Anda di halaman 1dari 12

Spijkerman et al.

World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33


DOI 10.1186/s13017-017-0144-3

RESEARCH ARTICLE Open Access

Non-operative Management for


Penetrating Splenic Trauma: How far can
we go to Save Splenic Function?
Roy Spijkerman1* , Michel Paul Johan Teuben1, Fatima Hoosain2, Liezel Phyllis Taylor2, Timothy Craig Hardcastle3,
Taco Johan Blokhuis1, Brian Leigh Warren2 and Luke Petrus Hendrikus Leenen1

Abstrak
Latar Belakang: Manajemen selektif non-operatif (NOM) untuk pengobatan trauma tumpul lien
aman untuk dilakukan. Saat ini, kelayakan NOM selektif untuk trauma tembus lien (PSI) masih
tidak jelas. Selain itu, sedikit yang diketahui tentang tingkat keberhasilan prosedur operasi untuk
penyelamatan lien (splenorafi). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelidiki hasil NOM
selektif untuk luka tembus lien.
Metode: Sebuah penelitian dual-senter dilakukan di dua pusat pengelolaan trauma tingkat satu.
Semua pasien yang dirawat karena PSI diikutsertakan dalam penelitian. Pasien dikelompokkan
berdasarkan prosedur pengobatan yang didapat. Kelompok satu terdiri dari pasien yang
mendapatkan prosedur splenektomi, kelompok kedua ialah pasien yang mendapatkan intervensi
splenorafi dan kelompok tiga ialah pasien yang dirawat dengan metode NOM.
Hasil: Sebanyak 118 pasien dengan usia rata-rata 27 dan median ISS 25 (kisaran interkuartil
(IQR) 16-34) diikutsertakan dalam penelitian. 96 pasien memerlukan intervensi operatif, di mana
sebanyak 45 pasien menjalani splenektomi total dan 51 pasien menjalani prosedur splenorafi.
Selain itu, 22 pasien (12 luka tusukan dan 10 luka tembak) dirawat dengan metode NOM.
Terdapat beberapa perbedaan signifikan yang didapatkan pada karateristik dasar. Waktu rawat
inap rata-rata adalah 8 (5-12) hari, dengan tidak ada perbedaan signifikan antar kelompok.
Kelompok splenektomi memiliki lebih banyak waktu rawat di ICU (2 (0-6) vs 0 (0-1)) dan
pemakaian ventilator (1 (0-3) vs 0 (0-0)) dibandingkan dengan kelompok NOM. Kematian hanya
didapatkan dalam kelompok splenektomi.
Kesimpulan: Terapi splenorafi untuk PSI adalah modalitas pengobatan yang layak dan tidak
terkait dengan peningkatan mortalitas. Selain itu, sekelompok pasien dapat diobati tanpa
intervensi bedah sama sekali.
Kata kunci: Lien, Menembus, Non-operatif, Trauma, Luka tembak, Luka tusuk, Mortalitas

Latar Belakang tumpul lien dapat diobati dengan manajemen non-

Lien berperan penting dalam sistem operative (NOM) [3, 5]. Selain itu, ketika

kekebalan tubuh dan asplenia dikaitkan dengan laparotomi diindikasikan, ada beberapa pilihan

peningkatan risiko seumur hidup dari penyakit bedah untuk mengobati trauma lien selain

menular berat [1, 2]. Saat ini, trauma yang prosedur splenektomi total [6, 7]. Prosedur

menyebabkan cedera lien sebaiknya ditangani mempertahankan lien ini telah terbukti aman dan

dengan tetap mempertahankan fungsi lien [3, 4]. efektif dalam menyelamatkan fungsi imunologi

Telah terbukti bahwa lebih dari 80% cedera lien pada trauma tumpul lien [8].
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 2 of 8

Masih belum jelas apakah NOM selektif Oleh karena itu, kami bertujuan untuk
dan prosedur splenorafi juga dapat diterapkan mengeksplorasi keamanan pada pedoman
untuk pengobatan trauma tembus lien. Saat ini pengobatan di lembaga kami untuk menerapkan
manajemen non-operatif dan splenorafi untuk suatu prosedur untuk menyelamatkan pada cedera
pengobatan trauma tembus pada organ padat lien.
intra-abdominal menjadi lebih umum dilakukan
di pusat-pusat trauma besar [9-11]. Kebanyakan Metode

penelitian yang membahas kelayakan NOM Kami melakukan penelitian dual-senter

hanya berfokus pada trauma hepar atau ginjal pada 2 pusat pengelolaan trauma tingkat satu di

