Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 yang menggantikan UU


No. 5 Tahun 1991 Tentang Kejaksaan RI, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga
penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum,
perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberatasan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). 1 Didalam UU Kejaksaan RI yang baru ini,
Kejaksaan RI sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di
bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara
merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya.2
Salah satu kewenangan kejaksaan berdasarkan undang-undang adalah
kejaksaan dapat bertindak untuk dan atas nama negara baik diluar maupun didalam
pengadilan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. 3 Selain itu, kejaksaan juga
dapat memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instansi lainnya. 4
Berlandaskan kewenangan tersebut, muncullah istilah Jaksa Pengacara Negara
(JPN).
Undang-Undang Kejaksaan tak mengenal istilah JPN, bukan berarti
maknanya tak bisa ditelusuri. Sebagaimana dikutip dari artikel Bahasa Hukum: Jaksa
Pengacara Negara, mantan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha
Negara, Martin Basiang, dalam tulisannya ‘Tentang Jaksa Selaku Jaksa Pengacara
Negara’, berasumsi makna ‘kuasa khusus’ dalam bidang keperdataan sebagaimana
tercantum dalam UU Kejaksaan, dengan sendirinya identik dengan pengacara. Istilah
pengacara negara, tulis Martin, adalah terjemahan dari landsadvocaten yang dikenal
dalam Staatblad 1922 No. 522 tentang Vertegenwoordige (keterwakilan) van den
Lande in Rechten. Pasal 2 Staatblad 1922 No. 522 menyebutkan dalam suatu proses
(atau sengketa) yang ditangani secara perdata, bertindak untuk pemerintah sebagai
penanggung jawab negara di pengadilan adalah opsir justisi atau jaksa.5

1
https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=1 diakses pada tanggal 06 Juli 2019 pukul
21.30 WIB
2
Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI
3
Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI
4
Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI
5
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5b8ac09e79dbb/tugas-dan-wewenang-jaksa-
dalam-perkara-perdata-dan-tun diakses pada tanggal 06 Juli 2019 pukul 21.40 WIB

1
Penyebutan JPN dapat dilihat secara rinci dalam huruf C Lampiran Peraturan
Jaksa Agung Nomor PER-018/A/J.A/07/2014 tentang Standar Operasional Prosedur
Pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata Dan Tata Usaha Negara yang menjelaskan
mengenai 5 tugas tentang apa yang dilakukan oleh JPN, yaitu:
1. Bantuan Hukum adalah tugas JPN dalam perkara perdata maupun tata usaha
negara untuk mewakili lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah,
BUMN/BUMD berdasarkan Surat Kuasa Khusus, baik sebagai penggugat
maupun sebagai tergugat yang dilakukan secara litigasi maupun non litigasi.
2. Pertimbangan Hukum adalah tugas JPN untuk memberikan pendapat hukum
(Legal Opinion/LO) dan/atau pendampingan (Legal Assistance) di bidang
Perdata dan Tata Usaha Negara atas dasar permintaan dari lembaga negara,
instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD, yang pelaksanaannya
berdasarkan Surat Perintah JAM DATUN, KAJATI, KAJARI.
3. Pelayanan Hukum adalah tugas JPN untuk memberikan penjelasan tentang
masalah hukum perdata dan tata usaha negara kepada anggota masyarakat
yang meminta.
4. Penegakan Hukum adalah tugas JPN untuk mengajukan gugatan atau
permohonan kepada pengadilan di bidang perdata sebagaimana ditetapkan oleh
peraturan perundang-undangan dalam rangka memelihara ketertiban hukum,
kepastian hukum dan melindungi kepentingan negara dan pemerintah serta hak
hak keperdataan masyarakat, antara lain: pembatalan perkawinan, pembubaran
Perseroan Terbatas (PT) dan pernyataan pailit.
5. Tindakan Hukum Lain adalah tugas Jaksa JPN untuk bertindak sebagai
mediator atau fasilitator dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan antar
lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD di
bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.

Pengertian JPN lebih luas dapat ditemukan di Penjelasan Umum UU


Kejaksaan disebutkan bahwa:
Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan mempunyai kewenangan untuk
dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau tergugat yang
dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela
kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan melindungi
kepentingan rakyat.6

6
Ibid

2
Terdapat kasus di mana PT DWI MANUNGGAL (BUMN) berencana untuk
menghapuskan aset/aktiva tetap persero berupa kapal kargo yang dianggap sudah
tidak produktif lagi. Namun mana PT DWI MANUNGGAL (BUMN) mengalami
kesulitan dalam melakukan penghapusan aset tersebut karena dikhawatirkan
penghapusan aset/aktiva tetap tersebut akan berpotensi pada kerugian negara.
Berdasarkan kasus ini, penulis berniat untuk menganalisis tugas, fungsi, dan
wewenang DATUN dikaitkan dengan kasus dengan judul makalah “TINJAUAN
YURIDIS TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG JAKSA PENGACARA
NEGARA SEBAGAI BAGIAN DARI BIDANG PERDATA DAN TATA USAHA
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DIKAITKAN DENGAN
PERENCANAAN PENGHAPUSAN ASET/AKTIVA TETAP OLEH PT DWI
MANUNGGAL (BUMN)”.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa tindakan yang dapat dilakukan oleh JPN sesuai tugas, fungsi, dan
wewenangnya di bidang DATUN dikaitkan dengan rencana PT DWI
MANUNGGAL (BUMN) untuk menghapus aset/aktiva tetap kapal kargo?
b. Bagaimana langkah hukum yang dapat dilakukan oleh JPN terkait rencana
penghapusan aset kapal kargo oleh PT DWI MANUNGGAL (BUMN)?

3
BAB II
TUGAS, FUNGSI, DAN WEWENANG KEJAKSAAN
DI BIDANG PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA

2.1 Tugas, fungsi, dan wewenang kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha
Negara

Berdasarkan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, Pasal 24


Peraturan Presiden R.I Nomor : 38 Tahun 2010 tanggal 15 Juni 2010 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan R.I, Pasal 293 Peraturan Jaksa Agung R.I.
Nomor : PER-009/A/JA/01/2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI,
dirubah dengan Peraturan Jaksa Agung R.I Nomor : PER-006/A/J.A/03/2014 tanggal
20 Maret 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Jaksa Agung R.I Nomor : PER-
009/A/J.A/01/2011 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan R.I, tugas,
wewenang Kejaksaan di bidang Perdata dan Tata Usaha Negara adalah :

1. Penegakan Hukum;
2. Bantuan Hukum;
3. Pelayanan Hukum;
4. Pertumbang Hukum;
5. Tindakan Hukum Lain.

2.2 Fungsi penegakan hukum


2.2.1. Pengertian penegakan hukum
Berdasarkan Lampiran Bab II Peraturan Jaksa Agung R.I Nomor : PER-
025/A/J.A/11/20156 tanggal 17 November 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penegakan Hukum, Bantuan Hukum, Pertimbang Hukum, Tindakan Hukum Lain
dan Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara mencabut dan
menyatakan tidak berlakunya Insja Nomor : INS-001/G/9/1994 tanggal 1
September 1994 tentang Tata Laksana Penegakan Hukum.
Penegakan Hukum adalah kegiatan Jaksa Pengacara Negara untuk
mengajukan gugatan atau permohonan kepada pengadilan di bidang perdata
sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka
memelihara ketertiban hokum, kepatian hokum, dan melindungi kepentingan
Negara dan Perintahan serta hak-hak keperdataan masyarat.

