Anda di halaman 1dari 34

PRESENTASI KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. R
Usia : 51 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Abd Dg Sirua No. 41B
Tanggal Masuk RS : 20 juni 2015
No. RM : 39 10 03
Dokter Anestesi : Letkol CKM dr.Muh Ermil Zulkarnaen, Sp.An. M.Kes
Dokter Bedah : dr. Samuel Sampetoding, Sp.B-KBD. MARS

B. PERSIAPAN PRE-OPERASI
1. Anamnesa
a. A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan dan asma (-);
b. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan penyakit tertentu;
c. P (Past Medical History)
Riwayat DM (-), hipertensi (-), sakit yang sama dan riwayat operasi (-);
d. L (Last Meal)
Pasien terakhir makan ± 8 jam pre-operasi;
e. E (Elicit History)
Pasien datang ke RS Tk II Pelamonia Kota Makassar pada tanggal 20
November 2018 diantar keluarganya dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak kurang lebih 3 hari yang lalu. Pasien mengeluh nyeri seperti ditususk-

1
tusuk, nyeri timbul terutama setelah makan makanan yang berlemak tetapi
terkadang pula timbul secara tiba-tiba, nyeri menjalar ke perut bawah dan
punggung. Pasien juga mengeluh kadang-kadang perut terasa kembung,
mual tetapi tidak sampai muntah, demam dan trauma disangkal. Tidak ada
riwayat asma, hipertensi dan DM. Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.

2. Pemeriksaan Fisik
Perawatan : Bangsal Teratai kamar 404

Vital sign
a. KU : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. TD : 120/70 mmHg
d. Nadi : 88x/ menit
e. Respirasi : 22 x/ menit
f. Suhu : 36.50 C

Status Genealisata
Berat badan : 60 Kg

 Kepala
 Mata
 Palpebra : tidak bengkak dan cekung
 Konjungtiva : anemis ( - ) / ( - )
 Sklera : ikterik ( + ) / ( + )
 Pupil : refleks cahaya ( + ) / ( + ), pupil
Isokor dextra = sinistra

 Hidung
 Pernapasa cuping hidung :(-)
 Sekret ` :(-)

2
 Mukosa hiperemis :(-)

 Telinga
 Nyeri tekan ragus :(-)/(-)
 Auricula : tidak tampak kelainan
 Meatus akustikus eksternus : ( + ) / ( + )
 Mulut
 Bibir : mukosa bibir kering
 Tonsil : T1 / T1
 Leher
 KGB : pembesaran ( - ) / ( - )

 Thoraks
 Jantung : S1S2 Reguler, gallop (-), murmur (-)
 Paru : Suara nafas vesikuler, wheezing (-),
rhonki (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Bentuk datar
 Auskulasi : Bising usus ( + )
 Palpasi : Difens muscular ( - ) seluruh lapang
abdomen, nyeri tekan kuadran kanan atas
 Perkusi : Timpani
 Hepar dan Lien
 Palpasi : Tidak teraba
 Ekstremitas
 Edema : Ekstremitas atas dan bawah ( - )
 Warna : agak kekuningan pada ekstremitas atas dan
ekstremitas bawah
 Jari-jari : Normal, akral sianosis ( - )
 Capilari Refill Time : Kurang dari 2 detik

3
 Mallampati Score:
 Grade I

3. Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan Laboratorium (20 November 2018)
 Hemoglobin : 13,2 g/dL (12 – 16)
 Hematrokit : 39,0% (37 – 47)
 Eritrosit : 4,65 10^6/µL (4,2 – 5,4)
 Leukosit : 8,32 10^3/µL (4,8 – 10,8)
 Trombosit : 247 10^3/µL (150 – 450)
 Ureum : 23,0 mg/dl (10 - 50)
 Kreatinin : 0,6 mg/dl (0,6 – 1,1)
 GDS : 82 mg/dl <200
 Faal hati
 Bilirubin total : 0,5 mg/dl (0 - 1,10)
 Bilirubin direk : 0,2 (0 - 0,25)
 Bilirubin indirek : 0,3 (0 – 0,75
 SPOT : 17,0 U/L (<31)
 SGPT : 18,0 U/L (<32)

- Hasil CT-Scan Abdomen potongan Axial reformat coronal dan sagittal


tanpa kontras (15 November 2018)
 Hepar : ukuran dan densitas tidak Nampak kelainan. Tidak tampak dilatasi
vaskuler / dilatasi ductus biliaris/massa
 GB : dinding tidak menebal, tampak multiple densitas batu isodens
 Pancreas : ukuran dan echotexture dalam batas normal, tidak tampak
dilatasi ductus pankreatikus. Tidak tampak massa
4
 Lien : ukuran dan densitas parenkim normal, tidak tampak massa
 Ginjal kanan : ukuran dan densitas parenkim normal. Tidak tampak
densitas batu, tidak tampak dilatasi PCS/massa
 Ginjal kiri : ukuran dan densitas parenkim normal. Tidak tampak densitas
batu, tidak tampak dilatasi PCS/massa
 VU : dinding menebal tidak tampak batu/massa
 Uterus tidak tampak kelainan
 Loop usus dalam batas normal, tidak tampak dilatasi
 Tulang-tulang intak
Kesan : Multiple Batu isodens pada GB, sugesti batu kolesterol
Cystititis

- Hasil Foto Thorax PA (15 November 2018)


 Corakan bronkovaskular baik
 Tidak tampak pemadatan hilus
 Cor : ukuran normal, aorta normal
 Sinus costofrenikus dan diafragma baik
 Tulang-tulanf intak
Kesan : Tidak tampak kelainan pada foto thorax ini

- Hasil EKG (20 November 2018)

5
 Irama : Reguler
 Frekuensi : 80 x/menit
 Gelombang P : Normal
 Kompleks QRS : Normal
 ST Segmen : Isoelektris
 Gelombang T : Normal
Kesimpulan : EKG Normal

4. Diagnosa Klinis
Cholelitiasis

5. Kesimpulan
Status ASA II.

C. LAPORAN ANESTESI (DURANTE OPERATIF)


Diagnosis pra-bedah : Cholelithiasis
 Jenis Pembedahan : Laparaskopi
 Jenis Anestesi : GETA
 Premedikasi : Ondancentron 8 mg
Ranitidin 50 mg
Midazolam 2 mg
Fentanyl 120 mg
 Medikasi Induksi : Propofol 80 mg
Atracurium 30 mg
 Maitenance : Gas Anestesi  Sevoflurance 0,1-0,2 %
N2O 3 L/mnt  50%
O2 3 L/mnt  50%
 Teknik Intubasi : Intubasi Endotrachealtube (ETT)

6
 Respirasi : kontrol
 Posisi : Supine

 Cairan Perioperatif

 Maintenance Cairan = 4 : 2 : 1
Kebutuhan Basal  10 x 4 = 40 cc
10 x 2 = 20 cc
40 x 1 = 40 cc +
100 cc/jam
 Defisit Cairan Puasa 6 jam = (50 cc/jam x 63 kg x 6/24 jam)
= 787,5 cc

 Kebutuhan cairan Selama Operasi (Operasi Ringan)


= 4cc/kgBB/Jam

 Insensible Water Loss = Jenis Operasi x Berat Badan


= 8 x 60 kg
= 480 cc

 Kebutuhan cairan 1 jam pertama


= (½ x puasa) + IWL + maintenance
= (½ x 315) + 480 + 100 cc
= 737,5 cc

 Kebutuhan cairan 1 jam kedua


= (¼ x puasa) + IWL + maintenance
= (¼ x315) + 480 + 100 cc
= 658,8 cc

7
 Perdarahan = Suction + Kasa (kecil 2 + besar 0)
= 20 cc + (20 0)
= 40 cc
 EBV = BB x Konstanta wanita dewasa
= 60 x 65
= 3900 cc
 Diuresis = 20 cc

- Tindakan Anestesi Umum Dengan Intubasi


 Pasien diposisikan pada posisi supine
 Memasang sensor finger pada tangan kanan pasien untuk
monitoring SpO2 dan SPO2 Rate. Dan memasang manset pada
lengan kiri pasien untuk monitoring tekanan darah
 Pemberian obat midazolam 2 mg, ondancentron 4 mg,
dexamethasone 10 mg, ranitidin 50 mg (iv) dimasukkan untuk
tujuan premedikasi
 Obat berikut diberikan secara intravena:
 Midazolam 2 mg (0,02 mg/kg)
 Fentanyl 120 mg (2-4 mcg/kg)
 Propofol 80 mg (1,5-2,5 mg/kg)
 Atracurium 30 mg (0,4-0,5 mg/kg)
 oncancentron 4 mg (4mg dosis tunggal)
 dexamethasone 10 mg (10-20 mg)
 rantidin 50 mg (150 mg/hari)
 Pemberian gas anestesi dengan O2 dan N2O perbandingan 50:50
(O2 3L/menit dan N2O 3L/menit) serta Sevoflurance 0,1-0,2Vol%
selama 1-5 menit sesuai dengan onset dari Atracurium.
 Dipastikan airway pasien paten dan terkontrol

8
 Dipastikan pasien sudah dalam kondisi tidak sadar dan stabil
untuk dilakukan intubasi ETT dengan nomor 6.5
 Pemasangan ETT dibantu dengan laryngoschope
 Setelah intubasi ETT cek suara nafas pada apek paru kanan dan
paru kiri, bassis paru kanan dan paru kiri serta lambung dengan
stetoskop, pastikan suara nafas dan dada mengembang simetris
 Fiksasi ETT dan sambungkan ke corrugated tube anesthesia
apparatus
 Maintenance dengan inhalasi O2 3 liter/menit, N2O 3 liter/menit,
Sevoflurance 0,1-0,2 vol%
 Monitor tanda – tanda vital pasien (nadi), saturasi oksigen, tanda–
tanda komplikasi (perdarahan, alergi obat, obstruksi jalan nafas,
nyeri)

 Cek Vital Sign Setiap 15 menit

TIME TD SATURASI HEART RATE


09.00 130/80 98 100
09.15 120/70 100 80
09.30 100/69 100 60
09.45 80/60 99 80
10.00 100/68 100 55
10.15 100/70 100 58
10.30 100/70 100 56
10.45 100/80 100 55
11.00 100/70 100 55
11.15 120/80 100 60
11.30 130/80 100 72

9
Pada saat operasi dipasang selimut penghangat dan blood warmer untuk
mengjaga suhu tubuh pasien agar tidak hipotermi. Setelah operasi selesai gas
anestesi yang di pakai hanya Oksigen sebanyak 10 liter/menit. Selanjutnya
dilakukan ekstubasi bangun (awake extubation), sebelumnya dilakukan suction
untuk membersihkan jalan napas. Setelah pasien bangun dan jalan napas benar-
benar bersih maka dilakukan ekstubasi. Oksigenisasi setelah ekstubasi dengan
cara di cuff sampai pasien memberikan respon gerak tangan sebagai tanda bahwa
pasien telah bangun dan jalan napas pasien telah aman. Pasien diperbolehkan
pindah ruang (keluar dari ruangan operasi) bila Aldrete Score ≥ 8

D. POST-OPERASI
Setelah pasien dinilai dengan Aldrete Score dan didapatkan nilai Aldrete
Score ≥ 8, maka pasien diperbolehkan pindah ruangan.
Infuse : RL 20 gtt/menit
Analgetik injeksi Dexketoprofen 1 ampul /8jam/iv
Antibiotik : sesuai TS bedah
Makan dan minum dapat dimulai bila pasien sudah sadar penuh sekitar 6
jam (bising usus +)
Monitoring Post-operasi :
 Tensi : 130/80 mmHg
 Heart Rate : 100 x/menit
 Nadi : 70 x/menit
 Suhu : 36,5 celcius

