Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun kronik residif pada kulit dan
membran mukosa yang ditandai dengan timbulnya bula subepidermal. Pada
penelitian dilaporkan bahwa pemfigoid bulosa memiliki tiga karakteristik klinis
berupa pruritus, urtikaria dan bula yang tegang.
Pemfigoid bulosa merupakan salah satu penyakit autoimun yang insidensinya
meningkat mengikuti usia. Sebagian besar pasien dengan pemfigoid bulosa berusia
lebih dari 60 tahun dengan puncak insidensi pada usia 80 tahun dan lebih tua.
Etiologi pemfigoid bulosa adalah autoimun, tetapi penyebab yang
menginduksi produksi autoantibodi pada pemfigoid bulosa masih belum diketahui.
Pada pemfigoid bulosa, dikenal autoantibodi Bullous Pemphigoid Antigen 180
(BP180) yang juga dikenal sebagai kolagen tipe XVII atau antigen BP2,dan Bullous
Pemphigoid Antigen 230 (BP230) yang juga dikenal sebagai BPAG1-e atau antigen
BP1. Protein tersebut merupakan komponen kompleks junctional adhesion disebut
hemidesmosom yang tampak di epitel kompleks dan berlapis, seperti pada kulit,
membran mukosa, telinga, hidung, dan area tenggorokan. Beberapa faktor yang
memicu penyakit ini termasuk trauma, suhu panas, luka bakar, radioterapi dan
radiasi sinar ultraviolet.
Selain itu, berbagai kelainan terkait autoimun, psoriasis, dan kelainan
neurologis juga diduga berhubungan dengan pemfigoid bulosa. Sebagian kecil kasus
dapat dipicu oleh obat seperti furosemid, sulfasalazine, penisilamin, dan kaptopril.
Belum diketahui apakah obat yang berefek langsung pada sistem imun juga
berpengaruh pada kasus Pemfigoid Bulosa. Sinar ultraviolet juga merupakan salah
satu faktor pemicu eksaserbasi pemfigoid bulosa.
Karakteristik lesi kulit pemfigoid bulosa adalah lesi luas, bula berdinding
tegang yang timbul di kulit normal atau eritematosa, kadang-kadang hemoragik,
eksudat, Nikolsky’s sign negatif. Bula biasanya terdistribusi simetris dan bertahan
selama beberapa hari kemudian terjadi erosi dan meninggalkan daerah berkrusta.
Predileksi lesi yang terlibat meliputi fleksura ekstrimitas dan abdomen.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang
ditandai oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita
pada orang tua dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih
jarang melibatkan mukosa, tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun
presentasinya dapat polimorfik dan dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama
pada tahap awal penyakit atau di varian atipikal, di mana bula biasanya tidak ada.
Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB memerlukan tingkat pemeriksaan yang
tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan awal yang tepat. Antigen target
pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen dari jungsional adhesi
kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.1
Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang
besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan
C3 (komponen komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG
sirkulasi dan antibody IgG yang terikat pada basement membrane zone.2,3,4,5
Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi
di lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut
"membran basal." Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal
disebut antigen hemidesmosomal PB dan ini menarik sel-sel peradangan
(kemotaksis).5

2.2 EPIDEMIOLOGI
Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60
tahun . Meskipun demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak,dan
laporan di sekitar awal tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk
diagnosis menjadi lebih luas) adalah tidak akurat karena kemungkinan besar data
tersebut memasukkan anak-anak dengan penanda IgA, daripada IgG, di zona
membran basal. Tidak ada predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang memiliki
kecenderungan terkena penyakit Pemfigoid Bulosa. Insiden Pemfigoid Bulosa
diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis dan Jerman.6
2
2.3 ETIOLOGI
PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan
dengan respon humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen: antigen
PB 180 (PB180, PBAG2 atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230 (PB230
atau PBAG1. 1
Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi
autoantibodi pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem imun tubuh
kita menghasilkan antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat asing yang
berpotensi membahayakan. Untuk alasan yang tidak jelas, tubuh dapat
menghasilkan antibodi untuk suatu jaringan tertentu dalam tubuh. Dalam
Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi terhadap membran
basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar kulit (dermis) dan
lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu aktivitas inflamasi
yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa gatal pada kulit.2
Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa
faktor dikaitkan dengan terjadinya PB. Sebagian kecil kasus mungkin dipicu obat
seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan captopril. Suatu studi kasus
menyatakan obat anti psikotik dan antagonis aldosterone termasuk dalam faktor
pencetus Pemfigoid Bulosa. Belum diketahui apakah obat yang berefek langsung
pada sistem imun, seperti kortikosteroid, juga berpengaruh pada kasus Pemfigoid
Bulosa. Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor yang memicu PB ataupun
memicu terjadinya eksaserbasi PB. Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas,
luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan dapat menginduksi PB pada kulit
2
normal.