4
2.2.2. Kegiatan Penegakan Hukum
Kegiatan Penegakan Hukum di bidang perdata dan tata usaha negara
antara lain meliputi :
1) Mengajukan gugatan pembatalan perkawinan (Pasal 26 ayat (1) UU Nomor
1 Tahun 1974);
2) Mengajukan permohonan pembubaran PT (Pasal 146 ayat (1) huruf a UU
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas);
3) Mengajukan permohonan pailit (Pasal 2 ayat (2) UU Nomor 37 Tahun 2004
tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang);
4) Mengajukan gugatan pembatalan pendaftaran Merk (Pasal 68 ayat (1)
beserta penjelasan pasal 68 ayat (1`) UU Nomor 15 tahun 2001 tentang
Merk);
5) Mengajukan gugatan pembatalan Paten (Pasal 91 ayat (4) UU Nomor 14
tahun 2001 tentang Paten);
6) Mengajukan gugatan pembayaran uang pengganti dalam tindak pidana
korupsi (Pasal 34 c UU Nomor 3 Tahun 1971);
7) Mengajukan gugatan ganti rugi terkait dengan tindak pidana korupsi;
a) Perkara Tindak Pidana Korupsi yang dihentikan penyidikannya, karena
tidak cukup bukti sedangkan secra nyata telah ada Kerugian Keuangan
Negara (Pasal 32 ayat (1) dan (2) UU Nomor 31 Tahun 1999);
b) Perkara Tindak Pidana Korupsi yang putus bebas, tidak menghapuskan
hak untuk menuntut Kerugian Keuangan Negara (Pasal 32 ayat (2) UU
Nomor 31 Tahun 1999);
c) Perkara Tindak Pidana Korupsi yang dihentikan penyidikannya, karena
tersangka meninggal dunia sedangkan secara nyata telah ada Kerugian
Keuangan Negara (Pasal 33 UU Nomor 31 Tahun 1999);
d) Perkara Tindak Pidana Korupsi yang dihentikan penyidikannya karena
terdakwa meninggal dunia sedangkan secara nyata telah ada kerugian
Keuangan Negara (Pasal 34 UU Nomor 31 Tahun 1999).
8) Permohonan Pembubaran Yayasan;
9) Permohonan agar Balai Harta Peninggalan diperintahkan pengusut harta
kekayaan serta kepentingan seseorang yang meninggalkan tempat
tinggalnya, tanpa menunjuk seorang wakil;
10) Permohonan agar seorang ayah/ibu dibebaskan dari kekuasaan sebagai orang
tua.

5
2.3. Fungsi bantuan hukum
2.3.1. Pengertian bantuan hukum
Berdasarkan Lampiran Bab III Peraturan Jaksa Agung R.I Nomor : PER-
025/A/J.A/11/2015 tanggal 17 November 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penegakan Hukum, Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum
Lain dan Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara mencabut
dan dinyatakan tidak berlaku INSJA Nomor : INSA-002/G/9/1994 tanggal 1
September 1994 tentang Tata Laksana Bantuan Hukum.
Bantuan Hukum adalah pemberian Jasa Hukum di Bidang Perdata oleh
Jaksa Pengacara Negara kepada Negara atau pemerintah untuk bertindak
sewbagai kuasa hokum berdasarkan Surat Kuasa Khusus baik secara Non
Litigasi maupun Litigasi di Peradilan Perdata serta Arbitrase sebagai
Penggugat/Penggugat Intervensi/Pemohon/Pelawan/Pembantah atau
Tergugat/Tergugat Intervensi/Termohon/Terlawan/Terbantah, serta pemberian
Jasa Hukum di Bidang Tata Usaha Negara oleh Jaksa Pengacara Negara kepada
Negara dan Pemerintah sebagai Tergugat/Termohon di Peradilan Tata Usaha
dan sebagai wakil Pemerintah atau menjadi Pihak yang berkepentingan dalam
Perkara Uji Materiil Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi dan sebagai
Termohon dalam Perkara Uji Materiil terhadap Peraturan di Bawah Undang-
Undang di Mahkamah Agung.

2.3.2. Kegiatan bantuan hukum


Kegiatan Bantuan Hukum dibidang perdata dan tata usaha negara
meliputi :
1) Litigasi (di Pengadilan)
a) Perkara Perdata
 Di Pengadilan, Kejaksaan (JPN) dapat bertindak sebagai kuasa dari
Penggugat/Pelawan/Pemohon, maupun sebagai kuasa dari
Tergugat/Terlawan/Termohon dan Intervenient.
 Di Forum Arbitrase, Kejaksaan (JPN) dapat bertindak sebahai
kuasa dari Pemohon maupun Termohon.
b) Perkara di Pengadilan TUN
 Kejaksaan (JPN) dapat bertindak sebagai kuasa dari tergugat
maupun Intervenient.
c) Perkara Uji Materiil Peraturan Perundang-undangan dibawah
Undang-Undang di MAhkamah Agung.

6
 Memeriksa Peraturan Perundang-undangan dibawah Undang-
undang yang bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan
diatasnya.
 Kejaksaan (JPN) bertindak sebagai kuasa dari Termohon (Pembuat
Peraturan).
d) Perkara Uji Materiil Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi.
 Memeriksa Undang-undang yang bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar 1945.
 Kejaksaan (JPN) bertindak sebagai Kuasa dari Pemerintah.
e) Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah
Konstitusi.
 Memeriksa sengketa hasil Pemilihan Umum dan Pemilihan
Umum Kepala Daerah.
 Kejaksaan (JPN) bertindak sebagai kuasa dari Termohon
(KPU/KPUD/KIP)

2.4. Fungsi pertimbangan hukum


2.4.1. Pengertian pertimbangan hukum
Pertimbangan hukum adalah jasa Hukum yang diberikan oleh Jaksa
Pengacara Negara kepada Negara atau Pemerintah, dalam bentuk Pendapat
Hukum (Legal Opinion/ LO) dan/atau Pendampingan Hukum (Legal
Assistance/LA) di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara dan/atau Audit Hukum
(Legal Audit) di Bidang Perdata.
Pemberian Pertimbangan Hukum dilakukan secara tertulis dalam bentuk
korespondensi, yang membicarakan / membahas permasalahan yang
mengandung aspek Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, termasuk dalam
proses pembuatan peraturan perundang-undangan Pusat dan Daerah.

