Asal Usul Sungai Kawat
Asal Usul Sungai Kawat
Oleh Mandes
Pemain:
1) Paijo (Nelayan miskin, lugu, bodoh)
2) Painem (Istri Paijo, Cerewet)
3) Paijan (Anak lelaki pertama Paijo, penurut)
4) Paijem (Anak perempuan Paijo, manja)
5) Peri Sungai (Baik hati)
6) Paelan (Teman paijo, pintar, bersahabat)
Beberapa tahun silam, hiduplah satu keluarga nelayan yang sangat miskin dengan dua orang anak yaitu
Paijo. Istri paijo bernama Painem, anak pertamanya bernama Paijan dan anak keduanya bernama Paijem.
Sehari-hari Paijo menghidupi keluarganya dengan mencari ikan. Suatu hari persediaan makanan yang mereka
miliki semakin sedikit dan anak istrinya mulai khawatir.
Painem: Jo! Bagaimana ini, kita sudah tidak punya persediaan makan. Beras sudah habis, ikan pun sudah tak
ada, mau makan apa kita!
Paijo: Aku sudah tahu Nem! Sudah diam, tidak usah menambah pusing saja!
Painem: Lalu kenapa kami hanya diam, kenapa kamu tidak pergi usaha! Anak-anak mau makan apa, apa
mereka bisa makan batu!
Paijo: Kamu kasih saja mereka tanah kalau tidak bisa makan batu! Sebagai istri seharusnya kamu bisa
mengerti, bisa membantu, bukan menambah keruh suasana!
Paijan: Bu, Paijan lapar, mana makanannya, kenapa tidak ada apa-apa?
Paijem: Iya bu, aku juga lapar?
Paijo: Cari makanan di dapur, bukan di sini Jan, ajak adikmu! Anak laki-laki kok cengeng, baru satu jam tidak
makan sudah ribut!
Paijan: Iya yah, baik.
Keesokan harinya paijo pun berangkat untuk mencari ikan di sungai dengan ditemani anak pertamanya. Ia
berangkat sangat pagi berharap bisa mendapatkan tangkapan yang cukup untuk keluarganya.
Di sungai, paijan dan ayahnya mulai mendorong dayungnya menuju lokasi sungai untuk memancing. Tak lupa
mereka menyiapkan segala kebutuhan memancing seperti umpan dan alat memancing lainnya.
Paijan pun membantu ayahnya mendorong perahu ke tengah sungai. Tak lama, mereka menghentikan perahu
di sebuah lokasi sungai. Mereka pun memancing di sana.
Paijo: Ya sudah, tidak apa-apa. Sekarang bantu ayah mengangkat kail ayah yang tersangkut!
Paijan: Ayah sendiri sajalah! Kesal aku!
Paijo: ya sudah, ayah turun dulu ke sungai
Paijan hanya terdiam kesal. Paijo turun dari perahunya dan menyelam mengangkat kail yang tersangkut di
sebuah akar kayu. Setelah itu mereka melanjutkan memancing namun sampai tengah hari tak ada satu ikan pun
yang menyentuh kail mereka. Akhirnya mereka mencoba mencari lokasi lain dengan menyusuri sampai ke
hulu sungai.
Paijo: Jan, sepertinya sudah tidak ada ikan di sini. Kita pindah saja!
Paijan: Iya (Paijan menjawab dengan singkat)
Paijo: Bagaimana kalau di sini?
Karena tak kunjung mendapatkan ikan mereka terus mencari tempat lain, contoh naskah drama cerita rakyat.
Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan sahabatnya yaitu Paelan. Paelan mengingatkan bahwa hari sudah
mulai sore dan biasanya ikan sudah mulai susah dipancing.
Paijo: Kenapa tidak ada ikan satu pun ya, kita sudah jauh menyusuri sungai.
Paijan: Iya, kenapa tidak ada ikan sama sekali.
Paelan: Hai kalian, hari sudah mulai sore, mau kemana kalian?
Paijo: Aku sedang mencari ikan
Paijan: Iya, tapi dari pagi kita tidak mendapatkan ikan satu pun.
Paelan: Sudahlah, besok saja dilanjutkan. Hari ini memang tidak banyak ikan yang bisa ditangkap. Aku saja
hanya dapat beberapa ekor saja.
Paijo: Ya, sebentar lagi, kami belum mendapatkan apapun!
Paelan: Kasihan anak kamu Jo, sudah lelah sekali dia.
Paijan: Aku tidak apa-apa, hanya sedikit lelah
Paelan: Benar kalian tidak mau pulang saja?
Paijo: Iya, nanti kami menyusul
Hari semakin sore, paijan mengingatkan ayahnya untuk pulang namun paijo tidak mengindahkan ajakan
anaknya tersebut karena belum mendapatkan ikan sama sekali. Sesaat setelah itu…
Paijan: Sudah mulai gelap yah, sudah tidak mungkin kita mendapatkan ikan
Paijo: Sebentar lagi Jan, kasihan adik dan ibu kamu di rumah kalau kita tidak mendapatkan apapun.
Paijan: Tapi yah…
Paijo: Sudah, sebentar lagi, pasti dapat!
Paijan: Ya sudah. Aku lelah, ayah saja yang memancing.
Paijo: Iya, kamu duduk saja! Eh… lihat Jan, ada yang menairk kail ayah, kali ini harus dapat!
Paijan: benar yah…
Paijo: Biar aku ulur terlebih dahulu, biar umpan dimakan semua. (Paijo pun mengulur tali panjingnya sampai
hampir habis)
Paijan: Bagaimana Yah?
Paijo: Kenapa semakin ringan ya!
Paijo sangat serius memperhatikan tali pancingnya sehingga ia tidak menyadari hari mulai gelap dan cahaya
matahari telah berganti dengan cahaya bulan. Akhirnya paijo menarik tali pancingnya secara perlahan.
Tiba-tiba ia melihat kelebatan kawat seperti emas bersatu dengan tali pancing miliknya.
Karena sangat senang, paijo lupa diri. Ia tidak menghiraukan peringatan dari anaknya. Ia juga sama sekali tidak
mendengarkan suara peringatan yang datang dari peri sungai, sampai akhirnya…
Peri Sungai: Sudah Paijo, sudah cukup banyak emas yang kau dapatkan!
Paijo: Tari terus Jan kawat emas ini!
Paijan: Tapi Yah…
Peri Sungai: Sudah banyak Jo! Emas itu sudah banyak. Cukup, hentikan menarik kawat emas itu!
Paijan: Ayah, berhenti!
Paijo: Iya sebentar lagi
Paijan: Ayah…perahunya!!!
Peri Sungai: Sudah Paijo, mau untuk apa emas sebanyak itu!
Paijan: Ayaaah….. perahu kita…!
Akhirnya, tak seekor ikan pun mereka dapat, tak seutas kawat emas pun yang mereka dapat. Paijo dan anak
lelakinya pun menjadi tumbal keserakahan, tenggelam bersama perahu yang mereka gunakan untuk
memancing.
---Sekian----
Pesan moral:
Sifat serakah adalah sifat yang sangat buruk dan akan merugikanmu dimasa yang akan datang.