


kemudian dianalisis di laboratorium TOA karena belum dilakukan koreksi
untuk diuji nilai konsentrasi klorofil-a. sudut elevasi matahari. Sudut elevasi
Analisis laboratorium menggunakan matahari terdapat dalam metadata.
metode spektrofotometer (APHA, 2012). Untuk menghitung ρλ sebenarnya
Pengukuran produktivitas primer digunakan persamaan:
dilakukan secara insitu dari komposit
sampel air yang telah didapat dengan ρλ= ρλ'/ in θ) (2-5)
menggunakan metode botol-terang dan
botol gelap. Pengukuran dilakukan pada dimana:
siang hari antara pukul 09.00 – 15.00
WIB dengan inkubasi selama 3 - 5 jam. ρλ = TOA reflektansi,
Oksigen terlarut yang diukur in θ) = Sudut elevasi matahari.
menggunakan metode Winkler. Nilai okigen
terlarut tersebut kemudian digunakan Koreksi atmosferik menggunakan
untuk menghitung nilai produktivitas metode Dark Object Subtraction (DOS)
primer (APHA, 2012). untuk mendapatkan nilai reflektansi
permukaan. Asumsi yang digunakan yaitu
2.3 Pengolahan Citra Satelit nilai piksel minimum harus bernilai nol
Tahap pengolahan citra satelit sehingga nilai minimum selain nol
dimulai dengan melakukan koreksi dianggap berasal dari atmosfer (Jaelani
geometrik dan radiometrik. Koreksi et al., 2015). Ekstraksi nilai konsentrasi
geometrik pada prinsipnya digunakan klorofil-a dari citra satelit Landsat-8
untuk memperbaiki kesalahan posisi dilakukan dengan menggunakan algoritma
citra satelit terhadap lokasi sebenarnya yang dikembangkan oleh Jaelani et al.
di permukaan bumi dan memiliki acuan (2015), dengan persamaan:
sistem koordinat. Citra satelit Landsat-8
OLI juga dikoreksi secara radiometrik Log (chl-a)= -0.9889* +0.3619 (2-6)
untuk mengubah nilai digital number
(DN) menjadi nilai reflektansi dengan dimana Chl-a adalah nilai
resolusi radiometrik 16-bit integer pada konsentrasi klorofil-a (mg/m3), dan λ(red)
produk level 1 dan dikonversi menjadi dan λ(NIR) adalah nilai reflektansi pada
nilai reflektansi Top of Atmosphere kanal merah dan inframerah dekat pada
(TOA). Konversi nilai untuk reflektansi Landsat-8 OLI. Nilai konsentrasi klorofil-a
TOA menggunakan persamaan dari tersebut masih nilai konsentrasi klorofil-a
USGS (2015): permukaan sehingga untuk mentrans-
formasi menjadi nilai konsentrasi klorofil-
pλ’ = Mp*Qcal + Ap (2-4) a seluruh zona eufotik menggunakan
algoritma (Nuzapril et al., 2017) dengan
dimana : persamaan:
ρλ' = reflektansi TOA (top of atmosfer),
tanpa koreksi sudut matahari, K= 0.1442 + 0.615C (2-7)
Mp = REFLECTANCEW_ MULT_
BAND_x, di mana x adalah
nomor Band, dimana K adalah konsentrasi
Ap = REFLECTANCEW_ADD_BAND_x, klorofil-a kolom air seluruh daerah eufotik
di mana x adalah nomor Band, (mg/m3) dan C adalah konsentrasi
Qcal = Nilai digital number (DN). klorofil-a permukaan (mg/m3).
29
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 25-36

2.4 Model Produktivitas Primer dimana:


Analisis model produktivitas primer Log PPi = data produktivitas primer
pada penelitian ini dilakukan untuk estimasi citra satelit (mgC/
mengestimasi produktivitas primer m3/jam),
berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-a Log PPj = data produktivitas primer insitu
yang diekstrak dari citra satelit. Model (mgC/m3/jam),
hubungan ini dirancang agar konsentrasi N = jumlah data.
klorofil-a satelit dapat ditransformasi
untuk mengestimasi produktivitas Apabila nilai RMSD <0.3
primer satelit (Hill et al., 2013), dengan mengindikasikan keakuratan pada model
persamaan sebagai berikut: terhadap nilai pengukuran insitu (Hill
and Zimmerman, 2010; Hirawake et al.,
PPsat = a + b (Chlsat) (2-8) 2012).

dimana: 3 HASIL DAN PEMBAHASAN


Ppsat = Produktvitas primer satelit 3.1 Koefieien Atenuasi Secchi Disk
(mgC/m3/jam), dan Luxmeter Underwater
Chlsat = Konsentrasi klorofil-a satelit Berdasarkan perhitungan nilai
(mg/m3), koefisien atenuasi, hasil yang diperoleh
a dan b = koefisien regresi. menggunakan hukum Beer Lambert
berkisar antara 0,13 – 0,21m-1 dengan
2.5 Validasi Model rata-rata 0,16 m-1 dan nilai koefisien
Akurasi data dari pengukuran atenuasi dengan secchi disk berkisar
dengan citra satelit, dengan membanding- antara 0,12 – 0,21 m-1 dengan rata–rata
kannya dengan data pengukuran insitu koefisien atenuasi 0,15 m-1. Pengukuran
menggunakan analisis Root Mean Square nilai koefisien atenuasi antara luxmeter
Difference (RMSD) (Hirawake et al., 2012). underwater dan secchi disk secara
Perhitungan RMSD adalah sebagai signifikan tidak berbeda nyata (p>0,05).
berikut: Berdasarkan nilai koefisien atenuasi
sehingga dapat dihitung kedalaman
RMSD = (2-9) eufotik atau kedalaman kompensasi
yaitu berkisar antara 28,75 – 30,67 m.

0,250
Koefisien Atenuasi (m-1)

0,200

0,150

0,100 luxmeter

secci disk
0,050

0,000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Stasiun
Gambar 3-1: Nilai koefisien atenuasi dari pengukuran luxmeter underwater dan sechhi disk

30
Estimasi Produktivitas Primer Perairan ......... (Mulkan Nuzapril et al)

Atenuasi cahaya yang masuk permukaan berkisar antara 0,118 –


kedalam kolom air dipengaruhi dua 0,589 mg/m3 dengan nilai rata-rata
proses yaitu absorbsi dan hamburan 0,233 mg/m3, pada lapisan kolom
(Kirk 2011). Kedalaman penetrasi perairan nilai konsentrasi klorofil lebih
cahaya berfungsi untuk mengetahui tinggi dibandingkan dengan lapisan
proses asimilasi tumbuhan terjadi permukaan dengan nilai berkisar antara
karena laju fotosintesis fitoplankton 0,202 – 0,760 mg/m3 dengan nilai rata-
merupakan fungsi linier dengan rata 0,542 mg/m3.
intensitas cahaya (Asriyana dan Yuliana, Lapisan kedalaman kompensasi
2012). merupakan nilai konsentrasi klorofil-a
terendah karena menurunnya intensitas
3.2 Distribusi Konsentrasi Klorofil-a cahaya dibandingkan lapisan permukaan
Sebaran nilai klorofil-a di semua dan lapisan kolom perairan dengan nilai
stasiun penelitian dan tiap kedalaman berkisar antara 0,024 – 0,202 mg/m3
menunjukkan bahwa nilai konsentrasi dengan nilai rata-rata 0,08 mg/m3.
klorofil-a paling tinggi berada di kolom Konsentrasi klorofil-a paling tinggi berada
perairan dan semakin rendah pada pada lapisan kedalaman tengah zona
kedalaman kompensasi (Gambar 3-2). eufotik dimana hal tersebut dikarenakan
Konsentrasi klorofil-a permukaan intensitas cahaya yang terlalu tinggi
memiliki nilai yang lebih kecil dan pada lapisan permukaan dan intensitas
terkadang sama dengan konsentrasi yang semakin menurun ketika mendekati
kedalaman di kolom perairan. Nilai lapisan kedalaman kompensasi (Asriyana
konsentrasi klorofil-a pada lapisan dan Yuliana, 2012).

1,00

0,75
Klorofil-a (mg/m3)

0,50

0,25

0,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Stasiun
permukaan Kolom kompensasi

Gambar 3-2: Nilai konsentrasi klorofil-a di setiap stasiun pengamatan

31
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 25-36

Pengetahuan distribusi vertikal sebagai salah satu prinsip untuk


konsentrasi klorofil-a seharusnya dapat menganalisis model estimasi produktivitas
digunakan untuk membuat algoritma primer dengan menggunakan
produktivitas primer perairan (Campbell penginderaan jauh satelit.
et al., 2002). Menurut Sathyendranath dan
Platt (1989), dua cara dalam memprediksi 3.3 Model Produktivtas Primer
distribusi biomassa fitoplankton Nilai produktivitas primer bersih
pertama adalah distribusi vertikal pada berdasarkan data pengukuran insitu
biomassa fitoplankton adalah seragam (Nuzapril et al., 2017) berkisar antara 37 –
dalam percampuran air yang baik pada 75 mgC/m3/jam dengan rata-rata
lapisan permukaan, oleh karena itu produktivitas primer per harinya yaitu
konsentrasi klorofil pada banyak 562 mgC/m3/hari. Model hubungan
kedalaman adalah seimbang sampai antara produktivitas primer dengan
subsurface dan masih mungkin dilakukan konsentrasi klorofil-a dengan beberapa
dengan pengukuran satelit kemudian integrasi kedalaman menunjukkan bahwa
yang kedua adalah kondisi stratifikasi nilai korelasi tertinggi produktivitas
dimana lapisan subsurface maksimum primer yaitu dengan nilai konsentrasi
biasanya terdapat pada kisaran klorofil-a kolom air seluruh zona eufotik
kedalaman dari permukaan sampai r = 0.81. Korelasi terendah hubungan
lapisan eufotik (1% atau intensitas antara konsentrasi klorofil-a dengan
cahaya tinggal 1%). Menurut Siswanto et produktivitas pimer yaitu pada lapisan
al. (2005) profil vertikal klorofil-a secara kedalaman kompensasi r = 0.24
umum tidak hanya untuk mengestimasi (Gambar 3-3).
biomassa total fitoplankton tetapi juga

Gambar 3-3: Model regresi antara produktivitas primer dengan (a) konsentrasi klorofil-a kolom air
seluruh zona eufotik (Nuzapril et al. 2017) (b) Konsentrasi klorofil-a permukaan (c)
Konsentrasi klorofil-a kompensasi (d) Konsentrasi klorofil-a tengah zona eufotik

32
Estimasi Produktivitas Primer Perairan ......... (Mulkan Nuzapril et al)

Penelitian terkait hubungan antara asumsi bahwa nilai integrasi konsentrasi


konsentrasi klorofil-a dengan produktivitas klorofil-a dari permukaan sampai
primer untuk aplikasi penginderaan kedalaman eufotik homogen sehingga
jauh yang dilakukan Susilo (1999) di konsentrasi klorofil-a citra satelit dianggap
selatan Jawa Barat menunjukkan nilai konstan diseluruh zona eufotik.
koefisien korelasi lebih rendah Distribusi produktivitas primer
dibandingkan dengan hasil yang dari analisis citra satelit menunjukkan
didapatkan dari hasil penelitian. bahwa nilai produktivitas primer lebih
Sementara itu nilai korelasi antara tinggi berada di sekitar perairan yang
konsentrasi klorofil-a dengan produktivitas dekat dengan daratan dan semakin
primer di perairan Subang (Susilo et al., rendah ke arah laut lepas (Gambar 3-4).
1995) memiliki nilai yang lebih tinggi. Hal tersebut karena pada daerah pesisir
Demikian pula model yang dikembangkan Karimun Jawa dihuni oleh ekosistem
oleh Hill et al. (2013) dan Hill and penting seperti ekosistem karang, lamun
Zimmerman (2010) korelasi antara dan mangrove yang mempunyai nutrien
konsentrasi klorofil-a dengan produktivitas tinggi. Asriyana dan Yuliana, (2012)
primer perairan sebesar 0,81 dan 0,86. menyatakan bahwa perairan laut lepas
(Tabel 3-1). Hill et al. (2013) menyatakan lebih sedikit menerima pasokan unsur
bahwa model hubungan empiris hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan
sederhana antara produktivitas primer laut untuk menghasilkan produksi
dengan konsentrasi klorofil-a ekstraksi primer.
citra satelit dapat diaplikasikan dengan

Tabel 3-1: KORELASI HUBUNGAN KONSENTRASI KLOROFIL-A DENGAN PRODUKTIVITAS PRIMER

Model regresi r r2
Hill et al. (2013) 0,81 0,66
Hill and Zimmerman (2010) 0,86 0,74
Susilo et al. (1995) 0,86 0,73
Susilo (1999) 0,67 0,45

Gambar 3-4: Peta distribusi spasial produktivitas primer citra satelit


33
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 25-36

Model estimasi citra satelit dengan (Behrenfeld dan Falkowski, 1997),


hasil ekstraksi konsentrasi klorofil-a citra sehingga penggunaan teknologi
satelit (Gambar 3-5a) menghasilkan penginderaan jauh dapat membantu
persamaan: dalam pemantauan kualitas kesuburan
perairan pada area yang luas yang tidak
PPsat = 46,376 + 33,204(Chlsat) (2-10) dapat dijangkau secara konvensional.
Pengukuran dengan sensor satelit
Korelasi antara konsentrasi merupakan salah satu cara yang mungkin
klorofil-a citra satelit dengan produktivitas dan layak untuk mengestimasi
primer yaitu sebesar (r) = 0.71 (Gambar produktivitas primer laut dan daerah
3-5a). Pengujian akurasi antara estimasi pesisir (Lee et al., 2014).
citra satelit dengan pengukuran insitu
memiliki nilai error atau RMSD sebesar 4 KESIMPULAN
0,09 dan R2= 0,54 (Gambar 3-5b) yang Penelitian ini menunjukkan
menunjukkan keakuratan antara model bahwa penetrasi cahaya yang masuk
estimasi produktivitas dengan hasil kedalam kolom perairan pada zona
pengukuran insitu. Varian data eufotik mencapai 28,75 – 30,67 m.
produktivitas primer model dengan Model estimasi produktivitas primer
produktivitas primer insitu secara berdasarkan nilai konsentrasi klorofil-a
signifikan tidak berbeda nyata (p>0,05), citra satelit Landsat-8 dapat dihitung
sehingga konsentrasi klorofil-a yang menggunakan persamaan PP= 46,376+
diekstrak dari citra satelit dapat 33,204Chlsat. Model persamaan tersebut
digunakan untuk mengestimasi dapat digunakan untuk analisis spasial
produktivitas primer perairan. citra satelit, untuk mengestimasi
Beberapa metode numerik telah produktivitas primer di suatu wilayah
dapat menggambarkan nilai estimasi menggunakan citra satelit Landsat-8.
produktivitas primer di perairan laut

100 80
90 70
R² = 0.54
PP insitu (mgC m -3 jam)

80 RMSD= 0.09
PPsat (mgC m -3 jam)

60
70
60 50
50 40
40 30
30 y = 33.204x + 46.376
20
20 r = 0.71
10 R² = 0.51 10
0 0
0,00 0,50 1,00 1,50 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00
Chlsat (mg m -3) PP Model (mgC m -3 jam-1)
Gambar 3-5: (a) Hubungan antara konsentrasi klorofil-a citra satelit dengan produktivitas primer (b)
model hubungan produktivitas primer estimasi dengan insitu.

