This website uses cookies to ensure you get the best experience on our website More info
BAB I
DASAR TEORI
1.2 ETIOLOGI
Dislokasi sendi terjadi karena trauma akibat kecelakaan, seperti kecelakaan mobil,
kecelakaan sepeda motor, kecelakaan terjatuh dari tempat yang tinggi, dan lain-lain.
Dislokasi sendi dapat disebabkan juga oleh trauma akibat pembedahan ortopedi. Dislokasi
sendi juga dapat disebabkan oleh factor predisposisi, terjadi infeksi di sekitar sendi dan juga
akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
1.3 MANIFESTASI KLINIS
Pada penderita Dislokasi sendi, akan menunjukkan tanda dan gejala seperti :
Nyeri
Perubahan kontur sendi
Perubahan panjang ekstremitas
Kehilangan mobilitas normal
Kekakuan
Deformitas
Perubahan sumbu tulang yang mengalami Dislokasi
Diagnosis Dislokasi :
1. Anamnesis
Ada trauma
Mekanisme trauma yang sesuai
Ada rasa sendi keluar
Bila trauma minimal
2. Pemeriksaan Klinis
Deformitas
Hilangnya tonjolan tulang yang normal
Pemendekan atau pemanjangan
Kedudukan yang khas untuk Dislokasi tertentu
Nyeri
Functio Laesa
1.5 PENATALAKSANAAN
Sendi yang terkena harus di imobilisasi saat pasien dipindahkan. Pada saat Dislokasi
sendi ini harus segera dilakukan reposisi atau dislokasi reduksi yaitu dikembalikan ke tempat
semula dengan menggunakan anestesi, misalnya bagian yang bergeser dikembalikan ke
tempat semula yang normal. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi di tempat kejadian tanpa
anestesi. Kaput tulang yang mengalami Dislokasi harus dimanipulasi dan dikembalikan ke
rongga sendi. Sendi kemudian di imobilisasi dengan pembalut, bidai, gips, atau traksi dan
dijaga tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai satu minggu setelah reduksi, dilakukan
mobilisasi dengan gerakan aktif lembut 3 – 4 x sehari yang berguna untuk mengembalikan
kisaran gerak sendi. Sendi tetap harus disangga diantara dua saat latihan. Memberikan
kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan. Untuk Dislokasi bahu, siku
atau jari dapat direposisi dengan anestesi local dan obat-obat penenang misalnya Valium.
Sedangkan untuk Dislokasi sendi besar memerlukan anestesi umum.
1.6 PROGNOSIS
Dislokasi sendi biasanya tidak fatal. Gejala klinis dapat dihilangkan dengan terapi adekuat.
Dan bedrest total. Melakukan aktifitas yang berlebih dapat memperburuk gejala.
Pemeriksaan radiology
Dengan proyeksi AP atau LAT
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup dalam Narkose. Dengan melakukan tarikan kea rah distal lengan
bawah sambil melakukan gerakan fleksi siku, bila tereposisi, siku tetap diletakkan dalam
posisi fleksi > 100, guna mendekatkan bagian-bagian anterior soft tissue yang robek.
Di imobilisasi dipasang gips, dipertahankan sampai tiga minggu.
Komplikasi
Kekakuan sendi ( Ankylosis ). Hal ini dapat diatasi dengan melakukan fisioterapi cukup
dengan latihan pasif.
Cedera n. medianus berupa neuroproxia
Myositis ossifikan
Cedera a. brakhialis
Gejala klinik
Pundak terasa sakit sekali, bentuk pundak asimetris dimana bentuk deltoid pada sisis yang
cidera tampak mendatar.
Polposi daerah subacromicus jelas teraba cekung, posisi lengan bawah dalam kedudukan
abduksi ringan.
Terjadi lesi pada n. aksilaris atau n. musculocutaneus, terjadi gangguan pada plexus brokhialis.
Pemeriksaan penunjang
Foto X – Ray dengan proyeksi AP untuk mendiagnosis adanya Dislokasi sendi bahu.
Penatalaksanaan
Dilakukan tindakan reposisi tertutup. Yang sering dipakai adalah cara kocher, yaitu :
Penderita ditidurkan di atas meja.
Dalam posisi siku fleksi penolong menarik lengan atas ke arah distal.
Dilakukan gerakan Eksorotasi dari sendi bahu.
Melakukan gerakan adduksi dan fleksi pada sendi bahu.
