Contoh Proposal Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Pada Reservoar X Cekungan Y
Contoh Proposal Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Pada Reservoar X Cekungan Y
Oleh:
TUNZIRA ABRAR
NIM: 072.11.116
Daftar Isi
Hal
i
2.5.1 Batuan Induk …………………………………………………………. 15
2.5.2 Maturasi …………………………………………………………….... 15
2.5.3 Reservoir ……………………………………………………………... 16
2.5.4 Migrasi ……………………………………………………………….. 17
2.5.5 Timing ………………………………………………………………... 18
2.5.6 Perangkap …………………………………………………………….. 18
2.6 Geologi Regional ….…………………………………………………….. 23
2.6.1 Fisiografi Regional Cekungan Suamtera Selatan …...………………. 23
2.6.2 Statigrafi Sub-Cekungan Jambi ...………………………………….... 24
BAB III METODE PENELITIAN………………………………………………… 31
3.1 Metode Penelitian ………………………………………………………. 31
3.2 Diagram Alir ……………………………………………………………. 33
BAB IV HASIL YANG DIHARAPKAN ………………………………………… 34
BABV RENCANA KERJA ………………………………………………………. 35
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini melakukan Perhitungan Cadangan Hidrokarbon
Pada Reservoar Berdasarkan Data Log dan Seismik, Sub Cekungan Jambi,
Sumatera Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui volume
hidrokarbon dalam reservoir rock.
1.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada pada daerah operasi perusahaan BATM Trisakti (jika
diizinkan). Objek dari penelitian adalah Cekungan “Y”. Penelitian berlangsung
selama
3 bulan terhitung mulai bulan November 2015 – Januari 2016.
1.4 Data Yang Digunakan
-
2
BAB II
TEORI DASAR
2.1 Hidrokarbon
Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur atom karbon (C) dan
atom hidrogen (H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon dan atom-atom
hidrogen yang berikatan dengan rantai tersebut. Istilah tersebut digunakan juga
sebagai
pengertian dari hidrokarbon alifatik.
Klasifikasi hidrokarbon yang dikelompokkan oleh tatanama organik adalah:
1
3
3
Hidrokarbon
aromatik,
juga
dikenal
dengan
arena,
adalah
4
2.2 Seismik
Metode seismik adalah bagian dari seismologi eksplorasi yang dikelompokkan
kedalam salah satu metode geofisika aktif, pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan sumber seismik (palu, ledakan, dll). Setelah getaran diberikan, terjadi
gerakan gelombang di dalam medium (tanah/batuan) yang memiliki hukum hukum
elastisitas ke segala arah dan mengalami pemantulan ataupun pembiasan akibat
munculnya perbedaan kecepatan. Kemudian pada jarak tertentu gerakan partikel
tersebut direkam sebagai fungsi waktu. Berdasarkan data rekaman ilmiah dapat
diperkirakan bentuk lapisan/struktur di dalam tanah.
Pada eksplorasi seismik dikenal 2 macam metode, yaitu:
5
dan waktu jalar dihubungkan oleh cepat rambat gelombang dalam medium.
Kecepatan tersebut dikontrol oleh sekelompok konstanta fisis yang ada di dalam
material dan dikenal sebagai parameter elastisitas.
oleh suatu sumber getar yang umumnya berupa ledakan dinamit (pada umumnya
digunakan di darat, sedangkan di laut menggunakan sumber getar berupa air gun,
boomer atau sparker). Gelombang bunyi yang dihasilkan dari ledakan tersebut
menembus sekelompok batuan di bawah permukaan yang nantinya akan
dipantulkan kembali ke atas permukaan melalui bidang reflektor yang berupa
batas lapisan batuan. Gelombang yang dipantulkan ke permukaan ini diterima dan
direkam oleh alat perekam yang disebut geophone (di darat) atau Hydrophone (di
laut) (Badley, 1985). Refleksi dari suatu horison geologi mirip dengan gema pada
suatu muka tebing atau jurang. Metoda seismik refleksi banyak dimanfaatkan
untuk keperluan explorasi perminyakan, penentuan sumber gempa ataupun
mendeteksi struktur lapisan tanah. Seismik refleksi hanya mengamati gelombang
pantul yang datang dari batas-batas formasi geologi. Gelombang pantul ini dapat
dibagi atas beberapa jenis gelombang yakni: Gelombang-P, Gelombang-S,
Gelombang Stoneley, dan Gelombang Love
Seismik refleksi ini, dikonsentrasikan pada energi yang diterima setelah
getaran awal diterapkan. Secara umum, sinyal yang dicari adalah gelombanggelombang
yang terpantulkan dari semua interface antar lapisan di bawah
permukaan.