34
Estimasi Produktivitas Primer Perairan ......... (Mulkan Nuzapril et al)

DAFTAR RUJUKAN Hill, V.J, Matrai; P.A, Olson, E. Suittles; S.,


American Public Health Association [APHA], Codispoti; L.A. Zimmerman, R.C.,
2012. Standard Methods for the 2013. Synthesis of Integrated Primary
Examination of Water and Waste Water. Production in the Artic Ocean: II. In situ
22st edition. Washington (US): APHA. and Remotely Sensed Estimates.
Asriyana dan Yuliana, 2012. Produktivitas Progress in Ocenanography 1(10): 107-
Perairan. Bumi Aksara. Jakarta. 125.
Balch, W., Evan, R. Brown, J. Feldman, G. Hirawake, T.; Shinmyo, K.; Fujiwara, A.,
McClan, C. and Esaias, W., 1992. The Saitoh; S., 2012. Satellite Remote
Remote Sensing of Ocean Primary Sensing of Primary Productivity in
Productivity: Use of a New Data Bering and Chuchi Sea using an
Compilation of Test Algoritms. Journal Absorption based Approach. Journal
of Geophysical Research. Vol 97. C2: Marine Science. 69(7): 1194-1204.
2279-2293. Jaelani MJ, Setiawan F.; Wibowo H., Apip,
Behrenfald, M.J. and Falkowski, P.G., 1997. 2015. Pemetaan Distribusi Spasial
Photosynthetic Rates Derived from Kosentrasi Llorofil-a dengan Landsat-8
Satelit_Based Chlorophyll Concentration. di danau Matano dan danau Towuti,
Limnology and Oceanoghraphy, 42: 1- Sulawesi Selatan. Prosiding pertemuan
20. tahunan masyarakat ahli penginderaan
Behrenfeld M.J, Maranon E, Siegel DA, Hooker jauh Indonesia (MAPIN) XX. 2015 Feb
SB, 2002. Photoacclimation and Nutrient- 5-6; Bogor (ID): MAPIN.
Based Model of Light-Saturated Kirk JTO, 2011. Light and Photosynthesis in
Photosynthesis for Quantifying Oceanic Aquatic Ecosystems. Third Edition. New
Primary Production. Marine Ecological York: Cambridge University Press.
Progress. 228: 103-117. Kuring N., Lewis MR, Platt T. O’reilly JE ,
Campbell J., Antonie D., Armstrong R., Arrigo 1990. Satellite Derived Estimates of
K., Balch W., Barber R., Behrenfeld M., Primary Production on the Northwest
Bidigare R., Bishop J., Carr M.E et al., Atlantic Continental Shelf. Cont Shelf
2002. Comparison of Algoritm for Res. 10(5):461 – 484.
Estimating Ocean Primary Production Lee, Z.P., Marra, J., Perry, M.J. and Kahru, M.,
from Surface Chlorophyll, Temperature 2014. Estimating Oceanic Primary
and Irradiance. Global biogeochemical Productivity from Ocean Color Remote
Cycle. 16(3): 1035. Sensing: A Strategic Assesment.
Eppley R.W, Stewart, E., Abbott M.R.. Heyman Journal of Marine Systems 149: 50-59.
U., 1985. Estimating Ocean Primary Ma S., Tao Z., Yang X., Member, IEEE, Yu Y.,
Production fro Satellite Chlorophyll. Zhou X., Ma W, Li Z.. 2014. Estimation
Introduction to regional differences and of Marine Primary Productivity from
stastistics for Southern California Sattelite-Derived Phytoplankton Absorption
Bight. Journal of Plankton Ressearch Data. IEEE J Select Topics Apl Earth
Vol 7. 1: 57 – 70. Observ Remote Sens,. 7(7): 3084-3092.
Hill, V.J, and Zimmerman, R.C., 2010. Nuzapril, M., Susilo, S.B., Panjaitan, J.P.,
Estimates of Primary Production by 2017. Hubungan antara Konsentrasi
Remote Sensing in the Arctic Ocean: Klorofil-a dengan Tingkat Produktivitas
Assessment of Accuracy with Passive Primer menggunakan Citra Satelit
and Active Sensors. Deep Sea Research Landsat-8. 8(1): 105 – 114.
I, 57: 1243–1254.

35
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 25-36

Parson, T.R., Takahashi, M., and Hargrave, B., Sebaran Horizontal Produktivitas Primer
1984. Biological Oceanographic Processes. di Perairan Kabupaten Subang, Jawa
Pergamon Press. New York. Barat. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan
Sathyendranath S., Platt T.. 1989. Computation Perikanan Indonesia, 3(1): 57 – 63.
of Aquatic Primary Production: Extended Tillman U., Hesse KJ., Colijn F., 2000.
Formalism to Include Effect of Angular Planctonic Primary Production in the
and Spectral Distribution of Light. German Wadden Sea. Journal of
Limnol Oceanogr. 34: 188-198. Plankton Research. 22(7): 1253-1276.
Siswanto, E., Ishizaka, J., and Yokouchi, K., USGS, 2015. Landsat-8 Data Users Handbook.
2005. Estimating Chlorophyll-a Vertical Department of interior. U.S. Geological
Profiles from Satellite Data and the Survey. LSDS-1574 Version 1.0.
Implication for Primary Productivity in Vernet, M., and Smith, RC., 2007. Measuring
the Kuroshio Front of the East China and Modeling Primary Production in
Sea. Journal of Oceanoghraphy. Vol Marine Pelagic Ecosystems. Oxford
61. 575-589. University Press: 161-167.
Susilo, S.B., 1999. Konsentrasi Klorofil-a Zhang, C., and Han, M., 2015. Mapping
Sebagai Penduga Produktivitas Primer Chlorophyll-a Concentration in Laizhou
Perairan. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan Bay Using Landsat-8 OLI data.
dan Perikanan Indonesia. 6(2): 73-82. Proceedings of the 36th IAHR World
Susilo, S.B., Adkha, I., dan Damar, A., 1995. Congress. Netherland.
Penggunaan Data Citra Landsat-TM
Hasil Olahan Digital untuk Pendugaan

36
Metode Dual Kanal untuk Estimasi Kedalaman ......... (Muchlisin Arief et al.)

METODE DUAL KANAL UNTUK ESTIMASI KEDALAMAN


DI PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN DATA SPOT 6
STUDI KASUS : TELUK LAMPUNG
(DUAL BAND METHOD FOR BATHYMETRY ESTIMATION
IN SHALLOW WATERS DEPTH USING SPOT 6 DATA
CASE STUDY: LAMPUNG BAY)

Muchlisin Arief1, Syifa Wismayati Adawiah, Ety Parwati, Sartono Marpaung


Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Jl. Kalisari Lapan No. 8, Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur 13710, Indonesia
1e-mail : muchlisin.arief@yahoo.com

Diterima 21 April 2017; Direvisi 18 Agustus 2017; Disetujui 28 Agustus 2017

ABSTRACT

Depth data can be used to produce seabed profile, oceanography, biology, and sea level rise.
Remote sensing technology can be used to estimate the depth of shallow marine waters characterized
by the ability of light to penetrate water bodies. One image that can estimate the depth is SPOT 6
which has three visible canals and one NIR channel with 6 meter spatial resolution. This study used
SPOT 6 image on March 22, 2015. The image was first being dark pixel atmospheric corrected by
making 30 polygons. The originality of this method was to build a correlation between the dark pixel
value of red and green channels with the depth of the field measurement results, made on June 3 to 9,
2015. The algorithm derived experimentally consisted of: thresholding which served to separate the
land by the sea and the correlation function. The correlation function was obtained: first correlating
the observation value with each band, then calculating the difference of minimum pixel darkness
value and minimum for red and green channel was 0.056 and 0.0692. The model was then
constructed by using the comparison proportions, so that the linear equations were obtained in two
channels: Z (X1, X2) = 406.26 X1 + 327.21 X2 - 28.48. Depth estimation results were for a 5-meter
scale, the most efficient estimation with the smallest error relative mean occured in shallow water
depth from 20 to 25 meters, while the result of 10 meters scale from 20 to 30 meters and the
estimated depth hadsimilar patterns or could be said close to reality. This method was able to detect
sea depths up to 25 meters and had a small RMS error of 0.653246 meters. Thus the two-channel
method coukd offer a fast, flexible, efficient, and economical solution to map topography of the ocean
floor.
Keywords: two channels, depth, SPOT 6, Lampung Bay, correlation, shallow waters depth, thresholding

37
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 37-50

ABSTRAK

Data kedalaman dapat digunakan untuk menghasilkan profil dasar laut, oseanografi, biologi,
dan kenaikan muka air laut. Teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk mengestimasi
kedalaman perairan laut dangkal yang ditandai dengan kemampuan cahaya untuk menembus badan
air. Salah satu citra yang mampu mengestimasi kedalaman tersebut adalah SPOT 6 yang memiliki
tiga kanal visible dan satu kanal NIR dengan resolusi spasial 6 meter. Pada penelitian ini, Citra SPOT-
6 yang digunakan adalah 22 Maret 2015. Citra terlebih dahulu dilakukan koreksi atmosferik dark
pixel dengan membuat 30 poligon. Originalitas dari metode ini adalah membangun suatu korelasi
antara nilai dark pixel kanal merah dan hijau dengan nilai kedalaman hasil pengukuran lapangan
yang dilakukan pada 3 sampai dengan 9 Juni 2015. Algoritma diturunkan secara eksperimen yang
terdiri dari thresholding yang berfungsi untuk memisahkan daratan dengan lautan dan fungsi
korelasi. Fungsi korelasi diperoleh pertama-tama mengkorelasikan nilai pengamatan dengan masing-
masing band, kemudian menghitung selisih nilai dark pixel maksimum dan minimum untuk kanal
merah dan hijau yaitu 0,056 dan 0,0692. Selanjutnya, dibangun model dengan menggunakan dalil
perbandingan sehingga diperoleh persamaan linier dalam dua kanal yaitu: Z(X1,X2) = 406,26 X1 +
327,21 X2 – 28,48. Hasil estimasi kedalaman, untuk skala 5 meter, estimasi yang paling efisien
dengan Mean relatif error terkecil terjadi pada kedalaman perairan dangkal dari 20 sampai dengan 25
meter, sedangkan untuk skala 10 meter dari 20 sampai dengan 30 meter dan juga hasil estimasi
kedalaman yang diperoleh mempunyai pola kemiripan atau dapat dikatakan mendekati kenyataan.
Metode ini mampu mendeteksi kedalaman laut hingga 25 meter dan mempunyai RMS error yang kecil
yaitu 0,653246 meter. Dengan demikian, metode dua kanal ini dapat menawarkan solusi cepat,
fleksibel, efisien, dan ekonomis untuk memetakan topografi dasar laut.
Kata kunci: dua kanal, kedalaman, SPOT 6, teluk lampung, korelasi, perairan dangkal, thresholding

1 PENDAHULUAN Perairan laut dangkal merupakan


Batimetri adalah ilmu yang salah satu wilayah yang mempunyai
mempelajari tentang kedalaman topografi dinamika tinggi dan peranan penting
dasar laut. Data kedalaman dapat baik secara ekonomi maupun ekologi.
digunakan untuk menghasilkan grafik Terumbu karang dan lamun sebagai
navigasi, profil dasar laut, oseanografi komponen utama penyusun ekosistem
biologi, erosi pantai, dan kenaikan tersebut berfungsi sebagai habitat ikan,
permukaan laut. Secara tradisional tempat pariwisata, pelindung pantai dari
kedalaman dapat dipetakan menggunakan hantaman gelombang, dan pengadukan
echo sounders tetapi metode ini tidak material tersuspensi. Dinamika yang tinggi
efisien untuk perairan laut dangkal. idealnya selalu diikuti dengan
Teknologi penginderaan jauh menyajikan pembaharuan informasi sehingga
cara yang efisien dan hemat biaya diperoleh gambaran wilayah yang sesuai
terutama untuk daerah terpencil dan dengan kenyataan. Perairan laut dangkal
cakupan yang luas. Sejak abad ke-20, dalam istilah oseanografi didefinisikan
teknik penginderaan jauh berkembang sebagai wilayah laut yang terbentang
pesat, yang memberikan pemikiran baru dari batas pantai sampai dengan
tentang kedalaman. Dibandingkan dengan kedalaman 200 meter. Namun dalam
metode tradisional, kedalaman dengan lingkup penginderaan jauh, perairan
teknik penginderaan jauh memiliki laut dangkal yang dimaksud merujuk
presisi lebih rendah tetapi lebih murah pada kemampuan citra satelit dalam
dan periode pendek. menembus kolom perairan. Khusus untuk

38
Metode Dual Kanal untuk Estimasi Kedalaman ......... (Muchlisin Arief et al.)

perairan dangkal yang relatif jernih, dengan menggunakan fungsi empiris yang
metode penginderaan jauh optik mampu diperoleh dengan cara mengkorelasikan
menembus kedalaman perairan maksimal titik-titik kedalaman dari peta DIHIDROS
25 sampai 30 meter dan akan berkurang dengan nilai reflektansi dari kanal 1
seiring semakin keruhnya perairan SPOT-4 (Arief, 2012b). Sementara itu
(Green et al., 2000; Collet et al., 2000). kegiatan penelitian terkait batimetri
Informasi kedalaman yang akurat dengan menggabungkan data kedalaman
sangat signifikan untuk navigasi, studi yang diukur secara langsung dengan
lingkungan dari wilayah laut dan elemen resultante reflektan (kanal 1 dan kanal
kunci dari modeling hidrologi, estimasi 3) dari data SPOT-4 telah dilakukan
banjir, dan degradasi sedimen (Finkl et (Arief et al., 2013). Penelitian tentang
al., 2005). Pemetaan fitur bawah laut kedalaman menggunakan kanal rasio
seperti batu, daerah berpasir, sedimen reflektan dari citra IKONOS untuk
akumulasi dan terumbu karang menurunkan kedalaman, berkebalikan
membutuhkan kedalaman air laut (Su et dengan algoritma transformasi linier
al., 2008). Pemodelan kedalaman dengan standard (Su, et al., 2008). Penelitian
skala spasial yang tidak mungkin dicapai dengan melakukan analisis rasio kanal
dengan metode tradisional, dapat n optimal (obra) bidang spektrum kontinyu
menggunakan penginderaan jauh dengan dan spektrum convolved dengan kanal-
menggunakan beberapa teknik, masing- kanal dari WorldView-2 dan LANDSAT 7
masing memiliki kemampuan (Legleiter et al., 2014). Sementara itu,
pendeteksian kedalaman sendiri, akurasi/ penelitian lain dengan mengintegrasikan
kesalahan/ presisi, kelebihan, resolusi tinggi citra WorldView-2 dengan
kekurangan, dan lingkungan aplikasi kedalaman yang didasarkan pada
terbaik (Gao, 2009). Informasi kedalaman algoritma multi channel baru telah
di pesisir Malang dengan menggabungkan dikembangkan (Eugenio et al., 2015).
informasi dari DIHIDROS dengan data Penelitian dengan menerapkan rasio kanal
satelit LANDSAT (Arief, 2012a). biru/hijau dan model statistik ground
Dalam dekade terakhir berbagai calibration points dengan menggunakan
metode estimasi telah dibuat berdasarkan citra satelit RapidEye (Monteys et al.,
hubungan antara nilai pixel image dan 2015). Penelitian kedalaman
air. Disebut nilai kedalaman antara lain: menggunakan linear radiative transfer
algoritma penyederhanaan persamaan Bathymetry models atau model
irradiation dengan mengabaikan efek perpindahan radiasi kedalaman linear
pelemahan (attenuation effect) dari badan menggunakan citra IRS-1C, yang hasil
air dan diperoleh hubungan antara energi informasinya dapat diintegrasi echo
radian dengan kedalaman air sounding dan Data GPS (Pattanaik et al.,
(Lyzenga,1978; Lyzenga,1979; Philpot 2015), menghitung kedalaman dengan
1989; Jupp, 1989; Maritorena et al., menggunakan Ensemble Learning (EL)
1994). Teorinya didasarkan pada koreksi dari algoritma Least Squares Boosting
efek sun glint menggunakan band near (LSB) dengan menggunakan citra SPOT-
infra red dan penghapusan kolom air. 4 (Mohamed et al., 2016). Penelitian
Algoritma baru berdasarkan rasio kanal penentuan kedalaman telah dilakukan
reflektansi diusulkan oleh (Stumpf et al., berdasarkan algoritma rasio kanal biru/
2003). Penelitian lain dalam hal hijau di Sungai Gangga di Bangladesh
menentukan kedalaman perairan laut (Khondoker dan Siddiquee, 2016).
dangkal telah dilakukan di Teluk Popoh Terkait perbaikan resolusi spasial telah

39
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 37-50

dilakukan pengembangan ekstraksi data cepat, fleksibel, efisien, dan ekonomis


kedalaman menggunakan data SPOT 5 untuk memetakan topografi dasar laut.
yang mencoba membandingkan Tujuan dari penelitian ini adalah:
penggunaan data dari kanal merah dan 1. mengembangkan model ekstraksi
hijau serta dual kanal dari merah dan informasi kedalaman menggunakan dua
hijau (Liu et al.,2010). kanal data SPOT 6 tervalidasi dengan
Teluk Lampung adalah salah data lapang dan 2. mendapatkan
satu contoh bentuk teluk yang ada di informasi kedalaman perairan dangkal
perairan Indonesia, dimana banyak dari citra SPOT-6 di Teluk Lampung.
aktivitas yang membutuhkan informasi
kedalaman perairan terkait dengan 2 METODOLOGI
berbagai aktivitas di sana. Pengembangan 2.1 Lokasi dan Data
model ekstraksi informasi kedalaman Teluk Lampung dipilih sebagai
menggunakan data SPOT-4 yang wilayah studi dengan luas 161,178 ha.
mempunyai resolusi spasial 20 meter Teluk ini diapit dua kabupaten yaitu
dirasa masih banyak kekurangannya Kabupaten Pesawaran di sebelah barat
(Arief, 2013). Penggunaan data SPOT-6 dan Kabupaten Lampung Selatan di
yang memiliki resolusi spasial 6 meter sebelah timur serta satu kota yaitu kota
dan memiliki kanal biru yang tidak Bandar Lampung sebelah utara,
dimiliki data SPOT 5, diharapkan mampu sebagaimana dapat dilihat pada Gambar
menjawab kebutuhan akan estimasi 2-1a. yang mana dalam setiap pengamatan
kedalaman dengan tingkat ketelitian lapangan hanya diwakili oleh satu pixel
yang lebih baik. pengamatam (Gambar 2-1b). Titik
Originalitas dari penelitian ini pengamatan kedalaman di Teluk
adalah menentukan kedalaman perairan Lampung berjumlah 60 titik, dengan
dangkal dengan menggabungkan nilai kedalaman terendah 0,6 m dan
informasi kedalaman yang diperoleh dari tertinggi 26,5 m. Distribusi data
pengamatan langsung yang dilakukan kedalaman lapangan dari 0-5 m
pada tanggal 3 Juni sampai 9 Juni 2015 sebanyak 5 titik; 5-10 m sebanyak 4
dengan informasi nilai dark pixel kanal titik; 10-15 m sebanyak 10 titik; 15-20
merah dan hijau. Metode tersebut m sebanyak 13 titik; 20-25 m sebanyak
diturunkan secara eksperimen yang 22 titik; dan 25-30 m sebanyak 6 titik
terdiri dari : Thresholding yang berfungsi pengamatan. Penyebaran titik pengamatan
untuk memisahkan daratan dengan dengan nilai kedalaman dapat dilihat
lautan dengan fungsi korelasi. Fungsi pada Gambar 2-1c.
korelasi diperoleh pertama
mengkorelasikan nilai pengamatan 2.2 Algoritma Kedalaman Perairan
dengan masing-masing kanal, kemudian Dangkal
mencari selisih nilai maksimum dan Dasar fisika dalam penginderaan
minimum kanal. Terakhir adalah jauh optik adalah bahwa dalam batas
menggunakan dalil perbandingan antara tertentu cahaya dapat menembus air
kanal untuk menghitung konstanta dangkal. Kemampuan cahaya untuk
fungsi korelasi, sehingga diperoleh menembus badan air merupakan teori
persamaan untuk menurunkan dasar fisika untuk pemodelan kedalaman
kedalaman Z(X1,X2) = 406.26 X1 + 327.21 air dari data spektral penginderaan jauh.
X2 - 28.48. Dengan demikian metode Di antara panjang gelombang
dua kanal ini dapat menawarkan solusi elektromagnetik, band visibel memiliki

40
Metode Dual Kanal untuk Estimasi Kedalaman ......... (Muchlisin Arief et al.)

atmospheric transmitance dan koefisien Benny dan Dawson, 1983; Liu et al.,
atenuasi air terkecil sehingga band ini 2010). Formula-formula yang digunakan
sangat baik untuk menentukan pada kedua sumber tersebut adalah:
kedalaman air. Ketika air cukup jelas,
sedimen relatif homogen dan atmosfer  Model tunggal kanal
dalam kondisi baik, tingkat keabuan citra
penginderaan jauh memiliki korelasi (2-1)
yang kuat dengan kedalaman air.
Metode statistik yang digunakan
adalah metode inversi untuk kedalaman Keterangan:
air. Keuntungan model ini relatif Li : cahaya kanal ke-i
sederhana dan tingkat presisinya tinggi, Lsi : cahaya kanal ke-i di dalam air
tetapi masih membutuhkan data lapangan Ci : konstanta radiasi matahari, atmosfer
atau kedalaman yang diukur sebagai dan transmitansi air kanal ke-i
titik kontrol. Rbi : substrat reflektansi kanal ke-i
Menurut kuantitas kanal yang ki : difusi koefisien atenuasi kanal ke-i
digunakan, metode ini dibagi menjadi f : panjang jalur transmisi cahaya
model tunggal kanal dan model dual dalam air
kanal. Metode model tunggal kanal dan Z : nilai kedalaman air.
dual kanal telah diaplikasikan untuk
data Landsat TM dan SPOT-5 (Clerk, 1987;

(b)
Gambar 2-1b: Lokasi Teluk Lampung dan citra SPOT-6
perolehan 22 Maret 2015

(a)
Gambar 2-1a: Lokasi Teluk Lampung dan
citra SPOT-6 perolehan tgl.
22 Maret 2015

(c)
Gambar 2-1c: Grafik penyebaran titik pengamatan
dengan nilai kedalaman

41
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 37-50

Dari persamaan (2-1) dapat diturunkan


nilai Z sebagai berikut: Z = A0 + A1X1 + A2X2 (2-5)
(2-2)
Keterangan:
Dengan asumsi bahwa air dan sedimen Z : nilai estimasi kedalaman air
dasar laut memiliki reflektansi yang kombinasi kanal merah dan hijau
homogen diperoleh persamaan sebagai A0 : konstanta
berikut: A1 : koefisien gradien kanal merah
A2 : koefisien gradien kanal hijau
Z = A0 + A1Xi (2-3) X1 : nilai piksel kanal merah
X2 : nilai piksel kanal hijau
Keterangan:
Xi : ln (Li-Lsi) 2.3 Data dan Peralatan yang
A0 : konstanta Digunakan
Ai : koefisien gradien band ke-i. Data yang digunakan pada
penelitian ini adalah data SPOT-6, 22
 Model dual kanal Maret 2015 sebagaimana dapat dilihat
Jika rasio reflektansi sedimen tidak pada Gambar 3-1. Pengukuran lapangan
ada hubungannya dengan perubahan dilakukan pada 3 sampai 9 Juni 2015.
sedimen, maka digunakan operasi Peralatan yang digunakan antara lain:
pembagian untuk dua persamaan dari Global Positioning System (GPS), depth
model tunggal kanal (merah, hijau, dan meter handheld, perangkat lunak untuk
biru) dengan bentuk persamaan sebagai memproses citra adalah ENVI dan IDL
berikut: versi 5.0 dan ER- Mapper ver. 7.0.

2.4 Tahapan Pengolahan Data


(2- Secara umum penelitian ini
4) memanfaatkan algortima yang telah
diaplikasikan untuk data Landsat TM,
Keterangan:
ETM dan SPOT-5 yang tertuang dalam
k1 : difusi koefisien atenuasi kanal
persamaan (2-1) sampai (2-5). Proses-
merah
proses pra pengolahan data sebagai
k2 : difusi koefisien atenuasi kanal
prasyarat kelayakan data penginderaan
hijau
jauh yang digunakan juga dilakukan.
C1 : konstanta radiasi matahari, atmosfer
Tahapan pengolahan data yang dilakukan
dan transmitansi air kanal merah
dituangkan dalam lima tahap berikut ini :
C2 : konstanta radiasi matahari, atmosfer
a. Pertama, dilakukan pengumpulan
dan transmitansi air kanal hijau
data, baik data lapangan maupun data
Rb1 : substrat reflektansi kanal merah
citra SPOT 6. Kemudian dilakukan
Rb2 : substrat reflektansi kanal hijau
pengintegrasian antara citra dengan
L1 : cahaya kanal merah
titik-titik pengamatan. Tidak semua titik
L2 : cahaya kanal hijau
pengamatan yang telah dikumpulkan
Ls1 : cahaya kanal merah di dalam air
digunakan dalam penelitian ini. Dari
Ls2 : cahaya kanal hijau di dalam air
60 titik yang berhasil dikumpulkan,
dipilih titik-titik pengamatan yang
Persamaan (2-4) tersebut
memiliki nilai kedalaman yang
disederhanakan menjadi persamaan (2-
berbeda,
5) berikut:
42
Metode Dual Kanal untuk Estimasi Kedalaman ......... (Muchlisin Arief et al.)

b. Koreksi atmosferik untuk menghasilkan


nilai reflektan permukaan (surface
reflectance) dilakukan dengan MRE = (2-7)
menggunakan metode dark pixel
(Prayuda, 2014), di mana besarnya MSE = (2-8)
nilai reflektan permukaan sama dengan
nilai reflektansi citra dikurangi hasil
pengurangan nilai rata-rata dari poligon
Keterangan:
dikurangi nilai 2 kali standard deviasi:
∆Zi = | Zi- Yi|,
N = jumlah titik pengamatan, Zi nilai
kedalaman hasil pengukuran
Li = L -(Lmean - (2*Lstdv) (2-6)
lapangan, dan Yi nilai
kedalaman hasil penerapan
Keterangan:
model.
L = nilai reflektansi asli
Li = nilai reflektansi yang terkoreksi
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
atmosfer
Proses perhitungan nilai reflektansi
Lmean = rata-rata nilai reflektansi
permukaan menggunakan metode dark
poligon laut dalam.
pixel untuk memisahkan daratan dengan
lautan merupakan proses awal yang
Untuk wilayah kajian dilakukan
dilakukan. Gambar 3-1 merupakan salah
dengan menggunakan 30 poligon yang
satu contoh hasil perhitungan nilai
dibuat di laut dalam.
reflektansi menggunakan metode dark
c. Mengkorelasikan antara nilai kedalaman
pixel citra untuk Pulau Tegal yang ada
hasil pengukuran di lapangan dengan
di Teluk Lampung.
nilai surface reflectance untuk masing-
Dalam keadaan normal saat citra
masing kanal yang akan diuji, yaitu
direkam, nilai kedalaman air sesaat
kanal merah, hijau, biru, dan dual kanal
lebih tinggi dari sebenarnya karena
(merah dan hijau, merah dan biru,
dipengaruhi oleh pasang-surut laut.
serta hijau, serta biru dan hijau),
Dalam hal ini digunakan kedalaman air
d. Menggunakan dalil perbandingan yang
sesaat. Untuk mengekstraksi data
diperoleh dari selisih nilai maksimum
kedalaman dari data reflektan permukaan,
dengan minimum dari masing-masing
dikorelasikan antara nilai hasil
kanal untuk mencari koefisien/
kedalaman pengamatan dengan dark
konstanta A1 dan A2 pada persamaan
pixel dari kanal merah dan hijau. Hasil
2-5.
korelasinya dapat dilihat pada Gambar
e. Uji akurasi dilakukan dengan cara
3.2.a dan b. Sebelumnya telah dicoba
menghitung Mean Relative Error (MRE)
beberapa fungsi untuk menentukan
dan Mean Square Error (MSE) yang
bentuk persamaan dan nilai korelasi (R2)
diterapkan pada hasil yang diperoleh.
seperti ditampilkan dalam Tabel 3-1.
Formula yang digunakan adalah:

43
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 37-50

(a) (b)

Citra reflektan SPOT-6 dan transect line Grafik dari transect line Gambar a

(c) (d)
Citra dark pixel SPOT-6 dan transect line Grafik dari transect line Gambar c
Gambar 3-1: Citra SPOT-6 (reflektan dan dark pixel) dan garis transek