Melakukan gerakan endorotasi sendi bahu.
Komplikasi
Terjadinya neuropraxia n. aksilaris yang menyebabkan kumpulnya m. deltoid sehingga bahu
dapat diangkat ke abduksi.
Robeknya mosculotendineus cuff.
Dislokasi ulang ( Rekurens Dislokasi ).
Interposisi dari tendo bicef kaput longus.
b. Dislokasi sendi bahu posterior
Jarang terjadi, mekanismenya adalah penderita jatuh dimana posisi lengan atas dalam
kedudukan adduksi atau internal rotasi.
Gejala klinik
Sangat sakit di daerah bahu.
Posisi lengan dalam kedudukan adduksi dan internal rotasi.
Pemeriksaan Radiologi
Proyeksi AP kadang sulit dilihat kalau perlu dilakukan proyeksi Aksial.
Penatalaksanaan
Di bawah anestesi dilakukan gerakan eksorotasi dari bahu dan dibantu kepala humerus
didorong ke depan. Setelah masuk bahu diistirahatkan dengan memakai sling selama 3
minggu.
Gejala
Nyeri pada pundak, nyeri tekan jelas ditemukan tampak tonjolan ujung lateral klavikula.
Pemeriksaan Penunjang
Foto X – Ray dengan proyeksi AP, sebaiknya posisi penderita berdiri.
Penatalaksanaan
Dilakukan tindakan operasi dengan open reduksi melakukan repair kapsul dan dipasang
internal fiksasi. Memfiksasi antara acromion dan klavikula.
Gejala klinis
Nyeri daerah sendi sternoklavikula, tampak benjolan di daerah itu nyeri tekan ( + ).
Pemeriksaan Penunjang
Foto X – Ray proyeksi AP, tak jelas tampak kelainan.
Penatalaksanaan
Dilakukan reposisi tertutup dengan menekantonjolan ujung klavikula bagian medial. Setelah
masuk dipertahankan dengan memasang bantalan penekan difiksasi dengan plester. Bahu
diistirahatkan dengan memakai sling 3 minggu. Bila terjadi Dislokasi kembali dilakukan
tindakan operasi melakukan rekonstruksi sendi sternoklavikula.
Diagnosis
Asimetri lipatan paha
Uji ortolani, Barlow, Galeazzi positif
Asetabuler indeks 40º atau lebih besar
Disposisi lateral kaput femokis pada radiogram
Limitasi yang menetap dari grerakan sendi panggul
Pengobatan
Dengan memasang bidal untuk mempertahankan sendi panggul dalam posisinya.
Gambaran klinis
Adanya trauma pada daerah lutut disertai pembengkakan, nyeri dan hemartrosis serta
deformitas.
Pemeriksaan Radiologis
Dengan Foto Rontgen.
Pengobatan
Tindakan reposisi dan manipulasi dengan pembiusan harus dilakukan sesegera mungkin dan
dilakukan aspirasi hemartrosis dan setelahnya dipasang bidal gips posisi 10 – 15 º selama satu
minggu dan setelah pembengkakan menurun dipasang gips sirkuler di atas lutut selama 7 – 8
minggu.
Klasifikasi
1. Dislokasi posterior
Tanpa fraktur
Disertai fraktur rim posterior yang tunggal dan besar
Disertai fraktur komunitif aserabulum bagian posterior dengan atau tanpa kerusakan pada
dasar asetabulum
Disertai fraktur kaput femur
2. Dislokasi anterior
Obturator
Illiaka
Pubik
Disertai fraktur kaput femur
Klasifikasi
Klasifikasi penting untuk rencana pengobatan yang menurut Thompson Epstein (1973) :
Tipe I, Dislokasi tanpa fraktur atau dengan fragmen tulang yang kecil
Tipe II, Dislokasi dengan fragmen tunggal yang besar pada bagian posterior asetabulun
Tipe III, Dislokasi dengan fraktur bibir asetabulun yang komunitif
Tipe IV, Dislokasi dengan fraktur dasar asetabulun
Tipe V, Dislokasi dengan fraktur kaput temur
Gambaran Klinis
Penderita biasanya datang setelah suatu trauma yang hebat disertai nyeri dan deformitas pada
daerah sendi panggul. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi,
fleksi dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota gerak bawah.
Pemeriksaan radiologis
Dengan pemeriksaan rontgen akan diketahui jenis dislokasi dan apakah dislokasi disertai
fraktur atau tidak.