6
Seismik refleksi umumnya dipakai untuk penyelidikan hidrokarbon.
Biasanya metode seismik refleksi ini dipadukan dengan metode geofisika lainnya,
misalnya metode grafitasi, magnetik, dan lain-lain. Namun metode seismik
refleksi adalah yang paling mudah memberikan informasi paling akurat terhadap
gambaran atau model geologi bawah permukaan dikarenakandata-data yang
diperoleh labih akurat.
Metode seismik refleksi terbagi atas tiga tahapan utama, yaitu:
1. Pengumpulan data seismik (akuisisi data seismik): semua kegiatan yang
berkaitan dengan pengumpulan data sejak survey pendahuluan dengan
survei detail.
2. Pengolahan data seismik (processing data seismik): kegiatan untuk
mengolah data rekaman di lapangan (raw data) dan diubah ke bentuk
penampang seismik migrasi.
3. Interpretasi data seismik: kegiatan yang dimulai dengan penelusuran
horison, pembacaan waktu, dan plotting pada penampang seismik yang
hasilnya disajikan atau dipetakan pada peta dasar yang berguna untuk
mengetahui struktur atau model geologi bawah permukaan.
Jenis-jenis seismik, adalah :
Seismik 2D
Ini dikenal juga sebagai seismic section. Berupa semua penampang
7
struktur geologi maupun penampang stratigrafi bawah permukaan serta
termasuk parameter batuan lainnya (densitas dan turunannya seperti
porositas, saturasi, dll).
Seismik 3D
Seismik 3D ini adalah seismik 2D dengan kerapatan spasinya sangat
tinggi (12,5 meter atau 25 meter). Yang diperoleh dari tubuh bawah
permukaan. Misal bentuk jebakan, bentuk konfigurasi patahan, bentuk tubuh
sedimen, dll. Seismik 3D menggunakan lebih dari 2 streamer (dalam laut)
dan lebih bertujuan sebagai data untuk melakukan drilling decission.
Shooting interval bisa 12,5m, 18,75m dan 25m dimana semakin rapat maka
data akan semakin bagus yang didapat. Panjang kabel harus bergantung pada
target kedalaman yang diinginkan. Banyaknya streamer bergantung dari
efisiensi yang diinginkan. Dan atau juga kedekatan dengan near group center
dari titik pusat kapal sangat mempengaruhi jumlah streamer yang digunakan.
Shooting line sangat tergantung terhadap patahan yang ada di bawah
permukaan. Bentuk data dalam domain kedalaman dan waktu.
2.3 Data Log
Data log sumur dapat digunakan untuk menganalisa secara kuantitatif kandungan
fluida dan komposisi mineral dalam batuan induk yang potensial serta
mengidentifikasi batas-batas litostratigrafinya. Log seperti gamma ray, SP,
resistivity,
dan neutron-density adalah jenis wireline logs
8
2.3.1 Spontaneous Potensial (SP)
Data log ini digunakan untuk mendeteksi lapisan permeabel, memperkirakan
resistivitas air (Rw) dan kandungan lempung daripada suatu formasi. Zona lempung
pada kurva SP menunjukkan garis lurus disebut shale base line. Kurva SP lapisan
permeabel akan menjauh dari zona lempung.
2.3.2 Log Gamma Ray
Log gamma ray merupakan log radiaktif dengan tingkat perekaman radiasi alami
dari suatu lapisan yang diakibatkan oleh unsur unsur radioaktif yang ada dalam bumi
dengan unsur uranium, thorium, potasium.
Adapun fungsi dari log GR adalah:
1. Evaluasi lapisan dengan potensi radioaktif besar berupa shale
2. Korelasi log antar sumur
3. Penentuan lapisan permeable dan tidak permeable dengan penebalan
karakteristik log.