Tabel 3-1: BENTUK PERSAMAAN DAN NILAI KORELASI BAND MERAH DAN HIJAU
Band Persamaan Fungsi Persamaan Nilai Korelasi (R2)
Logaritmik y = 10.886ln(x) + 35.451 R² = 0.6577
Merah
Polinomial orde 2 y = -8142.8x2 + 1157.8x - 26.873 R² = 0.7058
Logaritmik y = 13.116ln(x) + 37.648 R² = 0.7327
Hijau
Polinomial orde 2 y = -2689.8x2 + 728.32x - 28.582 R² = 0.7496

Gambar 3-2a, 3-2b dan 3-2c 406,26 X1 + 327,21 X2 – 28,48 di mana


adalah fungsi korelasi nilai kedalaman X1 dan X2 adalah kanal merah dan
pengamatan dengan nilai surface hijau.
reflectance dari kanal merah, hijau, dan Pada Gambar 3-4a,b adalah citra
gabungan menggunakan regresi linier. kedalaman yang diturunkan dari dark
Untuk kanal merah persamaan liniernya pixel (citra yang dikoreksi atmosferik)
adalah y = 906,84x – 25,493 dengan R² dari kanal merah dan hijau. Gambar 3-
= 0,7026 dan untuk kanal hijau adalah y 4a menunjukkan bahwa maksimum
= 592,77x – 27,28 dengan R² = 0,7491. kedalaman adalah -25 meter di tengah
Persamaan regresi linier yang digunakan laut, kemudian ke 22-25 meter, dan
dalam perhitungan kedalaman air, langsung jatuh ke kedalaman -18 - -16
mempunyai koefisien korelasi lebih baik meter terdegradasi ke tepi pantai. Pada
dibandingkan dua fungsi sebelumnya, Gambar 3-4b, menunjukkan bahwa
Sementara itu Gambar 3-2c adalah maksimum kedalaman adalah -28 meter
fungsi korelasi dua kanal yang diperoleh di tengah laut bagian bawah, kemudian
dengan menggunakan dalil perbandingan terdegradasi ke tepi pantai. Hasil pada
selisih nilai maksimum dengan minimum Gambar 3-4a dan Gambar 3-4b kanal
dari kanal merah dan kanal hijau, yang merah dan kanal hijau memiliki
mana hasil regresinya adalah: Z(X1,X2) = kecenderungan yang sama dari
44
Metode Dual Kanal untuk Estimasi Kedalaman ......... (Muchlisin Arief et al.)

kedalaman. Hal ini menandakan bahwa terakhir model ini adalah bahwa hal itu
keadaan air laut keruh di bagian wilayah tidak memperhitungkan variasi horizontal
studi akan mempengaruhi hubungan dalam sifat optik airnya. Hasil ini diperoleh
linear antara dark pixel dengan dengan cara membandingkan antara
kedalaman dan menghambat penerapan interval kanal merah dengan kanal hijau
model pada seluruh gambar. yaitu 0,56: 0,692, untuk citra dark pixel
Teknik yang diusulkan dalam Z(X1,X2) = 406,26 X1 + 327,21 X2 – 28,48.
menaksir kedalaman laut perairan Implikasi dari metode ini adalah
dangkal bergantung pada hubungan pertama, metode ini mengasumsikan
linear yang kuat antara citra dark pixel kolom air vertikal homogen sehubungan
merah dan hijau yang tidak berubah dengan sifat optiknya. Hasil perhitungan
pada kedalaman air dangkal. Kedua kedalaman untuk citra dark pixel pada
adalah bahwa model mengasumsikan gabungan kanal (kanal merah dan hijau)
bahwa kolom air vertikal homogen pada citra SPOT-6 dapat dilihat pada
sesuai dengan sifat optiknya dan Gambar 3-5.

(a) (b) (c)


Gambar 3-2: Korelasi antara titik pengamatan dan dark pixel citra SPOT-6

(a) (b)
Citra kedalaman diturunkan dari Citra kedalaman diturunkan dari
surface reflectance kanal hijau surface reflectance kanal merah
Gambar 3-4: Citra kedalaman diturunkan dari surface reflectance kanal merah dan hijau

45
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 37-50

Pada Gambar 3-5 menunjukkan Model dual kanal menggunakan


bahwa nilai maksimum kedalaman adalah asumsi bahwa sesuai dengan sifat
-25 meter, kemudian terdegradasi untuk optiknya kolom air vertikal adalah
setiap 2 derajat ke pantai. Hal ini homogen karena zona pesisir merupakan
disebabkan oleh koefisien difusi air, di hidrodinamik kompleks lingkungan
mana kanal merah dan hijau melemah yang mengakibatkan pengaruh variasi
lebih cepat dan tidak dapat menembus vertikal biotik dan abiotik optik signifikan
lebih lanjut (hanya dapat menembus (sangat mempengaruhi) sifat kolom air.
pada kedalaman 25 meter). Pada perairan Walaupun kadang kala terjadi pelemahan
yang tidak jernih atau keruh dan pada seluruh air kolom. Metode ini tidak
bersampah yang akan menghalangi bergantung pada pengetahuan nilai
penetrasi sinar sampai ke dasar laut redaman yang sebenarnya, tetapi hanya
sehingga untuk bagian perairan ini akan pelemahan sekitar kolom air yang
terdeteksi dengan kedalaman sampai dianggap sama untuk keseluruhan.
dengan + 2 meter. Akan tetapi, model Untuk mengetahui nilai kesalahan maka
dual kanal menggunakan data SPOT-6 dihitung mean relatif error dan mean
memiliki respon yang jelas untuk air square error untuk tiap skala 5 dan 10
dangkal dan dapat menyimpan fitur/ meter. Hasil perhitungan dapat dilihat
pola dengan ukuran spasial yang lebih pada Tabel 4-1.
rinci.

Gambar 3-5: Citra kedalaman diturunkan dari gabungan band merah dan hijau dari dark pixel

46
Metode Dual Kanal untuk Estimasi Kedalaman ......... (Muchlisin Arief et al.)

Tabel 4-1: MEAN RELATIF DAN SQUARE ERROR HASIL ESTIMASI BATIMETRIK

Segment
Kanal Mean relatif error Mean square error
(meter)
0 -5 1.629272 1.107326 2.9716097 3.659887878
5 - 10 0.385597 4.3703744
10 - 15 0.291322 0.191355 5.3487869 4.949861026
Hijau
15 - 20 0.261652 4.8192862
20- 25 0.090483 0.114853 2.8777220 3.303265204
25 - 30 0.146783 4.2184690
0 -5 3.540169 2.1091 7.684962 6.326531904
5 - 10 0.320263 4.029014
10 - 15 0.305576 0.2239 4.189968 4.004539856
15 - 20 17.7532 3.844799
Merah
20- 25 0.209391 0.218924 5.456463 6.091842997
25 - 30 0.291659 7.763742
0 -5 2.481655 1.541493 7.530095 6.117091
5 - 10 0.36629 3.648891
10 - 15 0.290736 0.210854 4.029665 3.795368
15 - 20 0.255845 3.755342
Gabungan
20- 25 0.173462 0.198494 4.670123 5.30086
25 - 30 0.260757 7.634569

Tabel 4-1 dapat dilihat bahwa hijau yaitu pada kedalaman 20 sampai
hasil estimasi kedalaman laut yang paling dengan 30 meter dengan mean square
efisien dalam menentukan kedalaman error adalah 3,303, untuk kanal merah
laut adalah yang mempunyai mean yaitu pada kedalaman 15 sampai 20
relatif error yang paling kecil, untuk meter dengan mean square error adalah
skala 5 meter, mean relatif error yang 4,004 dan untuk kanal gabungan adalah
paling kecil adalah pada kedalaman 20 10 sampai dengan 20 meter dengan mean
sampai dengan 25 meter (yaitu untuk square error adalah 3.795. Kesimpulan
kanal hijau, merah, dan gabungan yang didapat dari pernyataan di atas
berturut-turut sebesar: 0,090483; adalah untuk skala 5 meter, estimasi yang
0,209391; dan 0,173462) sedangkan paling efisien untuk estimasi kedalaman
untuk skala 10 meter mean relatif error perairan dangkal adalah 20 sampai
yang paling kecil adalah pada kedalaman dengan 25 meter sedangkan untuk skala
20 sampai dengan 30 meter (yaitu untuk 10 meter adalah 20 sampai dengan 30
kanal hijau, merah, dan gabungan meter.
berturut turut sebesar: 0,114853; Perhitungan/ ekstraksi kedalaman
0,218924; dan 0,198494). Untuk estimasi yang diturunkan dari penginderaan jauh
kedalaman laut yang paling efisien juga pada sejumlah titik pengamatan,
dengan mean square error paling kecil meliputi titik kedalaman air dan dark
untuk skala 5 meter adalah (untuk piksel pada tempat yang sama. Untuk
hijau adalah 20 sampai dengan 25 melihat apakah hasil pemrosesan estimasi
meter yaitu 2,877, untuk merah adalah kanal merah, hijau dan kanal gabungan
pada kedalaman 15 sampai dengan 20 mendekati dengan hasil pengukuran,
meter yaitu 3,844799 dan gabungan maka diplotkan hasil dari estimasi dan
juga pada kedalaman 15 sampai dengan pengukuran tersebut dalam bentuk
20 meter yaitu 3,755) sedangkan untuk grafik. Hasil penggambaran tersebut
skala 10 meter yang mempunyai mean dapat ditunjukkan pada Gambar 3-6.
square error paling kecil untuk kanal

47
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 37-50

Gambar 3-6: Plot hasil pengukuran dengan hasil pemrosesan per titik

Gambar 3-6 memperlihatkan dual kanal mampu menawarkan akurasi


bahwa hasil pemerosesan estimasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode
dengan hasil pengukuran mempunyai single band (satu kanal). Metode tersebut
pola yang hampir sama dengan pola terbukti lebih hemat biaya dan waktu,
hasil pengukuran. Akan tetapi, hasil cakupan spasial lebih luas, ekonomis
estimasi kelihatan lebih rendah untuk memetakan topografi dasar laut
dibandingkan dengan hasil pengukuran. dibandingkan dengan survei
Hal ini disebabkan karena analisis menggunakan sonar secara konvensional.
kedalaman sangat bergantung pada Pengukuran kedalaman berbasis satelit
koefisien atenuasi yang sangat bergantung penginderaan jauh dapat menjadi
pada konsentrasi fitoplankton, impurity, metode alternatif dan alat pengintai dalam
konsentrasi garam mineral, dan partikel memfasilitasi permintaan kegiatan
tersuspensi. Dengan demikian dapat survei hidrografi di sekitar wilayah
disimpulkan bahwa hasil estimasi pesisir perairan dangkal.
pemrosesan mendekati kesesuaian dengan
hasil pengukuran. Hasil perhitungan 4 KESIMPULAN
diperoleh standard deviasi untuk dark Citra satelit SPOT-6 dengan kanal
pixel kanal merah, kanal hijau, dan spektral visible dapat memberikan
gabungan dual kanal berturut turut informasi kedalaman perairan skala
adalah: 0,740331, 0,622513, dan yang dibutuhkan seperti skala 1:10,000.
0,653246. Pada penelitian ini, digunakan metode
Berdasarkan analisis tersebut dua kanal (kanal spektal merah dan hijau)
maka estimasi kedalaman menggunakan dengan persamaan yaitu: Z(X1,X2) =
data satelit SPOT-6 menggunakan metode 406,26 X1 + 327,21 X2 – 28,48 yang
48
Metode Dual Kanal untuk Estimasi Kedalaman ......... (Muchlisin Arief et al.)

dapat digunakan untuk mengestimasi 2085-1669; 2010; Oktober, Vol.2 No. 2.


kedalaman perairan dangkal hingga -25 143 - 150.
meter pada kondisi perairan jernih Arief, M., 2012b. Pendekatan Baru Pemetaan
sedangkan untuk perairan yang keruh Kedalaman Menggunakan Data
perlu dilakukan kajian lebih lanjut Penginderaan Jauh SPOT : Studi Kasus
mengingat pada daerah ini terdeteksi Teluk Perigi dan Teluk Popoh. Jurnal
lebih tinggi dari sebenarnya. Teknologi Dirgantara, Vol. 10 no.1 Juni
Untuk skala 5 meter, estimasi 2012, ISSN 1412-8063, 71-80.
yang paling efisien dengan Mean relatif Arief, M.; Hartuti, M.; Asriningrum, W.; Parwati,
error terkecil terjadi pada kedalaman E.; Budhiman, S.;, Prayogo, T.; Hamzah,
perairan dangkal dari 20 sampai dengan R., 2013. Pengembangan Metode
25 meter, sedangkan untuk skala 10 Pendugaan Kedalaman Perairan Dangkal
meter dari 20 sampai dengan 30 meter. Menggunakan Data Satelit SPOT-4:
Nilai kedalaman hasil pengolahan Studi Kasus: Teluk Ratai Kabupaten
citra SPOT-6 mempunyai pola kemiripan Pesawaran. Jurnal Penginderaan Jauh
atau mendekati nilai kedalaman yang dan Pengolahan Citra Digital; ISSN-
sebenarnya. Hal ini ditunjukkan oleh 1412-8098, Vol. 10, No.1.
nilai RMS error yang kecil yaitu Benny, A.H.; and Dawson G.J., 1983. Satellite
0,653246 meter. Imagery as an Aid to Bathymetric
Kondisi kedalaman hasil Charting in the Red Sea, The
pengolahan citra SPOT-6 menghasilkan Cartographic Journal, vol.20, 5-16.
nilai kedalaman yang relatif sama dengan Collet, C.; Provost J.-N. ; Rostaing, P.; Perez, P.
data kedalaman sebenarnya. Dengan and Bouthemy, P., 2000. SPOT Satellite
melihat hasil RMS error yang sangat Data Analysis for Bathymetric Mapping.
kecil, maka penggunaan metode dual Proceedings of the International
kanal mampu menawarkan solusi cepat, Conference on Image Processing, 3,
fleksibel, efisien, dan ekonomis 464-467. http://dx.doi.org/10.1109/
menguntungkan untuk memetakan icip.2000.899440.
topografi dasar laut. Eugenio, F.; Marcello, J.; Martin, J., 2015.
High-Resolution Maps of Bathymetry
and Benthic Habitats in Shallow-Water
UCAPAN TERIMA KASIH Environments Using Multispectral
Terima kasih kami ucapkan untuk Penginderaan jauh Imagery. IEEE
Syarif Budhiman M.Sc, sebagai Kepala Transactions on Geoscience and
Bidang Program dan Fasilitas, yang telah Penginderaan jauh, VOL. 53, NO. 7.
banyak membantu dalam mengerjakan Finkl C.; Benedet L.; dan Andrews J., 2005.
penyelesaian kegiatan ini serta Dr. Interpretation of Seabed Geomorphology
Mahdi Kartasamita yang telah Based on Spatial Analysis of High-
memberikan beberapa saran dalam Density Airborne Laser Bathymetry.
penyelesaiannya. Journal of Coastal Research, vol. 21,
501–514.
DAFTAR RUJUKAN Gao, J., 2009. Bathymetric Mapping by Means
Arief M., 2012a. Aplikasi Data Satelit SPOT of Penginderaan Jauh: Methods,
Untuk Pemetaan Kedalaman di Pesisir Accuracy and Limitations. Progress in
Selatan Malang. Jurnal Teknologi, Physical Geography, vol. 33, no.1,
Universitas Muhammadiyah, ISSN 103–116.

