PENDAHULUAN
1
BAB II
STATUS PASIEN
2
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami hal yang sama sebanyak 2 kali dalam 1 bulan
terakhir.
Riwayat alergi tidak ada.
Riwayat Pengobatan
Sudah diberi cream gentamisin.
Riwayat Psikososial
Pasien dimandikan 1 kali sehari dan dikeramaskan tiap hari sekali dengan
menggunakan sabun, shampoo dan air PDAM.
Pasien menggunakan handuk yang berbeda dengan anggota keluarga yang
lain.
3
Telinga : nyeri tekan tragus (-), kelainan kulit (-)
Mulut : sianosis (-), pucat (-), kelainan kulit (-)
Leher : pembesaran KGB (-), kelainan kulit (-)
Thoraks :
Paru : vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : datar, BU dbn
Ekstremitas superior : akral hangat, edema (-)
Ekstremitas inferior : akral hangat, edema (-)
Regio Capitis
Efloresensi:
a. Abses eritema bentuk kerucut, soliter,
ukuran 3,5 cm x 4 cm, , batas tegas,
a distribusi regional, permukaan
menonjol, konsistensi kenyal, daerah
sekitar tidak terdapat kelainan.
Pada perabaan terasa hangat.
4
2.5 Anjuran Pemeriksaan
Pewarnaan Gram
Kultur Bakteri
2.7 Penatalaksanaan
Non Farmakologis
Memberikan edukasi kepada pasien mengenai penyakitnya dengan
memberikan penjelasan seperti:
1. Menjaga kebersihan diri terutama di sekitar benjolan, pakaian dan
lingkungan pasien dan ibu
2. Hindari menggaruk di daerah lesi
3. Minum obat teratur dan kontrol kembali setelah 7 hari untuk
mengetahui respon pengobatan
Farmakologis
1. Topikal : Asam Fusidat Zalf, dioleskan 2x sehari di benjolan
selama 2 minggu
Sistemik : Cefixime syr 100mg/5ml 2 x ½ sendok takar
Paracetamol syr 120mg/5 ml 3x ½ sendok takar (Jika
demam)
5
2.8 Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Pada awal karbunkel muncul yaitu berupa nodul berupa nodul berbatas
tegas, keras, eritema, edema kemudian meluas dan menjadi nyeri dan
berfluktuasi setelah beberapa hari. Apabila nodul tersebut pecah maka akan
menghasilkan pus dan terkadang disertai jaringan nekrotik. Selanjutnya, nyeri
disekitar lesi berkurang dan eritema serta edema juga akan berkurang setelah
beberapa hari sampai beberapa minggu.4
7
3.2. Etiologi dan Patogenesis
Furunkel atau karbunkel biasanya terbentuk ketika satu atau beberapa
folikel rambut terinfeksi oleh bakteri stafilokokus (Staphylococcus aureus).
Staphylococcus aureus merupakan transient flora pada permukaan kulit dan
saluran pernafasan.1,2,5
8
resistensie yaitu muara folikel. Jaringan nekrotik akan keluar sebagai pus dan
terbentuk fistel.1,2
9
Kondisi kulit tertentu. Karena kerusakan barier protektif kulit,
masalah kulit seperti jerawat, dermatitis, scabies, atau pedukulosis
membuat kulit rentan menjadi furunkel atau karbunkel.
Menurunnya daya tahan tubuh
Menurunnya daya tahan tubuh juga mempengaruhi masuknya kuman
ke dalam tubuh. Bayi dengan ASI ekslusif lebih terjaga dari serangan
kuman dari pada bayi dengan susu formula.
Lain-lain
Seperti penyakit diabetes, obesitas atau malnutrisi, hiperhidrosis,
anemia, penggunaan kortikosteroid, defek fungsi neutrofil pada pasien
kemoterapi dan stres emosional akan mempengaruhi angka
kejadian.2,9
3.3. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian, furunkel-karbunkel lebih sering didapatkan pada
anak laki-laki dibanding anak perempuan. Namun, hampir sertiap orang
terpapar oleh bakteri Staphylococcus aureus dimana bakteri tersebut banyak
ditemukan pada cuping hidung dengan jumlah sekitar 108 bakteri. Sekitar
20% orang dewasa yang sehat memiliki hasil positif dari pemeriksaan kultur
dalam jangka waktu setahun atau lebih, dan sementara itu lebih dari 60%
bakteri tersebut telah mengalami kolonisasi. Bakteri menyebar ke organ tubuh
lain dan juga ke lingkungan lewat perantara tangan. Meskipun cuping hidung
merupakan habitat utama dari Staphylococcus aureus, namun kulit yang
lembab juga dapat menjadi tempat untuk kolonisasi bakteri. Stafilokokus
dapat bertahan dengan baik pada lingkungan dan dapat menular ke orang lain.
