Anda di halaman 1dari 3

https://dalamislam.

com/hukum-
islam/hukum-membayar-pajak-dalam-islam
Hukum Membayar Pajak Dalam Islam dan
Dalilnya
Kata pajak dalam bahasa Arab disebut Adh-Dharibah yang artinya pungutan yang ditarik dari
rakyat oleh para penarik pajak. Menurut Imam Al Ghazali, pajak ialah apa yang diwajibkan oleh
penguasa (pemerintahan Muslim) kepada orang-orang kaya dengan menarik dari mereka apa
yang dipandang dapat mencukupi (kebutuhan masayarakat dan neagra secara umum) ketika tidak
ada kas di dalam baitul mal.

ads

Dalam sejarah agama Islam, pajak hanya diperuntukkan bagi mereka kaum non Muslim demi
keamanan dan kenyamanan mereka yang hidup di bawah pemerintahan Islam.

Adapun pajak yang berlaku di masa pemerintahan Muslim dahulu adalah al Jiziyah (upeti dari
ahli kitab kepada pemerintahan Islam), al Usyur (bea cukai bagi pedagang non Muslim yang
masuk ke dalam negara Islam), dan al Kharaj (pajak bumi yang dimiliki pemerintahan Islam).

Sedangkan pajak yang kita kenal saat ini di negara kita adalah pajak penghasilan, pajak bumi dan
bangunan, pajak pertambhaan nilai, pajak barang dan jasa, pajak penjualan barang mewah, dan
sebagainya. Lalu bagaimana hukum membayar pajak yang dibebankan negara kepada kita saat
ini?

Terdapat dua pendapat ulama yang berbeda mengenai hal ini, pendapat pertama adalah tidak
boleh membebankan pajak kepada kaum Muslim karena umat Islam telah dibebankan dengan
zakat. Hal ini diperkuat dengan hadist Rasulullah SAW :

“Janganlah kalian berbuat zhalim (beliau mengucapkannya tiga kali). Sesungguhnya tidak halal
harta seseorang muslim kecuali dengan kerelaan dari pemiliknya.” (HR. Imam Ahmad V/72
no.20714, dan di-shahih-kan oleh Al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Jami’ush Shagir no.7662,
dan dalam Irwa’al Ghalil no.1761 dan 1459).

Dari hadist di atas, jelas terlihat bahwa pajak yang saat ini dikenakan kepada umat Muslim tidak
seharusnya dipungut karena pemungutan pajak tidak dilandasi dari musyawarah dengan umat
Muslim atas kerelaan hartanya ditarik oleh negara.

‫ٱَّللَ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬ َ ُ‫اض ِمن ُك ْم ۚ َو ََل تَ ْقتُلُ َٰٓو ۟ا أَنف‬
َّ ‫س ُك ْم ۚ إِ َّن‬ ٍ ‫َل أَن ت َ ُكونَ تِ َٰ َج َرة ً َعن ت ََر‬ ۟ ُ‫َٰ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمن‬
َٰٓ َّ ِ‫وا ََل ت َأ ْ ُكلُ َٰٓو ۟ا أ َ ْم َٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِ ْٱل َٰبَ ِط ِل إ‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka
di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”(Q.S. An Nisa:29)

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang mengisahkan dilaksanakannya hukum rajam
terhadap pelaku zina (seorang wanita dari Ghamid), setelah wanita tersebut diputuskan untuk
dirajam, datanglah Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu menghampiri wanita itu dengan
melemparkan batu ke arahnya, lalu darah wanita itu mengenai baju Khalid, kemudian Khalid
marah sambil mencacinya, maka Rasulullah SAW bersabda:

“Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar
bertaubat, sekiranya seorang pemungut pajak bertaubat sebagaimana taubatnya wanita
itu, niscaya dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim III/1321 no: 1695, dan Abu Daud II/557
no.4442. dan di-shahih-kan oleh syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah hal.
715-716)

Rasulullah SAW bahkan menegaskan bahwa mereka yang mengambil pajak secara zhalim
adalah mereka yang mengerjakan dosa, untuk itu mereka yang menarik pajak disarankan untuk
segera bertaubat. Rasulullah SAW bersabda:

“Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman saat manusia tidak peduli dari mana
mereka mendapatkan harta, dari yang halalkah atau yang haram” (HR Bukhari kitab Al-Buyu :
7)