49
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 37-50

Green, E.; Edward, A.; Mumby, P., 2000. Waters – Influence of Water Depth and
Mapping Batymetriy in Penginderaan Bottom Albedo, Limnol. Oceanography,
Jauh Handbook for Tropical Coastal 39, 1689–1703.
Management. Coastal Manangement Mohamed H.; Negm A.; Zahran M.; dan
Sourcebok 3, UNESCO Paris, 219-233. Saavedra C.O., 2016. Bathymetry
Jupp, D. L. B., 1989. Background and Determination from High Resolution
Extension to Depth of Penetration (DOP) Satellite Imagery Using Ensemble
Mapping in Shallow Coastal Waters. Learning Algorithms in Shallow Lakes:
Proceedings of symposium on Case Study El-Burullus Lake.
penginderaan jauh of coastal zone, International Journal of Environmental
Gold Coast, Queensland, IV 2 (1) - IV 2 Science and Development, Vol.7, No.4.
(19). Monteys, X.; Harris, P.; Caloca, S. and Cahalane
Khondoker, I.S., and Siddiquee, H.Z, 2016. C., 2015. Spatial prediction of coastal
Deriving River Bathymetry Using Space bathymetry based on multispectral
Borne Penginderaan jauh Techniques In satellite imagery and multibeam data.
Bangladesh. IOSR Journal of Penginderaan jauh Vol. 7, 13782-
Engineering (IOSRJEN), ISSN (e): 225- 13806; doi:10.3390/rs71013782.
3021, ISSN: 2278-8719, Vol. 6, 45-51. Pattanaik, A.; Sahu, K.; Bhutiyani, M.R., 2015.
Legleiter, C.J.; Tedesco, M.; Smith, L.C.; Estimation of Shallow Water Bathymetry
Behar, A.E. and Overstreet, B.T., 2014. Using IRS-Multispectral Imagery of
Mapping The Bathymetry of Supraglacial Odisha Coast, India International
Lakes and Streams on the Greenland Conference on Water Resources, Coastal
Ice Sheet Using Field Measurements and And Ocean Engine. (ICWRCOE 2015)
High-Resolutionsatellite Images. The ELSEVIER, Vol.4, 173-181.
Cryosphere, 8, doi:10.5194/tc-8-215- Philpot, W.D., 1989. Bathymetry Mapping with
2014, 215 – 228. Passive Multispectral Imagery. Applied
Liu S.; Zhang J. and Ma M., 2010. Bathymetric Optics. 28, 1569–1578.
Ability of SPOT-5 Multi-spectral Image in Prayuda B., 2014, Panduan Teknis Pemetaan
Shallow Coastal Water, 2010, 18th Habitat Dasar Perairan Laut Dangkal,
International Conference on Pemetaan Habitat Dasar Perairan Laut
Geoinformatics, Beijing, 2010, 1-5. doi: Dangkal Pusat Penelitian Oseanografi
10.1109/GEOINFORMATICS.2010.5567 Lembaga Ilmu Pengetahuan
951). Indonesia,CRITC COREMAP II LIPI.
Lyzenga, D. R., 1978. Passive Penginderaan Stumpf, R.P.; Holderied, K.; Sinclair, M., 2003.
jauh Techniques for Mapping Water Determination of Water Depth With High
Depth and Bottom Features. Applied Resolution Satellite Imagery over Variable
Optics, 17 (3), 379-383. Bottom Types. Limonology Oceanography.
Lyzenga, D. R., 1979. Shallow-Water Reflectance 48, 547556. doi:10.4319/lo.2003.48.
Modeling With Applications to 1_part_2.0547.
Penginderaan Jauh of Ocean Floor. Su, H.; Liu H.; Heyman, W., 2008. Automated
Proceeding of 13th International Derivation of Bathymetric Information
Symposium on Penginderaan jauh of from Multi Spectral Satellite Imagery
Environment, 583-602. Using a Non Linear Inversion Model.
Maritorena, S.; Morel, A.; and Gentili, B., 1994. Marine Geodesy. vol.31, pp. 281-298.
Diffuse-Reflectance of Oceanic Shallow doi:10.1080/01490410802466652.

50
Uji Model Fase Pertumbuhan Padi Berbasis ......... (I Made Parsa et al.)

UJI MODEL FASE PERTUMBUHAN PADI BERBASIS CITRA MODIS


MULTIWAKTU DI PULAU LOMBOK
(THE TESTING OF PHASE GROWTH RICE MODEL BASED ON
MULTITEMPORAL MODIS IN LOMBOK ISLAND)
I Made Parsa1, Dede Dirgahayu, Johannes Manalu, Ita Carolita, Wawan KH
Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh, LAPAN
Jln. Kalisari No. 8 Pekayon, Pasar Rebo – Jakarta 13710
1e-mail: parsa_lpn@yahoo.com

Diterima 4 Mei 2017; Direvisi 14 Juli 2017; Disetujui 29 Agustus 2017

ABSTRACT

Model testing is a step that must be done before operational activities. This testing aimed to
test rice growth phase models based on MODIS in Lombok using multitemporal LANDSAT imagery and
4eld data. This study was carried out by the method of analysis and evaluation in several stages, these
are : evaluation of accuracy by multitemporal Landsat 8 image analysis, then evaluation by using 4eld
data, and analysis of growth phase information to calculate model consistency. The accuracy of growth
phase model was calculated using Confusion Matrix. The results of stage I analysis for phase of April
30 and July 19 showed the accuracy of the model is 58-59 %, while the evaluation of stage II for phase
of period July 19 with survey data indicated that the overall accuracy is 53 %. However, the results of
model consistency analysis show that the resulting phase of the smoothed MODIS imagery shows a
consistent pattern as well as the EVI pattern of rice plants with an 86% accuracy, but not for pattern
data without smoothing. This testing give conclusion is the model is good, but for operational MODIS
input data must be smoothed 4rst before index value extraction.

Keywords: growing phase, MODIS images, multitemporal Landsat8 images, confusion matrix

51
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 51-64

ABSTRAK

Uji model adalah sebuah tahapan yang harus dilakukan sebelum model tersebut digunakan
untuk kegiatan yang bersifat operasional. Penelitian ini bertujuan untuk menguji akurasi model fase
pertumbuhan padi berbasis MODIS di pulau Lombok terhadap citra Landsat multiwaktu dan data
lapangan. Penelitian dilakukan dengan metode analisis dan evaluasi secara bertahap. Pertama,
evaluasi akurasi menggunakan analisis citra Landsat 8 multiwaktu. Pada tahap kedua menggunakan
data referensi hasil pengamatan lapangan, sedangkan tahap ketiga dilakukan analisis informasi fase
pertumbuhan untuk mengetahui tingkat konsistensi model. Akurasi model fase pertumbuhan
dihitung menggunakan matrik kesalahan. Hasil analisis dan evaluasi tahap I terhadap informasi fase
30 April dan 19 Juli menunjukkan bahwa ketelitian model mencapai 58-59 %, sementara hasil
evaluasi tahap II terhadap fase periode 19 Juli menggunakan data hasil survei 20-25 Juli
menunjukkan akurasi keseluruhan 53 %. Namun, hasil analisis konsistensi model menunjukkan
bahwa fase yang dihasilkan dari citra MODIS yang di-smoothing menunjukkan pola yang konsisten
sebagaimana pola EVI tanaman padi dengan akurasi 86 %, sedangkan pola EVI citra MODIS yang
tidak di-smoothing tidak konsisten. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa model ini cukup baik,
tetapi dalam operasionalnya perlu dilakukan smoothing citra MODIS input terlebih dahulu sebelum
ekstrak nilai indek (EVI).

Kata kunci: fase pertumbuhan, citra MODIS, citra Landsat multiwaktu, matriks kesalahan

1 PENDAHULUAN rinci dan lengkap sebagai bahan masukan


Pusat Pemanfaatan Penginderaan untuk memperbaiki akurasinya.
Jauh (Pusfatja) telah mengembangkan Studi menggunakan citra satelit
model untuk pemantauan fase untuk memantau pertumbuhan tanaman
pertumbuhan padi berbasis citra MODIS padi telah dilakukan oleh banyak peneliti.
delapan harian resolusi 250 meter. Pada Huamin et al., (2009) menggunakan
model tersebut fase pertumbuhan padi citra MODIS untuk melihat dinamika
(FPP) diklasifikasi menjadi enam kelas musiman indek vegetasi dan karakteristik
yaitu fase air (pengolahan tanah), fase fenologi gandum dan jagung di China.
vegetatif 1 (1-40 hari setelah tanam/ hst), Shi et al., (2013) menggunakan citra satelit
fase vegetatif 2 (41-64 hst), fase generatif MODIS dan Landsat-TM untuk
1 (65-96 hst), generatif 2 (97hst-panen) memetakan tanaman padi di China
dan fase bera/panen (Dirgahayu et al., dengan beberapa parameter indeks
2005; Dirgahayu et al., 2014). Normalized Difference Vegetation Index
Dalam implementasi model (NDVI), Enhanced Vegetation Index (EVI),
tersebut juga menggunakan acuan basis Land Surface Water Index (LSWI), dan
data luas baku sawah dari Kementerian Normalized Soil Difference Index (NDSI).
Pertanian skala 1:5000 tahun 2010 Mostafa et al., (2014) yang
(untuk Pulau Jawa) dan skala 1:10.000 memetakan areal tanaman padi di
tahun 2012 (untuk luar Pulau Jawa) Bangladesh menggunakan NDVI enam
(Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana belas harian MODIS. Sementara Dao et
Pertanian, 2016). Sebelum digunakan al., (2015) menggunakan citra Landsat-8
dalam pemodelan, data spasial luas baku OLI dan MODIS untuk memperkirakan
sawah tersebut terlebih dulu di- daerah genangan dan lahan sawah di
downscaling ke skala 1:250.000. Model Kamboja. Beberapa penelitian sebelumnya
FPP tersebut belum dilakukan verifikasi telah menggunakan citra resolusi global
dan validasi secara memadai dimana dan rendah seperti NOAA AVHRR dan
hasilnya seharusnya disampaikan secara MODIS untuk memantau sawah (Xiao et

52
Uji Model Fase Pertumbuhan Padi Berbasis ......... (I Made Parsa et al.)

al., 2005). Namun, penggunaan citra menghasilkan informasi fase pertumbuhan


satelit resolusi spasial moderat dan tanaman. Langkah otomatisasi ini sangat
global telah dibatasi terutama di lahan signifikan pengaruhnya terhadap
sawah yang kecil/sempit, karena ada kebutuhan waktu proses data menjadi
banyak jenis tutupan lahan dalam satu sangat singkat (Parsa, 2014).
pixel. Hal ini akan mengurangi penilaian Berkaitan dengan hal tersebut,
akurasi (Strahler et al., 2006). Hafizh telah dilakukan pengembangan model
AS, (2013) menyimpulkan bahwa data (uji validasi) FPP berbasis data resolusi
EVI dari MODIS level 1B mempunyai rendah MODIS menggunakan data
korelasi yang baik 0,879 dengan data penginderaan jauh resolusi menengah
pengukuran spektrometer dan dapat LANDSAT 8 dan data hasil pengamatan
digunakan menentukan umur tanaman lapangan. Tujuan penelitian adalah
padi secara global. Sementara metode untuk menguji tingkat akurasi model
Fuzzy yang dimodifikasi mampu FPP berbasis citra MODIS terhadap citra
meningkatkan akurasi klasifikasi FPP LANDSAT 8 dan data survei lapangan di
yang menggunakan citra hiperspektral pulau di Lombok.
hingga 10% (Maspiyanti et al., 2013).
Beberapa hasil verifikasi/validasi 2 METODE
yang telah dilakukan, seperti oleh Balai Metode yang digunakan dalam
Besar Sumber Daya Lahan Pertanian penelitian ini meliputi, seleksi data
(BBSDLP) dan Balai Penelitian Agroklimat LANDSAT P/R 116066 multiwaktu yang
dan Hidrologi (BPAH) terhadap model direkam pada Februari sampai Juni 2016
FPP sebelumnya menunjukkan katelitian sesuai dengan periode tanam (Pusat
(parameter kecocokan fase) sangat Teknologi dan Data Penginderaan Jauh),
bervariasi. Hasil verifikasi BPAH untuk seleksi citra MODIS delapan harian
ketelitian fase sekitar 70% sedangkan tahun 2016 (http://MODIS.gsfc.nasa.
BBSDLP 75-91% sementara untuk gov/data/), dan ektraksi menjadi nilai
ketelitian luas (fase) 7-70% (Syahbuddin, EVI. Dalam analisis ini juga digunakan
2015; Badan Litbang Pertanian, 2015). data hasil survei lapangan.
Namun demikian secara rinci hasil Model yang divalidasi dalam kasus
verifikasi tersebut baik menyangkut ini adalah model FPP berbasis citra
teknik verifikasi, sebaran titik sampel MODIS pulau Sulawesi (Dirgahayu et al,
tiap lokasi, maupun teknik pengambilan 2015). Model tersebut akan diuji di pulau
sampel belum disampaikan secara resmi Lombok dengan lokasi pengambilan data
dalam forum/jurnal ilmiah. Mengingat lapangan di beberapa kecamatan/
sangat bervariasinya tingkat ketelitian kabupaten. Data lapangan yang
model, dilakukan clustering terhadap digunakan adalah informasi FPP aktual
basis data lahan sawah yang digunakan di lapangan. Pengambilan sampel di
dalam model sehingga diharapkan akurasi lapangan dilakukan dengan metode
model lebih meningkat dan juga bersifat stratifikasi berdasarkan perbedaan tujuh
lebih umum (satu model untuk seluruh kelas EVI maksimum dan enam variasi
wilayah Indonesia). kelas fase mengikuti kerangka sampling
Walaupun demikian, Kementerian terlampir. Koefisien Regresi (b0,b1,b2,b3),
Pertanian dalam hal ini BBSDLP telah Koefisien Determinasi (R2 ), dan Standar
menggunakan model iniuntuk monitoring Kesalahan (Se) dari Model Pertumbuhan
luas tanam dan panen yang lebih dikenal Tanaman Padi Pulau Sulawesi disajikan
dengan istilah Standing Crop (SC). Dalam pada Tabel 2-1 dan Tabel 2-2 (Dirgahayu,
perkembangan lebih lanjut BBSDLP telah 2015). Model fase vegetatif maupun fase
melakukan terobosan dengan melakukan generatif masing-masing terdiri atas
otomatisasi mulai dari download citra tujuh model yang didasarkan atas
MODIS hingga pengolahan data untuk kisaran EVI maksimum yang dicapai
53
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 51-64

