Anda di halaman 1dari 19

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

( SAP )

Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas


Kode : CES 5353
Semester : V
Waktu : 1 x 2 x 50 menit
Pertemuan : 14 (Empat belas)

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Mahasiswa dapat memahami tentang tujuan ilmu rekayasa lalu lintas dan cakupannya
secara umum, serta dapat memberikan solusi bagi penyelesaian permasalahan lalu
lintas terutama yang berkaitan dengan kinerja/tingkat pelayanan ruas jalan,
persimpangan, perparkiran, terminal, dan pengendalian lalulintas, fungsi & hirarki
jalan, serta kewenangan pembinaan jalan.
2. Khusus
Dapat memahami dan menentukan sistem jaringan jalan, fungsi & hirarki jalan, serta
kewenangan pembinaan jalan.

B. Pokok Bahasan
Penjelasan terhadap sistem jaringan jalan, kaitan antara hirarki jalan dengan sistem
jaringan jalan menurut wewenang pembinaan, kriteria dalam penetapan klasifikasi fungsi
jalan, kelas jalan, serta klasifikasi perencanaan jalan perkotaan.

C. Sub Pokok Bahasan


• Penjelasan terhadap sistem jaringan jalan.
• Penjelasan terhadap kaitan antara hirarki jalan dengan sistem jaringan jalan menurut
wewenang pembinaan.
• Penjelasan terhadap kriteria dalam penetapan klasifikasi fungsi jalan.
• Penjelasan terhadap kelas jalan.
• Penjelasan terhadap klasifikasi perencanaan jalan perkotaan.

D. Kegiatan Belajar Mengajar

Tahapan Kegiatan Media &


Kegiatan Pengajaran
Kegiatan Mahasiswa Alat Peraga
Pendahuluan 1. Memberikan penyegaran sekilas Mendengarkan dan Notebook,
tentang topik minggu yang lalu. memberikan LCD,
2. Menjelaskan cakupan materi-materi komentar White board.
perkuliahan untuk topik minggu ke-
empat belas.

289
Penyajian 1. Menjelaskan sistem jaringan jalan. Memperhatikan, Notebook,
2. Menjelaskan kaitan antara hirarki mencatat dan LCD,
jalan dengan sistem jaringan jalan memberikan White board.
menurut wewenang pembinaan. komentar.
3. Menjelaskan kriteria dalam penetapan Mengajukan
klasifikasi fungsi jalan. pertanyaan.
4. Menjelaskan kelas jalan.
5. Menjelaskan klasifikasi perenca-naan
jalan perkotaan.

Penutup 1. Mengajukan pertanyaan kepada Memberikan White board.


mahasiswa. komentar.
2. Memberikan kesimpulan. Mengajukan dan
3. Mengingatkan akan kewajiban menjawab
mahasiswa untuk pertemuan pertanyaan.
selanjutnya.

E. Evaluasi
1. Pertanyaan tidak langsung
Meminta kepada mahasiswa untuk memberikan komentar tentang sistem jaringan
jalan, kaitan antara hirarki jalan dengan sistem jaringan jalan menurut wewenang
pembinaan, kriteria dalam penetapan klasifikasi fungsi jalan, dan kelas jalan.
2. Pertanyaan langsung
Jelaskan sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder.
Jelaskan klasifikasi fungsi jalan berdasarkan kewenangan pembinaan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No. 38 Tentang Jalan dan PP Nomor 34 tahun 2006
tentang jalan.

3. Kunci jawaban

290
RENCANA KEGIATAN BELAJAR MINGGUAN
(RKBM)

Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas


Kode : CES 5353
Semester : V
Waktu : 1 x 2 x 50 menit
Pertemuan : 14 (Empatbelas)

Estimasi
Minggu Metode
Topik (Pokok Bahasan) Waktu Media
Ke- Pembelajaran
(menit)
(1) (2) (3) (4) (5)

14.1 Sistem jaringan jalan.


14.2 Kaitan antara hirarki jalan dengan
sistem jaringan jalan menurut
wewenang pembinaan.
Notebook,
14.3 Kriteria dalam penetapan klasifikasi Ceramah,
14 100 LCD,
fungsi jalan. Diskusi Kelas
Whiteboard
14.4 Kelas jalan.
14.5 Klasifikasi perencanaan jalan
perkotaan.