Sejak S.aureus dapat menetap di tempat-tempat umum dan ada banyak
perbedaan strain pada populasi, maka epidemi penyakit stafilokokus dapat
dicari asalnya hanya boleh dengan cara identifikasi yang tepat. Cara untuk
membagi strain tersebut termasuk menentukan pola kepekaan terhadap
multiple antibiotik, tipe bakterofag, dan plasmid.8
10
3.4. Manifestasi Klinis
Mula-mula berupa makula eritematosa lentikular-numular setempat,
kemudian menjadi nodula lentikular-numular berbentuk kerucut dan berwarna
merah.2,3 Ukuran nodula tersebut meningkat dalam beberapa hari dan dapat
mencapai diameter 3-10 cm atau bahkan lebih. Supurasi terjadi setelah kira-
kira 5-7 hari. Pus tersebut dibentuk oleh limfosit dan leukosit PMN, mula-
mula pada folikel rambut. Pada bagian bawah folikel rambut (dalam jaringan
subkutis), dapat pula mengandung stafilokokus. Pada kasus yang sudah lama
terdapat sel plasma dan sel datia benda asing (giant cell).2,3
Karbunkel yang pecah dan kering kemudian membentuk lubang yang
kuning keabuan ireguler pada bagia tengah dan sembuh perlahan dengan
granulasi. Walaupun beberapa karbunkel menghilang setelah beberapa hari,
kebanyakan memerlukan waktu 2 minggu untuk sembuh. Jaringan parut
permanen yang terbentuk biasanya tebal dan jelas.
Gambar 6. Karbunkel
11
3.5. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, namun dapat
dikonfirmasi dengan pewarnaan gram dan kultur bakteri. Pewarnaan gram
S.aures akan menunjukkan sekelompok kokus berwarna ungu (gram positif)
bergerombol seperti anggur, dan tidak bergerak.1
Kultur pada medium agar MSA (Manitol Salt Agar) selektif untuk
S.aureus. bakteri ini dapat menfermentasikan manitol sehingga terjadi
perubahan medium dari warna merah menjadi kuning. Kultur S.aureus pada
agar darah menghasilkan koloni bakteri yang lebar (6-8 mm), permukaan
halus, sedikit cembung, dan warna kuning keemasan. Uji sensitivitas
antibiotik dapat dilakukan untuk penggunaan antibiotik secara tepat.3,4
12
Gambar 8. Kultur S.aureus pada medium MSA
13
Gambar 10. Hidradenitis Suppurativa
3.7. Komplikasi
Masalah utama pada furunkel dan karbunkel adalah penyebaran
bakteremia dari infeksi dan masalah rekurensi. Komplikasi dapat terjadi
apabila bakteri masuk ke pembuluh darah dan akan menginvasi organ tubuh
14
lain seperti jantung, tulang, maupun otak.8 Infeksi dapat menyebar ke bagian
tubuh lain melalui pembuluh getah bening dan pembuluh darah, sehingga
terjadi peradangan pada vena, trombosis, bahkan bakterimia. Bakterimia
dapat menyebabkan terjadinya endokaritis, osteomielitis akut hematogen,
meningitis atau infeksi paru. Manipulasi pada lesi dapat memfasilitasi
penyebaran infeksi ini melalui aliran darah. Untungnya komplikasi seperti ini
jarang terjadi.7
Lesi pada bibir dan hidung menyebabkan bakteremia melalui vena-vena
emisaria wajah dan sudut bibir yang menuju sinus kavernosus. Komplikasi
yang jarang berupa trombosis sinus kavernosus dapat terjadi.3,4
3.8. Penatalaksanaan
Pengobatan karbunkel sama saja dengan pengobatan furunkel. Karbunkel
atau furunkel dengan selulitis disekitarnya atau yang disertai demam, harus
diobati dengan antibiotik sistemik (lihat tabel 1). Untuk infeksi berat atau infeksi
pada area yang berbahaya, dosis antibiotik maksimal harus diberikan dalam
bentuk perenteral. Bila infeksi berasal dari methicillin resistent Streptococcus
aureus (MRSA) atau dicurigai infeksi serius, dapat diberikan vankomisin (1
sampai 2 gram IV setiap hari dalam dosis terbagi). Pengobatan antibiotik harus
berlanjut paling tidak selama 1 minggu.9
Tabel 1. Pengobatan furunkel atau karbunkel*
Topikal Sistemik
Lini pertama Mupirocin 2x1 Dikloxacillin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari
Asam fusidat 2x1 Amoksisilin + asam klavulanat (cephalexin) 25
mg/kgBB 3x1; 250-500 mg 4x1
Lini kedua Azitromisin 500 mg x1, kemudian 250 mg sehari
(bila alergi selama 4 hari
penisilin) Klindamisin 15 mg/kgBB/hari 3x1
Eritromisin 250-500 mg PO 4x1 selama 5-7 hari
* mencuci tangan dan menjaga kebersihan penting dalam semua regimen
15
Bila lesi besar, nyeri dan fluktuasi, insisi dan drainase diperlukan. Bila
infeksi terjadi berulang atau memiliki komplikasi dengan komorbiditas, kultur
dapat dilakukan. Terapi antimikrobial harus dilanjutkan sampai semua bukti
inflamasi berkurang dan berubah apalagi ketika hasil kultur tersedia. Lesi yang
didrainase harus ditutupi untuk mencegah autoinokulasi dan mencuci tangan harus
sering dilakukan. Pasien dengan furunkulosis atau karbunkel berulang
memberikan masalah yang spesial dan sering menyulitkan (manajemen
penatalaksanaannya lihat tabel 2).9
16
pada seprai dan pakaian dalam pasien dengan furunkulosis atau karbunkel dan
dapat menyebabkan reinfeksi pada pasien dan infeksi pada anggota
keluarganya. Dalam kasus ini, adalah bukan tidak beralasan untuk
menyarakan bahwa item ini (seprai dan pakaian dalam) harus secara hati-hati
dan secara terpisah dicuci dalam air hangat dan diganti tiap hari.
Perawatan berpakaian : Ganti pakaian harus sering bila terkumpul drainase
purulen. Pakaian tersebut harus dibuang dengan hati-hati dalam katong yang
tertutup dan dibuang secepatnya.
Pertimbangan umum : selain pertimbangan diatas, beberapa pasien tetap
memiliki siklus lesi rekuren. Kadang-kadang, masalah dapat diperbaiki atau
dihilangkan dengan menyuruh pasien agar tidak melakukan pekerjaan rutin
regular. Hal ini terutama dikhususkan pada individu-individu dengan stres
emosional dan kelelahan fisik. Liburan selama beberapa minggu, idealnya
pada iklim sejuk atau kering akan membantu dengan cara menyediakan
istirahat dan juga menyisihkan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan
program perawatan kulit.
Pertimbangkan hal yang bertujuan eliminasi S.aureus (yang `peka methicillin
maupun yang resisten methicillin) dari hidung (dan kulit) :
- Penggunaan salep lokal pada vestibulum nasalis mengurangi S.aureus
pada hidung dan secara sekunder mengurangi sekelompok organisme pada
kulit, sebuah proses yang menyebabkan furunkulosis rekuren. Pemakaian
secara intranasal dari salep mupirocin calcium 2% dalam base paraffin
yang putih dan lembut selama 5 hari dapat mengeliminasi S.aureus pada
hidung sekitar 70% pada individu yang sehat selama 3 bulan. Pada karier
yang immunokompeten terhadap stafilokokus dengan infeksi kulit
berulang, pemberian salep nasal mupirocin selama 5 hari setiap bulan
untuk 1 tahun menghasilkan kultur kuman hidung positif hanya pada 22%
pasien bila dibandingkan dengan kelompok plasebo yang memberikan
nilai 83%. Pasien dengan kultur hidung.negatif juga menunjukkan sedikit
infeksi kulit selama periode pengobatan. Resistensi stafilokokus terhadap
17
mupirocin hanya didapatkan pada 1 dari 17 pasien. Profilaksis dengan
salep asam fusidat yang dioleskan pada hidung dua kali sehari setiap
minggu keempat pada pasien dan anggota keluarganya yang merupakan
karier strain infeksius S.aureus pada hidung (bersamaan dengan pemberian
antibiotik anti-stafilokokus peroral selama 10-14 hari pada pasien) telah
terbukti dengan beberapa keberhasilan.
- Antibiotik oral (misalnya rifampin 600 mg PO tiap hari selama 10 hari)
efektif dalam mengeradikasi S.aureus untuk kebanyakan nasal carrier
selama periode lebih dari 12 minggu. Penggunaan rifampin dalam jangka
waktu tertentu untuk mengeradikasi S.aureus pada hidung dan
menghentikan siklus berkelanjutan dari furunkulosis rekuren adalah
beralasan pada pasien yang dengan pengobatan lain gagal. Namun, strain
yang resisten rifampin dapat muncul dengan cepat pada terapi seperti itu.
Penambahan obat kedua (dikloxacillin bagi S.aureus yang peka
methicillin; trimethoprim-sulfametaxole, siprofloksasin, atau minoksiklin
bagi S.aureus yang resisten methicillin) telah digunakan untuk mengurangi
resistensi rifampin dan untuk mengobati furunkulosis rekuren.
Manajemen furunkel atau karbunkel dapat dengan ringkas terlihat pada bagan
dibawah ini.6
18
3.9. Prognosis
Prognosis baik apabila faktor penyebab dapat dihilangkan, dan prognosis
menjadi kurang baik apabila terjadi rekurensi. Umumnya, pasien mengalami
resolusi setelah mendapatkan terapi yang tpat dan adekuat, beberapa pasien
mengalami bakteremia. Beberapa pasien mengalami rekurensi, terutama pada
penderita dengan penurunan kekebalan tubuh (immunocompropised).2
19
BAB IV
PEMBAHASAN
20
supuratif dapat disingkirkan karena terjadi pada kelenjar apokrin sehingga
predileksinya ialah di axila, inguinal, maupun perineum.
21
BAB V
KESIMPULAN
22
DAFTAR PUSTAKA
23