Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

KONJUNGTIVITIS VERNLIS

Oleh :

NURFITRIA WULANDARI D, S.Ked


10542 0584 14

Pembimbing :
dr. Rahasiah Taufik, Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nurfitria Wulandari D, S.Ked.

NIM : 10542 0509 13

Judul Referat : Konjungtivitis Vernalis

Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Mei 2019

Pembimbing

(dr. Rahasiah Taufik, Sp.M)

1
BAB I

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata
dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai
macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh
virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing, misalnya kontak lensa.1
Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi
terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat
sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik.
Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan riwayat atopi.1
Konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna
merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga seringkali dirasakan dihidung. Produksi
air mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair.8
Konjungtiva banyak sekali mengandung sel dari sistem kekebalan (mast sel) yang
melepaskan senyawa kimia (mediator) dalam merespon terhadap berbagai rangsangan
(seperti serbuk sari atau debu tungau). Mediator ini menyebabkan radang pada mata, yang
mungkin sebentar atau bertahan lama. Sekitar 20% dari orang memiliki tingkat
konjungtivitis alergi.5 Konjungtivitis alergi yang musiman dan yang berkelanjutan adalah
jenis yang paling sering dari reaksi alergi pada mata. Konjungtivitis alergi yang musiman
sering disebabkan oleh serbuk sari pohon atau rumput, oleh karenanya jenis ini timbul
khususnya pada musim semi atau awal musim panas. Serbuk sari gulma bertanggung jawab
pada gejala alergi mata merah pada musim panas dan awal musim gugur. Alergi mata
merah yang berkelanjutan terjadi sepanjang tahun; paling sering disebabkan oleh tungau
debu, bulu hewan, dan bulu unggas.5
Konjungtivitis vernalis adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius dimana
penyebabnya tidak diketahui. Konjungtivitis vernalis paling sering terjadi pada anak umur

2
antara 3-25 tahun dengan prevalensi pada kedua jenis kelamin sama dan sering terjadi pada
anak dengan riwayat eksema, asma, atau alergi musiman. Konjungtivitis vernalis biasanya
kambuh setiap musim semi dan hilang pada musim gugur dan musim dingin. Banyak anak
tidak mengalaminya lagi pada umur dewasa muda.5
Penyebaran konjungtivitis vernalis merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga
0,5% pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas
(misalnya di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin
(seperti Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman).6 Umumnya terdapat riwayat keluarga
yang bersifat alergi atopik (turunan). Sekitar 65% pasien yang menderita konjungtivitis
vernalis memiliki satu atau lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan
(misalnya asma, hay fever, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen).
Penyakit-penyakit turunan ini umumnya ditemukan pada pasien itu sendiri.6
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan
memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa
dinamakan konjungtivitis ”vernalis” (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit
ini lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien
mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih
berganti sepanjang tahun.6

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi & Fisiologi Konjungtiva


Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera
(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak
(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea limbus.2
Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel goblet. Musin
bersifat membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu :
a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan
dari tarsus.
b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di
bawahnya.
c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan
konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

4
Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan
di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.1

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva8

Secara histologis, konjungtiva terdiri atas lapisan :


a. Lapisan epitel konjungtiva, terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat, superficial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat limbus, di
atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata
terdiri dari sel-sel epitel skuamosa.
b. Sel-sel epitel superfisial, mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang
mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan
untuk dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Sel-sel epitel
basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial dan di dekat limbus dapat
mengandung pigmen.

5
c. Stroma konjungtiva, dibagi menjadi lapisan adenoid (superficial) dan lapisan
fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan
dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum
germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2
atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus
bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.
Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng
tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reksi papiler pada radang konjungitiva.
Lapisan fibrosa tersusun longgar pada bola mata.
d. Kelenjar air mata aksesori (kelenjar Krause dan wolfring), yang struktur dan
fungsinya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar
kelenjar krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar
wolfring terletak ditepi atas tarsus atas.2

B. Definisi dan Etiologi


Konjungtivitis vernalis adalah peradangan konjungtiva bilateral dan
berulang (recurrence) yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi
(hipersensitivitas tipe I). Penyakit ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”
dan “konjungtivitis musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau”. Sering
terdapat pada musim panas di negeri dengan empat musim, atau sepanjang tahun di
negeri tropis (panas).2,7 Konjungtivitis vernalis mengenai pasien usia muda 3-25
tahun dan kedua jenis kelamin sama. Namun, sering terjadi pada anak-anak,
biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.4 Terdapat
tiga tipe konjungtivitis vernalisis, antara lain tipe palpebra, tipe limbal, dan tipe
campuran.

C. Patofisiologi

6
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang
insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I dan IV. Pada
konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat
akan diikuti dengan hiperplasi akibat proliferasi jaringan yang menghasilkan
pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh
hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah
gambaran cobble stone. Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna
putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau.
Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement
like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang
mengakibatkan ptosis mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis
serta erosi epitel kornea.
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan
hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada
limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam
kualitas maupun kuantitas stem cells limbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin
berkaitan dengan konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di
kemudian hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda. Di samping itu, juga
terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami degenerasi.3
Pada bentuk palpebral, jaringan epitel membesar pada beberapa area dan
menular ke area lainnya. Kadangkala, eosinofil (warna kemerahan) tampak kuat di
antara sel-sel jaringan epitel. Perubahan yang menonjol dan parah terjadi pada
substansi propria (jaringan urat). Pada tahap awal jaringan terinfiltrasi dengan
limfosit, sel plasma, eosinofil, dan basofil. Sejalan dengan perkembangan penyakit,
semakin banyak sel yang berakumulasi dan kolagen baru terbentuk, sehingga
menghasilkan bongkol-bongkol besar pada jaringan yang timbul dari lempeng
tarsal. Terkait dengan perubahan-perubahan tersebut adalah adanya pembentukan

7
pembuluh darah baru dalam jumlah yang banyak. Peningkatan jumlah kolagen
berlangsung cepat dan menyolok.6
Pada bentuk limbal terdapat perubahan yang sama, yaitu: perkembangbiakan
jaringan ikat, peningkatan jumlah kolagen, dan infiltrasi sel plasma, limfosit,
eosinofil dan basofil ke dalam stroma. Penggunaan jaringan yang dilapisi plastik
yang ditampilkan melalui mikroskopi cahaya dan elektron dapat memungkinkan
beberapa observasi tambahan. Basofil sebagai ciri tetap dari penyakit ini, tampak
dalam jaringan epitel sebagaimana juga pada substansi propria.
Walaupun sebagian besar sel merupakan komponen normal dari substansi
propia, namun tidak terdapat jaringan epitel konjungtiva normal.6
Walaupun karakteristik klinis dan patologi konjungtivitis vernalis telah
digambarkan secara luas, namun patogenesis spesifik masih belum dikenali.6

D. Gambaran Histopatologi
Tahap awal konjungtivitis vernalisis ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam
kaitan ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang
ditutup oleh satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara
papil serta pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan
dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel mast.
Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalisis mata
yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi limfosit dan sel plasma
pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan membentuk beberapa nodul limfoid.
Sementara itu, beberapa granula eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil,
menghasilkan bahan sitotoksik yang berperan dalam kekambuhan konjungtivitis.
Dalam penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas. Tidak
hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta pada beberapa
kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan siliar

8
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel
radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler
mengakibatkan terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada
pemeriksaan klinis. Hiperplasia jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil
bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh darah
akan mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5–10 lapis sel
epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan bertambah besarnya
papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di apeks sampai hanya tinggal satu lapis
sel yang kemudian akan mengalami keratinisasi. Pada limbus juga terjadi
transformasi patologik yang sama berupa pertumbuhan epitel yang hebat meluas,
bahkan dapat terbentuk 30-40 lapis sel (acanthosis). Horner-Trantas dot`s yang
terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris selular yang
terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.

