TONSILITIS KRONIS
OLEH :
ELY KUSUMAWARDANI
I4061172067
PEMBIMBING :
dr. Muslim M. Amin, Sp. THT-KL
1
LEMBAR PERSETUJUAN
TONSILITIS KRONIS
Pembimbing,
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Tonsil merupakan suatu akumulasi dari limfonoduli permanen yang
letaknya di bawah epitel yang telah terorganisir sebagai suatu organ. Berdasarkan
lokasinya, tonsil dibagi menjadi; Tonsilla lingualis yang terletak pada radix
linguae, Tonsilla palatina (tonsil) yang terletak pada ismus faucium antara arcus
glossopalatinus dan arcus glossopharingicus, Tonsilla pharingica (adenoid) yang
terletak pada dinding dorsal dari nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada
bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva dan Plaques dari peyer
(tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina,
Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada
pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan
nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi
melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi
hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan
tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting
dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai
origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral
lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat
pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke
bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada
palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot
ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior
akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring.
4
5
kali makan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga
disebut kapsul tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna
yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan
a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina
desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal
asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,
mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar
m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan
mengirim cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior.
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
10
menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur
yang dapat diketahui dalam anamnesis.
2.2.5 Tatalaksana
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-
gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan
infeksi kronis maupun berulang.
Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam
parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan
yang efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.
Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada
parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan
pemeriksaan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration/FNA) merupakan tes
diagnostik yang menjanjikan.
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology –
Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium menetapkan : Indikasi
tonsilektomi menurut The American Academy of Otolaryngology,Head and Neck
Surgery:
a) Indikasi absolut:
i) Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas,
disfagia menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
ii) Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
iii) Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media
supuratif.
iv) Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
11
3.2 Anamnesis
Auto dan alloanamnesa tanggal 15 April 2019
3.2.1 Keluhan utama
Nyeri menelan.
3.2.2 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sering nyeri menelan sejak 2 minggu
SMRS. Nyeri dirasakan hilang timbul dan terutama saat menelan
makanan. Pasien juga mengeluh perasaan tidak nyaman di tenggorokan.
Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri menelan disertai dengan sering
demam, batuk dan pilek. Ibu pasien mengatakan pasien mengorok saat
tidur. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga, penurunan
pendengaran maupun sakit kepala.
3.2.3 Riwayat penyakit dahulu dan riwayat pengobatan
Pasien memiliki riwayat batuk dan pilek hilang timbul sejak 1 bulan
terakhir. Pasien telah berobat ke puskesmas dan diberi obat namun saat
obat habis keluhan muncul lagi. Kemudian pasien pergi berobat ke dokter
THT. Setelah diperiksa, pasien diberitahukan bahwa amandelnya
membesar dan disarankan untuk dilakukan operasi pengangkatan amandel.
12
13
Endoskopi tenggorokan
SGOT : 22 u/L
SGPT : 34 u/L
Ureum : 36 mg/dl
Kreatinin : 0,50 mg/dl
3.2.8 DIAGNOSIS
Tonsilitis kronis
3.2.9 TATALAKSANA
- Rawat inap
- Pro tonsilektomi
- IVFD Futrolit 10 tpm
- Inj. Ceftriaxone 500mg/12 jam (iv)
3.2.10 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad functionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
3.2.11 Follow-Up
a. 16 April 2019
S: Nyeri menelan (+) batuk (-) pilek (-) demam (-)
O: HR = 100x/menit
RR = 22x/menit
T = 36,8ºC
Tenggorok = tonsil T3/T3 kripta melebar
A : Tonsilitis kronis
P:
- IVFD Furtrolit 10 tpm
- Inj. Ceftriaxone 500mg/12 jam (iv)
- Tonsilektomi hari ini
16
b. 17 April 2019
S: Nyeri menelan (+) batuk (-) pilek (-) demam (-) keluar darah dari mulut (-
)
O: HR = 105x/menit
RR = 22x/menit
T = 36,9ºC
Tenggorok = tonsil T0/T0
A : Post op tonsilektomi a/i tonsilitis kronis
P:
- IVFD Furtrolit 10 tpm
- Inj. Ceftriaxone 500mg/12 jam (iv)
- Inj. Ketorolac 15mg/8 jam (iv)
- Inj. Omeprazole 20 mg/12 jam (iv)
- Pulang hari ini:
Amoxicillin sirup 3 x II cth selama 5-7 hari
Ibuprofen sirup 3 x II cth
3.2.12 Edukasi
Hindari makanan yang keras, berminyak, manis, pedas, panas dan
lainnya yang dapat mengiritasi tenggorokan. Begitu pula dengan
minuman dingin.
Menjaga higiene mulut.
Datang kembali untuk kontrol setelah 7 hari post operasi, untuk
melihat perkembangan penyembuhan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya
diawali oleh demam, batuk, dan pilek. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut,
pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan. Saat dilakukan
pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3/T3 dengan
tampilan hiperemis, bengkak, dan kripta melebar.
Dilihat dari ukurannya T3/T3, keadaan pasien merasa kesulitan untuk
makan dan minum, dan seringnya keadaan ini kambuh dalam 1 bulan terakhir,
maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Pada saat dilakukan
operasi pasien terlentang di meja operasi dalam anestesi umum. Kemudian
dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis. Dilanjutkan dengan pemasangan mouth
gag, tampak dinding faring posterior laserasi mukosa. Dilakukan insisi batas
antara kapsul tonsil dengan pilar anterior tonsil kiri, lalu tonsil dilepaskan dengan
perlahan dengan menggunakan respa tumpul, tonsil yang sudah terlepas kemudian
dibuang, perdarahan diatasi dengan ligasi. Hal yang sama dilakukan pada tonsil
kanan, perdarahan juga diatasi dengan ligasi. Mouth gag dilepaskan perlahan.
Operasi selesai
17
18
Daftar Pustaka
19