2.4.2. Pertimbangan hukum dalam bentuk pendapat hukum (Legal Opinion)

Pendapat hukum adalah kegiatan memberikan advis hukum terhadap


permasalahan perdata atas dasar permintaan dari Lembaga Negera, Instansi
Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/BUMD, dalam hal berpotensi atau
menghadapi klaim/tuntutan dari pihak lain dalam rangka penyelamatan kekayaan
negara dan memulihkan keuangan negara.

7
Pendapat Hukum Tata Usaha Negara adalah kegiatan memberikan advis
hukum terhadap permasalahan Tata Usaha Negara atas dasar permintaan dari
Lembaga Negera, Instansi Pemerintah Pusat/Daerah, terkait dengan
penerbitan/pencabutan Surat Keputusan Tata Usaha Negara, atau
penerbitan/pencabutan Peraturan Perundang-undangan.

2.4.3. Prinsip-prinsip pemberian pendapat hukum

1) Pendapat Hukum disusun berdasarkan prinsip-prinsip Yuridis


Normatif, yaitu metode pengkajian terhadap permasalahan yang
dimohonkan berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku serta sumber hukum lainnya.
2) Pendapat Hukum disusun secara lugas, jelas dan cermat dengan tata
bahasa yang benar dan sistematis.
3) Pendapat Hukum harus diberikan secara jujur, objektif dan faktual.
4) Pendapat Hukum tidak bersifat mengikat bagi pemohon.
5) Jaksa Pengacara Negara tidak melakukan verifikasi terhadap
kebenaran materiil dokumen subjektif dan hanya bertanggung jawab
sebatas Pendapat Hukum yang disusun berdasarkan data dan fakta
yang bersifat subjektif yang diberikan oleh Pemohon.

2.4.4. Metode Analisa Yuridis Normatif Pemberian Pendapat Hukum

1) Dasar hukum pendirian


2) Ruang lingkup tugas pokok dan fungsi bagi instansi/lembaga
Negara/Pemerintah atau ruang lingkup kegiatan usaha bagi BUMN/
D serta Badan Hukum Lain.
3) Peraturan Perundang-Undangan berikut ketentuan lainnya yang
berlaku secara sektoral bagi Pemohon
Jaksa Pengacara Negara wajib memberikan limitasi terhadap analisa yang
dilakukan terbatas pada permasalahan yang diajukan berdasarkan :
1) Objek permasalahan yang diajukan;
2) Kurun waktu permasalahan. Dengan memberikan pernyataan bahwa
Jaksa Pengacara Negara tidak melakukan verifikasi terhadap
permasalahan di luar objek dan kurun waktu yang diajukan.

8
Pendapat hukum dibuat dan disusun berdasarkan pada dokumen-dokumen
yang telah diserahkan oleh Pemohon kepada Tim Jaksa Pengacara Negara
dengan asumsi bahwa tanda tangan atas semua dokumen yang diberikan atau
diperlihatkan oleh Pemohon kepada Tim Jaksa Pengacara Negara adalah asli dan
dokumen-dokumen asli yang diberikan atau diperlihatkan kepada Tim Jaksa
Pengacara Negara adalah otentik serta dokumen-dokumen yang diberikan kepada
Tim Jaksa Pengacara Negara dalam bentuk fotokopi atau salinan lain adalah
sesuai dengan aslinya serta berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait
Pendapat Hukum ditujukan terhadap permasalahan yang dimohonkan oleh
Pemohon dan sama sekali tidak ditujukan bagi masalah lain yang tidak
dinyatakan secara tertulis dalam Pendapat Hukum.
Jaksa Pengacara Negara tidak bertanggungjawab apabila terdapat
kesalahan/Kekeliruan atas sebagian atau keseluruhan Pendapat Hukum
diakibatkan karena adanya kesalahan dalam data/dokumen yang diberikan oleh
Pemohon yang dipergunakan untuk penyusunan Pendapat Hukum.

2.5. Fungsi pendampingan hukum


2.5.1. Pengertian pendampingan hukum
Pertimbangan hukum adalah kegiatan Jaksa Pengacara Negara dalam
mendampingi Lembaga Negara, Instansi Pemerintah
Pusat/Daerah/BUMN/BUMD tersebut melakukan kegiatan dibidang Perdata dan
Tata Usaha Negara, misalnya dalam pengadaan barang dan jasa, penyusunan
peraturan daerah.
2.5.2. Mekanisme pemberian pendampingan hukum

Permohonan Pertimbangan Hukum (Legal Opinion) atau Pendampingan


Hukum (Legal Assistence) secara tertulis dari lembaga Negara, Instansi
Pemerintah Pusat/daerah, BUMN/BUMD;
1) Terbit Surat Perintah dari Jam Datun/Kajati/Kajari kepada JPN untuk
Telaahan dapat atau tidak Kejaksaan JPN memberikan Pendapat Hukum
atau Pendampingan Hukum.
2) Pada Prinsipnya semua permintaan dapat diterima kecuali berkaitan dengan
conflict of interest dalam pelaksanaan tugas Kejaksaan pada Bidang Lain
selain DATUN.

9
3) Apabila dapat diberikan Pendapat Hukum/Pendampingan Hukum maka
diterbitkan Surat Perintah JAM DATUN/KAJATI/KAJARI untuk
memberikan Pendapat Hukum atau Pendampingan Hukum.