3
2.4. ANATOMI

Gambar 1: Anatomi kulit


(dikutip dari kepustakaan 3)

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu
lapisan epidermis, lapisan dermis dan lapisan subkutis. Lapisan epidermis atas :
stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum dan
stratum basal.5,6
Anatomi yang terlibat pada penyakit Pemfigoid Bulosa adalah stratum
basale. Stratum basal terdiri atas sel – sel berbentuk kubus yang tersusun vertikal
pada perbatasan dermo – epidermal berbaris seperti pagar. Lapisan ini merupakan
lapisan epidermis yang paling bawah. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel yaitu
sel berbentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin. Pada sel basal dalam
membran basalis, terdapat hemidesmosom. Fungsi hemidesmosom adalah
melekatkan sel – sel basal dengan membrana basalis.5,7

2.5. PATOFISIOLOGI

4
Gambar 2 : Mekanisme pembentukan bula di Pemfigoid Bulosa (PB).
Gambar atas menggambarkan beberapa struktur protein membran
basal epidermis yang berfungsi sebagai autoantigen utama dalam
penyakit kulit autoimun subepidermal bulosa. Autoantigens utama
pada pasien PB adalah antigen PB 230 (PB230) dan antigen PB 180.
Autoantibodi PB terakumulasi dalam jaringan dan mengikat antigen
pada membran basal.

Pasien dengan PB mengalami respon sel T autoreaktif untuk PB180 dan


PB230, dan ini mungkin penting untuk merangsang sel B untuk menghasilkan
autoantibodi patogen.1
Setelah pengikatan autoantibodi terhadap antigen target, pembentukan bula
subepidermal terjadi melalui rentetan peristiwa yang melibatkan aktivasi
komplemen, perekrutan sel inflamasi (terutama neutrofil dan eosinofil), dan
pembebasan berbagai kemokin dan protease, seperti metaloproteinase matriks-9
dan neutrofil elastase. 1
Pemfigoid Bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imun
seluler dan humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal. 4
Antigen PB merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal,
diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian BMZ (basal membrane zone)

5
epitel gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal
dengan membrane basalis, strukturnya berbeda dengan desmosom.5
Terdapat dua jenis antigen Pemfigoid Bulosa yaitu dengan berat molekul
230kD disebut PBAg1 (Pemfigoid Bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD
dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan dari pada
PB180.5
Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur klasik
dan alternatif, yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak jaringan
sehingga terjadi pemisahan epidermis dengan dermis.5
Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada
pemfigus bulosa terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan
lamina densa. Terbentuknya bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya
tarikan filament dan hemidesmosom.3
Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi
terhadap antigen Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal
mengaktifkan jalur klasik komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan
kemotaksis leukosit serta degranulasi sel mast. Produk-produk sel mas
menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator seperti faktor
kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast
mengakibatkan pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel
inflamasi dominan di membran basal pada lesi Pemfigoid Bulosa, menghasilkan
gelatinase yang memotong kolagen ekstraselular dari PBAG2, yang mungkin
berkontribusi terhadap pembentukan bula.3

2.6. DIAGNOSA
A. GAMBARAN KLINIS
Fase Non Bulosa
Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit non-
bulosa, tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan sampai
parah atau dalam hubungannya dengan eksema, papul dan atau urtikaria,
ekskoriasi yang dapat bertahan selama beberapa minggu atau bulan. Gejala non-
spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-satunya tanda-tanda penyakit.1
Fase Bulosa

