Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN TUGAS AKHIR

TATA CARA PELAKSANAAN KONSELING TERHADAP WAJIB PAJAK

SEBAGAI TINDAK LANJUT SURAT HIMBAUAN

DI KPP PRATAMA MEDAN BARAT

EDWIN SEBASTIAN SIHOMBING

093020007250 / 830200813

PROGRAM ON THE JOB TRAINING PEGAWAI BARU/CPNS

KPP PRATAMA MEDAN BARAT

KANWIL SUMATERA UTARA I

DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

2014
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN DAN PENILAIAN ..................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1

1. Kondisi Ideal ......................................................................................................... 1

2. Kondisi Saat Ini .................................................................................................... 2

B. Sasaran ................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

A. Permasalahan ...................................................................................................... 3

B. Analisis Permasalahan ......................................................................................... 3

BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 5

A. Kesimpulan .......................................................................................................... 5

B. Saran ................................................................................................................... 5

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di Indonesia merupakan kegiatan yang berlangsung terus-menerus
dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk merealisasikan pembangunan itu,
Indonesia membutuhkan biaya yang besar. Oleh karena itu, pemerintah harus mencari
sumber penerimaan yang dapat membiayai pembangunan di Indonesia.
Sumber penerimaan terbesar di Indonesia berasal dari sektor pajak. Menurut UU no.
23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014,
penerimaan negara dari sektor pajak adalah Rp1.280,4 triliun dari total penerimaan negara
sebesar Rp1.667,1 triliun. Artinya hampir 77% dari penerimaan negara berasal dari sektor
pajak. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP), sebagai instansi yang ditunjuk untuk
mengelola perpajakan di Indonesia diharapkan selalu bekerja dengan maksimal agar
penerimaan pajak dari tahun ke tahun terus meningkat.
Berbagai upaya telah dilakukan DJP agar penerimaan pajak terus meningkat. Sejak
tahun 1984, telah dilakukan reformasi perpajakan yang paling mendasar, yaitu perubahan
sistem pemungutan pajak yang awalnya menggunakan official assesment system menjadi
self assesment system. Dengan perubahan sistem ini, maka Wajib Pajak harus menghitung,
menyetor, dan melaporkan kewajiban perpajakannya sendiri. Selain itu, perubahan sistem
ini juga meringankan tugas DJP, sehingga tugas DJP saat ini adalah melayani dan
melakukan pengawasan terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban
perpajakannya. Melalui pengawasan yang dilakukan DJP terhadap kepatuhan Wajib Pajak
ini, diharapkan DJP mampu menggali potensi pajak yang ada di Indonesia secara optimal.
Salah satu bentuk nyata dari pengawasan yang dilakukan oleh DJP kepada Wajib
Pajak adalah pengiriman surat himbauan oleh Account Representative kepada Wajib Pajak
yang diindikasikan belum memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Melalui pengiriman surat himbauan ini, Wajib Pajak
diharapkan menanggapi dan mengklarifikasi pelanggaran pemenuhan kewajiban
perpajakannya yang terdapat dalam surat himbauan. Apabila Wajib Pajak menanggapi surat
himbauan dan merasa ada yang ingin diklarifikasi, maka Wajib Pajak berhak untuk
melakukan klarifikasi dalam bentuk konseling dengan Account Representative.

1. Kondisi Ideal
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-170/PJ/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Konseling terhadap Wajib Pajak sebagai Tindak Lanjut Surat Himbauan,
konseling adalah sarana yang disediakan bagi Wajib Pajak untuk melakukan klarifikasi
terhadap data yang tercantum dalam surat himbauan. Sedangkan petugas konseling adalah
Account Representative yang menangani Wajib Pajak yang bersangkutan atau Koordinator

1
Pelaksana yang ditugaskan Kepala Kantor. Oleh karena itu, apabila Wajib Pajak meminta
pelaksanaan konseling untuk mengklarifikasi data yang terdapat dalam surat himbauan,
Account Representative wajib menanggapinya dengan mengirimkan Surat Undangan
Konseling kepada Wajib Pajak yang di dalamnya terdapat waktu dan tempat pelaksanaan
konseling. Pelaksanaan konseling sendiri nantinya akan diadakan di tempat khusus di
Kantor Pelayanan Pajak. Jadi, idealnya Wajib Pajak menanggapi atas surat himbauan yang
diterimanya dan meminta diadakan Konseling untuk mengkalirifikasi atas data yang terdapat
dalam surat himbauan atau meminta penjelasan terkait data yang kurang dimengerti Wajib
Pajak. Dalam proses konseling, Account Representative akan menanggapi klarifikasi Wajib
Pajak , memeriksa bukti-bukti yang dibawa Wajib Pajak terkait pemenuhan kewajiban
perpajakan atas data dalam surat himbauan, ataupun memberi penjelasan jika Wajib Pajak
memiliki kebingungan atas munculnya utang pajak.

