PENDAHULUAN
1.1. Pemicu
Manggis adalah buah yang terdpat di wilayah tropis dan berlimpah di
Kalimantan Barat, manggis sebelumnya hanya dikonsumsi sebagai
pelengkap makanan atau pencuci mulut. Ikhwan dan Akhwani adalah
mahasiswa FK UNTAN yang melakukan penelitian terhadap khasiat buah
manggis. Pada penelitian mereka didapatkan hasil bahwa ekstrak kulit
manggis memiliki khasiat antimikroba yang dapat dibuktikan dengan
terhentinya kolonisasi streptokokuks yang telah dibiakkan pada media
khusus.
1.2. Kata Kunci
a. Ekstrak kulit manggis
b. Antimikroba
c. Kolonisasi Streptococcus
1.3. Rumusan Masalah
Bagaimana aktivitas
terhadap pertumbuhan
Streptococcus?
Proses
ekstraks
Tanam
an
manggi
Kulit
Zat
aktif
metabo
lit
saponi
steroid
Mengganggu permeabilitas
dinding sel
Tanin
Alkaloi
Mengganggu metabolisme
bakteri
Flavono
id
Xantho
Polyfhen
ol
Menghambat pertumbuhan
bakteri
Menghambat kerja enzim bakteri
Potensi
antibakt
eri
Pertumbuhan
Stereptococcus
terhambat
Terbentu
k zona
hambat
1.5. Hipotesis
Ekstrak kulit manggis mengandung senyawa metabolit sekunder yang
memiliki aktivitas antimikroba terhadap pertumbuhan Sterptococcus.
1.6. Pertanyaan Diskusi
1 Kajian medikolegal obat tradisional
2 Bagaimana identifikasi tanaman obat
3 Tanaman obat yang termasuk Fitofarmaka di Indonesia
4 Sebutkan taksonomi tanaman manggis
5 Jlskan morfologi tanaman manggis
6 Sebutkan kandungan dari buah dan kulit manggis
7 Sbtkan manfaatnya kulit manggis
8 Jelaskan efek farmakologi tanaman manggis
9 Apakah ekstrak kulit manggis dapat digunakan sebagai antibiotikpada
streptococcus
10 Bagaimana efektivitas ekstrak kulit manggis dibandingkan dg lini
11
12
13
14
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Kajian Medikolegal Obat Tradisional
Obat tradisional menurut UU No. 23/1992 tentang kesehatan adalah
bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut
yang secara turun temurun telah di gunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman.1 Beberapa pasal lain mengenai obat tradisional yang terdapat
pada UU No. 23/1992 antara lain adalah1:
1
Pasal 40 ayat (2) yaitu: Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional
dan kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar atau
persyaratan yang ditentukan.
Pasal 41 ayat (1) yaitu : Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya
kesehatan
harus
memenuhi
persyaratan
objektifitas
dan
persyaratan
objektifitas
dan
kelengkapan
serta
tidak
Pasal 100
(1) Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman
digunakan dalam pencegahan, pengobatan, perawatan, dan/atau
pemeliharaan kesehatan tetap dijaga kelestariannya.
(2) Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan bahan baku
obat tradisional.
Pasal 101
(1) Masyarakat
mengolah,
diberi
kesempatan
memproduksi,
yang
seluas-luasnya
mengedarkan,
untuk
mengembangkan,
meningkatkan,
dan
menggunakan
obat
Pasal 104
(1) Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan
untuk melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh
penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak
memenuhi
persyaratan
mutu
dan/atau
keamanan
dan/atau
khasiat/kemanfaatan.