6
Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada
kulit normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria
dan infiltrat papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar.
Bula tampak tegang, diameter 1 – 4 cm, berisi cairan bening, dan dapat bertahan
selama beberapa hari, meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi seringkali
memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada aspek lentur anggota badan
dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi memberi gambaran
hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar. Keterlibatan mukosa
mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa hidung mata, faring, esofagus
dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada sekitar 50% pasien,
didapatkan eosinofilia darah perifer.1
Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik.
Penyakit PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi secara
sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa
gatal kadang dijumpai, walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky tidak dijumpai
karena tidak ada proses akantolisis. Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1
minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak menyebar dan sembuh dengan
cepat.4

Lesi kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula.
Bula besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau
yang eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat
bersifat lokal maupun generalisata, biasanya tersebar tapi juga berkelompok
dalam pola serpiginosa dan arciform.3

Tempat Predileksi
Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah3.

7
Gambar 3: Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.
(Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 4 : Pemfigoid Bulosa


(Dikuip dari kepustakaan 7)

8
Gambar 5: Pemfigoid Bulosa
(Dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 6: Pemfigoid Bulosa.

(Dikutip dari kepustakaan 7)

9
Gambar 7: Pemfigoid Bulosa
(Dikutip dari kepustakaan 7 )

B. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemfigus bulosa harus dibedakan dengan pemfigus, dermatosis linear
IgA, eritema multiforme, erupsi obat, dermatitis herpetiformis dan
epidermolisis bulosa. Penderita harus melakukan Biopsi kulit dan titer
antibodi serum untuk membedakannya. Biopsi sangat penting untuk
membedakan penyakit-penyakit ini karena mempunyai prognosis yang tidak
sama.10

1. HISTOPATOLOGI
Kelainan yang dini pada Pemfigoid Bulosa yaitu terbentuknya
celah di perbatasan dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel
infiltrat yang utama adalah eosinofil.5

2. IMUNOLOGI

10
Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3
tersusun seperti pita di BMZ (Base Membrane Zone).5
Pewarnaan Immunofluorescence langsung (IF) menunjukkan IgG
dan biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan paralesional kulit dan
substansi intraseluler dari epidermis.5

2.7. DIAGNOSIS BANDING


Pemfigus vulgaris (PV), adalah sebuah penyakit autoimun yang serius,
dengan bulla, dapat bersifat akut ataupun kronis pada kulit dan membran
mukosa yang sering berakibat fatal kecuali diterapi dengan agen
imunosupresif. Penyakit ini adalah prototype dari keluarga / golongan
pemfigus, yang merupakan sekelompok penyakit bula autoimun akantolitik.
Gambaran lesi kulit pada pemfigus vulgaris didapatkan bula yang kendur di atas
kulit normal dan dapat pula erosi. Membran mukosa terlibat dalam sebagian
besar kasus. Distribusinya dapat dibagian mana saja pada tubuh. Pada
pemeriksaan histopatologi, terlihat gambaran akantolisis suprabasalis. Pada
pemeriksaan imunopatologi, diperoleh IgG dengan pola interseluler.8

Gambar 8: Lesi utama pemfigus vulgaris bula yang lembek.


(Dikutip dari kepustakaan 7)