Pengobatan
Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum disertai relaksasi yang cukup.
Penderita dibaringkan dilantai dan pembantu penahan panggul. Sendi panggul difleksikan
serta lutut difleksi 90º dan kemudian dilakukan tarikan pada paha secara vertikal. Setelah
direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat didislokasi dengan cara
menggerakkan secara vertikal pada sendi panggul.
Pada tipe II setelah reposisi, maka fragmen yang besar difiksasi dengan screw secara
operasi. Pada tipe III biasanya dilakukan reduksi tertutup dan apabila ada fragmen yang
terjebak dalam asetabulum dikeluarkan melalui tindakan operasi. Tipe IV dan V juga
dilakukan reduksi secara tertutup dan apabila bagian fragmen yang lepas tidak tereposisi
maka harus dilakukan reposisi dengan operasi.
Perawatan Pasca Reposisi
Traksi kulit selama 4 – 6 minggu, setelah itu tidak menginjakkan kaki dengan jalan
mempergunakan tongkat selama 3 bulan.
Komplikasi.
. Komplikasi dini
Kerusakan nervus skiatik
Kerusakan nervus skiatik biasanya dapat mengalami pemulihan. Apabila terdapat lesi
sesudah reposisi, maka perlu dilakukan eksplorasi saraf.
Kerusakan pada kaput vemur
Sewaktu terjadi dilokasi sering kaput femur menabrak asetabulum sehingga pecah.
Fraktur diafisis femur
Sering ditemukan fraktur diafisis femur disertai dislokasi panggul. Kecurigaan akan adanya
dislokasi panggul, bilamana pada suatu fraktur femur ditemukan posisi femur proksimal
dalam keadaan adduksi. Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan pada sendi diatas dan
dibawah daerah fraktur.
. Komplikasi lanjut
Nekrosis avaskuler
Sebanyak 10% dari seluruh dislokasi panggul mengalami kerusakan pembuluh darah.
Apabila reposisi ditunda sampai beberapa jam, maka insidensnya akan meningkat menjadi
40%. Kelainan ini biasanya dideteksi setelah 6 bulan sampai 2 tahun dan dengan pemeriksan
radiologist ditemukan fragmentasi, sklerosis dan pembentukan kista-kista.
Miositis osifikans
Dislokasi yang tidak dapat direduksi. Apabila reduksi tertunda untuk beberapa hari biasanya
reposisi dengan cara manipulasi sulit dilakukan.
Osteoartritis
Osteoartritis terjadi karena adanya kerusakan tulang rawan, terdapat fragmen fraktur dalam
ruang sendi atau adanya nekrosis iskemik kaput femur.
2. Dislokasi Anterior
Dislokasi anterior lebih jarang ditemukan daripada Dislokasi posterior.
Mekanisme trauma ( Patofisiologi )
Dislokasi anterior terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuhdari ketinggian atau trauma
dari belakang pada saat berjongkok dan posisi penderita dalam keadaan abduksi yang
dipaksakan. Leher femur atau trokanter menabrak asetabulun dan terjungkir keluar melalui
robekan pada kapsul anterior. Bila sendi panggul dalam keadaan fleksi, maka akan terjadi
Dislokasi tipe obturator dan bila sendi panggul dalam posisi ekstensi maka terjadi Dislokasi
tipe pubik atau iliaka.
Gambaran klinis
Tungkai bawah dalam keadaan rotasi eksterna, abduksi dan sedikit fleksi. Tungkai tidak
mengalami pemendekan karena perlekatan otot rektus femur mencegah kaput femur bergeser
ke proksimal. Terdapat benjolan di depan daerah inguinal, dimana kaput femur dapat diraba
dengan mudah. Sendi panggul sulit digerakkan.
Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto Rontgen posisi AP pada Dislokasi anterior sering kurang jelas dan untuk itu
diperlukan pula foto lateral.
Pengobatan
Dilakukan reposisi seperti pada Dislokasi posterior kecuali pada saat fleksi dan tarikan
tungkai pada Dislokasi posterior, dilakukan adduksi pada Dislokasi anterior.
Komplikasi
Komplikasi yang sering didapatkan yaitu nekrosis avaskuler.
Gambaran klinis
Didapatkan pendarahan dan pembengkakakan di daerah tungkai bagian proksimal tetapi
posisi tetap normal. Nyeri tekan pada daerah trokanter. Gerakan sendi panggul sangat
terbatas.
