Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

ACCIDENTAL DURAL PUNCTURE

Pembimbing:
dr. Satrio Adi Wicaksono, Sp. An

Disusun oleh:
Yuni Tri Yustianti
030.14.204

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS TRISAKTI
10 JUNI – 13 JULI 2019

1

LEMBAR PERSETUJUAN

Referat dengan judul:

“Accidental Dural Puncture”

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing sebagai syarat

untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Anestesi di Rumah Sakit Umum


Daerah K.R.MT Wongsonegoro Semarang

10 Juni – 13 Juli 2019

Semarang, Juli 2019

Pembimbing,

(dr. Satrio Adi Wicaksono, Sp. An)

2

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya, Penulis dapat menyelesaikan referat ini sesuai dengan waktu
yang telah ditetapkan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam penulisan referat ini, terutama kepada dr. Satrio Adi
Wicaksono Sp.An selaku pembimbing yang telah memberikan waktu dan ilmu
selama penulisan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari
sempurna dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan kritik
yang bersifat membangun sangatlah penulis harapkan untuk menyempurnakan
referat ini. Terlepas dari segala kekurangan yang ada penulis berharap semoga
referat ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Semarang, Juli 2019

Penyusun

Yuni Tri Yustianti

3

DAFTAR ISI

Halaman

COVER ........................................................................................................... 1

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... 2

KATA PENGANTAR ................................................................................... 3

DAFTAR ISI ................................................................................................. 4

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 6

BAB III KESIMPULAN ............................................................................... 18

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 19

4

BAB I

PENDAHULUAN

Accidental dural puncture adalah penetrasi dari dura mater yang disebabkan
oleh jarum ataupun kateter epidural. Mayoritas dari kejadian accidental dural
puncture diikuti dengan terdapatnya aliran kembali dari cairan serebrospinal
melalui jarum epidural.(1)
Accidental dural puncture selama prosedur anestesia epidural merupakan hal
yang sangat jarang terjadi. Terdapat beberapa survey yang pernah dilakukan untuk
menilai insidensi dari kejadian accidental dural puncture selama pemasangan
kateter epidural dan didapatkan angka kejadian berkisar 0.19% - 3.6%. (2)
Dengan komplikasi yang disebabkan dari accidental dural puncture salah
satunya adalah post dural puncture headache. Diperkirakan, pengurangan sekitar
10% volume dari CSF dapat mengakibatkan munculnya gejala dari post puncture
dura headache.

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Accidental Dura Puncture adalah penetrasi dari duramater oleh jarum


ataupun kateter epidural. Mayoritas dari accidental dural punctures diikuti oleh
terjadinya aliran kembali dari cairan serebrospinal melalui jarum epidural. Selain
itu dura mater mungkin juga dapat mengalami perlukaan yang disebabkan oleh
jarum epidural tertusuk oleh kateter, dimana pada keadaan tersebut tidak
ditemukan aliran kembali dari cairan serebrospinal namun pasien tetap memiliki
risiko dari komplikasi yang disebabkan oleh penusukan dura.(1)

2.2. EPIDEMIOLOGI
Pada meta analisis literatur oleh Choi et al(3), mendapatkan indensi dari
kejadian accidental dural puncture sebesar 1.5% selama tindakan dari insersi
epidural pada populasi obstetrik. Kejadian postdural puncture headache setelah
terjadinya kejadian accidental dural puncture dapat parah dan sangat
mengganggu interaksi hubungan antara ibu dan anak pada bangsal obstetri.(4)
2. 3. STRUKTUR ANATOMI VERTEBRA

Gambar 1 : Kolumna Vertebralis (5)