pada lahan sawah selama tiga tahun pemetaan fase pertumbuhan tanaman.
2010-2012. Berdasarkan hasil analisis tersebut
Metode yang digunakan dalam dilakukan penghitungan akurasi model
penelitian ini adalah metode analisis citra fase pertumbuhan (sebelum dan setelah
MODIS delapan harian meliputi ektraksi smoothing) menggunakan matrik
indeks (EVI), filter/smoothing dengan kesalahan dengan pengujian point to point
metode rata-rata bergerak (moving average) (Parsa, 2013a; Parsa, 2013b). Pengujian
dan median filter (Shi et al., 2013) bertahap (I, II, dan III) dimaksudkan
kemudian pemetaan fase pertumbuhan untuk mengetahui akurasi model terhadap
(sebelum dan setelah smoothing). Selain ketiga pembanding (citra LANDSAT, fase
itu juga dilakukan klasifikasi penutupan/ MODIS yang tidak smoothing, dan fase
penggunaan lahan pada citra LANDSAT MODIS yang di-smoothing). Smoothing ini
8 multiwaktu untuk memperoleh fase dilakukan karena citra MODIS mutiwaktu
pertumbuhan padi (Tabel 3-1) untuk yang digunakan masih mengandung
analisis akurasi fase pertumbuhan kesalahan atmosferik, sehingga nilainya
berbasis MODIS tahap I, sedangkan berfluktuasi. Hal ini dibuktikan dengan
analisis akurasi tahap II (input hasil berbedanya nilai reflektan di pixel yang
model yang tidak di-smoothing) dan III sama (air maupun hutan) beberapa data
(input hasil model yang di-smoothing). multiwaktu (terlampir). Untuk analisis
Diagram alir desain penelitian ini phenologi tanaman padi menggunakan
dilaksanakan sesuai Gambar 2-1. data multiwaktu perlu dilakukan proses
Kebaharuan dari penelitian ini smoothing seperti yang telah dilakukan
adalah penambahan proses filter data oleh Mulyono et al., (2015)
input (EVI) MODIS sebelum dilakukan

Tabel 2-1: HASIL ANALISIS REGRESI PADA FASE VEGETATIF

Klas EVI Max b0 b1 b2 b3 R2 Se


1 0.40-0.45 0.13376 -0.00241 0.00019 -0.0000011 95.5% 0.023
2 0.45-0.50 0.12784 0.00707 -0.00004 0.0000002 98.3% 0.016
3 0.50-0.55 0.12398 0.00346 0.00018 -0.0000022 94.2% 0.036
4 0.55-0.60 0.11859 -0.00570 0.00050 -0.0000046 98.8% 0.021
5 0.60-0.65 0.08094 -0.00260 0.00037 -0.0000031 95.9% 0.044
6 0.65-0.70 0.11121 -0.00523 0.00055 -0.0000051 99.1% 0.022
7 0.70-0.88 0.14583 -0.01036 0.00077 -0.0000073 97.4% 0.042

Tabel 2-2: HASIL ANALISIS REGRESI PADA FASE GENERATIF

Klas EVI Max b0 b1 b2 b3 R2 Se


1 0.40-0.45 -0.77637 0.05230 -0.00069 0.0000027 97.3% 0.016
2 0.45-0.50 0.18685 0.02349 -0.00041 0.0000018 98.4% 0.016
3 0.50-0.55 0.71441 0.00050 -0.00008 0.0000003 96.0% 0.018
4 0.55-0.60 -1.13642 0.06559 -0.00078 0.0000028 96.8% 0.022
5 0.60-0.65 -2.20627 0.10280 -0.00118 0.0000041 98.9% 0.017
6 0.65-0.70 -1.40893 0.08608 -0.00110 0.0000041 98.5% 0.022
7 0.70-0.88 -1.55683 0.09017 -0.00110 0.0000040 97.5% 0.030

54
Uji Model Fase Pertumbuhan Padi Berbasis ......... (I Made Parsa et al.)

Mengingat periode informasi fase bersesuaian dengan tanggal perekaman


pertumbuhan (delapan harian) tidak sama LANDSAT. Beberapa pasangan yang
dengan periode perekaman citra LANDSAT bersesuaian antara citra LANDSAT
(enam belas hari) maka terlebih dulu dengan fase tanaman padi Pulau
dilakukan pemilihan periode FPP yang Lombok (Tabel 2-3).

Gambar 2-1: Diagram alir Analisis model FPP berbasis citra MODIS

Tabel 2-3: DAFTAR PASANGAN CITRA LANDSAT DAN INFORMASI FASE TANAMAN PADI PULAU
LOMBOK

Tanggal Perekaman Informasi Fase Tanaman Padi


No.
Citra LANDSAT Periode Tanggal
1. 1 April 2016 29 Maret 29 Maret – 5April
2. 17 April 2016 14 April 14 – 21 April
3. 3 Mei 2016 30 April 30 April - 7 Mei
4. 19 Mei 2016 16 Mei 16 – 23 Mei
5. 4 Juni 2016 1 Juni 1 – 8 Juni 2016
6. 20 Juni 2016 17 Juni 17 – 24 Juni
7. 6 Juli 2016 3 Juli 3 – 10Juli
8. 22Juli 2016 19 Juli 19 – 26Juli

55
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 51-64

Keterangan:

(a) (b)
Gambar 2-2: Citra komposit kanal 6,5,4 LANDSAT822 Juli 2016 dengan titik survei (a) dan informasi
fase pertumbuhan padi periode 19-26 Juli 2016 (b) Pulau Lombok

Secara teknis validasi informasi padi yang ditanam petani adalah sama
fase tanaman padi ini dilakukan secara yaitu Ciherang dengan umur panen 120
bertahap, tahap pertama menggunakan hari. Hal ini sesuai dengan referensi
citra resolusi menengah LANDSAT, yaitu yang diperoleh bahwa lebih dari 90%
antara fase pertumbuhan citra MODIS areal persawahan di Indonesia telah
periode 19-26 Juli 2016 dengan citra ditanami varietas unggul baru (VUB) yang
LANDSAT 8, 22 Juli 2016. Pada tahap dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian.
berikutnya fase pertumbuhan MODIS ini Beberapa VUB yang tidak asing bagi
diverifikasi menggunakan data lapangan masyarakat seperti: IR64, Ciherang,
yang diambil pada 19-23 Juli 2016. Cibogo, Cigeulis, dan Ciliwung merupakan
Pengambilan data lapangan dilakukan di yang paling banyak ditanam di Indonesia.
sebelas kecamatan, meliputi Kecamatan Secara umum, varietas Ciherang masih
Gerung, Sekarbela, Labuapi, Kediri, menjadi primadona bagi petani di
Sandubaya, Narmada (Lombok Barat), Indonesia bahkan mencapai 47% dari
dan Kecamatan Pringgarata, Jonggat, seluruh varietas yang telah dilepas oleh
Praya, Praya Barat, Praya Tengah (Lombok Badan Litbang Pertanian (http://
Tengah). Data lapangan yang diambil pengetahuanumumindonesiadandunia.
adalah kondisi lahan sawah/fase tanaman blogspot.co.id/2013/). Umur panen
padi. Beberapa hal yang dipertimbangkan untuk varietas Ciherang adalah 116-125
dalam penentuan titik survei adalah kelas hari setelah sebar (hss) (Badan Litbang
EVI maksimum lahan sawah di pulau Pertanian, 2012). Jika pembibitan
Lombok dan luas area (fase MODIS), berlangsung selama 21 hari, maka panen
dimana dari 80 titik survei yang varietas Ciherang 95-104 hari setelah
direncanakan hanya mampu tanam (hst) atau rata-rata 99 hari.
menyelesaikan 72 titik survei. Secara umum identifikasi tanaman
padi di lahan sawah pada citra LANDSAT
3 HASIL DAN PEMBAHASAN multiwaktu hanya bersifat global, dimana
Analisis citra LANDSAT dilakukan hanya dapat mengidentifikasi air, vegetasi
untuk identifikasi kondisi lahan sawah dan bera dan perubahannya dari waktu
ataupun fase tanaman padi, jika hanya ke waktu. Berdasarkan pengalaman,
menggunakan satu citra saja hanya akan untuk identifikasi fase airpun tidak
dapat identifikasi air, vegetasi dan bera semudah yang dibayangkan selama ini,
saja, tetapi dengan menggunakan karena ternyata tanaman padi yang
beberapa citra multiwaktu (16 harian) baru tanam hingga umur satu minggu
maka fase tanaman akan dapat diketahui. sulit dibedakan dengan lahan sawah
Metode ini diterapkan dengan yang sedang masa persiapan tanam
menggunakan asumsi bahwa varietas (fase air) (Parsa, 2015). Selain sulit
56
Uji Model Fase Pertumbuhan Padi Berbasis ......... (I Made Parsa et al.)

dibedakan dengan fase vegetatif 1 (awal) termasuk di dalamnya bera yang lembab.
terutama sampai umur tanaman satu Walaupun ada kesulitan sebagaimana
minggu, ternyata fase air juga seringkali disebutkan di atas, namun dengan analisis
sulit dipisahkan dengan fase bera jika citra multiwaktu yang dihubungkan
bera tersebut dalam kondisi lembab. dengan umur tanaman padi diharapkan
Oleh karena itu dalam identifikasi ini kesulitan tersebut dapat diminimalisir
fase air termasuk di dalamnya padi (Tabel 3-1).
umur satu minggu, sedangkan fase bera

Tabel 3-1: CONTOH PERKIRAANFASE TANAMAN PADI DARI CITRA LANDSAT


MULTIWAKTU

Asumsi panen pada umur 100 hari maka,


22 Juli 2016
Titik 1 bera/ sudah panen (umur lebih dari
100 hst)

Titik 2 bera/ sudah panen (umur lebih dari


100 hst)

Asumsi panen pada umur 100 hari maka,


6 Juli 2016
Titik 1 bera/ sudah panen (umur >= 100
hst)

Titik 2 belum panen umur >=97 hari


(generatif 2)

Kenampakan hijau:
20 Juni 2016
Titik 1 bayangan awan, perkiraan umur
>=84 hst (fase generatif 1)

Titik 2 hijau, perkiraan umur >=81 hari


(fase generatif 1)

57
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 51-64

Kenampakan hijau:
4 Juni 2016 Titik 1 hijau, perkiraan umur >=68 hst
(fase generatif 1)

Titik 2 hijau, perkiraan umur >=65 hari


(fase generatif 1)

Kenampakan hijau:
19 Mei 2016 Titik 1 hijau, perkiraan umur >=52 hst
(fase vegetatif 2)

Titik 2 hijau, perkiraan umur >=49 hari


(fase vegetatif 2)

Kenampakan hijau:
3 Mei 2016 Titik 1 hijau, perkiraan umur >=36 hst
(fase vegetatif 1)

Titik 2 hijau, perkiraan umur >33 hari (fase


vegetatif 1)

Kenampakan biru:
1 April 2016 Titik 1 biru kehijauan, perkiraan umur
>=20 hst (fase vegetatif 1)

Titik 2 biru gelap, perkiraan umur


<17 hst (vegetatif 1)

Identifikasi awal fase padi berikutnya. Berdasarkan hasil analisis


didasarkan pada kenampakan air pada yang dilakukan menunjukkan bahwa
citra LANDSAT untuk kemudian dalam selang waktu 6-7 periode (16
dilanjutkan dengan citra yang direkam harian) LANDSAT (90-105 hari) sudah
berikutnya sampai mencapai fase bera akan ketemu fase bera. Dengan
ataupun fase air musim tanam memperhitungkan umur tanaman padi
58
Uji Model Fase Pertumbuhan Padi Berbasis ......... (I Made Parsa et al.)

(100 hst) maka fase tanaman padi pada tanaman pada citra 1 April sekitar
setiap periode LANDSAT dapat diketahui, empat hari, hal ini berarti bahwa fase
hanya saja fase yang dimaksud di sini air yang teridentifikasi pada citra 1 April
bukan fase tanaman sebagaimana tersebut sebenarnya sudah ditanami.
klasifikasi dari MODIS, tetapi hanya fase Pengujian tahap I yang dilakukan
tanaman secara umum yaitu fase air, dua kali, pertama terhadap fase periode
vegetatif, generatif, dan bera. Jika pada 30 April-7 Mei dengan data LANDSAT
suatu area lokasi pada citra LANDSAT 3 Mei menunjukkan bahwa dari 72 titik
(1) diidentifikasi sebagai air, tetapi pada sampel hanya 41 titik yang benar dan
lima periode data (80 hari) berikutnya 30 titik lainnya salah dan satu titik
ternyata sudah menjadi fase bera, jika berawan sehingga akurasi keseluruhan
asumsi panen 100 hari, maka dengan hanya 59% (Tabel 3-2). Sedangkan
demikian fase air yang diidentifikasi pada pengujian kedua terhadap fase periode
citra 1 April sesungguhnya sudah ada 19-26 Juli dengan data LANDSAT 22
tanaman berumur 20 hari dan fase Juli menunjukkan bahwa dari 72 titik
tanaman pada setiap periode citra survei, hanya 50 titik yang dapat
LANDSAT dapat perkirakan dengan dievaluasi karena 22 titik berawan,
menghitung mundur umurnya. Jika pada dimana dari 50 titik tersebut hanya 29
citra ke enam periode data (96 hari) titik yang benar dan 21 titik salah
berikutnya sudah menjadi fase bera, sehingga akurasi keseluruhan hanya
maka dengan asumsi yang sama umur 58% (Tabel 3-3).

Tabel 3-2: HASIL PENGUJIAN MATRIKS KESALAHAN ANTARA FASE PERIODE 30 APRIL-6 MEI
DENGAN DATA LANDSAT 3 MEI 2016

1 2 3 4 5 6
KELAS Jumlah
Air Vegetatif1 Vegetatif2 Generatif1 Generatif2 Bera
1 Air 2 2
2 Vegetatif1 31 12 3 1
3 Vegetatif2 8 2
4 Generatif1
5 Generatif2 2
6 Bera 3 3
AKURASI KESELURUHAN 59%
Keterangan: Horizontal adalah kelas dari MODIS, vertikal adalah kelas dari LANDSAT

Tabel 3-3: HASIL PENGUJIAN MATRIKS KESALAHAN ANTARA FASE PERIODE 19-26 JULI
DENGAN DATA LANDSAT 19 JULI 2016

1 2 3 4 5 6
KELAS Jumlah
Air Vegetatif1 Vegetatif2 Generatif1 Generatif2 Bera
1 Air
2 Vegetatif1 1
3 Vegetatif2
4 Generatif1 3
5 Generatif2 1 6 15 10
6 Bera 1 2 10
Total Akurasi 58%
Keterangan: Horizontal adalah kelas dari MODIS, vertikal adalah kelas dari LANDSAT

59
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 51-64

Sementara itu pengujian tahap II data citra yang mempunyai resolusi


yang dilakukan antara fase 19-16 Juli yang lebih baik dari MODIS misalnya
dengan data lapangan hasil survei citra LANDSAT.
(Tabel 3-4) menunjukkan bahwa dari 50 Untuk diketahui bahwa model yang
titik ternyata hanya 26 titik yang benar sempat “operasionalkan” oleh Instansi
dan 24 titik salah sehingga akurasi terkait belum memasukkan proses
secara keseluruhan hanya 53 %. smoothing data (EVI). Hal inilah yang patut
Rendahnya akurasi ini diduga diduga sebagai penyebab rendahnya
disebabkan karena citra MODIS input akurasi model. Hal ini dapat dibuktikan
yang digunakan tidak diproses dengan meningkatnya akurasi sampai
smoothing terlebih dulu sebelum proses 86% setelah dilakukan penambahan
ekstrak EVI dan klasifikasi fase. Dugaan proses smoothing data (EVI) (Tabel 3-5).
tidak adanya smoothing sebagai penyebab Penambahan proses smoothing ini dapat
rendahnya akurasi model dibuktikan dikategorikan sebagai pengembangan
dengan hasil analisis tahap III terhadap model. Jadi dengan demikian dapat
EVI citra MODIS periode Januari-Juli 2016 disampaikan bahwa model fase
setelah smoothing yang menunjukkan pertumbuhan padi berbasis citra MODIS
pola yang konsisten sebagai pola EVI untuk pulau Lombok ini setelah dilakukan
tanaman padi (Gambar 3-1, 3-2, dan 3-3). perbaikan prosedur teknis dengan
Akurasi fase dari data hasil smoothing menambahkan smoothing data ini
yang diuji pada titik-titik sampel (survei) mempunyai akurasi cukup baik.
menunjukkan peningkatan akurasi Jika diasumsikan error geometri
keseluruhan menjadi 86% (Tabel 3-5). MODIS lebih kecil atau sama dengan
Nilai akurasi tersebut memang cukup setengah pixel, maka angka error 14%
baik, tetapi masih perlu ditingkatkan ini di lapangan dapat menjadi lebih besar
lagi dengan berbagai upaya, misalnya atau sama dengan 28% dengan luas satu
dengan perbaikan model menggunakan piksel MODIS sebesar 6,25 Ha.

Tabel 3-4: HASIL PENGUJIAN MATRIKS KESALAHAN ANTARA FASE PERIODE 19-26 JULI
(SEBELUM SMOOTHING) DENGAN DATA SURVEI LAPANGAN 19-25 JULI 2016

1 2 3 4 5 6
KELAS Jumlah
Air Vegetatif1 Vegetatif2 Generatif1 Generatif2 Bera
1 Air 1
2 Vegetatif1 2 1
3 Vegetatif2 2
4 Generatif1 1 2
5 Generatif2 1 3 26 1
6 Bera 2 7
Total Akurasi 53%
Keterangan: Horizontal adalah kelas dari MODIS, vertikal adalah kelas dari survei lapangan

Tabel 3-5: HASIL PENGUJIAN MATRIKS KESALAHAN ANTARA FASE PERIODE 19-26 JULI HASIL
SMOOTHING DENGAN DATA SURVEI LAPANGAN 19-25 JULI 2016

1 2 3 4 5 6
KELAS Jumlah
Air Vegetatif1 Vegetatif2 Generatif1 Generatif2 Bera
1 Air
2 Vegetatif1 1 1
3 Vegetatif2 1 2
4 Generatif1 2
5 Generatif2 1 26
6 Bera 1 3 26
AKURASI KESELURUHAN 86%
Keterangan: Horizontal adalah kelas dari MODIS, vertikal adalah kelas dari survei lapangan

60
Uji Model Fase Pertumbuhan Padi Berbasis ......... (I Made Parsa et al.)

Gambar 3-1: Grafik pola EVI citra MODIS pada titik sampel ke-15 di Kecamatan Gerung Lombok Barat

Gambar 3-2: Grafik pola EVI citra MODIS pada titik sampel ke-22 di Kecamatan Narmada Lombok Barat

Gambar 3-3: Grafik pola EVI citra MODIS pada titik sampel ke-37 di Kecamatan Jonggat Lombok Tengah

61
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 51-64

4 KESIMPULAN Sumatera Menggunakan Data EVI MODIS


Berdasarkan hasil analisis Multitemporal. Prosiding Seminar
kuantitatif dan pembahasan yang telah Nasional Penginderaan Jauh: 333-343.
disampaikan dapat disimpulkan bahwa Dirgahayu D., H., Noviar, S., Anwar, 2015.
akurasi model fase pertumbuhan padi Pengembangan Model Pertumbuhan
berbasis citra MODIS di Pulau Lombok Tanaman Padi Menggunakan Data EVI
adalah sebesar 86 %. Akurasi tersebut MODIS Multitemporal (Studi Kasus di
dihasilkan setelah melalui proses Pulau Sulawesi). Prosiding Seminar
penghalusan (smoothing) terhadap data Nasional Penginderaan Jauh: 408-424.
EVI multiwaktu sebelum diekstraksi Dirgahayu D., Nr L., Adhyani, Nugraheni S.,
informasi spasial fase pertumbuhannya. 2005. Model Pertumbuhan Tanaman
Padi Menggunakan Citra MODIS untuk
UCAPAN TERIMA KASIH Pendugaan Umur Padi. Prosiding
Penulis mengucapkan terima kasih Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN
kepada Kapusfatja atas arahan dan saran XIV, Surabaya.
yang diberikan dalam pelaksanaan Hafizh AS., 2013. Analisa Pertumbuhan Padi
penelitian ini, demikian juga Kapoklit Menggunakan Algorithma EVI dan NDVI
dan rekan-rekan peneliti yang telah pada Citra Multispektral. Jurusan Teknik
memberikan saran dan masukan pada Geomatika. Fakultas Teknik Sipil dan
pelaksanaan penelitian maupun penulisan Perencanaan. Institut Teknologi
makalah ini. Sepuluh November. Surabaya.
Huamin, Y., Y., Fu., Xiangming Xiao, He Qing
DAFTAR RUJUKAN Huang, Hongli He, L., Ediger, 2009.
Badan Litbang Pertanian, 2012. Varietas-Padi- Modeling Gross Primary Productivity for
Unggulan. Majalah Agroinovasi. Sinartani. Winter Wheat-Maize Double Cropping
Edisi 25-31 Januari 2012 No. 3441 System using MODIS Time Series and
Tahun XLII. 7. CO2 Eddy Flux Tower Data. Agriculture,
Badan Litbang Pertanian, 2015. Inovasi Pertanian Ecosystems and Environment Journal.
untuk Kemandirian Pangan dan Energi. China: 391-400.
Laporan Tahunan Badan Penelitian dan Maspiyanti F., M. I., Fanany, A M., Arymurthy,
Pengembangan Pertanian, Kementerian 2013. Klasifikasi Fase Pertumbuhan
Pertanian Republik Indonesia. Padi Berdasarkan Citra Hiperspektral
Bank Data Penginderaan Jauh Nasional – dengan Modifikasi Logika Fuzzy (Paddy
BDPJN LAPAN, diunduh dari http:// Growth Stages Classification Based on
bdpjn-catalog.lapan.go.id/catalog/ Hyperspectral Image Using Modified
index.php [Februari-Juni 2016]. Fuzzy Logic). Jurnal Penginderaan Jauh
Dao, PD., Yuei-An Liou, 2015. Object-Based dan Pengolahan Citra Digital Vol. 10
Flood Mapping and Affected Rice Field No. 1, Juni 2013. ISSN 1412-8098: 39-
Estimation with LANDSAT 8 OLI and 46.
MODIS Data. Remote Sensing Journal. MODIS Moderate Imaging Spectro radiometer.
2015, 7(5), 5077-5097. diunduh dari http://MODIS.gsfc.nasa.
Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana gov/data/ [Februari-Juni 2016].
Pertanian, 2016. Pengelolaan Data Lahan Mostafa, K., Mosleh and Q K., Hassan, 2014.
Sawah, Alat dan Mesin Pertanian, dan Development of a Remote Sensing
Jaringan Irigasi. Bahan Presentasi Based “Boro” Rice Mapping System.
pada Pertemuan Tahunan Forum Remote Sensing Journal. Department
Komunikasi Statistik dan Sistem of Geomatics Engineering, Schulich
Informasi Pertanian. Solo, 6-8 April School of Engineering, University of
2016. Calgary, 2500 University Dr NW,
Dirgahayu D., H Noviar, S Anwar, 2014. Model Calgary, Alberta T2N 1N4, Canada:
Pertumbuhan Tanaman Padi di Pulau 1938-1953.
62
Uji Model Fase Pertumbuhan Padi Berbasis ......... (I Made Parsa et al.)

Mulyono, S., Harisno, Mahfudz Amri, M., Ivan Uji Ketelitian Informasi Spasial Fase
Fanany, T., Basaruddin, 2015. Kernel- Pertumbuhan Padi Berbasis Citra
Based Regularized Learning for Time- MODIS. Prosiding Seminar Nasional
Invariant Detection of Paddy Growth Penginderaan Jauh 2015. Bogor.
Stages from MODIS Data. 7th Asian Shi JJ., Huang JJ, Feng Z., 2013. Multi-year
Conference Proceeding Part 1, ACIIDS Monitoring of Paddy Rice Planting Area
2015. Indonesia. in Northeast China using MODIS Time
Parsa, IM., 2013a. Optimalisasi Parameter Series Data. China. J Zhejiang Univ Sci
Segmentasi untuk Pemetaan Lahan B. 2013 Oct; 14(10): 934–946.
Sawah Menggunakan Citra Satelit Strahler, A. H., Boschetti, L., Foody, G.M.,
LANDSAT (Studi kasus Padang Pariaman- Friedl, M.A., Hansen, M.C., Herold, M.,
Sumatera Barat dan Tanggamus- Mayaux, P., Morisette, J.T., Stehman,
Lampung). Jurnal Penginderaan Jauh S.V. and Woodcock, C.E., 2006. Global
dan Pengolahan Citra Digital Vol. 10 Land Cover Validation: Recommendations
No. 1, Juni 2013. ISSN 1412-8098: 27- for Evaluation and Accuracy Assessment
38. of Global Land Cover Maps. Office for
Parsa, IM., 2013b. Kajian Pendekatan Teori Official Publications of the European
Probabilitas untuk Pemetaan Lahan Communities.
Sawah Berbasis Perubahan Penutup Syahbuddin, H., 2015. Sistem Informasi Katam
Lahan Citra LANDSAT Multiwaktu Terpadu versi 2.1 dan Standing Crop.
(Studi Kasus Daerah Tanggamus, Verifikasi Standing Crop di Empat
Lampung). Jurnal Penginderaan Jauh Kabupaten Jawa Barat. Balai Penelitian
dan Pengolahan Citra Digital Vol. 10 Agroklimat dan Hidrologi. Kementerian
No. 2, Desember 2013. ISSN 1412- Pertanian. Bogor.
8098: 113-121. USGS LANDSAT Mission, diunduh dari http://
Parsa, IM., 2014. Ujicoba Model Pemetaan LANDSAT.usgs.gov/documents/LDCM_
lahan Sawah Berbasis Perubahan Brochure/ [22 Januari 2013].
Penutup Lahan Citra LANDSAT Mosaik Xiao, X., Boles, S., Liu, J., Zhuang, D.,
Tahunan di Jawa Barat). Jurnal Frolking, S., Li, C., Salas, W., and
Penginderaan Jauh dan Pengolahan Moore, B., 2005. Mapping Paddy Rice
Citra Digital Vol. 11 No. 1, Juni 2014. Agriculture in Southern China Using
ISSN 1412-8098: 15-28. Multi-Temporal MODIS Images. Remote
Parsa, IM., 2015. Pemanfaatan Citra Penginderaan Sensing of Environment, 95, 480–492.
Jauh Resolusi Menengah LANDSAT untuk

63
Jurnal Penginderaan Jauh Vol. 14 No. 1 Juni 2017 : 51-64

LAMPIRAN

Lampiran 1. Nilai reflektan objek air dan hutan pada citra multiwaktu MODIS delapan harian (periode
1-41) tahun 2016

Objek Titik 1 Titik 2 Titik 3 Titik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 Titik 8

Air
laut

Hutan

Keterangan: B1; citra MODIS tanggal 1 Januari 2016, B2: tanggal 9 Januari, B3: tanggal 17 Januari,
B4: tanggal 25 Januari, B5: tanggal 2 Februari, dan B6: tanggal 10 Februari 2016

Lampiran 2. Kerangka sampling di lapangan

Sampel yang diamati di


lapangan adalah piksel
1, 3, 5, 7, dan 9.

64
Pedoman Penulisan Jurnal Penginderaan Jauh)
JUDUL MAKALAH DITULIS DENGAN HURUF KAPITAL TEBAL
SECARA SINGKAT DAN JELAS, (Studi Kasus : apabila ada)
(16 pt, Britannic Bold )
Judul dibuat dalam 2 bahasa (Indonesia dan Inggris), apabila
tulisan dalam bahasa Indonesia, maka judul dalam bahasa
Inggris ditulis dalam tanda kurung
(16 pt, Britannic Bold )
Penulis Pertama1, Penulis Kedua2, dstn (Nama Penulis Tanpa gelar)
(10,5 pt, Franklin Gothic Medium, bold)

1InstansiPenulis Pertama
2InstansiPenulis Kedua
dstn.....
(10,5 pt, Franklin Gothic Medium)

e-mail: e-mail penulis pertama (berwarna hitam)


(10,5 pt, Franklin Gothic Medium)

Diterima : ..... (tanggal bulan tahun); Disetujui : ..... (tanggal bulan tahun); Diterbitkan : ..... (tanggal bulan tahun)
(9 pt, Franklin Gothic Medium)

ABSTRACT
(10,5 pt, Bookman Old Style, bold)

Abstract is a summary of the most important elements of the paper, written in


one paragraph in the one column of a maximum of 200 words. Abstract made in two
languages written with the Bookman Old Style 9 pt. If the paper written in Indonesian,
the Indonesian abstract written first then followed by English abstract and vice versa.
The title "ABSTRAK" or "ABSTRACT" made with uppercase letters, and bold.