Sedangkan pendapat kedua, membolehkan dipungutnya pajak dari kaum Muslim dengan
beberapa syarat dan kondisi, diantaranya adalah jika negara benar-benar membutuhkan dan
dalam keadaan genting jika pajak tidak ditarik. Hal ini dilandasi oleh firman Allah SWT:
َٰٓ
‫ب َوٱلنَّبِيِۦنَ َو َءاتَى‬ ِ َ ‫اخ ِر َو ْٱل َم َٰلَئِ َك ِة َو ْٱل ِك َٰت‬ ِ ‫ٱل َء‬ َّ ِ‫ب َو َٰ َل ِك َّن ْٱلبِ َّر َم ْن َءا َمنَ ب‬
ْ ‫ٱَّللِ َو ْٱليَ ْو ِم‬ ِ ‫ق َو ْٱل َم ْغ ِر‬ ِ ‫وا ُو ُجو َه ُك ْم قِبَ َل ْٱل َم ْش ِر‬ ۟ ُّ‫ْس ْٱلبِ َّر أَن ت ُ َول‬َ ‫لَّي‬
ْ
َ‫ٱلزك ََٰوةَ َوٱل ُموفُون‬ َّ ‫صلَ َٰوةَ َو َءات َى‬ َ ْ َٰ ْ ْ
َ َٰ ‫ٱل َما َل َعلَ َٰى ُحبِِۦه ذَ ِوى ٱلقُ ْربَ َٰى َوٱليَتَ َم َٰى َوٱل َم‬ ْ
َٰٓ َٰ ُ ۟ ُ
َّ ‫ام ٱل‬ َ َ‫ب َ َٰٓوأق‬ ِ ‫ٱلرقَا‬ِ ‫سا َٰٓ ِئلِينَ َوفِى‬ َّ ‫س ِبي ِل َوٱل‬
َّ ‫سكِينَ َوٱبْنَ ٱل‬
ُ ‫ق‬َّ ‫ت‬‫م‬ ْ
‫ٱل‬ ‫م‬ ُ
‫ه‬ ‫ئ‬ َ ‫ل‬ ‫و‬ ‫أ‬ ‫و‬ ۖ ‫وا‬ ‫ق‬ ‫د‬ ‫ص‬ ‫ذ‬ َّ ‫ل‬ ‫ٱ‬ ‫ئ‬َ ‫ل‬ َٰ ‫و‬ ُ ‫أ‬ ۗ ‫س‬ ْ ‫أ‬ ‫ب‬ ْ
‫ٱل‬ ‫ح‬ ‫و‬ ‫ء‬ َٰٓ ‫ا‬ ‫َّر‬‫ض‬ ‫ٱل‬ ‫و‬ َٰٓ ْ ْ ۟ ‫ِب َع ْه ِد ِه ْم ِإذَا َٰ َع َهد‬
َّ َٰ ‫ُوا ۖ َوٱل‬
َ‫َ ۟ ِكَ ُ ُ ون‬ َ َ َ‫َّ ِ َ ِ ينَ َ ِ ۟ ِكَ ِين‬ َ ِ َ َ ِ َ‫ص ِب ِ ين‬
‫ء‬ ‫ا‬ ‫س‬ ‫أ‬ ‫ب‬‫ٱل‬ ‫ى‬ ‫ف‬ ‫ر‬

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan
tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-
malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-
orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan
menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-
orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-
orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”(Q.S. Al
Baqarah:177)

Allah SWT menyuruh kita untuk menolong mereka yang membutuhkan, apalagi jika negara
dalam keadaan genting maka seluruh rakyat harus membantu. Jika dalam posisi seperti ini, maka
pajak diperbolehkan untuk dipungut demi keselamatan negara. Perbuatan ini juga termasuk jihad
dengan harta.

َ‫ٱَّللِ ۚ َٰذَ ِل ُك ْم َخي ٌْر لَّ ُك ْم إِن ُكنت ُ ْم ت َ ْعلَ ُمون‬ ۟ ‫وا ِخفَافًا َوثِقَ ًاَل َو َٰ َج ِهد‬
َ ‫ُوا بِأ َ ْم َٰ َو ِل ُك ْم َوأَنفُ ِس ُك ْم فِى‬
َّ ‫س ِبي ِل‬ ۟ ‫ٱن ِف ُر‬

Artinya: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan
berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui. (Q.S. At Taubah:41)

tulah dua pendapat dari para ulama mengenai pemungutan pajak. Pajan sesungguhnya hanya
diperuntukkan bagi kaum non Muslim dan hanya boleh dipungut jika negara dalam keadaan
genting dan tidak terdapat kas sama sekali. Lalu bagaimana dengan negara yang tetap memungut
pajak walaupun kas negara masih melimpah? Hal seperti ini sebenarnya tidak diperbolehkan
karena termasuk kedzaliman terhadap rakyat. Namun jika pemimpin tersebut adalah seorang
Muslim, maka kita tidak diperbolehkan untuk melawan.

Rasulullah SAW menerangkan kepada para sahabatnya Radhiyallahu ‘anhum bahwa akan
datang di akhir zaman para pemimpin yang zhalim. Kemudian beliau ditanya tentang sikap
kaum muslimin : “Bolehkah melawan/memberontak?”. Lalu Rasulullah SAW menjawab ;
“Tidak boleh! Selagi mereka masih menjalankan shalat”

Rasulullah SAW bersabda

“Akan datang sesudahku para pemimpin, mereka tidak mengambil petunjukku dan juga tidak
melaksanakan tuntunanku. Dan kelak akan ada para pemimpin yang hatinya seperti hati setan
dalam jasad manusia.” Maka aku (Hudzaifah) bertanya: “Wahai Rasulullah, apa yang aku
perbuat jika aku mendapati hal ini?” Beliau bersabda: “Hendaklah engkau mendengar dan taat
kepada pemimpinmu walaupun punggungmu dipukul dan hartamu dirampas, tetaplah dengar
dan taat kepadanya.” (HR. Muslim III/1475 no.1847 dari Hudzaifah Ibnul Yaman
radliyallahu’anhu)

Demikianlah artikel mengenai hukum membayar pajak dalam Islam. Semoga kita semua
terhindar dari segala keburukan dan selalu mendapat rahmat Allah SWT. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai