Anda di halaman 1dari 60

ANALISIS INTERVENSI PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI

GENGGAM JARI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS


NYERI PADA PASIEN POST OPERASI APPENDIKTOMI
DI RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA

PROPOSAL

EKA RAHAYU

NIRM : 16012

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


TAHUN 2019
ANALISIS INTERVENSI PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI
GENGGAM JARI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS
NYERI PADA PASIEN POST OPERASI APPENDIKTOMI
DI RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA

PROPOSAL

EKA RAHAYU

NIRM : 16012

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI JAKARTA


TAHUN 2019
SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME

Saya yang bertanggung jawab di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan

bahwa Karya Tulis Ilmiah ini, saya susun tanpa tindak plagiarisme sesuai

dengan peraturan yang berlaku di Akademi Keperawatan PELNI Jakarta.

Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan tindakan plagiarisme, saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh

Akademi Keperawatan PELNI Jakarta kepada saya.

Jakarta, Mei 2019

Pembuat Pernyataan

Eka Rahayu
NIRM 16013

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

Isnayati.,Ns.,M.Kep Suhatridjas,Dra S.Kep.,M.KM.


NIDN. 0310116304 NIDN. 0301055802

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya Tulis Ilmiah oleh Eka Rahayu, NIRM 16012, dengan judul “Analisis

Intervensi Pemberian Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan

Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi Di Rumah Sakit Pelni

Jakarta” telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan.

Jakarta, Mei 2019

Pembimbing I Pembimbing II

Isnayati.,Ns.,M.Kep Suhatridjas,Dra S.Kep.,M.KM


NIDN. 0310116304 NIDN. 0301055802

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Karya tulis ilmiah Eka Rahayu NIRM 16012 dengan judul “Analisis Intervensi

Pemberian Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri

Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi Di Rumah Sakit Pelni Jakarta” telah

dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal ..........................

Dewan Penguji

Pembimbing Ketua Penguji Anggota I Penguji Anggota II

................................. .................................. ...............................

Mengetahui

Akademi Keperawatan PELNI Jakarta

Direktur

Buntar Handayani, SKp.,M.Kep.,MM.

NIDN.030.405.67.03

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat dan karunia-Nya, sehingga Peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis

Ilmiah dengan judul “Analisis Intervensi Pemberian Teknik Relaksasi Genggam

Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Appendiktomi

Di Rumah Sakit Pelni Jakarta”. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak lepas

dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan kali ini Peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. dr. Fathema Djan Rachmat, SpB, SpBTKV (K), MPH Direktur Utama

Rumah Sakit PELNI Jakarta.

2. Dr. Dewi Fankhuningdyah Fitriana, MPH Direktur Rumah Sakit PELNI

Jakarta.

3. Ahmad Samdani.,S.KM, Ketua Yayasan Samudra Apta.

4. Buntar Handayani.,S.Kp.,M.Kep.,MM, Direktur Akademi Keperawatan

PELNI Jakarta

5. Isnayati, Ns, M.Kep, pembimbing I dan Penguji Akademi Keperawatan

PELNI Jakarta.

6. Holilah, Ns. S. Kep, pembimbing II KTI dan Penguji Akademi

Keperawatan PELNI Jakarta

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan kepada semua pihak

yang telah membantu dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini, untuk

itu Peneliti mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.

iv
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi Peneliti dan para

pembaca.

Jakarta, Mei 2019

Peneliti

v
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN PLAGIARISME ......................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................. ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL............................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN ......................................... Error! Bookmark not defined.


1.1 Latar Belakang .............................................. Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 6

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8


2.1 Konsep Apendiksitis ...................................................................................... 8

2.1.1 Definisi Apendiksitis .............................................................. 8

2.1.2 Etiologi.................................................................................... 9

2.1.3 Patofisiologi............................. Error! Bookmark not defined.

2.1.4 Manifestasi Klinis.................... Error! Bookmark not defined.

2.1.5 Komplikasi .............................. Error! Bookmark not defined.

2.1.6 Penatalaksanaan Penyakit ApendiksitisError! Bookmark not


defined.

2.2 Konsep Nyeri ................................................ Error! Bookmark not defined.

2.2.1 Definisi Nyeri .......................... Error! Bookmark not defined.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi NyeriError! Bookmark


not defined.

2.2.3 Fisiologi Nyeri ......................... Error! Bookmark not defined.

vi
2.2.4 Penilaian Skala Nyeri .............................................................. 22

2.3 Konsep Teknik Genggam Jari ..................................................................... 26

2.3.1 Definisi Teknik Genggam Jari ............................................... 26

2.3.2 Tujuan Teknik Relaksasi Genggam Jari ................................. 27

2.3.3 Manfaat Teknik Relaksasi Genggam Jari ............................... 27

2.3.4 Implementasi Teknik Relaksasi Genggam Jari ....................... 28

2.4 Kerangka Konsep ......................................... Error! Bookmark not defined.

BAB III METODE STUDI KASUS ................................................................... 30


3.1 Jenis/Desain/Rancangan Penelitian ............................................................. 30

3.2 Subjek Penelitian ......................................................................................... 31

3.3 Kriteria Inklusi ............................................................................................. 32

3.4 Kriteria Eksklusi........................................................................................... 32

3.5 Fokus Studi .................................................................................................. 33

3.6 Definisi Operasional .................................................................................... 33

3.7 Metode Pengumpulan Data ......................................................................... 34

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 35

3.9 Analisis Data dan Penyajian Data................. Error! Bookmark not defined.

3.10 Etika Penelitian ............................................. Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ............................................... Error! Bookmark not defined.

Daftar Lampiran ................................................................................................ 41

vii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.6……………………………………….………………………………....33

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 …………………………………………………………………..41

Lampiran 2 ………………………………………………………..…………42

Lampiran 3 …………………………………………………………………..44

Lampiran 4 ………………………………………………………..…………45

Lampiran 5 …………………………………………………………………..47

Lampiran 6 …………………………………………………………………..49

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Apendisitis merupakan peradangan yang terjadi di apendiks verniformis

akibat obstruksilumen yang berlanjut kerusakan dinding apendiks,

pembentukan abses dan merupakan penyebab tersering nyeri akut abdomen

serta merupakan jenis operasi yang paling sering silakukan di dunia

(Penhold.R, 2008, dan Pisano.M, 2013).

Gejala awal apendisitis akut tersering adanya nyeri atau rasa tidak enak di

sekitar umbilikus yang berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa

jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan disertai anoreksia, mual

dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan disekitar titik Mc Burney.

Kemudian timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas. Apabila terjadi ruptur

pada apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri tekan dan spasme (Price.S,

2012)

Apendisitis dapat ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dengan risiko

menderita apendisitis selama hidupnya mencapai 7-8%. Insiden tertinggi

dilaporkan pada rentang usia 20-30 tahun, hal ini diakibat pola makan atau

kurangnya konsumsi makannan berserat, pada anak kurang dari satu tahun

jarang ditemukan, sedangkan pada usia lebih dari 60 tahun berkisar antara

1
2

20-30% dan meningkat 32-72% pada Kasus perforasi apendiks pada

apendisitis akut (Sjamsuhirajat.R, 2010).

Angka kejadian apendisitis cukup tinggi di dunia. Berdasarkan World Healt

Organisation (2010) yang dikutip oleh Naulibasa (2011), angka mortalitas

akibat apendisitis adalah 21.000 jiwa, dimana populasilaki-laki lebih banyak

dibandingkan perempuan. Angka mortalitas sekitar 12.000 jiwa pada laki-laki

dan sekitar 10.000 jiwa pada perempuan. Di amerika serikat terdapat 70.000

kasus apendisitis setiap tahunnya (Eylin, 2009). Hasil survey Departemen

Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2008 angka kejadian apendiksitis

di sebagian besar wilayah Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di

Indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit apendiksitis berjumlah

sekitar 7% dari jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang.

Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di Indonesia,

apendiksitis akut merupakan salah satu penyebab dari akut abdomen dan

beberapa indikasi untuk dilakukan operasi kegawatdaruratan abdomen.

Insidensi apendiksitis di Indonesia menempati urutan tertinggi diantara kasus

kegawatan abdomen lainnya (Depkes, 2008).