Pemeriksaan Radiologis
Dengan pemeriksaan radiologist dapat diketahui adanya pergeseran dari kaput femur
menembus panggul.
Pengobatan
Selalu diusahakan untuk mereposisi fraktur dan mengembalikan bentuk asetabulum ke bentuk
normalnya. Pada fraktur asetabulum tanpa penonjolan kaput femur ke dalam panggul, maka
dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang selama 4 – 6 minggu. Pada fraktur dimana
kaput femur tembus ke dalam asetabulum, sebaiknya dilakukan traksi pada 2 komponen yaitu
komoponen longitudinal dan lateral selama 6 minggu dan setelah 8 minggu diperbolehkan
untuk berjalan dengan menggunakan penopang berat badan.
Komplikasi
a. kerusakan alat-alat dalam panggul yang dapat terjadi bersama-sama fraktur panggul
b.kaku sendi merupakan komplikasi lanjut
c. osteoartristis
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN PENYAKIT DISLOKASI
2.1 PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian :
Jam :
Dx : Dislokasi sendi
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
WAB
Nama :
Umur :
Jenis kelamin :
Agama :
Pekerjaan :
Pendidikan :
Hubungan dengan pasien :
ERAWATAN
a. Keluhan utama
Pada pasien Dislokasi sendi mengeluh nyeri pada lutut akibat tertimpa benda berat saat duduk
di bawah benda.
e. Genogram
Keterangan :
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Laki-laki
: Pasien
: Saudara kandung
: Tinggal serumah
: Perempuan
: Menikah
KESEHATAN
a. Pola Persepsi Kesehatan
Apabila sakit pasien biasanya menceritakan kepada ibunya dan pasien biasanya berobat ke
pelayanan kesehatan / dokter.
b. Pola Aktivasi Latihan
Aktivitas 0 1 2 3 4
Mandiri
Berpakaian
Eliminasi
Mandi
Mobilitas di tempat tidur
Makan
Ambulansi
Pola aktivasi latihan pasien Dislokasi sendi lutut tergantung pada tingkat keparahan Dislokasi
sendi lutut, dengan keterangan :
n alat Bantu
ng lain
ng dan alat
penuh / total
e. Pola Eliminasi
Pasien tidak mengalami gangguan eliminasi baik urin maupun bowel.
FISIK
a. Tanda-tanda vital :
TD : Normal
Nadi : Takikardi
Suhu : Normal
RR : Normal
b. Keadaan umum
Kesan umum : Baik
Wajah : Menahan nyeri lutut
Kesadaran : CM
Pakaian, Penampilan dan kebersihan baik
Mata
Bola mata bulat, Konjuctiva pucat, Sclera putih, Pupil normal, terdapat lingkar hitam di
bawah mata.
Telinga
Inspeksi : daun telinga simetris, liang telinga bersih.
Palasi : tidak ada nyert tekan pada prosesus mastoideus.
Hidung
Bentuk hidung simetris, tidak ada polip, tidak ada sputum, tidak ada nyeri.
Mulut
Bibir simetris dan normal, gigi lengkap dan bersih, lidah bersih, tidak ada stomatitis.
Leher
Leher simetris, tidak ada nyeri tekan.
Dada
Dada simetris, tidak ada nyeri tekan.
Jantung
Auskultasi : Iktus Cordis.
Paru-paru
Pernafasan normal melalui hidung.
d. Abdomen
Pasien dengan bentuk abdomen simetris, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, peristaltic
usus normal ( 5 – 35 x / menit ).
e. Anus dan rectum
Tidak terdapat hemoroid.
f. Alat kelamin
Bersih.
g. Muskuloskeletal
Sendi lutut pada kaki kanan bergeser dari tempatnya, sehingga tidak dapat bekerja dengan
baik.
h. Ekstremitas
Atas : berkoordinasi dengan baik
Bawah : tidak berkoordinasi dengan baik
2.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DATA FOKUS
Data objektif :
Nyeri pada lutut.
Pasien tidak dapat melakukan aktivitas fisik
Tidak mampu mandi mandiri
Pasien susah tidur
Pasien cemas
Pasien tampak menahan nyeri
Konjuctif pucat
Terdapat lingkar hitam di bawah mata
Tanda-tanda vital :
TD : Normal
Nadi : takikardi
Suhu : Normal
RR : Normal
Sendi lutut pada kaki kiri bergeser.