(2) Penggunaan obat dan obat tradisional harus dilakukan secara
rasional.
b
c
Indonesia.
aman dan bermanfaat bagi kesehatan;
tidak bertentangan dengan upaya peningkatan derajat kesehatan
masyarakat;
tidak bertentangan dengan norma dan nilai yang hidup dalam
masyarakat;
Pengobat tradisional adalah orang yang melakukan pengobatan
tradisional (alternatif) dan pengobat tradisional asing adalah pengobat
tradisional Warga Negara Asing yang memiliki visa tinggal terbatas atau
izin tinggal terbatas atau izin tinggal tetap untuk maksud bekerja di
Wilayah Republik Indonesia. Pengobat tradisional yang melakukan
pekerjaan/praktik sebagai pengobat tradisional harus memiliki STPT atau
SIPT.2
Surat Terdaftar Pengobat Tradisional yang selanjutnya disebut STPT
adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang telah
melaksanakan pendaftaran. Surat Izin Pengobat Tradisional (SIPT) adalah
bukti tertulis yang diberikan kepada pengobat tradisional yang metodenya
telah dikaji, diteliti dan diuji terbukti aman dan bermanfaat bagi
kesehatan.2
Pengobat tradisional harus memberikan informasi yang jelas dan
tepat kepada pasien tentang tindakan pengobatan yang dilakukannya
dan/atau
persyaratan
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
berbahaya.
Pengobat tradisional dilarang menggunakan obat tradisional yang
diproduksi oleh industri obat tradisional (pabrikan) yang tidak
terdaftar dan obat tradisional racikan yang bahan bakunya tidak
yaitu
mencari
informasi
dari
tradisional)
di
daerah
tersebut
tentang
jenis
dan
tahap
Plantae
Divisi
Spermatophyta
Subdivisi
Angiospermae
Kelas
Magnoliopsida
Subkelas
Dilleniidae
Ordo
Theales
Familia
Clusiaceae
Genus
Garcinia
Spesies
Garcinia mangostana L.
Daun
getah kuning.
Tunggal, posisi daun berhadapan atau
bersilang
berhadapan.
Helai
daun
tumpul.
Bentuk bola tertekan, garis tengah,
3,5-7 cm, ungu tua dengan kepala
putik duduk (tetap), kelopak tetap
dinding buah tebal, berdaging, ungu,
Biji
warna kuning yang berasal dari dua metabolit yaitu -mangostin dan mangostin. Xanthone memiliki senyawa turunan lainnya seperti 9hydroxycalabaxanthone, 3-isomangostin, gartanin, 8-desoxygartanin, mangostin dan metoksi mangostin. Senyawa -mangostin inilah yang
merupakan senyawa paling banyak ditemukan dalam kulit buah manggis.
Kulit buah manggis mengandung alfa mangostin, -mangostin, dan
garsinon B yang mempunyai aksi sebagai anti-tuberkulosis karena dapat
menghambat Mycobacterium tuberculosis dengan Minimum Inhibitory
Concentration (MIC) sebesar 6,25 g/ml. Ekstrak metanol dari kulit terluar
Garcinia mangostana mempunyai efek antiproliferasi kuat, antioksidasi,
dan menginduksi apoptosis. Kulit terluar Garcinia mangostana dapat
menghambat pertumbuhan dari sel leukemia HL60.
Hasil uji skrining fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak etanol kulit
buah manggis (Garcinia mangostana L.) mengandung senyawa golongan
alkaloid, triterpenoid, saponin, flavonoid, tannin dan polifenol. Sedangkan
pada hasil skrining fitokimia pada ekstrak metanol kulit buah manggis
menunjukan hasil positif terhadap senyawa kimia golongan saponin,
triterpenoid, tanin dan polifenol, flavonoid serta alkaloid., sedangkan
menunjukan hasil negatif terhadap senyawa steroid dan glikosida Pada
bagian daging buah manggis mengandung sukrosa 10.8% dan dekstrosa
1%
2.7.Manfaatnya Kulit Manggis
Dari beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan diketahui
bahwa rebusan kulit buah manggis memiliki efek antidiare. Sedangkan
buah manggis muda memiliki efek speriniostatik dan spermisida. Secara
tradisional buah digunakan untuk mengobati diare, radang amandel,
keputihan, disentri, wasir, dan borok. Selain itu juga dipakai sebagai
peluruh dahak dan sakit gigi. Sedangkan kulit buah digunakan untuk
mengobati sariawan, disentri, nyeri urat, sembelit dan kulit batang
digunakan untuk mengatasi nyeri perut dan akar untuk mengatasi haid
yang tidak teratur.