Penanganan standar apendisitis di dunia adalah operasi pengangkatan

apendiks yang disebut apendiktomi dan dilakukan laparatomi jika sudah

terjadi perforasi (Pisano.M, 2013). Pembedahan yang dilakukan dengan

tindakan apendiktomi ini akan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.


3

Nyeri terjadi akibat luka insisi, penarikan, manipulasi jaringan serta organ.

Nyeri juga dapat terjadi akibat stimulasi ujung serabut saraf oleh zat-zat kimia

(histamin, kinin, bradikinin) yang dikeluarkan saat pembedahan atau iskemia

jaringan karena terganggunya suplai darah. Suplai darah terganggu karena

ada penekanan, spasme otot, atau edema, trauma pada serabut kulit

mengakibatkan nyeri yang tajam dan terlokalisasi (Baradero dkk, 2008).

Pasca pembedahan (pasca operasi) pasien merasakan nyeri hebat dan 75%

penderita mempunyaipengalaman yang kurang menyenangkan akibat nyeri

yang tidak adekuat (Novarizki, 2009). Bila pasien mengeluh nyeri maka

hanya satu yang mereka inginkan yaitu mengurangi rasa nyeri. Hal itu wajar,

karena nyeri dapat menjadi pengalaman yang kurang menyenangkan akibat

pengelolaan yang tidak adekuat (Zulaik, 2008). Tingkat dan keparahan nyeri

pasca operatif tergantung pada fisiologis dan psikologis individu dan toleransi

yang ditimbulkan nyeri (Brunner & Suddart, 2002). Perawat berperan dalam

mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan pasien dan membantu serta

menolong pasien dalam memenuhi kebutuhan tersebut termasuk dalam

manajemen nyeri (Lawrence, 2002). Menurut Simpson (2001), keahlian

perawat dalam berbagai strategi penanganan rasa nyeri adalah hal yang sangat

penting, tapi tidak semua perawat meyakini atau menggunakan pendekatan

non farmakologis untuk menghilangkan rasa nyeri ketika merawat pasien post

operasi karena kurangnya pengenalan teknik non farmakologis, maka perawat

harus mengembangkan keahlian dalam berbagai strategi dalam penanganan

rasa nyeri diantaranya dengan melakukan teknik relaksasi. Teknik relaksasi


4

dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah teknik relaksasi

genggam jari.

Teknik relaksasi genggam jari merupakan suatu tindakan pengurangan nyeri

yang dapat pula dilakukan untuk mengurangi nyeri pada pasien post op

apendiktomi. Teknik menggenggam jari merupakan bagian teknik Jin Shin

Jyutsu. Jin Shin Jyutsu adalah akupresur jepang. Bentuk seni yang merupakan

sentuhan sederhana tangan dan pernafasan untuk menyeimbangkan energi

didalam tubuh. Tangan (jari dan telapak tangan) adalah alat bantu sederhana

dan ampuh untuk menyelaraskan dan membawa tubuh menjadi seimbang.

Setiap jari tangan berhubungan dengan sikap sehari-hari. Ibu jari

berhubungan dengan perasaan khawatir, jari telunjuk berhubungan dengan

ketakutan, jari tengah berhubungan dengan kemarahan, jari manis

berhubungan dengan kesedihan, dan jari kelingking berhubungan dengan

rendah diri dan kecil hati (Hill, 2011).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Pinandita (2012) dengan

judul „pengaruh teknik relaksasi genggam jari terhadap penurunan intensitas

nyeri pada pasien post operasi laparatomi‟, hasil penelitian menunjukkan

yaitu ada perbedaan nilai rata-rata atau mean antara pre dan post dengan

perlakuan teknik relaksasi genggam jari terhadap penurunan intensitas nyeri

pada kelompok eksperimen dengan mean sebelum diberikan teknik relaksasi

genggam jari sebesar 6,64 dan mean sesudah diberikan teknik relaksasi

genggam jari sebesar 4,88. Perbedaan rata-rata intensitas nyeri pre test dan

post test pada kelompok eksperimen adalah 1.764, dengan p-value – 0,000,
5

dimana nilai (p<0,05), artinya ada pengaruh dari teknik relaksasi genggam

jari terhadap penurunan intensitas nyeri pasien pasca laparatomi. Begitu juga

penelitian yang dilakukan Linatu Sofiyah (2014) dengan judul „Pengaruh

teknik relaksasi genggam jari terhadap perubahan skala nyeri pada pasien

post op sectiocaesarea‟. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum

diberikan teknik relaksasi genggam jari sebagian besar mengalami nyeri

sedang sebanyak 9 responden dan sesudah diberikan Teknik relaksasi

genggam jari sebagiaan besar mengalami nyeri ringan 8 responden, dengan

nilai p value sebesar 0,000 (p < a).

Menggenggam jari sambil mengatur napas (relaksasi) dilakukan selama

kurang lebih 3-5 menit dapat mengurangi ketegangan fisik dan emosi, karena

genggaman jari akan menghangatkan titik-titik keluar dan masuknya energi

meridian (energy channel) yang terletak pada jari tangan kita. Titik-titik

refleksi pada tangan akan memberikan rangsangan secara refleks (spontan)

pada saat genggaman. Rangsangan tersebut akan mengalirkan gelombang

listrik menuju otak yang akan diterima dan diproses dengan cepat, lalu

diteruskan menuju saraf pada organ tubuh yang mengalami gangguan,

sehingga sumbatan di jalur energi menjadi lancar (Puwahang, 2011).

Berdasarkan pengalaman penulis selama praktek di RS Pelni Jakarta, pasien

dengan post op apendisitis mengalami nyeri dan mendapatkan pengobatan

anti nyeri dan teknik relaksasi. Tetapi penulis belum melihat pasien dilakukan

teknik relaksasi genggam jari sehingga peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Analisis Intervensi Pemberian Teknik Relaksasi Genggam


6

Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Post Op Apendiktomi di RS Pelni

Jakarta”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka masalah dalam Penelitian ini adalah

Bagaimanakah perubahan tingkat skala nyeri dengan menggunakan teknik

relaksasi Genggam Jari dalam mengurangi nyeri pada pasien post

Appendiktomi di Rumah Sakit PELNI Jakarta?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran intervensi teknik

relaksasi Genggam Jari dalam upaya mengurangi nyeri pada pasien Post

Appendiktomi di Rumah Sakit PELNI Jakarta

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Ilmu Keperawatan

Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan mutu dan kualitas

pelayanan dan asuhan keperawatan kepada pasien post op apendiktomi untuk

mengurangi nyeri.

1.4.2 Bagi Tenaga kesehatan dan Rumah Saki


7

Penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan mutu dan kualitas

pelayanan dan asuhan keperawatan kepada pasien yang akan menjalankan

Operasi Appendik yang dialaminya sehingga skala nyeri dapat dikurangi.

1.4.3 Bagi Pendidikan

Hasil karya tulis ilmiah dalam bentuk penerapan riset ini diharapkan dapat

menambah pengetahuan dalam pembelajaran dan hasil riset penelitian dapat

menjadi acuan Pembelajaran guna memperdalam Ilmu Keperawatan.

1.4.4 Bagi Peneliti

Hasil karya tulis ilmiah dalam bentuk penerapan riset ini diharapkan dapat

menambah pengalaman dalam menentukan tindakan yang akan diterapkan

pada Klien Pasca Operasi Appendiktomi dan Operasi Lainnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Appendiksitis

2.1.1 Definisi Penyakit Appendiksitis

Apendisitis adalah peradangan yang terjadi pada apendiks vermiformis.

Apendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal

dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu

yang selama ini dikenal di masyarakat sebenarnya adalah sekum (Monica,

2002).

Apendisitis adalah suatu proses obstruksi kemudian diikuti proses infeksi dan

disusul oleh peradangan dari apendiks vermiformis (Nugroho, 2011).

Apendiktomi adalah pengangkatan apendiks terinflamasi dapat dilakukan pada

pasien dengan menggunakan pendekatan endoskopi, namun adanya

perlengkapan multiple posisi retroperitoneal dari apendiks atau robek perlu

dilakukan prosedur pembukaan. Apendiktomi adalah pengangkatan secara

bedah apendiks vermiformis (Saferi, 2013).

8
9

2.1.2 Etiologi

Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun

apendiks menghasilkan lender 1-2 ml per hari yang normalnya dicurahkan ke

dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lender ke

muara apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis. Selain itu hiperplasi

limfe, tumor apendiks dan cacing aksaris dapat menyebabkan penyumbatan

(Saferi, 2013).

2.1.3 Patofisiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

folikel limfoid, fokalit, benda asing, struktur karena fikosis akibat peradangan

sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus di

produksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin

banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan. Tekanan yang meningkat tersebut akan

menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan

ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai

oleh nyeri epigastrum.

Sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus

dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri abdomen kanan bawah, keadaan ini

disebut dengan apendisitis sukuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi

infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangree, stadium ini disebut
10

dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan

terjadi apendisitis perforasi.

Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan

bergerak ke arah apendiks sehingga timbul suatu massa lokal yang disebut

infiltrate apendukulari, peradangan tersebut dapat menjadi abses atau

menghilang (Mansjoer, 2005).

2.1.4 Manifestasi Klinis

Ditentukan oleh posisi dari apendiks dan apakah apendiks mengalami ruptur.

Tanda – tanda vital memperlihatkan takikardi ringan atau kenaikan temperatur

100C. Posisi yang nyaman bagi pasien adalah posisi seperti fetus atau

terlentang dengan tungkai ditarik, terutama tungkai kanan. Gerakan posisional

menyebabkan nyeri. Apendiks anterior memberikan nyeri tekan maksimum,

kekakuan otot (defense muskular), dan nyeri lepas pada titik McBurney

(sepertiga jarak dari spina iliaka anterior superior ke umbilikus).

Tanda Rovsing (nyeri kuadran kanan bawah dengan palpasi dalam kuadran kiri

bawah) menandakan iritasi peritoneum. Tanda psoas (dengan perlahan paha

kanan pasien diekstensikan pada saat berbaring pada sisi kiri ) memperlihatkan

inflamasi di dekatnya pada saat meregangkan otot iliopsoas. Tanda obturator

(rotasi interna pasif dari paha kanan yang difleksikan dengan pasien dalam

posisi terlentang) menandakan iritasi di dekat obturator internus. Apendisitis

rektosekal dapat timbul dengan nyeri hebat. Apendisitis pelvikum dapat


11

memberikan nyeri pada pemeriksaan rektum, dengan penakanan pada kantong

Douglas. ( Schwartz, 2000 )

2.1.5 Komplikasi

Menurut Mansjoer, 2000 Komplikasi Apendisitis yaitu:

2.1.5.1 Perforasi

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut

kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang

terlokalisasi, ileus, demam, malaise dan leukositosis semakin jelas.

2.1.5.2 Peritonitis

Peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah dengan menutup asal

perforasi. Tindakan lain yang menunjang dengan tirah baring, pemasangan

NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian antibiotik berspektrum

luas.

2.1.5.3 Abses Apendiks

Abses akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung

menggelembung kea rah rectum atau vagina.

2.1.5.4 Pleflebitis (tromboplebitis septik vena portal)

Komplikasi ini dapat menyebabkan demam yang tinggi, panas dingin

menggigil dan ikterus. (Mansjoer, 2000).

2.1.6 Penatalaksanaan Medis Penyakit Apendisitis

Apabila diagnosis apendisitis sudah ditegakkan maka tindakan yang paling

tepat adalah pengangkatan apendiks melalui proses pembedahan (Smeltzer &

Bare 2002). Apabila tindakan pembedahan (Apendiktomi) dilakukan sebelum


12

terjadi ruptur dan terdapat tanda-tanda peritonitis maka biasanya perawatan

pascabedah tanpa disertai penyulit. Pemberian antibiotik biasanya

diindikasikan. Untuk waktu pemulangan dari pasien yang menderita apendisitis

ini tergantung pada seberapa 16 dini penegakan diagnosis, derajat inflamasi

dan penggunaan metode pembedahan yang lakukan yaitu bedah terbuka atau

laparoskopi (Price & Wilson, 2006).

2.1.6.1 Penatalaksanaan Keperawatan.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman yang pernah peneliti alami dalam

hal Appendik tidak ada tata laksana keperawatan khusus yang diberikan pada

pasien apendisitis, adapun tindakan non medis yang diberikan adalah persiapan

pasien untuk apendiktomi diantaranya perawat memastikan kepada dokter

bahwa tes darah, cek urin, rontgen, dan puasa sudah dilaksanakan.

Kemudian tindakan keperawatan yang dapat diberikan post-op adalah

perawatan luka jahitan dan mobilisasi pasien secara teratur untuk mencegah

dekubitus.

2.1.6.2 Operasi Apendiktomi

Operasi usus buntu atau apendiktomi adalah operasi pembedahan untuk

mengangkat usus buntu atau umbai cacing (appendix) yang telah terinfeksi

(apendisitis). Usus buntu merupakan suatu organ berbentuk kantung yang

menempel pada usus besar di bagian kanan bawah. Prosedur apendektomi

termasuk salah satu tindakan darurat medis, pada keadaan dimana usus

buntu meradang dengan hebat dan terancam akan pecah.

Terdapat dua jenis operasi usus buntu yaitu:

2.1.6.2.1 Operasi usus buntu terbuka. Apendektomi terbuka dilakukan dengan

membuat irisan pada bagian kanan bawah perut sepanjang 2-4 inci. Usus
13

buntu diangkat melalui irisan ini kemudian irisan ditutup kembali.

Apendektomi terbuka harus dilakukan jika usus buntu pasien sudah pecah

dan infeksinya menyebar. Apendektomi terbuka juga merupakan metode

yang harus dipilih bagi pasien yang pernah mengalami pembedahan di

bagian perut.

2.1.6.2.2 Operasi usus buntu laparoskopi. Apendektomi laparoskopi dilakukan

dengan membuat 1-3 irisan kecil di bagian kanan bawah abdomen. Setelah

irisan abdomen dibuat, dimasukan sebuah alat laparoskop ke dalam irisian

tersebut untuk mengangkat apendiks. Laparoskop merupakan alat berbentuk

tabung tipis panjang yang terdiri dari kamera dan alat bedah. Pada saat

dilakukan apendektomi laparoskopi, dokter akan memutuskan apakah

dibutuhkan apendektomi terbuka atau tidak.

Kelebihan apendektomi laparoskopi dibanding apendektomi terbuka adalah

rasa nyeri dan bekas luka yang lebih sedikit.

Sebelum dilakukan apendektomi, pasien tidak diperbolehkan untuk makan

dan minum selama setidaknya 8 jam sebelum operasi. Baik sebelum dan

sesudah pelaksanaan apendektomi, pasien diharuskan untuk didampingi

oleh anggota keluarga. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan

riwayat medis untuk memastikan kondisi pasien sebelum apendektomi

dilakukan. Pasien akan diberikan anestesi (bius) total selama pembedahan

berlangsung. Pasien juga akan diberikan cairan intravena yang berisi obat-

obatan baik itu sebelum, sesudah maupun selama dilakukannya tindakan


14

apendektomi. Pada beberapa kasus apendektomi, anestesi lokal dapat

digunakan sebagai pengganti anestesi total

Gambaran umum pelaksanaan apendektomi terbuka adalah sebagai berikut:

1. Dibuat irisan di bagian kanan bawah perut.

2. Otot perut akan dipisahkan dan bagian perut akan dibuka.

3. Apendiks diikat menggunakan benang operasi, lalu dipotong .

4. Jika apendiks sudah pecah, bagian perut akan dibasuh menggunakan air

garam (saline).

5. Air bilasan, darah dan cairan tubuh lain di sekitar area yang dioperasi,

akan dikeluarkan menggunakan alat penyedot khusus.

6. Setelah operasi selesai dilakukan, otot perut dan irisan pada kulit akan

dijahit, kemudian ditutup menggunakan perban untuk mencegah infeksi.

