Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sectio Caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding perut dan dinding uterus. Dewasa ini cara ini jauh lebih aman
daripada dahulu berhubung dengan adanya antibiotika, transfusi darah, teknik
operasi yang lebih sempurna dan anestesi yang lebih baik. Karena itu kini ada
kecenderungan untuk melakukan Sectio Caesarea tanpa dasar yang cukup kuat.
Dalam hubungan ini perlu diingat bahwa seorang ibu yang telah mengalami
pembedahan itu merupakan seorang yang mempunyai parut uterus, dan tiap kali
kehamilan serta persalinan berikut memerlukan pengawasan yang cermat
berhubung dengan bahaya ruptura uteri.1
Prinsip dilakukan tindakan Sectio Caesarea diantaranya keadaan yang tidak
memungkinkan janin dilahirkan per vaginam, dan atau keadaan gawat darurat
yang memerlukan pengakhiran kehamilan / persalinan segera, yang tidak mungkin
menunggu kemajuan persalinan per-vaginam secara fisiologis. Indikasi dilakukan
tindakan Sectio Caesarea salah satu diantaranya ialah plasenta previa, yakni
plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum).
Pada plasenta previa dilakukan tindakan Sectio Caesarea pada keadaan plasenta
previa totalis, perdarahan banyak tanpa henti, presentase abnormal, panggul
sempit, keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang) dan gawat janin.1
WHO (World Health Organization) memperkirakan bahwa angka persalinan
dengan Sectio Caesarea sekitar 10-15% dari semua proses persalinan di negara-
negara berkembang dibandingkan dengan 20% di Britania Raya dan 23% di
Amerika Serikat. Kanada pada 2013 memiliki angka 21%. Data statistik dari
1990-an menyebutkan bahwa kurang dari 1 kematian dari 2.500 yang menjalani
bedah caesar, dibandingkan dengan 1 dari 10.000 untuk persalinan normal.2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Sectio Caesarea


Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk
melahirkan janin dari dalam rahim.3

2.2. Indikasi Sectio Caesarea


Operasi Sectio Casarea dilakukan jika persalinan pervaginam mungkin akan
menyebabkan resiko pada ibu maupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal
yang perlu tindakan SC proses persalinan lama / kegagalan proses persalinan
normal (Dystosia)3 :
1. Fetal distress
2. His lemah / melemah
3. Janin dalam posisi sungsang / melintang
4. Bayi besar (BBL > 4,2 kg)
5. Plasenta previa
6. Kelainan letak
7. Disproporsi Cevalo-Pelvik (ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan
panggul)
8. Ruptur Uterus yang mengancam
9. Hydropcephalus
10. Primi muda atau tua
11. Partus dengan komplikasi
12. Panggul sempit
13. Problema plasenta.

2.3. Plasenta Previa


Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan

2
lahir (ostium uteri internum). Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya
jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu1 :
1. Plasenta previa totalis, bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh
plasenta.
2. Plasenta previa lateralis, bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir
tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis, bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah, bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan jalan lahir.

Penegakan diagnosis plasenta previa, diantaranya yaitu1 :


1. Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20
minggu dan berlangsung tanpa sebab.
2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala
maka kepala belum masuk pintu atas panggul.
3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
4. USG untuk menentukan letak plasenta.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung
melalui kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena
dapat menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini
hanya dilakukan diatas meja operasi.

Plasenta previa dilakukan tindakan seksio sesarea pada keadaan, diantaranya


plasenta previa totalis, perdarahan banyak tanpa henti, presentase abnormal,
panggul sempit, keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang), gawat
janin.1

3
2.4. Penilaian dan Persiapan Pasien Pra-anestesi4
Anamnesis Pra-anestesi
1. Apakah pasien pernah mendapatkan anestesi sebelumnya.
2. Apakah pasien memiliki alergi terhadap obat obatan tertentu.
3. Apakah pasien merokok atau tidak. Karena harus dihentikan 2 minggu
sebelumnya untuk eliminasi nikotin yang mempengaruhi sistem
kardiosirkulasi dan untuk mengaktifkan silia jalan pernafasan serta
mengurangi produksi sputum.
4. Apakah pasien seorang peminum alkohol karena dapat dicurigai akan
adanya penyakit hepar.

