Anda di halaman 1dari 46

ARA PENULARAN HIV & AIDS

CARA PENULARAN

Cara penularan :

 Lewat cairan darah:

Melalui transfusi darah / produk darah yg sudah tercemar HIV

Lewat pemakaian jarum suntik yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa

disterilkan, misalnya pemakaian jarum suntik dikalangan pengguna Narkotika Suntikan

Melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali dalam kegiatan lain, misalnya : peyuntikan

obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit, misalnya alat tindik, tato, dan alat

facial wajah

 Lewat cairan sperma dan cairan vagina :

Melalui hubungan seks penetratif (penis masuk kedalam Vagina/Anus), tanpa menggunakan

kondom, sehingga memungkinkan tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina (untuk

hubungan seks lewat vagina) ; atau tercampurnya cairan sperma dengan darah, yang mungkin

terjadi dalam hubungan seks lewat anus.

 Lewat Air Susu Ibu :

Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang HIV positif, dan melahirkan lewat

vagina; kemudian menyusui bayinya dengan ASI.

Kemungkinan penularan dari ibu ke bayi (Mother-to-Child Transmission) ini berkisar hingga

30%, artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu HIV positif kemungkinan ada 3 bayi yang lahir
dengan HIV positif.

Secara langsung (transfusi darah, produk darah atau transplantasi organ tubuh yang tercemar HIV) l

Lewat alat-alat (jarum suntik, peralatan dokter, jarum tato, tindik, dll) yang telah tercemar HIV karena
baru dipakai oleh orang yang terinfeksi HIV dan tidak disterilisasi terlebih dahulu.

Karena HIV – dalam jumlah yang cukup untuk menginfeksi orang lain- ditemukan dalam darah, air

mani dan cairan vagina Odha. Melalui cairan-cairan tubuh yang lain, tidak pernah dilaporkan kasus
penularan HIV (misalnya melalui: air mata, keringat, air liur/ludah, air kencing).

Melalui hubungan seksual dengan seseorang yang terinfeksi HIV tanpa memakai kondom l Melalui

transfusi darah l Melalui alat-alat tajam yang telah tercemar HIV (jarum suntik, pisau cukur, tatto, dll) l
Melalui ibu hamil yang terinfeksi HIV kepada janin yang dikandungnya atau bayi yang disusuinya.

Dalam satu kali hubungan seks secara tidak aman dengan orang yang terinfeksi HIV dapat terjadi

penularan. Walaupun secara statistik kemungkinan ini antara 0,1% hingga 1% (jauh dibawah risiko
penularan HIV melalui transfusi darah) tetapi lebih dari 90% kasus penularan HIV/AIDS terjadi melalui
hubungan seks yang tidak aman.

karena kegiatan sehari-hari Odha tidak memungkinkan terjadinya pertukaran cairan tubuh yang

menularkan HIV. Kita tidak tertular HIV selama kita mencegah kontak darah dengan Odha dan jika
berhubungan seks, kita melakukannya secara aman dengan memakai kondom

Seorang Odha kelihatan biasa, seperti halnya orang lain karena tidak menunjukkan gejala klinis.

Kondisi ini disebut “asimptomatik” yaitu tanpa gejala. Pada orang dewasa sesudah 5-10 tahun mulai
tampak gejala-gejala AIDS.

Hubungan seksual secara anal (lewat dubur) paling berisiko menularkan HIV, karena epitel mukosa

anus relatif tipis dan lebih mudah terluka dibandingkan epitel dinding vagina, sehingga HIV lebih

mudah masuk ke aliran darah. Dalam berhubungan seks vaginal, perempuan lebih besar risikonya

daripada pria karena selaput lendir vagina cukup rapuh. Disamping itu karena cairan sperma akan

menetap cukup lama di dalam vagina, kesempatan HIV masuk ke aliran darah menjadi lebih tinggi. HIV

di cairan vagina atau darah tersebut, juga dapat masuk ke aliran darah melalui saluran kencing
pasangannya.

AIDS tidak ditularkan melalui :

 Makan dan minum bersama, atau pemakaian alat makan minum bersama.

 Pemakaian fasilitas umum bersama, seperti telepon umum, WC umum, dan kolam renang.

 Ciuman, senggolan, pelukan dan kegiatan sehari-hari lainnya.


 Lewat keringat, atau gigitan nyamuk

Suka
Be the first to like this.

