LP Katarak
LP Katarak
588
b. Katarak komplikasi
Adalah katarak yang akibatkan oleh beberapa jenis infeksi dan penyakit tertentu
seperti Diabetes Melitus, Hipertensi, Glaukoma, lepasnya atau ablasi retina dan
penyakit umum tertentu lainnya.
c. Katarak Trauma
Adalah katarak yang diakibatkan oleh cedera yang seperti pukulan keras, luka
tembus, luka sayatan, panas tinggi atau bahan kimia dapat mengakibatkan kerusakan
pada lensa, katarak trauma dapat terjadi pada semua umur.
d. Katarak Senilis
Adalah katarak yang disebabkan oleh proses ketuaan/faktor usia sehingga lensa
mata menjadi keras dan keruh. Katarak senilis merupakan tipe katarak yang paling
banyak ditemukan. Biasanya ditemukan pada golongan usia diatas 40 tahun keatas
(Ilyas dalam Arimbi 2012).
Terdapat dua bentuk katarak senilis yaitu:
1 Tipe kortika: proses kekaburan mulai pada bagian dari korteks lensa mata.
2 Tipe nuclear: proses kekaburan mulai pada bagian nucleus (inti) lensa mata.
Terjadinya katarak senile berlangsung dalam 4 stadium, yaitu:
a. Stadium insipient
Stadium ini adalah awal proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berbentuk
bercak-bercak.
b. Stadium Intumesen (imatur)
Pada stadium ini, yang degenaratif mulai menyerap cairan ke dalam lensa
sehingga lensa menjadi cembung.
c. Stadium Matur
Merupakan proses degeneratif lanjut usia, pada stadium ini terjadi kekeruhan
seluruh lensa. Tekanan cairan didalam lensa sudah dalam keadaan seimbang.
589
d. Stadium Hipermatur
Pada stadium ini terjadi proses degenarasi lanjut dan korteks lensa dapat
mencair sehingga nukleus lensa tenggelam didalam kortek lensa (katarak
morgagni) (Ilyas dalam Arimbi 2012).
3. Patofisiologi
Pembentukan katarak ditandai secara kimiawi dengan pengurangan ambilan
oksigen dan peningkatan kadar air yang diikuti dengan dehidrasi lensa. Kadar sodium
dan kalsium meningkat, potassium, asam asikorbat, dan protein menurun. Protein
lensa mengalami beberapa perubahan terkait usia seperti menguning karena
pembentukan komponen fluoresen, dan perubahan molokular. Perubahan ini bersama
dengan fotoabsorpsi radiasi sinar ultraviolet sepanjang hidup mendukung teori bahwa
katarak dapat disebabkan oleh proses kimiawi.
Kemajuan katarak merupakan pola yang dapat diprediksi. Katarak dimulai dari
kondisi imatur yang memiliki gambaran lensa yang tak sepenuhnya opak dan
beberapa cahaya masih dapat diteruskan sehingga penglihatan masih memadai. Pada
katarak matur, opasitas tidak menyeluruh (katarak disebut “matang”). Katarak
hipermatur merupakan katarak dengan protein lensa mengalami pemecahan menjadi
polipeptida rantai pendek yang merembes keluar dari kapsul lensa. Pecahan
polipeptida ini kemudian difagosit oleh magrofag sehingga dapat merusak jaringan
trabekular menyebabkan glaukoma fakolitik (Black & Hawks, 2014).
4. Manifestasi klinik
Penglihatan kabur, Kadang diplopia monokular (penglihatan ganda), Foto fobia
(sensitive terhadap cahaya) dan halo terjadi karena opasitas lensa menghalangi
penerima cahaya dan banyanagan oleh retina. Klien biasanya melihat lebih baik pada
cahaya yang remang-remang ketika pupil dalam keadaan dilatasi yang menyebabkan
cahaya dapat menembus sekeliling opasitas lensa. Nyeri sering kali tidak dikeluhkan
(Hawks, 2014).
