Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS

TONSILITIS KRONIS

OLEH :
ELY KUSUMAWARDANI

I4061172067

PEMBIMBING :
dr. Muslim M. Amin, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA,


HIDUNG DAN TENGGOROK
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAN
RSUD DOKTER ABDUL AZIS
SINGKAWANG
2019

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui laporan kasus dengan judul :

TONSILITIS KRONIS

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Dan Tenggorok

Singkawang, Mei 2019

Pembimbing,

dr.Muslim M. Amin, Sp. THT-KL Ely Kusumawardani

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering terjadi pada
tenggorokan terutama pada usia muda. Penyakit ini terjadi disebabkan peradangan
pada tonsil oleh karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik pada
penderita tonsilitis akut.
Tonsilitis dapat menyebar dari orang ke orang melalui kontak tangan,
menghirup udara tetesan setelah seseorang dengan tonsilitis bersin atau berbagi
peralatan atau sikat gigi dari orang yang terinfeksi. Anak-anak dan remaja berusia
5-15 tahun yang paling mungkin untuk mendapatkan tonsilitis, tetapi dapat
menyerang siapa saja (NHS, 2010). Hanya sekitar 30% dari tonsilitis pada anak
disebabkan oleh radang tenggorokan dan hanya 10% dari tonsilitis pada orang
dewasa disebabkan oleh radang tenggorokan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang
letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan
lokasinya, tonsil dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang terletak pada radix
linguae, Tonsilla palatina (tonsil) yang terletak pada ismus faucium antara arcus
glossopalatinus dan arcus glossopharingicus, Tonsilla pharingica (adenoid) yang
terletak pada dinding dorsal dari nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada
bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva dan Plaques dari peyer
(tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina,
Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada
pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan
nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi
melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi
hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan
tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting
dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai
origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral
lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat
pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke
bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada
palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot
ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior
akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring.

4
5

Gambar 1 : Cincin Waldeyer

Gambar 2 : Tonsil palatina


Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsila palatina adalah:
 Anterior : arcus palatoglossus
 Posterior : arcus palatopharyngeus
 Superior : palatum mole
 Inferior : 1/3 posterior lidah
 Medial : ruang orofaring
 Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior oleh
jaringan areolar longgar. A. carotis interna terletak 2,5 cm di belakang dan
lateral tonsila.
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas
anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah
yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil
terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap
6

kali makan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga
disebut kapsul tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna
yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan
a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina
desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal
asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,
mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar
m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan
mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior.

Gambar 3 perdarahan tonsil


Tonsil dipersarafi oleh nervus trigeminus dan glossofaringeus. Nervus
trigeminus mempersarafi bagian atas tonsil melalui cabangnya yang melewati
ganglion sfenopalatina yaitu nervus palatine. Sedangkan nervus glossofaringeus
selain mempersarafi bagian tonsil, juga dapat mempersarafi lidah bagian belakang
dan dinding faring.
7

2.2 Tonsilitis Kronis


2.2.1 Definisi
Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina
(tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustasius (lateral
band dinding faring/Gerlach’s tonsil).
Tonsilitis kronis merupakan radang pada tonsila palatina yang sifatnya
menahun. Yang dimaksud kronis adalah apabila terjadi perubahan histologis pada
tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang diselimuti oleh dinding jaringan
fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel – sel radang yang dapat menjadi fokal infeksi
bagi organ – organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain – lain.
Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang
tidak mendapat terapi adekuat; mungkin serangan mereda tetapi kemudian dalam
waktu pendek kambuh kembali dan menjadi laten. Proses ini biasanya diikuti
dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 – 4
bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis
kronis yang merupakan infeksi fokal.
Faktor predisposisi lain timbulnya tonsillitis kronis ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, dan kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis
akut tetapi kadang kuman berubah menjadi kumah golongan gram negatif.
2.2.2 Etiologi
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis
akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini
dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis
pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman
gram positif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling
banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus β hemolyticus.
8

Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus,


Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob.
2.2.3 Patofisiologi
Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripta,
sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman
terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara
foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan.
Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik
yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh
makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka
pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya
kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil
berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu
kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang
menurun.
Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan
produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat
menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau
gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran
kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya
terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen.
Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia. Bakterimia
adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan
jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk
membunuh kuman-kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering
terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit
sampai beberapa jam setelah tindakan.
9