Proses serta Mekanisme selengkapnya mengacu kepada PERJA Nomor :


Per-018/A/J.A/07/2014 tanggal 07 Juli 2014 tentang SOP PADA JAM DATUN
yakni :
1) Pendampingan Hukum dilakukan baik dalam bidang Perdata maupun TUN.
2) Jaksa Pengacara Negara bertindak selaku penasehat hukum yang tidak
memiliki otorisasi untuk memutuskan suatu tindakan serta tidak masuk
dalam organisasi pekerjaan.
3) Jaksa Pengacara Negara melaksanakan Pendampingan Hukum secara
Yuridis Normatif, tanpa melakukan analisa secara teknis.
4) Jaksa Pengacara Negara tidak dapat dimintakan pertanggungjawabkan
terhadap tindakan materiel yang dilakukan oleh Pemohon
5) Jaksa Pengacara Negara secara aktif memberikan Pendapat Hukum tertulis
baik diminta maupun tidak diminta oleh Pemohon secara bertahap maupun
insidentil berkaitan dengan permasalahan hukum yang timbul selama proses
Pendampingan Hukum.
6) Jaksa Pengacara Negara memberikan pendapat hukum secara insidentil
yang disampaikan secara lisan sebagai penasehat hukum dan harus
ditindaklanjuti secara tertulis dalam bentuk Pendapat Hukum.
7) Pendampingan Hukum dilakukan secara bertahap dari tahap awal hingga
akhir suatu kegiatan atau Pendampingan Hukum dilakukan secara partial
terhadap suatu tahapan kegiatan.
8) Jaksa Pengacara Negara melakukan analisa terhadap keselarasan rangkaian
Pendapat Hukum yang telah disampaikan sebagai satu kesatuan

2.6. Fungsi audit hukum


2.6.1. Objek audit hukum
1) Perusahaan  Audit Hukum dilakukan terhadap Badan Hukum secara
keseluruhan.
2) Kegiatan  Audit Hukum ini dilakukan terhadap kegiatan tertentu

2.6.2. Tujuan audit hukum

10
1) Memperoleh status hukum atau penjelasan hukum terhadap dokumen
yang diaudit atau diperiksa.
2) Memeriksa legalitas suatu perusahaan.
3) Memeriksa tingkat ketaatan suatu perusahaan dalam melaksanakan
peraturan perundang-undangan.
4) Memberikan penilaian terhadap suatu kegiatan yang telah dilakukan
oleh badan hukum

2.6.3 Tahapan audit hukum


1) Penandatanganan Perjanjian Jaminan Kerahasiaan oleh Tim Jaksa
Pengacara Negara (Confidentiality Agreement).
2) Persiapan Permintaan Dokumen Terkait Audit Hukum (Legal Audit
List)
3) Pemeriksaan dokumen dan peraturan perundang-undangan terkait.

2.6.4. Prinsip audit hukum


1) Audit Hukum (Legal Audit ) harus dilakukan secara teliti dan seksama
dengan meliputi hal-hal seperti fisik perusahaan, kelengkapan dokumen,
serta kondisi kegiatan.
2) Sehubungan dengan proses Audit Hukum (Legal Audit) yang dibuat
terdapat banyak dokumen penting yang harus diperiksa antara lain:

2.6.5. Dokumen
1) Dasar pendirian perusahaan.
2) Dokumen-dokumen mengenai aset perusahaan.
3) Perjanjian-perjanjian yang dibuat dan ditandatangani oleh perusahaan
dengan pihak ketiga.
4) Dokumen-dokumen mengenai perijinan dan persetujuan perusahaan.
5) Dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan kepegawaian
perusahaan.
6) Dokumen-dokumen mengenai asuransi perusahaan.
7) Dokumen-dokumen mengenai pajak perusahaan.
8) Dokumen-dokumen yang berkenaan dengan terkait atau tidak terkaitnya
perusahaan dengan tuntutan dan/atau sengketa baik didalam maupun
diluar pengadilannya

2.7. Fungsi pelayanan hukum

11
2.7.1. Pengertian pelayanan hukum
Pelayanan Hukum adalah pemberian Jasa Hukum oleh Jaksa Pengacara
Negara secara tertulis maupun lisan kepada masyarakat, yang meliputi orang
perorangan dan badan hukum, terkait masalah Perdata dan Tata Usaha Negara
dalam bentuk konsultasi, pendapat dan informasi
a. Pelayanan Hukum terbatas pada permasalahan Perdata dan Tata Usaha
Negara.
b. Jaksa Pengacara Negara tidak melakukan analisa dan verifikasi atas
kebenaran materil terhadap data dan fakta yang disampaikan oleh Pemohon,
oleh karena itu Jaksa Pengacara Negara tidak dapat memberikan penilaian
ataupun pembenaran terhadap permasalahan yang disampaikan, namun
hanya memberikan petunjuk mengenai hak dan kewajiban Pemohon dalam
permasalahan terkait berdasarkan hukum acara serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

2.7.2. Mekanisme pelayanan hukum

1) Terhadap Permohonan dari Masyarakat yang menghadapi masalah


hukum baik lisan maupun tertulis kepada kejaksaan;
2) Apabila secara lisan maka pada saat itu juga diberikan pendapat atau
saran ;
3) Apabila secara tertulis JAM DATUN memerintahkan kepada JPN
untuk membuat draf penjelasan/tanggapan atas permasalahan hukum
yang disampaikan oleh Pemohon;
4) Penjelasan atas permasalahan yang diajukan oleh Pemohon
disampaikan dalam bentuk surat kepada Pemohon yang ditandatangani
JAM DATUN/Dir, KAJATI/Asdatun, KAJARI.
5) Proses serta Mekanisme selengkapnya mengacu kepada PERJA Nomor
: Per-018/A/J.A/07/2014 tanggal 07 Juli 2014 tentang SOP PADA
JAM DATUN.
6) Pelaksanaan tugas memberikan Pelayanan Hukum diawali dengan
penerbitan Surat Perintah (SP-1) untuk membuat telaahan yang
kemudian ditindak lanjuti dengan pembuatan Surat Perintah untuk
memberikan Pelayanan Hukum (SP-2) dengan penyesuaian
seperlunya.Kegiatan memberikan PelayananHukum tersebut dicatat
dalam Register Pelayanan Hukum (R.DATUN.4), kemudian

12
dilaporkan dalam Laporan Bulanan Pelayanan Hukum (L.DATUN.4)
dan Laporan Rekapitulasi Pelayanan Hukum (Lr.DATUN.4).Setiap
memberikan advis hukum kepada masyarakat dalam rangka
pelaksanaan tugas Pelayanan Hukum, dilaporkan kepada pimpinan
secara berjenjang..

2.8. Tindakan Hukum Lainnya


2.8.1. Pengertian tindakan hukum lainnya
Tindakan Hukum Lain adalah “Tugas Jaksa Pengacara Negara (JPN)
untuk bertindak sebagai mediator atau fasilitator dalam hal terjadi sengketa
atau perselisihan antar lembaga negara, instansi pemerintah, di pusat/daerah,
BUMN/BUMD dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara.

