Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN DENGAN HIV AIDS DAN


PENYALAGUNAAN NAPZA

Oleh :

Kelompok 4

1. Fuji Lestari (21117054)


2. Geryl Genoneva Frans (21117057)
3. Hani Nur Azizah B (21117058)
4. Jeihan Archya (21117070)
5. Karin Aurelia (21117071)
6. Meireza (21117081)
7. Mifta Huljannah (21117083)
8. Nur Azizah (21117089)
9. Ramadhoni (21117097)

Dosen Pembimbing :

Siti Ramadoni, S.kep,.Ns.M.kep

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

MUHAMMADIYAH PALEMBANG

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini yang Alhamdulillah
tepat pada waktunya yang berjudul “Perkembangan dewasa awal”.

Makalah ini disusun untuk menjelaskan tentang MANAJEMEN KASUS PADA KLIEN
DENGAN HIV AIDS DAN PENYALAGUNAAN NAPZA, serta diajukan demi
memenuhi tugas keperawatan HIV / AIDS.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridahi segala usaha kita. Amin Yarobbal Alamin

Palembang, Juni 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Pengertian ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)......................................................3
B. Penyebab HIV/AIDS..............................................................................................3
C. Ciri-ciri Seorang dengan HIV/AIDS......................................................................4
D. Risiko yang Diterima ODHA di Masyarakat..........................................................4
E. Pengobatan HIV/AIDS...........................................................................................4
F. Pencegahan HIV/AIDS..........................................................................................5
G. Manajemen Kasus..................................................................................................5
H. Pengertian Penyalahgunaan NAPZA......................................................................7
I. Rentang Respons Penggunaan NAPZA..................................................................7
J. Jenis - jenis NAPZA...............................................................................................9
K. Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA..........................................................10
L. Tanda dan Gejala..................................................................................................13
M. Dampak Penyalahgunaan NAPZA...................................................................14
BAB IV PENUTUP........................................................................................................16
A. Kesimpulan..........................................................................................................16
B. Saran....................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................17

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manajemen kasus merupakan sebuah metode dalam memberikan
pelayanan, dimana seorang pekerja sosial profesional sebagai manajer kasus
mengkaji atau memperkirakan kebutuhan klien dan keluarganya, kapan
pelaksanaan yang tepat, mengatur, mengkoordinasikan, memantau, mengevaluasi
dan mengatur serangkaian pelayanan untuk membantu klien dengan kebutuhan
yang kompleks. Secara singkat, dengan metode ini berarti seorang pekerja sosial
mengkoordinasikan pelayanan yang disediakan oleh berbagai profesi baik
internal maupun eksternal seperti lembaga atau organisasi rujukan, guna
memfasilitasi klien dengan kebutuhan yang spesifik.
Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di
kota besar maupun kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia. Peredaran
NAPZA sudah sangat mengkhawatirkan sehingga cepat atau lambat
penyalahgunaan NAPZA akan menghancurkan generasi bangsa atau disebut
dengan lost generation (Joewana, 2005).
Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran
serta tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu
masyarakat yang sedang dirawat di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan masyarakat tentang perawatan dan pencegahan HIV / AIDS serta
penyalagunaan NAPZA.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) ?
2. Apa Penyebab HIV/AIDS ?
3. Apa Ciri-ciri Seorang dengan HIV/AIDS ?
4. Apa Risiko yang Diterima ODHA di Masyarakat ?
5. Apa Pengobatan HIV/AIDS ?
6. Apa Pencegahan HIV/AIDS ?
7. Apa Manajemen Kasus ?
8. Apa Pengertian Penyalahgunaan NAPZA ?
9. Apa Rentang Respons Penggunaan NAPZA ?
10. Apa Jenis - jenis NAPZA ?
11. Apa Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA ?
12. Apa Tanda dan Gejala ?
13. Apa Dampak Penyalahgunaan NAPZA ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) ?

