Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan

di dunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis

dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus

bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas

manusia untuk jangka panjang, (Kemenkes.RI, 2016).

Gangguan jiwa merupakan penyakit multi kausal bervariasi. Klien gangguan jiwa

banyak mengalami distorsi kognitif yang akhirnya mengarah pada gangguan perilaku, hal

tersebut disebabkan oleh kesalahan logika, kekeliruan penggunaan alasan atau pandangan

individu yang tidak sesuai dengan kenyataan (Stuart, 2009). Kesalahan logika

menyebabkan klien gangguan jiwa mempunyai pemikiran sempit tentang sesuatu hal,

termasuk tentang dirinya. Mereka tidak merasa memiliki perilaku menyimpang dan tidak

dapat membina hubungan relasi dengan orang lain (Yosep, 2010).

Gangguan jiwa dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari

WHO sekitar 450 juta orang menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. Skizofrenia

menjadi gangguan jiwa paling dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita

gangguan jiwa sepertiga tinggal di negara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita

skizofrenia tidak mendapatkan penanganan medis. Gejala skizofrenia muncul pada usia
15-25 tahun lebih banyak ditemukan pada laki-laki dibandingkan pada perempuan.

(Ashturkar & Dixit, 2013).

Skizofrenia adalah salah satu jenis psikotik yang menunjukan gelaja halusinasi

dan waham (Townsend, 2011). Pasien dengan skizofrenia mempunyai gejala salah

satunya adalah halusinasi akibat cemas berkepanjangan yang tidak mampu dihadapi

pasien menggunakan mekanisme koping dalam diri pasien. Pendapat lain menyebutkan

bahwa halusinasi yang terjadi pada pasien skizofrenia halusinasi gangguan alam perasaan

yang tidak menentu, isi kebesaran atau kejaran, sering bertengkar atau berdebat, dan

perilaku cemas yang tidak menentu dan kemarahan (Hawari, 2014). Penyebab gangguan

jiwa salah satunya adalah adanya tekanan yang berat dalam peristiwa hidup. Stres berasal

dari lingkungan atau biologi ataupun bisa keduanya (Videback, 2008).

Skizofrenia menduduki tangga sepuluh teratas penyebab disabilitas di negara

berkembang dan hampir 1% dari populasi dunia merupakan pasien penyakit ini (National

Institute of Mental Health, 2014). Anggaran dari populasi dunia yang berusia 18 tahun,

sebanyak 1,1% menderita penyakit skizofrenia (NIMH, 2014). Berdasarkan World Health

Organization (WHO), skizofrenia merupakan penyakit kejiwaan berat yang mengganggu

lebih daripada 21 juta orang di seluruh dunia (WHO, 2014).

Jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini adalah 236 juta orang,

dengan kategori gangguan jiwa ringan 6% dari populasi dan 0,17% menderita gangguan

jiwa berat, 14,3% diantaranya mengalami pasung. Tercatat sebanyak 6% penduduk

berusia 15-24 tahun mengalami gangguan jiwa. Dari 34 provinsi di Indonesia, Sumatera

Barat merupakan peringkat ke 9 dengan jumlah gangguan jiwa sebanyak 50.608 jiwa dan

prevalensi masalah skizofrenia pada urutan ke-2 sebanyak 1,9 permil. Peningkatan
gangguan jiwa yang terjadi saat ini akan menimbulkan masalah baru yang disebabkan

ketidakmampuan dan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh penderita (Riskesdas 2013).

Berdasarkan data yang di peroleh dari Puskesmas Guguk Panjang jumlah pasien

yang mengalami skizofrenia pada tahun 2019 adalah sebanyak 37 orang.

Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien

gangguan jiwa kronis sering mengalami ketidakpedulian merawat diri. Keadaan ini

merupakan gejala perilaku negative dan menyebabkan pasien dikucilkan baik dalam

keluarga dan di masyarakat (Yusuf, 2015). Menurut Heppi, (2012) defisit perawatan diri

adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias,

toileting, makan). Dampak dari defisit perawatan diri secara fisik jika ditangani maka

akan menyebabkan gangguan intergritas kulit, gangguan membrane mukosa mulut, resiko

infeksi mata dan telinga, serta gangguan fisik pada kuku. Selain itu juga berdampak pada

masalah psikososial seperti kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai,

kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi social (Parendrawati, 2009).

Ada beberapa terapi untuk merobah gangguan perilaku klien defisit perawatan diri

diantaranya: terapi kognitif, terapi keluarga, terapi lingkungan, terapi psikoreligius, terapi

kelompok, terapi individu, dan terapi perilaku. Salah satu jenis terapi perilaku yang

dapat digunakan disini adalah metode token economy yang merupakan sebuah prosedur

modifikasi perilaku dengan menggunakan reinforcement positif yaitu pemberian satu

kepingan (isyarat / tanda) sesegera mungkin setiap kali setelah perilaku sasaran muncul.