E. FOLLOW UP PASCA OPERASI

10
NO TANGGAL BAGIAN HASIL INSRUKSI
PEMERIKSAAN

1 22/11/2018 ANESTESI PACU - IVFD RL


S/ - - Inj
O/ Bp 130/80 mmHg Dexketoprofen/8j/iv
Hr 100 X/mnt - Head up 30
Rr 20 X/mnt - Diet biasa
T 36.5 C - Boleh pindah ruang
A/ ASA PS II

2 22/11/2018 BEDAH Post OP. Laparoscopy Post op


Cholecystectomi - IVFD RL 26 TPM
- Inj Ceftriaxone 1
gr/12j/iv
- Inj Metamizol 50
mg/8j/iv
- Inj Ranitidin 40
mg/8j/iv
- Sementara puasa
- Bila sudah sada
penuh boleh makan
minum bebas

3 23/11/2018 BEDAH S/ Nyeri Luka Operasi - Aff infus


O/ Bp 130/70 mmHg - Aff cateter
Hr 80 X/mnt - Obat oral

11
Rr 20 X/mnt - Cefotaxim 2 x 500
T 36.5 C mg
Abdomen datar - Asam mefenamat 3
x500 mg
- Acc rawat jalan

12
F. PEMBAHASAN
1. Pre-Operatif
a. Anamnesa
Keluhan nyeri perut kanan atas sejak kurang lebih 3 hari yang lalu
Tidak ada riwayat penyakit asma, hipertensi dan DM
Riwayat operasi sebelumnya tidak ada
b. Pemeriksaan Fisik
Berat badan : 60 kg
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36.5o C
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kepala : Dalam batas normal
Leher : Dalam batas normal
Thoraks : Dalam batas normal
Abdomen : Nyeri tekan pada kanan atas
Ekstremitas : Dalam batas normal
Mallampati Score : grade 1
Malampati score adalah suatu klasifikasi untuk menilai tampakan faring
pada saat mulut terbuka maksimal dan lidah dijulurkan maksimal

Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Molle


1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -

13
c. Pemeriksaan Penunjang
Data tanggal 20 November 2018
- HB : Dalam batas normal
- HT, Trombosit, Leukosit : Dalam batas normal
- Gula darah sewaktu : Dalam batas normal
- Ureum, kreatinin : Dalam batas normal
- Faal Hati : Dalam batas normal
Kesimpulan : Cholelitiasis

1. Anestesi : Ternilai ASA II


ASA (American Society of Anesthesiologists) merupakan suatu klasifikasi
untuk menilai kebugaran fisik seseorang.

2. Rencana Anestesi : GA GETA


Premedikasi : midazolam 5 mg dan fentanyl 120mg.
Loading cairan dengan RL 500 cc untuk mengganti cairan puasa 8 jam
pre-operasi, agar komposisi cairan pasien yang berkurang saat puasa
terpenuhi.

2. Durante Operatif
 Teknik Anestesi : Intubasi Endotrachealtube
 Obat Anestesi : Sevoflurane 0,1-0,2 vol %
Propofol 80 mg
Midazolam 2 mg
Fentanyl 120 mg
Atracurium 30 mg
 Maitenance : Gas Anestesi  Sevofluran 0,1-0,2 %

14
N2O 3 L/mnt  50%
O2 3 L/mnt  50%
 Kebutuhan Cairan : 1 jam pertama : 204,7 cc
1 jam kedua : 151,3 cc
1 jam ketiga : 151,3 cc

Pada kasus ini pemilihan teknik anestesi yang dipilih adalah anestesi
umum (general Anestesi), yang dikarenakan akan dilakukan tindakan
laparaskopi pada pasien ini sehingga tidak mengganggu airway. Pada anestesi
umum trias anestesi dilakukan untuk menginduksi pasien dengan obat
hipnotik sedasi, analgetik dan pelemas otot. Disini pada obat hipnotik sedasi
menggunakan propofol dan di bantu dengan sevoflurane, dan pelemas otot
menggunakan atracurium.

A. Premedikasi1
Anestesi modern berkembang di pertengahan tahun 1840-an ketika ahli
kandungan Skotlandia Simpson menemukan kualitas anestetik kloroform dan
menerapkannya pada pasien saat melahirkan, dan dokter gigi Amerika
Mortonfirst secara terbuka mendemonstrasikan dietil eter sebagai anestesi
inhalasi di Rumah Sakit Umum Ether Dome of Massachusetts di Boston, AS.
Dibandingkan dengan anestesi inhalasi terhalogenasi yang kita gunakan saat
ini, dietil eter terkenal dengan durasi waktu induksinya yang lama. Pasien
sering mengalami periode panjang gerakan tidak sadar, perasaan cemas, dan air
liur berlebihan sebelum akhirnya tertidur. Perilaku tersebut dapat dikaitkan
terutama dengan kelarutan darah tinggi dietil eter. Koefisien partisi dietil eter
adalah 12, dibandingkan dengan 1,4, 0,65, dan 0,45 turunan eter lainnya dari
isoflurane, sevoflurane, dan desflurane, masing-masing. Tanda-tanda Guedel
digunakan untuk menggambarkan waktu induksi panjang anestesi eter, yang

15
termasuk empat tahap (tahap analgesia, tahap kegembiraan, tahap anestesi
bedah, dan tahap paralisis pernapasan); Tahap 3, yaitu, anestesi bedah dapat
dibagi menjadi empat bidang, sesuai dengan pola tonus otot, pernapasan, dan
gerakan mata. Tanda-tanda Guedel jarang digunakan saat ini selama induksi
baik dengan anestesi intravena atau anestesi inhalasi yang memiliki kelarutan
darah yang lebih rendah.