2. ANALISIS DATA
DO :
Kurang perawatan diri Kerusakan
5 - Tidak mampu mandi
secara mandiri mandi musculoskeletal
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan tidur dengan nyeri
4. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
5. Kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal
2.3 PERENCANAAN
NO DX TUJUAN / NOC INTERVENSI / NIC
Setelah dilakukan tindakan PAIN MANAGEMENT ( 1400 )
perawatan selama ……. x 24 jam- Gunakan tindakan Control nyeri
1 diharapkan skala nyeri dapat sebelum nyeri hebat
berkurang dengan kriteria : - Berikan analgetik pada pasien jika
PAIN KONTROL ( 1605 ) diperlukan
(160501) mengenal faktor-faktor- Sediakan pengurangan nyeri optimal
penyebab nyeri ( 160502 ) mampu personal yang menentukan analgetik
mengenali kapan terjadinya yang tepat
serangan ( 160504 ) mampu- Evaluasi keefektifan dari tindakan
menggunakan tindakan pertolongan pemberian analgetik pada pasien
non analgetik ( 160505 ) mampu- Laksanakan dan modifikasi tindakan
menggunakan analgetik yang sesuai control nyeri dasar dari respon nyeri
( 160507 ) mencatat gejala untuk- Observasi tanda non verbal dari
tindakan kieperawatan yang ketidaknyamanan, terutama pada
professional ( 160509 ) mampu ketidakmampuan untuk
mengenali gejala dari nyeri berkomunikasi secara verbal
(160511) mencatat nyeri yang sudah- Lakukan penilaian komprehensif dari
terkontrol. nyeri meliputi lokasi, karakteristik
PAIN LEVEL ( 2102 ) anset / durasi, frekuensi, kualitas,
( 210201 ) melaporkan nyeri intensitas dan factor yang
( 210203 ) frekuensi nyeri menimbulkan nyeri
( 210204 ) lamanya nyeri - Monitor perubahan nyeri
( 210206 ) ekspresi nyeri : wajah
( 210208 ) kegelisahan ANALGETIC
keterangan : ADMINITRATION ( 2210 )
1. tidak menunjukkan - tentukan lokasi, karakteristik,
2. jarang menunjukkan kualitas, dan derajat nyeri sebelum
3. setiap saat menunjukkan pemberian obat
4. sering menunjukkan - Cek intruksi tentang jenis obat, dosis,
5. selalu menunjukkan dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Tentukan pilihan analgetik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
- Pilih rute pemberian secara IV, IM,
untuk pengobatan nyeri secara teratur
- Monitor VS sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kali
- Evaluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala ( efek samping )
Keterangan :
1. tidak menunjukkan
2. jarang menunjukkan
3. setiap saat menunjukkan
4. sering menunjukkan
5. selalu menunjukkan
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dislokasi sendi merupakan kedaruratan ortopedi yang harus segera ditangani. Keadaan
dimana tulang lepas dari sendi. Dislokasi sendi dibagi menjadi tiga yaitu : Dislokasi
Congenital, Dislokasi Patologik, Dislokasi Traumatik. Dislokasi sendi memerlukan istirahat
yang cukup untuk mempercepat penyembuhan dan tidak boleh banyak bergerak. Untuk
mengetahui apakah mengalami Dislokasi sendi dapat dengan cara pemeriksaan Radiologi, X
– Ray, Foto Rontgen, CT Scan, Scan tulang, dan MRI.
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan Dislokasi sendi adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan tidur dengan nyeri
4. Cemas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan
5. Kurang perawatan diri mandi berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal
.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran sendi ditandai dengan adanya trauma
jaringan dan tulang
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan pergesaran sendi ditandai dengan
kekakuan pada sendi
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan dilakukannya reposisi ditandai dengan
pembidaian
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan panjang ekstremitas ditandai
dengan perubahan postur tubuh
5. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan dilakukannya reposisi ditandai
dengan pembedaian
6. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan terjepitnya pembuluh darah
ditandai dengan edema
3. Intervensi Keperawatan
Kriteria Hasil :
INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan dan bantu klien dengan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
tindakan pereda nyeri non nonfarmakologis lainnya telah menunjukan
faramakologis dan non invasif keefektifan dalam mengurangi nyeri.