4. Evaluasi kandungan serpih
Pada Log Gamma Ray ini juga dapat dilakukan Elektrofasies. Eletrofasies
dilakukan untuk menentukan fasies dari reservoar. Analisis elektrofasies dilakukan
mengacu kepada model pola log gamma ray oleh Kendall, 2003 (gambar 2.1) yang
menunjukan pola-pola log gamma ray yang merepresentasikan fasies-fasies tertentu.
Analasisi ini menjadi fokus studi
9
Gambar 2.1. Model pola log gamma ray yang merepresentasikan
Fasies tertentu Model elektrofasies (gambar 2.1) dibedakan menjadi 5, yaitu:
Pola Blocky (Cylindrical), ditafsirkan sebagai endapan eolian, braided fluvial,
distributary channel-fill, submarine canyon-fill, carbonate shelf margin, dan
evaporite
fill of basin. Pola Corong (Funnel), ditafsirkan sebagai endapan crevasse splay,
river
mouth bar, delta front, shoreface, dan submarine fan lobe. Pola Lonceng (Bell),
ditafsirkan sebagai endapan fluvial point bar, tidal point bar, deep-tidal channel
fill,
tidal flat, dan transgressive shelf. Pola Simetris (Symmetrical), ditafsirkan
sebagai
endapan reworked offshore bar dan regressive to transgressive shoreface delta. Pola
Serrated, ditafsirkan sebagai endapan fluvial flood plain, storm-dominated shelf,
dan
distal deep-marine slope.
2.3.2 Log resistivity
Secara garis besar log resistivity dapat digunakan untuk interpretasi pintas
deteksi hidrokarbon. Resistivitas formasi sebenarnya tergantung dari jenis
kandungan
10
fluidanya, arus listrik dapat mengalir akibat adanya air sedangkan minyak dan gas
tidak mengalirkan arus sehingga parameter terbatas pada air yang dikandungnya.
Resistivitas tergantung dari resistivitas air formasi yang dikandungnya, jumlah air
formasi yang ada dan struktur geometri pori-pori.
2.3.3 Log Neutron-density
Log neutron pada dasarnya membaca hidrogen index di dalam batuan yang
dihubungkan dengan jumlah fluida pada tempat tersebut. Pada batuan yang berukuran
halus log neutron akan menunjukkan pembacaan yang besar ke kiri karena pada
umumnya batuan yang berukuran halus ini mempunyai kandungan atom hidrogen
yang besar, baik hidrogen bebas maupun hidrogen yang terikat pada mineral-mineral
lempung di dalam batuan tersebut.
2.4 Analisis Petrofisik
Analisis petrofisik sangat penting untuk mencapai salah satu tujuan utama
penelitian ini yaitu untuk menghitung cadangan hidrokarbon di tempat pada ketiga
interval reservoar pada daerah penelitian. Tiga properti petrofisik yang menjadi
tujuan
utama pada analisis petrofisik ini adalah volume of shale (Vsh), porositas, dan
saturasi
air (Sw). Dibawah ini akan dibahas pengolahan data properti-properti tersebut.
2.4.1 Perhitungan Volume of Shale (Vsh)
Volume of shale merupakan volume dari shale dalam suatu volume batuan
tertentu yang ditunjukan dalam bentuk fraksi desimal atau presentase. Salah satu
perhitungan Vsh adalah dengan memanfaatkan data gamma ray yaitu dengan
menggunakan rumus:
11
Volume of Shale (%) =
(Schlumberger, 1974)
Dengan:
- GRlog; merupakan nilai GR yang dibaca dari log,
- GRmin; nilai GR paling kecil pada suatu interval dengan anggapan bahwa nilai
GR tersebut mewakili clean sand (Vsh=0%), dan
- GRmax; nilai GR paling besar dengan anggapan bahwa nilai GR tersebut
mewakili shale (Vsh=100%).
Dengan;
- Ødensitas: porositas densitas
- ρmatriks; densitas matriks (batupasir=2.65 gr/cm3)
- ρlog; densitas bacaan dari log
- ρfluida; densitas bacaan dari fluida (air asin= 1.1 gr/cm3)
12
Nilai porositas total (PHIT) ini nantinya akan digunakan untuk menentukan nilai
porositas efektif (PHIE) dengan menggunakan persamaan berikut:
PHIT = PHIE + VSH ∗ PHIT_SH
(Crain, 1976)
Dengan;
- PHIT; porositas total
- PHIE; porositas efektif
- VSH; volume of shale
- HIT_SH; porositas total shale
Penentuan nilai porositas total shale (PHIT_SH) didapat dengan menggunakan
hubungan seperti yang tertera dibawah ini.