2.8.2 Kegiatan Tindakan Hukum Lain

1) Jaksa Pengacara Negara (JPN) bertindak sebagai Konsiliator,


Fasilitator, Mediator, Konsultan;
2) Mejadi Konsiliator JPN dipercaya para pihak secara aktif
mengidentifikasi masalah, menciptakan pilihan-pilihan penyelesaian
dan mendorong para pihak untuk mencapai kesepakatan;
3) Menjadi Fasilitator JPN dipercaya untuk membantu menyelesaikan
masalah dengan perjanjian perdamaian yang dirumuskan oleh para
pihak yang bermasalah. Fasilitator hanya membantu para pihak
dalam merumuskan isi perjanjian;
4) Menjadi Mediator JPN dipercaya para pihak yang bermasalah untuk
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Rumusan Penyelesaian
masalah dirumuskan oleh pihak Mediator.
5) Tindakan Hukum Lain yang dilakukan baik sebagai Konsiliator,
Mediator maupun Fasilitator, harus didasarkan atas persetujuan dari
kedua belah pihak secara tertulis.
6) Sebagai Konsiliator, Mediator dan Fasilitator, Jaksa Pengacara
Negara merupakan pihak yang netral (tidak memihak salah satu
Pihak) dan membantu menyelesaikan Sengketa antar Para Pihak

2.8.3 Fasilitasi
Cara penyelesaian permasalahan yang dibantu oleh fasilitator untuk
memfasilitasi para pihak yang mempunyai permasalahan tanpa terlalu jauh

13
masuk dalam materi permasalahan, antara lain dengan memfasilitasi
pertemuan antara para pihak, menyampaikan pertukaran pandangan para
pihak tentang solusi yang memungkinkan, memfasilitasi negosiasi.

2.8.4. Mediasi
Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan (negosiasi)
yang dibantu oleh pihak ke tiga yang netral (mediator) untuk
mengidentifikasi permasalahan dan mendorong tercapainya kesepakatan yang
dibuat para pihak sendiri

2.8.5. Konsiliasi
Cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan (negosiasi)
yang dibantu oleh pihak ketiga yang netral (konsiliator) untuk
mengindentifikasikan masalah, menciptakan pilihan-pilihan, memberikan
pertimbangan pilihan penyelesaian serta memberikan
masukan/konsep/proposal perjanjian penyelesaian sengketa.

2.8.6 Mekanisme
1) Permohonan tertulis dari Lembaga Negara/ Instansi Pemerintah
Pusat/Daerah, BUMN/BUMD agar JPN dapat bertindak sebagai
Konsiliator, Fasilitator atau Mediator.
2) Terbit Surat Perintah dari Jam Datun/Kajati/Kajari kepada JPN
untuk Telaahan dapat atau tidak Kejaksaan JPN bertindak sebagai
Konsiliator, Fasilitator atau Mediator.
3) Pada Prinsipnya semua permintaan dapat diterima kecuali dalam
hal permohonan tersebut berkaitan dengan conflict of interest
dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang Kejaksaan dari
Bidang Lain selain DATUN.
4) Dalam hal diajukan oleh salah satu pihak maka JPN harus
menanyakan apakah pihak lain setuju menggunakan JPN
selanjutnya JAM DATUN/KAJATI/KAJARI menyampaikan hal
ini secara tertulis kepada Pemohon.
5) Proses serta Mekanisme selengkapnya mengacu kepada PERJA Nomor :
Per-018/A/J.A/07/2014 tanggal 07 Juli 2014 tentang SOP pada JAM
DATUN.

14
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tindakan yang dapat dilakukan oleh jaksa pengacara negara sesuai dengan
tugas, fungsi, dan wewenangnya terkait rencana mana PT DWI
MANUNGGAL (BUMN) untuk menghapus aset kapal kargo

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor


16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”) bahwa
di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat
bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah. Selain yang disebutkan dalam Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan
tersebut, ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan di bidang perdata dan tata
usaha negara, antara lain meliputi penegakan hukum, bantuan hukum,
pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada negara atau pemerintah,
meliputi lembaga atau badan negara, lembaga atau instansi pemerintah pusat
dan daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Daerah (BUMN dan BUMD) di
bidang perdata dan tata usaha negara untuk menyelamatkan, memulihkan
kekayaan negara, menegakkan kewibaan pemerintah dan negara serta
memberikan pelayanan hukum kepada masyarakat7.
Dikaitkan dengan contoh kasus yang telah dijabarkan sebelumnya dalam
bagian pendahuluan makalah ini, yaitu bahwa PT DWI MANUNGGAL (BUMN)
berencana untuk menghapuskan aset/aktiva tetap persero tersebut berupa sebuah
kapal kargo karena dianggap sudah tidak produktif lagi. Namun, PT DWI
MANUNGGAL (BUMN) mengalami kesulitan dalam melakukan penghapusan
aset tersebut karena dikhawatirkan akan berpotensi pada kerugian negara, maka
tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya (tugas, fungsi, dan wewenang) adalah
memberikan pertimbangan hukum, yaitu berupa pendapat hukum (legal
opinion/LO).
Pendapat hukum (legal opinion/LO) adalah jasa hukum yang diberikan
oleh JPN dalam bentuk tertulis sesuai dengan fakta hukum tentang suatu
permasalahan hukum perdata dan tata usaha negara, yang dibuat atas permintaan

7
Pasal 444 ayat (2) Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-006/A/JA/07/2017
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

15
dan untuk kepentingan negara atau pemerintah.8 Sebagaimana disebutkan dalam
pengertian tersebut, pendapat hukum (legal opinion/LO) dibagi menjadi 2 (dua)
bidang permasalahan hukum, yaitu:
a. Pendapat Hukum Perdata, yaitu kegiatan memberikan advis hukum terhadap
permasalahan perdata atas dasar permintaan dari lembaga negara, instansi
pemerintah di pusat/daerah, BUMN/BUMD, dalam hal ini instansi
pemerintah di pusat/ daerah/ BUMN/ BUMD tersebut berpotensi atau
menghadapi klaim/ tuntutan dari pihak lain dalam rangka penyelamatan
kekayaan negara dan memulihkan keuangan negara; dan
b. Pendapat Hukum Tata Usaha Negara adalah kegiatan memberikan advis
hukum terhadap permasalahan Tata Usaha Negara atas dasar permintaan dari
lembaga negara, instansi pemerintah di pusat/daerah, terkait dengan
penerbitan/pencabutan surat keputusan tata usaha negara atau penerbitan/
pencabutan peraturan perundang-undangan.9
Dari penjelasan tersebut di atas dan dikaitkan dengan contoh kasus yang
telah dijabarkan, maka JPN lebih tepat memberikan pendapat hukum perdata
kepada PT DWI MANUNGGAL (BUMN) untuk menyelesaikan kesulitan yang
dialami PT DWI MANUNGGAL (BUMN) dalam hal melakukan penghapusan
aset tersebut karena dikhawatirkan akan berpotensi pada kerugian negara.
Terdapat beberapa alasan dan pertimbangan bahwa memberikan pendapat
hukum perdata adalah tindakan hukum yang tepat dilakukan oleh JPN sesuai
tugas, fungsi, dan wewenangnya kepada PT DWI MANUNGGAL (BUMN),
antara lain :
a. PT DWI MANUNGGAL adalah perusahaan BUMN yang merupakan salah
satu stakeholder/ prinsipal bidang perdata dan tata usaha negara dalam
menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya;
b. PT DWI MANUNGGAL berencana untuk menghapus aset/aktiva tetap
perseronya berupa sebuah kapal kargo karena dianggap sudah tidak produktif
lagi, dikarenakan PT DWI MANUNGGAL masih dalam tahap perencanaan
dan belum dilakukannya pelaksanaan ataupun belum selesainya penghapusan