Bila katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan secara dan akan
dapat menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
590
Penglihatan tidak jelas, seperti kabut menghalangi objek, Peka terhadap sinar atau
cahaya, Dapat melihat dobel pada suatu mata , Memerlukan pencahayaan yang terang
untuk dapat membaca, Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Selain katarak, dibagi menjadi 4 stadium. Yaitu stadium insipiden, imatur,
matur dan hipermatur. Saat memasuki stadium inspeksi kekeruhan tidak teratur
seperti bercak-bercak di korteks anterior/posterior sehingga menimbulkan keluhan
pollopia. Pada stadium yang lebih lanjut terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi
belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian jernih lensa. Pada
stadium ini terjadi penumpukan cairan dan disentagrasi serbut akibatnya lensa
mencebung yang menimbulkan keluhan miopi dan menyebabkan iris terdorong
kedepan serta bilik mata lebih sempit akibatnya terjadi penyulit gloukoma dan
uveitis. Apabila degenerasi terus berlanjut, terjadilah katarak matur dimana terdapat
pengeluaran air bersama-sama hasil degenerasi kapsul sehingga terjadi pengapuran
menyeluruh karena deposit kalsium lensa berwarna putih. Hal ini menyebabkan
terjadinya katarak hipermatur. Pada stadium ini, korteks lensa mencair sehingga lensa
mengkerut berwarna kuning, lalu menyebabkan iris terdorong kedepan dan bilik mata
menjadi sempit dan bias timbul penyulit yang sama dengan stadium matur tadi (Black
& Hawks, 2014).
5. Pencegahan
Mencegah lebih baik dari pada mengobati dan tentu saja lebih murah. Beberapa
kebiasaan berikut ini dapat dilakukan agar tidak terkena katarak diantaranya, rutin
melakukan pemeriksaan mata (agar bila terjadi kelainan dapat segera ditangani),
menggunakan kacamata hitam bila diluar ruangan untuk melindungi mata dari
paparan sinar Ultraviolet, tidak merokok, tidak minum minuman berkohol, hindari
makanan yang cepat saji atau makanan yang mengandung lemak jenuh, gula dan
sodium dalam jumlah yang tinggi. Makanan yang disarankan untuk dikomsumsi
adalah yang kaya magnesium seperti kacang, biji-bijian, telur dan sayur-sayuran
hijau. Magnesium berfungsi meningkatkan kesehatan darah dan fungsi otot.
Perbanyak pula konsumsi buah-buahan dan sayuran yang mengandung vitamin A< C,
591
dan E makanan yang banyak mngandung vitamin A misalnya buah naga, mangga,
apel, wortel, sayu- bayam,paprika dan kemangi. Vitamin E terdapat pada makanan
yang banyak mengandung vitamin C diantaranya jeruk sitrun, melon, dan brokoli
(Mumpuni, 2016) .
6. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil denagan laser.
Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan yang terbaik
dicapai 20/50 atau lebih buruk lagi. Pembedahan katrak paling sering dilakukan pada
orang berumur 65 tahun. Dengan menggunakan anestesi lokal. Macam-macam
pembedahan ada 2 yakni:
1. Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler
2. Ekstraksi katarak ekstra kapsuler (Wijaya & Putrid,2013).
Pembedahan/pengobatan untuk penderita katarak adalah bertujuan untuk
mengeluarkan lensa yang keruh. Penentuan waktu operasi katarak sangat ditentukan
oleh dokter dan pasien. Berdasarkan penentuan waktu operasi tersebut terdapat dua
macam indikasi pembedahan katarak, yaitu:
a. Indikasi sosial
Pembedahan katarak dilakukan jika kekeruhan lensa telah menggangu
pekerjaan sehari-hari atau mengakibatkan kebutaan penderitanya (tajam penglihatan
kedua mata kurang atau sama dengan 3/60 setelah dikoreksi). Dalam operasi katarak
dilakukan bila katarak sudah matang. Kalau sekarang dilakukan demi memberikan
kemudahan bagi para orang-orang dengan pekerjaan halus seperti pelukis, penjahit
dan ahli bedah mikro. Sehingga mereka dapat melakukan pekerjaan dengan mudah.