PHIT_SH = ( RHO_DSH − RHO_SH) / ( RHO_DSH − RHO_W ).
(Crain, 1976)
Dengan;
- PHIT_SH; porositas total shale
- RHO_DSH; Densitas dry shale (ρilit= 2.77 gr/cm3)
- RHO_SH; Densitas shale
- RHO_W; Densitas air (ρair= 1 gr/cm3)
13
2.4.3 Perhitungan Nilai Saturasi Air
Saturasi fluida didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori-pori
batuan yang ditempati oleh fluida tertentu dengan volume pori-pori total pada suatu
batuan berpori. Saturasi dapat dinyatakan dalam persamaan dibawah ini :
a. Saturasi minyak (So) adalah :
14
2.5.1 Batuan Induk
Source rocks atau batuan induk adalah endapan sedimen yang mengandung
bahan-bahan organik yang dapat menghasilan minyak dan gas bumi ketika endapan
tersebut tertimbun dan terpanaskan. Bahan-bahan organik yang terdapat didalam
endapan sedimen selanjutnya dikenal dengan kerogen (dalam bahasa Yunani berarti
penghasil lilin).
Kandungan kerogen dari suatu source rock dikenal dengan TOC (Total Organic
Carbon), dimana standar minimal untuk 'keekonomisan' harus lebih besar dari 0.5%.
Implikasi penting dari pengetahuan tipe kerogen dari sebuah prospek adalah kita
dapat
memprediksikan jenis hidrokarbon yang mungkin dihasilkan (minyak, gas, minyak &
gas bahkan tidak ada migas).
2.5.2 Maturasi
Maturasi adalah proses perubahan secara biologi, fisika, dan kimia dari kerogen
menjadi minyak dan gas bumi. Proses maturasi berawal sejak endapan sedimen yang
kaya bahan organic terendapkan. Pada tahapan ini, terjadi reaksi pada temperatur
rendah yang melibatkan bakteri anaerobic yang mereduksi oksigen, nitrogen dan
belerang sehingga menghasilkan konsentrasi hidrokarbon.
Proses ini terus berlangsung sampai suhu batuan mencapai 60 derajat celcius.
Selanjutnya, efek peningkatan temperatur menjadi sangat berpengaruh sejalan dengan
tingkat reaksi dari bahan-bahan organik kerogen. Karena temperatur terus mengingkat
sejalan dengan bertambahnya kedalaman, efek pemanasan secara alamiah ditentukan
oleh seberapa dalam batuan sumber tertimbun (gradien geothermal).
15
Gambar 2.2 Maturasi Hidrokarbon
2.5.3 Reservoir
Reservoir Adalah batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan
hidrokarbon. Dengan kata lain batuan tersebut harus memiliki porositas dan
permeabilitas. Reservoir dapat berbentuk perangkap struktur (structural trap) atau
perangkap stratigrafi (stratigraphical trap). Fluida hidrokarbon yang dapat
diproduksikan dari suatu reservoir dapat berupa minyak bumi atau gas alam, hal ini
bergantung pada komposisi penyusun hidrokarbon tersebut.
Jenis reservoir umumnya batu pasir dan batuan karbonat dengan porositas 1530% (baik
porositas primer maupun sekunder) serta permeabilitas minimum sekitar 1
mD (mili Darcy) untuk gas dan 10 mD untuk minyak ringan (light oil).
16
Gambar 2.3 Contoh-contoh reservoir berikut nilai porositas, permeabilitas, dll
Setiap batuan reservoir memiliki sifat fisik yang berbeda-beda, hal ini tergantung
dari waktu pembentukan dan proses dari pembentukan reservoir. Semua sifat fisik
batuan reservoir tersebut dapat diperoleh dari analisa batuan inti reservoir di
laboratorium dan analisa logging. Porositas, permebilitas dan saturasi fluida
merupakan beberapa sifat fisik dari batuan reservoir yang sangat berperan dalam
migrasi dan pengumpulan hidrokarbon.