2. Kondisi Saat Ini


Walaupun diberi tenggat waktu untuk pelaksanaan konseling, tidak semua Wajib
Pajak yang menanggapi surat himbauan sesuai tenggat waktu yang diberikan. Bahkan
hingga tenggat waktu surat himbauan kedua lewat, masih ada Wajib Pajak yang tidak
menanggapi atas surat himbauan yang diterimanya. Selain itu, masalah lainnya adalah tidak
sampainya surat himbauan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan karena berbagai alasan
atau surat kembali pos (kempos). Misalnya karena Wajib Pajak bersangkutan sudah pindah,
alamat tidak ditemukan, dsb. Hal ini tentunya membuat Wajib Pajak tidak mengetahui bahwa
ia memiliki masalah dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan tidak bisa melakukan
klarifikasi terkait surat himbauan karena tidak menerima surat himbauan tersebut.

B. Sasaran
Berdasarkan kondisi tersebut, maka penulis akan membahas mengenai masalah-
masalah yang terjadi terkait pelaksanaan Konseling terhadap Wajib Pajak sebagai tindak
lanjut Surat Himbauan dan apa perbedaan yang terjadi dalam pelaksanaannya secara
langsung di lapangan oleh Account Representative dengan peraturan yang terkait dengan
pelaksanaan konseling terhadap Wajib Pajak.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan
Dalam pelaksanaan konseling terhadap wajib pajak sebagai tindak lanjut surat
himbauan, terdapat beberapa masalah yang menghambat pelaksanaannya. Masalah yang
timbul ini dapat ditemukan baik sebelum pelaksanaan konseling maupun setelah
pelaksanaan konseling. Permasalahan yang timbul yaitu:
1. Surat himbauan tidak sampai kepada wajib pajak atau surat kembali pos (kempos)
sehingga tidak dapat dilanjutkan ke proses Konseling
2. Wajib Pajak tidak datang sesuai dengan waktu yang ditentukan
3. Pemeriksaan seharusnya diusulkan untuk dilaksanakan jika Wajib Pajak belum
membetulkan Surat Pemberitahuan hingga batas waktu yang ditentukan. Kenyataannya,
atas hal tersebut tidak dilakukan pemeriksaan, tetapi terlebih dahulu dilakukan verifikasi
atas data Wajib Pajak.

B. Analisis Permasalahan
Berikut ini adalah analisis terkait permasalahan yang terjadi dalam pelaksanaan
pemberian konseling terhadap Wajib Pajak sebagai tindak lanjut surat himbauan:
1. Surat himbauan tidak sampai kepada wajib pajak atau surat kembali pos (kempos)
sehingga sehingga tidak dapat dilanjutkan ke proses Konseling
Dalam pelaksanaannya, tidak sampainya surat himbauan kepada Wajib Pajak cukup
sering menjadi penghambat dalam pelaksanaan konseling. Surat-surat himbauan yang
tidak sampai kepada Wajib Pajak ini nantinya akan dikembalikan ke KPP Pratama
pengirim dan disebut sebagai surat kembali pos (kempos). Surat kempos umumnya
terjadi dikarenakan beberapa hal, yaitu:
a. Alamat Wajib Pajak tidak ditemukan
b. Rumah Kosong
c. Wajib Pajak tidak dikenal
d. Wajib Pajak telah meninggal dunia
Ada kalanya juga Wajib Pajak sudah pindah dari alamat yang tertera di surat. Tetapi
pemilik rumah yang baru tetap menerima surat walaupun tidak berhubungan dengan dia
dan tidak melakukan konfirmasi ke KPP Pratama bersangkutan. Akibatnya Wajib Pajak
yang sebenarnya tertera di surat himbauan tidak dapat menanggapi surat himbauan
karena tidak menerima surat himbauan tersebut.
Selain dikarenakan alasan di atas, adanya oknum tukang pos yang tidak
menyampaikan surat ke alamat surat juga menjadi alasan terjadinya surat kempos.
Misalnya dikarenakan cuaca hujan, tukang pos terhambat untuk mendatangi alamat