Tinggalkan Balasan
1.1 Latar Belakang
AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) merupakan penyakit global yang menjadi masalah di seluruh
dunia. Setiap tahunnya, tanggal 1 Desember diperingati sebagai hari HIV/AIDS se-dunia. Setiap tahun,
kampanye pencegahan HIV/AIDS biasanya dibarengi dengan pembagian kondom gratis.
Menurut laporan WHO pada Desember 2002, lebih dari 20 juta jiwa telah meninggal karena AIDS. Dan sekarang
diperkirakan penderita AIDS berjumlah lebih dari 42 juta. Jumlah ini terus bertambah dengan kecepatan 15.000
pasien per hari. Jumlah pasien di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara diperkirakan sekitar 5,6 juta.
AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama
dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama
kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling
mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada
tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini
terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan
sumber daya manusia di sana.
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit
mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan
atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Ditjen PPM & PLP Depkes, sampai dengan November 2003 dilaporkan
bahwa jumlah pasien AIDS dan pengidap HIV adalah 3.924 orang. Bahkan pada tahun 2006, ditemukan tidak
kurang dari 2800 kasus.
Dari data yang beredar didapatkan hasil bahwa penularan yang paling mempengaruhi peningkatan jumlah
penderita HIV/AIDS adalah meningkatnya angka seks bebas di kalangan masyarakat terutama remaja yang baru
berkembang.
Berdasarkan hal-hal di atas maka penulis mengambil judul “Penularan HIV melalui Hubungan
Seksual” sebagai judul makalah.
1.2 Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui penularan virus HIV/AIDS melalui hubungan seksual
1.3 Manfaat
Makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang bagaimana penularan HIV/AIDS melalui hubungan seksual.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah
sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena menurunnya sistem kekebalan tubuh manusia
akibat infeksi virus HIV.
Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh
manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena
tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini
belum benar-benar bisa disembuhkan.
2.2 HIV
HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+
(sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung,
padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel
T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat
sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi
laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa
jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu.
2.3 Materi Genetik HIV
HIV memiliki diameter 100-150 nm dan berbentuk sferis (spherical) hingga oval karena bentuk selubung yang
menyelimuti partikel virus (virion). Selubung virus berasal dari membran sel inang yang sebagian besar tersusun
dari lipida. Di dalam selubung terdapat bagian yang disebut protein matriks.
Bagian internal dari HIV terdiri dari dua komponen utama, yaitu genom dan kapsid. Genom adalah materi genetik
pada bagian inti virus yang berupa dua kopi utas tunggal RNA. Sedangkan, kapsid adalah protein yang
membungkus dan melindungi genom.
Berbeda dengan sebagian besar retrovirus yang hanya memiliki tiga gen (gag, pol, dan env), HIV memiliki enam
gen tambahan (vif, vpu, vpr, tat, ref, dan nef). Gen-gen tersebut disandikan oleh RNA virus yang berukuran 9 kb.
Kesembilan gen tersebut dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan fungsinya, yaitu gen penyandi
protein struktural (Gag, Pol, Env), protein regulator (Tat, Rev), dan gen aksesoris (Vpu hanya pada HIV-1, Vpx
hanya pada HIV-2; Vpr, Vif, Nef).
2.4 Siklus Hidup HIV
Seperti virus lain pada umumnya, HIV hanya dapat bereplikasi dengan memanfaatkan sel inang. Siklus hidup
HIV diawali dengan penempelan partikel virus (virion) dengan reseptor pada permukaan sel inang, di antaranya
adalah CD4, CXCR5, dan CXCR5. Sel-sel yang menjadi target HIV adalah sel dendritik, sel T, dan makrofaga.
Sel-sel tersebut terdapat pada permukaan lapisan kulit dalam (mukosa) penis, vagina, dan oral yang biasanya
menjadi tempat awal infeksi HIV. Selain itu, HIV juga dapat langsung masuk ke aliran darah dan masuk serta
bereplikasi di noda limpa.
Setelah menempel, selubung virus akan melebur (fusi) dengan membran sel sehingga isi partikel virus akan
terlepas di dalam sel. Selanjutnya, enzim transkriptase balik yang dimiliki HIV akan mengubah genom virus yang
berupa RNA menjadi DNA. Kemudian, DNA virus akan dibawa ke inti sel manusia sehingga dapat menyisip atau
terintegrasi dengan DNA manusia. DNA virus yang menyisip di DNA manusia disebut sebagai provirus dan dapat
bertahan cukup lama di dalam sel. Saat sel teraktivasi, enzim-enzim tertentu yang dimiliki sel inang akan
memproses provirus sama dengan DNA manusia, yaitu diubah menjadi mRNA. Kemudian, mRNA akan dibawa
keluar dari inti sel dan menjadi cetakan untuk membuat protein dan enzim HIV. Sebagian RNA dari provirus yang
merupakan genom RNA virus. Bagian genom RNA tersebut akan dirakit dengan protein dan enzim hingga
menjadi virus utuh. Pada tahap perakitan ini, enzim protease virus berperan penting untuk memotong protein
panjang menjadi bagian pendek yang menyusun inti virus. Apabila HIV utuh telah matang, maka virus tersebut
dapat keluar dari sel inang dan menginfeksi sel berikutnya. Proses pengeluaran virus tersebut melalui
pertunasan (budding), di mana virus akan mendapatkan selubung dari membran permukaan sel inang.
2.5 Penularan Penyakit HIV
HIV hanya dapat hidup di dalam tubuh manusia yang hidup dan hanya bertahan beberapa jam saja di luar tubuh.
HIV tidak dapat menular melalui air ludah, air mata, muntahan, kotoran manusia dan air kencing, walaupun
jumlah virus yang sangat kecil terdapat di cairan ini. HIV tidak ditemukan di keringat.
HIV tidak dapat menembus kulit yang utuh dan tidak menyebar melalui sentuhan dengan orang yang terinfeksi
HIV, atau sesuatu yang dipakai oleh orang terinfeksi HIV; saling penggunaan perabot makan atau minum; atau
penggunaan toilet atau air mandi bergantian.
HIV/AIDS hanya dapat ditularkan melalui beberapa cara sebagai berikut :
2.5.1 Penularan Melalui Hubungan Seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan
preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan
seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko
hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak
berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum
meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik
terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan
jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi
HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara,
Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS
akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga
meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah,
infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.
Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual
yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan
antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air
mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan
81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon,
ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang
terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.
2.5.2 Penularan Melalui Darah
Alur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien
transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung
darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko
utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan
penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat
Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang
yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih
jauh mengurangi risiko itu.
Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun
lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik
tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena
sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV
di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu,
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong
negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas
kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan
donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi
dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan “antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui
transfusi darah yang terinfeksi”.
2.5.3 Penularan Masa Perinatal
Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu
terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan
dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus
dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat
memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin
tinggi risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.
2.6 Sistem Tahapan Infeksi
Pada bulan September tahun 2005 World Health Organization (WHO) mengelompokkan tahapan infeksi dan
kondisi AIDS untuk pasien dengan HIV-1 sebagai berikut :
 Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
 Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernafasan atas yang berulang
 Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi bakteri
parah, dan tuberkulosis.
 Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau paru-paru, dan
sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pemecahan Masalah
Penyebab utama banyaknya kasus HIV/AIDS adalah heteroseksual atau hubungan seks bebas dan penggunaan
narkoba suntik (Injection Drug Use/IDU). Dari data yang ada hampir 90% penyebaran virus HIV/AIDS
disebabkan kedua perilaku tsb.
Maraknya pergaulan bebas (pornografi dan pornoaksi) di kalangan muda-mudi ditambah dengan kemajuan
teknologi semakin mempermudah para muda-mudi untuk mengakses hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan
serba bebas. Tak jarang pacaran yang terjalin terasa hambar jika belum dibumbui oleh hubungan layaknya
hubungan suami istri atas landasan cinta dan suka sama suka.
Memang internet memiliki dampak positif bagi kemajuan bangsa. Tapi di sisi lain, internet juga mampu
menghancurkan suatu bangsa jika digunakan untuk kepentingan negatif. Hampir 100% remaja bahkan anak-
anak yang dikategorikan masih di bawah umur sudah melihat media pornografi seperti dari vcd, internet, tabloid
porno dll.
Pada prinsipnya, pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah penularan virus AIDS. Karena penularan
AIDS terbanyak adalah melalui hubungan seksual maka penularan AIDS bisa dicegah dengan tidak berganti-
ganti pasangan seksual.
Secara ringkas, pencegahan dapat dilakukan dengan formula A-B-C yaitu :
 A adalah abstinensia, artinya tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah.
 B adalah be faithful, artinya jika sudah menikah hanya berhubungan seks dengan pasangannya saja.
 C adalah condom, artinya jika memang cara A dan B tidak bisa dipatuhi maka harus digunakan alat
pencegahan dengan menggunakan kondom.
Stigma (cap buruk) sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan pada gilirannya mendorong munculnya
pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bagi orang yang dengan HIV dan AIDS dan keluarganya. Stigma dan
diskriminasi memperparah epidemi HIV dan AIDS. Mereka menghambat usaha pencegahan dan perawatan
dengan memelihara kebisuan dan penyangkalan tentang HIV dan AIDS seperti juga mendorong keterpinggiran
orang yang hidup dengan HIV dan AIDS dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV.
Diskriminasi terjadi ketika pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang
secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh
diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada
orang yang hidup dengan HIV dan AIDS; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau
prasangka akan status HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau
dipercayai hidup, dengan HIV dan AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran
HAM.
Stigma dan diskriminasi yang dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologis berat tentang
bagaimana orang yang hidup dengan HIV dan AIDS melihat diri mereka sendiri.
Stigma dan diskriminasi terhadap orang yang hidup dengan HIV dan AIDS disebabkan karena kurangnya
informasi yang benar tentang cara penularan HIV, adanya ketakutan terhadap HIV dan AIDS, dan fakta AIDS
sebagai penyakit mematikan.
3.2 Peran Masyarakat Dalam Penanggulangan HIV/AIDS
Masyarakat sebagai pengendali kehidupan sosial memiliki fungsi strategis dalam perencanaan dan
penanggulangan HIV/AIDS. Dari anggota masyarakat terkecil (keluarga) hingga berbagai organisasi/lembaga
masyarakat harus ikut berperan aktif dalam menangani masalah ini.
Peran strategis masyarakat dalam penanggulangan HIV/AIDS antara lain :
 Partisipasi aktif para tokoh masyarakat yang dianggap sebagai panutan masyarakat ikut andil dalam
menjalankan program-program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Sebagai teladan masyarakat,
maka mereka harus menjadi penggerak pertama untuk menanggulangi HIV/AIDS dan turut menciptakan
lingkungan yang kondusif setidaknya di lingkungan sekitarnya.
 Memberdayakan lembaga keagamaan dan adat seoptimal mungkin di tengah masyarakat dengan cara lebih
giat mendakwahkan syiar agama dan akhlakul karimah (akhlak terpuji). Mereka adalah para tokoh agama
yang senantiasa memberikan pemahaman agama kepada masyarakat dan memotivasi ODHA untuk terus
mendekatkan diri kepada Sang Pencipta serta senantiasa melakukan yang terbaik selama hidupnya.
 Mengoptimalkan peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) agar selalu memberikan yang terbaik bagi
masyarakat khususnya mengenai penanggulangan HIV/AIDS.
 Memberdayakan peran lembaga pendidikan (sekolah/perguruan tinggi) sebagai tempat membina anak
didiknya menjadi manusia yang intelektual hendaknya tetap mementingkan nilai moral agama. Manusia yang
berkualitas adalah manusia yang mampu memadukan antara IPTEK (Ilmu Pengetahuan) dan IMTAK (Iman
dan Takwa).
 Mengoptimalkan peran media massa baik cetak maupun elektronik mampu membentuk karakter pemikiran
masyarakat. Penyebaran informasi tentang HIV/AIDS dapat diekspos lebih luas dan cepat bila dibandingkan
dengan cara manual (face to face). Informasi mendalam tentang penanggulangan HIV/AIDS akan sampai ke
tangan masyarakat lebih sempurna melalui media massa karena masyarakat selalu menonton tayangan
televisi dan membaca koran/tabloid.
3.3 Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan HIV/AIDS
Pada negara-negara yang sangat terpengaruh, HIV telah mengurangi harapan hidup sebanyak lebih dari 20
tahun, memperlambat perkembangan ekonomi, dan memperburuk kemiskinan rumah tangga.
Di Afrika Sub-Sahara sendiri, hampir 12 juta anak yang berumur di bawah 18 tahun menjadi yatim piatu karena
epidemi ini.
Di Asia, yang tingkat infeksinya lebih rendah dari Afrika, HIV menyebabkan kehilangan produktivitas yang lebih
besar daripada penyakit lainnya, dan kemungkinan besar akan mendorong 6 juta keluarga lagi ke jurang
kemiskinan.
Pemerintah sebagai pihak yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara diharapkan dapat mengambil
kebijakan yang dapat membuat seluruh masyarakat mendapatkan hak yang sama sebagai manusia terutama
bagi para penderita HIV/AIDS yang merasa dikucilkan dari masyarakat karena penyakit yang dideritanya.
Upaya nyata yang telah dilakukan oleh pihak pemerintah dalam menanggulangi HIV/AIDS salah satunya adalah
dengan menurunkan biaya obat HIV.
Pada tahun 2000, para pemimpin dunia menyepakati Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) yang merefleksikan
resolusi yang baru. Tujuan Pembangunan Milenium 6 menetapkan bahwa, selambat-lambatnya tahun 2015,
dunia akan menghentikan dan mulai membalikkan epidemi HIV yang mendunia. Dengan membuat tanggapan
HIV sebagai salah satu prioritas internasional yang penting untuk abad ke-21, para pemimpin dunia mengakui
pentingnya tanggapan atas HIV bagi kesehatan dan kesejahteraan di masa mendatang dari planet kita yang kian
saling terhubung.
Untuk wilayah Indonesia pada khususnya, Pemerintah telah mendirikan Komisi Penanggulangan Aids Nasional
(KPA) pada tahun 1994 dengan fokus mencegah penyebaran HIV, menanggapi kebutuhan orang yang hidup
dengan HIV/ AIDS, dan mengkoordinasikan kegiatan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), sektor
swasta dan masyarakat.
Strategi AIDS Nasional untuk tahun 2003–2007 menekankan peran pencegahan sebagai inti dari program
HIV/AIDS di Indonesia, di samping menyadari adanya kebutuhan yang mendesak untuk meningkatkan
pengobatan, perawatan dan layanan dukungan. Strategi itu menekankan pentingnya melaksanakan pengawasan
yang tepat terhadap HIV/AIDS dan infeksi menular seksual (IMS); menjalankan riset operasional; menciptakan
lingkungan yang kondusif melalui perundang-undangan, advokasi, pembangunan kapasitas, dan upaya-upaya
anti diskriminasi; serta mempromosikan keberlanjutan.
3.4 Peran Keluarga Dalam Penanggulangan HIV/AIDS
Keluarga sebagai anggota masyarakat yang paling kecil memiliki peranan yang amat sangat penting dalam
menanggulangi infeksi HIV/AIDS.
Keluarga memegang peran utama dalam menjadi pendidik moral terutama orang tua karena orang tua adalah
guru pertama bagi anak-anaknya yang mengajarkan etika dan moral.
Orang tua harus peka terhadap problematika yang dihadapi anaknya dan mampu memberikan solusi terbaik
baginya khususnya bagi orang tua yang memiliki anak yang mengidap HIV/AIDS. Orang tua yang memiliki anak
pengidap HIV/AIDS diharapkan selalu memberikan motivasi positif dan mengevaluasi diri terhadap kehidupan
keluarganya karena bisa jadi awal keburukan anaknya berasal dari kondisi keluarganya dan senantiasa
membantu anaknya setiap saat.
3.5 Pencegahan Penyakit
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah
 Melalui hubungan seksual
Selama hubungan seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa
penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka panjang,
walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-
laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya
teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular
seksual lainnya. Pihak produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin,
mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat
melarutkan lateks dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan
menggunakan pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan kondom
poliuretan.
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya
untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih besar daripada kondom laki-laki
dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina.
Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk
memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang
tersedia dan harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa
dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif
terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi pencegahan HIV yang
penting.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan kondom
yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun.
Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun, penelitian atas perilaku dan
epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap
melakukan kegiatan berisiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko
yang mereka hadapi atas infeksi HIV. Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun,
dan transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi bahwa
sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%. Diharapkan
pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya
akan berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku masyarakat.
Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat
meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan ABC untuk
menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual.
 Persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi.
Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan lateks ketika
menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.
Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan bahan
lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik, kapas bola,
sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum yang baru dan disterilisasi
untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan pemutih disediakan oleh fasilitas
kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju, jarum bersih terdapat gratis di sejumlah
kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan
jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.
 Dari ibu ke janin atau bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal).
Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula mengurangi
peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT). Jika pemberian makanan
pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau, berkelanjutan, dan aman, ibu yang
terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat
terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya
dihentikan sesegera mungkin.
Pada tahun 2005, sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke
anak; 630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika. Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2 juta
anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.
Walaupun HIV dapat ditemukan pada air liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat
catatan kasus infeksi dikarenakan cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat
diabaikan.
AIDS
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa


menjaminbahwa informasi kedokteran yang diberikan di halaman ini adalah benar.
Mintalah pendapat dari tenaga medis yang profesional sebelum melakukan pengobatan.

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS)

Klasifikasi dan bahan-bahan eksternal

Pita Merah terlipat adalah simbol solidaritas orang-orang yang positif terinfeksi

virus HIV dan AIDS.

ICD-10 B24.

ICD-9 042

DiseasesDB 5938

MedlinePlus 000594

eMedicine emerg/253
MeSH D000163

Daftar singkatan dalam artikel ini :

AIDS: Acquired immune deficiency syndrome

HIV: Human immunodeficiency virus

CD4+: Sel T pembantu

CCR5: Chemokine (C-C motif) receptor 5

CDC: Centers for Disease Control and

Prevention

WHO: World Health Organization

PCP: Pneumocystis pneumonia

TB: Tuberkulosis

MTCT: Mother-to-child transmission


HAART: Highly active antiretroviral therapy

STI/STD: Sexually transmitted

infection/disease

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome(disingkat AIDS)


adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV;[1] atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang
spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).

Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang
memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan
terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat
memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam
(membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air
mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.[2][3]Penularan dapat terjadi melalui hubungan
intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi
selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh
tersebut.

Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara.[4] Kini AIDS telah
menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh
dunia.[5] Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah
menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981.
Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS
diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih
dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.[5] Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-
Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya
manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi
tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di
semua negara.[6]

Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita
penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada
petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan
HIV/AIDS (ODHA).

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Gejala dan komplikasi

o 1.1 Penyakit paru-paru utama

o 1.2 Penyakit saluran pencernaan utama

o 1.3 Penyakit syaraf dan kejiwaan utama

o 1.4 Kanker dan tumor ganas (malignan)

o 1.5 Infeksi oportunistik lainnya

 2 Penyebab

o 2.1 Penularan seksual

o 2.2 Kontaminasi patogen melalui darah

o 2.3 Penularan masa perinatal

 3 Diagnosis

o 3.1 Sistem tahapan infeksi WHO

o 3.2 Sistem klasifikasi CDC

o 3.3 Tes HIV

 4 Pencegahan

o 4.1 Hubungan seksual

o 4.2 Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi

o 4.3 Penularan dari ibu ke anak

 5 Penanganan

o 5.1 Terapi antivirus

o 5.2 Penanganan eksperimental dan saran

o 5.3 Pengobatan alternatif

 6 Epidemiologi
 7 Sejarah

 8 Sosial dan budaya

o 8.1 Stigma

o 8.2 Dampak ekonomi

o 8.3 Penyangkalan atas AIDS

 9 Lihat pula

 10 Referensi

 11 Bacaan lanjutan

 12 Pranala luar

[sunting]Gejala dan komplikasi

Gejala-gejala utama AIDS.

Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh
yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya
dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum
didapati pada penderita AIDS.[7] HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga
berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem
kekebalan yang disebut limfoma.

Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam,berkeringat (terutama pada
malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. [8][9] Infeksi
oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi
tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.

[sunting]Penyakit paru-paru utama

Foto sinar-X pneumonia pada paru-paru, disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii.

Pneumonia pneumocystis (PCP)[10] jarang dijumpai pada orang sehat yang memiliki kekebalan tubuhyang
baik, tetapi umumnya dijumpai pada orang yang terinfeksi HIV.

Penyebab penyakit ini adalah fungi Pneumocystis jirovecii. Sebelum adanya diagnosis, perawatan,
dan tindakan pencegahan rutin yang efektif di negara-negara Barat, penyakit ini umumnya segera
menyebabkan kematian. Di negara-negara berkembang, penyakit ini masih merupakan indikasi pertama
AIDS pada orang-orang yang belum dites, walaupun umumnya indikasi tersebut tidak muncul kecuali jika
jumlah CD4 kurang dari 200 per µL.[11]

Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait HIV, karena dapat
ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan
mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV, serta dapat dicegah melalui
terapi pengobatan. Namun demikian, resistensi TBC terhadap berbagai obat merupakan masalah potensial
pada penyakit ini.

Meskipun munculnya penyakit ini di negara-negara Barat telah berkurang karena digunakannya terapi
dengan pengamatan langsung dan metode terbaru lainnya, namun tidaklah demikian yang terjadi di
negara-negara berkembang tempat HIV paling banyak ditemukan. Pada stadium awal infeksi HIV (jumlah
CD4 >300 sel per µL), TBC muncul sebagai penyakit paru-paru. Pada stadium lanjut infeksi HIV, ia sering
muncul sebagai penyakit sistemik yang menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner).
Gejala-gejalanya biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu tempat.TBC
yang menyertai infeksi HIV sering menyerangsumsum tulang, tulang, saluran kemih dan saluran
pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa regional), dan sistem syaraf pusat.[12] Dengan
demikian, gejala yang muncul mungkin lebih berkaitan dengan tempat munculnya penyakit
ekstrapulmoner.

[sunting]Penyakit saluran pencernaan utama


Esofagitis adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut ke lambung.
Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus
(herpes simpleks-1 atau virus sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya
langka.[13]

Diare kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena berbagai penyebab; antara
lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter,
dan Escherichia coli), serta infeksi oportunistik yang tidak umum dan virus
(seperti kriptosporidiosis, mikrosporidiosis, Mycobacterium avium complex, dan virus sitomegalo (CMV)
yang merupakan penyebab kolitis).

Pada beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang digunakan untuk
menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer) dari HIV itu sendiri. Selain itu, diare dapat
juga merupakan efek samping dari antibiotik yang digunakan untuk menangani bakteri diare (misalnya
pada Clostridium difficile). Pada stadium akhir infeksi HIV, diare diperkirakan merupakan petunjuk
terjadinya perubahan cara saluran pencernaan menyerap nutrisi, serta mungkin merupakan komponen
penting dalam sistem pembuangan yang berhubungan dengan HIV.[14]

[sunting]Penyakit syaraf dan kejiwaan utama


Infeksi HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf
(neuropsychiatric sequelae), yang disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah
menjadi rentan, atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit bersel-satu, yang disebut Toxoplasma
gondii. Parasit ini biasanya menginfeksi otak dan menyebabkan radang otak akut (toksoplasma ensefalitis),
namun ia juga dapat menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada mata dan paru-paru.[15] Meningitis
kriptokokal adalah infeksi meninges (membran yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang) oleh
jamur Cryptococcus neoformans. Hal ini dapat menyebabkan demam, sakit kepala, lelah, mual, dan
muntah. Pasien juga mungkin mengalami sawan dan kebingungan, yang jika tidak ditangani dapat
mematikan.

Leukoensefalopati multifokal progresif adalah penyakit demielinasi, yaitu penyakit yang menghancurkan
selubung syaraf (mielin) yang menutupi serabut sel syaraf (akson), sehingga merusak penghantaran
impuls syaraf. Ia disebabkan oleh virus JC, yang 70% populasinya terdapat di tubuh manusia dalam
kondisi laten, dan menyebabkan penyakit hanya ketika sistem kekebalan sangat lemah, sebagaimana
yang terjadi pada pasien AIDS. Penyakit ini berkembang cepat (progresif) dan menyebar (multilokal),
sehingga biasanya menyebabkan kematian dalam waktu sebulan setelah diagnosis.[16]
Kompleks demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang terjadi karena
menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang disebabkan oleh infeksi HIV; dan
didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun oleh makrofagdan mikroglia pada otak yang mengalami
infeksi HIV, sehingga mengeluarkan neurotoksin.[17] Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk
ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun setelah infeksi HIV terjadi.
Hal ini berhubungan dengan keadaan rendahnya jumlah sel T CD4+ dan tingginya muatan virus pada
plasma darah. Angka kemunculannya (prevalensi) di negara-negara Barat adalah sekitar 10-
20%,[18] namun di India hanya terjadi pada 1-2% pengidap infeksi HIV.[19][20]Perbedaan ini mungkin terjadi
karena adanya perbedaan subtipe HIV di India.

[sunting]Kanker dan tumor ganas (malignan)

Sarkoma Kaposi

Pasien dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap terjadinya beberapa
kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-
Barr(EBV), virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).[21][22]

Sarkoma Kaposi adalah tumor yang paling umum menyerang pasien yang terinfeksi HIV. Kemunculan
tumor ini pada sejumlah pemuda homoseksual tahun 1981 adalah salah satu pertanda pertama wabah
AIDS. Penyakit ini disebabkan oleh virus dari subfamili gammaherpesvirinae, yaitu virus herpes manusia-
8 yang juga disebut virus herpes Sarkoma Kaposi (KSHV). Penyakit ini sering muncul di kulit dalam bentuk
bintik keungu-unguan, tetapi dapat menyerang organ lain, terutama mulut, saluran pencernaan, dan paru-
paru.

Kanker getah bening tingkat tinggi (limfoma sel B) adalah kanker yang menyerang sel darah putih dan
terkumpul dalam kelenjar getah bening, misalnya seperti limfoma Burkitt (Burkitt's lymphoma) atau
sejenisnya (Burkitt's-like lymphoma), diffuse large B-cell lymphoma(DLBCL), dan limfoma sistem syaraf
pusat primer, lebih sering muncul pada pasien yang terinfeksi HIV. Kanker ini seringkali merupakan
perkiraan kondisi (prognosis) yang buruk. Pada beberapa kasus, limfoma adalah tanda utama AIDS.
Limfoma ini sebagian besar disebabkan oleh virus Epstein-Barr atau virus herpes Sarkoma Kaposi.