Lakukan manajemen nyeri Istirahat secara fisiologis akan mengurangi
keperawatan : Istirahatan klien kebutuhan oksigen yang di perlukan untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
2. Dekatkan dengan orang Bayi yang mengalami nyeri akibat dislokasi
terdekat kongenital memerlukan orang terdekat untuk
mengurangi kegelisahannya.
3. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan
pernafasan dalam ketika nyeri nyeri sekunder akibat iskemia spina .
muncul
4. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
saat nyeri stimulus internal.
Kolaborasi dengan dokter : Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri
pemberian analgetik akan berkurang.
Kolaborasi untuk pemasangan Penarikan femur dapat menurunkan kompresi saraf
traksi pinggul sehingga dapat menurunkan respon nyeri.
Kolaborasi untuk dilakukan Dislokasi harus di reduksi secepat mungkin di bawah
reduksi tertutup pengaruh anastesi umum. Reduksi tertutup akan
menurukan kompresi saraf skiatika.
1. Risiko tinggi trauma yang berhubungan dengan pergerakan fragmen tulang panggul,
cedera neuromuskular, pemasangan fiksasi eksterna.
Tujuan :
Kriteria hasil :
INTERVENSI RASIONAL
Pertahankan tirah baring dan Meminimalkan rangsangan nyeri akibat antara fragmen
mobilisasi sesuai indikasi. tulang dengan jaringan lunak disekitarnya.
Gunakan pagar tempat tidur. Mencegah klien jatuh.
Kolaborasi pemberian obat Antibiotik bersifat bakteriosida/bakteriostatik untuk
antibiotik pasca bedah. membunuh/menghambat perkembangan kuman.
Evaluasi tanda/gejala perluasan Meniali perkembangan masalah klien.
cedera jaringan (peradanagn
lokal/sistemik,seperti peningkatan
nyeri, edema, demam).
Tujuan :
Kriteria hasil :
INTERVENSI RASIONAL
Kaji kemampuan mobilisasi 9 Membantu dalam mengantisifasi dan merencanakan
ekstermitas. pertemuan kebutuhan individual.
Kaji kemampuan ekstermitas untuk Kelemahan pada ekstermitas di periksa untuk
menilai adanya defisit neurologis mengetahui adanya defisit neurologis.
pada kondisi motorik.
Ajarkan berjalan dengan Penggunaan alat bantu dapat membantu mobilisasi
penggunaan alat bantu. berjalan tanpa memberikan beban pada sendi pinggul
yang mengalami dislokasi atau pasca bedah.
1. Ansietas yang berhubungan dengan krisis situasional, ancan terhadap konsep diri,
perubahan status kesehatan/status ekonomi/fungsi peran.
Tujuan :
Kriteria Hasil :
INTERVENSI RASIONAL
Bantu klien untuk mengungkapkan Ansietas berkelanjutan menimbulkan dampak serangan
perasaannya. jantung selanjutnya.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerjasama dan mungkin memperlambat
proses penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan untuk Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
mengurangi ansietas. Beri
lingkungan yang tenang dan
suasana penuh istirahat.
Tingkatkan kontrol sensasi klien. Kontrol sensasi klien dengan cara memberikan
informasi tentang keadaan klien, menekankan terhadap
sumber koping yang posistif, membantu latihan
relaksasi dan teknik pengalihan dan memberikan
respon yang posistif.
Orientasikan klien terhadap Orientasi dapat mengurangi ansietas .
prosedur rutin dan aktivitas yang
diharapakan.
Beri kesempatan kepada klien Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
untuk mengungkapkan ansietasnya.kekhawatiran yang tidak di ekspresikan.
Berikan privasi untuk klien dan Memberiakan waktu untuk mengekspresikan perasaan,
orang terdekatnya. menghilangkan ansietas dan perilaku adaptasi. Adanya
keluarga atau teman yang dipilih klien untuk melayani
aktivitas dan pengalihan akan mengurangi terisolasi.
5. Evaluasi
Evaluasi : fase akhir dari keperawatan adalah evaluasi terhadap keperawatan yang diberikan,
sedangkan hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data teratasi
atau tidaknya masalah klien, pencapaian tujuan serta ketetapan intervensi keperawatan
Evaluasi adalah penilaian terhadap respon pasien setelah dilakukan keperawatan yang
disusun pada tahap perencanaan. Pada pasien fraktur tibia dan fibula (cruris) post op orif
dengan tujuan dan kriteria hasil seperti yang ada di atas, maka evaluasi yang diharapkan :