8
BAB I Pendahuluan Lampiran Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-
025/A/JA/11/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penegakan Hukum, Bantuan Hukum, Pertimbangan
Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara.
9
Tim Penyusun Modul Badan Diklat Kejaksaan RI, Modul Tugas, Kewenangan dan
Administrasi Perdata dan Tata Usaha Negara, Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Republik
Indonesia, Jakarta, 2019, hlm. 21.

16
aset/aktiva tersebut, maka JPN lebih tepat memberikan pendapat/saran
(opinion/advice) kepada PT DWI MANUNGGAL.

c. Berkaitan dengan bidang perdata karena PT DWI MANUNGGAL (BUMN)


berencana menghapus aset/aktiva tetap persero berupa sebuah kapal kargo
karena dianggap sudah tidak produktif lagi dan PT DWI MANUNGGAL
(BUMN) mengalami kesulitan dalam melakukan penghapusan aset tersebut
karena dikhawatirkan akan berpotensi pada kerugian negara.

Dalam menjalankan tugas, fungsi, dan wewenangnya memberikan


pendapat hukum (legal opinion/LO) tersebut, JPN tidak serta merta dapat
bertindak sebelum adanya permohonan dari lembaga negara, instansi pemerintah
di pusat/daerah, atau BUMN/BUMD yang ditujukan kepada Jaksa Agung Muda
Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAMDATUN)/ Kepala Kejaksaan
Tinggi (KAJATI)/ Kepala Kejaksaan Negeri (KAJARI). JAMDATUN/ KAJATI/
KAJARI harus terlebih dahulu menerima permohonan dari lembaga negara,
instansi pemerintah di pusat/daerah, atau BUMN/BUMD kemudian JPN dapat
memberikan pendapat hukum (legal opinion/LO) sehingga bila dikaitkan dengan
contoh kasus tersebut, JPN baru dapat bertindak memberikan pendapat hukum
(legal opinion/LO) tersebut sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenangnya bila
adanya permohonan dari PT DWI MANUNGGAL (BUMN) kepada
JAMDATUN.
Untuk memberikan pendapat hukum (legal opinion/LO) dari JPN kepada
PT DWI MANUNGGAL (BUMN) tersebut, ada beberapa mekanisme yang harus
diterapkan sesuai dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor
PER-025/A/JA/11/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penegakan Hukum,
Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan
Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu:
1) Terdapat permohonan Pertimbangan Hukum (Pendapat Hukum / LO) secara
tertulis dari Lembaga Negara, Instansi Pemerintah baik di Pusat / Daerah,
BUMN / BUMD;

2) Diterbitkan Surat Perintah dari JAM DATUN / KAJATI/ KAJARI kepada


JPN untuk melakukan telaahan awal untuk menentukan apakah terhadap
permohonan tersebut Kejaksaan dapat memberikan Pendapat Hukum (LO);

3) Pada prinsipnya semua permintaan Pertimbangan Hukum dapat diterima


kecuali dalam hal permohonan Pertimbangan Hukum tersebut berkaitan

17
dengan conflict of interest dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan wewenang
Kejaksaan dari bidang selain DATUN;

4) Apabila Kejaksaan dapat memberikan Pendapat Hukum (LO) maka


diterbitkan Surat Perintah dari JAM DATUN / KAJATI / KAJARI kepada
JPN untuk memberikan Pendapat Hukum (LO).

Lebih lanjut, sehubungan dengan contoh kasus tersebut di atas apabila


dikembangkan, JPN juga dapat melakukan pendampingan hukum (legal
assistance/LA) apabila setelah selesai diberikannya pendapat hukum (legal
opinion/LO) dari JPN kepada PT DWI MANUNGGAL (BUMN) dan PT DWI
MANUNGGAL (BUMN) menerima pendapat hukum (legal opinion/LO) yang
telah dibuat oleh JPN tersebut, kemudian PT DWI MANUNGGAL (BUMN)
melanjutkan proses penghapusan aset/aktiva tersebut dan mengajukan
permohonan kepada JAMDATUN untuk dapat dilakukan pendampingan hukum
(legal assistance/LA), terkait pelaksanaan berjalannya proses penghapusan
aset/aktiva berupa kargo kapal milik PT DWI MANUNGGAL (BUMN) tersebut.
Selain daripada itu, JPN juga dapat melakukan audit hukum (legal
audit/LA), apabila dari contoh kasus tersebut dikembangkan, setelah selesai
dilakukannya proses penghapusan aset/aktiva berupa kapal kargo milik PT DWI
MANUNGGAL (BUMN) tersebut dengan syarat PT DWI MANUNGGAL
mengajukan permohonan terlebih dahulu kepada JAMDATUN untuk dilakukan
audit hukum terhadap telah terlaksananya penghapusan aset/aktiva berupa kapal
kargo milik PT DWI MANUNGGAL (BUMN).

3.2 Langkah hukum yang dapat dilakukan oleh JPN terkait rencana
penghapusan aset kapal kargo oleh PT DWI MANUNGGAL (BUMN)

Terdapat suatu kasus dimana PT DWI MANUNGGAL (BUMN)


berencana untuk menghapuskan aset/aktiva tetap Persero tersebut berupa sebuah
kapal kargo karena dianggap sudah tidak produktif lagi. Namun PT DWI
MANUNGGAL (BUMN) mengalami kesulitan dalam melakukan penghapusan
aset tersebut karena dikhawatirkan akan berpotensi pada kerugian negara. Di sini
timbulah permasalahan hukum dari kasus ini mengenai langkah hukum yang
dapat dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) terkait risiko kerugian
keuangan Negara yang dapat terjadi apabila rencana penghapusan aset/aktiva
tetap berupa kapal kargo dilakukan oleh PT DWI MANUNGGAL (BUMN).