291
PERTEMUAN KE- 14
KLASIFIKASI FUNGSI, HIRARKI & PEMBINAAN JALAN

14.1 Umum
Penerapan Otonomi Daerah di Indonesia mempunyai pengaruh terhadap timbulnya
pemekaran wilayah. Terbentuknya kota-kota baru akibat pemekaran wilayah tersebut selalu
diiiringi dengan pengembangan prasarana pendukung kota, antara lain prasarana jalan. Agar
penataan ruang dapat selaras, serasi, dan seimbang dengan kebutuhan pergerakan, maka
rencana jaringan transportasi jalan harus mewujudkan unsur-unsur jaringan transportasi jalan,
yaitu simpul, ruang kegiatan dan ruang lalu lintas. Oleh karena itu, sangat diperlukan
penentuan fungsi, hirarki dan administrasi jalan yang tepat agar penggunaan dan pembinaan
jalan pada kota-kota baru dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006, bahwa Jalan adalah prasarana
transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi pergerakan lalulintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Sedangkan sistem
jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat
pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam
satu hubungan hierarki. Jalan menurut peranan perjalanan dapat dibedakan dalam sistem
jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Sistem jaringan jalan merupakan satu
kesatuan jaringan jalan yang terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan
sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki. Sistem jaringan jalan disusun dengan
mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan
antarkawasan dan/atau dalam kawasan perkotaan, dan kawasan perdesaan. Berdasarkan sifat
dan pergerakan lalu lintas dan angkutan jalan, fungsi jalan dibedakan atas arteri, kolektor,
lokal, dan lingkungan. Berdasarkan status, Jalan dikelompokkan atas jalan nasional, jalan
provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa. Kelas jalan dikelompokkan berdasarkan
penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan
prasarana jalan. Pembagian kelas jalan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu
lintas terdiri dari jalan kelas I, kelas II, kelas IIIA, dan kelas IIIB. Sedangkan kelas jalan
berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas hambatan,
jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

292
14.2 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi :

1. Jalan Arteri.
Yaitu jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jauh, kecepatan
rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. Biasanya jaringan
jalan ini melayani lalu lintas tinggi antara kota-kota penting. Jalan dalam golongan ini
harus direncanakan dapat melayani lalulintas cepat dan berat.

2. Jalan Kolektor.
Yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang,
kecepatan sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Biasanya jaringan jalan ini
melayani lalu lintas cukup tinggi antara kota-kota yang lebih kecil, juga melayani
daerah sekitarnya.

3. Jalan Lokal.
Yaitu jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak pendek,
kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. Biasanya jaringan
jalan ini digunakan untuk keperluan aktifitas daerah, juga dipakai sebagai jalan
penghubung antara jalan-jalan dari golongan yang sama atau berlainan

14.3 Sistem Jaringan Jalan


Jaringan jalan merupakan satu kesatuan sistem terdiri dari sistem jaringan jalan primer
dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki.

1). Sistem Jaringan Jalan Primer

• Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang
dan struktur pengembangan wilayah tingkat nasional, yang menghubungkan
simpul-simpul jasa distribusi.
• Jaringan jalan primer menghubungkan secara menerus kota jenjang kesatu, kota
jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang dibawahnya sampai ke persil
dalam satu satuan wilayah pengembangan. Jaringan jalan primer menghubungkan
kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar satuan wilayah
pengembangan.
• Jaringan jalan primer tidak terputus walaupun memasuki kota. Jaringan jalan
primer harus menghubungkan kawasan primer. Suatu ruas jalan primer dapat
berakhir pada suatu kawasan primer. Kawasan yang mempunyai fungsi primer

293
antara lain: industri skala regional, terminal barang/pergudangan, pelabuhan,
bandar udara, pasar induk, pusat perdagangan skala regional/ grosir.
• Jalan Arteri Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang ke satu
dengan kota jenjang ke satu yang terletak berdampingan atau menghubungkan
kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.
• Jalan Kolektor Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota
jenjang ketiga.
• Jalan Lokal Primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang kesatu dengan
persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau
menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang
ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil, atau
kota dibawah jenjang ketiga sampai persil.
• Yang dimaksud dengan kota jenjang kesatu ialah kota yang berperan melayani
seluruh satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa
yang paling tinggi dalam satuan wilayah pengembangannya serta memiliki
orientasi keluar wilayahnya.
• Yang dimaksud dengan kota jenjang kedua ialah kota yang berperan melayani
sebagian dari satuan wilayah pengembangannya dengan kemampuan pelayanan
jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kesatu dalam satuan wilayah
pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta
memiliki orientasi ke kota jenjang kesatu.
• Yang dimaksud dengan kota jenjang ketiga ialah kota yang berperan melayani
sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan
jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kedua dalam satuan wilayah
pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta
memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke kota jenjang kesatu.
• Yang dimaksud dengan kota di bawah jenjang ketiga ialah kota yang berperan
melayani sebagian dari satuan wilayah pengembangannya, dengan kemampuan
pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang ketiga dan terikat jangkauan
serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip di atas.
• Kawasan adalah wilayah yang batasnya ditentukan berdasarkan lingkup
pengamatan fungsi tertentu.

294
• Kawasan Primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi
primer (Fl) adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota
sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah
pengembangannya.

Hubungan antar hirarki kota dengan peranan ruas jalan penghubungnya dalam sistem
jaringan jalan primer diberikan pada Tabel dibawah ini.

Tabel 14.1 : Hubungan Antar Hirarki Kota Dengan Peranan Ruas Jalan
Dalam Sistem Jaringan Jalan Primer

Kota Jenjang I Jenjang II Jenjang III Persil


Jenjang I Arteri Arteri -- Lokal
Jenjang II Arteri Kolektor Kolektor Lokal
Jenjang III -- Kolektor Lokal Lokal
Persil Lokal Lokal Lokal Lokal

Sumber : Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006

2). Sistem Jaringan Jalan Sekunder

• Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang
kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi
sekunder ke satu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya
sampai ke perumahan.
• Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kedua.
• Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga.
• Kawasan Sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder. Fungsi
sekunder sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu sendiri
yang lebih berorientasi ke dalam dan jangkauan lokal. Fungsi ini dapat mengandung
fungsi yang terkait pada pelayanan jasa yang bersifat pertahanan keamanan yang
selanjutnya disebut fungsi sekunder yang bersifat khusus.
295
• Fungsi primer dan fungsi sekunder harus tersusun teratur dan tidak terbaurkan.
Fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya terikat
dalam satu hubungan hirarki.
• Fungsi primer adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota
sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota, dan wilayah
pengembangannya.
• Fungsi sekunder adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota
sebagai pusat pelayanan jasa bagi kebutuhan penduduk kota itu sendiri.
• Wilayah dimaksudkan sebagai kesatuan geografi beserta segenap unsur yang terkait
padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan pengamatan administratif
dan atau fungsional.
• Struktur kawasan kota dapat dibedakan berdasarkan besarnya penduduk kota yang
bersangkutan.

Tabel 14.2 : Hubungan Antara Kawasan Kota Dengan Peranan Ruas Jalan Dalam Sistem
Jaringan Jalan Sekunder
Sekunder 1 Sekunder 2 Sekunder 3
Kawasan Primer (F1) Perumahan
(F21) (F22) (F23)
Primer (F1) -- Arteri -- -- --
Sekunder 1
Arteri Arteri Arteri -- Lokal
(F21)
Sekunder 2
-- Arteri Kolektor Kolektor Lokal
(F22)
Sekunder 3
-- -- Kolektor -- Lokal
(F23)
Perumahan -- Lokal Lokal Kolektor --

14.4. Kaitan Antara Hirarki Jalan Dengan Sistem Jaringan Jalan Menurut Wewenang
Pembinaan

Dalam panduan penentuan klasifikasi fungsi jalan di wilayah perkotaan No.


010/T/BNKT/1990 dan PP Nomor 34 tahun 2006 tentang jalan, bahwa wewenang
pembinaan jalan dikelompokkan menjadi jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten,
jalan kota, jalan desa/nagari, dan jalan khusus.

1). Jalan Nasional

Yang termasuk kelompok jalan nasional adalah jalan arteri primer, jalan kolektor
primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, jalan tol, dan jalan lain yang

296
mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional. Penetapan status suatu
jalan sebagai jalan nasional dilakukan dengan Keputusan Menteri.