Kelebihan dari metode ini adalah dapat langsung diberikan sesudah perilaku target

terbentuk, dan dapat ditukarkan dengan benda bila waktu dan tempat memungkinkan,

cara ini akan efektif bila diberlakukan pada sekelompok orang ( Heppi, 2012).
Token ekonomi adalah jenis terapi perilaku yang efektif untuk menetapkan

perilaku target yang terkait dengan peningkatan kehadiran individu dalam kegiatan

sehari-hari, menentukan imbalan lansung (token) dan memberikan hadiah ini pada waktu

yang telah ditentukan sebagai unit pertukaran yang dikelola untuk individu tersebut

setelah dia mengekspresikan perilaku adaptif positif yang diinginkan ( Dimitrios, dkk,

2013).

Token ekonomi adalah bentuk dari reinforcement positif yang digunakan baik

secara individu maupun kelompok pasien di ruang psikiatri atau pasien anakanak (Stuart

& Laraia, 2005). Token ekonomi, yaitu sebuah teknik bedasarkan prinsip-prinsip

pengkondisian overan. Conditioned reinforce dalam bentuk token diberikan pada pasien

yang memunculkan respon yang diinginkan seperti mampu memperagakan tehnik napas

dalam atau menyelesaikan tugas secara baik. Menurut Carson (2003) manfaat lain dari

token ekonomi adalah mengajarkan nilai pada pasien karena token ini diberikan apabila

ada perubahan perilaku.

Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan pada tanggal 5 Juli 2019, gejala

yang tampak diantaranya : badan klien bau, gigi klien kuning, klien jarang mengganti

pakaian, dan jarang mandi. Gejala tersebut menunjukkan bahwa terganggunya aktifitas

kebersihan diri dan berhias pada pasien. Berdasarkan fenomena diatas, maka penulis

merasa tertarik untuk mengetahui pengaruh terapi token economy terhadap aktifitas

perawatan diri pada pasien defisit perawatan diri dengan skizofrenia di Puskesmas Guguk

Panjang.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah “Bagaimana pengaruh

terapi token ekonomi terhadap perawatan diri pada pasien defisit perawatan diri dengan

skizofrenia halusinasi pendengaran ?”

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis dapat melakukan terapi token ekonomi terhadap perawatan diri pada

pasien deficit perawatan diri dengan skizofrenia halusinasi pendengaran di

Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang tahun 2019.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian sampai dengan evaluasi pada Tn.Y dengan defisit

perwatan diri dengan skizofrenia halusinasi pendengaran di Wilayah Kerja

Puskesmas Guguk Panjang tahun 2019

b. Memahami konsep tentang asuhan keperawatan jiwa pada Tn.Y dengan defisit

perwatan diri dengan skizofrenia halusinasi pendengaran di Wilayah Kerja

Puskesmas Guguk Panjang tahun 2019

c. Menerapkan evidence based (terapi token ekonomi) pada Tn.Y dengan defisit

perwatan diri dengan skizofrenia halusinasi pendengaran di Wilayah Kerja

Puskesmas Guguk Panjang tahun 2019

d. Membandingkan asuhan keperawatan jiwa antara teoritis dengan kasus padan

pada Tn.Y dengan defisit perwatan diri dengan skizofrenia halusinasi

pendengaran di Wilayah Kerja Puskesmas Guguk Panjang tahun 2019


e. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn.Y dengan defisit perwatan diri

dengan skizofrenia halusinasi pendengaran di Wilayah Kerja Puskesmas Guguk

Panjang tahun 2019

D. Manfaat Penulisan

1. Bagi Pasien

Terapi token ekonomi dapat meningkatkan kesadara klien tentang pentingnya

kebersihan diri

2. Bagi Perawat Dalam Tenaga Kesehatan

KIA-N ini diharapkan dapat menjadi tambahan pengetahuan bagi perawat dalam

memberikan intervensi keperawatan pada pasien skizofrenia, guna untuk

meningkatkan defisit perawatan diri. Menjadi salah satu acuan bagi perawat untuk

meningkatkan kualitas asuhan keperawatan jiwa dengan dengan melakukan asuhan

keperawatan jiwa secara mandiri sehingga diharapkan dapat meningkatkan

kebersihan diri pada pasien skizofrenia.

3. Bagi Penulis

Hasil karya ilmiah ini menjadi bahan dasar untuk peneliti selanjutnya yang berkaitan

dengan asuhan keperawatan jiwa pasien skizofrenia.

4. Bagi Puskesmas

Bahan panduan dan rujukan bagi puskesmas tentang tindakan pemberian asuhan

keperawatan jiwa pada pasien skizofrenia sehingga puskesmas dapat menerapkan

tentang tindakan keperawatan pada pasien skizofrenia.

Anda mungkin juga menyukai