A23187,
yang
mengatur
protein
kinase
teraktivasi
adalah
penangkatapan
radikal
bebas
2,2-difenil-1-
melanjutkan penelitian
potensial
membran,
penurunan
ATP
intraseluler,
melakukan
2.10.
pyogenes
dengan
kontrol
positif
yaitu
antibiotik
kontrol positif yaitu p= 0,003 (p<0.05), sedangkan pada esktrak kulit buah
manggis didapatkan hasil p= 0,058 (p<0,05). meskipun kedua hasil
dinyatakan bermakna, tapi dapat kita simpulkan bahwa Amoxicillin
memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibanding ekstrak kulit buah
manggis.
Perbandingan ekstrak kulit manggis dengan obat amoksisilin
2.11.
Proses Ekstraksi 38
Ekstraksi adalah suatu kegiatan penarikan kandungan kimia yang
dapat larut, sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dalam pelarut air.
Ekstraksi yang tepat tergantung pada tekstur dan kandungan air bahan
yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang diisolasi. Proses ekstraksi
senyawa
antibakteri
dapat
dilakukan
menggunakan
dua
macam
ini
pada
dasarnya
ekstraksi
secara
tabung sifon.
Ekstraksi secara perkolasi
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan
derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian
cairan penyari dimasukkan dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3
jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator,
ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan selama 24
jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga
simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup
dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya.
endapan dipisahkan.
Ekstraksi secara refluks
Ekstraksi dengan cara
ini
pada
dasarnya
adalah
ekstraksi
2.12.
senyawa metabolit sekunder. Suatu ekstrak dari bahan alam terdiri atas
berbagai macam metabolit sekunder yang berperan dalam aktivitas
biologinya. Senyawa-senyawa tersebut dapat diidentifikasi dengan
pereaksi-pereaksi yang mampu memberikan ciri khas dari setiap golongan
dari metabolit sekunder.39 Berbagai metode yang dapat digunakan untuk
identifikasi metabolit sekunder yang terdapat pada suatu ekstrak antara lain:
a
Uji Alkaloid
alkaloid
dengan
ion
logam
K+
dari
kalium
tetraiodomerkurat(II).40,41
Uji Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa yang memiliki lebih dari satu gugus
hidroksil atau disebut senyawa polihidroksi. Larutan ekstrak tumbuhan
sebanyak 1 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan
serbuk Mg sebanyak 1 gram dan larutan HCl pekat. Penambahan HCl
pekat bertujuan untuk menghidrolisis flavonoid menjadi aglikonnya
yaitu dengan hidrolisis gugus O-glikosil. Gugus glikosil akan
tergantikan oleh H+ dari asam yang memiliki sifat keelektronegatifan
yang kuat. Adanya flavonoid ditandai dengan perubahan warna pada
larutan menjadi warna kuning. Warna kuning yang terbentuk
dari tanin-gelatin.39,42,43
Uji Steroid dan Triterpenoid
Larutan ekstrak tumbuhan ditambahkan dengan 2 mL kloroform dan 2
mL H2SO4 pekat. Terbentuknya warna merah pada lapisan bawah
kloroform menandakan adanya steroid dalam ekstrak. Terbentuknya
warna keabu-abuan menandakan adanya kandungan triterpenoid pada
ekstrak.44
2.13.
Tahapan Uji Prekinis
2.14.
yang
bersangkutan
karena
terdapat
berbagai
factor
yang
Jumlah subjek yang mendapat obat baru pada fase ini antara 100-200
penderita.
Uji Klinik Fase III
Uji klinik fase III dilakukan untuk memastikan bahwa suatu obatbaru benar-benar berkhasiat (sama dengan penelitian pada akhit fase II)
dan untuk mengetahui kedudukannya dibanding-kan dengan obat standar.