1
2. Mengetahui Penyebab HIV/AIDS ?
3. Mengetahui Ciri-ciri Seorang dengan HIV/AIDS ?
4. Mengetahui Risiko yang Diterima ODHA di Masyarakat ?
5. Mengetahui Pengobatan HIV/AIDS ?
6. Mengetahui Pencegahan HIV/AIDS ?
7. Mengetahui Manajemen Kasus ?
8. Mengetahui Pengertian Penyalahgunaan NAPZA ?
9. Mengetahui Rentang Respons Penggunaan NAPZA ?
10. Mengetahui Jenis - jenis NAPZA ?
11. Mengetahui Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA ?
12. Mengetahui Tanda dan Gejala ?
13. Mengetahui Dampak Penyalahgunaan NAPZA ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian ODHA (Orang dengan HIV/AIDS)


Orang Dengan HIV/AIDS yang disingkat ODHA adalah orang yang telah
terinfeksi virus HIV/AIDS. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah suatu
virus yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. Virus ini menyerang manusia dan
menyerang sistem kekebalan (imunitas) tubuh, sehingga tubuh menjadi lemah
dalam melawan infeksi. Dengan kata lain, kehadiran virus ini dalam tubuh akan
menyebabkan defisiensi (kekurangan) sistem imun. Acquired Immunodeficiency
Syndrome/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) yang
menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya
sistem kekebalan tubuh. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai infeksi
tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi
AIDS.
Untuk mengetahui seseorang telah positif tertular virus HIV atau
tidaknya adalah dengan melalui tes darah yang termasuk bagian dari VCT
(Voluntary Counselling and Testing) atau yang dalam bahasa indonesia disebut
dengan KTS (Konseling dan Tes HIV Sukarela).
Tahapan-tahapan VCT adalah sebagai berikut:31
a. Konseling Pra tes HIV
Konseling Pra tes HIV akan memberikan penjelasan mengenai proses
VCT/KTS, informasi tentang HIV dan AIDS dan keuntungan melakukan tes HIV.
b. Tes HIV
Tes HIV untuk mengetahui status HIV nya dan dilakukan melalui proses
pengambilan darah.
c. Konseling Pasca Tes HIV
Hasil tes HIV diberikan kepada klien melalui konseling tatap muka pada
saat konseling.

B. Penyebab HIV/AIDS
HIV/AIDS ditularkan melalui darah penderita. Masuknya HIV/AIDS kedalam
tubuh manusia baik secara vertikal dari ibu ke anak, secara transeksual
(homoseksual atau heteroseksual dengan multipartner), dan horizontal yang lazim
terjadi bila ada kontak antar cairan tubuh terutama darah. Perjalanan alamiah
penyakit infeksi HIV potensial melaju menuju AIDS akibat hadirnya infeksi
sekunder atau keganasan. Ada juga yang tergolong sebagai kelompok masyarakat.

3
yang mempunyai perilaku risiko tertinggi tertular HIV (High Risk Behavior)
adalah kelompok masyarakat yang melakukan promiskuitas atau mereka yang
sering berganti-ganti pasangan seks, misalnya: PSK dan pelanggannya,
homoseksual/biseksual, waria, pengguna narkotika, wanita pekerja di panti
pijat/kelompok malam/diskotik, penerima transfusi darah atau produk darah
berulang dan anak yang lahir dari ibu pengidap HIV.

C. Ciri-ciri Seorang dengan HIV/AIDS


Seorang yang positif tertular virus HIV (ODHA) mempunyai ciri sebagai berikut:
a. Tidak ada tanda-tanda khusus pada orang yang tertular HIV
b. Penampilan fisik fisik seseorang bukan jaminan bebas dari HIV, jika
perilakunya berisiko
c. Semua orang bisa terkena HIV dan AIDS tanpa membeda-bedakan jenis
kelamin, usia, suku agama, ras, pendidikan, pekerjaan, dll.
d. Sebelum HIV berubah menjadi AIDS (umumnya dalam waktu 5- 10 tahun),
orang yang tertular HIV tampak sehat dan merasa sehat seperti orang yang
lain yang tidak tertular HIV.
e. Meskipun tampak sehat dan merasa sehat, orang yang tertular HIV dapat
menularkan HIV kepada orang lain.

D. Risiko yang Diterima ODHA di Masyarakat


Dalam kehidupan ODHA banyak risiko yang umumnya diderita oleh
ODHA selain kebutuhan untuk mengobati kondisi fisiknya adalah kondisi mental
serta psikologis yang diterima oleh ODHA, hal tersebut yang membuat ODHA
tidak leluasa dalam menjalani kehidupan sosialnya seperti berikut ini:
a. Diskriminasi
b. Stigmatisasi
c. Kekerasan
d. Sensasional
e. Eksploitasi
E. Pengobatan HIV/AIDS
Pengobatan HIV dan AIDS pada dasarnya meliputi aspek Medis Klinis,
Psikologis dan Aspek Sosial yang meliputi pengobatan supportive
(dukungan), pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik dan pengobatan
antiretroviral (ARV).