Kanker leher rahim pada wanita yang terkena HIV dianggap tanda utama AIDS. Kanker ini disebabkan
oleh virus papiloma manusia.

Pasien yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin, kanker usus besar
bawah (rectum), dan kankeranus. Namun demikian, banyak tumor-tumor yang umum seperti kanker
payudara dan kanker usus besar (colon), yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV. Di
tempat-tempat dilakukannya terapi antiretrovirus yang sangat aktif (HAART) dalam menangani AIDS,
kemunculan berbagai kanker yang berhubungan dengan AIDS menurun, namun pada saat yang sama
kanker kemudian menjadi penyebab kematian yang paling umum pada pasien yang terinfeksi HIV. [23]

[sunting]Infeksi oportunistik lainnya


Pasien AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik, terutama demam
ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini termasuk infeksi Mycobacterium avium-
intracellulare dan virus sitomegalo. Virus sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus
besar (kolitis) seperti yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis
sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh jamur Penicillium
marneffei, atau disebutPenisiliosis, kini adalah infeksi oportunistik ketiga yang paling umum (setelah
tuberkulosis dan kriptokokosis) pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.[24]

[sunting]Penyebab

Untuk detail lebih lanjut tentang topik ini, lihat HIV.

HIV yang baru memperbanyak diri tampak bermunculan sebagai bulatan-bulatan kecil (diwarnai hijau) pada
permukaan limfosit setelah menyerang sel tersebut; dilihat dengan mikroskop elektron.

AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirusyang biasanya
menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel
T), makrofaga, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung,
padahal sel T CD4+dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah
membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 permikroliter (µL) darah,
maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS.
Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal,
dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta
adanya infeksi tertentu.
Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan
sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2
bulan.[25] Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu
dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang memengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan
tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang
terinfeksi.[26][27] Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih
muda, sehingga lebih berisiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang
terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat
mempercepat perkembangan penyakit ini.[25][28][29] Warisan genetik orang yang terinfeksi juga
memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. [30] HIV
memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju
perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula.[31][32][33] Terapi antiretrovirus yang sangat aktif
akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu
kemampuan penderita bertahan hidup.

[sunting]Penularan seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau
cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut
pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual
insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks
biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral
reseptif maupun insertif.[34] Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV
karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina
yang memudahkan transmisi HIV.[35]

Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan
pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya
penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal.
Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa
terdapat sekitar empat kali lebih besar risiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti
yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata,
walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia,
dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofaga.[36]

Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan
pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap
penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu
berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan
jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. [36][37] Wanita
lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal,
dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.[38][39] Orang yang terinfeksi dengan HIV
masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan.

[sunting]Kontaminasi patogen melalui darah

Poster CDC tahun 1989, yang mengetengahkan bahaya AIDS sehubungan dengan pemakaian narkoba.

Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderitahemofilia, dan
resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe)
yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen),
tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi
penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi
hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV
dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding
150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi risiko
itu.[40] Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga
dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi
dan menerima rajah dantindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika
Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO
memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan
pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.[41] Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-
Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia
menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan. [42]
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju,
pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO,
mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10%
infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".[43]

[sunting]Penularan masa perinatal


Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu
minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu
ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu
memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat
penularannya hanya sebesar 1%.[44] Sejumlah faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama
beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi
risikonya). Menyusui meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.[45]

[sunting]Diagnosis

Sejak tanggal 5 Juni 1981, banyak definisi yang muncul untuk pengawasan epidemiologi AIDS,
seperti definisi Bangui dan definisi World Health Organization tentang AIDS tahun 1994. Namun
demikian, kedua sistem tersebut sebenarnya ditujukan untuk pemantauan epidemi dan bukan untuk
penentuan tahapan klinis pasien, karena definisi yang digunakan tidak sensitif ataupun spesifik. Di
negara-negara berkembang, sistem World Health Organization untuk infeksi HIV digunakan dengan
memakai data klinis dan laboratorium; sementara di negara-negara maju digunakan sistem
klasifikasi Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat.

[sunting]Sistem tahapan infeksi WHO

Grafik hubungan antara jumlah HIV dan jumlah CD4+ pada rata-rata infeksi HIV yang tidak ditangani. Keadaan
penyakit dapat bervariasi tiap orang. jumlah limfosit T CD4+ (sel/mm³) jumlah RNA HIV per mL plasma

Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan kondisi
AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.[46] Sistem
ini diperbarui pada bulan Septembertahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi
oportunistikyang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

 Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS

 Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan
atas yang berulang

 Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari sebulan, infeksi
bakteri parah, dan tuberkulosis.

 Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasisesofagus, trakea, bronkus atau paru-paru,
dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
[sunting]Sistem klasifikasi CDC
Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and
Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk
dengan nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah limfadenopati. Para penemu
HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS dengan nama virus tersebut.[47][48] CDC mulai
menggunakan kata AIDS pada bulan September tahun 1982, dan mendefinisikan penyakit
ini.[49] Tahun 1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang
jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruhlimfositnya sebagai pengidap
positif HIV.[50] Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik
definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan, walaupun
jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit
tanda AIDS yang ada telah sembuh.

[sunting]Tes HIV
Banyak orang tidak menyadari bahwa mereka terinfeksi virus HIV.[51] Kurang dari 1% penduduk
perkotaan di Afrika yang aktif secara seksual telah menjalani tes HIV, dan persentasenya bahkan lebih
sedikit lagi di pedesaan. Selain itu, hanya 0,5% wanita mengandung di perkotaan yang mendatangi
fasilitas kesehatan umum memperoleh bimbingan tentang AIDS, menjalani pemeriksaan, atau
menerima hasil tes mereka. Angka ini bahkan lebih kecil lagi di fasilitas kesehatan umum
pedesaan.[51] Dengan demikian, darah dari para pendonor dan produk darah yang digunakan untuk
pengobatan dan penelitian medis, harus selalu diperiksa kontaminasi HIV-nya.

Tes HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan untuk
mendeteksi antibodi HIV pada serum,plasma, cairan mulut, darah kering, atau urin pasien. Namun
demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi
(window period) bagi setiap orang dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6
bulan untuk mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial untuk
mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat digunakan untuk mendeteksi
infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode
tersebut tidak disetujui secara khusus untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin
di negara-negara maju.

[sunting]Pencegahan

Perkiraan risiko masuknya HIV per aksi,


menurut rute paparan[52]

Perkiraan infeksi
per 10.000 paparan
Rute paparan
dengan sumber yang
terinfeksi

Transfusi darah 9.000[53]

Persalinan 2.500[44]

Penggunaan jarum suntik bersama-sama 67[54]

Hubungan seks anal reseptif* 50[55][56]

Jarum pada kulit 30[57]

Hubungan seksual reseptif* 10[55][56][58]

Hubungan seks anal insertif* 6,5[55][56]

Hubungan seksual insertif* 5[55][56]

Seks oral reseptif* 1[56]§

Seks oral insertif* 0,5[56]§

* tanpa penggunaan kondom


§ sumber merujuk kepada seks oral
yang dilakukan kepada laki-laki
Tiga jalur utama (rute) masuknya virus HIV ke dalam tubuh ialah melalui hubungan seksual,
persentuhan (paparan) dengan cairan atau jaringan tubuh yang terinfeksi, serta dari ibu ke janin atau
bayi selama periode sekitar kelahiran (periode perinatal). Walaupun HIV dapat ditemukan pada air
liur, air mata dan urin orang yang terinfeksi, namun tidak terdapat catatan kasus infeksi dikarenakan
cairan-cairan tersebut, dengan demikian risiko infeksinya secara umum dapat diabaikan. [59]