E. Manifestasi Klinis
Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai
meliputi mata berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah
ada benda asing yang masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang,
dan sangat membebani aktivitas penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat
beraktivitas normal.6
Terdapat dua bentuk klinik konjungtivitis vernalisis, yaitu :
1. Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid.
Konjungtiva tarsal bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat
dibanding bentuk limbal. Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan
bersegi banyak dengan permukaan yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.

9
2. Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk
jaringan hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel
kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan
sedikit eosinofil.1

Gambar 2. Konjungtivitis vernalis Gambar 3. Konjungtivitis vernalis


bentuk palpebral8 bentuk limbal8

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Anamnesis yang teliti mengenai keluhan pasien dan riwayat terdahulu sangat penting
dalam menegakkan diagnosis konjungtivitis vernalisis. Selanjutnya diagnosis ditegakkan
sesuai dengan gejala dan tanda klinis serta hasil pemeriksaan mata. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva untuk mempelajari gambaran
sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan banyak eosinofil dan granula-granula bebas
eosinofilik. Di samping itu, terdapat basofil dan granula basofilik bebas. 3
Walaupun secara prinsip konjungtivitis vernalis sangat berbeda dengan trakhom dan
konjungtivitis demam rumput, namun seringkali gejalanya membingungkan dengan dua
penyakit tersebut. Trakhoma ditandai dengan banyaknya serabut-serabut sejati yang
terpusat, sedangkan pada konjungtivitis vernalis jarang tampak serabut sejati. Pada
trakhom, eosinofil tidak tampak pada kikisan konjungtiva maupun pada jaringan,
sedangkan pada konjungtivitis vernalis, eosinofil memenuhi jaringan. Trakhom

10
meninggalkan parut-parut pada tarsal, sedangkan konjungtivitis vernalis tidak, kecuali bila
terlambat ditangani.
Tanda konjungtivitis demam rumput adalah edema, sedangkan tanda konjungtivitis
vernalis adalah infiltrasi selular. Demam rumput memiliki karakteristik sedikit eosinofil,
tidak ada sel mastosit pada jaringan epitel, tidak ada peningkatan sel mastosit pada
substantia propria, dan tidak terdapat basofil, sedangkan konjungtivitis vernalis memiliki
karakteristik adanya tiga serangkai, yaitu: sel mastosit pada jaringan epitel, adanya basofil,
dan adanya eosinofil pada jaringan.6

Tabel 1. Diagnosis banding Trakoma, Konjungtivitis folikularis,


Konjungtivitis vernalis.1

Pembanding Trakoma Konjungtivitis Konjungitvitis


folikularis vernalis
Gambaran (kasus dini) papula kecil Penonjolan Nodul lebar datar
lesi atau bercak merah merah-muda dalam susunan
bertaburan dengan bintik pucat tersusun “cobble stone”
putih-kuning (folikel teratur seperti pada konjungtiva
trakoma). Pada deretan “beads” tarsal atas dan
konjungtiva tarsal (kasus bawah, diselimuti
lanjut) granula lapisan susu
(menyerupai butir sagu)
dan parut, terutama
konjungtivatarsal atas
Ukuran lesi Penonjolan besar lesi Penonjolan kecil Penonjolan besar
Lokasi lesi konjungtiva tarsal atas terutama tipe tarsus atau
dan teristimewa lipatan konjungtiva palpebra;
retrotarsal kornea-panus, tarsal bawah dan konjungtiva tarsus
bawah infiltrasi abu-abu forniks bawah terlibat, forniks
dan pembuluh tarsus tarsus tidak bebas. Tipe limbus
terlibat. terlibat. atau bulbus; limbus
terlibat forniks