Penelitian ini sekaligus akan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang (1)
efeknya bila digunakan secara luas dan diberikan oleh para dokter yang
kurang ahli ; (2) efek samping lain yang belum terlihat pada fase II; (3)
dan dampak penggunaannya pada penderita yang tidak diseleksi secara
ketat.(2) Uji klinik fase III dilakukan pada sejumlah besar penderita yang
tidak terseleksi ketat dan dikerjakan oleh orang-orang yang tidak terlalu
ahli, sehingga menyerupai keadaan sebenarnya dalam penggunaan sehari
hari dimasyarakat. Pada uji klinik fase III ini biasanya pembandingan
dilakukan dengan plasebo, obat yang sama tapi dosis berbeda, obat
standard dengan dosis ekuiefektif, atau obat lain yang indikasinya sama
dengan dosis yang ekuiefektif. Pengujian dilakukan secara acak dan
tersamar ganda. Bila hasil uji klinik fase III menunjukkan bahwa obat baru
ini cukup aman dan efektif, maka obat dapat diizinkan untuk dipasarkan.
Jumlah penderita yang diikut sertakan pada fase III ini paling sedikit 500
orang.
Uji Klinik Fase IV
Fase ini sering disebut post marketing drug surveillance karena
merupakan pengamatan terhadap obat yang telah dipasarkan. Fase ini
bertujuan menentukan pola penggunaan obat di masyarakat serta pola
efektifitas dan keamanannya pada penggunaan yang sebenarnya. Survei ini
tidak tidak terikat pada protokol penelitian; tidak ada ketentuan tentang
pemilihan penderita, besarnya dosis, dan lamanya pemberian obat. Pada
fase ini kepatuhan penderita makan obat merupakan masalah. Penelitian
fase IV merupakan survei epidemiologi menyangkut efek samping maupun
efektifitas obat. Pada fase IV ini dapat diamati (1) efek samping yang
frekuensinya rendah atau yang timbul setelah pemakaian obat bertahun-
tahun lamanya, (2) efektifitas obat pada penderita berpenyakit berat atau
berpenyakit ganda, penderita anak atau usia lanjut, atau setelah
penggunaan berulangkali dalam jangka panjang, dan (3) masalah
penggunaan berlebihan, penyalahgunaan, dan lainlain. Studi fase IV dapat
juga berupa uji klinik jangka panjang dalam skala besar untuk menentukan
efek obat terhadap morbiditas dan mortalitas sehingga datanya
menentukan status obat yang bersangkutan dalam terapi. Dewasa ini waktu
yang diperlukan untuk pengembangan suatu obat baru, mulai dari sintesis
bahan kimianya sampai dipasarkan, mencapai waktu 10 tahun atau lebih.
Setelah suatu obat dipasarkan dan digunakan secara luas dapat
ditemukan kemungkinan manfaat lain yang mulanya muncul sebagai efek
samping. Obat demikian kemudian diteliti kembali di klinik untuk indikasi
yang lain, tanpa melalui uji fase I. Hal seperti ini terjadi pada golongan
salisilat yang semula ditemukan sebagai antireumatik dan anti piretik. Efek
urikosurik dan antiplateletnya ditemukan belakangan. Hipoglikemik oral
juga ditemukan dengan cara serupa.
Uji Klinik adalah kegiatan penelitian dengan mengikutsertakan
subjek manusia disertai adanya intervensi produk uji, untuk menemukan
atau memastikan efek klinik, farmakologik dan/atau farmakodinamik
lainnya, dan/atau mengidentifikasi setiap reaksi yang tidak diinginkan,
dan/atau mempelajari absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
dengan tujuan untuk memastikan keamanan dan/atau efektifitas produk
yang diteliti.
Cara Uji Klinik yang Baik, yang selanjutnya disebut CUKB adalah
standar untuk disain, pelaksanaan, pencapaian, pemantauan, audit,
perekaman, analisis, dan pelaporan uji klinik yang memberikan jaminan
bahwa data dan hasil yang dilaporkan akurat dan terpercaya, serta bahwa
hak, integritas, dan kerahasiaan subjek uji klinik dilindungi. Persetujuan
Pelaksanaan Uji Klinik, yang selanjutnya disebut PPUK, adalah
persetujuan pelaksanaan uji klinik yang diterbitkan oleh Kepala Badan.