7. Usus buntu yang dipotong akan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis.

Gambaran umum pelaksanaan apendektomi laparoskopi adalah sebagai

berikut:

1. Dibuat irisan kecil di bagian kanan bawah perut. Irisan dapat dibuat di

beberapa tempat untuk memudahkan peralatan masuk ke dalam perut.

2. Gas karbondioksida kemudian dimasukkan ke dalam perut untuk

menggembungkan daerah operasi dan memudahkan dokter melihat organ

dalam pada lokasi operasi.

3. Laparoskopi kemudian dimasukkan ke dalam irisan untuk menemukan

usu buntu.
15

4. Usus buntu kemudian diikat dan dijahit menggunakan benang, setelah itu

dipotong dan diangkat.

5. Cairan dan darah pada rongga perut dan di sekitar lokasi yang dioperasi,

dikeluarkan dengan alat penyedot khusus.

6. Setelah selesai, laparoskop ditarik keluar dari dalam perut. Gas

karbondioksida akan dikeluarkan melalui irisan yang dibuat sebelumnya.

7. Setelah operasi selesai dilakukan, otot perut dan irisan pada kulit akan

dijahit kemudian ditutup menggunakan perban untuk mencegah infeksi.

8. Usus buntu yang dipotong akan dikirim ke laboratorium untuk dianalisis.

Setelah operasi usus buntu dilakukan, pasien akan memiliki luka irisan

operasi yang dapat menimbulkan rasa sakit pada pasien. Dokter akan

memberikan obat penahan rasa sakit tertentu yang harus dikonsumsi rutin

untuk meringankan rasa sakit pada luka.

2.2 Nyeri

2.2.1 Definisi Nyeri

International Association for the Study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri

sebagai suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial

atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (IASP,

2012).
16

Nyeri merupakan fenomena multidimensional sehingga sulit untuk

didefinisikan, pengalaman personal dan subjektif, dan tidak ada dua individu

yang merasakan nyeri dalam pola yang identik (Black, 2014).

Menurut (Zakiyah, 2015), nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak

menyenangkan bersifat sangat subjektif karena perasaan nyeri berbeda pada

setiap orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah

yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya.

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nyeri

2.2.2.1 Pengalaman nyeri masa lalu

Semakin individu mengalami nyeri, semakin takut pula individu tersebut

terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan nyeri tersebut.

Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, ia ingin nyerinya

segera reda dan sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Individu yang

pengalaman nyeri berulang dapat mengetahui ketakutan peningkatan nyeri

dan pengobatannya tidak adekuat (Perry & Potter, 2010)

2.2.2.2 Kecemasan

Ditinjau dari aspek fisiologis, kecemasan yang berhubungan dengan nyeri

dapat meningkatkan persepsipasien terhadap nyeri. Kecemasan pasien

menyebabkan menurunnya kadar serotin. Serotin merupakan neurotransmitter

yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf. Hal inilah

yang mengakibatkan peningkatan sensasi nyeri (Potter & Perry, 2010)


17

2.2.2.3 Jenis Kelamin

Karakteristik jenis kelamin dan hubungan dengan sifat keterpaparan dan

tingkat kerentanan memegang peranan tersendiri. Berbagai penyakit tertentu

ternyata erat hubungannya dengan jenis kelamin, dengan berbagai sifat

tertentu. Penyakit yang hanya dijumpai pada jenis kelamin tertentu, terutama

yang berhubungan erat dengan alat reproduksi atau yang secara genetik

berperan dalam perbedaan jenis kelamin (Potter & Perry, 2010)

2.2.2.4 Kelelahan

Kelelahan akan meningkatkan respon nyeri seseorang dan akan mengurangi

kemampuan beradaptasi terhadap nyeri yang dialaminya. Seringkali keluhan

nyeri akan berkurang setelah melakukan istirahat yang cukup dan liburan

yang panjang (Potter & Perry, 2010)

2.2.2.5 Spiritual

Spiritual membuat seseorang mencari tahu makna atau arti dari nyeri yang

dirasakannya, mengapa nyeri ini terjadi pada dirinya, apa yang telah

dilakukan selama ini, dan lain-lain (Potter & Perry, 2010)

2.2.2.6 Budaya

Faktor budaya yang mempengaruhi nyeri terdiridari (1) makna nyeri dan (2)

suku. Makna dari nyeri yang dirasakan seseorang dihubungkan dengan

pengaruh pengalaman nyeri dan bagaimana seseorang tersebut

mengadaptasikannya. Hal ini sangat berhubungan dengan latar belakang


18

budaya. Seseorang akan merasa nyeri yang berbeda jika mendapatkan sebuah

ancaman, kehilangan, hukuman, atau tantangan (Potter & Perry, 2010)

2.2.3 Fisiologi Nyeri

Dua serat memiliki tanggung jawab utama untuk nociception, transmisi impuls

nyeri dari lokasi cedera ke tanduk dorsal kran dan otak kewanitaan, membuat

rasa sakit menjadi sensasi sadar. Serat A-delta myelinated yang besar dengan

cepat mengirimkan rasa sakit yang tajam dan terlokalisasi dengan baik. Serat

C-polymodal kecil yang tidak bermanuver perlahan mengirimkan nyeri kusam,

terbakar, menyebar, dan juga rasa sakit kronis. Nociceptors, ujung saraf bebas

di tempat kerusakan jaringan yang merespons cedera kimia, mekanik, dan

termal, mengirimkan informasi ke dua serat saraf khusus. Mediator biokimia

(bradikinin, prostaglandin, leukotrien, serotonin, histamin, katekolamin, dan

zat P) diproduksi sebagai respons terhadap kerusakan jaringan. Zat ini

membantu menggerakkan rasa sakit dari ujung saraf ke sumsum tulang

belakang (Ball, Bindler, & Cowen, 2010)

Nosiseptor adalah ujung saraf bebas yang tersebar secara luas di seluruh tubuh.

Dapat ditemukan di perifer pada kulit, fasia, tulang periosteum, otot rangka,

ligament, dan membrane mukosa. Aktivasi nosiseptor yang dimediasi secara

kimiawi dapat diinisiasikan oleh penghancuran dinding sel sebagai akibat

peristiwa seperti kerusakan jaringan, perlukaan, invasi tumor, dan nekrosis sel;

inflamasi; infeksi; kerusakan saraf; dan ekstravasasi plasma dari sistem

sirkulasi berhubungan dengan edema, iskemia, atau oklusi pembuluh darah.

Aktivasi nosiseptor yang dimeiasi secara mekanik dicapai dengan peregangan


19

atau tekanan yang berbahaya yang disebabkan oleh distensi pada viscera, fasia,

atau periosteum; oklusi struktur gastrointestinal atau urogenital; obstruksi

dustuk. Zat kimia mediator nosiseptor pada perifer antara lain bradikinin,

prostaglandin, substansi P, histamine, serotonin, leukotriene, dan factor

pertumbuhan saraf (Black, 2014).

Nyeri merupakan suatu hal yang kompleks serta banyak mediator kimia yang

terlibat dan cenderung bersifat sinergis. Kompleksibilitas dari persepsi nyeri

Diilustrasikan oleh uji respon dengan menyentuh kompor panas menggunakan

tangan anda. Kondisi panas yang ekstrem mengaktivasi nosiseptor dan

menghasilkan potensial aksi dari dua tipe neuron yang berbeda, menghasikan

persepsi dari nyeri cepat dan nyeri lambat. Nyeri cepat dihasilkan oleh saraf

kecil bermielin (serat A-delta), neuron ini membuat berbagai koneksi sinaps di

medulla spinalis. Satu koneksi mengaktivasi neuron motoric yang memicu

refleks menarik tangan. Koneksi sinaps yang lain mengaktivasi urutan neuron

yang melewati thalamus dan berakhir di korteks sensori, sitem limbic, dan

hipotalamus, memberi sensasi akan nyeri. Biasanya dideskripsikan sebagai

sensasi tajam dan terlokalisasi dan biasanya terkait dengan kerusakan pada

kulit dan otot.

Sebaliknya nyeri lambat dihantarkan oleh saraf kecil tidak bermielin (serat C).

Neuron ini juga membuat banyak koneksi pada medulla spinalis, dan

meneruskan informasi ke tengah otak dan formasi reticular serta berkontibusi

terhadap emosional, kognitif, dan komponen situasional dari nyeri.

Dikarakteristikan dengan kerusakan pada kulit, otot, dan organ internal serta
20

bercirikan sensasi tumpul dan terbakar. Aspek yang kurang terlokalisasi pada

nyeri lambat menghasilkan observasi bahwa nyeri berasal dari organ internal

yang dipersepsikan di area dengan dermatoma terkait; misalnya, penyebab

khusus sakit perut sulit untuk didiagnosis (Black, 2014).

Kornu dorsalis pada medulla spinalis adalah hantaran sinaps pertama pada jalur

nosiseptor nyeri. Dua tipe dari serat nyeri masuk lapisan yang berbeda pada

kornu dorsalis. Fiber A-delta memasuki marginalis posterior dan nikleus

proprius. Serat-serat ini menyilang ke sisi yang berlawanan dari medulla

spinalis dan naik pada jalur spinotamik dan membawa sinyal nyeri ke

thalamus. Serat C memasuki substansia gelatinosa dan sinaps pada interneuron

yang membawa sinyal ke otak. Informasi sensori nosiseptif ditransmisikan ke

otak melalui berbagai jalur. Informasi sensori yang di bawa melalui saluran

spinotalamikus dan spinoretikularis ke thalamus medulla spinalis. Neuron dari

thalamus memproyeksikan ke serebral korteks dan juga ke sistem limbic.

Amigdala menerima stimulasi nosiseptif melalui saluran spinomesensefalik

dan mengintegrasi perasaan ketakutan di antara semua emosi dasar. Akhirnya

nyeri menghasilkan respon otomatis secara langsung melalui saluran

spinohipotalamikus dan secara tidak langsung melalui aktivitas dari thalamus

dan korteks serebral (Black, 2014).

Perbedaan lokasi target untuk saluran nosiseptif yang menurun

mengindikasikan kompleksitas persepsi nyeri. Nyeri cepat adalah sensasi

sematosensori, yang dimulai dengan nosiseptor yang terlibat di lokalisasi

secara tepat pada peta somatic pada tubuh. Sebaliknya, lokakisasi pada nyeri
21

lambat tidak begitu tepat. Lokalisasi nyeri sebenarnya dapat dihasilkan dari

serat C pada dermatoma yang sama. Aferen nosiseptif juga merupakan sinaps

di RAS, dimana mereka dapat mengatur tingkat kesadaran dan perhatian. Nyeri

menghasilkan respon simpatis sistem saraf autonomi termasuk peningkatan

denyut jantung dan frekuensi nafas. Pada akhirnya terdapat aspek emosional

yang signifikan pada nyeri, disebarkan melalui sistem limbik dan korteks

insular (Black, 2014).

Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.

Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nosiseptor, merupakan ujung-ujung saraf

sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang

tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding

arteri, hati, dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon

akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat

kimiawi seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-macam asam

yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan

oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik, atau mekanis;

Stimulasi yng diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-

impuls nyeri ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yang bermyelin

rapat atau serabut A (delta) dan serabut lamban (serabut C).

Impuls-impuls yang ditransmisikan oleh serabut delta A mempunyai sifat

inhibitor yang ditransmisikan ke serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke

spinal melalui akar dorsal (dorsal root) serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal

horn terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan. Di antara
22

lapisan dua dan tiga terbentuk substantia gelatinosa yang merupakan saluran

utama impuls. Kemudian, impuls nyeri menyeberangi sumsum tulang belakang

pada interneuron dan bersambung ke jalur spinal asendens yang paling utama,

yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur spinothalamus dan

spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi

nyeri. Dari proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya nyeri,

yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan

reseptor pada otak yang terdiri atas jalur spinal desenden dari thalamus yang

melalui otak tengah dan medula ke tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang

yang berkonduksi dengan nosiseptor impuls supresif. Serotonin merupakan

neurotransmitter dalam impuls supresif. Sistem supresif lebih mengaktifkan

stimulasi nosiseptor yang ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate

merupakan jalur desenden yang tidak memberikan respon terhadap naloxone

yang kurang banyak diketahui mekanismenya (Barbara, (1989) dalam Aziz

(2012)).

2.2.4 Penilaian Skala Nyeri

Intensitas nyeri merupakan gambaran tentang seberapa pada nyeri dirasakan

oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan kemungkinan

nyeri dalamintensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang

berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling

mungkinadalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu

sendiri, namun pengukuran dengan teknik ini juga tidak dapat memberikan

gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007). Penilaian intensitas

nyeri dapat dilakukan dengan skala sebagai berikut :


23

2.2.4.1 Skala Numerik

Skala yang menggunakan garis bagian tengahnya, pembagian disepanjang

garis tersebut ditandai dengan unit dari 0-5 atau 10 (banyaknya nomor

bervariasi). Skala ini dianjurkan untuk digunakan pada anak yang berusia

minimal 5 tahun, selama mereka dapat menghitung dan memiliki beberapa

konsep angka dan nilai-nilai dalam kaitannya dengan angka yang lain

(Hockenberry & Wilson, 2007). Skala dapat digunakan secara horizontal atau

vertikal. Pengkodean angka harus sama dengan skala lain yang digunakan di

satu fasilitas (Wong, 2008).

Gambar 2.1 Skala Numerik

Sumber : Wong, 2008

Keterangan :
Skala 0 : Tidak nyeri
Skala 1-3 : Nyeri ringan
Skala 4-6 : Nyeri sedang
Skala 7-9 : Nyeri berat
Skala10 : Nyeri sangat berat

2.2.4.2 Visual Analog Scale (VAS)


Didefinisikan sebagai garis vertikal atau horizontal yang dibuat sampai

dengan panjang tertentu seperti 10 cm dan ditambahkan oleh hal-hal yang

mewakili fenomena subjektif yang ekstrim misalnya nyeri yang diukur.

Penggunaan skala ini dapat dilakukan dengan meminta anak menempatkan

sebuah tanda pada garis yang paling menggambarkan jumlah nyeri yang
24

dialami. Dengan penggaris sentimeter, ukur dari ujung “tanpa nyeri” sampai

ke tanda tersebut dan catat hasil pengukuran ini sebagai skor nyeri

(Hockenberry & Wilson, 2007). Skala ini dapat digunakan untuk anak-anak

berusia 4,5 tahun, lebih baik setidaknya pada usia 7 tahun (Wong, 2008).

Gambar 2.2 Visual Analog Scale (VAS)

Sumber : Wong, 2008

2.2.4.3 Skala Ekspresi Wajah

Skala deskriptif merupakan alat tingkat keparahannyeri yang lebih objektif.

Skala pendeskripsian verbal (Verbal Descriptor Scale) merupakan sebuah

garis yang terdiri dari tiga sampai limakata pendeskripsi yang tersusun

dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diurutkan dari

“tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.

Gambar 2.3 Skala Ekspresi Wajah

Keterangan :
Skala 0 : Tidak nyeri
Skala 1-3 : Nyeri ringan
Skala 4-6 : Nyeri sedang
Skala 7-9 : Nyeri berat
Skala10 : Nyeri sangat berat
25

2.2.4.4 Penilaian Skala Nyeri Berdasarkan PQRST

P : Provokatif atau paliatif

Apa kira-kira penyebab timbulnya nyeri, apakah karena tekanan, akibat

penyayatan.

Q : Qualitas atau quantitas

Seberapa berat keluhan nyeri terasa, bagaimana rasanya, seberapa sering

R : Region atau lokasi

Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut dirasakan, apakah juga menyebar ke

daerah lainnya

S : Scale atau skala

Skala kegawatan dapat dilihat menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale)

untuk gangguan kesadaran, skala nyeri.

T : Timing atau waktu

Kapan keluhan nyeri tersebut nulai ditemukan atau dirasakan, seberapa

sering keluhan nyeri tersebut dirasakan, apakah terjadi secara mendadak

atau bertahap

Nyeri dapat diatasi dengan terapi/pengobatan. Selain itu dapat pula

dilakukan teknik relaksasi. Teknik relaksasi diantaranya adalah teknik

relaksasi genggam jari.