[sunting]Hubungan seksual
Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpapelindung antarindividu yang salah satunya
terkena HIV. Hubunganheteroseksual adalah modus utama infeksi HIV di dunia.[60]Selama hubungan
seksual, hanya kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi HIV
dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil. Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa
penggunaan kondom yang lazim mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka
panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan benar dalam setiap
kesempatan.[61] Kondom laki-laki berbahan lateks, jika digunakan dengan benar
tanpapelumas berbahan dasar minyak, adalah satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk
mengurangi transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak produsen
kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti vaselin, mentega, dan lemak
babi tidak digunakan dengan kondom lateks karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks
dan membuat kondom berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan
pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan dengan
kondom poliuretan.[62]

Kondom wanita adalah alternatif selain kondom laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang
memungkinkannya untuk digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih
besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras berbentuk cincin, dan
didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom wanita memiliki cincin bagian dalam yang
membuat kondom tetap di dalam vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus
ditekan. Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan harganya tidak
terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal menunjukkan bahwa dengan
tersedianya kondom wanita, hubungan seksual dengan pelindung secara keseluruhan meningkat
relatif terhadap hubungan seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi
pencegahan HIV yang penting.[63]

Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan bahwa dengan penggunaan
kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah
1% per tahun.[64] Strategi pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun,
penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara menunjukkan keberadaan
kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan kegiatan berisiko tinggi meskipun telah
mengetahui tentang HIV/AIDS, sehingga mengabaikan risiko yang mereka hadapi atas infeksi
HIV.[65] Namun demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan transmisi HIV oleh
transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara maju.

Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak terkendali mengkonfirmasi
bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar
50%. Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang terinfeksi HIV paling parah,
walaupun penerapannya akan berhadapan dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan,
budaya, dan perilaku masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya
kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku seksual berisiko sehingga
mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.[66]

Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan menganjurkan Pendekatan


ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui hubungan seksual.[67] Adapun rumusannya
dalam bahasa Indonesia:[68]

“ Anda jauhi seks,


Bersikap saling setia dengan pasangan,
Cegah dengan kondom. ”
[sunting]Kontaminasi cairan tubuh terinfeksi

Wabah AIDS di Afrika Sub-Sahara tahun 1985-2003.

Pekerja kedokteran yang mengikuti kewaspadaan universal, seperti mengenakan sarung tangan
lateks ketika menyuntik dan selalu mencuci tangan, dapat membantu mencegah infeksi HIV.

Semua organisasi pencegahan AIDS menyarankan pengguna narkoba untuk tidak berbagi jarum dan
bahan lainnya yang diperlukan untuk mempersiapkan dan mengambil narkoba (termasuk alat suntik,
kapas bola, sendok, air pengencer obat, sedotan, dan lain-lain). Orang perlu menggunakan jarum
yang baru dan disterilisasi untuk tiap suntikan. Informasi tentang membersihkan jarum menggunakan
pemutih disediakan oleh fasilitas kesehatan dan program penukaran jarum. Di sejumlah negara maju,
jarum bersih terdapat gratis di sejumlah kota, di penukaran jarum atau tempat penyuntikan yang
aman. Banyak negara telah melegalkan kepemilikan jarum dan mengijinkan pembelian perlengkapan
penyuntikan dari apotek tanpa perlu resep dokter.

[sunting]Penularan dari ibu ke anak


Penelitian menunjukkan bahwa obat antiretrovirus, bedah caesar, dan pemberian makanan formula
mengurangi peluang penularan HIV dari ibu ke anak (mother-to-child transmission, MTCT).[69] Jika
pemberian makanan pengganti dapat diterima, dapat dikerjakan dengan mudah, terjangkau,
berkelanjutan, dan aman, ibu yang terinfeksi HIV disarankan tidak menyusui anak mereka. Namun
demikian, jika hal-hal tersebut tidak dapat terpenuhi, pemberian ASI eksklusif disarankan dilakukan
selama bulan-bulan pertama dan selanjutnya dihentikan sesegera mungkin.[5] Pada tahun 2005,
sekitar 700.000 anak di bawah umur 15 tahun terkena HIV, terutama melalui penularan ibu ke anak;
630.000 infeksi di antaranya terjadi di Afrika.[70] Dari semua anak yang diduga kini hidup dengan HIV, 2
juta anak (hampir 90%) tinggal di Afrika Sub Sahara.[5]

[sunting]Penanganan

Lihat pula HIV dan Obat antiretrovirus.

Abacavir –Nucleoside analog reverse transcriptase inhibitor (NARTI atau NRTI)

Struktur kimia Abacavir

Sampai saat ini tidak ada vaksin atau obat untuk HIV atau AIDS. Metode satu-satunya yang
diketahui untuk pencegahan didasarkan pada penghindaran kontak dengan virus atau, jika gagal,
perawatan antiretrovirus secara langsung setelah kontak dengan virus secara signifikan,
disebut post-exposure prophylaxis (PEP).[40] PEP memiliki jadwal empat minggu takaran yang
menuntut banyak waktu. PEP juga memiliki efek samping yang tidak menyenangkan seperti diare,
tidak enak badan, mual, dan lelah.[71]

[sunting]Terapi antivirus
Penanganan infeksi HIV terkini adalah terapi antiretrovirus yang sangat aktif (highly active
antiretroviral therapy, disingkat HAART).[72] Terapi ini telah sangat bermanfaat bagi orang-orang
yang terinfeksi HIV sejak tahun 1996, yaitu setelah ditemukannya HAART yang
menggunakan protease inhibitor.[6] Pilihan terbaik HAART saat ini, berupa kombinasi dari
setidaknya tiga obat (disebut "koktail) yang terdiri dari paling sedikit dua macam (atau "kelas")
bahan antiretrovirus. Kombinasi yang umum digunakan adalah nucleoside analogue reverse
transcriptase inhibitor (atau NRTI) dengan protease inhibitor, atau dengan non-nucleoside reverse
transcriptase inhibitor(NNRTI). Karena penyakit HIV lebih cepat perkembangannya pada anak-
anak daripada pada orang dewasa, maka rekomendasi perawatannya pun lebih agresif untuk
anak-anak daripada untuk orang dewasa.[73] Di negara-negara berkembang yang menyediakan
perawatan HAART, seorang dokter akan mempertimbangkan kuantitas beban virus, kecepatan
berkurangnya CD4, serta kesiapan mental pasien, saat memilih waktu memulai perawatan
awal.[74]

Perawatan HAART memungkinkan stabilnya gejala dan viremia (banyaknya jumlah virus dalam
darah) pada pasien, tetapi ia tidak menyembuhkannya dari HIV ataupun menghilangkan
gejalanya. HIV-1 dalam tingkat yang tinggi sering resisten terhadap HAART dan gejalanya
kembali setelah perawatan dihentikan.[75][76] Lagi pula, dibutuhkan waktu lebih dari seumur hidup
seseorang untuk membersihkan infeksi HIV dengan menggunakan HAART.[77] Meskipun
demikian, banyak pengidap HIV mengalami perbaikan yang hebat pada kesehatan umum dan
kualitas hidup mereka, sehingga terjadi adanya penurunan drastis atas tingkat kesakitan
(morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas) karena HIV.[78][79][80] Tanpa perawatan HAART,
berubahnya infeksi HIV menjadi AIDS terjadi dengan kecepatan rata-rata (median) antara
sembilan sampai sepuluh tahun, dan selanjutnya waktu bertahan setelah terjangkit AIDS
hanyalah 9.2 bulan.[25] Penerapan HAART dianggap meningkatkan waktu bertahan pasien selama
4 sampai 12 tahun.[81][82] Bagi beberapa pasien lainnya, yang jumlahnya mungkin lebih dari lima
puluh persen, perawatan HAART memberikan hasil jauh dari optimal. Hal ini karena adanya efek
samping/dampak pengobatan tidak bisa ditolerir, terapi antiretrovirus sebelumnya yang tidak
efektif, dan infeksi HIV tertentu yang resisten obat. Ketidaktaatan dan ketidakteraturan dalam
menerapkan terapi antiretrovirus adalah alasan utama mengapa kebanyakan individu gagal
memperoleh manfaat dari penerapan HAART.[83] Terdapat bermacam-macam alasan atas sikap
tidak taat dan tidak teratur untuk penerapan HAART tersebut. Isyu-isyu psikososial yang utama
ialah kurangnya akses atas fasilitas kesehatan, kurangnya dukungan sosial, penyakit kejiwaan,
serta penyalahgunaan obat. Perawatan HAART juga kompleks, karena adanya beragam
kombinasi jumlah pil, frekuensi dosis, pembatasan makan, dan lain-lain yang harus dijalankan
secara rutin .[84][85][86]Berbagai efek samping yang juga menimbulkan keengganan untuk teratur
dalam penerapan HAART, antara lain lipodistrofi,dislipidaemia, penolakan insulin, peningkatan
risiko sistem kardiovaskular, dan kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkan.[87][88]
Obat anti-retrovirus berharga mahal, dan mayoritas individu terinfeksi di dunia tidaklah memiliki
akses terhadap pengobatan dan perawatan untuk HIV dan AIDS tersebut.[89]