2.5.4 Migrasi
Migrasi adalah proses trasportasi minyak dan gas dari batuan sumber menuju
reservoir. Proses migrasi berawal dari migrasi primer (primary migration), yakni
transportasi dari source rock ke reservoir secara langsung. Lalu diikuti oleh
migrasi
sekunder (secondary migration), yakni migrasi dalam batuan reservoir nya itu
sendiri
(dari reservoir bagian dalam ke reservoir bagian dangkal).
17
Gambar 2.4 Menunjukkan bentuk migrasi primer dan sekunder pada suatu lapisan
Prinsip dasar identifikasi jalur-jalur migrasi hidrokarbon adalah dengan
membuat peta reservoir. Kebalikannya dari air sungai di permukaan bumi, hidrokarbon
akan melewati punggungan (bukit-bukit) dari morfologi reservoir. Daerah yang
teraliri
hidrokarbon disebut dengan drainage area (analogi Daerah Aliran Sungai di permukan
bumi). Jika perangkap tersebut telah terisi penuh (fill to spill) sampai spill
point, maka
hidrokarbon tersebut akan tumpah (spill) ke tempat yang lebih dangkal.
2.5.5 Timing
Timing atau waktu pengisian minyak dan gas bumi pada sebuah perangkap
merupakan hal yang sangat penting. Karena kita menginginkan agar perangkap
tersebut terbentuk sebelum migrasi, jika tidak, maka hidrokarbon telah terlanjur
lewat
sebelum perangkap tersebut terbentuk.
2.5.6 Perangkap
Perangkap (trap) merupakan tempat terkumpulnya hidrokarbon yang berupa
perangkap dan mempunyai bentuk konkav ke bawah sehingga minyak dan gas bumi
18
dapat terjebak di dalamnya. Perangkap minyak bumi ini sendiri terbagi menjadi
Perangkap Stratigrafi, Perangkap Struktural, Perangkap Kombinasi tratigrafi-
Struktur
dan perangkap hidrodinamik.
a. Perangkap Statigrafi
Jenis perangkap stratigrafi dipengaruhi oleh variasi perlapisan secara
vertikal dan lateral, perubahan facies batuan dan ketidakselarasan dan variasi
lateral dalam litologi pada suatu lapisan reservoar dalam perpindahan minyak
bumi. Prinsip dalam perangkap stratigrafi adalah minyak dan gas bumi
terperangkap dalam perjalanan ke atas kemudian terhalang dari segala arah
terutama dari bagian atas dan pinggir, hal ini dikarenakan batuan reservoar
telah menghilang atau berubah fasies menjadi batu lain sehingga merupakan
penghalang permeabilitas (Koesoemadinata, 1980, dengan modifikasinya).
Jebakan stratigrafi tidak berasosiasi dengan ketidakselarasan seperti
Channels, Barrier Bar, dan Reef, namun berasosiasi dengan ketidakselarasan
seperti Onlap Pinchouts, dan Truncations.
19
b. Jebakan Patahan
Jebakan patahan merupakan patahan yang terhenti pada lapisan batuan.
Jebakan ini terjadi bersama dalam sebuah formasi dalam bagian patahan yang
bergerak, kemudian gerakan pada formasi ini berhenti dan pada saat yang
bersamaan minyak bumi mengalami migrasi dan terjebak pada daerah patahan
tersebut, lalu sering kali pada formasi yang impermeabel yang pada satu
sisinya berhadapan dengan pergerakan patahan yang bersifat sarang dan
formasi yang permeabel pada sisi yang lain. Kemudian, minyak bumi
bermigrasi pada formasi yang sarang dan permeabel. Minyak dan gas disini
sudah terperangkap karena lapisan tidak dapat ditembus pada daerah jebakan
patahan ini.
Jebakan Antiklin
Jebakan antiklin, jebakan yang antiklinnya melipat ke atas pada
20
21
antiklin. Dan, pada perangkap ini kedua perangkapnya tidak saling
mengendalikan perangkap itu sendiri.
22
2.6 Geologi Regional
2.6.1 Fisiografi Regional Cekungan Sumatera Selatan
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan Tersier
berarah barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan Bukit Barisan di
sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut, Tinggian Lampung di
sebelah
tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, serta
Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang
memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.