2.5. Persiapan Anestesi Spinal4


Pada dasarnya persiapan untuk anestesi spinal seperti persiapan pada
anestesi umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan
kesulitan, misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk
sekali sehingga tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu
diperhatikan hal-hal di bawah ini :
1. Informed consent
Tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal.
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung.
3. Pemeriksaan laboratorium
Anjuran Hb, Ht, PT, PTT.

2.6. Peralatan Anestesi Spinal4


1. Peralatan monitor : tekanan darah, pulse oximetri, ekg
2. Peralatan resusitasi
3. Jarum spinal
Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bamboo runcing, quincke bacock)
atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare).

4
2.7. Klasifikasi Status Fisik4
Klasifikasi fisik ini bukan prakiraan resiko anestesi, karena dampak samping
anestesi tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan. Menurut ASA
(The American Society of Anesthesiologist), klasifikasi status fisik dibagi menjadi
5 kelas, yaitu :
1. Kelas I
Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.
2. Kelas II
Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
3. Kelas III
Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
4. Kelas IV
Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin
dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
5. Kelas V
Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya
tidak akan lebih dari 24 jam.
6. Cito atau Emergency
Biasanya dicantumkan huruf E.
7. Donor Organ

2.8. Masukan Oral4


Refleks laring mengalami penurunan selama anestesi. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan risiko utama
pada pasien pasien yang menjalani anestesia. Untuk itu semua pasien yang akan
dijadwalkan untuk operatif elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari
masukan oral (puasa) selama periode tertentu. Pasien dewasa umunya puasa 6-8
jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 3-4 jam.

5
2.9. Teknik Anestesi4
Menurut American College of Obstetricians and Gynocologist and American
Society of Anestesiologist (ASA) teknik anestesi yang direkomendasikan untuk
pembedahan pada Sectio Secarea adalah anestesi regional. Sedangkan general
anestesi dipersiapkan bila regional anestesi mengalami kendala.

2.10. Spinal Anestesia pada Kehamilan4,5

2.10.1. Definisi
Merupakan teknik anestesi blok sentral dengan memasukan zat anestesi local
(bupivacain ®Regivell) dengan dosis 3-4 ml (20 mg / 4 ml) ke ruang
subarachnoid biasa L3-L4 atau L4 – L5.

2.10.2. Indikasi
1. Bedah obsetri-ginekologi
2. Bedah panggul
3. Bedah ekstremitas bawah
4. Bedah abdomen bawah
5. Bedah sekitar rectum perineum
6. Bedah urologi.

2.10.3. Kontra Indikasi Absolut


1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan
5. Tekanan intrakranial meningkat
6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.

6
2.10.4. Kontra Indikasi Relatif
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik.

2.10.5. Komplikasi Tindakan


1. Hipotensi berat
2. Bradikardi
3. Hipoventilasi
4. Trauma pembuluh darah
5. Trauma saraf
6. Mual muntah
7. Gangguan pendengaran
8. Blok spinal tinggi, atau spinal total.

2.10.6. Komplikasi Pasca Tindakan


1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urin
5. Meningitis.

7
2.10.7. Keuntungan
1. Sedikit mendepresi janin
2. Pasien sadar
3. Pernafasan spontan.