11
bebas, konjungtiva
tarsus bebas (tipe
campuran lazim)
tarsus tidak terlibat.
Tipe sekresi Kotoran air berbusa atau Mukoid atau Bergetah, bertali,
“frothy” pada stadium purulen seperti susu
lanjut.
Pulasan Kerokan epitel dari Kerokokan tidak Eosinofil
konjungtiva dan kornea karakteristik karakteristik dan
memperlihatkan (Koch-Weeks, konstan pada
ekfoliasi, proliferasi, Morax- sekresi
inklusi seluler. Axenfeld,
mikrokokus
kataralis
stafilokokkus,
pneumokokkus)
Penyulit atau Kornea: panus, Kornea: ulkus Kornea: infiltrasi
sekuela kekeruhan kornea, kornea kornea (tipe limbal)
xerosis, kornea Palpebra: Palpebra:
Konjungtiva: simblefaron blefaritis, pseudoptosis (tipe
Palpebra: ektropion atau ektropion tarsal)
entropion trikiasis

2.7 Komplikasi
Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau
parasentral, yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan.
Penyakit ini juga dapat menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang didapatkan
panus, yang tidak menutupi seluruh permukaan kornea. Perjalanan penyakitnya sangat
menahun dan berulang, sering menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.5

12
2.8 Penatalaksanaan
Karena konjungtivitis vernalisis adalah penyakit yang sembuh sendiri, perlu diingat
bahwa medikasi yang dipakai terhadap gejala hanya memberi hasil jangka pendek,
berbahaya jika dipakai jangka panjang.2 Penatalaksanaan konjungtivitis vernalisis
berdasarkan luasnya symptom yang muncul dan durasinya, yaitu :
1. Terapi Non-medikamentosa
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu mengurangi
keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis. Beberapa tindakan tersebut antara
lain:
- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan,
karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-
mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada
akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.
- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;
- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari;
- Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen
di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak
akan membantu retensi allergen;
- Kompres dingin di daerah mata;
- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi
protektif karena membantu menghalau allergen;
- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut sebagai
climato-therapy.
2. Terapi Medikamentosa
Untuk terapi topikal dapat diberikan terapi medikamentosa yakni:
- anti alergi dan vasokonstriksi mata (vernacel) 3x/hari
- asam chromoglicate tetes mata (Conver) 3x/hari

13
- steroid tetes mata (Xitrol, Tobroson) 3x/hari
Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid sistemik seperti
prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau deksamethason fosfat 2–3 tablet 4 kali sehari
selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat
steroid adalah “gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin”.
Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan sebagai pilihan
lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila
dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada kasus
yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis.
3. Terapi Bedah
Terapi pembedahan exterpasi cobble stone apabila terdapat cobble stone yang besar
dan mengganggu. Namun, terapi ini kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek
samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. 3,6

2.9 Prognosis
Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh
spontan. Namun, kondisi ini dapat terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin
memburuk selama musim-musim tertentu.8

14
BAB III

PENUTUP

Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I)

yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal terjadi akibatalergi

dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-

anak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.Gejala yang

spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret mukus yang kentaldan lengket, serta hipertropi

papil konjungtiva. Tanda yang spesifik adalah Trantas dots dan coble stone. Terdapat dua

bentuk dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palbebra dan bentuk limbal.

Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun

dapat menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa

diobati. Namun tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi dan menurunkan

tingkat ketidaknyamanan dari pasien. Perawatan yang dapat diberika

nmenghindari menggosok-gosok mata, kompres dingin di daerah mata, memakai pengganti

air mata, memakai obat tetes seperti asetil sistein, antihistamin,

NSAID,steroid, stabilisator sel mast, dll; obat oral (seperti antihistamin dan steroid), dan

pembedahan. (1,2,6)

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam


http://www.tempo.com.id/medika/042002.htm
2. Al-Ghozie, M., Handbook of Ophthalmology : A Guide to Medical Examination,
FK UMY, Yogyakarta, 2002
3. Wijana, N., Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata, 1993, hal: 41-69
4. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga
dan Jiwa, 2001
5. Vaughan, D.G, Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English
Language edition, EGC, 1995
6. PERDAMI,. Ilmu Penyakit Mata Untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.
Jakarta. 2002
7. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000

8.Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. Diunduhdarihttp://www.medicastore.com/p


enyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.html.

16

Anda mungkin juga menyukai