2). Jalan Provinsi


Yang termasuk kelompok jalan Provinsi adalah :
• Jalan kolektor primer yang menghubungkan lbukota Provinsi dengan Ibukota
Kabupaten atau Kota.
• Jalan Kolektor primer yang menghubungkan antar lbukota Kabupaten atau Kota.
• Jalan lain yang mempunyai kepentingan strategis terhadap kepentingan Provinsi.
• Jalan dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang tidak termasuk jalan Nasional.

Penetapan status suatu jalan sebagai jalan Provinsi dilakukan dengan Keputusan
Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur yang bersangkutan.

3). Jalan Kabupaten

Yang termasuk kelompok jalan Kabupaten adalah :


• Jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota Kabupaten dengan ibukota
Kecamatan, ibukota Kabupaten dengan Pusat Desa/Nagari, antar ibukota
Kecamatan, ibukota Kecamatan dengan Desa/Nagari, dan antar Desa/Nagari.
• Jalan sekunder (arteri sekunder, kolektor sekunder, dan lokal sekunder) dan
jalan lain yang tidak termasuk dalam kelompok jalan Nasional, jalan Provinsi.
Penetapan status suatu jalan sebagai jalan Kabupaten dilakukan dengan Keputusan
Gubernur, atas usul Pemerintah Kabupaten yang bersangkutan.

4). Jalan Kota

Yang termasuk kelompok jalan Kota adalah jaringan jalan sekunder di dalam kota.
Penetapan status suatu ruas jalan arteri sekunder dan atau ruas jalan kolektor
sekunder sebagai jalan kota dilakukan dengan keputusan Gubernur atas usul
Pemerintah Kota yang bersangkutan. Penetapan status suatu ruas jalan lokal
sekunder sebagai jalan Kota dilakukan dengan Keputusan Walikota yang
bersangkutan.

5). Jalan Desa/Nagari

Jalan Desa/Nagari adalah jalan lingkungan primer dan jalan lokal sekunder yang
tidak termasuk jalan Kabupaten di dalam kawasan Pedesaan/Nagari, dan merupakan
297
jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman di dalam
Desa/Nagari.

6). Jalan Khusus

Yang termasuk kelompok jalan khusus adalah jalan yang dibangun dan dipelihara
oleh instansi/badan hukum/perorangan untuk melayani kepentingan masing-masing.
Penetapan status suatu ruas jalan khusus dilakukan oleh instansi/badan
hukum/perorangan yang memiliki ruas jalan khusus tersebut dengan memperhatikan
pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.
Secara lebih sederhana, fungsi jalan dikaitkan dengan penanggung jawab pembinaan
disajikan pada Tabel 14.3 berikut :

Tabel 14.3 : Fungsi Jalan Dikaitkan Dengan Penanggung jawab Pembinaan


STATUS FUNGSI PERENCANAAN PELAKSANAAN
AP MENTERI MENTERI
NASIONAL
KP 1 MENTERI MENTERI
KP 2 MENTERI PEMPROV
PROVINSI
KP 3 MENTERI PEMPROV
LP MENTERI PEMKAB
KABUPATEN
AS, KS, LS PEMKAB PEMKAB
KOTA AS, KS, LS PEMKOT PEMKOT

Catatan :
AP = Arteri Primer
KP 1 = Kolektor Primer yang menghubungkan Ibu Kota Provinsi
KP 2 = Kolektor Primer yang menghubungkan Ibu Kota Provinsi ke Kab/Kota.
KP 3 = Kolektor Primer yang menghubungkan Kota dengan Kabupaten/Kota
AS = Arteri Sekunder
KS = Kolektor Sekunder
LS = Lokal Sekunder dan LP = Lokal Primer

7). Perubahan Status Jalan

Suatu ruas jalan dapat ditingkatkan statusnya menjadi lebih tinggi apabila dipenuhi
persyaratan sebagai berikut :
• Ruas jalan tersebut berperan penting dalam pelayanan terhadap wilayah/kawasan
yang lebih luas dari wilayah/kawasan semula.
• Ruas jalan tersebut makin dibutuhkan masyarakat dalam rangka pengembangan
sistem transportasi.

298
Suatu ruas jalan dapat diturunkan statusnya menjadi lebih rendah apabila terjadi hal-hal
yang berlawanan dengan yang tersebut. di atas. Peralihan status suatu jalan dapat
diusulkan oleh pembina jalan semula kepada pembina jalan dituju. Pembina jalan yang
menerima usulan atau saran memberikan pendapatnya kepada pejabat yang menetapkan
status semula.
Penetapan status ruas jalan dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang menetapkan status
baru dari ruas jalan yang bersangkutan, setelah mendengar pendapat pejabat yang
menetapkan status semula.