26

2.3 Konsep Teknik Genggam Jari

2.3.1 Definisi Teknik Genggam Jari

Teknik genggam jari adalah cara yang mudah untuk mengelolaemosi dan

mengembangkan kecerdasan emosional (Cane, 2013)

Teknik genggam jari adalah sebuah teknik relaksasi sederhana yang mudah

dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan tangan dan aliran tubuh

manusia. Teknik relaksasi membuat pasien dapat mengontrol dan jika terjadi

rasa tidak nyaman atau nyeri, stress fisik, dan emosi pada nyeri (Potter &

Perry, 2010)

Teknik relaksasi genggam jari adalah sebuah teknik relaksasi yang sangat

sederhana dan mudah dilakukan oleh siapapun yang berhubungan dengan jari

tangan serta aliran energi di dalam tubuh kita. Teknik genggam jari disebut

juga finger hold (Liana, 2008)

Teknik menggenggam jari merupakan bagian teknik Jin Shin Jyutsu. Jin Shin

Jyutsu adalah akupresur jepang. Bentuk seni yang merupakan sentuhan

sederhana tangan dan pernafasan untuk menyeimbangkan energi didalam

tubuh. Tangan (jari dan telapak tangan) adalah alat bantu sederhana dan ampuh

untuk menyelaraskan dan membawa tubuh menjadi seimbang. Setiap jari

tangan berhubungan dengan sikap sehari-hari. Ibu jari berhubungan dengan

perasaan khawatir, jari telunjuk berhubungan dengan ketakutan, jari tengah


27

berhubungan dengan kemarahan, jari manis berhubungan dengan kesedihan,

dan jari kelingking berhubungan dengan rendah diri dan kecil hati (Hill, 2011).

2.3.2 Tujuan Teknik Relaksasi Genggam Jari

2.3.2.1 Mengurangi nyeri, perasaan takut, dan cemas

2.3.2.2 Mengurangi perasaan panik, khawatir, dan terancam

2.3.2.3 Memberikan perasaan yang nyaman pada tubuh

2.3.2.4 Menenangkan pikiran dan dapat mengontrol emosi

2.3.2.5 Melancarkan aliran dalam darah

2.3.3 Manfaat Teknik Relaksasi Genggam Jari

Teknik relaksasi ini dapat membantu kita untuk menjadi lebih tenang dan fokus

sehingga kita dapat mengambil tindakan atau respon yang tepat dalam

menghadapi situasi nyeri (Cane, 2013). Teknik relaksasi genggam jari ini

sangat berguna untuk mengurangi nyeri, hal ini sudah diteliti oleh Pinandita

(2012) yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari teknik relaksasi genggam

jari terhadap penurunan intensitas nyeri pasien pasca laparatomi. Hal itu

diungkapkan pula oleh Linatu Sofiyah (2014) bahwa sebelum diberikan teknik

relaksasi genggam jari, sebagian besar mengalami nyeri sedang sebanyak 9

responden dan sesudah diberikan Teknik relaksasi genggam jari sebagian besar

mengalami nyeri ringan sebanyak 8 responden.


28

2.3.4 Implementasi Teknik Relaksasi Genggam Jari

Implementasi teknik relaksasi genggam jari dapat dilakukan dengan tahapan

sebagai berikut menurut Liana (2008) :

2.3.4.1 Cara melakukan teknik relaksasi genggam jari dengan mulai memegang tiap

jari mulai dari ibu jari selama 2-3 menit

2.3.4.2 Lalu anda bisa menggunakan tangan yangmana saja

2.3.4.3 Tarik nafas, hiruplah rasa dengan harmonis, damai, nyaman, dan kesembuhan

2.3.4.4 Ketika menghembuskan nafas, hembuskanlah secara perlahan sambil

melepaskan perasaan yang mengganggu pikiran dan bayangkan emosi yang

mengganggu tersebut keluar dari pikiran kita


29

2.4 Kerangka

Apendisitis

Apendiktomi

Nyeri

Terapi Relaksasi Genggam Jari

Subjek 1 Subjek 2

Nyeri Berkurang Nyeri Berkurang


BAB III

METODE STUDI KASUS

Metode Penelitian akan menguraikan tentang rancangan Penelitian, subyek

Penelitian, fokus studi, definisi operasional, instrumen Penelitian, metode

pengumpulan data, lokasi dan waktu Penelitian, penyajian data, dan etika

Penelitian. Pada pasien POST Appendiktomi yang sedang menjalani perawatan

di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit PELNI Jakarta.

3.1 Jenis/Desain/Rancangan Penelitian

Desain Penelitian Deskriptif yang dipilih untuk penelitian yang akan

dilaksanakan yaitu Studi Kasus.

Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu

unit penelitian secara intensif, misal satu pasien, keluarga, kelompok,

komunitas, atau institusi. Meskipun jumlah subyek cenderung sedikit, jumlah

variabel yang diteliti sangat luas (Nursalam, 2003).

Studi kasus adalah salah satu jenis penelitian kualitatif, dimana peneliti

melakukan eksplorasi secara mendalam terhadap program, kejadian, proses,

aktivitas, terhadap satu atau lebih orang. Suatu kasus terikat oleh waktu dan

aktivitas dan peneliti melakukan pengumpulan data secara mendetail dengan

menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data dan dalam waktu yang

berkesinambungan (Sugiyono, 2012).

30
31

Studi kasus disebut sebagai studi longitudinal, artinya subyek tidak hanya

diobservasi pada satu saat tetapi diikuti selama periode yang ditentukan.

Peneliti melakukan pengukuran variabel tergantung, yakni efek; sedangkan

variabel bebasnya dicari secara retrospektif (Sastroasmoro, 2014).

Penelitian ini melibatkan dua penderita Apendisitis yang menjalani Op

Apendiktomi yang menjalani perawatan, dipilih secara acak. Pada Penelitian

ini, Peneliti melakukan intervensi teknik relaksasi genggam jari untuk

menurunkan intensitas nyeri pada pasien Post Op Apendiktomi yang menjalani

perawatan

3.2 Subjek Penelitian

Subyek Penelitian merupakan tempat variable melekat. Subyek Penelitian

adalah tempat dimana data untuk variable Penelitian diperoleh (Arikunto,

2010). Subyek Penelitian adalah suatu pertimbangan tertentu seperti sifat-sifat

populasi ataupun ciri-ciri yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo,

2010).

Metode Penelitian yang dipakai adalah pengambilan menggunakan purposive

sampling. Menurut Sugiyono (2012) pengertian purposive sampling adalah

teknik penentuan sampel dengan berdasarkan kriteria-kriteria atau

pertimbangan tertentu.
32

Kriteria inklusi adalah karakteistik umum subyek Penelitian dari suatu populasi

target yang terjangkau yang akan diteliti. Kriteria eksklusi adalah

menghilangkan atau mengeluarkan subyek yang tidak memenuhi kriteria

inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam, 2013).

3.3 Kriteria Inklusi

3.3.1.1 Pasien yang sedang menjalani rawat inap dan setelah dilakukan operasi

Appendiktomi hari kedua

3.3.1.2 Pasien yang bersedia untuk mengikuti Penelitian.

3.3.1.3 Pasien dengan Post Operasi Appendik.

3.3.1.4 Pasien Appendik dengan kesadaran Compos Mentis.

3.3.1.5 Pasien dengan hasil pemeriksaan skala nyeri 2 – 6.

3.3.1.6 Pasien Appendik berusia 17 - 35 tahun.

3.4 Kriteria Ekslusi :

3.4.1 Pasien yang tidak bersedia untuk mengikuti Penelitian.

3.4.2 Pasien dengan kesadaran Apatis, Somnolen, dan Soporo Koma.

3.4.3 Pasien dengan komplikasi penyakit lain.

3.4.4 Pasien Appendik berusia >35 Tahun.

3.4.5 Pasien dengan hasil pemeriksaan skala nyeri > 6.

3.4.7 Pasien dengan Psikologi tidak stabil ( Depresi ).


33

3.5 Fokus Studi

Fokus studi adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan

penelitian. Fokus studi dari penelitian ini adalah “Penurunan tingkat nyeri pada

pasien Post Appendiktomi yang mendapat intervensi teknik relaksasi Genggam

Jari “.