[sunting]Penanganan eksperimental dan saran


Telah terdapat pendapat bahwa hanya vaksin lah yang sesuai untuk menahan epidemik global
(pandemik) karena biaya vaksin lebih murah dari biaya pengobatan lainnya, sehingga negara-
negara berkembang mampu mengadakannya dan pasien tidak membutuhkan perawatan
harian.[89] Namun setelah lebih dari 20 tahun penelitian, HIV-1 tetap merupakan target yang sulit
bagi vaksin.[89]

Beragam penelitian untuk meningkatkan perawatan termasuk usaha mengurangi efek samping
obat, penyederhanaan kombinasi obat-obatan untuk memudahkan pemakaian, dan penentuan
urutan kombinasi pengobatan terbaik untuk menghadapi adanya resistensi obat. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa langkah-langkah pencegahan infeksi oportunistik dapat menjadi
bermanfaat ketika menangani pasien dengan infeksi HIV atau AIDS. Vaksinasi atas hepatitis A
dan B disarankan untuk pasien yang belum terinfeksi virus ini dan dalam berisiko
terinfeksi.[90] Pasien yang mengalami penekanan daya tahan tubuh yang besar juga disarankan
mendapatkan terapi pencegahan (propilaktik) untuk pneumonia pneumosistis, demikian juga
pasien toksoplasmosis dan kriptokokus meningitis yang akan banyak pula mendapatkan manfaat
dari terapi propilaktik tersebut.[71]

[sunting]Pengobatan alternatif
Berbagai bentuk pengobatan alternatif digunakan untuk menangani gejala atau mengubah arah
perkembangan penyakit.[91] Akupunkturtelah digunakan untuk mengatasi beberapa gejala,
misalnya kelainan syaraf tepi (peripheral neuropathy) seperti kaki kram, kesemutan atau nyeri;
namun tidak menyembuhkan infeksi HIV.[92] Tes-tes uji acak klinis terhadap efek obat-obatan
jamu menunjukkan bahwa tidak terdapat bukti bahwa tanaman-tanaman obat tersebut memiliki
dampak pada perkembangan penyakit ini, tetapi malah kemungkinan memberi beragam efek
samping negatif yang serius.[93]

Beberapa data memperlihatkan bahwa suplemen multivitamin dan mineral kemungkinan


mengurangi perkembangan penyakit HIV pada orang dewasa, meskipun tidak ada bukti yang
menyakinkan bahwa tingkat kematian (mortalitas) akan berkurang pada orang-orang yang
memiliki status nutrisi yang baik.[94] Suplemen vitamin A pada anak-anak kemungkinan juga
memiliki beberapa manfaat.[94]Pemakaian selenium dengan dosis rutin harian dapat menurunkan
beban tekanan virus HIV melalui terjadinya peningkatan pada jumlah CD4. Selenium dapat
digunakan sebagai terapi pendamping terhadap berbagai penanganan antivirus yang standar,
tetapi tidak dapat digunakan sendiri untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas. [95]

Penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa terapi pengobatan alteratif memiliki hanya sedikit efek
terhadap mortalitas dan morbiditas penyakit ini, namun dapat meningkatkan kualitas hidup
individu yang mengidap AIDS. Manfaat-manfaat psikologis dari beragam terapi alternatif tersebut
sesungguhnya adalah manfaat paling penting dari pemakaiannya.[96]

Namun oleh penelitian yang mengungkapkan adanya simtoma hipotiroksinemia pada penderita
AIDS yang terjangkit virus HIV-1, beberapa pakar menyarankan terapi dengan
asupan hormon tiroksin.[97] Hormon tiroksin dikenal dapat meningkatkan laju metabolisme
basal sel eukariota[98] dan memperbaiki gradien pH pada mitokondria.[99]

[sunting]Epidemiologi

Meratanya HIV diantara orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.

██ 15– ██ 0.5– ██ <0.1%██ tidak ada data


50%██ 5– 1.0%██ 0.1–0.5%
15%██ 1–5%

UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak
pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah
baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan
3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anak-
anak.[5]Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.[5] Pada tahun 2005,
antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal
dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.[5]

Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6
sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-
anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup
dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup
dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di
Afrika Sub Sahara.[5] Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi
dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS
di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari
populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari
populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia. [100] Di 35
negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun
sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.[101]

[sunting]Sejarah

AIDS pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and
Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih
diklasifikasikan sebagai PCP tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis jirovecii) pada lima
laki-laki homoseksual di Los Angeles.[102]

Dua spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1 lebih
mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari mayoritas infeksi
HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan berada diAfrika Barat.[103] Baik
HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1 berasal dari simpanse Pan troglodytes
troglodytes yang ditemukan di Kamerun selatan.[104] HIV-2 berasal dari Sooty
Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea Bissau, Gabon, danKamerun.

Banyak ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan
primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging.[105] Teori yang lebih
kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan bahwa epidemik AIDS
dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai akibat dari penelitian Hilary
Koprowski terhadap vaksinpolio.[106][107] Namun demikian, komunitas ilmiah umumnya
berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung oleh bukti-bukti yang ada.[108][109][110]

[sunting]Sosial dan budaya


[sunting]Stigma

Ryan White sebagai model poster HIV. Ia dikeluarkan dari sekolah dengan alasan terinfeksi HIV.
Hukuman sosial atau stigma oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap AIDS
terdapat dalam berbagai cara, antara lain tindakan-tindakan pengasingan,
penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang diduga terinfeksi HIV; diwajibkannya
uji coba HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan kerahasiaannya; dan
penerapan karantina terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV.[111] Kekerasan atau ketakutan
atas kekerasan, telah mencegah banyak orang untuk melakukan tes HIV, memeriksa bagaimana
hasil tes mereka, atau berusaha untuk memperoleh perawatan; sehingga mungkin mengubah
suatu sakit kronis yang dapat dikendalikan menjadi "hukuman mati" dan menjadikan meluasnya
penyebaran HIV.[112]

Stigma AIDS lebih jauh dapat dibagi menjadi tiga kategori:

 Stigma instrumental AIDS - yaitu refleksi ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang
berhubungan dengan penyakit mematikan dan menular.[113]

 Stigma simbolis AIDS - yaitu penggunaan HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap
kelompok sosial atau gaya hidup tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit
tersebut.[113]

 Stigma kesopanan AIDS - yaitu hukuman sosial atas orang yang berhubungan dengan isu
HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.[114]

Stigma AIDS sering diekspresikan dalam satu atau lebih stigma, terutama yang berhubungan
dengan homoseksualitas, biseksualitas,pelacuran, dan penggunaan narkoba melalui suntikan.