2.2.4 Manifestasi Klinis Dan Diagnosis


Pasien dengan tonsillitis kronis akan mengeluh ada penghalang/rasa
mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus.
Bila tonsillitis kronis tersebut dalam keadaan eksaserbasi akut maka aka
nada tanda-tanda infeksi seperti demam, infeksi saluran nafas, nyeri menelan,
lesu, tidak nafsu makan, pada pemeriksaan tonsil terlihat hiperemi, membengkak,
ada kripte melebar, dan detritus.
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan
mengukur jarak antara kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan
medial kedua tonsil, maka gradasi pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi:
 T0 : tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat
 T1 : <25% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
 T2 : 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
 T3 : 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring
 T4 : > 75% volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
10

menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur
yang dapat diketahui dalam anamnesis.
2.2.5 Tatalaksana
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-
gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan
infeksi kronis maupun berulang.
Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam
parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan
yang efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.
Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada
parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan
pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes
diagnostik yang menjanjikan.
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology –
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium menetapkan : Indikasi
tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,Head and Neck
Surgery:
a) Indikasi absolut:
i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas,
disfagia menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media
supuratif.
iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
11

v) Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai


keganasan)
b) Indikasi relatif :
i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis
kronis tidak responsif terhadap terapi media
iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus
yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase
iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
c) Kontra indikasi :
i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya
tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang
iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak
terkontrol.
v) Celah pada palatum
2.2.6 Komplikasi
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya
berupa rhinitis kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum.
Komplikasi jauh terjadi secara hematogen atau limfogen dan dapat timbul
endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, iridosiklitis, dermatitis, pruritus,
urtikaria, dan furunkolosis.
2.2.7 Prognosis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristirahat dan
pengobatan suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat
penderita tonsilitis lebih nyaman.
BAB III
PENYAJIAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : An. Z
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 9 tahun
Alamat : Jl. Tani SEI WIE Singkawang Tengah
Agama : Islam
Suku : Melayu
Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Masuk : 15 April 2019

3.2 Anamnesis
Auto dan alloanamnesa tanggal 15 April 2019
3.2.1 Keluhan utama
Nyeri menelan.
3.2.2 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sering nyeri menelan sejak 2 minggu
SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul dan terutama saat menelan
makanan. Pasien juga mengeluh perasaan tidak nyaman di tenggorokan.
Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri menelan disertai dengan sering
demam, batuk dan pilek. Ibu pasien mengatakan pasien mengorok saat
tidur. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, penurunan
pendengaran maupun sakit kepala.
3.2.3 Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatan
Pasien memiliki riwayat batuk dan pilek hilang timbul sejak 1 bulan
terakhir. Pasien telah berobat ke puskesmas dan diberi obat namun saat
obat habis keluhan muncul lagi. Kemudian pasien pergi berobat ke dokter
THT. Setelah diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya
membesar dan disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel.

12
13

3.2.4 Riwayat penyakit keluarga dan Sosial


Tidak ada keluarga yang mengalami penyakit seperti ini.
3.2.5 Riwayat alergi
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan maupun obat-
obatan.
3.2.6 Pemeriksaan Fisik
Dilakukan tanggal 15 April 2019
Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Berat badan : 35 kg
Tinggi Badan : 137 cm
Status Gizi : Baik
Tanda vital
Nadi : 100 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,6 °C
Status Lokalis
Pemeriksaan Tenggorokan
Bibir Mukosa bibir basah, berwarna merah muda (N)
Mulut Mukosa mulut basah berwarna merah muda
Geligi Warna kuning gading, caries (-), gangren(-)
Ginggiva Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Lidah Tidak ada ulkus, pseudomembrane (-), dalam batas normal
Uvula Bentuk normal ditengah, hiperemi (+), edema (-)
Palatum mole Ulkus (-), hiperemis (-)
Faring Mukosa hiperemis (-), reflex muntah (+)
14

Endoskopi tenggorokan

Arcus Faring simetris


Uvula ditengah
Ukuran tonsil T3/T3 kripta melebar
Dinding faring posterior hiperemis (+)
Tonsil linguel hipertrofi (+)