3.6 Definisi Operasional

Hasil
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Skala Ukur
Ukur
Teknik Teknik Relaksasi Menggunakan Alat Ukur Kwesioner Nyeri
Relaksasi Genggam Jari Skala Numerik List Berkurang
Genggam merupakan salah satu
Jari teknik dalam
mengurangi atau
menghilang rasa nyeri
dengan cara
menggenggam jari
sambil mengatur napas
(relaksasi) dilakukan
selama kurang lebih 3-5
menit yang dapat
mengurangi ketegangan
fisik dan emosi, karena
genggaman jari akan
menghangatkan titik-
titik keluar dan
masuknya energi
meridian (energy
channel) yang terletak
pada jari tangan kita.

Nyeri Nyeri merupakan bentuk Menggunakan Alat Ukur Skala Skala Nyeri
ketidaknyamanan yang Skala Numerik Numerik 0-1
dapat dialami oleh setiap
orang
34

3.7 Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, teknik yang

akan peneliti gunakan adalah screnning keperawatan medikal bedah.

3.7.1 Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah lembar observasi yang

menunjukan dan menjelaskan tentang karakteristik nyeri yang ada pada

pasien tersebut.

3.7.2 Prosedur Penelitian Data

3.7.2.1 Tahap Persiapan

3.7.2.1.1 Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian ke institusi

pendidikan setelah sidang proposal.

3.7.2.1.2 Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian yang ditujukan

kepada Rumah Sakit melalui institusi pendidikan`

3.7.2.1.3 Peneliti menyampaikan ijin penelitian kepada kepala ruangan dan perawat

yang ada diruangan tersebut

3.7.2.2 Tahap Pelaksanaan

3.7.2.2.1 Peneliti melakukan penelitian di Rumah Sakit PELNI Jakarta

3.7.2.2.2 Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang akan dilakukan

serta proses pelaksanaan dari penelitian yang akan dilaksanakan kepada

kepala ruangan

3.7.2.2.3 Peneliti menyiapkan lembar observasi nyeri

3.7.2.2.4 Mencari atau memilih calon subyek penelitian yang sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi


35

3.7.2.2.5 Peneliti dan pembimbing menjelaskan kegiatan penelitian yang akan

dilakukan pada subyek penelitian (pemberian teknik relaksasi Genggam

Jari pada pasien Post-op Appendiktomi)

3.7.2.2.6 Meminta persetujuan dari calon subyek penelitian untuk bersedia dan

berpartisipasi dalam penelitian ini

3.7.2.2.7 Meminta subyek penelitian untuk membaca surat persetujuan dan

menyatakan persetujuan dengan menandatangani surat persetujuan

3.7.2.2.8 Melakukan pengkajian pada subyek penelitian tentang perasaannya dan

nyeri yang dirasakan

3.7.2.2.9 Setelah mendapatkan data subyek penelitian, peneliti melakukan teknik

relaksasi benson yang akan diterapkan pada subyek penelitian.

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit PELNI

Jakarta Jl. AIPDA KS.Tubun No.92-94, Petamburan - Jakarta Barat. Waktu

penelitian akan dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut dilakukan dalam 2

kali sehari (Pagi dan Sore), pada akhir bulan Juni 2019 pada pasien

appendiktomi yang menjalani perawatan.

3.9 Analisis Data dan Penyajian Data

Penilaian nyeri dengan melihat respon nyeri pada pasien post apendiktomi,

Skor nyeri dinilai selama + 10 menit sampai selesai yaitu pada saat 3 menit

sebelum teknik relaksasi genggam jari dilakukan, pada saat 5 menit ketika

teknik relaksasi genggam jari dilakukan, serta pada saat 2 menit setelah teknik
36

relaksasi genggam jari dilakukan. Hasil penilaian skor nyeri disajikan dalam

bentuk naratif dan grafik.

3.10 Etika Penelitian

Etika Penelitian bertujuan untuk menjaga kerahasian identitas subjek Penelitian

akan kemungkinan terjadinya ancaman terhadap subyek Penelitian (Nursalam,

2003).

3.10.1 Informed Consent

Informed consent adalah persetujuan tindakan yang diberikan oleh pasien atau

keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap

mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut

(Wordpress.com). Dalam penelitian ini infromed consent sebagai perjanjian

antara dua pihak, apakah pasein setuju atau tidak menjadi responden untuk

penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Sebelum diberikannya informed

consent, calon responden diberikan penjelasan terkait maksud dan tujuan

peneliti. Jika memang calon responden setuju menjadi responden untuk

penelitian, calon responden menandatangani lembar informed consent dengan

sukarela dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

3.10.2 Anonimity

Anonimity merupakan etika penelitian dimana penelitian tidak mencantumkan

nama responden pada lembar alat ukur, tetapi hanya menuliskan kode pada

lembar pengumpulan data. Kode yang digunakan berupa nomor responden.


37

3.10.3 Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang dikumpulkan dari subyek dijamin oleh peneliti,

seluruh informasi akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan hanya

kelompok tertentu saja yang disajikan atau dilaporkan sebagai hasil penelitian

3.10.4 Right to self-determination (hak untuk ikut menjadi subyek Penelitian)

Subyek Penelitian mempunyai hak memutuskan apakah mereka bersedia

menjadi subyek ataupun tidak tanpa adanya sangsi apapun atau akan

berakibat terhadap kesembuhannya jika mereka seorang pasien


DAFTAR PUSTAKA

Alder AC, Fomby TB, Woodward WA, Haley RW, Sarosi G, Livingston EH.
Association of viral infection and appendicitis. Arch Surg. 2010
Jan;145(1):63

Andra, Ns. Saferi Wijaya, S.Kep dan Ns. Yessie Mariza Putri, S.Kep. 2013. KMB 2
Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa).Yogyakarta:Nuha
Medika.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta

Ball, JW., Bindler, RC & Cowen, KJ. (2010). Principles of Pediatric Nursing

Baradero, M., et al. (2008). Keperawatan perioperatif : Prinsip dan praktik. Jakarta :
EGC

Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa:
Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC,
Jakarta.

Cane, PM. (2013). Hidup Sehat Dan Selaras Penyembuhan Trauma. Alih Bahasa:
Maria, S & Emmy, L.D. Yogyakarta: Capacitar International, INC. Caring
for Children, 5th Edition. New Jersey:Pearson Education.

Ester, Monika, (2002). Penyakit Apendiksitis Secara Garis Besar. Jakarta: Media
Aesculapius.

Eylin, 2009. Karakteristik Pasien dan Diagnosis Histologi pada Kasus Apendisitis
Berdasarkan Data Registrasi di Departemen Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia RSCM pada Tahun 2003 – 2007.
Jakarta:Universitas Indonesia

Hill, R. Y. (2011). Nursing from the inside-out:Living and nursing from the highest
point of your consciousness. London: Jones and Barlett Publishers

Hockenberry , J.M. & Wilson, D. (2007). Wong‟s nursing care of infant and
children. (8 th edition). Canada: Mosby Company.

IASP (International Association for Study of Pain). 2012. Global Year Against Acute
Pain

38
Jaffe BM, Berger DH. The apendix. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz‟s principles ofsurgery
10th ed. McGraw-Hill Companies Inc, 2010. p.1119-1138

Lawrence. M, dkk. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam. Edisi 1.
Jakarta: Salemba Medika.

Liana, E. (2008). Teknik Relaksasi: Genggam Jari untuk


KeseimbanganEmosi.http://www.pembelajar.com/teknikrelaksasigenggam
jariuntukkeseimbanganemosi (Diakses 27 mei 2019)

Linatu, 2014. Pengaruh Teknik Relaksasi genggam Jari Terhadap perubahan skala
Nyeri pada Pasien Post Operasi section Caesarea di RSUD Prof.Dr.
margono soekarno Purwekerto.

Mansjoer, A (2000) Kapita Selekta Kedokteran jilid I. Jakarta: Media Aesculapius.