2.10.8. Kerugian
1. Dapat menurunkan tekanan darah, nadi dan kontraksi jantung
2. Dapat menyebabkan muat muntah.

2.10.9. Teknik Anestesi Spinal


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis
tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas
meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi
pasien.Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan
menyebarnya obat.
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.
Beri bantal kepala, selain nyaman untuk pasien juga supaya tulang
belakang stabil. Buat pasien membungkuk maksimal agar processus
spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,
misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko
trauma terhadap medulla spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2%
2-3ml.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G,
23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G
atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik
biasa spuit 10cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit
kearah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya

8
kelubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-
Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu
pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk
menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri
kepala pasca spinal. Setelah resensi menghilang, mandrin jarum spinal
dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat
dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah
hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum
flavum dewasa ± 6cm.

Posisi

Posisi Duduk
 Pasien duduk di atas meja operasi.
 Dagu di dada.
 Tangan istirahat di lutut.

Posisi Lateral
 Bahu sejajar dengan meja operasi.
 Posisikan pinggul di pinggir meja operasi.
 Memeluk bantal/knee chest position.

Faktor yang mempengaruhi tinggi blok anestesi spinal :


o Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah anestesi.
o Konsentrasi obat: makin pekat makin tinggi batas daerah anestesi.
o Barbotase : penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas
daerah analgetik.

9
o Kecepatan : penyuntikan yang cepat menghasilkan batas anestesi yang
tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml
larutan.
o Maneuver valsava : mengejan meninggikan tekanan liquor serebrospinal
dengan akibat batas anestesi bertambah tinggi.
o Tempat pungsi: pengaruhnya besar pada L4-5 obat hiperbarik cenderung
berkumpul ke kaudal (saddle blok) pungsi L2-3 atau L3-4 obat cenderung
menyebar ke cranial.
o Berat jenis larutan: hiper, iso atau hipobarik.
o Tekanan abdominal yang meningkat : dengan dosis yang sama didapat
batas anestesi yang lebih tinggi.
o Tinggi pasien: makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis makin
besar dosis yang diperlukan (BB tidak berpengaruh terhadap dosis obat).
o Waktu: setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik
sudah menetap sehingga batas anestesi tidak dapat lagi diubah dengan
posisi pasien.

Anestetik Lokal untuk Anestesi Spinal


Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-1.008.
Anastetik lokal dengan berat jenis sama dengan css disebut isobaric. Anastetik
lokal dengan berat jenis lebih besar dari css disebut hiperbarik. Anastetik lokal
dengan berat jenis lebih kecil dari css disebut hipobarik. Anastetik lokal yang
sering digunakan adalah jenis hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik
lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik biasanya digunakan tetrakain
diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan :
1. Lidokaine (xylobain,lignokain) 2% : berat jenis 1.006, sifat isobaric, dosis
20-100mg (2-5ml)
2. Lidokaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5% : berat jenis
1.003, sifat hyperbaric,dose 20-50mg (1-2ml)

10
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam air : berat jenis 1.005, sifat isobaric,
dosis 5-20mg
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam dextrose 8.25% : berat jenis 1.027,
sifat hiperbarik, dosis 5-15mg (1-3ml)

Penyebaran Anastetik Lokal Tergantung :


1. Faktor utama
o Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
o Posisi pasien
o Dosis dan volume anestetik local.
2. Faktor tambahan
o Ketinggian suntikan
o Kecepatan suntikan/barbotase
o Ukuran jarum
o Keadaan fisik pasien
o Tekanan intra abdominal.

Lama Kerja Anestetik Lokal Tergantung :


1. Jenis anestetia local
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik lokal.

Obat Obatan untuk Anestesi pada Sectio Secarea

Midazolam HCl ®Miloz


Indikasi = Sedatif
Induksi untuk general anestesi
Kontra indikasi = Hipersensitif golongan benzodiazepin
Syok dan koma

11
Efek samping = Hipotensi, sakit kepala, retrograde amnesia,
bermimpi, gerakan tonik/klonik
Onset kerja = 10 – 20 menit
Sediaan = 5 mg / ml diencerkan dengan NaCl (1:4)
Dosis = 1 - 2,5 mg, max 5 mg
Pre-operatif 0,07 – 0,08 mg / kgBB
Induksi 0,3 – 0,35 mg / kgBB
Premedikasi 0,15 – 0,35 mg / kgBB
Maintanance 0,02 – 0,1 mg / kgBB