11
Gambar 9: Pemphigus vulgaris. Erosions and flaccid bullae pada kulit normal.
(Dikutip dari kepustakaan 7)

Pemfigus foliaseus (PF) adalah bentuk superfisial penyakit pemfigus


dengan akantolisis pada lapisan granulosum epidermis. Lesi kulit pada
pemfigus foliaseus berupa krusta dan adakalanya berupa vesikel yang kendur.
Membran mukosa jarang terlibat. Distribusi lesinya pada bagian tubuh yang
lebih terbuka dan bagian tubuh yang memiliki banyak kelenjar sebasea. Pada
gambaran histopatologi, terlihat gambaran akantolisis pada stratum granulosum.
Pada pemeriksaan imunopatologi diperoleh IgG dengan pola interseluler.7
Pemfigus vegetans (PVeg), memberikan gambaran lesi berupa plak
granulomatosa, dan adakalanya terdapat vesikel di pinggiran lesi. Membran
mukosa terlibat pada sebagian besar kasus. Distribusi lesi pada daerah
intertriginosa, daerah perioral, leher, kepala dan aksila. Pada pemeriksaan
histopatologi, terlihat gambaran akantolosis suprabasal dan abses-abses
intraepidermal yang berisi eosinofil. Pada pemeriksaan imunopatologi,
didapatkan hasil seperti Pemfigus vulgaris.7
Epidermolisis Bulosa (EB), adalah sebuah penyakit bula subepidermal
kronik yang berkaitan dengan autoimunitas pada kolagen tipe II dalam fibrin
pada zona membrane basal. Lesi kulit berupa bula yang berdinding tegang dan
erosi, gambaran noninflamasi ataupun menyerupai pemfigus bulosa, Dermatitis
12
herpetiformis, atau Dermatosis IgA linear. Membran mukosa terlibat pada kasus
yang parah. Distribusi lesinya sama dengan Pemfigoid Bulosa. Pada
pemeriksaan histopatologi didapatkan bula subepidermal. Pada pemeriksaan
imunopatologi diperoleh IgG linear pada zona membrane basal7.
Dermatitis herpetiformis (DH), adalah erupsi pruritus yang kronis,
rekuren, dan intensif yang muncul secara simetris pada ekstremitas dan pada
badan dan terdiri dari vesikel-vesikel kecil, papul, dan plak urtika yang tersusun
berkelompok, serta berkaitan dengan gluten-sensitive enteropathy (GSE) dan
deposit IgA pada kulit. Lesi kulit berupa papul berkelompok, urtikaria, vesikel
serta krusta. Membran mukosa tidak terlibat. Lesi terdistribusi pada daerah siku,
lutut, glutea, sakral dan skapula. Pada pemeriksaan histopatologi, terlihat
gambaran mikroabses di papilla dermis, dan vesikel subepidermal. Pada
pemeriksaan imunopatologi, didapatkan IgA berbentuk granula pada ujung
papilla.7

Gambar 11: Dermatitis Herpetiformis dicirikan oleh kelompok vesikel intens pruritic,
papula, dan lesi urtikaria seperti biasanya didistribusikan secara simetris
pada permukaan ekstensor. Sariawan Celiac hadir dalam 75 sampai 90%
dari pasien tetapi asimtomatik dalam banyak kasus.

Dermatosis IgA linear, adalah penyakit kulit dengan bula subepidermal


yang dimediasi sistem imun, dan merupakan kasus yang cukup jarang
ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan adanya deposit IgA linear yang
homogen pada zona membran basal kutaneus. Gambaran lesi kulitnya berupa
vesikel yang anular, berkelompok dan dapat berupa bula. Membran mukosa
13
terlibat dan biasanya terdapat erosi dan ulkus pada mulut, serta erosi dan pada
konjungtiva. Distribusi lesinya bisa dimana saja. Pada pemeriksaan
histopatologi, terlihat gambaran bula subepidermal dan disertai neutrofil. Pada
pemeriksaaan imunopatologi, didapatkan IgA linear pada zona membran
basal.7,9,10

2.8. PENATALAKSANAAN
Pengobatan terdiri dari prednisone sistemik, sendiri atau dalam
kombinasi dengan agen lain yaitu azathioprine, mycophenolate mofetil atau
tetracycline. Obat-obat ini biasanya dimulai secara bersamaan, mengikuti
penurunan secara bertahap dari prednison dan agen steroid setelah remisi
klinis tercapai. Kasus ringan mungkin hanya memerlukan kortikosteroid
topikal. Methrotrexate mungkin digunakan pada pasien dengan penyakit berat
yang tidak dapat bertoleransi terhadap prednison. Dosis prednisolon 40-60 mg
sehari, jika telah tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan-lahan. Sebagian
kasus dapat disembuhkan dengan kortikosteroid saja.3
Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak seperti
Pemfigus, dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3
tahun. Dosis awal 60-100 mg prednisolon atau setara harus secara bertahap
dikurangi ke jumlah minimum yang akan mengendalikan penyakit ini.
Azatioprine juga berpotensi memberikan efek samping yang buruk seperti
prednison. Suatu kajian menjelaskan jika glukokortikoid sistemik diberikan
pada penderita dengan dosis tinggi tanpa dilakukan tapering selama 4 minggu,
kombinasi dengan azatioprine kurang memberi manfaat tetapi sebaliknya
penderita harus menanggung efek samping obat tersebut.5
Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak progresif, obat
imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa dikombinasikan
dengan prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada penderita
dengan gejala yang berat dan progresif supaya penderita bisa ditangani dengan
cepat. Efek pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat yaitu hanya
beberapa hari.5