14.5 Kriteria Yang Dipertimbangkan Dalam Menetapkan Klasifikasi Fungsi Jalan

Kriteria ini dimaksudkan sebagai ciri-ciri umum yang diharapkan pada masing-masing
fungsi jalan. Kriteria tersebut meliputi kecepatan rencana, lebar badan jalan, kapasitas,
jalan masuk, persimpangan sebidang, bangunan pelengkap, perlengkapan jalan,
penggunaan jalan sesuai dengan fungsinya dan tidak terputus, dan harus memenuhi
ketentuan keamanan, keselamatan, dan lingkungan.

1). Jalan Arteri Primer

• Menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional atau antar
pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
• Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 60 (enam
puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 11 (sebelas) meter.
• Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas
rata-rata.
• Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.
• Kendaraan angkutan barang berat dan kendaraan umum bus dapat diizinkan melalui
jalan ini.
• Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan
masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 500 meter.
• Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai
dengan volume lalu lintasnya.
• Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan seharusnya tidak diizinkan.

299
• Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas, lampu penerangan jalan dan lain-lain.
• Jalur khusus seharusnya disediakan yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.
• Jalan arteri primer seharusnya dilengkapi dengan median.

2). Jalan Kolektor Primer

• Menghubungkan secara berdaya guna antara pusat kegiatan nasional dengan pusat
kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah
dengan pusat kegiatan lokal.
• Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota.
• Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
• Jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana 80 km/jam dan
paling rendah 40 (empat puluh) km per jam.
• Lebar badan jalan kolektor primer tidak kurang dari 9 (sembilan) meter.
• Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar jalan
masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.
• Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
• Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalulintasnya.
• Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata.
• Lokasi parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak diizinkan pada
jam sibuk.
• Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas dan lampu penerangan jalan.
• Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri
primer.
• Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.

300
3). Jalan Lokal Primer

• Menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan
lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antarpusat
kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta
antarpusat kegiatan lingkungan.
• Jalan lokal primer dalam kota merupakan terusan jalan lokal primer luar kota.
• Jalan lokal primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya.
• Jalan lokal primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua
puluh) km per jam.
• Kendaraan angkutan barang dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
• Lebar badan jalan lokal primer tidak kurang dari 7,5 meter .
• Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah pada sistem
primer.
• Jalan lokal primer yang memasuki kawasan perdesaan tidak boleh terputus.

4). Jalan Lingkungan Primer


• Menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam
lingkungan kawasan perdesaan.
• Jalan lingkungan primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 15
(lima belas) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 (enam
koma lima) meter.
• Persyaratan teknis jalan lingkungan primer diperuntukkan bagi kendaraan bermotor
beroda tiga atau lebih.
• Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda
tiga atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma lima)
meter.

5). Jalan Arteri Sekunder

• Menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan


sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kedua.
• Jalan arteri sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 30 (tiga
puluh) km per jam.
• Lebar badan jalan tidak kurang dari 11,0 meter.
301
• Lalu lintas cepat pada jalan arteri sekunder tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
lambat.
• Akses langsung dibatasi tidak boleh lebih pendek dari 250 meter.
• Kendaraan angkutan barang ringan dan bus untuk pelayanan kota dapat diizinkan
melalui jalan ini.
• Persimpangan pads jalan arteri sekunder diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintasnya.
• Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas same atau lebih besar dari volume lalu
lintas rata-rata.
• Lokasi berhenti dan parkir pada badan jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak
dizinkan pada jam sibuk.
• Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas, lampu jalan dan lain-lain.
• Besarnya lala lintas harian rata-rata pada umumnya paling besar dari sistem sekunder
yang lain.
• Dianjurkan tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya.
• Jarak selang dengan kelas jalan yang sejenis lebih besar dari jarak selang dengan
kelas jalan yang lebih rendah.

6). Jalan Kolektor Sekunder

• Menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau


kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
• Jalan kolektor sekunder dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20
(dua puluh) km per jam.
• Lebar badan jalan kolektor sekunder minimal 9 (sembilan) meter.
• Kendaraan angkutan barang berat tidak diizinkan melalui fungsi jalan ini di daerah
pemukiman.
• Lokasi parkir pada badan jalan dibatasi.
• Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup.
• Besarnya lalu lintas harian rata-rata pads umumnya lebih rendah dari sistem primer
dan arteri sekunder.