3.2.7 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium
Hemoglobin : 13,0 g/dl
Leukosit : 8.400 /uL
Trombosit : 308.000 /uL
Hematokrit : 38,7 %
Eritrosit : 4,79 x 106 /uL
Clotting time : 5’00” menit
Bleeding time : 1’20” menit
HbsAg : NR
HIV : NR
15

SGOT : 22 u/L
SGPT : 34 u/L
Ureum : 36 mg/dl
Kreatinin : 0,50 mg/dl
3.2.8 DIAGNOSIS
Tonsilitis kronis
3.2.9 TATALAKSANA
- Rawat inap
- Pro tonsilektomi
- IVFD Futrolit 10 tpm
- Inj. Ceftriaxone 500mg/12 jam (iv)
3.2.10 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
3.2.11 Follow-Up
a. 16 April 2019
S: Nyeri menelan (+) batuk (-) pilek (-) demam (-)
O: HR = 100x/menit
RR = 22x/menit
T = 36,8ºC
Tenggorok = tonsil T3/T3 kripta melebar
A : Tonsilitis kronis
P:
- IVFD Furtrolit 10 tpm
- Inj. Ceftriaxone 500mg/12 jam (iv)
- Tonsilektomi hari ini
16

b. 17 April 2019
S: Nyeri menelan (+) batuk (-) pilek (-) demam (-) keluar darah dari mulut (-
)
O: HR = 105x/menit
RR = 22x/menit
T = 36,9ºC
Tenggorok = tonsil T0/T0
A : Post op tonsilektomi a/i tonsilitis kronis
P:
- IVFD Furtrolit 10 tpm
- Inj. Ceftriaxone 500mg/12 jam (iv)
- Inj. Ketorolac 15mg/8 jam (iv)
- Inj. Omeprazole 20 mg/12 jam (iv)
- Pulang hari ini:
 Amoxicillin sirup 3 x II cth selama 5-7 hari
 Ibuprofen sirup 3 x II cth
3.2.12 Edukasi
 Hindari makanan yang keras, berminyak, manis, pedas, panas dan
lainnya yang dapat mengiritasi tenggorokan. Begitu pula dengan
minuman dingin.
 Menjaga higiene mulut.
 Datang kembali untuk kontrol setelah 7 hari post operasi, untuk
melihat perkembangan penyembuhan.
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya
diawali oleh demam, batuk, dan pilek. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut,
pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan. Saat dilakukan
pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3/T3 dengan
tampilan hiperemis, bengkak, dan kripta melebar.
Dilihat dari ukurannya T3/T3, keadaan pasien merasa kesulitan untuk
makan dan minum, dan seringnya keadaan ini kambuh dalam 1 bulan terakhir,
maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Pada saat dilakukan
operasi pasien terlentang di meja operasi dalam anestesi umum. Kemudian
dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis. Dilanjutkan dengan pemasangan mouth
gag, tampak dinding faring posterior laserasi mukosa. Dilakukan insisi batas
antara kapsul tonsil dengan pilar anterior tonsil kiri, lalu tonsil dilepaskan dengan
perlahan dengan menggunakan respa tumpul, tonsil yang sudah terlepas kemudian
dibuang, perdarahan diatasi dengan ligasi. Hal yang sama dilakukan pada tonsil
kanan, perdarahan juga diatasi dengan ligasi. Mouth gag dilepaskan perlahan.
Operasi selesai

17
18
Daftar Pustaka

1. Soepardi.E.A, N.Iskandar, J.Bashiruddin, R.D.Restuti. Buku Ajar Ilmu


Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Vol VI(6). Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2011.
2. Ballenger, Jacob John. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Jilid 2.Edisi 22.Jakarta: Binarupa Aksara.2010.
3. Adams GL, Boies LR, Higler PA (2012). Boies : Buku ajar penyakit THT.
Jakarta :EGC
4. Nurjannah, Z., 2011, Karakteristik Pendertita Tonsilitis Kronis di Rsup H.
Adam Malik 2007 – 2010. Dalam: http://repository.usu.ac .id/bitstream/
123456789/32582/7/.pdf.

19

Anda mungkin juga menyukai