(Gambar 2.10)
23
Sesar-sesar yang berarah Barat – Barat laut dan Timur-Tenggara serta Utara
Selatan mengaktifkan pengendapan di Cekungan Sumatera Selatan yang beberapa
diantaranya telah mengalami pembalikan struktur pada Miosen sampai Plio-Plistosen,
serta basin inversion (Pulonggono et. Al., 1992). Sistem subduksi yang sekarang
terletak di lepas pantai Sumatera dan di Selatan Jawa yang dimulai dari Oligosen
Akhir. Graben dan sesar-sesar utama di Cekungan Sumatera Selatan berorientasi
Utara-Baratlaut ke Selatan Tenggara.
Struktur perlipatan didaerah Cekungan Sumatera Selatan dapat dikelompokan
menjadi 3 (tiga) antiklinorium utama dari Selatan ke Utara, yaitu : Antiklonorium
Muara Enim, Antiklinorium Pendopo-Limau dan Antiklinorium Palembang Utara.
Antiklinorium Muara Enim terdapat di Sub-cekungan Palembang Selatan, dengan arah
baratlaut - tenggara sampai baratlaut-timur, ditempati oleh Formasi Muara Enim yang
kaya akan lapisan-lapisan batubara. Antiklinorium Pendopo-Limau termasuk kedalam
Sub-cekungan Palembang Selatan dan Sub-cekungan Palembang Tengah dengan arah
baratlaut-tenggara. Antiklinorium Palembang Utara merupakan kelompok antiklin dan
sinklin yang terdapat di bagian utara Sub-cekungan Palembang Tengah, yang
memanjang dengan arah baratlauttenggara.
2.6.2 Stratigrafi Sub-Cekungan Jambi
Tatanan stratigrafi Sub Cekungan Jambi pada dasarnya terdiri dari satu siklus
besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase regresi
pada
akhir silkusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non marin yaitu
dengan
diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan kemudian diikuti oleh Formasi
Talang Akar yang diendapkan secara tidak selaras di atasnya. Menurut Adiwidjaja dan
24
De Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu endapan kipas alluvial dan
endapan sungai teranyam (braided stream deposit) yang mengisi suatu cekungan. Fase
transgresi terus berlangsung hingga Miosen Awal dimana pada kala ini berkembang
Batuan karbonat yang diendapkan pada lingkungan back reef, fore reef, dan
intertidal
(Formasi Batu Raja) pada bagian atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi
maksimum ditunjukkan dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara
selaras di atas Formasi Baturaja yang terdiri dari Batu serpih laut dalam.
Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas dan
diikuti oleh pengendapkan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi Batu
pasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan secara
selaras
di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin dangkal dimana
lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal, dataran delta dan non
marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan batulempung dengan
sisipan berupa batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan ini berlangsung
hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir tufaan, pumice dan
konglemerat. Stratigrafi regional Sub Cekungan Jambi yang merupakan bagian dari
Cekungan Sumatera Selatan.
25
Tabel 2.1 Kolom Stratigrafi Umum Sub-Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera
Selatan (Saifuddin dkk.,2001)
26
a. Pre-Tertiary Basement (BSM)
Singkapan batuan Pra-Tersier dijumpai sepanjang bagian muka dari
Pegunungan Bukit Barisan (Gumai-Garba) yang membentuk batas pada arah batuan
Pra-Tersier hanya tersingkap di Bukit Pendopo, arah barat kota Prabumulih dan Bukit
Batu arah timur kota Palembang. Batuan basement yang dijumpai di daerah Limau
adalah Gneissic Granit, Quartz Diorit yang diduga didalam Sub Cekungan Palembang
Selatan sendiri, merupakan batuan beku yang mengalami metamorfosa lemah pada
barat daya Sub Cekungan Palembang Selatan, sedangkan pada arah timur laut,
singkapan batuan Pra-Tersier Kraton Sunda hanya dijumpai di Pulau Bangka dan
Pulau Singkep.
b. Formasi Lahat (LAF)
Formasi Lahat secara umum terdiri dari tufa, aglomerat, claystone, bresiatuff
dan andesit dalam butir kasar, fragmental, angular material vulkanik. Pada bagian
atas
terdiri dari batuan shale dengan sisipan tuff, silt, batupasir dan beberapa lapisan
tipis
batubara. Di daerah Pendopo-Limau Antiklinorium, LAF memperlihatkan ketebalan
yang bervariasi, bekisar Antara 200 m sampai 760 m, terbentuk sebagai endapan yang
terpisah dan terisolasi menumpang secara tidak selaras diatas batuan dasar Pra-
Tersier.