Mansjoer, Arif dkk. 2005. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid 1 Cetakan
keenam. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI

Mustawan, Zulaik.(2008). Hubungan Penggunaan Mekanisme Koping Dengan


Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Operasi Fraktur Femur di Unit
Orthopedi RSU Islam Kustati Surakarta. Skripsi. Surakarta: Fakultas Ilmu
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Naulibaza (2011). Latar Belakang Appendik. Http //: Repositori: USU. ac.id. diakses
tgl 27 mei 2019

Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Novarizki, Arina Maliya. (2009). Pengaruh Tekhnik Relaksasi Nafas Dalam


KARIMA UTANIA SURAKARTA. From:
http://www.publikasilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3607/N
OVARIZKI-ARINAMALIYA FIX.pdf?sequence=1

Nugroho, T. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah Dan Paenyakit


Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan


Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Nursalam. 2013. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis :


Jakarta : SalembaMedika.

Pinandita, I. Purwanti, E. & Utoyo, B. (2012), Jurusan Keperawatan STIKes


Muhammadiyah Gombong Pengaruh Tehnik Relaksasi Genggam Jari
Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi
Laparatomi, Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 8 (1).

39
Pisano M et al,2013. Conservative treatment for uncomplicated acute appendicitis in
adult. Emergency medicine and Health Care: 1-6

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi 7.
Vol. 3. Jakarta : EGC

Price & Wilson. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC.

Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit, edisi
ke-6. Jakarta: EGC.

Puwahang. (2011). Jari-jaritangan. http://titikrefleksi-pada-tangan. (Diakses 27 mei


2019)

Sastroasmoro, Sudigdo (2014). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta:


Sagung Seto.

Schwartz. 2010. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Simpson, K. (2001). Perinatal Nursing. Philadelphia: Lippincott

Sjamsuhidajat & de jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah.Jakarta: EGC

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Tamsuri, 2007, Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri EGC, Jakarta

WHO. 2010. Prevalensi Penyakit Apendiktomi, 24 september 2011. http//Angka


Kejadian Apendiktomi.co.id

Wong, D.L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, M.L, Schwartz, P. 2008.
Wong‟s essential‟s of pediatric nursing. 6th Ed. St. Louis, Missouri:
Mosby.

Zakiyah, Ana. 2015. Nyeri Konsep dan Penatalaksanaan dalam Praktik Keperawatan
Berbasis Bukti. Jakarta: Salemba Medika

40
Lampiran 1

JADWAL PENELITIAN

Mei Juni Juli Agustus


No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Pengajuan Judul

Penyusunan
2
Proposal
Pengumpulan
3
Proposal
4 Ujian Proposal
5 Revisi Proposal
6 Ujian Etik
Persiapan
7
Implementasi
Implementasi
8
Penelitian

Penyusunan Hasil
9
Penelitian

Ujian Hasil
10
Penelitian
Revisi Hasil
11
Penelitian

12 Pengumpulan KTI

41
Lampiran 2

PENJELASAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN

(PSP)

1. Kami adalah Peneliti berasal dari Akademi Keperawatan PELNI Jakarta dengan

ini meminta saudara /i untuk berpartisipasi dengan sukarela dalam penelitian yang

berjudul “Analisis Intervensi Pemberian Teknik Relaksasi Genggam Jari

Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Op Apendiktomi di Ruang

Rawat Inap di Rumah Sakit PELNI Jakarta”

2. Tujuan dari penelitian studi kasus ini adalah untuk Analisis Intervensi Pemberian

Teknik Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien

Post Op Apendiktomi di Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit PELNI Jakarta yang

dapat memberi manfaat untuk menurunkan intensitas nyeri post op apendiktomi.

Penelitian ini akan berlangsung selama 3 hari berturut-turut.

3. Prosedur pengambilan bahan data dengan cara wawancara terpimpin dengan

menggunakan pedoman wawancara yang akan berlangsung lebih kurang 15-20

menit. Cara ini mungkin menyebabkan ketidaknyamanan tetapi saudara /i tidak

perlu khawatir karena penelitian ini untuk kepentingan pengembangan Ilmu

Keperawatan.

4. Keuntungan yang saudara /i peroleh dalam keikutsertaan saudara /i pada

penelitian ini adalah saudara /I dapat mendapat informasi baru mengenai cara

menurunkan intensitas nyeri post op apendiktomi dengan teknik relaksasi

genggam jari

5. Nama dan jati diri saudara /i beserta seluruh informasi yang saudara sampaikan

akan tetap dirahasiakan.

42
6. Jika saudara membutuhkan informasi sehubungan dengan penelitian ini, silakan

menghubungi peneliti pada nomor Hp: 085883124580

Peneliti,

Eka Rahayu

43
Lampiran 3

INFORMED CONSENT

(Persetujuan menjadi Partisipan)

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa saya telah

mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai penelitian yang akan

dilakukan oleh Eka Rahayu dengan judul ” Analisis Intervensi Pemberian Teknik

Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pada Pasien Post Op

Apendiktomi di Ruang Rawat Inap di Rumah Sakit PELNI Jakarta”.

Saya memutuskan setuju untuk ikut berpartisipasi pada penelitian ini secara

sukarela tanpa paksaan. Bila selama penelitian ini saya menginginkan mengundurkan

diri, maka saya dapat mengundurkan sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

Jakarta, Juli 2019

Saksi Yang memberikan persetujuan

(...........................................) (............................................)

Peneliti

Eka rahayu

44
Lampiran 4

LEMBAR WAWANCARA

LEMBAR WAWANCARA UNTUK PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI

GENGGAM JARI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA

PASIEN POST OP APENDIKTOMI DI RUANG RAWAT INAP DI RUMAH

SAKIT PELNI JAKARTA

Nama Responden :

Usia :

Nomer Rekam Medis :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Tanggal Pengkajian :

No Telepon :

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Jelaskan bagaimana rasa nyeri ?

2 Apakah nyeri terasa menyebar ke anggota

tubuh lainnya ?

3 Seberapa parah nyeri yang dirasakan ?

45
4 Kapan nyeri paling terasa berat ?

5 Apakah terasa nyaman atas pemberian

teknik relaksasi genggam jari ?

6 Bagaimana perasaan setelah dilakukan

teknik relaksasi genggam jari ?

7 Apakah nyeri berkurang setelah dilakukan

teknik relaksasi genggam jari ?

46
Lampiran 5

PERFORMANCE ASSESSMENT

(Lembar Kerja)

Skala Penelitian
No Sistem Penilaian Keterangan
Ya Tidak

1. Persiapan Alat :

a) Papan skala nyeri NRS

b) Lembar skala nyeri NRS

c) Sarung tangan bersih

2. Cara kerja :

a) Salam terapeutik

b) Menjelaskan tujuan tindakan pada

pasien

c) Cuci tangan

d) Memakai sarung tangan

e) Posisikan pasien dengan supinasi :

(1) Menganjurkan pasien berbaring

dalam posisi supinasi

(2) Kedua tungkai kaki diluruskan dan

terbuka sedikit

47
(3) Kedua tangan rileks disamping

bawah lutut dan kepaladiberi bantal

(4) Melakukan pengukuran skala nyeri 2

menit sbelum dilakukan intervensi

teknik relaksasi genggam jari

3. Melakukan teknik genggam jari :

a) Mulai memegang tiap jari mulai dari ibu

jari selama 2-3 menit

b) Bisa menggunakan tangan yangmana

saja

c) Tarik nafas, hiruplah rasa dengan

harmonis, damai, nyaman, dan

kesembuhan

d) Ketika menghembuskan nafas,

hembuskanlah secara perlahan sambil

melepaskan perasaan yang mengganggu

pikiran dan bayangkan emosi yang

mengganggu tersebut keluar dari pikiran

kita

48
Lampiran 6

LEMBAR OBSERVASI

ANALISA INTERVENSI TEKNIK RELAKSASI GENGGAM JARI TERHADAP

PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OP APENDIKTOMI

DI RUANG RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PELNI JAKARTA

No. Hasil Pengukuran Nyeri Sebelum Dilakukan Setelah Dilakukan


Relaksasi Genggam Jari Relaksasi genggam
Jari

1. Skala 0

2. Skala 1

3. Skala 2

3. Skala 3

5. Skala 4

6. Skala 5

7. Skala 6

8. Skala 7

9. Skala 8

10. Skala 9

11. Skala 10

49

Anda mungkin juga menyukai