Tujuan premedikasi
Mengurangi nyeri post operasi
Pada pasien ini digunakan injeksi fentanyl dosis sesuai kebutuhan berat
badan. Analgesia preemptif, konsep pemberian regimen analgesik sebelum
stimulus bedah untuk mengurangi keparahan dan durasi nyeri pasca operasi,
berasal dari temuan eksperimental Woolf dan Chong pada tahun 1983 bahwa
sistem saraf pusat akan hipersensit setelah cedera jaringan perifer. Tujuan dari
analgesia preemptif adalah sebagai berikut: (1) mengurangi nyeri pasca operasi
akut setelah kerusakan saraf perifer dan cedera jaringan; (2) untuk mencegah
sensitisasi neuron sentral; dan (3) untuk menghambat perkembangan nyeri
pasca operasi kronis (CPSP). Selama 3 dekade terakhir, ada banyak aplikasi
klinis intervensi analgesik yang berbeda untuk mencoba mencapai tujuan ini.
Banyak makalah telah meninjau dan menganalisis banyak hasil dari upaya
tersebut, tetapi dengan kesimpulan yang kontroversial dan mendebat
Ulasan ekstensif yang diterbitkan oleh Moiniche et al pada tahun 2002
menganalisis lebih dari 3700 pasien dari 80 percobaan terkontrol acak antara
tahun 1983 dan 2000 untuk mempelajari efek analgesia preemptif dengan
teknik yang berbeda: 20 percobaan pada obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID), delapan percobaan pada reseptor NMDA Anestesi anestesi 135
antagonis, delapan percobaan pada opioid sistemik, 24 percobaan pada
analgesia regional (epidural, intratekal, atau kaudal), dan 20 percobaan pada

16
infiltrasi luka atau blok saraf perifer. Mereka menemukan bahwa NSAID,
opioid, atau ketamin yang preemptif, tidak memberikan manfaat apa pun.
Analgesia epidural berkelanjutan, suntikan intratekal, blok kaudal, dan infiltrasi
luka dengan anestetik lokal semuanya tidak efektif. Hanya dalam tujuh dari 11
percobaan yang melibatkan opioid epidural dosis tunggal atau anestetik lokal
atau kombinasi keduanya, penurunan diamati pada permintaan analgesik pasca
operasi. Disimpulkan bahwa waktu analgesia tidak mempengaruhi kualitas
kontrol nyeri pasca operasi, terlepas dari jenis teknik analgesia preemptive yang
digunakan.

Menurunkan kecemasan
Kecemasan sebelum operasi dapat terjadi pada setinggi 80% pasien
bedah. Dua kelompok pasien yang rentan adalah perempuan dan anak-anak.
Sementara kebanyakan wanita dewasa biasanya khawatir tentang
ketidakpastian masa depan mereka, keluarga mereka, keberhasilan operasi, dan
keamanan anestesi, anak-anak, sebaliknya, akan mengalami berbagai tingkat
kecemasan perpisahan sebelum operasi. Kedua pendekatan psikologis dan
farmakologis efektif dalam mengurangi kecemasan pra operasi. Sebuah
penelitian yang dilakukan pada awal 1963 menunjukkan bahwa pasien yang
dikunjungi oleh ahli anestesi sebelum operasi lebih mungkin untuk tetap tenang
di ruang operasi daripada mereka yang tidak menerima jaminan. menemukan
bahwa brosur mendidik pasien tentang efek anestesi kurang efektif dalam
mengurangi kecemasan daripada wawancara pribadi.
Midazolam telah terbukti efektif dalam mengurangi tingkat kecemasan
pra operasi dalam banyak penelitian. Ini tidak akan menunda debit dari ruang
pemulihan dalam operasi rawat jalan. Kecuali untuk midazolam, a2-agonis,
antidepresan, dan antikonvulsan semuanya efektif dalam mengurangi tingkat
kecemasan pra operasi

17
Benzodiazepin sering diresepkan untuk pasien bedah sebagai
premedikasi anxiolytic. Sebuah tinjauan Cochrane menganalisis 17 penelitian
tentang benzodiazepin pada waktunya untuk dibuang pada orang dewasa yang
menjalani operasi sehari dan menemukan tidak ada perbedaan waktu untuk
keluar dari rumah sakit.
Wanita atau pasien yang lebih muda akan mendapat manfaat lebih
banyak dari premedikasi ansiolitik; seperti dalam satu penelitian, perbedaan
usia dan jenis kelamin dalam respon neuropsikologis dan fisiologis setelah
premedikasi midazolam terbukti. Kedua administrasi pra operasi midazolam
oral 0,5 mg / kg untuk premedikasi sendiri tanpa kehadiran orang tua pada
induksi dan dosis rendah midazolam oral 0,25 mg / kg dengan kehadiran orang
tua pada induksi sama-sama efektif dalam mengurangi kecemasan perpisahan
dan memberikan munculnya halus. Studi lain menunjukkan bahwa pemberian
intravena 0,03 mg / kg midazolam segera sebelum akhir operasi mengurangi
agitasi munculnya tanpa menunda waktu munculnya pada anak-anak menjalani
operasi strabismus dengan anestesi sevoflurane.
Namun, ada beberapa masalah memperdebatkan tentang penggunaan
midazolam untuk premedikasi pada anak-anak, karena dapat memiliki efek
negatif pada fungsi kognitif atau dapat menghasilkan gangguan perilaku pasca
operasi.

Mual dan Muntah pasca operasi (PONV)6


Sekitar sepertiga pasien bedah yang menerima anestesi umum yang terdiri dari
anestesi inhalasi dan opioid mengalami PONV.
Insiden PONV akan meningkat secara dramatis menjadi 70e80% pada
kelompok pasien berisiko tinggi tanpa profilaksis PONV. Patofisiologi PONV
rumit, dan beberapa jenis reseptor dan mediator mereka telah terlibat dalam
PONV: (1) reseptor serotonin tipe 3 (5-HT3); (2) reseptor tipe 2 dopamin; (3)

18
reseptor histamin tipe 1; (4) reseptor kolinergik tipe 1 muskarinik; (5) reseptor
steroid; dan (6) reseptor neurokinin tipe 1 (NK1). Berdasarkan temuan ini,
PONV profilaksis modern mengadopsi prinsip pendekatan multimodal untuk
mengobati pasien berisiko tinggi dengan setidaknya dua atau tiga jenis
antagonis reseptor, bukan hanya meningkatkan dosis satu antagonis reseptor
tunggal, untuk mencegah terjadinya PONV.
Obat antiemetik saat ini yang telah terbukti efektif untuk profilaksis PONV
adalah sebagai berikut: (1) phenothiazinesdchlorpromazine dan
prochlorperazine; (2) butyrophenonesd droperidol dan haloperidol; (3)
benzamidesdmetoclopramide; (4) antikolinergik spankolamin; (5) antihistamin
adhroksizin dan dimenhidrinat; (6) antagonis 5-HT3dondansetron, dolasetron,
granisetron, Lautetron, dan palonosetron; (7) antagonis antagonis yang cocok;
dan (8) steroidddeksametason.
Tinjauan Cochrane menganalisis efek antiemetik dari delapan obat yang
berbeda dalam 737 studi yang melibatkan 103.237 pasien.
Tinjauan ini menetapkan bahwa ondansetron, dolasetron, granisetron,
Tetraletron, deksametason, droperidol, siklizin, dan metoklopramid secara
efektif mencegah mual atau muntah setelah operasi. Namun, itu tidak
menemukan bukti bahwa satu obat lebih baik dari yang lain. Usia, jenis
kelamin, jenis operasi, atau waktu premedikasi tidak mengubah efek obat, dan
efeknya menjadi tambahan ketika dua atau lebih obat diberikan bersamaan

B. Induksi Anestesi2,5,6
Anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi umum dan untuk induksi
anestesi pada pasien ini digunakan obat sedasi propofol dibantu dengan
sevoflurance. Propofol dapat digunakan untuk meningduksi maupun pemeliharaan
anestesi.

19
Propofol telah digambarkan sebagai obat hipnotik ampuh yang memproduksi
anestesi dalam satu waktu sirkulasi otak-lengan pada dosis induksi 1,5-2,5 mg /
kg, memiliki waktu pemulihan yang cepat dan menyebabkan sekuela pasca operasi
minimal. Dosis-respon studi telah menunjukkan dosis induksi bolus 2,0 mg / kg
dan 2,5 mg / kg, dan tingkat infus pemeliharaan 6-9 mg / kg per jam. Induksi bolus
efektif pada kedua dosis, tetapi dosis yang lebih rendah menghasilkan disipasi
anestesi yang lebih cepat. Propofol pada kedua dosis, bagaimanapun,
menunjukkan kurang anestesi offset pada intubasi daripada thiopental. Induksi
anestesi dengan propofol telah dilaporkan secepat seperti thiopental dan
methohexital, dengan insiden yang lebih rendah dari cegukan dan efek samping
rangsang. Laporan awal menyebutkan penurunan tekanan darah yang bergantung
pada dosis yang signifikan pada induksi dengan propofol. Ini juga dikaitkan
dengan insidensi yang sedikit lebih tinggi dan periode apnea pasca-induksi yang
lebih lama jika dibandingkan dengan kedua methohexital dan thiopental. Toleransi
vena dapat diterima tanpa sekuele akut atau jangka panjang yang signifikan
dicatat, meskipun pemberian melalui vena tangan yang dangkal menghasilkan
laporan nyeri ringan hingga sedang saat injeksi

Farmakokinetik
Propofol adalah 2,6-diisopropilfenol dan merupakan asam lemah lipofilik
(pKa¼11). Ini sangat tidak larut dalam air, sehingga diformulasikan sebagai
larutan berair 1% (10 mg ml) dalam emulsi minyak dalam air yang mengandung
minyak kacang kedelai, gliserol, dan lecitin telur. Ini dapat menjadi kondusif bagi
pertumbuhan bakteri, tetapi penambahan agen chelating disodium edetate telah
mengurangi ini. Propofol dapat menyebabkan rasa sakit selama injeksi yang
mungkin dilemahkan oleh pemberian lidokain atau dengan formulasi dalam rantai
menengah, daripada trigliserida rantai panjang. Ia memiliki waktu paruh distribusi
awal yang pendek (2-8 menit). Propofol cepat dimetabolisme di hati oleh

20
konjugasi ke glukuronida dan sulfat, menghasilkan senyawa yang larut dalam air
yang diekskresikan terutama oleh ginjal. Pembersihan propofol sangat tinggi
(lebih besar dari aliran darah hati), menunjukkan metabolism ekstrahepatik
tambahan.
Setelah injeksi bolus tunggal, kadar propofol darah menurun dengan cepat
sebagai akibat redistribusi dan eliminasi. Masa paruh distribusi awal adalah 2-8
menit dan paruh eliminasi adalah 4–7 jam. Waktu paruh eliminasi yang lebih
panjang menunjukkan distribusi ke jaringan lemak dengan perfusi rendah, yang
menghasilkan pengembalian propofol yang lambat ke kompartemen pusat. Karena
tingkat pengembalian yang lambat ke kompartemen plasma, konsentrasi propofol
dalam darah tidak meningkat secara dramatis. Waktu paruh peka konteks untuk
infus propofol yang berlangsung hingga 8 jam adalah, 40 menit. Oleh karena itu,
kemunculan dari anestesi propofol atau sedasi tetap relatif cepat bahkan setelah
infus berkepanjangan.

Farmakodinamik
Efek farmakodinamik dari sejumlah i.v. anestesi umum pada sistem organ
utama ditunjukkan pada Tabel

Kardiovaskuler
Propofol mengurangi resistensi pembuluh darah sistemik, kontraktilitas
jantung, dan preload. Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel yang kurang,

21
menoleransi penurunan yang signifikan pada curah jantung sebagai akibat dari
penurunan tekanan pengisian ventrikel dan kontraktilitas. Denyut jantung
meningkat akibat aktivasi mekanisme kompensasi yang dimediasi oleh
baroreseptor dalam menanggapi pengurangan output jantung dan resistensi
vaskular sistemik.

Respirasi
Propofol menyebabkan depresi pernafasan yang mendalam. Penurunan refleks
saluran napas atas sangat membantu selama penempatan masker intubasi atau
laring saat tidak adanya kelumpuhan yang diinduksi oleh agen penghambat
neuromuskular.

Cerebral
Propofol menurunkan kebutuhan oksigen serebral, aliran darah otak, dan
tekanan intrakranial. Ini juga memiliki efek antiemetik yang berguna. Meskipun
selama induksi, dapat menyebabkan gerakan spontan, otot berkedut, atau cegukan,
ia memiliki sifat antikonvulsan pada dosis infus yang tinggi dan menyebabkan
penekanan ledakan pada EEG. Telah berhasil digunakan untuk mengakhiri status
epileptikus

C. Sevoflurane2
Sevoflurane telah tersedia untuk praktik klinis selama sekitar 20 tahun. Saat
ini, sifat farmakodinamik dan farmakokinetik bersama dengan ketiadaan efek
samping utama yang merugikan pada sistem organ yang berbeda telah membuat
obat ini diterima di seluruh dunia sebagai agen anestesi yang aman dan andal untuk
praktik klinis di berbagai pengaturan.

22
Farmakodinamik
Nilai MAC dari sevoflurane menurun dengan usia, dari 3,3% pada neonatus
dan 2,5% pada bayi dan dewasa muda hingga 1,58% hingga 2,05% pada dewasa
paruh baya dan 1,45% pada orang dewasa yang berusia lebih dari 70 tahun
Di hadapan 65% nitrous oxide dalam campuran gas yang diinspirasi, nilai
MAC untuk sevofluran menurun sekitar 50% pada orang dewasa..
Jenis kelamin tidak mempengaruhi MAC dari sevoflurane, tetapi ada
beberapa bukti yang menunjukkan bahwa faktor etnis mungkin memainkan peran:
nilai-nilai MAC.dilaporkan dalam penelitian di AS secara konsisten lebih tinggi
(2,05% hingga 2,6%) 5,32 dari yang dilaporkan untuk orang dewasa Jepang (1,58%
hingga 1,71%)

Farmakokinetik
Untuk pengambilan anestesi volatil, distribusi dan eliminasi paling baik
dijelaskan oleh model mamillary lima kompartemen.Model ini terdiri dari paru-
paru, kelompok organ yang kaya akan pembuluh darah, otot, lemak yang berdekatan
dengan organ yang kaya akan pembuluh darah, dan lemak perifer. Secara umum,
hubungan terbalik ada antara koefisien partisi darah / gas dari anestesi volatile dan
waktu yang diperlukan untuk konsentrasi terget dan alveolar untuk mencapai
kesetimbangan.
Sevoflurane memiliki koefisien partisi darah / gas rendah (0,69),
menghasilkan kesetimbangan lebih cepat dari fraksi alveolar-ke-inspirasi (FA / rasio
FI) dibandingkan dengan enflurane dan isoflurane tetapi sedikit lebih lambat
dibandingkan dengan nitrous oxide dan desflurane.
Karena bau yang menyenangkan dan tidak adanya iritasi pada saluran udara,
sevoflurane dapat digunakan untuk induksi inhalasi baik pada anak-anak maupun
pada orang dewasa. Penelitian telah menunjukkan bahwa induksi lebih cepat atau
bahkan lebih cepat daripada dengan halotan

23
Eliminasi anestetik volatil juga berhubungan dengan kelarutan dalam darah.
Antara 95% dan 98% sevoflurane dihilangkan melalui paru-paru. Kekuatan
pendorong untuk eliminasi ini adalah perbedaan tekanan parsial antara campuran
gas yang diilhami dan darah kapiler pulmonal. Pada manusia, 2% hingga 5% dari
dosis yang diserap
sevofluran dimetabolisme oleh hati, menghasilkan pembentukan fluoride
anorganik dan metabolit fluoride organik hexafluoroisopropanol. Yang terakhir ini
terkonjugasi dengan asam glukuronat dan dikeluarkan dengan cepat melalui ginjal.
Biotransformasi sevoflurane terjadi terutama melalui sitokrom P450 (CYP) 2E1.
Konsentrasi fluoriden anorganik serum setelah anestesi sevoflurane tergantung
dosis, mencapai 10 hingga 20 μmol / L setelah 1 hingga 2 jam MAC dan hingga 20
hingga 90 µmol / L dengan eksposur yang lama. Meskipun kebanyakan penelitian
tidak dapat menunjukkan efek nefrotoksik setelah sevoflurane anestesi, beberapa
laporan kontroversial dari disfungsi ginjal ringan setelah penggunaan sevoflurane
menghasilkan rekomendasi oleh Food and Drug Administration AS untuk kehati-
hatian dalam penggunaan sevoflurane pada pasien dengan penyakit ginjal bersama.
Menariknya, mayoritas data melaporkan tidak ada perbedaan farmakokinetik antara
pasien dengan dan mereka yang tidak memiliki penyakit ginjal. Kerusakan
perkutaneus akan kurang dari 1% dari total penyerapan sevoflurane.

Efek pada system vital


Seperti efek agen anestesi lainnya, sevoflurane pada sistem vital kebanyakan
bersifat depresan

Respirasi
Penurunan ventilasi yang menyebabkan apnea pada konsentrasi antara 1,5
dan 2,0 MAC dapat diamati. Depresi jalan napas dengan sevoflurane adalah hasil

24
dari kombinasi depresi sentral neuron pernafasan meduler dan depresi fungsi
diafragma dan kontraktilitas
Sevoflurane menyebabkan bronkodilatasi dan melemahkan penyempitan otot
polos bronkus oleh histamin atau asetilkolin dan dapat digunakan dengan aman pada
pasien dengan asma. Vasokonstriksi pulmonal hipoksia dihambat oleh sevoflurane
dengan cara tergantung dosis dan tidak dimediasi oleh siklo-oksigenase.

Sirkulasi
Sevoflurane menurunkan tekanan darah dengan cara yang tergantung dosis
dengan menurunkan total resistensi perifer. Pada konsentrasi yang relevan secara
klinis, curah jantung biasanya diawetkan. Denyut jantung tetap tidak berubah atau
bahkan menurun. Aliran darah koroner tetap dipertahankan dan aliran darah regional
ke vascular dasar lainnya tampaknya dipertahankan setidaknya ketika hemodinamik
sistemik tetap dijaga.
Untuk sevoflurane (tidak seperti untuk desflurane), tidak ada aktivasi sistem
saraf simpatis yang diamati. Meskipun sevoflurane telah dilaporkan
memperpanjang QT dan interval QTc, itu tidak berpengaruh pada jalur konduksi
jantung normal dan karena itu dianggap sebagai agen aman yang juga dapat
digunakan dalam prosedur elektrofisiologi jantung

System saraf pusat


Sevoflurane adalah vasodilator serebral. Pada pasien bedah saraf, sevofluran
menurunkan kecepatan aliran arteri serebral media dan tidak menyebabkan aktivitas
epilepsi elektroensefalogram dan tidak ada peningkatan tekanan intrakranial.
Otoregulasi serebral dipertahankan pada konsentrasi rendah sevoflurane, tetapi
dosis yang lebih tinggi tampaknya menurunkan kapasitas autoregulatori.

25
D. Pelumpuh otot3,4
Untuk memudahkan teknik intubasi pada saat induksi maka diberikan obat
anestesi jenis pelemas otot yaitu atracurium. Atracurium, merupakan obat turunan
benzylisoquinoline dengan lama kerja sedang. Atracurium didegradasi dengan
eliminasi Hoffman (autolisis) dan dengan hidrolisis ester, sehingga tidak
memerlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan gangguan ginjal atau hati.
Asidosis dan hipotermia berat dapat menurunkan metabolisme obat, sehingga perlu
penurunan dosis. Efek samping utama atracurium adalah hipotensi karena pelepasan
Histamine

Mekanisme kerja pelumpuh otot


Sambungan saraf otot terdiri dari ujung saraf, celah sinap, dan motor
endplate. Acetylcholine yang dilepaskan ke dalam celah sinap saat impuls saraf
mencapai ujung saraf, akan menyeberangi celah sinap ke motor end plate. Ikatan
acetylcholine dengan reseptor nikotinik pada otot rangka menyebabkan perubahan
konformasi reseptor yang meningkatkan permeabilitas membrane miosit terhadap
ion natrium, kalium, klorida, dan kalsium, serta melepaskan kalsium dari reticulum
sarkoplasma, mengakibatkan transmisi potensial aksi dan depolarisasi yang
menyebabkan kontraksi
otot. Depolarisasi akan berhenti jika acetylcholinelepas dari reseptor.
Acetylcholine kemudian akan berdifusi kembali ke ujung saraf atau dipecah oleh
acetylcholinesterase. Obat pelumpuh otot secara struktur berkaitan dengan
acetylcholinedan bekerja mempengaruhi ikatan acetylcholinepada motor endplate.
Obat pelumpuh otot dibagi menjadi obat depolarisasi dan non-depolarisasi
berdasarkan pada mekanisme kerjanya. Obat pelumpuh otot depolarisasi mengikat
reseptor kolinergik pada motor endplate, menyebabkan depolarisasi pada
membrane end plate diikuti dengan hambatan transmisi neuromuskuler. Otot
refrakter terhadap

26
depolarisasi ulangan hingga obat berdifusi dari reseptor ke sirkulasi dan
dihidrolisis oleh pseudocholinesterase plasma. Obat pelumpuh otot non-
depolarisasi secara kompetitif menghambat reseptor acetylcholinepada motor
endplate. Ikatan obat dengan reseptor acetylcholinemencegah perubahan
konformasi pada reseptor atau secara fisik menyumbat kanal ion, sehingga tidak
timbul endplate potential.

Dosis dan cara penggunaan


Atracurium Besylate Injection hanya boleh diberikan secara intravena.
Jangan berikan Injeksi Atracurium Besylate secara intramuskular karena ini dapat
menyebabkan iritasi jaringan dan tidak ada data klinis untuk mendukung rute
pemberian ini.
Untuk menghindari penderitaan pada pasien, Atracurium Besylate Injeksi tidak
boleh diberikan sebelum ketidaksadaran telah diinduksi. DBL Atracurium
Besylate Injeksi tidak boleh dicampur dalam spuit yang sama, atau diberikan
bersamaan melalui jarum yang sama, dengan larutan alkali (misalnya larutan
barbiturat).
Untuk secara akurat memantau tingkat relaksasi otot dan untuk meminimalkan
kemungkinan overdosis, penggunaan stimulator saraf perifer dianjurkan untuk
memantau penekanan otot kedutan dan pemulihan pada pasien yang menggunakan
Atracurium Besylate Injection selama anestesi.
Dosis atracurium besylate 0,4 hingga 0,5 mg / kg (1,7 hingga 2,2 kali ED95),
diberikan sebagai injeksi bolus intravena, adalah dosis awal yang dianjurkan untuk
sebagian besar pasien. Setelah dosis ini, kondisi yang sesuai untuk intubasi non-
darurat dapat diharapkan dalam 2 hingga 2,5 menit pada kebanyakan pasien yang
sebanding dengan obat lain dari kelas ini. Blokade neuromuskular maksimum
umumnya dicapai sekitar 3 sampai 5 menit setelah pemberian. Dengan anestesi
seimbang, dosis awal ini biasanya menghasilkan blokade neuromuskular lengkap

27
selama sekitar 20 hingga 35 menit. Pemulihan spontan hingga 25% dari kontrol
umumnya dicapai sekitar 35 sampai 45 menit setelah pemberian dan pemulihan
lengkap biasanya dicapai dalam 60 hingga 70 menit setelah pemberian.
Meskipun atracurium memiliki potensiasi oleh anestesi isoflurane atau enflurane,
dosis awal atracurium besylate yang sama (0,4 hingga 0,5 mg / kg) dapat
digunakan untuk intubasi jika diberikan sebelum pemberian agen inhalasi ini.
Namun jika dosis atracurium awal diberikan setelah anestesi steady state dengan
isoflurane atau enflurane telah tercapai, dosis harus dikurangi sekitar sepertiga,
yaitu 0,25-0,35 mg / kg. Pengurangan dosis yang lebih kecil dapat
dipertimbangkan dengan anestesi halotan bersamaan karena hanya memiliki efek
potensiasi marginal (sekitar 20%) pada atracurium.