[12, 13]. Karena jarang terdapat penelitian yang Afrika Selatan untuk mempelajari kelayakan

membahas mengenai cedera lien, kebanyakan NOM selektif dalam kasus PSI. Kami menerima

studi lain hanya menganalisis data panel dari persetujuan dari Komite Etik Penelitian

semua organ intra-abdominal (termasuk lien) [9- Kesehatan (HREC) di Cape Town dan Komite

11]. Dalam rangka untuk meneliti kelayakan Etik Penelitian Biomedik (Brec) di Durban. Dari

NOM selektif dan prosedur splenorafi, sangat database trauma di Rumah Sakit Tygerberg Cape

penting untuk tidak membandingkan cedera lien Town dan Rumah Sakit Inkosi Albert Luthuli

dengan cedera pada hepar dan ginjal. Perjalanan Central (IALCH) di Durban, kami

klinis cedera lien jauh berbeda dari organ padat mengidentifikasi pasien yang mendapatkan terapi

intra-abdominal lainnya seperti perlu perhatian untuk kasus trauma tembus lien secara

khusus pada cedera lien karena adanya risiko retrospektif. Waktu penelitian yang dilakukan di

perdarahan yang tertunda [14]. Ketika lien Rumah Sakit Tygerberg adalah mulai tanggal 1

terluka, ada kemungkinan tinggi terjadinya September 2010 sampai 1 September 2014,

cedera yang juga mengenai organ padat dan sementara penelitian yang dilakukan di Rumah

berongga pada intra-abdominal lainnya Sakit IALC adalah mulai tanggal 1 April 2007

sebagaimana cedera pada dada dan diafragma sampai 1 April 2014. Semua pasien dengan

[15]. cedera lien di Rumah Sakit IALC diidentifikasi

Sedikit data yang menyebutkan mengenai dari data masuk institusi trauma (UKZN Brec

kelayakan dan keamanan NOM dan prosedur BE207-09). Sedangkan identifikasi pasien di

splenorafi untuk pengobatan PSI (trauma tembus Rumah Sakit Tygerberg dilakukan dengan

lien). Salah satu penelitian terbaru yang meninjau buku catatan operasi dan data radiologi

dilakukan Berg et al. menunjukkan NOM dapat pada rumah sakit tersebut (HREC S14 / 02/046).

memberikan manfaat pada kelompok pasien yang Semua pasien yang berusia di atas 14

mengalami trauma tembus lien [15]. Di lembaga diikutsertakan dalam penelitian. Untuk tujuan

kami, digunakan kriteria inklusi yang lebih penelitian, kami mengeksklusi pasien yang

liberal untuk manajemen non-operatif selektif.


Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 3 of 8

meninggal di IGD sebelum diagnosis kerja mekanisme spesifik yang mendasari trauma
ditegakkan. serta membedakan luka tusuk (SW) dengan
a. Karakteristik Kelompok Studi luka tembak (GSW).
Data demografi pasien yang b. Pencitraan
didokumentasikan meliputi : usia (dalam Hasil Computed tomography (CT)-
tahun), jenis kelamin, tekanan darah sistolik Scan didokumentasikan dan digunakan dalam

(SBP) dalam mmHg, denyut nadi (PR) per penelitian ini. Sebelum operasi, dilakukan
menit, Glasgow Coma Score (GCS), kadar pemeriksaan CT-Scan untuk semua pasien
hemoglobin serum (Hb) dalam gr/dL, dengan kondisi hemodinamik stabil. Begitu
hematokrit serum (Ht) dalam L/L, jumlah juga pasien yang mendapatkan terapi NOM.
trombosit dalam × 109/L, Abbreviated Injury c. Modalitas Pengobatan
Scale (AIS) [16] dan Injury Severity Score Pasien dikelompokkan berdasarkan
(ISS) [17]. Kami juga mempelajari jenis pengobatan yang diterima. Kelompok I
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 4 of 8

terdiri dari pasien yang diobati dengan total pada 24 jam pertama dilakukan dengan baik,
splenektomi, pasien yang menjalani prosedur dianjurkan untuk memberikan percobaan
splenorafi dimasukkan dalam kelompok II makan dan melakukan pemeriksaan klinis
dan pasien yang diobati dengan NOM setiap 4 jam selama 12 jam berikutnya tanpa
dianalisis sebagai kelompok III. Splenorafi pemberian antibiotik. Pertimbangkan untuk
adalah suatu prosedur operasi penghentian melakukan tindakan operasi (OM) apabila
perdarahan pada lien dengan penggunaan selama periode observasi tersebut didapatkan
jahitan atau dengan menggunakan teknik tanda-tanda masalah neurologis, tanda-tanda
hemostatik, seperti penggunaan Surgicel® yang menunjukkan HVI atau tanda-tanda
(Ethicon, Johannesburg). Pasien yang kondisi hemodinamik yang tidak stabil.
menerima metode pengobatan NOM berhasil Dianjurkan untuk pasien yang telah dirawat di
menjalani percobaan pengobatan tersebut rumah sakit lebih dari 36 jam.
dengan baik. Untuk membuat percobaan d. Hasil
NOM sukses, kami membuat pedoman Hasil primer pada penelitian ini
pengobatan baru (Gambar. 1). Tidak semua adalah kematian. Hasil sekunder adalah
pasien penelitian mengikuti protokol ini, tapi komplikasi pasca operasi, lama penggunaan
kami telah mulai menggunakannya saat ini. ventilasi mekanik (dalam hari), lama hari
Kami menyarankan pengobatan perawatan di rumah sakit (LOS) dan lama
NOM pada pasien dengan cedera tembus lien hari perawatan di unit perawatan intensif
tanpa indikasi yang ketat (seperti HVI) untuk (ICU). Kami juga membandingkan hasil yang
tindakan operasi (OM). Kami menggunakan diperoleh pada pasien mengalami luka
kriteria eksklusi lain untuk NOM: penurunan tembak dan luka tusuk. AIS-lien dan AIS
tingkat kesadaran, cedera tulang belakang, cedera terkait pada penelitian ini didasarkan
darah dalam NGT dan darah pada pada Abbreviated Injury Scale tahun 1998.
pemeriksaan rektal. Semua pasien harus e. Analisis Statistik
menjalani pemeriksaan CT-Scan untuk Analisis statistik dilakukan dengan
mengidentifikasi HVI dan cedera intra- menggunakan SPSS for Windows 20.0 (IBM,
abdominal lain. Percobaan pengobatan Chicago, Illinois). Perbedaan antar kelompok
dengan metode NOM meliputi observasi ketat dianalisis dengan uji Fisher dan chi-square
selama 24 jam dengan pemeriksaan klinis dan untuk data ordinal serta uji T dua sisi dan uji
suhu yang dilakukan setiap 4 jam, tidak ada Mann-Whitney U untuk data kontinu. Nilai P
asupan oral, tidak ada antibiotik, pengukuran < 0,05 dianggap signifikan.
tekanan darah per jam dan pengukuran
denyut nadi / frekuensi napas selama 6 jam Hasil
pertama dan selanjutnya setiap 4 jam. Apabila
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 5 of 8

Tujuan penelitian ini adalah untuk yang menjalani splenektomi. Pada kelompok
mengidentifikasi semua pasien luka tembus lien splenektomi, 20 pasien (44%) memiliki AIS
selama periode 4 tahun di Rumah Sakit lien < 3, 6 pasien (13%) dengan AIS lien 4
Tygerberg dan periode 6 tahun di Rumah Sakit dan 19 pasien (43%) dengan AIS 5. pada
Inkosi Albert Luthuli Central. kelompok splenorafi, 43 pasien (84%)
a. Karakteristik Kelompok Penelitian memiliki AIS lien < 4, 3 pasien (6%) AIS 4
Sebanyak 118 pasien (109 (92%) dan 5 pasien (10%) didiagnosis dengan AIS
laki-laki dan 9 (8%) perempuan dengan rata- 5.
rata (IQR) usia 27 tahun (20-32)) didapatkan Pasien non-operatif secara signifikan
dari data IGD. Pada saat masuk, didapatkan memiliki tekanan darah sistolik yang lebih
data rata-rata (IQR) tekanan darah sistolik rendah (117 (105-124) vs 129 (115-141)) dan
ialah 122 mmHg (105-136), denyut nadi 94 nilai AIS lien yang lebih tinggi (3 (2- 4) vs 2
kali/menit (80-113) dan Glasgow Coma Scale (2-3)) dibandingkan dengan pasien splenorafi.
(GCS) 15 (15-15). Sebanyak 19 pasien (16%) Lima belas dari 22 pasien (68%) yang
mengalami perubahan GCS (GCS <15). Lima menjalani manajemen non-operatif memiliki
puluh tiga pasien (45%) dirawat untuk AIS < 3, 2 pasien (9%) AIS 4 dan 5 pasien
pengobatan luka tusuk, sedangkan 65 pasien (23%) AIS 5.
(55%) menderita luka tembak. Median (IQR)
AIS (Abbreviated Injury Scale) pada lesi lien
adalah 3 (3-4). Terdapat 78 pasien (66%)
dengan AIS < 4, sedangkan 40 pasien (33%)
didiagnosis dengan cedera lien derajat 4 atau
5. Median ISS (Injury Severity Score) pada
penelitian adalah 25 (16-34).
b. Perbandingan Karakteristik Dasar
Perbandingan karakteristik dasar
populasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 1.
Seperti yang diharapkan, terdapat perbedaan c. Mekanisme Trauma
signifikan pada usia, tekanan darah sistolik, Kami membandingkan karakteristik,
denyut nadi, GCS dan jumlah trombosit terapi dan hasil terapi pasien dengan luka
antara kelompok splenektomi dan splenorafi. tembak dan luka tusuk. Nilai AIS untuk
Kedua median AIS (Abbreviated Injury cedera lien (3 (2-5) vs 2 (2-3)) dan ISS
Scale) (4 (3-5) vs 2 (2-3)) dan ISS (Injury (Injury Severity Score) (25 (18-41) vs 18 (13-
Severity Score) (25 (19-16) vs 18 (13-25)) 25)) secara signifikan lebih tinggi pada pasien
secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan luka tembak.
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 6 of 8

Perbandingan antara terapi dan ginjal kiri adalah cedera perut yang paling
hasilnya pada luka tusuk dan luka tembak sering terjadi secara bersamaan, 48 dari 118
ditunjukkan pada Tabel 2. Splenektomi relatif pasien (41%) didiagnosis dengan cedera ini.
lebih sering dilakukan pada pasien yang Trauma gaster dan usus adalah dua jenis
menderita luka tembak (SW = 10/53 (19%) vs trauma organ berongga (hollow viscus
GSW = 35/65 ( 54%)). Jumlah pasien luka injuries/HVIs) yang paling sering terjadi.
tusuk dan luka tembak yang dikelola secara HVIs tidak ditemukan pada pasien NOM.
non-operatif tidak menunjukkan perbedaan Tiga puluh dua dari 45 pasien (71%)
signifikan (SW = 12/53 (23%) vs GSW = kelompok splenectomi memiliki cedera
10/65 (15%)). Jumlah komplikasi yang terjadi diafragma secara bersamaan, di mana 35 dari
secara signifikan lebih tinggi pada pasien 51 pasien (69%) dilakukan manejemen
luka tembak (50 vs 6). Lama penggunaan splenorafi memiliki lesi di diafragma. Organ
ventilasi (1 (0-3) vs 0 (0-0)), lama perawatan ekstra abdomen yang paling sering
di ICU (3 (1-8) vs 0 (0-0)) dan perawatan mengalami trauma adalah paru-paru (93 dari
rawat inap (9 (6-18) vs 6 (5-9)) secara 118 pasien (79%)), paling sering diakibatkan
signifikan lebih tinggi pada pasien dengan karena pneumotoraks. Selain itu, 2 pasien
luka tembak. Selanjutnya, korban jiwa hanya splenectomi (4%) mengalami cedera jantung
terdapat pada pasien dengan luka tembak (N secara bersamaan.
= 7).

d. Trauma Terkait
e. Modalitas Pengobatan
Trauma organ lain juga ditemukan
Sebanyak 96 dari 118 pasien (81%)
dalam kelompok penelitian yang berbeda
memerlukan intervensi bedah segera, di mana
(Tabel 3). Trauma organ padat intra-abdomen
91 pasien (77%) dilakukan laparotomi dan 5
didapatkan pada semua kelompok. Trauma
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 7 of 8

pasien (4%) dengan laparoskopi diagnostik.


Empat puluh lima dari 118 pasien (38%)
dilakukan tidakan splenektomi. Satu pasien
splenektomi awalnya dipilih untuk dilakukan
manajemen non-operatif, namun pada saat
dilakukan tindakan perbaikan diafragma
didapatkan perdarahan pada lien. Karena
teknik hemostatik tidak dapat menghentikan
perdarahan, akhirnya dilakukan splenektomi.
Sebanyak 51 dari 118 pasien (43%) diterapi
dengan metode splenorafi. Terdapat beberapa
indikasi untuk intervensi operasi tanpa perlu
dilakukan tindakan splenektomi. Hal tersebut f. Morbiditas and Mortalitas
Perbandingan hasil dengan berbagai
dapat dibagi menjadi dua kelompok besar.
modalitas pengobatan ditunjukkan pada Tabel
Kelompok pertama ialah pasien dengan
4. Jumlah komplikasi yang ditimbulkan antar
hemodinamik tidak stabil yang membutuhkan
kelompok tidak berbeda secara signifikan.
operasi darurat, tetapi sumber utama
Namun demikian, secara signifikan pasien
perdarahan sebagian besar berasal dari organ
pada kelompok splenektomi lebih banyak
atau pembuluh darah lain. Sebanyak 17 dari
menderita komplikasi bila dibandingkan
51 pasien (33%) mengalami perdarahan lien
dengan kelompok splenorafi (19/45 (42%) vs
yang dapat dihentikan dengan agen
9/51 (18%)). Begitu juga dengan lama
hemostatik. Kelompok besar kedua adalah
pasien dengan intervensi operatif untuk penggunaan ventilasi mekanik (1 (0-3) vs 0

peritonitis lama atau pasien yang telah (0-0)) dan lama perawatan di ICU (2 (0-6) vs
0 (0-1)) secara signifikan lebih lama pada
menjalani operasi trauma diafragma. Tiga
puluh empat dari 51 pasien (66%) menjalani pasien dengan splenektomi dibandingkan
dengan pasien NOM. Semua komplikasi
operasi untuk trauma abdomen tanpa perlu
tindakan untuk trauma lien. Didapatkan 29 tercantum pada Tabel 5. Mayoritas
komplikasi terjadi pada pasien kelompok
dari 34 pasien (85%) menjalani laparotomi
dan 5 pasien (15%) menjalani laparoskopi splenektomi. Komplikasi yang ditimbulkan
meliputi 6 pasien (5%) dengan pneumonia
untuk perbaikan trauma diafragma. Selain itu,
22 dari 118 pasien (19%) trauma lien dan 10 pasien (8%) sepsis. Sebanyak 3 pasien
(3%) mengalami sindrom disfungsi
dilakukan manajemen non-operatif.
Modalitas pengobatan yang digunakan pada multiorgan (MODS). Terdapat perbedaan
signifikan terkait angka kematian antara
penelitian dapat dilihat pada Gambar. 2.
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 8 of 8

kelompok splenektomi dan splenorafi. Tidak Diskusi


didapatkan kematian pada pasien splenorafi Pada penelitian kami, 22 dari 118 pasien
dan NOM, sedangkan 7 dari 45 pasien (16%) (19%) dengan luka tembus lien berhasil diobati
kelompok splenektomi meninggal selama dengan manajemen non-operatif (NOM). Oleh
perawatan di rumah sakit. Tiga dari 45 pasien karena itu, dapat disimpulkan bahwa NOM layak
(7%) meninggal beberapa jam setelah operasi digunakan untuk tatalaksana pasien dengan luka
karena kehilangan darah masif dan tembus lien. Lebih dari separuh jumlah pasien
berkelanjutan, sementara 4 pasien lainnya (51/98) dengan PSI (trauma tembus lien) yang
(9%) meninggal kemudian, terutama karena memerlukan tindakan laparotomi darurat berhasil
MODS. diobati dengan prosedur splenorafi sehingga
dapat disimpulkan bahwa operasi penyelamatan
lien adalah alternatif yang aman terhadap total
splenektomi, bahkan untuk trauma tembus.
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa NOM
dan tindakan operasi penyelamatan lien
(splenorafi) dapat diterapkan pada luka tusuk dan
tembak. Dengan demikian, berdasarkan temuan
kami, kami sarankan untuk mempertimbangkan
terapi non-operatif pada semua pasien luka
tembus lien dengan hemodinamik stabil, tanpa
trauma organ lain yang membutuhkan operasi,
sebagai alternatif yang layak untuk operasi
eksplorasi rutin di fasilitas perawatan trauma
tingkat tinggi yang sesuai.
a. Luka tusuk

Kami menemukan bahwa pasien


dengan trauma luka tusuk lien pasien, tanpa
cedera organ padat dan berongga pada intra-
abdominal lainnya serta ketidakstabilan
hemodinamik, dapat diobati dengan NOM.
Tingkat komplikasi yang rendah dan
munculnya perdarahan tertunda yang jarang
terjadi hanya terjadi pada 1 pasien non-
operatif yang memerlukan splenektomi
karena adanya perdarahan sekunder. Selain
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 9 of 8

itu, perlu diperhatikan bahwa kasus tunggal rutin untuk pasien luka tembak. Temuan ini
perdarahan limpa tertunda bukanlah sejalan dengan review sistematis yang
disebabkan oleh karena cedera iatrogenik, hal dilakukan oleh Singh dan Hardcastle, di mana
ini terjadi selama tindakan operasi elektif pada penelitian tersebut menyimpulkan
perbaikan diafragma. Oleh karena itu, kami bahwa NOM layak untuk GSW, tetapi tidak
rekomendasikan untuk mempertimbangkan dapat digunakan secara rutin [18]. Penelitian
manajemen non-operatif pada semua pasien lebih lanjut harus dilakukan untuk
hemodinamik stabil dengan luka tusuk lien. menentukan kriteria khusus dalam pemilihan
Namun demikian, karena tingginya jumlah pasien. Hingga penelitian tersebut dilakukan,
cedera organ berongga yang terjadi kita merasa aman untuk melakukan uji coba
bersamaan (57 dari 118 setidaknya memiliki NOM pada pasien hemodinamik stabil
satu HVI), kami sangat menyarankan untuk dengan luka tembak minor pada lien dan GCS
melakukan CT Scan dan pemeriksaan klinis normal. Dalam penelitian ini, total 10 pasien
ulang dengan baik pada semua pasien dengan luka tembak lien berhasil diobati tanpa
luka tusuk lien yang akan menjalani NOM. intervensi bedah. Kunci pra-syarat untuk
b. Luka Tembak melakukan tindakan tersebut adalah
tersedianya fasilitas pemantauan yang layak
Mengingat tingkat komplikasi yang
dan staf cukup terlatih.
tinggi pada pasien dengan luka tembak, kami
c. Pasien Hemodinamik Tidak Stabil
percaya bahwa penelitian kami tidak
Ketika seorang pasien hemodinamik
memberikan bukti yang cukup untuk
tidak stabil dengan trauma tembus lien dating
merekomendasikan NOM selektif untuk
ke IGD, uji coba NOM tidak mungkin
pasien dengan luka tembak lien. Menurut
dilakukan. Laparotomi darurat diindikasikan.
analisis univariat pada penelitian ini,
Namun, berbeda dengan pasien hemodinamik
mekanisme cedera harus dipertimbangkan
tidak stabil dengan trauma tumpul lien, pasien
sebagai faktor prediktif untuk morbiditas.
trauma tembus memiliki fokus perdarahan
Pasien luka tembak yang dirawat non-operatif
lebih sedikit. Hal ini mengurangi perlunya
secara signifikan memiliki komplikasi yang
tindakan splenektomi cepat yang bertujuan
lebih tinggi daripada pasien luka tusuk.
mengurangi waktu operasi untuk
Perbedaan ini dapat dijelaskan oleh karena
pengendalian kerusakan organ. Kami memilih
peningkatan jumlah cedera organ padat dan
untuk melakukan operasi alternatif di mana
berongga pada abdomen maupun thorax.
lien tidak langsung diambil, tetapi diobati
Selain itu, lama perawatan di ICU dan rawat
terlebih dahulu dengan teknik hemostatik
inap secara signifikan lebih panjang pada
lokal dan kemudian dibiarkan tak tersentuh
pasien luka tembak. Kami tidak
selama sisa pemeriksaan abdomen. Sesuai
merekomendasikan penggunaan NOM secara
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 10 of
8
dengan pedoman pengobatan yang kami Penelitian Clancy et al, 57 dari 197
lakukan, splenorafi adalah pilihan pengobatan pasien luka tembus lien awalnya dipilih untuk
untuk trauma tembus lien. Lebih dari terapi non-operatif, namun tingkat kegagalan
setengah pasien kami, kami memilih untuk NOM tidak didokumentasikan pada penelitian
mempertahankan limpa dengan pendekatan tersebut [19]. Penelitian lain oleh Pachter et
ini. al. [20], Demetriades et al. [11] dan Kaseje et
d. Pembahasan al. [21], pasien PSI yang dipilih untuk NOM
Hasil penelitian trauma tusuk dan relatif kecil (masing-masing 6/43, 3/28 dan
tembak sejalan dengan literatur. Sebuah 5/25). Pada penelitian Demetriades et al.,
penelitian retrospektif oleh Berg et al. didapatkan 2 dari 3 pasien gagal diterapi
menyimpulkan bahwa kelompok pasien tanpa dengan NOM dan tidak ada kegagalan yang
ketidakstabilan hemodinamik, peritonitis dan didokumentasikan pada penelitian lain [11].
bukti radiologis cedera organ berongga dapat Meskipun tidak didapatkan kegagalan pada
dipilih untuk dilakukan percobaan terapi terapi NOM, penelitian kami adalah
dengan NOM [15]. Penelitian tersebut juga penelitian pertama pengobatan non-operatif
menyarankan untuk mengumpulkan data yang sukses dilakukan pada sekitar 20%
multi-senter untuk menetapkan kriteria pasien PSI yang dirawat pada pusat
seleksi NOM. Penelitian tersebut dilakukan di pengobatan trauma tingkat satu.
sebuah pusat trauma tingkat satu di Amerika e. Poin Penting dan Keterbatasan
Serikat dan meneliti 238 kasus PSI di mana Poin penting dari penelitian ini adalah
kurang dari 10% (24) pasien berhasil diobati bahwa kami mampu menggabungkan data
dengan pengobatan non-operatif. Bahkan, 10 dari dua pusat trauma terbesar di Afrika
dari 24 pasien ini dianggap tidak tepat untuk Selatan dan pasien di kedua lembaga tersebut
dilakukan NOM, karena pasien menjalani diperlakukan sesuai dengan pedoman
operasi invasif minimal untuk evaluasi cedera pengobatan yang sama. Selain itu, penelitian
abdomen yang diderita. Menurut kami NOM ini dianggap unik karena memungkinkan kita
didefinisikan kurang ketat dalam penelitian untuk menggambarkan perjalanan alami
tersebut, hanya 2,4% dari pasien berhasil trauma tembus lien tanpa pengobatan segera.
diobati dengan terapi non-operatif. Kami Kami berusaha untuk melakukan manajemen
berhasil mengobati 20% pasien PSI dengan non-operatif hingga mencapai batas. Oleh
NOM. Fraksi pasien yang cocok untuk NOM karena itu, berdasarkan hasil penelitian ini,
tampaknya hampir 10 kali lebih besar dari kami belum mencapai batas ini, setidaknya
yang disarankan oleh Berg et al. [15]. untuk trauma tusuk lien.
Keterbatasan utama dari penelitian ini
adalah dengan dipakainya desain retrospektif.
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 11 of
8
Namun, karena sistem pendaftaran pasien komplikasi yang didapatkan pada pasien trauma
trauma dan data radiologi diseleksi secara tembak lien, kami tidak menyarankan untuk
ketat, kami mampu mengidentifikasi pasien menerapkan metode NOM pada kelompok ini.
dalam jumlah besar dan tak terbatas untuk Namun, pasien dengan luka tusuk dapat diterapi
semua grafik pasien dan hasil laboratorium. dengan metode non-operatif. Karena tingginya
Jadi kemungkinan temuan yang tidak prevalensi cedera organ berongga yang terjadi
terdaftar dianggap sangat rendah. Kelemahan bersamaan pada pasien dengan PSI, kami
lain pada penelitian ini adalah kami harus menyarankan untuk melakukan pemeriksaan CT
melakukan eksklusi untuk pasien yang Scan sebagai pra-syarat utama sebelum dilakukan
dirujuk dari rumah sakit lain ke pusat trauma NOM. Selain itu, kami percaya bahwa teknik
kami. Selain itu, karena menggunakan desain penyelamatan lien (splenorafi) memiliki tempat
retrospektif, didapatkan perbedaan yang penting dalam algoritma pengobatan operasi
signifikan terkait karakteristik dasar antar darurat.
kelompok penelitian. Sebagian besar Abbreviations
AIS: Abbreviated Injury Score; BPM: Beats per minute); CT: Computed
perbedaan ini diantaranya karena pasien yang tomography; GCS: Glasgow coma scale; GWS: Gunshot wound;
Hb: Haemoglobin; Ht: Haematocrit; HVI: Hollow viscus unjury; IALCH: Inkosi
membutuhkan intervensi bedah mempunyai Albert Luthuli Central Hospital; ICU: Intensive care unit; IQR: Interquartile
range; ISS: Injury Severity Score; LOS: Length of hospital stay; MODS: Multi-
organ dysfunction syndrome; NOM: Non-operative management;
keadaan klinis yang berbeda dibandingkan OM: Operative management; PR: Pulse rate; PSI: Penetrating splenic injury;
SBP: Systolic blood pressure; SW: Stab wound
pasien NOM. Namun, mungkin didapatkan
Acknowledgements
bias seleksi karena perbedaan karakteristik Not applicable.

dasar ini. Ada juga risiko bias seleksi karena Funding


Parts of this study have been presented at international meetings, and
funding was obtained from the Alexandre Suerman Fund and Utrecht
penelitian ini dilakukan di rumah sakit Afrika University Visiting Fellowship Fund.

Selatan yang mungkin berbeda dengan Availability of data and materials


The datasets used and analysed during the current study are available from
keadaan di rumah sakit negara barat. Dokter the corresponding author on request.

Authors’ contributions
harus berhadapan dengan sumber daya yang All authors contributed equally to this study. All authors read and approved
the final manuscript.
terbatas dan perbedaan keputusan yang
Ethics approval and consent to participate
diambil terkait modalitas pengobatan yang We received approval from the Health Research Ethics Committee (HREC) 2 at
the Stellenbosch University on April 11, 2014, for our data research at the
Tygerberg Hospital (protocol number: S14/02/046).
akan dilakukan. Approval for our research in the Inkosi Albert Luthuli Central Hospital
was received from the University of Kwazulu-Natal Biomedical Research
Ethics Committee (protocol number: UKZN BREC BE207-09).

Kesimpulan Consent for publication


Not applicable.
Sebagai kesimpulan, penelitian kami Competing interests
The authors declare that they have no competing interests.
adalah penelitian pertama yang menunjukkan
bahwa manajemen pengobatan non-operatif Publisher’s Note
Springer Nature remains neutral with regard to jurisdictional claims in published
maps and institutional affiliations.
untuk trauma tembus lien merupakan alternatif
Author details
pengobatan yang layak dilakukan pada pasien 1
Department of Trauma, University Medical Centre Utrecht, Heidelberglaan
100, 3584CX Utrecht, The Netherlands. 2Department of Trauma, Tygerberg
memenuhi kriteria. Mengingat besarnya Hospital (University of Stellenbosch), Francie van Zijl Avenue, Cape Town
Spijkerman et al. World Journal of Emergency Surgery (2017) 12:33 Page 12 of
3
8
7505, South Africa. Department of Trauma, Inkosi Albert Luthuli Central
Hospital (University of Kwazulu-Natal), 800 Bellair Road, Durban 4091, South
Africa.

Received: 3 May 2017 Accepted: 20 July 2017

References
1. Shumacker HB, King H. Splenic studies. AMA Arch Surg. 1952;65:499–510.
2. Mebius RE, Kraal G. Structure and function of the spleen. Nat Rev Immunol.
2005;5:606–16.
3. Richardson JD. Changes in the management of injuries to the liver and
spleen. J Am Coll Surg. 2005;200:648–69.
4. Hsieh T-M, Cheng Tsai T, Liang J-L, Che LC. Non-operative management
attempted for selective high grade blunt hepatosplenic trauma is a feasible
strategy. World J Emerg Surg. 2014;9:51.
5. Peitzman AB, Heil B, Rivera L, Federle MB, Harbrecht BG, Clancy KD, et al. Blunt
splenic injury in adults: multi-institutional study of the Eastern Association for
the Surgery of Trauma. J. Trauma. 2000;49:177–87-9.
6. Büyükünal C, Danişmend N, Yeker D. Spleen-saving procedures in paediatric
splenic trauma. Br J Surg. 1987;74:350–2.
7. Resende V, Petroianu A. Subtotal splenectomy for treatment of severe
splenic injuries. J Trauma. 1998;44:933–5.
8. Resende V, Petroianu A. Functions of the splenic remnant after subtotal
splenectomy for treatment of severe splenic injuries. Am J Surg. 2003;185:311–5.
9. Navsaria PH, Nicol AJ, Edu S, Gandhi R, Ball CG. Selective nonoperative
management in 1106 patients with abdominal gunshot wounds:
conclusions on safety, efficacy, and the role of selective CT imaging in a
prospective single-center study. Ann Surg. 2015;261:760–4.
10. Kong V, Oosthuizen G, Sartorius B, Clarke D. Selective non-operative
management of stab wounds to the posterior abdomen is safe: the
Pietermaritzburg experience. Injury. 2015;46:1753–8.
11. Demetriades D, Hadjizacharia P, Constantinou C, Brown C, Inaba K, Rhee P, et
al. Selective nonoperative management of penetrating abdominal solid organ
injuries. Trans Meet Am Surg Assoc. 2006;124:285–93.
12. Moolman C, Navsaria PH, Lazarus J, Pontin A, Nicol AJ. Nonoperative
management of penetrating kidney injuries: a prospective audit. J Urol.
2012;188:169–73.
13. MacGoey P, Navarro A, Beckingham IJ, Cameron IC, Brooks AJ. Selective
non-operative management of penetrating liver injuries at a UK tertiary
referral centre. Ann R Coll Surg Engl. 2014;96:423–6.
14. Kluger Y, Paul DB, Raves JJ, Fonda M, Young JC, Townsend RN, et al. Delayed
rupture of the spleen—myths, facts, and their importance: case reports and
literature review. J Trauma. 1994;36:568–71.
15. Berg RJ, Inaba K, Okoye O, Pasley J, Teixeira PG, Esparza M, et al. The
contemporary management of penetrating splenic injury. Injury.
2014;45:1394–400.
16. Moore EE, Cogbill TH, Jurkovich GJ, Shackford SR, Malangoni MA, Champion
HR. Organ injury scaling: spleen and liver (1994 revision). J Trauma. 1995;38:323–4.
17. Baker SP, O’Neill B, Haddon W, Long WB. The injury severity score: a method
for describing patients with multiple injuries and evaluating emergency care.
J Trauma. 1974;14:187–96.
18. 1Singh N, Hardcastle TC. Selective non operative management of gunshot
wounds to the abdomen: a collective review. Int Emerg Nurs. 2015;23:22–31.
19. Clancy TV, Ramshaw DG, Maxwell JG, Covington DL, Churchill MP, Rutledge
R, et al. Management outcomes in splenic injury: a statewide trauma center
review. Ann Surg. 1997;226:17–24.
20. Pachter HL, Guth AA, Hofstetter SR, Spencer FC. Changing patterns in the
management of splenic trauma: the impact of nonoperative management.
Ann. Surg.. 1998 ;227:708–17-9.
21. Kaseje N, Agarwal S, Burch M, Glantz A, Emhoff T, Burke P, et al. Short-term
outcomes of splenectomy avoidance in trauma patients. Am J Surg.
2008;196:213–7.

Anda mungkin juga menyukai