6

Tulang vertebra terdri dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah
tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sakral. Tulang servikal,
torakal dan lumbal masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang
sakral dan koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang
sakum dan koksigeus.
Kolumna vertebralis mempunyai lima fungsi utama, yaitu:
(1) menyangga berat kepala dan dan batang tubuh
(2) melindungi medula spinalis
(3) memungkinkan keluarnya nervi spinalis dari kanalis spinalis
(4) tempat untuk perlekatan otot-otot
(5) memungkinkan gerakan kepala dan batang tubuh
Tulang vertebra secara gradual dari cranial ke caudal akan membesar
sampai mencapai ukuran maksimal pada tulang sakrum kemudian mengecil
sampai apex dari tulang koksigeus. Struktur seperti ini dikarenakan beban yang
harus ditanggung semakin membesar dari cranial hingga caudal sampai
kemudian beban tersebut ditransmisikan menuju tulang pelvis melalui articulatio
sacroilliaca.(5)
Hal penting yang perlu diperhatikan dalam melakukan anestesi
subaraknoid adalah lokasi medulla spinalis didalam kolumna vertebralis. Medulla
spinalis berjalan mulai dari foramen magnum kebawah hingga menuju ke konus
medularis (segmen akhir medulla spinalis sebelum terpecah menjadi kauda
equina). Penting diperhatikan bahwa lokasi konus medularis bervariasi antara
vertebra T12 hingga L1. (5,6)
Memperhatikan susunan anatomis dari vertebra, ada beberapa landmark
yang lazim digunakan untuk memperkirakan lokasi penting pada vertebra,
diantaranya adalah :
1. Vertebra C7 : Merupakan vertebra servikal dengan penonjolan yang
paling terlihat di daerah leher.
2. Papila Mamae : Lokasi ini kurang lebih berada di sekitar vertebra
torakal 3-4

7

3. Epigastrium : Lokasi ini kurang lebih berada di sekitar vertebra torakal
5-6
4. Umbilikus : Lokasi ini berada setinggi vertebra torakal 10
5. Krista Iliaka : Lokasi ini berada setinggi kurang lebih vertebra
lumbalis 4-5(6,7,8)

Gambar 2 : Perjalanan Medulla Spinalis pada Kolumna Vertebralis(9)


Berikut adalah susunan anatomis pada bagian yang akan dilakukan anestesi
spinal.
• Kutis
• Subkutis : Ketebalannya berbeda-beda, akan lebih mudah mereba ruang
intervertebralis pada pasien yang memiliki lapisan subkutis yang tipis.
• Ligamentum Supraspinosum: Ligamen yang menghubungkan ujung
procesus spinosus.
• Ligamentum interspinosum

8

• Ligamentum flavum : Ligamentum flavum cukup tebal, sampai sekitar 1
cm. Sebagian besar terdiri dari jaringan elastis. Ligamen ini berjalan
vertikal dari lamina ke lamina. Ketika jarum berada dalam ligamen ini,
akan terasa sensasi mencengkeram dan berbeda. Sering kali bisa kita
rasakan saat melewati ligamentum dan masuk keruang epidural.
• Epidural : Ruang epidural berisi pembuluh darah dan lemak. Jika darah
yang keluar dari jarum spinal bukan CSF, kemungkinan vena epidural
telah tertusuk. Jarum spinal harus maju sedikit lebih jauh.
• Duramater : Sensasi yang sama mungkin akan kita rasakan saat menembus
duramater seperti saat menembus epidural.
• Subarachnoid : merupakan tempat kita akan menyuntikkan obat anestesi
spinal. Pada ruangan ini akan dijumpai likuor sereberospinalis (LCS) pada
penusukan. (5,6)

Gambar 4 : Susunan Anatomi ligament vertebra(8)

Pembuluh darah pada daerah tusukan juga perlu diperhatikan, terdapat arteri dan
vena yang lokasinya berada di sekitar tempat tusukan. Terdapat arteri Spinalis
posterior yang memperdarahi 1/3 bagian posterior medulla. Arteri spinalis anterior
memperdarahi 2/3 bagian anterior medulla. Terdapat juga adreti radikularis yang

9

memperdarahi medulla, berjalan di foramen intervertebralis memperdarahi radiks.
Sistem vena yang terdapat di medulla ada 2 yaitu vena medularis anterior dan
posterior.

Gambar 5 : Sistem Vaskular Medula Spinalis[10]

2.4. KOMPLIKASI TINDAKAN ANESTESI SPINAL


Saat melakukan anestesi spinal ada beberapa komplikasi yang harus
diperhatikan. Sesuai dengan kerja obat dan pengaruhnya pada sistem tubuh.
Beberapa komplikasi tersebut diantaranya adalah : komplikasi kardiovaskular
seperti hipotensi, komplikasi sistem respirasi dimana dengan keadaan terparah
sampai dapat menjadi apnoe, komplikasi gastrointestinal seperti mual muntah
yang dikarenakan hipotensi, hipoksia. Komplikasi akibat proses tindakan yaitu
accidental dural puncture.