Post-Operatif
Pasien dipuasakan sekitar 4 – 6 jam atau setelah bising usus positif. Tes
minum 4 – 6 jam post-operasi atau setelah bising usus positif
Diberikan obat analgetik : Injeksi dexketoprofen 1 amp /8jam/iv
Cairan : IVFD RL 28 TPM
Diet : Tidak diberikan diet khusus
Selalu monitoring tanda tanda vital (suhu, satrurasi dan nadi) dan kesadaran
pasien atau sesuai advice dokter bedah.

3. Laparaskopi7
Laparoskopi adalah suatu instrumen untuk melihat rongga peritoneum. Struktur
rongga pelvik dan dapat jugadipakai untuk tindakan operatif. Sejak pertama kali
dicatat melihat rongga abdomen dengan alat optik dengan dilakukannya incisi
kuldotomi pada tahun 1901, konsep visualisasi rongga pelvis baik untuk prosedur
diagnostik maupun operatif mengalami perkembangan yang pesat.

28
Laparoskopi adalah sebuah prosedur pembedahan minimally invasive dengan
memasukkan gas CO2 ke dalam rongga peritoneum untuk membuat ruang antara
dinding depan perut dan organ viscera, sehingga memberikan akses endoskopi ke
dalam rongga peritoneum tersebut
Instrument :
- Laparoskop/teleskop
- Kanula dan trocar
- Insufflator
- Sumber cahaya
- Instrument tambahan
- Peralatan video
- Jarum peres
- Suction kanula

Pemeriksaan penunjang
- Laboratorium darah lengkap
- Radiografis
- Elektrokardiografi

Pertimbangan Anestesi
- Jenis anestesi
- Perawatan post operasi

Factor resiko
Pasien
- Obesitas
- Usia
- Riwayat operasi pada abdomen

29
Faktor resiko anestesi
- Waktu makan terakhir
- Penyakit jantung
- Penyakit paru

Komplikasi
- Emboli gas
- Trauma pembuluh darah retroperitoneal
- Trauma pembuluh darah pada dinding abdomen
- Trauma usus
- Trauma urologi

Penatalaksanaan
1. Teknik umim laparoskopi
Penempatan trocar
- Veress needle and primary trocar insertion
- Insersi trocar secara langsung
- Laparoskopi terbuka
- Expending-access canullas
- Teknik trocar optic
Power instrument
Teknik untuk oklusi pembuluh daras besar

2. Persiapan Gastrointestinal sebelum operasi


- Bowel preparation
- Intake oral

30
3. Persiapan perioperative lainnya
- Akses intravena
- Pemasangan kateter
- Profilaksis kejadian thrombosis vena dalam
- Posisi pasien
- Persiapan pada kulit

4. Dokumentasi

31
G. RESUME

Anamnesa Terpimpin
Pasien datang ke RS Tk II Pelamonia Kota Makassar pada tanggal 20
November 2018 diantar keluarganya dengan keluhan nyeri perut kanan atas
sejak kurang lebih 3 hari yang lalu. Pasien mengeluh nyeri seperti ditususk-
tusuk, nyeri timbul terutama setelah makan makanan yang berlemak tetapi
terkadang pula timbul secara tiba-tiba, nyeri menjalar ke perut bawah dan
punggung. Pasien juga mengeluh kadang-kadang perut terasa kembung, mual
tetapi tidak sampai muntah, demam dan trauma disangkal. Tidak ada riwayat
asma, hipertensi dan DM. Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.

Pemfis : Nyeri tekan abdomen kanan atas (+)


Pemeriksaan Lab : DBN
Radiologi : EKG → normal
CT-Scan → Chotlelithiasis
Foto Thorax → Tidak tampak kelainan

Diagnosa Klinis : Cholelithiasis

Laporan Anestesi
1. Diagnose pra bedah
Cholelithiasis
2. Penatalaksanaan Pre Operasi
Infus RL 500 cc
3. Penatalaksanaan Anestesi
a. Jenis Pembedahan : Laporotomy
b. Jenis Anestesi : GETA
c. Teknik Anestesi : Inhalasi intubasi ETT

32
d. Mulai Anestesi : 20 November 2018, pukul 08.30 Wita
e. Mulai Operasi : 20 November 2018, pukul 09.00 Wita
f. Premedikasi : Fentanyl 120 mg
g. Induksi : Propofol 80 mg
h. Medikasi tambahan : Ondancentron 10 mg
Ranitidin 50 mg
Midazolam 2 mg
i. Maintenance : O2, N2O, Sevoflurane
j. Relaksasi : Atracurium 30 mg
k. Respirasi : Kontrol
l. Posisi : Supine
m. Selesai Operasi : Pukul 11.00 Wita
n. Post Operasi : Inj Dexketoprofen 1 amp/ 8jam/ IV

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Michael J. Sheen, Fang-Lin Chang, Shung-Tai Ho, Anesthetic Premedication :


New Hozons of an old Practice. Department of Anesthesiology. Elsevier.
Taiwan. 2014

2. Stefan De Hert, Anneliese Moerman, Sevoflurane. Department of


Anesthesiology, Ghent University. Belgium. 2015.

3. Ester Kristiningrum, Penggunaan Obat Pelumpuh Otot di ICU. Medical


Departement, PT Kalbe Farma. Jakarta, Indonesia. 2015

4. Journal : ATRACURIUM BESYLATE INJECTION. Data sheet, New Zealand.


2017

5. Dana A. McNeir, Elgene G. Mainous, Norman Trieger, Propofol as an


Intravenous Agent in General Anesthesia and Conscious Sedation.
Departement of Oral and Maxillofacian, University of Mississippi. Bronx, New
York. 1988

6. Khurram Saleem Khan, Ivan Hayes, Donal J.Buggy, Pharmacology of


anaesthetic agent : Intravenous anaesthetic agents. Continuing Education in
Anaesthesia, Critical Care & Pain. Oxford University. Dublin , Ireland. 2014

7. Budi R. Hadibroto. Laparoskopi Operatif. Fakultas Kedokteran Universitas


Sumatra Utara. Medan, Indonesia. 2007

34

Anda mungkin juga menyukai