Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH PENGIRIMAN SECTIO CAESARIA TERHADAP POSISI

POSTUS BLU DI RSUD RAJA AHMAD THABIB TANJUNGPINANG 2018

KOMALA SARI, S.Kep, Ns, M.Kep


Perawatan dan Kehamilan Anak
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH TANJUNGPINANG INDONESIA
+62 852 925 88881 komalasariyunandys@gmail.com

Abstrak
Postpartum blues adalah suasana depresi sementara yang tidak lama setelah melahirkan. Gangguan
suasana hati dimanifestasikan oleh suasana hati yang tidak stabil, peningkatan sensitivitas,
gangguan, konsentrasi yang buruk, kesepian, dan keputusasaan. Terjadinya kondisi ini biasanya
dalam 1 hingga 5 hari setelah melahirkan dan gejala biasanya berlangsung 2 hingga 3 hari dan
biasanya sembuh dalam 10 hari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan
Sectio Caesaria tehadap kemesinan pasca patum blues di RS Raja Ahmad Tabib Tanjung Pinang.
Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional, Sampling dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan non probability sampling dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive
Sampling. Instrumen diukur dari Edinburgh Postpartum Depression Scale (EPDS) untuk
mengukur postpartum blues. Hasil penelitian tidak memiliki efek dari Sectio Caesarea pada
kemungkinan postpartum blues ( 0,089) . Ada faktor lain yang digunakan yaitu paritas dan sosial.
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan Perawatan Bersalin Bersalin selama
periode Perawatan Antenatal sampai Perawatan Post Partum.

Kata kunci: Sectio Caesaria, Post Partum Blues, Gangguan Suasana Hati

pengantar

Penyesuaian diperlukan untuk ibu nifas dalam menghadapi peran dan aktivitas barunya
sebagai ibu pada minggu-minggu pertama atau bulan setelah melahirkan, baik secara fisik
maupun psikologis. Beberapa ibu postpartum berhasil menyesuaikan diri, tetapi yang lain
gagal menyesuaikan diri dengan kehidupan baru mereka dan mengalami gangguan
psikologis, salah satunya adalah post partum blues.

Ulasan Literatur

Postpartum blues adalah suasana depresi sementara yang dialami sesaat setelah melahirkan.
Gangguan suasana hati dimanifestasikan oleh suasana hati yang labil, peningkatan
sensitivitas, kelelahan, konsentrasi yang buruk, kesepian, dan keputusasaan. Itu

Terjadinya kondisi ini biasanya dalam 1 hingga 5 hari setelah melahirkan dan gejalanya biasanya
berlangsung 2 hingga 3 hari dan biasanya sembuh dalam 10 hari. Postpartum Blues biasanya terjadi
pada hari ke-3 sampai ke-4 setelah persalinan dan lamanya kejadian postpartum dari beberapa jam
hingga beberapa hari. Diperkirakan sekitar 50 hingga 80 persen wanita mengalami postpartum blues.
Menurut para ahli psikiatris, sang ibu didiagnosis dengan gejala yang disebut depresi postpartum.
Ibu mengalami penurunan minat dan minat pada bayi. Ibu juga tidak mampu merawat bayi secara
optimal dan tidak ingin menyusui, sehingga kebersihan, kesehatan dan pertumbuhan bayi juga
tidak optimal. Bayi yang tidak disusui dan mengalami masalah dalam ikatan ikatan proses biasanya
dialami pada bayi dengan ibu yang mengalami depresi (Machmudah 2012).

Depresi pada ibu postpartum biasanya dimulai dengan blues postpartum atau baby blues atau
maternity blues. Postpartum blues adalah sindrom gangguan afektif ringan yang sering terjadi
dalam minggu pertama setelah melahirkan tetapi sering terjadi pada hari ketiga atau keempat
postpartum dan puncak antara hari kelima dan hari keempat belas postpartum.

Pada ibu postpartum terjadi perubahan hormon secara tiba-tiba dan dapat memicu terjadinya blues
postpartum. Ini disebabkan menurunnya kadar estrogen, progesteron, dan endorfin setelah
melahirkan plasenta, serta kadar hormon prolaktin dan hormon glukokortikoid yang tinggi.
Kebutuhan akan peningkatan hormon estrogen pada ibu selama kehamilan tetapi kemudian
menurun tiba-tiba setelah melahirkan membuat ibu tertekan disebut depresi biokimiawi. Depresi
atau dsyphoria pada ibu postpartum disebabkan oleh penurunan kadar hormon endhorpine.
Endhorpin adalah senyawa morfin alami yang diproduksi oleh tubuh yang menyebabkan efek
kesenangan (euforia). Jika kadar hormon endorfin menurun, maka ibu akan mengalami depresi
atau disforia atau kesedihan. Perubahan hormon kortikosteroid dapat menyebabkan gejala
perubahan denyut jantung, nadi, pusing dan kelelahan (Pillitteri, 2010).