10

2.5 PATOFISIOLOGI
Jika pada saat pemasukan jarum epidural melewati dari rongga epidural
(jarak dari ligamentum flavum menuju dura mater pada medula spinalis regio
lumbal sekitar 4 – 6 mm) atau jika kateter menembus melewati lumbal, maka
terjadi kejadian yang dinamakan accidental dural puncture. Dimana jika terjadi
perlukaan, dapat mengakibatkan aliran keluar dari cairan serebrospinal menuju
rongga epidural yang akan menyebabkan menurunnya tekanan intrakranial, jika
terjadi penurunan tekanan intra kranial, terjadi traksi pada struktur-struktur yang
sensitif nyeri seperti dura dan meningens. Kejadian ini dapat mengakibatkan
terjadinya sakit kepala yang biasanya terjadi 24 – 48 jam setelah kejadian
accidental dural puncture yang biasa disebut dengan post puncture dura
headache.(11)
Diperkirakan, pengurangan sekitar 10% volume dari CSF dapat
mengakibatkan munculnya gejala dari post puncture dura headache.
2.6 GEJALA KLINIS
Meskipun terdapat berbagai varian dari gejala klinis, mayoritas kasus dari
post puncture dura headache dapat digambarkan berdasarkan onset, presentasi
dan gejala yang berhubungan.
2.6.1 ONSET
Onset dari gejala biasanya sedikit tertunda, dimana keluhan sakit kepala
biasanya mulai muncul pada saat jam ke 12 – 48 dan biasanya tidak lebih dari 5
hari setelah terjadinya accidental dura puncture. (11)
2.6.2 PRESENTASI
Salah satu dari tanda-tanda berikut menunjukkan accidental dura
puncture(11) :
• cairan serebrospinal yang mengalir bebas dari jarum epidural;
• Dosis uji (1,5% lidokain dengan epinefrin, 1: 200.000) menyebabkan
blok intratekal;
• Mampu mengambil cairan serebrospinal dari kateter;
• Sakit kepala frontal-oksipital 24-48 jam setelah anestesi epidural.

11

Gejala kardinal dari post puncture dura headache adalah keluhan yang
berhubungan dengan postural, dimana gejala sakit kepala akan memberat pada
saat posisi tegak dan menghilang, atau setidaknya membaik pada posisi berbaring.
Kriteria diagnosa dari International Headache Society (IHS) menjelaskan hal ini
lebih lengkap lagi dimana kualitas dari gejala yang dirasakan berdasarkan posisi
biasanya akan memburuk setelah 15 menit pada posisi duduk atau berdiri dan
membaik pada setelah 15 menit selama keadaan berbaring. Keluhan nyeri kepala
selalu bilateral, dengan 25% distribusi pada area frontal, 27% pada area oksipital,
dan 45% pada keduanya. Sakit kepala biasanya digambarkan sebagai
“tumpul/berdenyut/seperti tekanan”. Meskipun belum ada kesepakatan secara
universal yang dimiliki untuk menentukan derajat keparahan dari nyeri, satu
pendekatan umum yaitu meminta pasien untuk menilai keparahan sakit kepalanya
menggunakan 10 point analog scale dimana angka 1-3 diklasifikasikan sebagai
ringan, 4-6 diklasifikasikan sebagai sedang, dan 7-10 diklasifikasikan sebagai
berat. (11,12)
2.6.3 GEJALA YANG BERHUBUNGAN(11,12)
Kriteria dari IHS untuk post dura puncture headache yaitu keluhan sakit
kepala harus disertai setidaknya satu dari keluhan berikut:
• Kekakuan pada leher
• Tinnitus
• Hipoakusia
• Fotofobia
• Mual
Namun, kriteria diatas haruslah diperhatikan kembali dimana terkadang
beberapa pasien dengan gejala sakit kepala yang ringan mungkin tidak akan
mengalami gejala yang disebutkan diatas.
Pada gejala diatas, gejala yang berhubungan yang tersering ditemukan
adalah mual, dimana hal ini dikeluhkan oleh mayoritas pasien dan mual tersebut
dapat sampai menyebabkan muntah. Nyeri dan kekakuan pada leher dan pundak
juga sering didapatkan pada separuh pasien yang mengalami post dura pucnture
headache. Pada insidensi yang rendah, pasien terkadang mengeluhkan gejala

12

auditori ataupun visual dan risiko dari kejadiannya sepertinya berhubungan
langsung dengan ukuran jarum yang tertusuk pada accidental dural puncture.
Pada studi obeservasional oleh Vandam dan Dripps’s, keluhan visual dan auditori
didapatkan hanya pada 0.4% pasien. Gejala auditori termasuk kehilangan
pendengaran, tinnitus, dan bahkan hiperakusis dimana keluhan ini dapat terjadi
unilateral saja. Menarik bahwa subclinical hearing loss, khususnya pada frekuensi
rendah sering ditemukan pada saat setelah dilakukan anestesia spinal meskipun
tidak ditemukan post dura puncture headache. Keluhan visual yang dikeluhkan
seperti pandangan buram, kesulitan pada akomodasi, fotofobia ringan, dan
diplopia.
2.7 FAKTOR RISIKO11