14
Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif
untuk mengontrol dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada Pemfigoid
Bulosa.3
Sulfon mungkin efektif pada setengah pasien dengan Pemfigoid
Bulosa. Tidak banyak pasien yang berespon terhadap dapson. 11

2.9. PROGNOSIS
Pemfigoid Bulosa ialah penyakit kulit kronis yang bisa menetap selama
beberapa bulan atau beberapa tahun, namun secara umum prognosisnya baik..
Walaupun mayoritas pasien yang mendapatkan terapi akan mengalami remisi
spontan, tingkat mortalitas dipertimbangkan pada pasien yang sudah lanjut usia.12
Usia tua dan kondisi umum yang buruk telah terbukti secara signifikan
mempengaruhi prognosis. Secara historis, dinyatakan bahwa prognosis pasien
dengan Pemfigoid Bulosa jauh lebih baik dari pasien dengan pemfigus, terutama
Pemfigus Vulgaris dengan Pemfigoid Bulosa dimana tingkat mortalitasnya sekitar
25% untuk pasien yang tidak diobati dan sekitar 95% untuk pasien dengan
penyakit Pemvigus Vulgaris saja tanpa pengobatan. Dalam beberapa dekade
terakhir, beberapa penilitian di Eropa pada kasus Pemfigoid Bulosa menunjukkan
bahwa bahkan dengan perawatan, pasien Pemfigoid Bulosa memiliki prognosa
seburuk penyakit jantung tahap akhir, dengan lebih dari 40% pasien meninggal
dunia dalam kurun 12 bulan. Dari studi terbaru, kemungkinan bahwa penyakit
penyerta dan pola praktek (penggunaan kortikosteroid sistemik dan / atau obat
imunosupresif) juga mempengaruhi keseluruhan morbiditas dan mortalitas
penyakit ini. 1, 13, 14, 15

DAFTAR PUSTAKA
15
1. Borradori L, Bernard P. Bullous pemphigoid in Bolognia. J L Jorizzo, J L Rapini, R
P. Dermatology, vol 1 2nd Edition by Mosby.
2. Fenella Wojnarowska R A J Eady & Susan M Burge. Bullous Eruption in
Champion. RH Burton, J L Burns, D A Breathnach S.M. Textbook of Dermatology
3. John R Stanley. Pemphigus in Freedberg. I M Eisen, A Z Wolff, K Austen, K F
Goldsmith, L A and Katz S.I. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine vol.
1 6th Edition. (McGraw-Hill, New York, 1999)
4. Habif T P. Clinical Dermatology, a Color Guide to Diagnosis and Therapy 4th
edition (October 27, 2003) by Mosby
5. Djuanda A. Pemfigoid Bulosa. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FK-UI 2010.
P.210-211.
6. William H, Bigby M, Diepgen T, Herxheimer A, Naldi L, Rzany B. Evidence-
Based Dermatology. p. 660 – 663 (BMJ Book, London)
7. Wolff K, Johnson R A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. 6th ed. New York: Mc Graw-Hill. 2007
8. MacKie M. R. Clinical Dermatology. 4th Edition. Oxford medical publications;1997.
P. 233-235.
9. Bickle M. K, Roark R. Tom, Hsu, S. Autoimmune Bullous Dermatoses. [online].
2002 May 01. [cited 2011 Jan 04]; [16 pages]. Available from: URL:
http//www.amfamphysician.org/education/rg_cme.html.
10. Kumar V, Cotran R S, Robbins, S L. Robbins Basic Pathology 7th Edition. p. 796-
798. Elsevier, New Delhi, 2004
11. Schachner A L, Hansen C R. Pediatric Dermatology. 2th Edition.
12. Beers M H, Porter RS, Jones T V, Kaplan J L, Berkwits M. The Merck Manual
18th Edition Volume. pp. 947-950 (Elsevier, New Jersey, 2006)
13. Bullous pemphigoid : American Osteopathic College of Dermatology. Available
from: URL:http://www.aocd.com/index.html#ed

16

Anda mungkin juga menyukai