Keywords: guidence, author, journal (minimal 3 keywords)


(9pt, Bookman Old Style, italic)

ABSTRAK
(10,5 pt, Bookman Old Style, bold)

Abstrak merupakan ringkasan elemen-elemen terpenting dari naskah, ditulis


dalam satu paragraf dalam 1 kolom maksimal 200 kata. Abstrak dibuat dalam 2
bahasa ditulis dengan huruf 9 pt, Bookman Old Style. Apabila naskah dalam Bahasa
Indonesia, maka abstrak dengan Bahasa Indonesia ditulis terlebih dahulu dilanjutkan
abstrak Bahasa Inggris dan sebaliknya. Judul “ABSTRAK” atau “ABSTRACT” dibuat
dengan huruf besar, bold.

Kata kunci: panduan, penulis, jurnal (minimal 3 kata kunci)


(9pt, Bookman Old Style, italic)

1 PENDAHULUAN A4 dengan ukuran panjang (height) 29,7


(10,5pt, Bookman Old Style, bold) cm, lebar (width) 21 cm dengan dimensi
Top 3 cm, Bottom 2,5 cm, Inside 2,5
Naskah dapat ditulis dalam cm, Outside 2 cm, Gutter 1 cm, Header 1
Bahasa Indonesia maupun Bahasa cm dan Footer 1 cm. Jenis Huruf
Inggris. Naskah diketik dalam Microsoft Bookman Old Style 10,5 pt, dan spasi
Word dengan 1 kolom untuk abstrak (line spacing) 1. Panjang naskah tidak
dan 2 kolom untuk isi. Ukuran kertas
melebihi 10 halaman termasuk tabel Tabel dibuat ringkas dan diberi judul
dan gambar. yang singkat tetapi jelas hanya menyaji-
Kerangka Tulisan disusun dengan kan data yang esensial dan mudah di-
urutan : Judul, Identitas Penulis, pahami. Tabel diberi catatan secukup-
Abstrak, Kata Kunci, Pendahuluan, nya, termasuk sumbernya, sehingga
Metode, Hasil Pembahasan, Kesimpulan, tabel mampu menjelaskan informasi
Ucapan Terimakasih, dan Daftar yang disajikan secara mandiri. Setiap
Pustaka. tabel diberi nomor secara berurutan dan
diulas di dalam naskah. Judul tabel
2 METODOLOGI diketik dengan jenis huruf Bookman Old
(10,5pt, Bookman Old Style, bold) Style 10,5 pt dan pada tulisan “Tabel 1:”
“Tabel 2:” dan seterusnya diketik tebal.
Menguraikan tentang metode yang Tabel yang ukurannya melebihi satu
digunakan dalam penelitian termasuk kolom, maka dapat menempati area dua
data, peralatan, teori, diagram alir, kolom. Tabel tidak boleh dalam bentuk
beserta lokasi penelitian. “picture”, harus dalam bentuk tabel.
Judul tabel dituliskan pada bagian atas
2.1 Lokasi dan Data tabel, rata tengah dan diberi tanda titik
(10,5pt, Bookman Old Style, bold) (.) pada akhir judul tabel.
Gambar, Grafik dan Foto harus tajam
2.2 Standarisasi data dan jelas agar cetakan berkualitas baik.
(10,5pt, Bookman Old Style, bold) Semua simbol di dalamnya harus
dijelaskan. Seperti halnya tabel,
2.3 Metode Penelitian keterangan pada gambar, grafik atau
(10,5pt, Bookman Old Style, bold) foto harus mencukupi agar tersaji
secara mandiri. Gambar, grafik dan foto
Persamaan matematis atau formula harus diulas di dalam naskah. Seperti
diberi nomor secara berurutan yang halnya tabel, gambar, grafik dan foto
diletakkan di ujung kanan dalam tanda yang ukurannya melebihi satu kolom,
kurung. Apabila penulisan persamaan maka dapat menempati area dua kolom.
lebih dari satu baris maka penulisan Gambar, grafik dan foto memiliki
nomor diletakkan pada baris terakhir. kedalaman minimal 300 dpi.
Penggunaan huruf sebagai simbol
matematis dalam naskah ditulis dengan
huruf miring (Italic) seperti x. Penjelasan
persamaan diulas dalam naskah.
Penurunan persamaan matematis atau
formula tidak perlu dituliskan secara
detil, cukup diberikan bagian yang
terpenting, metode yang digunakan dan
hasilnya.

(1-1)

dengan D(t) tingkat gangguan Gambar 3-5: Suhu permukaan tanah


Kompleks Ijen dan fokus daerah
geomagnet, ∆H(t) variasi medan magnet
penelitian (kotak merah)
komponen horizontal, Sq(t,m) variasi berdasarkan citra thermal
hari tenang pada waktu t dan bulan m. Landsat 8 OLI 8 Mei 2015 dan 21
titik pengukuran di lapangan
(9 pt, Bookman Old Style, bold)

3 HASIL PEMBAHASAN
(10,5pt, Bookman Old Style, bold)
Tabel 2-2: SATURASI RADIANSI TIRS DAN SPESIFIKASI NOISE-EQUIVALENT-CHANGE-IN-
TEMPERATURE (NEΔT) (IRON et al., 2012)
(9 pt, Bookman Old Style, bold)
k Saturasi Saturasi NEΔT NEΔT NEΔT
Kanal temperature radians pada 240 K pada 300 K pada 360 K
10 360 K 20,5 W/m2 sr µm 0,80 K 0,4 K 0,27 K
11 360 K 17,8 W/m2 sr µm 0,71 K 0,4 K 0,29 K

4 KESIMPULAN Bondowoso, Journal Neutrino Vol. 6,


No. 1, October 2013.
Hal-hal penting dalam naskah yang Buku
merupakan kesimpulan dari hasil Bergen, M.J., Bernard, A., Sumarti, S.,
penelitian atau kajian. Sriwana, T., dan Sitorus, K. 2000.
Crater Lakes of Java: Dieng, Kelud and
UCAPAN TERIMAKASIH Ijen, Excursion Guidebook IAVCEI
General Assembly, Bali.

Wajib dituliskan penulis, ditujukan Artikel bagian dari Buku


kepada pihak-pihak yang membantu Massinai, M.A., Rusman, S., dan Syamsuddin.
penulis baik penyediaan data, 2014. Struktur Geologi Sulawesi Barat
Ditinjau dari Kelurusan Geomorfologi
pengerjaan data, serta Tim Redaksi Regional, Proceeding Seminar Nasional
Jurnal PJPDC dan Mitra Bestari. Geofisika 2014, Makassar, 13
September 2014.
DAFTAR RUJUKAN
Skripsi/Tesis/Disertasi
Referensi hendaknya dari sumber
yang jelas dan terpercaya. Setiap Ameldam, P., 2012. Pengujian Data NCEP-FNL
referensi yang tercantum dalam daftar Dan CCMP Untuk Potensi Energi Angin
pustaka harus dikutip (disitir) pada (Studi Kasus Di Jawa Barat), Skripsi
ITB.
naskah dan sebaliknya setiap kutipan
harus tercantum dalam daftar pustaka. Naskah Prosiding
Penulisan acuan dalam pembahsan Utama, A.P., Dwinanto, A., Situmorang, J.,
sebaiknya menggunakan “sistem Hikmi, M., dan Irshamukhti, R. 2012.
Green Field Geothermal System in Java,
penulis-tahun” yang mengacu pada
Indonesia, Proceedings 1st ITB
karya pada daftar pustaka. Kutipan Geothermal Workshop 2012 at
buku dalam bentuk saduran untuk satu Bandung, Indonesia, 6-8 Maret 2012.
sampai dua penulis ditulis nama akhir
penulis dan tahun. Contoh: Muhammad Naskah Konferensi
Pontes, M-T, Sempreviva, AM, Barthelmie, R.,
Nasir dituliskan (Nasir, 2009). Giebel, G., Costa, P., 2007. Integrating
Referensi primer lebih dari 80 % dan Offshore Wind And Wave Resource
diterbitkan dalam 5-10 tahun terakhir. Assessment, Proc. 7th European Wave
Referensi yang dicantumkan dalam and Tidal Energy Conference, Porto,
naskah mengikuti pola baku dengan Portugal.
disusun menurut abjad berdasarkan Naskah Laporan Hasil Penelitian
nama (keluarga) penulis pertama dan P3TKEBTKE-Kementerian ESDM, 2008.
tahun publikasi, dengan sistim sitasi Laporan Penelitan Kajian PLT Angin di
American Physiological Association 6th Indonesia Bagian Timur.
Edition. Contoh penulisan di dalam Naskah Online
Daftar Pustaka adalah sebagai berikut : Habby, J., 2011. Applying Tropospheric
Moisture to Forecasting, Meteororology
Artikel dalam Jurnal (Jurnal Primer) Education, diakses http://
Afandi, A., Maryanto, S., dan Rachmansyah, A. weatherpredicition.com, 23 Desember
2013. Identifikasi Reservoar Panasbumi 2014.
Dengan Metode Geomagnetik Daerah
Blawan Kecamatan Sempol Kabupaten
PEDOMAN BAGI PENULIS
JURNAL PENGINDERAAN JAUH DAN PENGOLAHAN DATA CITRA DIGITAL
(Journal of Remote Sensing and Digital Image Processing)
Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital adalah jurnal ilmiah untuk publikasi
penelitian dan pengembangan di bidang teknologi dan aplikasi penginderaan jauh.
Penulis diundang untuk mengirimkan naskah atau karya asli hasil penelitian, pengembangan, dan atau
pemikiran yang belum dipublikasikan atau dikirimkan ke meia publikasi manapun. Penulis boleh mengusulkan
penelaah ahli di luar Dewan Penyunting, yang dianggap memahami betul substansi naskah yang dikirim. Naskah
yang dikirim akan dievaluasi secara anonim oleh dua atau tiga penelaah ahli dan/atau Dewan Penyunting dari segi
keaslian (orisionalitas), kesahihan (validitas) ilmiah, dan kejelasan pemaparan. Penulis berhak menanggapi hasil
evaluasi, sedangkan Dewan Penyunting berhak menerima atau menolak serta menyempurnakan naskah tanpa
mengurangi isi/maknanya. Naskah yang tidak dimuat, dikembalikan kepada penulis dengan alasan penolakannya.
Penulis yang naskahnya dimuat mendapat 3 (tiga) eksemplar dari nomor yang diterbitkan, dan naskah yang ditulis
kolektif, hanya diberikan 2 (dua) eksemplar untuk masing-masing penulis. Ketentuan bagi penulis pada jurnal ini
adalah sebagai berikut.
a. Pengiriman naskah
Naskah diketik dengan MS Word menggunakan Bookman Old Styles font 11 pt, ukuran A4 dengan spasi ganda,
maksimal 20 halaman. Khusus untuk judul naskah ditulis huruf besar dengan font 16 pt. Naskah dikirim melalui
e-mail ke Sektetariat Redaksi (humas@lapan.go.id; pukasi.lapan@gmail.com) atau file digital diserahkan kepada
Sekretariat Redaksi Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital (LAPAN, Jl. Pemuda Persil No.
1 Rawamangun Jakarta Timur).
b. Sistematika penulisan
Naskah terdiri dari halaman judul dan isi makalah. Halaman judul berisi judul yang ringkas tanpa singkatan, nama
(para) penulis tanpa gelar, alamat instansi, dan e-mail penulis utama. Halaman isi makalah terdiri atas (a) judul
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, (b) abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris maksimum
200 kata yang tersusun dalam satu alinea, (c) kata kunci dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, (d) batang
tubuh naskah, terdiri dari Pendahuluan, Data/Metode/Teori, Hasil Pembahasan, Implementasi (jika ada),
Kesimpulan dan Saran, (e) Ucapan terima kasih (bila perlu) yang lazim, serta (f) daftar rujukan.
c. Gambar dan Tabel
Gambar atau foto harus dapat direproduksi dengan tajam dan jelas. Gambar atau foto warna hanya diterima
dengan pertimbangan khusus. Gambar dan tabel dapat dimasukkan ke dalam batang tubuh atau dalam lampiran
tersendiri. Untuk kejelasan penempatan dalam jurnal, gambar dan tabel harus diberi nomor sesuai nomor bab dan
nomor urut pada bab tersebut, misalnya Gambar 2-2 atau Tabel 2-1 yang disertai keterangan singkat gambar dan
judul dari tabel yang bersangkutan.
d. Persamaan, Satuan, dan Data Numerik
Persamaan diketik atau ditulis tangan (untuk simbol khusus) dan diberi nomor di sebelah kanannya sesuai nomor
bab dan nomor urutnya, misalnya persamaan (1-2). Satuan yang digunakan adalah satuan internasional atau yang
lazim pada cabang ilmunya. Karena terbit dengan dua bahasa, angka desimal data numerik pada tabel dan
gambar harus mengacu pada sistem internasional dengan menggunakan titik, sedangkan pada naskah tetap
menggunakan ketentuan menurut bahasanya.
e. Rujukan
Sesuai dengan ketentuan yang berlaku jumlah rujukan dalam naskah minimal 10 (sepuluh) dengan 80% adalah
rujukan terkini. Rujukan di dalam naskah ditulis dengan (nama, tahun) atau nama (tahun), misalnya (Hachert and
Hastenrath, 1986). Lebih dari dua penulis ditulis “et al.”, misalnya Milani et al. (1987). Daftar rujukan hanya
mencantumkan makalah/buku atau literatur lainnya yang benar-benar dirujuk di dalam naskah. Daftar rujukan
disusun secara alfabetis tanpa nomor. Nama penulis ditulis tanpa gelar, disusun mulai dari nama akhir atau nama
keluarga diikuti tanda koma dan nama kecil, antara nama-nama penulis digunakan tanda titik koma. Rujukan
tanpa nama penulis, diupayakan tidak ditulis ‘anonim’, tetapi menggunakan nama lembaganya, termasuk rujukan
dari internet. Selanjutnya tahun penerbitan diikuti tanda titik. Penulisan rujukan untuk tahun publikasi yang sama
(yang berulang dirujuk) ditambahkan dengan huruf a, b, dan seterusnya di belakang tahunnya. Rujukan dari situs
web dimungkinkan, dengan menyebutkan tanggal pengambilannya. Secara lengkap contoh penulisan rujukan
adalah sebagai berikut.
Escuider, P., 1984. Use of Solar and Geomagnetic Activity for Orbit Computation, in Mountenbruck (Ed.). Solar
Terrestrial Predictions: Proceeding of a workshop at Meudon, France, June 12.
Mumby P.J. and A.J. Edwards, 2002. Mapping Marine Environments with IKONOS Imagery: Enhanced Spatial
Resolution Can Deliver Greater Thematic Accuracy, Remote Sens. of Environment, Vol. 82, No.2-3,
pp.248-257.
Milani, A; Nobili, A.M.; and P. Farinella, 1987. Non-gravitational Perturbations and Satellite Geodesy, Adam
Higler Bristol Publishing, Ltd.
UCAR, 1999. Orbital Decay Prediction, http://windows.ucar.edu, download September 2004.

Anda mungkin juga menyukai