18
Bahwa berdasarkan Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun
2004 tentang Kejaksaan, Pasal 24 Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, Peraturan
Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 sebagaimana
diubah dengan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-
006/A/JA/03/2014 tanggal 20 Maret 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Jaksa
Agung Republik Indonesia Nomor: PER-009/A/JA/01/2011 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia, menyebutkan bahwa salah satu
tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang Datun adalah dalam rangka
Menyelamatkan Kekayaan Negara melalui pemberian Pertimbangan Hukum
dalam menghadapi permasalahan hukum yang berpotensi menimbulkan kerugian
kekayaan Negara.
Bahwa terhadap rencana PT. DWI MANUNGGAL yang berniat
menghapuskan asset/aktiva tetap persero berupa sebuah kapal kargo agar tidak
menjadi suatu kerugian negara apabila ditinjau berdasarkan ketentuan Pasal 1
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN yang menyebutkan
bahwa: “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah
badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara
melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Negara yang
dipisahkan.”
Bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 48/PUU-XI/2013
menyatakan bahwa Pasal 2 huruf g dan huruf i Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara, yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4288,
menyatakan bahwa sepanjang frasa “termasuk kekayaan Negara yang dipisahkan
pada perusahaan Negara/ Perusahaan Daerah” dan frasa “kekayaan pihak lain
yang diperbolehkan dengan menggunakan fasilitas yang diberikan Pemerintah”
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya.
Dengan demikian, bunyi Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara adalah sebagai berikut :
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :

a. Hak Negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang,


dan melakukan pinjaman;
b. kewajiban Negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
Pemerintahan Negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

19
c. Penerimaan Negara;
d. Pengeluaran Negara;
e. Penerimaan Daerah;
f. Pengeluaran Daerah;
g. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh Pemerintah dalam rangka
penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum.

Maka dalam hal ini kerugian BUMN bukanlah kerugian Keuangan Negara,
namun laba/rugi berdasarkan jumlah saham yang ada di PT. DWI MANUNGGAL
yang mayoritas pemegang sahamnya adalah Pemerintah, dapat mempengaruhi
dividen kepada Negara. Lebih lanjut, dikaji apabila Negara sebagai pemegang
saham mayoritas merasa dirugikan oleh keputusan organ perusahaan atau ada
perbuatan melawan hukum khususnya terkait penghapusan asset, Negara dapat
menggugat perusahaan tersebut atau memidanakannya menggunakan sarana
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas atau dengan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Bahwa untuk mengantisipasi hal tersebut, yang dapat dilakukan oleh PT. DWI
MANUNGGAL adalah dengan memberikan permohonan secara tertulis kepada
Kejaksaan khususnya di bidang Datun terkait penghapusan asset/aktiva tetap PT.
DWI MANUNGGAL melalui tugas dan wewenang Datun agar melakukan
Pertimbangan Hukum. Bahwa Kejaksaan khususnya Bidang Datun melalui tugas
Pertimbangan Hukum dapat memberikan Jasa Hukum berupa Pendapat Hukum
(Legal Opinion) yang dilakukan sebelum kegiatan berjalan, Pendampingan Hukum
(Legal Assistance) yang dilakukan melalui permohonan ke Bidang Datun pada saat
kegiatan berjalan, dan Legal Audit yang dilakukan pada saat kegiatan telah selesai
dilaksanakan dalam menghadapi permasalahan Hukum Perdata dalam rangka
Penyelamatan Keuangan/ Kekayaan Negara.
Bahwa yang pertama dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) setelah
menerima permohonan Pertimbangan Hukum (Pendapat Hukum/Legal Opinion)
secara tertulis dari PT. DWI MANUNGGAL maka JPN pertama-tama menerbitkan
Surat Perintah dari JAM DATUN/KAJATI/KAJARI kepada JPN sesuai dengan
mekanisme ketentuan Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-
018/A/JA/07/2014 tanggal 07 Juli 2014 tentang Standar Operasional Prosedur pada
Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata usaha Negara dan untuk pelaksanaannya

20
berpedoman pada Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: PER-
025/A/JA/11/2015 tanggal 17 November 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Penegakan Hukum, Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum, Tindakan Hukum Lain
dan Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara untuk melakukan
telaahan apakah permohonan tersebut memiliki conflict of interest dalam
pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Kejaksaan dari bidang selain Datun atau
tidak. Apabila setelaah ditelaah permohonan tersebut dapat dilanjutkan, langkah
selanjutnya JAM DATUN/KAJATI/KAJARI menerbitkan surat perintah kepada JPN
untuk memberikan Pendapat Hukum (Legal Opinion).
Terkait dengan pokok permasalahan penghapusan asset/aktiva tetap berupa
sebuah kapal kargo milik PT. DWI MANUNGGAL yang sudah dianggap tidak
produktif lagi yang akan dihapusbukukan, seperti yang kita ketahui PT DWI
MANUNGGAL merupakan BUMN berbentuk Persero, sehingga segala ketentuan
dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana termaktub
dalam ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara yang menyatakan bahwa terhadap BUMN berbentuk Persero
berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas sebagaimana diatur
dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Maka dalam
hal ini, langkah awal yang dilakukan oleh JPN adalah meminta PT. DWI
MANUNGGAL untuk memperhatikan Anggaran Dasar mereka, terkait teknis
pemberian persetujuan dalam melakukan perbuatan hukum yaitu dalam hal ini
penghapusan asset, apakah telah sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 2 Peraturan
Menteri Negara BUMN Nomor: PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara
Penghapusbukuan Dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara
yang memuat klausul bahwa RUPS/Menteri dan/atau Dewan Komisaris/Dewan
Pengawas sesuai dengan kewenangannya berdasarkan Anggaran Dasar, memberikan
pertimbangan dan/atau persetujuan atau penolakan hanya terhadap usul
Penghapusbukuan dan/atau Pemindahtanganan Aktiva Tetap yang disampaikan oleh
Direksi serta ketentuan yang diatur dalam Pasal 117 Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Kemudian, Direksi menentukan apakah penghapusan asset ingin dilakukan
karena Penjualan atau Kondisi tertentu. Apabila Direksi memilih Penjualan
dikarenakan asset tersebut tidak menguntungkan/ produktif lagi bagi BUMN, maka
Direksi atau pejabat yang diberi kewenangan oleh Direksi segera membentuk Tim
Penaksir Harga untuk menetapkan taksiran harga minimum Aktiva Tetap/ asset kapal