302
7). Jalan Lokal Sekunder

• Menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder


kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke
perumahan.
• Jalan lokal sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10
(sepuluh) km per jam.
• Lebar badan jalan lokal sekunder tidak kurang dari 7,5 meter.
• Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui fungsi jaIan ini di
daerah pemukiman.
• Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan
dengan fungsi jalan yang lain.

8). Jalan Lingkungan Sekunder

• Menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan.


• Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10
(sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter.
• Jalan lingkungan sekunder diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga)
atau lebih.
• Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor
beroda 3 (tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga
koma lima) meter.

303
Kota Jalan Arteri Kota
Jenjang - I Primer Jenjang - I

Jalan Arteri Jalan Arteri


Primer Primer

Kota Jalan Kolektor Kota


Jenjang - II Primer Jenjang - II
Jalan Lokal Primer

Jalan Kolektor Jalan Kolektor


Primer Primer
Jalan Lokal Primer

Kota Jalan Lokal Kota


Jenjang - III Primer Jenjang - III

Jalan Lokal
Jalan Lokal Primer

Primer
Kota Dibawah
Jenjang - III

Jalan Lokal
Primer
Persil

Gambar 14.1 : Skema Sistem Jaringan Jalan Primer

304
F1
Kawasan
Primer

Jalan Arteri Jalan Arteri


Sekunder (JAS) Sekunder (JAS)

F12 F21
Jalan Arteri
Kawasan Kawasan
Sekunder (JAS)
Sekunder-I Sekunder-I
Jalan Lokal Sekunder (JLS)

Jalan Arteri
Jalan Arteri Sekunder (JAS)
Sekunder (JAS)
Jalan Lokal Sekunder (JLS)

F22 F22
Jalan Kolektor Kawasan
Kawasan
Sekunder (JKS) Sekunder-II
Sekunder-II
Jalan Lokal Sekunder (JLS)

Jalan Kolektor
Sekunder (JKS)
F23 Kawasan
Sekunder-II

Jalan Lokal
Sekunder (JLS)
Perumahan

Gambar 14.2 : Skema Sistem Jaringan Jalan Sekunder

305
14.6   Klasifikasi Jalan Menurut Kelas (berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 22
tentang lalulintas dan angkutan Jalan Pasal 19 ayat (2), sebagai berikut :

1. Jalan Kelas I, dengan kriteria sebagai berikut :


• Jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan
dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.5 meter, ukuran panjang tidak melebihi 18.0
meter, ukuran paling tinggi 4,20 meter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan
adalah 10 ton.
• LHR diatas 20.000 smp.
• Jumlah jalur banyak.
• Melayani lalu lintas berat dan cepat.
• Dalam komposisi lalu lintas tidak terdapat kendaraan lambat dan kendaraan tidak
bermotor.
• Tingkat pelayanan tinggi dan Jenis perkerasan aspal beton.

2. Jalan Kelas II, dengan kriteria sebagai berikut :


• Jalan arteri, kolektor, local, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.5 meter, ukuran panjang
tidak melebihi 12.0 meter, ukuran paling tinggi 4,2 meter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 (delapan) ton.
• LHR antara 6.000 smp s.d 20.000 smp.
• Jalan 2 jalur atau lebih.
• Dalam komposisi lalu lintas terdapat kendaraan lambat tetapi tidak terdapat
kendaraan tanpa bermotor.
• Untuk lalu lintas lambat disediakan jalur tersendiri.
• Jenis perkerasan aspal beton.

3. Jalan Kelas III, dengan kriteria sebagai berikut :


• Jalan arteri, kolektor, local, dan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.10 meter, ukuran panjang
tidak melebihi 9.0 meter, ukuran palng tinggi 3,50 meter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 (delapan) ton.
• LHR relatif kecil.
• Jalan dengan jalur tunggal namun ada juga yang dua jalur.
• Merupakan jalur penghubung.
• Jenis perkerasan aspal beton/penetrasi macadam/burda/burtu.
306
4. Jalan Kelas Khusus
Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan
ukuran lebar melebihi 2,5 meter, ukuran panjang melebihi 18,0 meter, ukuran paling
tinggi 4,2 meter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 (sepuluh) ton.

307

Anda mungkin juga menyukai