RESTU YUSLIDA
JAKARTA
2011 M/1432 H
BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT
SKRIPSI
RESTU YUSLIDA
1070 9500 2802
JAKARTA
2011 M/1432 H
BIOSOLUBILISASI BATUBARA LIGNIT
HASIL INTERAKSI KAPANG Trichoderma sp.
DENGAN MIKROBA INDIGENUS
SKRIPSI
RESTU YUSLIDA
1070 9500 2802
Menyetujui.
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Menyetujui
Penguji 1, Penguji 2,
Pembimbing 1, Pembimbing 2,
Mengetahui:
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Prodi Biologi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M. Sis. DR.Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud.
NIP. 19680117 200112 1001 NIP. 19690404 200501 2005
PERNYATAAN
Restu Yuslida
107095002802
Biosolubilisasi Batubara Lignit Hasil interaksi
JAKARTA
RESTU YUSLIDA Kapang Trichoderma sp. dengan Mikroba
2011 M / 1432 H
Indigenus
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah
memberikan nikmat tak terbatas, atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya sehingga
skripsi ini dapat Penulis selesaikan. Salawat serta salam senantiasa tercurahkan
sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi S1 pada Program
Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
1. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis., selaku Dekan fakultas Sains dan
2. DR. Lily Surayya E. P., M.Env.Stud., selaku Ketua Program Studi Biologi
Hidayatullah Jakarta.
3. Dini Fardila, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Biologi Fakultas Sains
i
4. Kedua Orang tuaku “Baktiku selalu” yang senantiasa mencurahkan do’a
terpikirkan oleh penulis dan yang utama atas ilmu bermanfaat semoga
semuanya menjadi bekal Penulis di masa depan kelak dan semoga Allah
kelak . Amien.
7. La ode Sumarlin, M.Si dan Rina H.P, M.Si selaku penguji seminar hasil
serta Priyanti, M.Si dan Dini Fardila, M.Si selaku penguji sidang
munaqasah terimakasih atas saran dan masukan yang sangat berarti untuk
Penulis.
senantiasa tercurah, atas perjalanan masa kuliah yang penuh suka duka
pastinya.
9. Encing Iyus, encing Mulia, encing Diding dan encing Toni terimakasih
ii
10. Sahabat tersayang Khuzaifah, Amaliah, Nasti, Fauziah, Ulan, Ririn,
Putasa, Kiki, Eri, Rose dan khusus keluarga biologi 2007 Saintek atas
pernah terputus.
karena itu usul serta saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi
Restu Yuslida
iii
ABSTRAK
iv
ABSTRACT
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
ABSTRAK.............................................................................................................. iv
ABSTRACT............................................................................................................ v
DAFTAR ISI........................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah.......................................................................... 4
1.3. Hipotesis........................................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian.............................................................................. 5
1.5. Manfaat Penelitian............................................................................ 5
vii
4.3.2. Perubahan Pola Panjang Gelombang pada 200-600 nm.. 51
4.3.3. Produksi Asam Humat dan Fulvat................................... 54
4.3.4. Karakteristik Gugus Fungsi Hasil Biosolubilisasi
Batubara........................................................................... 57
4.3.5 Identifikasi Senyawa Hasil Biosolubilisasi dengan
GCMS.............................................................................. 61
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 70
LAMPIRAN............................................................................................................ 76
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi Media.............................................................. 24
Tabel 2. Kultur Perlakuan Biosolubilisasi Batubara....................... 27
Tabel 3. Kondisi Optimum GCMS................................................. 31
Tabel 4. Populasi kapang pada media perlakuan A (MSS +
batubara steril 5%), (B (MSS + batubara steril 5%+
Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan
D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.)
yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120
rpm.................................................................................... 44
ix
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses pembentukan Batubara......................................... 8
Gambar 2. Model Struktur Batubara dari Tingkatan
berbeda.............................................................................. 9
Gambar 12. Nilai absorbansi (A) senyawa fenolik dan (B) senyawa
aromatik terkonjugasi pada kultur perlakuan A (MSS +
batubara steril 5%), B (MSS + batubara steril 5% +
Trichoderma sp.), C (MSS + batubara mentah 5%) dan
D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.)
yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm..... 48
x
Gambar 13. Nilai absorbansi (A) Asam Humat (B) Asam fulvat 561
nm pada kultur perlakuan A (MSS + batubara steril
5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.),
C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara
mentah 5% + Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada
suhu ruang dan agitasi 120 rpm........................................ 55
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Jenis Bakteri yang Terdapat pada Kultur Perlakuan........ 76
Lampiran 2. Hasil Pewarnaan Gram..................................................... 77
Lampiran 3. Jenis Kapang.................................................................... 78
Lampiran 4. Khamir pada Perlakuan Medium dengan Batubara
Mentah Hari Inkubasi ke-14............................................. 79
xii
BAB I
PENDAHULUAN
selain gas alam dan minyak bumi. Menurut IEA (2009), jumlah cadangan gas
alam 163,3 triliun ton, minyak bumi 164,5 triliun ton dan batubara 462,6 triliun
ton. Perkiraan ketersediaan sumber energi tersebut pada minyak bumi selama 50
tahun, gas bumi untuk 63 tahun dan batubara untuk 146 tahun. Menipisnya
20,98 miliar ton atau 0,5% dari total cadangan batubara terbukti di dunia.
rendah) sebesar 59%, subbituminus (kandungan kalori sedang) sebesar 27%, dan
bituminus mencapai 14%, sedangkan antrasit kurang dari 0,5% (ESDM, 2010).
1
2
sebesar 25% dari total kebutuhan energi domestik. Hal tersebut didukung oleh
33% dan batubara yang dicairkan sebesar 2 % pada tahun 2025 untuk mengurangi
kalori rendah dan sedang, sedangkan batubara kalori tinggi kebanyakan diekspor.
Batubara dari jenis kalori rendah seperti lignit merupakan batubara yang kurang
ekonomis karena memiliki kadar air yang sangat tinggi (di atas 30%) dan nilai
kalor di bawah 5.000 kcal/kg serta mengandung abu tinggi. Hal tersebut
tenaga listrik dan panas sebesar 96,4%. Namun, pembakaran lignit mengakibatkan
polusi yang cukup berbahaya karena menghasilkan sulfur oksida (SOx), nitrogen
oksida (NOx), karbon dioksida (CO2) dan logam berat (Xuchang dkk., 2000).
Dampak yang tidak baik untuk lingkungan menjadi pertimbangan yang harus
pemanfaatan batubara yang baik dimana menggunakan metode kimia dan fisika
3
operasional yang cukup tinggi karena dilakukan dalam temperatur dan tekanan
yang tinggi serta memerlukan instalasi yang cukup rumit (Yoshida, 2007).
cair dengan bantuan mikroba, seperti bakteri dan jamur (Faison dkk., 1989).
tidak menghasilkan SOx dan NOx selama proses pembakaran (Fakoussa & Frost,
1999). Biosolubilisasi batubara sangat ditentukan oleh agen biologi, jenis batubara
1990).
dkk., 1989). Hasil isolasi dan seleksi pada penelitian sebelumnya telah diperoleh
batubara lignit (Sugoro dkk., 2011). Produk yang dihasilkan berupa senyawa yang
setara dengan minyak bumi, tetapi masih dalam jumlah yang sangat kecil.
dengan mikroba indigenus batubara seperti bakteri, khamir atau kapang lainnya.
4
pada suatu substrat (Waluyo, 2009). Diharapkan akan terbentuk konsorsium yang
satu jenis (Brenner dkk., 2008). Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melakukan
(fungi).
mentah akan menghemat biaya operasional. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini
produk yang lebih baik dibandingkan batubara steril. Hal tersebut akan menjadi
ekonomis.
indigenus?
1.3. Hipotesis
mengenai potensi dari interaksi antara kapang Trichoderma sp. dengan mikroba
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Batubara
dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan
oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata
batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama
jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batu bara (World Coal Institute, 2005).
kandungan air, dalam tahap awal pengaruh dari mikroba juga memegang peranan
berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap
endapan batubara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu
7
8
kemudian mati dan terbenam di rawa. Pada akhirnya sisa-sisa tumbuhan yang
material klastik yang dibawa oleh sungai diendapkan di atas sisa-sisa tumbuhan
yang telah mati tersebut. Material klastik tersebut dapat berupa lapisan batu pasir,
batu lempung atau batu lanau yang kemudian menjadi tebal jika pengendapan
terjadi dalam kurun waktu yang lama. Lapisan-lapisan tersebut dikenal sebagai
lapisan pembawa batubara yang ketebalannya bisa mencapai ratusan meter. Jika
daratan dapat muncul kembali di atas muka air sehingga tumbuhan dapat hidup
kembali. Daur pun berulang kembali. Dengan cara seperti ini akan terbentuk
9
beberapa lapisan sisa-sisa tumbuhan dengan kehadiran batu pasir, batu lanau atau
sisa tumbuhan menjadi gambut (peat). Gambut yang telah terbentuk lambat laun
tertimbun oleh endapan-endapan lainnya seperti batu lempung, batu lanau dan
batu pasir. Seiring perjalanan waktu yang mungkin berpuluh juta tahun, gambut
ini akan mengalami perubahan sifat fisik dan kimia akibat pengaruh tekanan dan
antrasit (Susilawati, 2008). Berikut struktur kimia dari beberapa jenis batubara
(Gambar 2).
energi dalam batubara, maka kandungan energi dalam batubara semakin banyak
batubara yang paling muda dan di dalamnya termasuk brown coal atau Low Rank
Coal (LRC). Pada umumnya warna lignit mulai dari coklat hingga hitam
kecoklatan. Lignit sebagian besar terdiri dari material kayu kering yang terkena
tekanan tinggi. Kandungan karbon pada lignit paling rendah di antara jenis lain,
yakni berkisar antara 20-35% berat sementara itu kandungan airnya lebih tinggi.
Nilai kalori lignit berdasarkan American Testing Society for Testing and Material
kurang dari 19,3 MJ/Kg. Berdasarkan nilai kalori, lignit dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu lignit A dan B dengan nilai kalori 14,7 – 19,3 MJ/Kg dan ≤ 14,7
lebih tinggi. Batubara jenis subbituminus memiliki warna hitam dengan nilai kalor
yang tinggi daripada batubara lignit. Kandungan karbon di dalam batubara ini
lebih rendah daripada batubara bituminus serta hasil pembakaran yang lebih
Testing Society for Testing and Material dari 19,3 – 26,7 MJ/Kg. Berdasarkan
nilai kalori, jenis batubara ini dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu subbituminus A,
B dan C dengan nilai kalori 19,3 – 22,1 MJ/Kg, 22,1 – 24,4 MJ/Kg dan 24,4 –
air dengan jumlah yang sangat kecil, bahan mudah menguap sekitar 15–20%
berat. Sementara itu jumlah karbonnya sebanyak 45-80% berat. Hasil pembakaran
batubara bituminus berupa api berwarna kuning yang berasap, berabu, dan
paling tinggi. Batubara ini dikenal sebagai batubara keras dan memiliki kilau
dan jumlah energi yang paling tinggi. Kandungan karbon dalam batubara antrasit
antrasit tergolong pembakaran yang sangat bersih dan bebas asap (Tekmira,
2006).
dalam suatu media yang sama. Hubungan antara mikroba dapat dibedakan
tertentu bagi diri mereka masing-masing meskipun hidup di dalam medium yang
Hanya mikroba yang kuat mampu bertahan dibandingkan dengan mikroba lainnya
ditunjukkan adanya suatu spesies menghasilkan zat yang meracuni spesies lain
mendapatkan keuntungan dan jika berpisah satu sama lain masing-masing spesies
tidak atau kurang dapat bertahan. Sinergisme merupakan suatu hubungan antara
dua spesies yang hidup bersama dan mengadakan kegiatan yang tidak saling
mengganggu, akan tetapi kegiatan masing-masing itu justru berupa suatu urutan
14
keuntungan disatu pihak saja dan pihak lain dirugikan disebut parasitisme. Suatu
hubungan antara pemangsa dan mangsa ditunjukkan dengan adanya suatu spesies
terutama senyawa organik. Suatu senyawa dengan susunan yang kompleks dan
terisolasi secara ruang dan waktu. Terjadi hubungan yang setimbang antar
tergantung dari potensi genetik. Pola konsorsium dapat diketahui dengan cara
kultur campur. Populasi satu jenis mikroba akan berbeda dengan ketidakhadiran
atau kehadiran jenis mikroba lainnya. Interaksi antara dua populasi berbeda,
dkk., 2008). Konsorsium diperlukan terutama untuk kultur dengan substrat berupa
senyawa komplek dan heterogen, seperti batubara dan minyak bumi. Menurut
15
7. Struktur yang terbentuk oleh lebih dari satu pengguna substrat primer, dengan
adalah kualitas rendah (Polman dkk., 1991) dan kualitas tinggi (Johnson dkk.,
alkohol (Faison dkk., 1989) dan biosolubilisasi (Faison dkk., 1989; Wadhwa &
penelitian yang dilakukan oleh Gramms dkk. (1999) melaporkan bahwa interaksi
antara kapang Trichoderma sp. dan Penicillium sp., dengan mikroba indigenus
cair dengan bantuan mikroba, seperti bakteri dan jamur. Produknya dapat
digunakan sebagai bahan bakar dan industri kimia. Proses biosolubilisasi dapat
pula digunakan untuk mengurangi kandungan sulfur atau logam toksik pada
medium yang lebih gelap selama proses kultur atau cairan gelap ketika
ditumbuhkan pada permukaan kultur agar (Faison dkk., 1989). Contoh bakteri
fungi yang dapat dimanfaatkan untuk proses ini diantaranya Polyporus versicolor,
17
Cohen dan Gabriele (1982). Lignit dari Amerika dapat dibiosolubilisasi oleh fungi
menemukan bahwa Polish lignit dapat disolubilisasi oleh strain P. putida dan
Basaran dkk. (2003) telah sukses mengsolubilisasi lignit Turki ke bentuk cairan
hitam dengan menggunakan fungi Corilous versicolor. Saat ini, Shi dkk. (2009)
telah dilakukan oleh Sugoro dkk. (2009) dengan menggunakan fungi indigenus
dan jenis batubara subbituminus dengan produk yang dihasilkan berupa senyawa-
18
senyawa yang setara dengan bahan bakar minyak dengan menggunakan kapang
yang larut dalam air dengan kisaran berat molekul 30 – 300 kDa dan banyak
memiliki gugus fungsi karboksil dan karbonil (Fakoussa dkk., 1994). Produk
hidrokarbon, yaitu C6H10 dan C25H26, C24H38 dan C26H14. Produk hasil solubilisasi
umumnya berupa senyawa asam karboksilat aromatik atau ester aromatik (Shi
dkk., 2009).
dapat berupa kondisi lingkungan, nutrisi, lamanya waktu proses, perlakuan awal
faktor-faktor ini diperlukan untuk memperoleh unjuk kerja yang paling optimal
antaranya jenis batubara, suhu, agitasi, aerasi, pH, ukuran partikel, pra-perlakuan,
jenis medium, surfaktan, konsentrasi batubara, ion logam, sumber karbon, sumber
(Waluyo, 2009). Hasil penelitian Pokorný dkk. (2005) menyatakan batubara lignit
biosolubilisasi kemungkinan tidak dapat dilakukan oleh satu jenis mikroba. Oleh
sebab itu, perlu dilakukan penelitian yang mengkaji konsorsium antara mikroba
dilihat karena penampakannya berserabut seperti kapas. Kapang terdiri atas suatu
tallus yang tersusun dari filamen bercabang yang disebut hifa. Hifa tumbuh dari
spora yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ, dimana tuba ini
akan tumbuh terus membentuk filamen yang panjang dan bercabang, kemudian
akan membentuk suatu massa hifa yang disebut miselium (Fardiaz, 1989).
sp. (Persoon ex Gray in 1801). Ciri-ciri spesifik kapang tersebut adalah miselium
merupakan sterigma, membentuk konidia bulat atau oval, berwarna hijau terang,
20
dikenal sebagai penghasil enzim hidrolitik, selulase, pektinase dan xilonase yang
hemiselulosa dan xilan. Sudah banyak jamur dari genus ini digunakan untuk
cukup besar, sedangkan sintesis selulase akan meningkat pada serat selulosa yang
dapat larut seperti selubiosa (Martina dkk., 2002). Berdasarkan penelitian yang
diisolasi pada tanah dan batubara. Oleh sebab itu, melihat potensi yang dimiliki
Konidia
Konidiofora
Sterigma
diantaranya sekresi senyawa alkalin yang dapat berupa ammonia (Quigley dkk.,
21
1988; Quigley dkk., 1989), sekresi chelator yang merupakan senyawa organik
yang berperan dalam melepaskan ikatan kompleks logam yang terikat pada
(Fakoussa, 1994), dan sekresi enzim berupa enzim pendegradasi lignin secara
umum dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu lakase (Lac) dan peroksidase
(lignin peroksidase (LiP) dan mangan peroksidase (MnP)) (Perez dkk., 2002).
22
Peningkatan kualitas
batubara lignit
Gasifikasi Liquifikasi
Biosolubilisasi
METODE PENELITIAN
(BATAN) Pasar Jum’at, Lebak Bulus, Jakarta Selatan dan Laboratorium Pangan
Bahan–bahan yang digunakan adalah batubara jenis lignit dengan ukuran 100
mesh yang berasal dari Sumatera Selatan, Minimal Salt Solution (MSS/ 1 g
mencapai 1000 ml ), Potato Dextrose Agar (PDA), Trypticase Soy Broth (TSB)
agar bakto, sukrosa, ekstrak ragi, aseton, KH2 PO4, alumunium foil, akuades,
alkohol 70%, larutan fisiologis (NaCl 0,85%), alkohol 96%, lugol, crystal violet,
safranin, benzen, heksana, dietil eter, glukosa 0-250 ppm, H2SO4, K2Cr2O7,
serbuk KBr kering dan isolat kapang Trichoderma sp. Komposisi media yang
23
24
disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121oC pada tekanan 1 atm selama 15
menit. Peralatan yang tidak tahan panas disterilkan dengan menggunakan alkohol
mesh dan diayak. Sampel batubara yang berhasil tersaring ditimbang masing-
sebelumnya dilapisi alumunium foil. Dua petri berisi batubara yang disterilisasi
25
dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 0C dan dua petri berikutnya berisi
g NH4(SO4) (Silva dkk., 2007), ditambahkan 0,003 g MnCl2 (Sugoro dkk., 2011)
peroksidase setelah itu ditera dengan air akuades hingga 1 liter, kemudian
dilarutkan sampai homogen. Media MSS dibuat dalam 2 liter untuk media
empat Erlenmeyer berbeda, ditambahkan dengan sukrosa 0,1% (0,5 g) dan ekstrak
dilarutkan dengan akuades 500 ml, media ini dipekatkan dua kali. Dipersiapkan
Erlenmeyer yang berbeda untuk dibuat media MSS tanpa sukrosa dan ekstrak ragi
Media PDA dan MSS tanpa sukrosa dan ekstrak ragi + batubara, disteril di dalam
autoklaf selama 15 menit dalam suhu 1210C. Setelah selesai disterilisasi, kedua
26
Broth (TSB) dan 1,5 % dari volume total yaitu 15 g agar dalam 500 ml dengan
MSS tanpa sukrosa dan ekstrak ragi 500 ml ditambah dengan 0,1 % batubara dari
volume total yaitu 1 g. Kedua media disterilisasi selama 15 menit pada suhu
media PDMA dan diinkubasi selama 4-7 hari pada suhu ruang hingga
cawan petri berisi isolat kapang, kemudian spora kapang dilepaskan menggunakan
perlakuan terdiri atas dua kali pengulangan (duplo). Sebanyak 500 ml masing-
27
(106 sel/ml v/v) sedangkan perlakuan A dan C tidak diberi inokulum sebagai
agitasi 120 rpm, pada suhu ruang selama 28 hari. Pencuplikan sampel kultur
tube kemudian disaring sebanyak 2/3 volume menggunakan kertas saring hingga
diperoleh supernatan yang sudah terpisah dari endapan batubara. Sisa kultur yang
ada di dalam tube digunakan untuk pengukuran pH, pengamatan kolonisasi secara
didapat dimasukan ke dalam yellow tube untuk ditentukan kadar asam humat dan
Endapan produk dari supernatan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 550C
masa inkubasi kultur maka semakin banyak seri pengenceran yang dilakukan.
Setelah itu, larutan dari tiga pengenceran terakhir diinokulasikan pada media
PDMA dan TSMA dengan metode sebar. Pada media TSMA enumerasi dilakukan
setelah 24 jam masa inkubasi sedangkan pada media PDMA enumerasi dilakukan
setelah 4-7 hari masa inkubasi. Total jenis dan total individu yang muncul semua
dicatat untuk dilakukan perhitungan jumlah sel. Jenis bakteri dan fungi yang
bentuk sel.
29
menggunakan pipet bersih diteteskan di atas kaca preparat bersih diberi tanda
nama isolat sesuai perlakuan. Diamati di bawah mikroskop kolonisasi yang terjadi
nm. Perubahan pola panjang gelombang diamati pada kisaran panjang gelombang
saat hingga dingin, setelah itu ditambahkan air suling kurang lebih 50 ml lalu
diaduk dan kembali dibiarkan hingga dingin. Setelah dingin larutan tersebut ditera
30
hingga tanda batasnya, dikocok sampai homogen. Kadar asam humat dan fulvat
561 nm, dengan menggunakan deret standar glukosa 0-250 ppm (Graham, 1948
dan Shnitzer, 1984 dalam Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air dan
batubara dianalisis dengan FTIR pada range frekuensi 4000-450 cm-1. Produk
ke dalam oven dengan suhu 550C hingga cairan menguap dan tersisa residu
produk. Residu produk yang akan diuji dicampurkan dengan serbuk KBr kering
ke dalam disk holder kemudian direkam dengan alat spektrometer FTIR. Kontrol
yang digunakan ekstrak produk batubara mentah dan batubara steril pada hari ke-
0.
yang digunakan adalah benzene: heksana: dietil eter dengan perbandingan 3:1:1.
bercampur kemudian didiamkan beberapa saat sampai terbentuk fase atas dan
bawah, fase atas dipakai untuk mengidentifikasi jenis senyawa dan menentukan
dimasukan ke dalam vial untuk dianalisis dengan alat GCMS. Kondisi optimum
Spesifikasi Keterangan
Nama kolom Dimethyl polysiloxane
Panjang kolom 30 m
Diameter kolom 0,25 mm
Ketebalan kolom 0,25µm df
Jenis kolom Non polar
Suhu kolom oven 50 oC
Suhu injeksi 280 oC
Cara injeksi Split
Cara kontrol aliran Kecepatan linear
Tekanan 90,7 kPa
Total aliran 19,9 mL/menit
Aliran kolom 1,54 mL/menit
Kecepatan linear 45 cm/detik
Jumlah sampel 5 µl
Fase diam Sampel batubara cair
Fase gerak Gas helium
(ANOVA) satu arah dan uji lanjutan Duncan (p=0,05), dibantu dengan program
SPSS 16 serta secara visual data meliputi parameter yang diamati disajikan dalam
Inokulum spora
Media MSS
0 2 7 14 21 28
Analisis sampel
Analisis data
BAB IV
(Gambar 8). Secara statistik uji anova satu arah menunjukkan bahwa media
pada masing-masing perlakuan (Tabel 2). Hasil uji statistik lanjutan yaitu uji
dalam bentuk anorganik dalam bentuk sulfit dan sulfat (Speight, 1994). Selain
kapang Trichoderma sp. menciptakan kondisi yang lebih asam dibuktikan dengan
33
34
4.5
4.4
4.3
4.2
4.1
A
pH 4
B
3.9
C
3.8
D
3.7
3.6
3.5
0 2 7 14 21 28
Waktu (hari)
semua media kultur perlakuan termasuk pada media kultur perlakuan A (MSS +
metabolisme di dalam media yang dilakukan baik oleh mikroba indigenus maupun
oleh kapang Trichoderma sp. bahkan kolaborasi di antara keduanya kecuali pada
oleh pembentukan asam-asam organik berupa asam karboksilat, asam fulvat yang
merupakan senyawa humat yang terdapat dalam batubara. Produksi asam humat
mengalami desulfurisasi yaitu pelarutan sulfur ke dalam media cair dalam bentuk
ion sulfat (SO42-) sehingga terbentuk asam sulfat (Hammel, 1996) sehingga
menciptakan kondisi media asam. Keasaman media juga disebabkan dalam proses
biosolubilisasi batubara terbentuk produk berupa fenol, aldehid dan gugus keton
(Shi dkk., 2009). Fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus benzena
dan hidroksi, bersifat asam dan mudah dioksidasi lebih lanjut menjadi asam
karboksilat. Keton juga bersifat asam karena terbentuk dari oksidasi alkohol
Pada akhir masa inkubasi (hari ke-28) terjadi sedikit kenaikan nilai pH
kecuali pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) (Gambar 8).
hasil penguraian senyawa piridin dalam batubara yang larut dalam media dan
basa lemah (Yin dkk., 2009). Nilai pH yang meningkat juga diduga disebabkan
lisisnya sel di dalam media kultur akibat mulai terbentuknya zat sisa metabolit
yang bersifat racun untuk sel. Sel yang lisis di dalam media, kemudian
masih bertahan sehingga terjadi efek buffering (Kirk dkk., 1986). Keberadaan
36
batubara dapat bercampur dengan air dan media (Fakoussa & Hofrichter, 1999).
seperti bakteri dan fungi karena struktur penyusun batubara yang kompleks dan
heterogen. Bakteri sebagai salah satu yang ikut serta dalam proses tersebut
batubara steril 5%) dan B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.) tidak
disterilisasi.
secara langsung penambahan sukrosa dan ekstrak ragi sebagai sumber karbon
primer. Setelah sumber karbon primer habis ditandai dengan menurunnya kurva
karbon baru pada hari ke-7 sampai hari ke-14. Bakteri pada keadaan ini
melakukan sintesis enzim baru yang sesuai dengan media terutama batubara untuk
9
8
Jumlah log CFU/ml
7
6 A
5
B
4
C
3
D
2
1
0
0 2 7 14 21 28
Waktu (Hari)
mencapai puncak pertumbuhan pada hari ke-21. Selanjutnya, pada hari ke-28
banyak sel yang lisis. Hal ini didukung pula dengan peningkatan nilai pH
(Gambar 8). Fluktuasi kurva pertumbuhan bakteri pada kultur C (MSS + batubara
mentah 5%) diduga disebabkan oleh adanya bakteri yang saling bersaing untuk
(Gambar 9). Kurva yang tercipta tampak teratur dan tidak terlalu terlihat
fluktuatif. Sama halnya pada kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%),
pada awal inkubasi kurva menunjukkan peningkatan. Hal tersebut terkait pada
penggunaan sumber karbon primer berupa sukrosa dan ekstrak ragi yang
meningkat sejak awal inkubasi hingga hari ke-7 (Gambar 9). Peningkatan pada
sukrosa dan ekstrak ragi sebagai sumber karbon dalam media kultur selain itu,
inkubasi. Setelah itu, kurva tampak stasioner hingga hari ke-14 diduga hal
tersebut terjadi akibat habisnya sumber karbon awal dan kemudian kurva
pada awal inkubasi. Hari terakhir inkubasi yaitu hari ke-28 kurva mengalami
sel disebabkan terbentuknya senyawa yang bersifat toksik bagi sel sehingga sel
mengalami lisis.
berjumlah 8, yaitu BM04, BM21, BM01, BMT01, BM02, BMT24, BM23, dan
berbentuk batang (basil) yang saling lepas (Lampiran 2). Pokorny’ dkk. (2005)
menyatakan bakteri yang ditemukan pada batubara lignit berupa batang (Bacillus).
Sebagian besar isolat bakteri yang diperoleh memiliki karakteristik Gram negatif
(Lampiran 2).
dalam media kultur perlakuan. Kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%)
pada saat kurva mengalami kenaikan didominasi oleh bakteri jenis BM01 ( 2,9.
10 2 CFU/ml) (Gambar 10). Jenis bakteri tersebut tidak ditemukan lagi pada hari
pengamatan ke-2 dan 7 namun pada hari ke 14-28 bakteri jenis tersebut kembali
fraksi sederhana. Kandungan sukrosa dan ekstrak ragi yang terkandung dalam
media kultur dengan mudah dimanfaatkan oleh bakteri jenis tersebut. Setelah
habis, bakteri tersebut tidak mampu merombak struktur batubara yang kompleks
kondisi lingkungan yang mendukung untuk kehidupannya yaitu pada masa akhir
masa inkubasi hari ke-14 hingga 28. Usaha mengamankan diri dari kondisi buruk
10) mendominasi pada saat kurva menurun yang terjadi hari ke-2 hingga hari ke-
menjadi fraksi yang lebih sederhana hingga hari ke-14, bakteri jenis BM01
Masa akhir inkubasi kurva kembali menurun yang diduga memasuki fase
9 9
BM04 BM04
8 8
7 BM21 7 BM21
Log CFU/ml
Log CFU/ml
6 BM01 6 BM01
5 BMT01 5 BMT01
4 4
BM02
3 BM02
3
BMT24
2 2 BMT24
1 BM23
1 BM23
0 BMT71 0
BMT71
0 2 7 14 21 28 0 2 7 14 21 28
Waktu (Hari) Waktu (Hari)
jenis BM01 (4,8.102 CFU/ml) pun mendominasi (Gambar 10). Peningkatan kurva
yang cukup lama hingga hari ke-7 (Gambar 9) terdapat beragam bakteri yang
mendominasi (Gambar 10). Hari ke-2 bakteri BM04 (103 CFU/ml) yang
mendominasi sedangkan pada hari ke-7 bakteri jenis BM02 (1,7.10 4 CFU/ml)
pada hari ke-14, terurainya senyawa penyusun batubara menjadi fraksi sederhana
hari ke-21 tercipta kondisi yang tidak mendukung kehidupan bakteri jenis BM01
memanfaatkan senyawa yang tidak dapat dimanfaatkan bagi bakteri jenis BM01.
lingkungan yang mendukung bagi bakteri jenis BM01 sehingga bakteri jenis
perlakuan. Sumber karbon pada kultur perlakuan yang telah habis mengakibatkan
42
populasi yang mendominasi akan berkurang bahkan tidak hadir dan segera
digantikan lagi oleh populasi yang lain yang lebih cocok terhadap substrat hasil
dan heterogen secara sempurna tidak mungkin dilakukan oleh satu jenis bakteri
tetapi dilakukan oleh suatu kumpulan mikroorganisme secara sinergistik (Atlas &
proses perombakan senyawa kompleks oleh berbagai jenis bakteri dalam bentuk
tiap bakteri memiliki enzim yang spesifik bekerja pada substrat tertentu sehingga
2007).
mikroba baik bakteri dan fungi (kapang dan khamir). Proses biosolubilisasi
suatu hubungan antar mikroba baik itu hubungan yang saling menguntungkan
maupun sebaliknya. Oleh sebab itu, semua komponen populasi diamati agar
yang diduga terlibat dalam proses biosolubilisasi selain kapang Trichoderma sp.
43
yang ditambahkan ke dalam media kultur. Jenis kapang yang ditemukan disajikan
pada Tabel 4 dan Lampiran 3. Penggunaan batubara yang telah disteril di dalam
autoklaf (kultur perlakuan A) tidak ditemui jenis kapang apapun yang tumbuh di
dalam media kecuali adanya penambahan spora kapang Trichoderma sp. pada
Trichoderma sp. yang disebar dengan metode spread plate di atas media Potato
Dektrose Mineral Agar (PDMA) tumbuh membentuk koloni yang penuh. Hal
tunggal. Berbeda dengan kultur perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) yang
selain bakteri, fungi pun ikut terlibat di dalamnya. Fungi berupa kapang yang
disebar di atas media PDMA terdapat empat jenis yang berbeda yaitu KPC21,
KPC04, KPC724 dan KPC22 (Lampiran 3). Pada kultur perlakuan D (MSS +
mendominasi, yang ditandai dengan tidak ditemukannya kapang jenis lain (Tabel
4).
ini mendominasi. Kapang jenis Trichoderma sp. merupakan jamur antagonis bagi
sp.) hanya kapang jenis ini yang tumbuh dan tidak ditemukan kapang jenis lain.
44
Tabel 4. Populasi kapang pada media perlakuan A (MSS + batubara steril 5%),
(B (MSS + batubara steril 5%+ Trichoderma sp.), C (MSS + batubara
mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.)
yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.
biosolubilisasi. Pada umumnya enzim yang terlibat dalam degradasi lignin yang
merupakan salah satu komponen penyusun batubara terdiri dari dua kelompok
utama berupa lakase dan peroksidase (MnP dan LiP) (Chahal & Chahal, 1998).
masih berupa spora dan mulai bergerminasi yang pada akhirnya berkolonisasi
Selain bakteri dan kapang, khamir juga ikut andil dalam proses
(MSS + batubara mentah 5%) (Lampiran 4). Pertumbuhan khamir dapat dilihat
pada Gambar 11 yang terlihat cukup fluktuatif dan menurun drastis pada hari ke-2
dan puncak pertumbuhan terjadi pada hari ke-14 (7,9.10 6 CFU/ml) dan hari ke-28
tumbuh dan bereproduksi lebih cepat dibandingkan dengan kapang yang tumbuh
permukaan dengan volume yang lebih besar (Fardiaz, 1989). Pada kultur
khamir yang tumbuh, diduga karena adanya induksi kapang Trichoderma sp. yang
8
7
6
Log CFU/ml
5
4
C
3
D
2
1
0
0 2 7 14 21 28
Waktu (Hari)
media (Gambar 8). Nilai pH yang menunjukkan keadaan yang semakin menurun
bakteri memiliki pH optimum pertumbuhan yaitu sekitar 4 dan 9 (Pelczar & Chan,
2005) dan metabolisme bakteri sendiri dipengaruhi oleh enzim spesifik dan pada
umumnya berupa enzim yang mampu memecah lignin, kinerja enzim dipengaruhi
oleh pH. Pada fungi terutama kapang dapat tumbuh pada kisaran pH 2-8,5
47
sedangkan khamir dapat tumbuh pada kisaran pH yang lebih asam yaitu 4-4,5
(Fardiaz, 1989).
senyawa fenolik pada perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) dan B (MSS +
halnya pada perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara
48
steril pada perlakuan A dan B serta batubara mentah pada perlakuan C dan D.
(Lampiran 7).
1 0.18
0.9 0.16
0.8 0.14
Absorbansi (nm)
Absorbansi (nm)
0.7 0.12
0.6 A 0.1 A
0.5 B 0.08 B
0.4 C 0.06
C
0.3 D 0.04
D
0.2 0.02
0.1 0
0 2 7 14 21 28 0 2 7 14 21 28
Waktu (Hari) Waktu (Hari)
(A) (B)
Gambar 12. Nilai absorbansi (A) senyawa fenolik dan (B) senyawa aromatik
terkonjugasi pada kultur perlakuan A (MSS + batubara steril
5%), B (MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS
+ batubara mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% +
Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi
120 rpm.
mentah 5% + Trichoderma sp.) terjadi pada hari kedua inkubasi yaitu 0,528;
49
0,792 dan 0,876 (Gambar 12). Meningkatnya nilai absorbansi diduga telah
mengoksidasi unit non fenolik lignin (Hammel, 1996). Keberadaan senyawa fenol
didukung pula dengan kondisi pH yang menurun pada hari inkubasi ke-2 (Gambar
8). Senyawa fenol merupakan senyawa yang mengandung gugus benzen dan
selanjutnya meskipun ada pula sedikit kenaikan nilai absorbansi namun perubahan
pertumbuhan baik pada mikroba indigenus maupun kapang Trichoderma sp. yang
menunjukkan nilai tertinggi pada hari kedua inkubasi dari perlakuan B (MSS +
(MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma sp.), yaitu 0,111; 0,122 dan 0,171.
perlakuan dan melarut. Nilai absorbansi pada hari inkubasi selanjutnya, hampir
sedikit terjadi terutama pada hari inkubasi ke-21 untuk media perlakuan B (MSS +
(Gambar 12).
senyawa turunannya berupa asam fulvat melalui penguraian ikatan konjugasi pada
senyawa naftalena (Zylstra dan Kim, 1997). Secara kualitatif terdapat perbedaan
kuning bening hingga berwarna cokelat. Perbedaan warna ini menunjukkan telah
adanya batubara yang terlarut kemudian bercampur dengan media dan mengubah
dan C (MSS + batubara mentah 5%) menunjukkan nilai absorbansi lebih tinggi
Trichoderma sp.) dan A (MSS + batubara steril 5%) (Gambar 12). Perbedaan ini
saja. Diduga terdapat hubungan yang positif di antara agen pengsolubilisasi yang
munculnya pita absorbsi lebar pada daerah panjang gelombang yang ditentukan
yaitu 200-600 nm (Fessenden & Fessenden, 1986). Hari inkubasi ke-2 dan 7
yang tingginya senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi (Gambar 12) sehingga
hanya pada hari tersebut supernatan diuji susuran (scan). Hari ke-2 pada kultur
panjang gelombang 363 nm dan 207 nm sama halnya pada hari ke-7, panjang
pada hari ke-2 puncak absorbansi terdapat pada panjang gelombang 204 dan 357
nm sedangkan pada hari ke-7 terjadi pergeseran puncak absorbansi pada panjang
gelombang 216, 237 dan 303 nm (Tabel 5). Senyawa yang terdeteksi oleh
absorbansi hari ke-2 pada panjang gelombang 357 dan 213 sedangkan hari ke-7
terjadi pergeseran panjang gelombang menjadi 216 nm (Tabel 5). Hal tersebut
pergeseran panjang gelombang pada hari ke-2, yaitu 213 dan 357 nm sedangkan
pada hari ke-7 terjadi pergeseran puncak absorbansi pada panjang gelombang 216,
297, dan 372 nm (Tabel 5). Hal tersebut menandakan terdapatnya senyawa berupa
membentuk kompleks sehingga lignit ditandai dengan wujud yang padat pada
batubara jenis ini. Proses biosolubilisasi yang berlangsung dalam media kultur
2 B
3 C
4 D
54
Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini serupa dengan penelitian Yin dkk.
menunjukkan pola yang berbeda (Gambar 13). Secara statistik uji anova satu arah
menunjukkan terdapat pengaruh pada tiap perlakuan terhadap kadar asam humat
(p≤0,05) (Lampiran 7). Hasil uji statistik lebih lanjut yaitu uji Duncan (p=0,05)
Pengujian statistik anova satu arah pada asam fulvat menunjukkan hasil
statistik lanjutan Duncan (p=0,05) bahwa perlakuan A (MSS + batubara steril 5%)
nyata sama halnya pula pada perlakuan C (MSS + batubara mentah 5%) dan D
absorbansi menunjukkan keberadaan asam humat dan asam fulvat yang terlarut di
dalam media kultur dan menunjukkan pola yang berbeda pada masing-masing
mengsolubilisasi batubara.
0.3
0.25
0.25
0.2
0.2
0.15 A A
0.15
0.1
B B
0.1
C C
0.05 D 0.05 D
0 0
0 2 7 14 21 28 0 2 7 14 21 28
(A) (B)
Gambar 13. Nilai absorbansi (A) Asam Humat (B) Asam fulvat 561 nm pada
kultur perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B (MSS +
batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS + batubara
mentah 5%) dan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma
sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120 rpm.
humat tertinggi yaitu 0,199 pada hari ke-28. Perlakuan C (MSS + batubara mentah
5%) nilai absorbansi tertinggi pada hari ke-14 sedangkan perlakuan B (MSS +
batubara steril 5% + Trichoderma sp.) setelah hari ke-28 inkubasi, yaitu sebesar
0,154 dan 0,098. Perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) perubahan nilai
absorbansi yang terjadi disebabkan adanya proses sterilisasi dan agitasi yang
mengakibatkan terlepasnya struktur batubara akibat adanya suhu yang tinggi dan
56
faktor penyebab tingginya nilai absorbansi asam humat diawal inkubasi pada
dengan asam humat (Gambar 13). Hal tersebut ditunjukkan pada saat nilai
terjadi hampir pada semua perlakuan di hari inkubasi ke-21. Perlakuan D (MSS +
(MSS + batubara mentah 5%), dan A (MSS + batubara steril 5%) yaitu, 0,2736;
Asam humat merupakan hasil akhir dari proses dekomposisi bahan organik yang
kontribusi besar sebagai mantel (coat) suatu partikel hingga tidak terlapukkan dan
bersifat stabil. Selain itu, tingginya nilai absorbansi asam humat menunjukkan
aromatik komponen penyusun asam humat dalam batubara yang belum terurai ke
dalam media. Penurunan nilai absorbansi asam humat terjadi oleh adanya
penguraian asam humat terlarut menjadi senyawa turunan seperti asam fulvat atau
(Sugoro dkk., 2011). Hal tersebut dibuktikan pada meningkatnya nilai absorbansi
asam fulvat pada saat nilai absorbansi asam humat menurun (Gambar 13).
dalam media perlakuan kecuali pada perlakuan A (MSS + batubara steril). Media
absorbansi asam humat dan fulvat tertinggi dibandingkan pada media perlakuan
lainnya (Gambar 13). Diduga pada media tersebut terjadinya hubungan positif
didukung pula dengan pengukuran parameter seperti, pH, dan analisis senyawa
kontrol lignit mentah dan steril. Sampel yang digunakan merupakan produk yang
pada Gambar 14 dan 15. Gugus fungsi utama yang terdeteksi pada produk
Smooth
100
%T
90
80
70
60
50
,67
7
,2
43
4
2
0
4
,9
3
2
4
3
15
6
4
40
3,6
7
9
,0
0
0
1
4
5
30 COOH CO
OH C-O-C
20
10
-0
4000 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400
p2 1/cm
(1)
Smooth
100
%T
90
80
70
60
50
7
,6
,27
43
4
2
0
4
,9
3
2
4
3
165
4
40
3,6
7
9
,0
0
0
1
4
5
30
OH COOH
20 CO C-O-C
10
-0
4000 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400
p2 1/cm
(2)
Smooth
100
%T
90
80
70
60
50
,45
,84
95
8
29
322
40
54,9
3
6
,9
1
1112
COOH
,3
30
9
OH
66
CO C-O-C
20
10
-0
4000 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400
p11 1/cm
(3)
Gambar 14. Hasil FTIR produk biosolubilisasi (1) Kontrol media perlakuan A
(MSS + batubara steril 5%) (2) media perlakuan A hari ke-2 (3)
media perlakuan B (MSS + batubara steril 5% + kapang
Trichoderma sp.)hari ke-2.
59
Smooth
100
%T
90
80
70
60
50
5
0
,4
,2
5
6
9
4
2
9
32
,9
2
1654
40
1112,93
COOH
669,30
30 OH CO
C-O-C
20
10
-0
4000 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400
p1 1/cm
(1)
Smooth
100
%T
90
80
70
60
50
40
30
3,22
0
9
4
,0
8
,8
7
2
3
8
,0
5
2
0
4
2
4
20
,6
3
5
1093
10 OH COOH CO
C-O-C
-0
4000 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400
p7 1/cm
(2)
Smooth
100
%T
90
80
70
60
50
40
30
4
20
4
,6
,9
2
3
1
0
,2
,7
6
2
,7
3
3
5
2
9
3
18
0
10
OH
COOH CO
-0
C-O-C
4000 3600 3200 2800 2400 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400
p10 1/cm
(3)
Gambar 15. Hasil FTIR produk biosolubilisasi (1) Kontrol media perlakuan C
(MSS + batubara mentah 5%) (2) media perlakuan C hari ke-2 (3)
media perlakuan D (MSS + batubara mentah 5% + Trichoderma
sp.) hari ke-2.
60
COOH (3300-2500 cm-1), karbonil C-O (1600 cm-1), ikatan eter C-O-C (1000-
1300 cm-1) dan ikatan gugus samping aromatik (1000-500 cm-1). Terjadinya
dilihat dari penurunan persen transmitan. Semakin rendah persen transmitan yang
hari ke-2, hal tersebut terkait dengan analisis senyawa fenolik dan aromatik
Hasil yang diperoleh pada produk biosolubilisasi semua gugus fungsi utama yang
kontrol (Gambar 14 dan 15). Terutama pada gugus samping aromatik yang
tampak meningkat pada hari inkubasi ke-2, serupa dengan analisis sebelumnya
yaitu pada uji susuran (scan) 200-600 nm yang juga menunjukkan terjadinya
dalam penelitian ini sesuai dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yin
dkk. (2009) terutama pada senyawa utama yang terdeteksi kecuali adanya
senyawa siklan.
banyak mengandung cincin samping dan oksigen hal tersebut disebabkan pada
batubara steril 5%+ Trichoderma sp.) dan C (MSS + batubara mentah 5%) diduga
hari ke-2 yang menunjukkan nilai tertinggi pada analisis senyawa fenolik dan
10-n-Heptil-10-n-oktileikosan
55 3,97 - - -
(C35H72)
Total % Area 100 100 100 100
Jumlah senyawa 28 4 22 33
Keterangan :
Perlakuan A: MSS+ + batubara steril
Perlakuan B: MSS+ + batubara steril + Kapang Trichoderma sp.
Perlakuan C: MSS+ + batubara mentah
Perlakuan D: MSS+ + batubara mentah + Kapang Trichoderma sp.
sedikitnya senyawa yang terdeteksi (Tabel 4). Senyawa yang dihasilkan dari hasil
hanya 3 senyawa yang serupa dengan kontrol yaitu isobutil phatalat (C18H22O4),
pada kontrol terdapat penambahan persen area pada senyawa pada perlakuan B
batubara mentah 5%) sebagai kontrol yang memiliki senyawa sebanyak 22. Hal
senyawa yang serupa dengan kontrol pada perlakuan D (MSS + batubara mentah
oleh aktivitas agen pengsolubilisasi yaitu kapang Trichoderma sp. dan mikroba
indigenus.
steril) dan C (MSS + batubara mentah 5%)) terutama yang mengandung senyawa
sulfur. Unsur sulfur yang menghilang diduga disebabkan oleh penggunaan unsur
tersebut sebagai sumber energi dan elektron oleh agen pengsolubilisasi (mikroba
indigenus dan Trichoderma sp.). Unsur sulfur menjadi salah satu senyawa
anorganik yang dapat digunakan mikroba sebagai sumber energi dan biosintesis
(Purwoko, 2007).
80
60
Presentase (%)
40 Solar (C10-C24)
Bensin (C7-C11)
20
Kerosin (C12-C15)
0
A B C D
Perlakuan
Gambar 16. Persentase Area senyawa hidrokarbon yang setara dengan bensin
dan solar pada kultur perlakuan A (MSS + batubara steril 5%), B
(MSS + batubara steril 5% + Trichoderma sp.), C (MSS +
batubara mentah 5%), dan D (MSS + batubara mentah 5% +
Trichoderma sp.) yang diinkubasi pada suhu ruang dan agitasi 120
rpm hari ke-2.
setara dengan bensin dan solar. Penelitian yang dilakukan Sugoro dkk. (2011)
menyatakan bahwa peningkatan asam humat dan fulvat serta tingginya nilai
biosolubilisasi menghasilkan produk yang setara dengan bensin dan solar. Namun,
sebagian besar berpotensi sebagai komponen penyusun solar dan sedikit yang
dengan jumlah atom karbon bensin dan solar untuk mengetahui potensi produk
komponen solar (Gambar 16). Perlakuan A (MSS + batubara steril 5%) dari 28
sebesar 68% sebagai solar (C10-C24) dan hanya 0% sebagai bensin (C7-C11) dari
Trichoderma sp.) sebesar 64% berpotensi sebagai solar (C10-C24) dan 3% sebagai
didominasi sebagai senyawa karbon dengan rantai panjang yaitu rantai karbon
tingginya nilai senyawa fenolik dan aromatik terkonjugasi serta asam humat dan
fulvat (Gambar 12 dan 13) belum tentu mengandung senyawa yang setara dengan
rantai panjang mendominasi namun produk senyawa yang terdeteksi lebih banyak.
5.1. Kesimpulan
perlakuan.
68
69
5.2. Saran
biosolubilisasi berlangsung agar teramati senyawa yang setara dengan bensin dan
Arianto, D.P., W. Indro & W. Hery. 2005. Pengaruh jarak buangan air limbah
industri di daerah Jaten-Karanganyar terhadap kadar chromium dalam air
dan tanah permukaan saluran air pungkuk. Caraka Tani. 5(2):20-29.
Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk Teknis Edisi 2 Analisa Tanah, Tanaman,
air, dan pupuk. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Brenner, K., L. You., & F.H. Arnold. 2008. Engineering microbial consortia : a
new frontier in synthetic biology. Trends in Biotech. 26(9): 483 – 490.
Bushil, M.E. & J.H. Slater. 1981. Mixed Culture Fermentation. Academic Press.
Chahal, P.S. & D.S. Chahal. 1998. Lignocellulosic Waste : Biological Conversion.
In : Martin, A.M. (editor). Bioconversion of Waste Material to Industrial
Products. Blackie Academic & Professional. London.
Cohen, M.S. & P.D. Gabriele. 1982. Degradation of coal by the fungi Polyporus
versicolor & Poriamonticola. Appl. & Env. Microbiol. 44(1): 23–27.
Cohen, S.M., B.W. Wilson & R.M. Bean. 1990. Enzymatic solubilization of coal.
In: Wise, L.D. (editor). Bioprocessing & Biotreatment of Coal. Marcel
Dekker Inc. New York.
70
71
ESDM. 2010. Hand Book of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2010.
http://www.ESDM.org. Diakses pada tanggal 5 Maret 2011, pk. 16.55
WIB.
Faison, B.D., Scott, C.D. & N.H. Davison. 1989. Biosolubilization of coal In
aqueous & non-aqueous media. Biotechnol. Bioeng. Symp. Ser. 85: 196.
Fessenden, R.J. & J.S. Fessenden. 1986a. Kimia Organik. Jilid I. Erlangga.
Jakarta.
Gramms, G., K.D. Voigt & B. Kirsche. 1999. Degradation of polycyclic aromatic
hydrocarbons with three to seven aromatic rings by higher fungi in sterile
& unsterile soils. Biodegradation. 10: 51–62.
Gotz, G.K.E. & R.M. Fakoussa. 1999. Fungal biosolubilization of Renish brown
coal monitored by Curie-Point pyrolysis/gas chromathography/mass
spectrometry using tetra ethylammonium hydroxide. Appl. Microbiol.
Biotechnol. 52(1):41-8.
72
Hidayati. 2011. Studi estimasi proses biosolubilisasi batubara oleh kapang hasil
isolasi dari pertambangan batubara Sumatera Selatan berdasarkan
karakterisasi enzim ekstraseluler dan produk yang dihasilkan. Skripsi:
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidatullah Jakarta. Jakarta.
Johnson, E.R., K.T. Klasson, R. Basu, J.C. Volkwein, E.C. Clausen & J.L. Gaddy.
1994. Microbial conversion of high rank coals to methane. App.
Biochem. & Biotechnol. 45-46: 329-38.
Kirk, T.K., S. Croan, M. Tien, K.E. Murtagh & R.L. Farrell. 1986. Production of
multiple ligninases by Phanerochaete chrysosporium: effect of selected
growth conditions and use of mutant strain. Enzyme Microbiology
Technology. 8:27–32.
Martina, A., N. Yuli & M. Sutisna. 2002. Optimasi beberapa faktor fisik terhadap
laju degradasi selulosa kayu albasia (Paraserianthes falcataria) (L.,)
Nielsen & karboksimetilselulosa. Jurnal Natur Indonesia. 4(2):156-163.
Pelczar, M.J & E.C.S. Chan. 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi. Jilid 1. UI-Press.
Jakarta.
Quigley, D.R., J.E. Wey, C.R. Breckenridge & D.L. Stoner. 1988. The influence
of pH on biological solubilization of oxidized low-rank coal. Resours
Conserv and Recycl. 1:163–174.
Quigley, D.R., B. Ward, D.L. Grawfordd, H.J. Hatcher & P.R. Dugar. 1989.
Evidence that microbially produced alternative materials are involved in
coal biosolubilization. Appl. Biochem. Biotechnol. 20:753–763.
Ralph, J.P. & D.E.A. Catcheside. 1994. Decolourisation and depolymerisation of
solubilised low rank coal by the white-rot Basidiomycetes Phanerochate
crysosporium. Appl. Microbiol. Biotechnol. 42: 536-542.
Schulten, H.R. & M. Schnitzer. 1993. A State of the Art Structural Concept for
Humic Substances. Naturwissenschaften. 80:29-30.
74
Selvi, A.P., R.B. Banerjee, L.C. Ram & G. Singh. 2009. Biodepolymerization
studies of low rank Indian coals. World J. Microbiol. Biotechnol. 25:
1713–1720.
Shi K.Y., Tao X., Yin S., Du Ying & Lv Zuo-peng. 2009. Bioliquefaction of
Fushun Lignite: characterization of newly isolated ligite liquefying
fungus & liquefaction products. The 6th International Conference on
Mining Science & Tech. Procedia earth & Planetary Science. 627-633.
Silva, M.E., C.J. Vengadajellum, H.A. Janjua, S.T.L. Harrisson, S.G. Burton &
D.A. Cowan. 2007. Degradation of low rank coal by Trichoderma
atroviride ES11. Journ of industry Microbiol and Biotechnol. 34: 625-
631.
Speight, J.G. 1994. The Chemistry & Technology of Coal, 2nd edition, Revised &
Exp&ed”, Marcel Dekker Inc., New York.
Sugoro, I., M.R. Pikoli., T. Kuraesin & P. Aditiawati. 2009. Isolasi & seleksi
kapang pengsolubilisasi batubara. Jurnal Biologi & Lingkungan Al-
Kauniyah UIN Syahid. (2) : 34-40.
Sugoro, I., D. Indriani, D. Sasongko & P. Adiatiawati. 2011. Isolasi & seleksi
fungi dari pertambangan batubara sebagai agen biosolubilisasi. Biota
UNIKA Atmajaya. Jakarta.
Susilawati, R.S. 2008. CBM-gas methan dalam batubara. Geologi Populer. Warta
Geologi.
Wadhwa, G. & D.K. Sharma. 1998. Microbial pretreatment of coals: A tool for
solubilization of lignite in organic solvent-quinoline. World Journal of
Microbiol and Biotechnol. 14: 751-763.
75
Wise, D.L. 1990. Bioprocessing & Biotreatment of Coal. Marcel Dekker Inc.,
New York.
World Coal Institute. 2005. Sumber Daya Batubara Tinjauan Lengkap Mengenai
Batubara. http://www.worldcoal.org. Diakses pada tanggal 3 Februari
2011, pk. 12.17 WIB.
Xuchang, X., Changhe C., Haiyin Q., Rong H., Changfu Y. & Guangming X.
2000. Development of coal combustion pollution control for SO2 & NOx
in China. Fuel Process. Technol. 62: 153–160.
Yin S., Xiuxiang T., Kaiyi S. & Zhongchao, T. 2009. Biosolubilisation of Chinese
lignite. Energy. 34: 775-781.
Yoshida, H. 2007. Coal Liquefaction Pilot Plant. New Energy & Industrial
Technology Development Organization. Tokyo.
1
4
2 6
Keterangan:
76
77
1 2
3 4
5 6
7 8
2 KPC21 (hifa/miselium
coklat muda terdapat
bagian bulat diujung &
mengeluarkan sekret)
4. Trichoderma sp.
Perlakuan A
(MSS +
Batubara
Steril 5%)
Lampiran 6. Nilai pH
Hari A B C D
ke- 1 2 1 2 1 2 1 2
0 4,3 4,3 3,93 4,01 4,37 4,33 3,98 3,98
2 3,91 3,93 3,73 3,79 3,75 3,75 3,74 3,78
7 3,83 3,87 3,74 3,76 3,74 3,76 3,85 3,87
14 3,80 3,84 3,61 3,62 3,73 3,71 3,70 3,74
21 3,80 3,78 3,58 3,58 3,68 3,68 3,61 3,65
28 3,81 3,77 3,65 3,63 3,68 3,66 3,69 3,71
alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2 3
B 10 3,6690
C 10 3,7140 3,7140
D 10 3,7340
A 10 3,8340
Sig. 0,132 0,498 1,000
83
Hari A B C D
ke- 1 2 1 2 1 2 1 2
0 0,353 0,351 0,387 0,389 0,141 0,143 0,416 0,418
2 0,359 0,363 0,538 0,518 0,741 0,743 0,875 0,878
7 0,368 0,370 0,512 0,544 0,620 0,622 0,565 0,567
14 0,372 0,374 0,473 0,477 0,532 0,536 0,515 0,509
21 0,375 0,373 0,428 0,424 0,584 0,576 0,49 0,484
28 0,376 0,374 0,350 0,348 0,484 0,48 0,405 0,415
Kuadrat
Jumlah Kuadrat df Tengah F Sig.
Senyawa Antar
0,317 3 0,106 9,880 0,000
Fenolik Kelompok
Dalam
0,385 36 0,011
Kelompok
Total 0,701 39
alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2
A 10 0,3704
B 10 0,4612
D 10 0,5703
C 10 0,5918
Sig. 0,057 0,645
84
Hari A B C D
ke- 1 2 1 2 1 2 1 2
0 0,02 0,04 0,046 0,044 0,050 0,052 0,038 0,032
2 0,01 0,03 0,116 0,106 0,125 0,119 0,170 0,171
7 0,02 0,02 0,054 0,044 0,114 0,053 0,067 0,065
14 0,03 0,03 0,033 0,027 0,049 0,046 0,057 0,055
21 0,04 0,02 0,057 0,053 0,063 0,061 0,019 0,021
28 0,02 0,04 0,047 0,043 0,041 0,045 0,009 0,011
Kuadrat
Jumlah Kuadrat df Tengah F Sig.
Senyawa Antar
0,012 3 0,004 2,836 0,052
Aromatik Kelompok
Terkonjugasi Dalam
0,051 36 0,001
Kelompok
Total 0,064 39
alpha = 0.05
Perlakuan N 1 2
A 10 0,0260
B 10 0,0580 0,0580
D 10 0,0645
C 10 0,0716
Sig. 0,066 0,455
85
Hari A B C D
ke- 1 2 1 2 1 2 1 2
0 0,0068 0,0066 0,068 0,066 0,0069 0,0075 0,0070 0,0074
2 0,005 0,009 0,094 0,090 0,0320 0,0324 0,0428 0,0426
7 0,012 0,010 0,053 0,055 0,0407 0,0409 0,0835 0,0833
14 0,012 0,014 0,099 0,095 0,153 0,155 0,161 0,167
21 0,014 0,018 0,0527 0,0529 0,0487 0,0489 0,0802 0,0802
28 0,015 0,017 0,097 0,099 0,129 0,135 0,201 0,197
Kuadrat
Jumlah Kuadrat df Tengah F Sig.
As.Humat Antar
0,054 3 0,018 10,121 0,000
Kelompok
Dalam
0,064 36 0,002
Kelompok
Total 0,118 39
alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2
A 10 0,0126
B 10 0,0788
C 10 0,0816
D 10 0,1139
Sig. 1,000 0,087
86
Hari A B C D
ke- 1 2 1 2 1 2 1 2
0 0,0662 0,0664 0,008 0,004 0,0769 0,0767 0,0769 0,0767
2 0,075 0,077 0,048 0,046 0,0667 0,0669 0,1241 0,1245
7 0,074 0,078 0,074 0,074 0,1531 0,1533 0,1175 0,1177
14 0,086 0,084 0,037 0,039 0,107 0,103 0,150 0,130
21 0,084 0,086 0,01481 0,01483 0,1720 0,1724 0,2738 0,2734
28 0,087 0,085 0,093 0,095 0,1999 0,191 0,170 0,166
Jumlah Kuadrat
df F Sig.
Kuadrat Tengah
As.Fulvat Antar
0,078 3 0,026 14,960 0,000
Kelompok
Dalam
0,063 36 0,002
Kelompok
Total 0,141 39
alpha = 0,05
Perlakuan N 1 2
B 10 0,0536
A 10 0,0816
C 10 0,1385
D 10 0,1647
Sig. 0,141 0,169
87
A B