Uji Klinik Obat Herbal yang dilakukan harus:
b
c
kepentingan masyarakat;
Mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik;
Mendapatkan persetujuan atau menyampaikan notifikasi kepada Kepala
Badan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Tata
produk termasuk uji klinik yang diinisiasi oleh peneliti dengan tujuan
untuk pengembangan produk yang akan dipasarkan, harus dimintakan
persetujuan pelaksanaan uji klinik kepada Badan POM. Penelitian dalam
rangka pendidikan tidak termasuk yang harus dimintakan persetujuan
kepada Badan POM.
Pelaksanaan uji klinik herbal harus mengacu kepada prinsip-prinsip
CUKB, hal tersebut dimaksudkan agar data klinik yang dihasilkan dapat
dipertangggungjawabkan secara ilmiah dan etis sehingga menjadi data
klinik yang shahih, akurat dan terpercaya. Kualitas data yang demikian
diperlukan sebagai data dukung saat registrasi, sehingga keputusan
registrasi yang dihasilkan tidak bias. Selain ditujukan untuk memperoleh
data dengan kualitas sebagaimana disebutkan di atas, prinsip CUKB juga
dimaksudkan untuk melindungi peserta atau subjek manusia yang
berpartisipasi dalam uji klinik.
Para pihak yang terlibat dalam uji klinik harus memahami secara
benar prinsip CUKB yang merupakan standar yang telah diterima secara
Internasional dalam melakukan uji klinik serta baik. Para pihak terkait,
baik sponsor, ORK, peneliti, dan yang terlibat lainnya termasuk pihak
Komisi Etik dan regulator harus memiliki pemahaman yang seimbang
mengenai CUKB. Hal tersebut sangat diperlukan mengingat peran para
pihak di atas sangat menentukan diperolehnya data klinik yang shahih,
akurat dan terpercaya selain perlindungan kepada manusia yang menjadi
subjek uji klinik.
standardisasi
Standardisasi bahan baku dan produk uji:
a. Cara penyiapan bahan baku dan produk uji, termasuk metode
ekstraksi yang digunakan,
b. Metode analisa kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif atau senyawa
identitas.
Proses standardisasi dilakukan agar produk uji di tiap fase uji serta bila
kemudian dipasarkan/diedarkan memiliki keterulangan yang sama.
Pertimbangkan
untuk
mengontrak
ORK
bila
diperlukan.
Bila
ORK.
Persiapkan kompetensi monitor (sponsor/ORK).
Pemilihan tempat pelaksanaan uji klinik dan pemilihan peneliti serta
persiapkan tempat pelaksanaan tersebut. Sponsor memiliki peran
penting dalam pemilihan tempat uji klinik. Pertimbangan utama yang
harus dijadikan landasan pemilihan, antara lain :
a. Terdapat peneliti dengan latar belakang keahlian yang sesuai.
b. Ketersediaan sumber daya, sistem dan fasilitas/perangkat penunjang
di tempat penelitian.
c. Ketersediaan Standard Operating Procedures (SOP).
8 Pembuatan/penyusunan protokol uji klinik.
Elemen dalam protokol uji klinik yang disusun harus jelas dan lengkap,
dimulai dari hal administratif seperti judul, nomor/versi dan tanggal,
nama Peneliti Utama, Nama Koordinator Peneliti (bila ada), hingga
yang bersifat ilmiah, seperti:
a. Desain
Menjelaskan secara singkat desain studi dan secara umum,
bagaimana desain dapat menjawab pertanyaan/tujuan uji. Dapat
memberikan gambaran tipe/desain uji (misal placebo controlled,
double blind, single blind atau open label)
b. Tujuan
Harus tepat sasaran, jelas dan fokus, harus dapat diakomodir oleh
parameter pengukuran khasiat maupun keamanan. Tujuan dapat
terdiri dari tujuan primer dan sekunder ataupun bahkan tersier.