Untuk accidental dura puncture :


• Accidental dura puncture sebelumnya
Untuk post dura puncture headache:
• Jenis kelamin wanita
• Usia muda (10–40 tahun)
• Persalinan pervaginam
2.8 DIAGNOSA DAN PENATALAKSANAAN

Dalam mendiagnosa accidental dura puncture biasanya ditemukan pada


saat penusukan jarum untuk melakukan prosedur anestesia dimananya akan
ditemukan cairan serebrospinal yang menetes dari jarum dan prosedur untuk
memastikan bahwa cairan yang keluar tersebut adalah cairan serebrospinal adalah
dapat memeriksa cairan tersebut dengan glokometer ataupun dengan dipstick
dimana cairan serebrospinal mengandung glukosa dan protein yang dapat
terdeteksi pada dua modalitas diatas sehingga akan menguatkan diagnosa
terjadinya accidental dura puncture.(11,12)

13

Jika sudah dipastikan terjadi accidental dura puncture, penatalaksanaan
yang harus dilakukan adalah(11) :

• Pasang kembali jarum epidural untuk menempatkan kateter dan perlahan-


lahan titrasi anestesi lokal.
• Masukkan kateter intratekal dan kelola sebagai kateter spinal kontinu.
• Jika teraspirasi cairan serebrospinal dari kateter atau jika dosis uji
menunjukkan bahwa kateter adalah intratekal, kelola sebagai kateter spinal
kontinu.

Manajemen selanjutnya(11) :

• Mengurangi jumlah dari anestesia yang diinjeksikan dikarenakan terdapat


lubang pada dura
• Follow up pasien selama 48 jam setelah operasi untuk menemukan
keluhan-keluhan yang biasanya terjadi seperti keluhan sakit kepala.
• Penatalaksanaan konservatif seperti hidrasi dengan intravena, pemberian
kafein 500mg IV, bed rest, dan analgesia.

Untuk penatalaksaan definitif dari post dural puncture headache adalah


epidural blood patch dimana dilakukan injeksi 20 mL darah autologous kedalam
rongga epidural. Proses ini akan menyebabkan kompresi dari thecal sac,
menyebabkan cairan serebrospinal dipaksa kearah cephalad dan langsung
mengurangi keluhan sakit kepala. Injeksi dari darah tersebut menyebabkan
terjadinya cloting pada lubang yang terdapat di dura dan mencegah terjadi
kebocoran lebih lanjut.(11,12)

14

Gambar 5. Epidural Blood Patch

Gambar 6. Algoritma Penatalaksanaan

15

1. Edukasi pasien
2. Triase keparahan dari gejala
3. Resolusi perlahan tanpa perlu penatalaksanaan lebih lanjut
4. Perburukan dari keluhan atau tidak membaik dalam 5 hari
5. Pemilihan antara epidural blood patch (EBP) atau farmakologi
berdasarkan preferensi pasien
6. Penatalaksanaan definitif (EBP_ direkomendasikan
7. Kafein atau agen lainnya
8. Gagal, perubukan dari gejala, atau rekurensi
9. Material patch selain darah
10. Dilakukan tidak lebih cepat dari 24 jam setelah pemberian EBP pertama
11. Pertimbangan ulang dari diagnosa
12. Bantuan radiologi jika akan dilakukan EBP lainnya.

Dalam penatalaksanaan dari post dural puncture headache terdapat


berbagai agen farmakologi yang dapat dipilih(12) :

1. Methylxanthines: regimen ini dikenal memiliki efek vasokonstriktif


serebral. Golongan ini yang biasa digunakan termasuk aminofilin, teofilin
dan yang paling familiar adalah kafein. Kafein biasa digunakan dalam
dosis 500mg kafein benzoat dengan kandugan 250mg kafein, yang
biasanya setelah diberikan akan mengurangi keluhan dengan onset 1 – 4
jam setelah pemberian pada 70% pasien.
2. Serotonin type 1d receptor agonists: regimen ini digunakan juga untuk
menyebabkan vasokonstriksi serebral yang biasanya digunakan pada
diagnosa sakit kepala migrain. (Sumatriptan)
3. Ergot alkaloids: agen ini juga memiliki efek vasokonstriktif.
(Metilergonovin 0.25mg PO 2-3x/hari)