Umur Formasi Lahat adalah Eosen Akhir sampai Oligosen Awal, terutama didasarkan
pada spora dan pollen berumur 55.5 + 2 Ma (dengan K-Ar age dating, De Coster,
1974). Lingkungan pengendapan Formasi Lahat adalah non marine, yang diendapkan
sebagai endapan fluviatil, yang secara lateral melewati endapan danau dan
kemungkinan berupa lingkungan brackish pada bagian dalam cekungan.
27
c. Formasi Talang Akar (TAF)
Formasi Talang Akar menumpang secara tidak selaras diatas Formasi Lemat/Lahat,
tetapi bila Formasi Lahat tidak berkembang maka Formasi Talang Akar secara
langsung menumpang diatas batuan dasar Pra-Tersier. Didaerah sekitar Antiklinorium
Pendopo-Limau, Formasi ini terdiri dari dua unit. Pada bagian bawah secara umum
tediri dari batupasir kasar – sangat kasar, berselang - seling dengan lapisan tipis
shale
dan batubara. Pada bagian atas terdiri dari selang – seling batupasir dan shale,
dengan
beberapa sisipan tipis batubara, yang secara berangsur menjadi lebih bersifat
marine.
Meskipun terdapat batubara, shale marine dan batupasir semakin ke atas bersifat
gampingan. Bagian bawah biasa disebut sebagai Gritsand Member (GRM) dan bagian
atas disebut sebagai Transitional Member (TRM) (Spriyt, 1956). Didaerah
Antiklinorium Pendopo-Limau, Formasi Talang Akar memperlihatkan ketebalan yang
bervariasi ; 240 m di Benakat Timur, 500 m di Lapangan Talang Akar-Pendopo, 550
m di lapangan Jirak. Nampaknya TAF/GRM berkembang berkaitan langsung dengan
apa yang disebut sebagai basement high seperti di Benakat Timur, Tnjung Miring.
Secara vertical batupasir berbutir kasar – sangat kasar berubah secara cepat
menjadi
batupasir berbutir sedang sampai halus. Formasi Talang Akar berumur Oligosen Akhir
sampai Miosen Awal.
d. Formasi Baturaja
Unit karbonat ini mengidentifikasikan kondisi lingkungan laut di Sub
Cekungan Palembang Selatan. Unit ini berkembang sebagai reef coral yang tebal pada
struktur tinggian. Secara lateral pada daerah rendahan yang merupakan bagian dari
cekungan, lebih bersifat lempungan dan terdapat sebagai fasies marly. Formasi
28
Baturaja ini berumur Miosen Awal (N5-N8), tetapi didaerah Blok Lahat, berdasarkan
contoh batuan permukaan mengidentifikasikan BRF berumur Oligosen Akhir sampai
Miosen Awal (Total, 1988).
e. Formasi Gumai (GUF)
Formasi Gumai diendapkan pada waktu transgresi mencapai maksimum
diseluruh Sub Cekungan Palembang Selatan. Formasi ini terdiri dari sikuen tebal
dari
batulempung Globigerina dan batulempung gampingan dengan sedikit sisipan
batugamping dan batupasir. Formasi Gumai dimulai dengan diendapkannya shale
secara luas didaerah Sub Cekungan Palembang dan Jambi. Di beberapa tempat
terdapat sisipan batupasir yang tipis – tipis. Di Lematang Deep, formasi ini
mencapai
ketebalan 1500 m. Formasi ini di Sub Cekungan Palembang Selatan berumur N9-N12.
f. Formasi Air Benakat (ABF)
Formasi Air Benakat ini mengawali fase regresi, terutama terdiri dari
betulempung dengan sisipan batupasir, yang semakin ke atas semakin dominan
batulempung nya. Glauconit dan micro-foram banyak dijumpai pada unit ini. Di
daerah Limau, Formasi Air Benakat ini berumur N10/N11 – N16, sedangkan didaerah
Merbau-Talang Babat berkisar antara N10-N15.