F. Pencegahan HIV/AIDS
Upaya yang dilakukan dalam melakukan pencegahan HIV/AIDS secara
umum adalah dengan memberikan informasi mengenai penyakit HIV/AIDS
kepada kelompok orang yang berisiko tinggi dalam terkena serangan penyakit ini.

4
informasi yang diberikan adalah mengenai pola penyebaran dari virus HIV/AIDS
sehingga dengan lebih mudah mengetahui cara pencegahan virus HIV/AIDS.

G. Manajemen Kasus
1. Pengertian Manajemen Kasus
Manajemen kasus adalah pelayanan yang diberikan pada klien yang
rentan agar mereka memperoleh bantuan yang dibutuhkan dalam sistem
pemberian pelayanan yang terfragmentasi di Amerika. Frankel dan Gelman
(1988) mengatakan bahwa “tujuannya adalah akses pelayanan dan kordinasi”,
yang berkaitan dengan bantuan berbasis masyarakat untuk memampukan orang-
orang menjalani kehidupannya dalam lingkungan biasa dan bukan lembaga.
Klien-klien rentan ini, termasuk yang menderita gangguan kejiwaan, orang lanjut
usia terlantar, dan penyandang cacat mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam
yang terus membutuhkan perawatan. Dalam mencapai tujuannya, manajemen
kasus menggabungkan aspek-aspek praktik individu dan komunitas.
Adapun standar manajemen kasus untuk seorang pekerja sosial menurut NASW
sebagai berikut:
a. Etika dan nilai (ethics and value)
b. Kualifikasi (qualifications)
c. Pengetahuan (knowladge)
d. Budaya dan kompetensi bahasa(cultural and linguistic competence)
e. Asesmen (assessment)
f. Perencanaan pelayanan, pelaksanaan, dan pemantauan (service
g. Advokasi dan kepemimpinan (advocacy and leadership)
h. Interdisipliner dan kolaborasi interorganisasional (interdisciplinary
i. Evaluasi praktik danperbaikan (practice evaluation and
improvement)
j. Pencatatan catatan (record keeping)
k. Keberlanjutan beban kerja (workload sustainability)
l. Pengembangan profesional dan kompetensi (professional
development and competence)
2. Tahapan Manajemen Kasus
Untuk melaksanakan manajemen kasus, pekerja sosial menggunakan
tahapan manajemen kasus yang di adopsi dari tahapan intervensi pekerja sosial.
Tahapan-tahapannya sebagai berikut:
a. Wawancara awal (Intake)
b. Asesmen (Assessment)
c. Perencanaan (Planning)
d. Pelaksanaan (Implementation)
e. Pemantauan (Monitoring)
f. Evaluasi (Evaluation)

5
g. Pengakhiran (Termination)

6
h.
H. Pengertian Penyalahgunaan NAPZA
NAPZA merupakan perkembangan dari narkoba yang berubah nama
seiring dengan bertambahnya jumlah bahan yang masuk dalam kriteria narkoba.
NAPZA merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif.
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang
parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada
perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus
zat terjadi karena kebutuhan biologic terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan
jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan
toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan
fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien
baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus
memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (DepKes., 2002).

Sesudah klien penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program


terapi (detoksifikasi) dan komplikasi medik selama 1 (satu) minggu dan
dilanjutkan dengan program pemantapan (pasca detoksifikasi) selama 2 (dua)
minggu, maka yang bersangkutan dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu
rehabilitasi (Hawari, 2000).

I. Rentang Respons Penggunaan NAPZA


Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi
yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang
ditunjukkan oleh pengguna NAPZA.

7
Respon adaptif Respon Maladaptif

Eksperimental Rekreasional Situasional Peyalahgunaan


Ketergantungan
(Sumber: Yosep, 2007)
1. Eksperimental
Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja.
Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin
mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
2. Rekreasional
Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya
pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini
mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.
3. Situasional
Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi
dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan
diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan
zat pada saat sedang mempunyai
masalah, stres, dan frustasi.
4. Penyalahgunaan
Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara
rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku
mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan
pekerjaan.
5. Ketergantungan
Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan
sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan
zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang
digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala
sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu
kondisi dari individu yang
mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa
diinginkannya