Namun perlu diperhatikan adalah bahwa tujuan uji klinik harus jelas,
tepat sasaran dan fokus.
c. Parameter/endpoint untuk efikasi/khasiat dan keamanan.
Parameter endpoint dimaksud harus dapat menjawab tujuan uji.
9 Penyediaan dokumen uji lain terkait dengan pelaksanaan uji klinik.
10 Persiapkan untuk adanya penjaminan mutu pelaksanaan uji klinik dan
untuk dapat dihasilkannya data yang akurat dan terpercaya.
11 Pengajuan persetujuan untuk dokumen/ pelaksanaan uji klinik.
12 Pertimbangan/peninjauan dan persetujuan uji klinik oleh Komisi Etik
dan regulator.
13 Persetujuan subjek (Informed Consent) dan rekrutmen subjek
sesuai dengan standar CUKB. Pemilihan metodologi atau desain uji klinik
obat herbal merupakan hal yang sangat penting, karena harus dapat
menjawab tujuan uji klinik dan menentukan seberapa jauh dapat
mendukung klaim yang akan diajukan. Oleh karenanya pemilihan desain
harus dipertimbangkan dengan cermat, mempertimbangkan antara lain:
-
dengan beberapa pilihan desain yang dapat digunakan, seperti single atau
-
double blind.
Single blind
Peneliti mengetahui isi dari produk uji yang digunakan, sementara
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1
Tentang
Penyelenggaraan
Pengobatan
Obat Berbasis Citra. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 2014; 18(2): 85-91.
Idady, Dewi, Astuti KW, Warditiani NK. Identifikasi Kandungan Kimia
Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L). Jurnal Farmasi
5
6
Udayana. 2013;2(4).
Rukmana HR. Bibit manggis. Yogyakarta: Kanisius; 2003. h. 17.
Nugroho, I.A. Tanaman obat indonesia: Lokakarya nasional tanaman obat
Udayana. 2013;2(4).
10 Pasaribu F, Sitorus P, Bahri S. Uji ekstrak etanol kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L.) terhadap penurunan kadar glukosa darah. Journal
of Pharmaceutics and Pharmacology. 2012; 1(1): 1-8.
11 Kresno, S.B. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium, 137-145.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.
12 Subowo. Imunologi Klinik, 9-35, Bandung: Angkasa; 1993.
13 Chairungsrilerd N, Furukawa K, Ohta T, Nozoe S, Ohizumi Y.
Histaminergic and serotonergic receptor blocking substances from the
medicinal plant Garcinia mangostana, Planta Med.,1996a; 62(5):471-472.
14 Chairungsrilerd N, Furukawa K, Ohta T, Nozoe S, Ohizumi Y.
Pharmacological properties of alpha-mangostin, a novel histamine H1
receptor antagonist, Eur J Pharmacol., 1996b; 314(3):351-356.
15 Chairungsrilerd N, Furukawa KI, Ohta T, Nozoe S, Ohizumi Y. Gamma
mangostin, a novel type of 5-hydroxytryptamine 2A receptor antagonist,
Naunyn Schmiedebergs Arch Pharmacol.,1998; 357(1): 25-31.
16 Nakatani K, Atsumi M, Arakawa T, Oosawa K, Shimura S, Nakahata N,
Ohizumi Y. Inhibitions of histamine release and prostaglandin E2 synthesis
by mangosteen, a Thai medicinal plant, Biol Pharm Bull., 2002a;
25(9):1137-1141.
17 Nakatani K, Nakahata N, Arakawa T, Yasuda H, Ohizumi Y. Inhibition of
cyclooxygenase and prostaglandin E2 synthesis by gamma-mangostin, a
xanthone derivative in mangosteen, in C6 rat glioma cells, Biochem
Pharmacol., 2002b; 63(1):73-79.
18 Nakatani K, Yamakuni T, Kondo N, Arakawa T, Oosawa K, Shimura S,
Inoue H, Ohizumi Y. Gamma-Mangostin Inhibits IkappaB Kinase Activity
and
Decreases
Lipopolysaccharide-Induced
Cyclooxygenase-2
Gene