g. Formasi Muara Enim (MEF)
Formasi Muara Enim terdiri dari claystone dan shale dengan sedikit sisipan
batupasir dan lapisan batubara. Formasi ini diendapkan di lingkungan laut dangkal
hingga Paralic dan lingkungan pengendapan non marine. Kontak antara formasi ini
dengan formasi Air Benakat dibawahnya adalah transisional dan sering mengalami
kesulitan untuk membedakannya. Tetapi biasanya keberadaan lapisan batubara Keladi
29
dianggep sebagai batas formasi. Ketebalan formasi bervariasi dari 450 m hingga 750
m dan umumnya Miosen Akhir hingga Pliosen Awal.
h. Formasi Kasai (KAF)
Litologi Formasi Kasai terdiri dari pumise tuff, batupasir tufaan, batulempung
tufaan dan lignit. Kontak antara Formasi Kasai dengan Formasi Muara Enim berada
dibawahnya adalah disconformity. Formasi ini berumur Pliosen Akhir hingga Kwarter
Awal.
30
BAB III
METODE PENELITIAN
31
Kemudian dilanjutkan korelasi antara lapisan batuan reservoir, hasil akhir
yang diharapkan berupa volume cadangan dari reservoir rock.
d. Penyusunan Laporan
Merupakan tahap akhir dari seluruh tahap penelitian, setelah dilakukan
pengumpulan data, memproses data, dan interpretasi data dengan tujuan
untuk mengetahui volume hidrokarbon yang ada di horizon penelitian
sehingga dapat mengetahui area prospect dan kondisi sebenarnya dari
hidrokarbon. Kemudian dibentuk dalam laporan akhir.
32
3.2 Diagram Alir
Studi Pustaka
Data Seimik
Wavelet
Data Log
Data Geologi
Petroleum System
Syntetic
Seismogram
Well Seismic Tie
Perhitungan:
-Vclay
-Porositas
-Permeabilitas
-Saturasi Air
Batuan Reservoar
Picking Horizon
Time Structure
Map
Pemodelan Struktur
Pemodelan Statigrafi
Penetuan Lapisan
Reservoar
Pemodelan Reservoar
Perhitungan Cadangan
Data Sekunder
Analisa Penulis
Prospek Area
33
BAB IV
HASIL YANG DIHARAPKAN
Penelitian ini difokuskan pada perhitungan cadangan hidrokarbon di batuan
reservoir dengan menggunakan pemodelan reservoir berdasarkan analisis petrofisik
dari data well log dan seismic. Penulis juga berharap dapat mengetahui bagaimana
letak dari lapisan reservoir rock berada. Sehinnga dengan letak tersebut dapat
diketahui prospect area untuk pengembangan eksplorasi lebih lanjut.
34
BAB V
RENCANA KERJA
No.
Kegiatan
1
2
3
Tahap Persiapan
Analisa Data Log
Analisa DataSeismik
- Interpretasi Seismik
- Picking Horizon
- Time Structure Map
- Depth Structure Map
5
6
Perhitungan Volume
Reservoir Rock
Pembuatan Laporan
Tugas Akhir
November
1 2 3 4
Waktu
Desember
Januari
1 2 3 4 1 2 3 4
35
DAFTAR PUSTAKA
Asquith, George, 1982, Basic Well Log Analysis for Geologists, AAPG Methods in
Exploration Series: Number 3, USA
Badley, M.E. 1985. Practical Seismic Interpetation. Prentice Hall. USA.
Brown, L. F. and Fisher, W. L., 1977. Seismic-stratigraphic interpretation of
depositional systems: examples from Brazilian rift and pull-apart basins.
Crain’s, Petrophysical Handbook.
Catuneanu, Octavian., et al., 2011. Sequence Stratigraphy: Methodology and
Nomenclature.
Asquith, Gibson C, 1987, Basic Well Log Analysis for Geologists.
Jahn, Frank., Cook, Mark., dan Graham, Mark., 2008. Hydrocarbon Exploration and
Production. Elsevier
Tissot P.B., and Welte H.D. 1984. Petroleum Formation and Occurrence.
SpringerVerlag