b. Indikasi Medik
Sebaiknya katarak operasi secepatnya bila katarak telah/matang, karena bila
terlambat akan mengakibatkan penyulit atau komplikasi akibat lensa yang terlalu
matang. Penyulit yang akan timbul beberapa peradangan bola mata (uveitus) dan
bertambah tebal, penglihatan akan menjadih keruh seperti melihat melalui kaca
592
jendela yang berkabut. Berat ringannya gangguan tajam penglihatan bervariasi dari
mulai kesulitan melihat benda-benda yang kecil sampai pada kebutaan. Katarak tidak
menular ke mata yang sebelahnya tetapi dapat mengenai kedua lensa mata. Katarak
bukan disebabkan karena mata yang terlalu lama dipakai dan mata yang dipakai tidak
akan memperberat katarak (Ilyas dalam Arimbi 2012).
7. Data Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan EKG
c. Pemeriksaan USG mata
d. Pemeriksaan biometri
8. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit katarak ini adalah sebagai berikut:
1. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningkatan tekanan intra okuler didalam bola
mata, sehingga lapang pandang mengalami gangguan dan virus mata menurun
2. Kerusakan retina
Kerusakan retina ini dapat terjadi setelah pasca beda, akibat ada robekan pada
retina, cairan masuk ke belakang dan mendorong retina atau terjadi penimbunan
dibawah retina sehingga terangkat.
3. Infeksi
Ini bisa terjadi setelah pasca bedah karena kurangnya perawatan yang tidak
adekuat (Wijaya & Putrid,2013).
Walaupun sebenarnya efek samping pembedahan katarak jarang terjadi,
mungkin dapat terjadi infeksi pascaoperasi, perdarahan, edema macular dan
kecerobohan luka. Kejadian ablasio retina lebih sering terjadi pada 12 bulan
pascaoperasi (Black & Hawks, 2014).
9. Diagnosis
1. Gangguan oreseosi sensori visual/penglihatan berhubungan dengan penurunan
ketajaman penglihatan.
593
2. Resiko terhadap cidera berhubngan dengan penurunan fungsi ketajaman
penglihatan
3. Gangguan body image berhubungan dengan kekeruhan lensa
4. Cemas berhubungan dengan krisis situasional, perubahan kesehatan, interaksi
Faktor-Faktor Risiko Penyebab Katarak
Katarak adalah penyakit yang dipengaruhi oleh beberapa faktor internal
maupun eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi antara lain adalah usia, jenis
kelamin, diabetes mellitus, gizi, pekerjaan, merokok, pendidikan yang dalam
hubungannya paparan sinar ultraviolet dari sinar matahari (Sirlan dalam Arimbi,
2012).
1. Faktor intrinsik
a. Usia
Proses normal ketuaan mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh, keadaan
ini disebut sebagai katarak, yang sering ditemukan mulai 40 tahun keatas. Seiring
bertambahnya usia, lensa berkurang kebeniannya, keadaan ini akan berkembang
dengan bertambahnya dan timbulnya seret-seret lensa yang baru. Seret-seret yang
terbentuk lebih dahulu akan terdorong kearah tengah membentuk nukleus. Nukleus
ini akan memadat dan mengalami dehidrasi sehingga terjadi sklerosis. Sklerosis ini
menyebabkan lensa tidak elastic, menjadi kompak dan kesanggupan untuk
berakomodasi menjadi turun. Seiring bertambahnya usia, lensa berkurang
kebeningannya, keadaan ini akan berkembang dengan bertambahnya katarak (Tana,
2007).
b. Jenis kelamin
Jenis kelamin erat kaitannya dengan kejadian katarak menurut Ilyas dalam
Hanok (2014). Faktor risiko jenis kelamin dengan kejadian katarak yang kebanyakan
diderita jenis kelamin perempuan ini disebabkan perempuan mengalami menopouse
pada usia 40 tahun. Sehingga mengakibatkan kemampuan metabolisme dalam tubuh
semakin berkurang dan terjadi kerusakan pada jaringan tubuh.