8
J. Jenis - jenis NAPZA
1. Narkotika
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang
dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi
hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan
ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang
terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain.
Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi
sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
1). Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai
narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya
terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses
sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk
terapi pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko. Contoh
narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka.
2). Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang
bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang
rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon,
dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis
dapat menimbulkan dampak sebagai berikut:
a. Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri.
b. Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja
dan merasa badan lebih segar.
c. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang
mengubahperasaan serta pikiran.
3). Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi,
ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-
lain.
2. Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika
adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat

9
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang
tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang
membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf
simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy
(metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan speed,
shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen
yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga
perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan
benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan
rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan psikologis
bila digunakan dalam waktu lama.
3. Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk
tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan
hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahanbahan berbahaya ini adalah
zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi
mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan
(Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain:
minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan
A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras
golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga;
dan minuman keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%)
seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan
mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10% (Marviana
dkk. 2000). Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia.

K. Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA


Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa faktor
yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal
dan faktor internal.

10
1. Faktor Internal
a. Faktor Kepribadian
Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih
cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu
biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah.
Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh
ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas,
pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu,
kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat
berpengaruhterhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah
dengan cara melarikan diri.
b. Inteligensia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang
untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada
pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya.
c. Usia
Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja
menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang
membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi; sementara
pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang.
d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu
Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri.
Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau
ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya.
Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama.

e. Pemecahan Masalah
Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk
menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba
dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada
permasalahan yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab
seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim

11
UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun
1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota
keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan
aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah
bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik
dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun
antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua
sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata
orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan
dan masa depan anak itu sendiri tanpa diberi kesempatan untuk berdialog
dan menyatakan ketidaksetujuannya.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam
banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan
alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam
menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu
cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang
agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak
dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa
faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan
seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan
timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.
Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor penyebab penyalahgunaan
NAPZA pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini menunjukkan
betapa besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja
menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang

12
dilakukan oleh Hawari (1990) yang memperlihatkan bahwa teman kelompok
yang menyebabkan remaja memakai NAPZA mulai dari tahap coba-coba
sampai ketagihan.
c. Faktor Kesempatan
Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat
disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah
menjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan ini
mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para
penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk
di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin
memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya
menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh
beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor
yang muncul secara beruntun akibat dari satu factor tertentu.
L. Tanda dan Gejala
Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada juga
sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat
yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat
berbeda pada jenis zat yang berbeda.

Tabel 1. Tanda dan Gejala Intoksikasi


opiat ganja Sedatif- alkohol amfetamine
Hipnotik
* eforia * eforia * pengendalian * mata merah * selalu
* mengantuk * mata merah diri berkurang * bicara cadel terdorong
*bicara cadel * mulut * jalan * jalan untuk
* konstipasi kering sempoyongan sempoyongan bergerak
* penurunan * banyak * mengantuk * perubahan * berkeringat
kesadaran bicara * persepsi * gemetar
dan tertawa memperpanjang * penurunan * cemas
* nafsu tidur kemampuan * depresi
makan * hilang menilai * paranoid
meningkat kesadaran
* gangguan
persepsi

13
Tabel 2. Tanda dan Gejala Putus Zat
opiat ganja Sedatif- alkohol amfetamine
Hipnotik
* nyeri * jarang * cemas * cemas * cemas
* mata dan ditemukan * tangan * depresi * depresi
hidung berair gemetar * muka * kelelahan
* perasaan * perubahan merah * energi
panas dingin persepsi * mudah berkurang
* diare * gangguan marah * kebutuhan
* gelisah daya ingat * tangan tidur
* tidak bisa * tidak bisa gemetar meningkat
tidur tidur * mual
muntah
* tidak bisa
tidur

M. Dampak Penyalahgunaan NAPZA


Martono (2006) menjelaskan bahwa penyalahgunaan NAPZA mempunyai
dampak yang sangat luas bagi pemakainya (diri sendiri), keluarga, pihak sekolah
(pendidikan), serta masyarakat, bangsa, dan negara.
1. Bagi diri sendiri.
Penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan terganggunya fungsi otak
dan perkembangan moral pemakainya, intoksikasi (keracunan), overdosis
(OD), yang dapat menyebabkan kematian karena terhentinya pernapasan dan
perdarahan otak, kekambuhan, gangguan perilaku (mental sosial), gangguan
kesehatan, menurunnya nilai-nilai, dan masalah ekonomi dan hukum.
Sementara itu, dari segi efek dan dampak yang ditimbulkan pada para pemakai
narkoba dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan/jenis: 1) Upper yaitu jenis
narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti sabu-sabu, ekstasi
dan amfetamin, 2) Downer yang merupakan golongan narkoba yang dapat
membuat orang yang memakai jenis narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya
yang menenangkan/sedatif seperti obat tidur (hipnotik) dan obat anti rasa
cemas, dan 3) Halusinogen adalah napza yang beracun karena lebih menonjol
sifat racunnya dibandingkan dengan kegunaan medis.
2. Bagi keluarga