Pengiriman Sectio Caesaria adalah salah satu faktor pendukung untuk terjadinya post partum
blues. Ibu yang melahirkan dengan melahirkan Sectio Caesaria memiliki peluang besar untuk
mengalami postpartum blues. Data dari Fruedenthal dari 63 ibu yang melahirkan dengan kelahiran
Sectio Caesaria memiliki post partum blues 25 persen, dan dari 52 ibu yang lahir dengan vagina
hanya 8 persen yang mengalami post partum blues. Persalinan Sectio Caesaria dapat memengaruhi
psikologis dan suasana hati ibu bahkan dapat menyebabkan trauma atau depresi pada post partum.

Persalinan dengan metode Sectio Caesaria seringkali membutuhkan waktu pemulihan yang lebih
lama, sebagian besar wanita yang telah melahirkan dengan metode Sectio Caesaria membutuhkan
rata-rata 6 minggu atau lebih untuk pemulihan, sedangkan persalinan pervaginam membutuhkan
beberapa hari untuk mengaktifkan kembali. Selain itu, kurangnya kesempatan untuk ikatan atau
ikatan lekat pada ibu yang melakukan persalinan Sectio Caesaria sehingga akses atau ikatan antara
ibu dan anak selama jam emas tidak tercapai. (Aprillia, 2014)

Metodologi

Penelitian ini menggunakan desain Cross Sectional, Sampling dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan non probability sampling dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Purposive
Sampling. Instrumen diukur dari Edinburgh Postpartum Depression Scale (EPDS) untuk
mengukur postpartum blues.
Hasil dan Diskusi

Analis Univariat

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia, Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan di RSUD
Raja Ahmad Thabib Tanjungpinang 2018.

Tidak Variabel
F Persen
1 Usia
<20 4 10%
20-35 33 82,5%
> 35 3 7,5%
Total 40 100%
2 pendidikan
Tinggi 28 70%
Rendah 12 30%
Total 40 100%
3 Pendudukan
Kerja 17 42,5%
Tidak bekerja 23 57,5%
Total 40 100%
Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar responden berusia antara 20 dan 35 tahun, yaitu 33 orang
(82,5%) sedangkan sisanya 4 orang (10%) adalah ibu berusia di atas 35 tahun dan 7,5%. Sebagian
besar responden yang memiliki tingkat pendidikan tinggi (SMA dan PT) adalah 28 orang (70%)
sedangkan sisanya berpendidikan rendah, yaitu 12 orang (30%). Sebagian besar responden adalah ibu
rumah tangga yang tidak bekerja sebanyak 23 orang (57,5%), sementara sisanya adalah ibu yang
bekerja, yaitu 17 orang (42,5%).

Distribusi Responden Berdasarkan Paritas, Perencanaan Kehamilan, Riwayat Sindrom Pra


Menstruasi, Dukungan Sosial, dan Kemungkinan Postpartum Blues

Tidak Variabel
F Persen
1 Paritas
Primipara 31 77,5%
Multipara 9 22,5%
Total 40 100%
2 Merencanakan Kehamilan
Perencanaan 17 42,5%
Bukan Perencanaan 23 57,5%
Total 40 100%
3 Sejarah PMS
iya nih 18 45%
Tidak 22 55%
Total 40 100%
4 Dukungan sosial
iya nih 14 35%
Tidak 26 65%

Dari tabel di atas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden adalah ibu primipara (77,5%).
Sebagian besar status kehamilan dalam kehamilan tidak direncanakan (57,5%). Responden yang tidak
memiliki riwayat PMS adalah (55%). Responden yang menerima dukungan sosial adalah 32 responden
(40%). Hasil penelitian ini sebagian besar responden mengalami postpartum blues, sebanyak 29 orang
(72,5%).

Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Kelahiran Terhadap kemungkinan terjadinya


postpartum blues di Rumah Sakit Distrik Raja Ahmad pada tahun 2018
Tidak Variabel
F Persen
1 Patus
Sectio Caesarea 28 70 %
Normal 11 30 %
Total 40 100%
Berdasarkan Tabel di atas, ditemukan bahwa ada adalah hasil antara pengiriman caesar
bagian dengan kemungkinan postpartum blues, bahwa dari 40 responden yang memberi
kelahiran seksio sesarea, 28 responden (70%), 11 responden (30%) melahirkan secara normal
atau normal.
Distribusi Responden Menurut Usia, Tingkat Pendidikan, Pekerjaan, Paritas, Kehamilan
Perencanaan, Sejarah PMS dan Dukungan Sosial untuk Peristiwa Kemungkinan terjadinya
postpartum blues
Nilai
Tidak Variabel Frekuensi Total P
SC Normal
1 Usia
<20 3 1 4
20-35 22 11 33 0,470
> 35 28 0 3
2 pendidikan
Tinggi 21 7 28 0,498
Rendah 7 5 12
3 Pendudukan
Kerja 11 6 17 0,780
Tidak bekerja 17 6 23
4 Paritas
Primipara 23 8 31 0,509
Multipara 5 4 9
Perencanaan
5 Kehamilan
Perencanaan 13 4 17 0,675
Bukan
Perencanaan 15 8 23
6 Sejarah PMS
iya nih 14 4 18 0,533
Tidak 14 8 22
Dukungan
7 Sosial
iya nih 8 6 14 0,347