594
Progesteron diproduksi oleh korpus luteum dan menyebabkan penebalan
endometrium dalam persiapan untuk penempelan ovum yang telah dibuahi.
Progesteron juga menghambat tindakan estrogen pada jaringan tertentu. Pada wanita
yang anovulatori, tidak ada korpus luteum terbentuk. Oleh karena itu, estrogen sering
tidak terhalangi. Hal ini dapat mengakibatkan penumpukan pada endometrium,
menyebabkan perdarahan menstruasi yang tidak teratur pada fase perimenopause.
Ovarium pada saat menopause tidak lagi menghasilkan estradiol (E2) atau inhibin
dan progesteron dalam jumlah yang bermakna, dan estrogen hanya dibentuk dalam
jumlah kecil. Oleh karena itu, FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH
(Luteinizing Hormone) tidak lagi dihambat oleh mekanisme umpan balik negatif
estrogen dan progesteron yang telah menurun dan sekresi FSH dan LH menjadi
meningkat dan FSH dan LH plasma meningkat ke tingkat yang tinggi. Fluktuasi FSH
dan LH serta berkurangnya kadar estrogen menyebabkan munculnya tanda dan gejala
menopause (Viska, 2013).
Pada wanita menopause akan timbul berbagai masalah kesehatan, seperti gejala
vasomotorik yaitu hot flush (rasa panas dari dada hingga wajah), night sweat
(keringat dimalam hari) dan mudah berkeringat, gejala psikogenik, nyeri sanggama,
insomnia (susah tidur), penurunan libido, meningkatnya kejadian penyakit jantung
koroner, patah tulang (osteoporosis), dementia, stroke, kanker usus besar, dan katarak
(Qamariah, 2013).
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus merupakan suatu kelainan metabolik dimana ditemukan
ketidakmampuan untuk mengoksidasi karbohidrat akibat gangguan pada mekanisme
insulin yang normal. Penderita diabetes mellitus akan memilki kadar gula darah yang
lebih tinggi dibandingkan orang normal. Salah satu komplikasi dari diabetes mellitus
dapat menyerang mata (katarak)(Riskawati, 2012).
Penyakit metabolik yang sering menyebabkan katarak adalah diabetes melitus.
Pada kondisi normal glukosa lensa akan mengalami proses metabolisme yang akan
595
menjaga lensa agar tetap transparan. Proses ini dilakukan melalui glikolisis anerobik
dan jalur sorbitol. Namun pada kondisi normal jalur sorbitol tidak terlalu digunakan.
Pada kondisi hiperglikimia, jalur sorbital akan lebih aktif berkerja dimana
glukosa akan diubah menjadi sorbital. Sorbital akan diubah menjadi fruktosa oleh
polyol dehidrogenase sehingga lensa tetap transparan. Namun polyol dehidrogenase
jumlahnya sedikit sehingga pada kondisi hiperglikemia sorbital tidak dapat diubah
menjadi fruktosa. Sorbital akan menetap pada didalam lensa karena permeabilitas
lensa terhadap sorbital kurang. Penumpukan sorbital dan peningkatan fruktosa dalam
lensa yang dapat merusak struktur sitoskeleton dan mengakibatkan kekeruhan lensa.
Bentuk kekeruhan yang tampak pada penderita diabetes melitus adalah kekeruhan
seperti kepiting salju yang terjadi secara bilateral pada waktu yang bersamaan
d. Gizi
Dengan pendapatan yang rendah, asupan gizi menjadi kurang. Faktor nutrisi
merupakan salah satu risiko terjadinya katarak. Telah banyak epidemiologi yang
menujukan dengan berbagai antioksidan seperti vitamin C, E dan karoten yang dapat
mengurangi risiko katarak akibat radikal bebas. Diet rendah Thiamin, Ribhoflavin,
niancin, Pyridoxine, folate, vitamin B12, zinc dan protein dapat meningkatkan risiko
terjadinya katarak (laila 2017).
Sayur/buah banyak mengandung antioksidan. Antioksidan mampu menangkal
atau meredam dampak negatif radikal bebas dalam tubuh. Antioksidan banyak
ditemukan di dalam lensa dan berfungsi untuk menjaga transparansi lensa.
Peningkatan kematangan katarak terjadi karena penurunan kadar antioksidan pada
lensa. Beberapa antioksidan dapat diperoleh dari makanan maupun sediaan suplemen
makanan antara lain vitamin C, vitamin E, karotenoid, dan flavonoid. Dalam
penelitian Rustama, (2014) terdapat hubungan kadar antioksidan dengan kekeruhan
dengan keruhan lensa yang bermakna secara statistik. Penurunan aktivitas aktivitas
dan antioksidan dapat merusak keseimbangan redoks lensa yang mengarah pada
pembentukan katarak. Pemberian antioksidan dapat memberi proteksi jangka panjang
terhadap katarak serta dapat memperlambat progesivitas katarak
596
Seleda air yang berwarna hijau gelap yang mengandung beta koraten dan zat
besi tinggi. Berbeda dengan sayuran dan buah-buahan berwarna karetenoid seleda air
tertutup oleh klorofil, yaitu untuk berfotosintesis (membuat energy dari sinar
matahari). Seleda merupakan sumber karetenoid jenis lutein dan zeaxianthin yang
melindungi mata dari penyakit degenerative, seperti degenerasi macular dan katarak.
Lutein dan zeaxithin nerupakan satu-satunya keratonoid yang ditemukan di dalam
lensa mata dan macular.,mengkomsumsi kutein dan zeaxthin lebih rata-rata jumlah
komsumsi yang dianjurkan dapat meningkatkan densitas pigmen macular, sehingga
kemampuan dalam mata menyaring cahaya biru akan meningkat dan mampu
melawan bahaya radikal bebas. Lutein dan zaexthin, yaitu kekeringan pada lensa
mata yang menyebabkan gangguan penglihatan (Marshall, 2005).
2. Ekstrinsik
a. Pekerjaan
Pekerjaan dalam hal ini berhubungan dengan paparan sinar maatahari. Sinar
UV merupakan faktor terjadinya katarak. Sinar Ultraviolet yang berasal dari sinar
matahari akan diserap oleh protein lensa terutama asam amino aromatic, yaitu
triptofan, fenil alanin dan tirosin sehingga menimbulkan reaksi foto kimia dan
menghasilkan fragma molekul yang disebut radikal bebas, seperti anion superoksida,
hidroksil dan spesiesoksigen reaktif seperti hydrogen peroksida yang semuanya
bersifat toksis. Reaksi tersebut akan mempengaruhi struktur protein lensa, selanjutnya
menyebabkan kekeruhan lensa yang disebut katarak. Sinar ultra violet akan diserap
(Arimbi,2012).
Ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan diluar gedung dengan kejadian
katarak, dapat disimpulkan bahwa pekerjaan diluar gedung merupakan faktor risiko
terjadinya katarak. Responden pekerjaan berisiko untuk terjadinya ≥ 4 jam diluar
gedung mempunyai resiko 13 kali untuk terjadinya katarak dibandingkan dengan
responden pekerjaan tidak berisiko < 4jam diluar gedung (Ulandari Tri, 2014).
b. Merokok
597
Rokok berperan dalam pembentukan katarak melalui dua cara yaitu, pertama
paparan asap rokok yang berasal dari tembakau dapat merusak membrane sel dan
seret-seret yang ada pada mata. Kedua yaitu, merokok dapat menyebabkan
antioksidan dan enzim-enzim didalam tubuh sehingga dapat merusak mata. Merokok
dapat menginduksi strees oksidatif dihubungkan dengan penurunan kadar oksidan,
askorbat, dan karotenoid. Merokok juga dapat menyebabkan penumpukan
Cromophores yang dapat menyebabkan terjadinya penguningan warna lensa.
Kandungan dalam rokok juga menyebabkan terjadinya karbamilasi dan denaturasi
protein lensa ( Hadini 2016).
Merokok dapat menginduksi stress oksidatif dan menurunkan kadar
antioksidan. Merokok dapat menyebabkan penumpukan molekul berpigmen “3
Hydroxykhynurine dan chromophores”.yang menyebabkan terjadinya penguningan
dan pengaruh warna lensa. Kandungan sianat dalam rokok juga menyebabkan
kekeruhan pada mata (Hutauruk & Siregar, 2017).
Rokok kelihatan seperti daun tembakau yang digulung dengan kertas putih.
kelihatannya seperti barang yang tidak berarti dan tidak berbahaya. Tetapi begitu di
bakar dan siisap rokok mngeluarkan sekitar 4000 jenis zat kimia. Dari 4000 zat kimia
ini berbahaya untuk mata terjadi kekeruhan pada lensa mata yang di sebut katarak.
Orang yang menghisap 20 batang batang rokok atau lebih perhari memiliki risiko
terkena katarak dua kali lipatdari pada orang yang tidak merokok. Degenerasi
makuler (kerusakan “ sel-sel penglihatan” di retina dibagian belakang bola mata),
sesuatu penyebab kebutaan yang lazim pada orang berusai lanjut, 2-5 kali lebih sering
didapatkan pada perokok dari pada orang yangtidak merokok. (Crofton & Simpson,
2009).
c. Pendidikan
Penlitian yang dilakukan oleh Echeribi, Dkk (2010) menyebutkan bahwa resiko
katarak sangat terkait pada responden dengan pendidikan yang rendah, dimana
responden yang berpendidikan mempunyai resiko 2,42 kali menderita katarak.
Pendidikan yang rendah pada masyarakat juga akan berdampak pada tidak adanya
598
pemahaman dan kesadaran akan penyakit katarak tersebut, ditambah lagi dengan
sangat kurangnnya informasi atau penyuluhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
Pendidikan tidak terkait langsung dengan terjadinya katarak, tetapi biasanya
berhubungan dengan pekerjaan. Seseorang dengan tingkat pendidikan rendah,
biasanya akan berkerja sebagai petani, nelayan, atau buruh kasar sehingga
kecenderungan untuk terpapar oleh sinar ultraviolet akan lebih sering.
599
2.2 Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Idemtitas klien:
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, pendidikan, alamat, Status pernikahan .
Katarak biasanya lebih banyak pada orang yang berusia lanjut. Pekerjaan sering
terpapar sinar matahari ultraviolet akan lebih mudah berisiko mengalami katarak.
b. Riwayat ksehatan:
Diaagnosa medis, keluhan utama, riwyat penyakit sekarang, riwayat kesehatan
terdiri dari penyakit yang pernah dialami, alergi, imunisasi, kebiasaan, obat-obatan
yang digunakan, riwayat penyakit keluarga, keluhan uatama yang dirasakan yaitu
penurunan ketejaman penglihatan dan silau.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya terdapat keluarga yang mengalami katarak
f. Genogram
g. Pengkajian keperawatan
1) Presepsi kesehatandan penglihatan kesehatan berbeda pada setiap klien.
2) Polaaktivitasdan latihan
Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan
3) Pola tidur dan istirahat
Tidak ada gangguan pola tidurdan istirahat yang disebabkan oleh katara
4) Pola kognitif dan perceptual
Gangguan penglihatan (kabut/tka jelas), sinar terang menyebabkan selalu
dengan kehilangan bertahap, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa di ruang gelap
5) Pola presepsi diri
Klien berisiko megalami harga diri rendah kondisi yang diaminya.
600
6) Pola seksual dan reproduksi
Tidak ada gangguan pada pola seksualitas dan reproduksi yang diakibatkan leh
katarak
7) Pola peran dan hubungan
pola peran dan hubungan klien akan terganggu karena adanya gangguan pada
penglihatannya
8) Pola menejemen dan koping stress
klien dapat mengalami sterss karena klintidak dapat menlihat secara jelas
sebelumnya
9) Sistem nilai dan keyakinan
Sistem bilai dan keyakinan seseorang akan berbeda satu sama lain
h. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum, tanda vital
2) Kulit
Inspeksi: lihat ada/tidak adanya lesi, hiperpigmentasi (warna kehitaman/kecoklatan),
edema, dan distribusi rambut kulit.
Palpasi: di raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur : kasar /halus, suhu
: akral dingin atau hangat.
3) Rambut
inspksi: disribusi rambut merata atau tidak, kotor atau tidak, bercabang.
Palpasi: mudah rontok/tidak, tekstur: kasar/halus
4) Kuku
Inspeksi: catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb,
bentuk: clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beau’s lines pada penyakit
difisisensi fe/anemia fe
Palpasi: catat mengenai warna : biru: sianosis, merah: peningkatan visibilitas Hb,
bentuk: clubbing karena hypoxia pada kangker paru, beau’s lines pada penyakit
difisisensi fe/anemia fe
601
5) Kepala
Inspeksi: wajah jika, muka ka.ki berbeda atau misal lebih condong ke kanan atau ke
kiri itu menunjukan ada parese/kelumpuhan, contoh: pada pasien SH.
Palpasi: Cari adanya luka, tonjolan patologik, dan respon nyeri dengan menekan
kepala sesuai kebutuhan
6) Mata
Inspeksi: Kelopak mata ada radang atau tidak, simetris ka.ki atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah/konjungtivitis, ikterik/indikasi
hiperbilirubin/gangguan pada hepar, pupil: isokor ka,ki (normal), miosis/mengecil,
pin point/sangat kecil (suspek SOL), medriasis/melebar/dilatasi (pada pasien sudah
meninggal).
OD (Optik Dekstra/ka): 5/5
Berarti : pada jarak 5 m, mata masih bisa melihat huruf yang seharusnya dapat
dilihat/dibaca pada jarak 5 m
OS (Optik Sinistra/ki) : 5/2
Berarti : pada jarak 5 m, mata masih dapat melihat/membaca yang seharusnya di
baca pada jarak 2 m.
P = Tekan secara ringan untuk mengetahui adanya TIO (tekanan intra okuler) jika ada
peningkatan akan teraba keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus), kaji
adanya nyeri tekan.
7) Hidung
Inspeksi: Apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi, apakah ada secret
Palpasi : Apakah ada nyeri tekan, massa
8) Telinga
Inspeksi: Daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran, bentuk, kebresihan, adanya
lesy.
Palpasi: Tekan daun telinga apakah ada respon nyeri, rasakan kelenturan kartilago
602
9) Mulut dan Faring
Inspeksi: Amati bibir apa ada klainan kogenital (bibir sumbing), warna, kesimetrisan,
kelembaban, pembengkakkan, lesi Amati jumlah dan bentuk gigi, gigi berlubang,
warna, plak, dan kebersihan gigi
Inspeksi: Pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri.
10) Leher
Inspeksi: Amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan parut, pembengkakkan
kelenjar tirod/gondok, dan adanya massa, leher dari depan, belakang dan samping
ka,ki.
Palpasi: Letakkan kedua telapak tangan pada leher klien, suruh pasien menelan dan
rasakan adanya kelenjar tiroid (kaji ukuran, bentuk, permukaanya.)
11) Dada
Inspeksi: Amati kesimetrisan dada ka.ki, amati adanya retraksi interkosta, amati
gerkkan paru Amati klavikula dan scapula simetris atau tidak
Palpasi: ekspansi paru, Taktil vremitus posterior dan anterior,
Perkusi: Untuk perkusi anterior dimulai batas clavikula lalu kebawah sampai
intercosta 5 tentukkan batas paru ka.ki (bunyi paru normal : sonor seluruh lapang
paru, batas paru hepar dan jantung: redup).
Auskultasi: bunyi nafas: vesikuler/wheezing/creckels
12) Jantung
Inspeksi: Amati denyut apek jantung pada area midsternu lebih kurang 2 cm
disamping bawah xifoideus.
Palpasi: Merasakan adanya pulsasi
Perkusi: Bunyi redup menunjukkan organ jantung ada pada daerah perkusi
Auskultasi: Bunyi S1: dengarkan suara “LUB” yaitu bunyi dari menutupnya katub
mitral (bikuspidalis) dan tikuspidalis pada waktu sistolik.
603
Bunyi S2: dengarkan suara “DUB” yaitu bunyi meutupnya katub semilunaris (aorta
dan pulmonalis) pada saat diastolic.
Adapun bunyi : S3: gagal jantung “LUB-DUB-CEE…” S4: pada pasien hipertensi
“DEE..-LUB-DUB”.
Inspeksi: Amati bentuk perut secara umum, warna kulit, adanya retraksi, penonjolan,
adanya ketidak simetrisan, adanya asites.
Palpasi: mengetahui adanya massa dan respon nyeri tekan, hepar, ginjal, limpa, ginjal
15) Genetelia
Inspeksi: penis mengenai kulit, ukuran dan kelainan lain
Palpasi: adanya nyeri, mengetahui keadaan clitoris, selaput dara, orifisium dan
perineum.
604
2. Peyimpanagn KDM
Perubahan fisik lensa Degenerasi
Mengaburkan bayangan
3. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri
2. Ansietas
3. Risiko Cedera
4. Risiko Infeksi
605
4. Rencana Intevensi
a. Nyeri
No Intervensi Rasional
b. Risiko cedera
No Intervensi Rasional
606
4. Bahas perlunya penggunaan Tameng logam atau kacamata
perisai metal atau kacamata bila melindungi mataterhadap cedera
diperintahkan yang kuat
c. Risiko ifeksi
No Intervensi Rasional
607
sangat halus
6. Beriakn obat sesuai resep sesuai Obat yang diesepkan sesuai dengan
tekhnik yang diresepkan cara yng tidak sesuai dengan resep
dapat menggangu oenyembuahn atau
menyebabkan komplikasi
d. Ansietas
No Intervensi Rasional
6. Beriakn obat sesuai resep sesuai Obat yang diesepkan sesuai dengan
tekhnik yang diresepkan cara yng tidak sesuai dengan resep
dapat menggangu oenyembuahn atau
608
DAFTAR PUSTAKA
Riskawati. (2012). Hubungan antara kejadian katarak dengan diabetes melitus di poli
mata RSUD DR. Soedarso , 1-11.
Smaltzer, S., & Bare, B. 2013. Keperawatan medikal bedah. jakarta: EGC.
Suslia, A., Ganiajri, F., Lestari, P. P., & Sari, R. W. 2014. Keperawatan medikal
bedah . Singapur: Elsevier, 443
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. 2013. Keperawatan Madikal Bedah. Yogyakarta: Nuha
Medika, 1996-1998
609