Bupivacain HCl ® Regivell


Indikasi = Subarachnoid blok / Spinal anestesi
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap anestesi local golongan
amida
Perdarahan berat, hipotensi berat, syok, aritmia
Infeksi local pada tempat anestesi (pungsi lumbal)
Septikemia
Efek samping = Hipotemsi, bradikardi, sakit kepala
Lama kerja = Posisi horizontal untuk daerah abdomen 1 ,5 – 2 jam
Onset kerja = 5 – 8 menit
Sediaan = 20 mg / 4 ml
Dosis = 7,5 – 15 mg

Oxytocin ® Pitogin
Indikasi = Induksi persalinan, inertia uterin, aborsi inkomplit,
perdarahan pasca persalinan
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap obat
Disproporsi selafopelvik (CPD)
Posisi / presentasi janin yang tidak menguntungkan
Plasenta dan vasa previa

12
Efek samping = Reaksi analfilatik, aritmia jantung, mual muntah,
hematoma pelvik
Sediaan = 10 mg / ml
Dosis = Perdarahan pasca persalinan 10 unit (1cc) setelah
keluarnya plasenta
Abortus inkomplit 10 menit dalam dextrose 5% 20 –
40 TPM

Metil Ergonovin ®Metergin


Indikasi = Mencegah perdarahan post partum dan post abortus
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap obat
Masa kehamilan karena dapat menyebabkan fetal
distress
Angina Pectoris
Miocard Infark
Cardiovascular disease
Coronary aterial disease
Cerebrovascular accident
Trancient iskemik attack
Eklamsia dan Preeklamsia
Hipertensi
Efek samping = Coronary vasospasme, perifer vasospasme,
bradikardi, dispneu, hipertensi, aritmia, mual,
muntah, abdominal pain
Onset kerja = Intermediet
Lama kerja = 45 menit
Sediaan = 0,2 mg / ml
Dosis = 200 mcg / 0,2 mg

13
Efedrin HCl
Indikasi = Menaikkan heart rate, tekanan darah dan suhu
Kontra indikasi = Mempunyai penyakit jantung, aritmia, hipertiroid,
diabetes
Efek samping = Pusing, sakit kepala, mual, muntah,
Sediaan = 50 mg / ml (diencerkan dengan aquades 1:9)
Dosis = 0,8 – 1,6 mg / kgBB / hari

Ondansentron HCl
Indikasi = Mual dan muntah
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap obat
Masa kehamilan (teratogenik)
Efek samping = Sakit kepala, diare
Lama kerja = 3 jam
Sediaan = 4 mg / 2 ml
Dosis = 4 mg

Ketorolac
Indikasi = Analgesik jangka pendek post operatif untuk nyeri
tingkat sedang dan berat
Kontra indikasi = Hipersensitif terhadap obat golongan NSAID
Ulkus peptikum, penyakit cerebrovaskuler, diatesis
perdarahan, asma, bronkospasme, hipovolemi,
gangguan fungsi ginjal
Diberikan pada pra-operatif karena resiko
perdarahan
Efek samping = Dispepsia, gangguan saluran pencernaan, mual,
sakit kepala, diare, nyeri pada tempat suntikan
Sediaan = 30 mg / ml (diencerkan dengan aquades 1:2)
Dosis = 10 – 30 mg / hari. Max 90 mg / hari