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa variabel yang tidak memiliki pengaruh terhadap
kemungkinan postpartum blues adalah variabel usia ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan ibu, paritas,
rencana kehamilan, riwayat PMS, dukungan sosial.
Hasil analisis antara ibu usia 20-35 dengan jenis persalinan ibu Sectio Cararea ada 22 ibu dengan nilai
p 0,470. Hasil analisis antara tingkat penelitian ibu dengan jenis persalinan ibu Sectio Cararea adalah
21 ibu dengan pendidikan tersier dengan nilai p 0,498. Hasil analisis antara pekerjaan ibu dengan jenis
persalinan ibu Sectio Cararea ada 17 ibu yang tidak bekerja dengan nilai p 0,780. Hasil analisis antara
paritas ibu dan jenis persalinan Sectio Cararea ibu adalah 23 ibu primipara dengan nilai p 0,509.
Hasil analisis antara perencanaan kehamilan dengan jenis persalinan ibu Sectio Cararea ada 13 ibu
dengan kehamilan tidak terencana dengan nilai p 0,675. Hasil analisis antara riwayat PMS ibu dan
jenis persalinan ibu Sectio Cararea adalah 14 ibu yang memiliki riwayat PMS dengan nilai p 0,533.
Hasil analisis antara dukungan sosial dan jenis persalinan ibu Sectio Cararea adalah 20 ibu yang
tidak mendapatkan dukungan sosial dengan nilai p 0,347.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p-value 5 0,005 dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh
antara umur, tingkat pendidikan, paritas kerja, rencana kehamilan, riwayat PMS dan dukungan
sosial dengan kemungkinan itu blues postpartum.

Distribusi dari Bersalin Kelahiran untuk


kejadian Mungkin kejadian dari postpartum blues di RSUD Raja Ahmad Thabib
Tanjungpinang.

Tidak Variabel Frekuensi Total Nilai P


SC Normal
Kemungkinan
1 Terjadinya 23 6 29
terjadinya 0,089
postpartum blues
2 Kejadian 5 6 11
Tidak mungkin
kejadian dari
postpartum blues

Berdasarkan tabel di atas, hasil analisis hubungan antara persalinan Caesar sesar dan kemungkinan
postpartum blues diperoleh, bahwa dari 28 responden yang melahirkan Sectio Caesarea, 23 responden
mengalami kemungkinan postpartum blues dengan P Value 0,089 . Hasil tes statistik menunjukkan
bahwa p-value 5 0,005 dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh antara usia, tingkat pendidikan,
pekerjaan paritas, rencana kehamilan, riwayat PMS dan dukungan sosial dengan kemungkinan
postpartum blues.

Kesimpulan dan saran

Sebuah. Pengaruh Sejarah Melahirkan pada Kemungkinan Postpartum Blues


Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa kemungkinan postpartum blues terjadi pada responden
yang mengalami persalinan sesar sebanyak 23 responden 82%. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak ada efek antara pengiriman caesar pada kemungkinan postpartum blues
(nilai p = 0,089).

Melahirkan adalah peristiwa yang rumit dan menegangkan bagi seorang ibu. Pendukung teori stres
menjelaskan bahwa setiap peristiwa stres, seperti persalinan, dapat merangsang reaksi terhadap blues
(Bobak, 2000). Postpartum blues adalah sindrom gangguan afektif ringan yang sering terjadi pada
minggu pertama, yaitu hari 1-10 setelah melahirkan. paling sering terjadi pada hari ketiga atau
keempat pascapersalinan dan puncak antara kelima dan hari keempat belas postpartum
(Lowdermilk, Perry & Bobak, 2000; Pillitteri, 2013).

Persalinan dilihat dari perspektif fisiologis akan secara dramatis mengubah sirkulasi hormonal
(progesteron dan estrogen). Perubahan hormon ini secara biologis akan memengaruhi kondisi
emosional wanita. Penurunan kadar estrogen dan progesteron selama periode pelepasan plasenta dapat
menyebabkan disforia (Ismail, 2012). Sedangkan dilihat dari perspektif simbolik, dengan proses
kelahiran dan kelahiran bayi akan menyebabkan perubahan penting pada ibu, yaitu persepsi ibu sebagai
individu, persepsi perubahan peran, status dan tanggung jawab baik kepada pasangannya. dan kepada
anak-anak mereka. Konflik peran dapat merupakan permulaan awal gangguan psikologis pada ibu
nifas.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa tidak ada pengaruh antara riwayat persalinan pada
kemungkinan terjadinya blues postpartum (p-value 0,089). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh O'Hara, yang menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat persalinan
dan kejadian blues postpartum. Cury, et al (2008) juga menyebutkan bahwa kelainan atau komplikasi
yang dialami oleh ibu selama periode intranatal tidak terkait dengan terjadinya blues postpartum /
depresi postpartum (p-value = 0,37).

Melahirkan akan merangsang peningkatan dukungan dari mitra dan anggota kelompok sosial
lainnya sehingga dapat mengimbangi stres tambahan dari komplikasi persalinan. Ini adalah
analisis bagi para peneliti, bahwa ibu yang mengalami persalinan dengan operasi caesar tidak
mendapatkan dukungan yang lebih optimal, baik dukungan dari suami, keluarga, teman dan
petugas kesehatan. Sehingga hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh antara
persalinan Caesar dengan komplikasi pada kemungkinan postpartum blues.

Ini berbeda dari apa yang dikatakan Henshaw, 2013 bahwa persalinan yang menyulitkan terkait
dengan terjadinya blues postpartum atau gangguan mood pada periode postpartum awal. Ibu yang
memiliki Sectio Caesarea akan mengalami rasa sakit dan kecemasan yang berkepanjangan.
Semakin cemas ibu meningkatkan rasa sakit (menambah persepsi nyeri dan sifat nyeri).
Kecemasan, ketakutan, kesepian, stres atau kemarahan berlebihan dapat menyebabkan
peningkatan jumlah hormon yang terkait dengan stres, seperti β-endorfin, adrenokortikotropik,
kortisol, dan epinefrin. Hormon-hormon ini bekerja pada otot polos uterus. Peningkatan kadar
hormon ini mengurangi kandungan kontraktilitas, yang selanjutnya memperpanjang persalinan
(Lowdermilk, Perry & Bobak, 2000).

Ketakutan, kegelisahan dan kecemasan dapat disebabkan karena ibu tidak dapat mendapatkan
penjelasan tentang proses persalinan yang akan dihadapi terutama pada ibu primipara. Melahirkan
dalam kehamilan yang tidak direncanakan dilaporkan menyebabkan nyeri persalinan yang lebih
parah. Ibu yang ditemani oleh suaminya saat melahirkan dapat memengaruhi intensitas skor nyeri.
Faktor-faktor emosional lain seperti motivasi yang kuat dan pengaruh budaya dapat mempengaruhi
modulasi transmisi sensorik dan mempengaruhi dimensi afektif dan perilaku dalam menangani
rasa sakit. Intervensi kognitif seperti menjelaskan kepada ibu tentang persalinan dan bagaimana
mengelola nyeri persalinan dapat mengurangi keraguan, mengalihkan dan menjaga perhatian
sementara mengurangi rasa sakit.

Persalinan lama akan membuat ibu memiliki pengalaman persalinan yang kurang memuaskan,
sehingga ibu menunjukkan citra diri yang negatif dan dapat terus marah yang dapat mempersulit proses
adaptasi ibu dengan peran dan fungsinya yang baru. Proses persalinan yang terjadi di bawah tekanan
akan membuat lebih sulit bagi ibu untuk mengendalikan dirinya sehingga membuat ibu lebih mudah
marah dan dapat mengurangi kemampuan koping ibu yang efektif (Murray & McKinney, 2001;
Pillitteri, 2003).

Hal ini dapat dijelaskan bahwa intervensi dalam persalinan, seperti persalinan seksio sesarea dapat
menyebabkan efek jangka panjang pada ibu, yang dapat mengurangi kepercayaan ibu dalam
menjalankan perannya, mengganggu proses perlekatan (ikatan) yang alami dan dapat
meningkatkan kejadian depresi pascapersalinan (Henderson & Jones, 2010).

Tugas perawat bersalin adalah memberikan perawatan dan dukungan selama masa-masa penting dalam
proses persalinan. Tanggung jawab perawat bersalin adalah untuk memantau kondisi ibu dan janin dan
kenali adanya kelainan yang memungkinkan perawatan dan tindakan yang tepat dari dokter. Tujuan
dari asuhan keperawatan adalah untuk membantu kelahiran bayi yang sehat dan memuaskan ibu.
Dukungan dan dorongan kepada ibu membantu mengurangi rasa sakit dan kecemasan ibu. Dukungan
dapat kehadiran terus menerus selama periode aktif.

Anda mungkin juga menyukai