3
tersebut. Setelah hujan reda, tukang pos tidak juga mengirimkan surat. Yang terjadi
justru tukang pos langsung menandai salah satu alasan surat kempos di atas dan
mengembalikannya ke KPP Pratama bersangkutan tanpa mencoba mendatangi alamat
surat. Padahal pihak KPP Pratama tetap harus membayar biaya pengiriman surat atas
surat kempos tersebut. Akibatnya Wajib Pajak tidak mengetahui bahwa ia telah
melakukan pelanggaran dan tidak dapat dilanjutkan ke proses konseling.
2. Wajib Pajak tidak datang sesuai dengan waktu yang ditentukan
AR telah mengirimkan Surat Undangan Konseling ke Wajib Pajak. Tetapi Wajib
Pajak tersebut datang tidak sesuai dengan waktu yang disepakati. Akibatnya beberapa
kali terjadi AR tidak ada di tempat ketika Wajib Pajak datang untuk melaksanakan
Konseling. Tentunya AR tidak dapat disalahkan atas terhambatnya proses konseling ini
mengingat AR memiliki pekerjaan yang dilakukan di luar lingkungan kantor seperti
misalnya visit ke tempat Wajib Pajak. Apalagi jika Wajib Pajak datang melewati waktu
yang sudah disepakati.
3. Pemeriksaan seharusnya diusulkan untuk dilaksanakan jika Wajib Pajak belum
membetulkan Surat Pemberitahuan hingga batas waktu yang ditentukan. Kenyataannya,
atas hal tersebut tidak dilakukan pemeriksaan, tetapi terlebih dahulu dilakukan verifikasi
atas data Wajib Pajak.
Dalam prosesnya, Wajib Pajak awalnya akan dikirim surat himbauan pertama untuk
memenuhi kewajiban perpajakannya. Jika Wajib Pajak tidak menanggapi surat
himbauan pertama, akan dilanjutkan dengan pengiriman surat himbauan kedua. Jika
surat himbauan kedua tidak ditanggapi maka akan dikirim Surat Undangan Konseling.
Jika pada waktu konseling yang ditentukan Wajib Pajak tidak datang, maka seharusnya
atas Wajib Pajak akan diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan. Dalam prosesnya, AR
akan mengajukan kepada seksi pemeriksaan terkait Wajib Pajak yang akan diusulkan
untuk dilakukan pemeriksaan. Lalu akan dibahas apakah atas Wajib Pajak tersebut perlu
dilakukan tindakan pemeriksaan. Jika pemeriksaan akan dilakukan, maka Fungsional
akan membentuk tim untuk melakukan tindakan pemeriksaan. Tetapi, pada
kenyataannya di lapangan AR tidak akan langsung mengusulkan untuk dilakukan
pemeriksaan. AR akan melakukan proses Verifikasi Data dengan mendapat Surat Tugas
dari Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi. Lalu AR akan mengirim Surat Undangan
Verifikasi Data kepada Wajib Pajak. Jika Wajib Pajak tidak hadir sesuai jadwal, maka
Wajib Pajak dianggap setuju atas utang pajak yang dimilikinya dan atasnya dapat
diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) untuk menagih utang pajak tersebut. Verifikasi
data ini dilakukan karena dalam prosesnya memerlukan waktu yang relatif lebih singkat
dibandingkan dengan proses pemeriksaan. Selain itu, proses verifikasi data ini juga
memiliki kekuatan hukum untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.

4
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya, konseling merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melakukan
klarifikasi atas data yang terdapat di dalam surat himbauan. Dengan pengiriman surat
himbauan, Wajib Pajak diharapkan untuk menanggapi surat himbauan yang diterimanya
sehingga Wajib Pajak tersebut dapat memenuhi kewajiban perpajakannya atau dengan kata
lain tidak lagi memiliki utang kepada negara. Jika Wajib Pajak merasa perlu untuk
melakukan klarifikasi atas data yang terdapat dalam surat himbauan, maka disediakan
sebuah sarana bagi Wajib Pajak untuk melakukan Konseling dengan Account
Representativenya. Selain itu, apabila Wajib Pajak tidak menanggapi surat himbauan hingga
berakhirnya jangka waktu surat himbauan kedua, maka kepada Wajib Pajak tersebut akan
dikirimkan Surat Undangan Konseling.

B. Saran
1. KPP Pratama menyediakan kurir sendiri untuk melakukan pengiriman surat kepada
Wajib Pajak. Dengan cara ini, pengeluaran KPP Pratama akan semakin sedikit untuk
masalah pengiriman surat mengingat KPP Pratama bisa mengirimkan banyak surat
dalam 1 bulan. Selain itu, diharapkan surat kempos semakin berkurang.
2. Atas surat-surat yang kempos, Account Representative melakukan pengecekan atas
penyebab surat kempos. Misalnya jika alasan kempos adalah alamat tidak ditemukan,
maka Account Representative melakukan pengecekan langsung ke alamat, sehingga
Account Representative dapat melakukan update data dari Wajib Pajak tersebut jika
memang terdapat perubahan alamat.
3. Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-170/PJ/2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Konseling terhadap Wajib Pajak sebagai Tindak Lanjut Surat Himbauan,
seharusnya setelah jangka waktu 14 hari sejak tanggal pelaksanaan konseling berakhir
Wajib Pajak belum membetulkan Surat Pemberitahuan, terhadap Wajib Pajak tersebut
agar diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan. Tetapi, untuk menghemat waktu, Account
Representative melakukan Verifikasi data Wajib Pajak. Menurut penulis, selama
pemakaian waktu dapat lebih efisien dan tidak mengurangi/menghapus utang Wajib
Pajak, pemakaian prosedur verifikasi data lebih baik digunakan sehingga Wajib Pajak
juga lebih cepat memenuhi kewajiban perpajakannya.

Anda mungkin juga menyukai