14
2.11. Post-Operatif Sectio Cesarea4,5
Pasien post operasi harus dipantau sampai pasien pulih dari anestesia.
Adapun skala pulih dari Anestesia yaitu :
Nilai 2 1 0
Kesadaran Sadar, orientasi Dapat dibangunkan Tidak dapat
baik dibangunkan
Warna Merah muda, Pucat atau Sianosis
Tanpa O2, SaO2 > kehitaman Dengan O2, SaO2
92% Perlu O2 agar SaO2 tetap < 90 %
> 90 %
Aktifitas 4 ekstremitas 2 ekstremitas gerak Tak ada
bergerak ekstremitas yang
bergerak
Respirasi Dapat nafas dalam Nafas dangkal Apneu atau
batuk Sesak nafas obstruksi
Kardiovaskuler Tekanan darah Berubah 20 – 30 % Berubah > 50 %
berubah < 20 %
Kriteria sadar dari anestesi jika nila 9-10

Adapun tekanan darah, nadi, SaO2 harus terus dimonitoring selama pasien
belum pulih dari anestesi. Terapi cairan diberikan sesuai dengan kebutuhan cairan
basal yaitu :
o 4 ml / kgBB / jam untuk 10 kg pertama
o 2 ml / kgBB / jam untuk 10 kg kedua
o 1 ml / kgBB / jam untuk sisa berat badan

15
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Ilustrasi Kasus


Laporan kasus ini membahas pasien seorang wanita usia 23 tahun dengan
diagnosa sekundi gravida + KDR (36-38) minggu + plasenta previa totalis +
previous SC 1x + persentase bokong + anak hidup.

I. Identitas Pasien
Nama : Linda Wati
Umur : 23 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status :-
Tin mggi / Berat badan : 148 cm / 67 kg
No RM : 01-04-17-71
Alamat : Binjai
MRS : 11 November 2017
Tanggal Operasi : 13 November 2017

II. Anamnesis (Alloanamnesis)


A. Keluhan utama : kontrol poli kehamilan
B. Riwayat penyakit sekarang :
Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua pada pasien. Ini merupakan
kontrol kehamilan ketiga di poli ibu hamil. Riwayat perdarahan dari
kemaluan dijumpai sejak 1 bulan yang lalu. Perdarahan bersifat hilang
timbul, kadang berupa bercak, kadang sampai menghabiskan 1
pembalut/hari tanpa disertai rasa nyeri. Perdarahan terakhir satu minggu
yang lalu. Riwayat mules mules mau melahhirkan tidak dijumpai. Riwayat
keluar air dan lendir dari kemaluan tidak dijumpai. BAK normal, BAB
normal, sebelumnya pasien sudah pernah berobat ke spesialis Obgyn

16
dengan diagnosa sekundi gravida + KDR (36-38) minggu + plasenta
previa totalis + previous SC 1x + persentase bokong + anak hidup.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat sakit serupa : disangkal
 Riwayat dirawat : dijumpai (SC)
 Hipertensi : disangkal
 Asma : disangkal
 Alergi obat-obatan dan makanan : disangkal
 Alergi udara dingin : disangkal
 Diabetes : disangkal
 Penyakit Jantung : disangkal
 Penyakit Paru : disangkal
 Kejang : disangkal
 Penyakit Hati : disangkal
 Penyakit Ginjal : disangkal
 Riwayat Operasi dan Anestesi : Sectio Caesarea

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat kencing manis : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal

E. Riwayat Kebiasaan
 Merokok : disangkal
 Minum alkohol : disangkal
 Narkotik : disangkal
 Olahraga :-

17
III. Keadaan Pra Bedah
B1 (Breath)
Airway : Clear
Frekuensi pernafasan : 20 x/i
Suara pernafasan : Vesikuler
Suara tambahan : (-)
Riwayat asma/sesak/batuk/alergi : -/-/-/-

B2 (Blood)
Akral : Hangat/merah/kering
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Frekuensi nadi : 92 x/i
T/V : Cukup
Temperatur : 36,5oC
Konj.palp inferior pucat/hiperemis/ikterik : -/-/-

B3 (Brain)
Sensorium : Compos mentis
RC : +/+
Pupil : Isokor
Reflek fisiologis : +/+
Reflek patologis : -/-
Riwayat kejang/ muntah proyektil/ nyeri kepala/ pandangan kabur : -/ -/ -/ -

B4 (Bladder)
Urine :+
Volume : Cukup
Warna : Kuning jernih
Kateter :-

18
B5 (Bowel)
Abdomen : Membesar Simetris
Peristaltic :+
Mual/Muntah : +/-
BAB/Flatus : +/+
NGT :-

B6 (Bone)
Fraktur :-
Luka bakar :-
Oedem :-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1) Laboratorium
Hematologi
Hb : 10,2 gr/dl (N : 12-16 gr/dl)
Ht : 31,5 % (N : 37-47 %)
Eritrosit : 4,13 juta/ul (N : 4,3-6,0 juta/ul)
Leukosit : 10,59 /ul (N : 4800-10800/ul)
Trombosit : 191.000/ul (N : 150000-400000/ul)
LED :-
MCV : 76,3 fl (N : 80-96 fl)
MCH : 24,7 pg (N : 27-32 pg)
MCHC : 32,4 g/dl (N : 32-36 g/dl)
Koagulasi
Waktu Perdarahan : 3’00” (1-3 menit)
Waktu pembekuan : 5’00” (1-6 menit)
Waktu Protombin
Kontrol : 10,4”
Pasien : 9,1”

19
APTT
Kontrol : 28,8”
Pasien : 23,9”

Kimia Klinik
SGOT (AST) : 17,2 mU/dl (N : 0-40 mU/dl)
SGPT (ALT) : 12,45 mU/dl (N : 0-40mU/dl)
Albumin : 3,00 (N : 3,6-5.0 g/dL)
Ureum : 12,00 mg/dl (N : 10-50 mg/dl)
Creatinin : 0,62 mg/dl (N : 0,6-1,2 mg/dl)
Asam Urat : 3,13 mg/dL (N : 3,50-7.00)
Glukosa Darah adr : 100,00 mg/dl (N : <140 mgdl)

Natrium : 144 mmol/dl (N : 136-155 mmol/dl)


Kalium : 3,2 mmol/dl (N : 3,5-5,5 mmol/dl)
Chlorida : 111 mmol/dl (N : 95-103 mmol/dl)

2) Rontgen Thorax : Tidak tampak kelainan radiologi pada cor


dan Pulmo
3) USG TAS : Kesan; hamil 37 minggu + persentase
bokong + janin baik (sehat) + plasenta
previa totalis
4) EKG :-
5) Echo :-
6) Spirometri :-

V. DIAGNOSIS KERJA
sekundi gravida + KDR (36-38) minggu + plasenta previa totalis + previous
SC 1x + persentase bokong + anak hidup.

20
VI. PENGGOLONGAN STATUS FISIK PASIEN MENURUT ASA
ASA II (Anemia)

VII. RENCANA TINDAKAN


Sectio Caesarea

VIII. RENCANA ANESTESI


Spinal Anestesi

 Anestesi
- Persiapan pasien

Pasien puasa sejak pukul 00.00


 Pemasangan infus pada dorsum manus dekstra dengan cairan RL
 Persiapan alat
 Stetoskop
 Tensi meter
 Meja operasi dan perangkat operasi
 Spinocaine No. 25 G
 Infus set
 Abocath No.20
 Spuit 3 cc,5 cc,10 cc

 Obat – Obat yang dipakai


 Medikasi :
o Bupivacaine 20 mg

 Urutan Pelaksana Anestesi


- Cairan pre operasi : RL 500 ml
- Prosedur anastesi ;
- Pasien dibaringkan di meja operasi dalam posisi supine
- Infuse RL terpasang di lengan kanan

21
- Pemasangan tensimeter di lengan kiri
- Pemasangan oksimetri di ibu jari kiri pasien
- Pemasangan elektroda  pengukuran frekuensi nadi dan frekuensi
nafas