14
Penyalahgunaan NAPZA dalam keluarga dapat mengakibatkan suasana
nyaman dan tentram dalam keluarga terganggu. Dimana orang tua akan
merasa malu karena memilki anak pecandu, merasa bersalah, dan berusaha
menutupi perbuatan anak mereka. Stres keluarga meningkat, merasa putus asa
karena pengeluaran yang meningkat akibat pemakaian narkoba ataupun
melihat anak yang harus berulangkali dirawat atau bahkan menjadi penghuni
di rumah tahanan maupun lembaga pemasyarakatan.
3. Bagi pendidikan atau sekolah
NAPZA akan merusak disiplin dan motivasi yang sangat tinggi untuk
proses belajar. Penyalahgunaan NAPZA berhubungan dengan kejahatan dan
perilaku asosial lain yang menganggu suasana tertib dan aman, rusaknya
barang-barang sekolah dan meningkatnya perkelahian.
4. Bagi masyarakat, bangsa, dan Negara
Penyalahgunaan NAPZA mengakibatkan terciptanya hubungan pengedar
narkoba dengan korbannya sehingga terbentuk pasar gelap perdagangan
NAPZA yang sangat sulit diputuskan mata rantainya. Masyarakat yang rawan
narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan
terancam. Akibatnya negara mengalami kerugian karena masyarakatnya tidak
produktif, kejahatan meningkat serta sarana dan prasarana yang harus
disediakan untuk mengatasi masalah tersebut.

15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manajemen kasus merupakan sebuah metode dalam memberikan pelayanan,
dimana seorang pekerja sosial profesional sebagai manajer kasus mengkaji atau
memperkirakan kebutuhan klien dan keluarganya, kapan pelaksanaan yang tepat,
mengatur, mengkoordinasikan, memantau, mengevaluasi dan mengatur
serangkaian pelayanan untuk membantu klien dengan kebutuhan yang kompleks.
Secara singkat, dengan metode ini berarti seorang pekerja sosial
mengkoordinasikan pelayanan yang disediakan oleh berbagai profesi baik
internal maupun eksternal seperti lembaga atau organisasi rujukan, guna
memfasilitasi klien dengan kebutuhan yang spesifik.
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan
sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang
parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada
perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus
zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan
jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan
toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (Stuart dan Sundeen, 1998).
B. Saran
Masalah pencegahan penyalahgunaan NAPZA bukanlah menjadi tugas dari
sekelompok orang saja, melainkan menjadi tugas kita bersama. Upaya
pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan sejak dini sangatlah baik,
tentunya dengan pengetahuan yang cukup tentang penanggulangan tersebut.
Peran orang tua dalam keluarga dan juga peran pendidik di sekolah sangatlah
besar bagi pencegahan penaggulangan terhadap NAPZA

16
DAFTAR PUSTAKA
Halim, Akbar. dkk. Pedoman Manajemen Kasus Perlindungan Anak. Jakarta: Direktorat
Pelayanan Anak dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, 2010.
KOMNASHAM, 2006.
Nasrunodin. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis Dan Sosial, edisi ke-2.
Surabaya: Airlangga University Press,2014.
Stuart, G.W., and Sundeen, S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing.
Fifth edition. St. Louis: Mosby Year Book.
Stuart, G.W., and Sundeen, S.J. (1998). Buku saku keperawatan jiwa. Edisi 3.
(terjemahan). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol dan zat
adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Martono lydia harlina, dkk. 2006. Pemulihan pecandu narkoba berbasis masyarakat.
Jakarta: Balai Pustaka.
Keliat, Budi A., dkk. 2011. Manajemen Kasus Gangguan Jiwa CMHN (Intermediate
Course). Jakarta: EGC
Hawari, Dadang.,2003, Penyelahgunaan dan ketergantungan NAZA,FKUI, Jakarta, gaya
baru
Depkes. (2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan
sarana pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi
pada pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI.
(2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta:
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat.
Yosep. Iyus, 2007, Keperawatan Jiwa, Bandung, Penerbit Refika Aditama

17

Anda mungkin juga menyukai