16

2.9 PENCEGAHAN

Tidak terdapat metode yang cukup baik untuk mencegah terjadinya


accidental dural puncture kecuali pada saat melakukan haruslah sangatlah
berhati-hati sehingga tidak melukai dura. Untuk pencegahan dari post dural
puncture headache, dapat dilakukan pemasangan kateter intratekal ataupun
morfin epidural sebesar 3mg, dalam 2 dosis yang berjarak 24 jam.11

17

BAB III

KESIMPULAN

Accidental dural puncture adalah salah satu kemungkinan komplikasi


yang mungkin terjadi dari tindakan anestesia spinal. Keluhan yang dirasakan
sangatlah bervasiasi mulai dari sakit kepala ringan, sampai berbagai keluhan pada
sistem organ lainnya. Dengan komplikasi yang tersering terjadi adalah post dural
puncture headache dimana telah sekitar 100 tahun sejak pertama kali dikenal, post
dural puncture headache masih merupakan perhatian penting dalam berbagai
spesialis dunia medis. Keluhan yang dirasakan sangatlah bervasiasi dari yang
ringan sampai berat, sehingga sama dengan berbagai komplikasi lainnya,
pencegahan merupakan tindakan yang lebih dipilih dibandingkan
penatalaksanaan. Meskipun berbagai metode pencegahan telah dilakukan, namun
tidak ada satupun sampai saat ini yang menjadi pencegahan definitif.
Penatalaksanaan dari post dural puncture headache masih menggunakan EBP dan
lebih dipilih untuk dilakukan tindakan EBP dalam 24 jam pertama setelah
diagnosa jika keluhan yang dirasakan sangat berat. Namun, meskipun telah
terdapat berbagai literatur yang membahas mengenai hal ini, masih banyak yang
tidak diketahui dalam hal accidental dural puncture maupun post dural puncture
headache sehingga dengan penulisan referat ini, penulis berharap dapat sedikit
banyak membantu teman sejawat dalam memahami kejadian ini.

18

DAFTAR PUSATAKA

1. Medscape Reference [Internet] Subarachnoid Spinal Block [Updated on


Aug,5,2013] Available at http://emedicine.medscape.com/article/2000841-
overview. Accessed on 2019 Jan 03
2. Gurudatt CL. Unintentional dural puncture and postdural puncture
headache-can this headache of the patient as well as the anesthesiologist
be prevented?. Indian J Anaesth.2014;58(4):385-7
3. Choi PT, Galinski SE, Takeuchi L, Lucas S, Tamayo C, Jadad AR. PDPH
is a common complicagtion of neuraxial blockade in parturients: a meta-
analysis of obstetrical studies. Can J Anaesth. 2003;50:460-9
4. Darvish B, Gupta A, Alahuhta S, Dahl V, Hansen SH, Thorsteinsson A.
Management of accidental dural puncture and post-dural puncture
headache after labour: a Nordic Survey. Acta Anaesthesiol
Scand.2011;55:46-53
5. Netter, H Franks, Interactive Digital Atlas Anatomy, Vertebral Column,
Section. Icon Learning System, Rochester : Section 146.
6. Medscape Reference [Internet] Subarachnoid Spinal Block [Updated on
Aug,5,2013] Available at http://emedicine.medscape.com/article/2000841-
overview. Accessed on 2019 July 03
7. Kristanto S, Anestesia Regional; Anestesiologi.- Bagian Anestesiologi dan
Terapi Intensif, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia – Jakarta : CV.
Infomedika, 2004; 125-8
8. NYSORA – New York School of Regional Anesthesia, Subarachnoidal
Block. Available at http://www.nysora.com/techniques/neuraxial-and-
perineuraxial-techniques/landmark-based/spinal-epidural-cse/3423-spinal-
anesthesia.html, Accessed on 2019, July 03
9. Netter, H Franks, Interactive Digital Atlas Anatomy, Vertebral Column,
Section. Icon Learning System, Rochester : Section 154A
10. University of Pittsburgh Online Reference [Internet] Subarachnoid spinal
block anesthesia. [Last Update Jan 2013]. Available at

19

http://www.pitt.edu/~regional/Spinal/Spinal.htm. Accessed on 2019, July
03
11. Gaiser R. Obstetric Emergencies on: Anesthesia Emergencies. New York:
Oxford University Press.2011:166-8
12. Harrington BE, Reina MA. Postdural Puncture Headache. Available at:
https://www.nysora.com/foundations-of-regional-
anesthesia/complications/postdural-puncture-headache/, Accessed on
2019, July 03

20

Anda mungkin juga menyukai