21
kargo milik PT. DWI MANUNGGAL sebagai dasar penetapan harga jual. Setelah
dilakukan penaksiran harga, maka dilakukanlah Penjualan dengan catatan Direksi
BUMN wajib memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari RUPS/Menteri dan/atau
Dewan Komisaris/Dewan Pengawas sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
Anggaran Dasar, memberikan pertimbangan dan/atau persetujuan atau penolakan
hanya terhadap usul Penghapusbukuan Aktiva Tetap yang disampaikan oleh Direksi
yang dimana Persetujuan tersebut berlaku selama 1 (satu) tahun terhitung sejak
diterbitkan persetujuan tersebut, yang teknis nya diatur dalam Pasal 16, Pasal 17 dan
Pasal 18 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-
02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva
Tetap BUMN, selain itu Direksi BUMN dapat menggunakan jasa pihak lain untuk
melaksanakan pemasaran penjualan dari Aktiva Tetap untuk mendapatkan nilai jual
yang optimal. Setelah terjadi Pemindahtanganan (Penjualan) maka Direksi dapat
melakukan Pelaksanaan Penghapusbukuan karena Pemindahtanganan. Penjualan
dapat dilakukan dengan cara Penawaran Umum, Penawaran Terbatas dan
Penunjukkan Langsung dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara Nomor PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara
Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN.
Lebih Lanjut, apabila opsi Penghapusan asset/ aktiva PT. DWI
MANUNGGAL ingin dilakukan karena kondisi tertentu dengan alasan
Pemindahtangannya lebih besar daripada nilai ekonomis yang diperoleh dari
pemindahtanganan tersebut, maka Persetujuan Penghapusbukuan tersebut diberikan
oleh Dewan Komisaris/ Dewan Pengurus BUMN berdasarkan anggaran Dasar
sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Badan Usaha
Milik Negara Nomor PER-02/MBU/2010 tentang Tata Cara Penghapusbukuan dan
Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN. Bahwa setelah memperoleh izin maka
Penghapusbukuan dilakukan oleh Direksi.
Bahwa apabila Penghapusan asset/ aktiva tetap PT. DWI MANUNGGAL
melalui cara Pemindahtanganan (penjualan) atau kondisi tertentu telah dilakukan,
maka dibuat Laporan Pelaksanaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Peraturan
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-02/MBU/2010 tentang Tata
Cara Penghapusbukuan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN, yang
menyebutkan “Direksi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Penghapusbukuan
dan/atau Pemindahtanganan kepada RUPS/Menteri atau Dewan Komisaris/ Dewan
Pengawas sesuai dengan kewenangan pemberian persetujuan dalam waktu paling

22
lambat 3 (tiga) bulan setelah selesainya pelaksanaan Penghapusbukuan atau
Pemindahtanganan.”
Apabila Pendapat Hukum sebagaimana diuraikan diatas telah diberikan, maka
selanjutnya JPN dapat menyarankan kepada stakeholder/principal (PT. DWI
MANUNGGAL) untuk mengajukan permohonan tertulis kembali kepada Kejaksaan
agar dilakukan Pendampingan Hukum (Legal Assistance) yang pada poinnya
berguna untuk memastikan proses pelaksanaan penghapusan asset/ aktiva tetap pada
PT. DWI MANUNGGAL dapat berjalan sesuai dengan koridor peraturan perundang-
undangan yang berlaku sesuai dengan apa yang dituangkan dalam Pendapat Hukum
(Legal Opinion) yang telah diberikan. Selanjutnya, apabila proses Penghapusan
asset/ aktiva tetap telah dilaksanakan, JPN dapat menyarankan kepada
stakeholder/principal (PT. DWI MANUNGGAL) untuk membuat permohonan
tertulis kepada Kejaksaan (JPN) agar dapat melakukan Legal Audit dalam rangka
evaluasi secara yuridis dan memastikan apakah pelaksanaan penghapusan asset/
aktiva tetap PT. DWI MANUNGGAL tidak cacat hukum secara prosedural dan
lengkap administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

BAB IV
PENUTUP

Dikaitkan dengan contoh kasus PT DWI MANUNGGAL (BUMN) yang


berencana untuk menghapuskan aset/aktiva tetap persero tersebut berupa sebuah
kapal kargo karena dianggap sudah tidak produktif lagi maka tindakan hukum
yang dapat dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara (JPN) sesuai dengan tugas
fungsi, dan wewenang adalah memberikan pertimbangan hukum, yaitu berupa
pendapat hukum (legal opinion/LO). Adapun langkah yang dapat dilakukan
adalah dengan cara memberikan permohonan secara tertulis kepada kejaksaan,

23
khususnya di bidang DATUN, terkait rencana penghapusan aset/aktiva tetap PT
DWI MANUNGGAL (BUMN) tersebut dengan tujuan agar JPN nantinya
melakukan Pertimbangan Hukum. Untuk selanjutnya apabila dikehendaki adanya
pendampingan saat proses kegiatan berjalan maka PT DWI MANUNGGAL
(BUMN) dapat mengajukan permohonan Pendampingan Hukum (Legal
Assistance). Apabila setelah kegiatan berjalan, PT DWI MANUNGGAL
(BUMN) hendak meminta audit maka PT tersebut dapat melakukan permohonan
Legal Audit ke bidang DATUN.

24
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-006/A/JA/07/2017 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor PER-025/A/JA/11/2015 tentang


Petunjuk Pelaksanaan Penegakan Hukum, Bantuan Hukum, Pertimbangan Hukum,
Tindakan Hukum Lain, dan Pelayanan Hukum di Bidang Perdata dan Tata Usaha
Negara.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 48/PUU-XI/2013

Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Per-018/A/J.A/07/2014 tanggal


07 Juli 2014 tentang SOP pada JAM DATUN.

Tim Penyusun Modul Badan Diklat Kejaksaan RI, Modul Tugas, Kewenangan dan
Administrasi Perdata dan Tata Usaha Negara, Badan Pendidikan dan Pelatihan
Kejaksaan Republik Indonesia, Jakarta, 2019, hlm. 21.

https://www.kejaksaan.go.id/profil_kejaksaan.php?id=1 diakses pada tanggal 06 Juli


2019 pukul 21.30 WIB

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5b8ac09e79dbb/tugas-dan-
wewenang-jaksa-dalam-perkara-perdata-dan-tun diakses pada tanggal 06 Juli 2019
pukul 21.40 WIB

25

Anda mungkin juga menyukai