 Teknik anestesi : pasien posisi LLD  kepala dan kedua kaki ditekuk kea
rah dada  identifikasi lapangan anestesi (L3-L4)  desinfeksi dengan
povidon iodine dan alcohol  insersi dengan jarum spinocain 25G 
menembus cutis  subcutis  ligamentum supraspinosum  ligamentum
interspinosum  ligamentum flavum  CSF (+)  barbotase (+) 
injeksi bupivacaine 20 mg  atur tinggi blok (Th10)

 Perdarahan
o Kassa basah : 25 x 10 = 250 cc
o Kassa ½ basah : 15 x 5 = 75 cc
o Suction : 500 cc
o Handuk :-

 Infuse RL o/t regio dorsum manus dextra


o Pre operasi : RL 500 ml
o Durante operasi : RL 500ml

 Urine output durante operasi : 300 cc

 KETERANGAN TAMBAHAN
- Diagnosis pasca bedah : post SC a/i sekundi gravida + KDR (36-38)
minggu + plasenta previa totalis + previous SC 1x + persentase
bokong + anak hidup
- Lama anastesi : 09.00-11.25
- Lama operasi : 09.15-11.10
- EBV : 60 x 67 = 4020
- EBL : 10% = 402 cc, 20 % = 804 cc, 30% = 1.206 cc

22
 INSTRUKSI POST OPERASI
o Injeksi Ketorolac 30 mg / 8 jam
o Injeksi Ceftriaxone 1 g / 12 jam
o Injeksi Ranitidine 50 mg / 8 jam
o Antibiotik dan terapi lain sesuai TS Bedah
o O2 1-2l/i
o Pantau Vital sign per 15 menit selama 2 jam di RR
o Cek Hb, bila Hb < 7 lapor ke dokter jaga
o TD < 90 mmHg atau > 160 mmHg, HR <60x/i atau HR >120 x/i, RR
<10 x/i atau >32x/i, T <35ºC, atau T >38ºC, lapor dokter jaga
o Pantau urin output, bila <0,5cc/kgBB/jam, lapor dokter jaga

23
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Sectio Secarea pada umumnya merupakan suatu tindakan yang harus segera
dilakukan demi keselamatan ibu hamil dan janinnya karena sulit dilakukan
persalinan pervaginam, walaupun demikian sedapat mungkin persiapan pra
anestesi tetap dilakukan untuk mempermudah induksi anestesi dan mencegah hal
yang tidak diinginkan.
Teknik Anestesi yang direkomendasikan oleh American College of
Obstetricians and Gynocologist and American Society of Anestesiologist (ASA)
untuk section secarrea adalah Regional Anestesi (Spinal Anestesi) karena lebih
sedikit mendepresi janin sedangkan teknik general anestesi baik secara inhalasi
maupun intravena tetap dipersiapkan untuk bila regional anestesi mengalami
kesulitan ataupun kegagalan anestesi ataupun operasi section secarea berlangsung
lebih lama dari yang direncanakan.
Teknik regional anestesi mempunyai beberapa efek samping diantaranya
yang paling sering terjadi adalah hipotensi dan mual muntah, untuk itu perlu
disediakan obat untuk mengatasi hal tersebut.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Chalik, T M A. 2012. Perdarahan pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan in


Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo Edisi 4. Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
2. Sunardi, Nunung Purnama. 2009. Risiko Rasa Takut Akan Kelahiran dan
Pemanfaatan Pelayanan Antenatal (ANC) Serta Dukungan Keluarga
Terhadap Kejadian Persalinan Sectio Caesar Di RSB Pertiwi Makassar
Tahun 2009. http://himapid.blogspot.com/ 2009/02/sectio-caesar.html
3. Lukito Husodo. 2002. Pembedahan dengan laparotomi. Di dalam :
Wiknjosastro H, editor. Ilmu kebidanan, edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo
4. Boulton, Thomas B. 1994. Anestesiologi Edisi 10. Jakarta: EGC
5. Latief, Said A. 2009. Petunjuk Praktis Anestesiologi Edisi Kedua. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

25

Anda mungkin juga menyukai