Di banyak negara maju, terdapat penghubungan antara AIDS dengan homoseksualitas atau
biseksualitas, yang berkorelasi dengan tingkat prasangka seksual yang lebih tinggi, misalnya
sikap-sikap anti homoseksual.[115] Demikian pula terdapat anggapan adanya hubungan antara
AIDS dengan hubungan seksual antar laki-laki, termasuk bila hubungan terjadi antara pasangan
yang belum terinfeksi.[113]

[sunting]Dampak ekonomi
Perubahan angka harapan hidup di beberapa negara di
Afrika. Botswana Zimbabwe Kenya Afrika Selatan Uganda

HIV dan AIDS memperlambat pertumbuhan ekonomi dengan menghancurkan jumlah manusia
dengan kemampuan produksi (human capital).[5] Tanpa nutrisiyang baik, fasilitas kesehatan dan
obat yang ada di negara-negara berkembang, orang di negara-negara tersebut menjadi korban
AIDS. Mereka tidak hanya tidak dapat bekerja, tetapi juga akan membutuhkan fasilitas kesehatan
yang memadai. Ramalan bahwa hal ini akan menyebabkan runtuhnya ekonomi dan hubungan di
daerah. Di daerah yang terinfeksi berat, epidemik telah meninggalkan banyak anak yatim piatu
yang dirawat oleh kakek dan neneknya yang telah tua.[116]

Semakin tingginya tingkat kematian (mortalitas) di suatu daerah akan menyebabkan mengecilnya
populasi pekerja dan mereka yang berketerampilan. Para pekerja yang lebih sedikit ini akan
didominasi anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja yang lebih sedikit sehingga
produktivitas akan berkurang. Meningkatnya cuti pekerja untuk melihat anggota keluarga yang
sakit atau cuti karena sakit juga akan mengurangi produktivitas. Mortalitas yang meningkat juga
akan melemahkan mekanisme produksi daninvestasi sumberdaya manusia (human capital) pada
masyarakat, yaitu akibat hilangnya pendapatan dan meninggalnya para orang tua. Karena AIDS
menyebabkan meninggalnya banyak orang dewasa muda, ia melemahkan populasi pembayar
pajak, mengurangi dana publik seperti pendidikan dan fasilitas kesehatan lain yang tidak
berhubungan dengan AIDS. Ini memberikan tekanan pada keuangan negara dan memperlambat
pertumbuhan ekonomi. Efek melambatnya pertumbuhan jumlah wajib pajak akan semakin
terasakan bila terjadi peningkatan pengeluaran untuk penanganan orang sakit, pelatihan (untuk
menggantikan pekerja yang sakit), penggantian biaya sakit, serta perawatan yatim piatu korban
AIDS. Hal ini terutama mungkin sekali terjadi jika peningkatan tajam mortalitas orang dewasa
menyebabkan berpindahnya tanggung-jawab dan penyalahan, dari keluarga kepada pemerintah,
untuk menangani para anak yatim piatu tersebut.[116]

Pada tingkat rumah tangga, AIDS menyebabkan hilangnya pendapatan dan meningkatkan
pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga. Berkurangnya pendapatan menyebabkan
berkurangnya pengeluaran, dan terdapat juga efek pengalihan dari pengeluaran pendidikan
menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan. Penelitian di Pantai Gading menunjukkan
bahwa rumah tanggal dengan pasien HIV/AIDS mengeluarkan biaya dua kali lebih banyak untuk
perawatan medis daripada untuk pengeluaran rumah tangga lainnya.[117]

[sunting]Penyangkalan atas AIDS


Sekelompok kecil aktivis, diantaranya termasuk beberapa ilmuwan yang tidak meneliti AIDS,
mempertanyakan tentang adanya hubungan antara HIV dan AIDS,[118] keberadaan HIV itu
sendiri,[119] serta kebenaran atas percobaan dan metode perawatan yang digunakan untuk
menanganinya. Klaim mereka telah diperiksa dan secara luas ditolak oleh komunitas
ilmiah,[120] walaupun terus saja disebarkan melalui Internet dan sempat memiliki pengaruh politik
di Afrika Selatan melalui mantan presiden Thabo Mbeki, yang menyebabkan pemerintahnya
disalahkan atas respon yang tidak efektif terhadap epidemik AIDS di negara tersebut.[121][122][123]

[sunting]Lihat pula

 Sel Langerhans

 p21
[sunting]Referensi

1. ^ Marx, J. L. (1982). "New disease baffles medical community".Science 217 (4560): 618–

621. PubMed.

2. ^ Divisions of HIV/AIDS Prevention (2003). "HIV and Its Transmission". Centers for Disease

Control & Prevention. Diakses pada 23 Mei 2006.

3. ^ San Francisco AIDS Foundation (2006-04-14). "How HIV is spread". Diakses pada 23 Mei

2006.

4. ^ Gao, F., Bailes, E., Robertson, D. L., Chen, Y., Rodenburg, C. M., Michael, S. F., Cummins,

L. B., Arthur, L. O., Peeters, M., Shaw, G. M., Sharp, P. M. and Hahn, B. H. (1999). "Origin of
HIV-1 in the Chimpanzee Pan troglodytes troglodytes". Nature 397(6718): 436–

441. PubMed DOI:10.1038/17130.

5. ^ a b c d e f g h i UNAIDS (2006). "Overview of the global AIDS epidemic" (PDF). 2006 Report on

the global AIDS epidemic. Diakses pada 8 Juni 2006.

6. ^ a b Palella, F. J. Jr, Delaney, K. M., Moorman, A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J., Satten, G.

A., Aschman and D. J., Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity and mortality among

patients with advanced human immunodeficiency virus infection. HIV Outpatient Study
Investigators". N. Engl. J. Med 338 (13): 853–860. PubMed.

7. ^ Holmes, C. B., Losina, E., Walensky, R. P., Yazdanpanah, Y., Freedberg, K. A. (2003).

"Review of human immunodeficiency virus type 1-related opportunistic infections in sub-


Saharan Africa". Clin. Infect. Dis. 36 (5): 656–662. PubMed.

8. ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune deficiency syndrome: an overview for the
emergency physician, Part 1". J. Emerg. Med. 12 (3): 375–384. PubMed.

9. ^ Guss, D. A. (1994). "The acquired immune deficiency syndrome: an overview for the
emergency physician, Part 2". J. Emerg. Med. 12 (4): 491–497. PubMed.

10. ^ Dahulu pernah dinamakan Pneumocystis carinii pneumonia(PCP), dan sekarang

singkatannya masih digunakan tetapi merupakan kependekan dari Pneumocystis pneumonia.

11. ^ Feldman, C. (2005). "Pneumonia associated with HIV infection". Curr. Opin. Infect.
Dis. 18 (2): 165–170. PubMed.

12. ^ Decker, C. F. and Lazarus, A. (2000). "Tuberculosis and HIV infection. How to safely treat
both disorders concurrently".Postgrad Med. 108 (2): 57–60, 65–68. PubMed.
13. ^ Zaidi, S. A. & Cervia, J. S. (2002). "Diagnosis and management of infectious esophagitis

associated with human immunodeficiency virus infection". J. Int. Assoc. Physicians AIDS Care
(Chic Ill) 1 (2): 53–62. PubMed.

14. ^ Guerrant, R. L., Hughes, J. M., Lima, N. L., Crane, J. (1990). "Diarrhea in developed and

developing countries: magnitude, special settings, and etiologies". Rev. Infect. Dis. 12 (Suppl

1): S41–S50. PubMed.

15. ^ Luft, B. J. and Chua, A. (2000). "Central Nervous System Toxoplasmosis in HIV
Pathogenesis, Diagnosis, and Therapy".Curr. Infect. Dis. Rep. 2 (4): 358–362. PubMed.

16. ^ Sadler, M. and Nelson, M. R. (1997). "Progressive multifocal leukoencephalopathy in


HIV". Int. J. STD AIDS 8 (6): 351–357.PubMed.

17. ^ Gray, F., Adle-Biassette, H., Chrétien, F., Lorin de la Grandmaison, G., Force, G., Keohane,

C. (2001). "Neuropathology and neurodegeneration in human immunodeficiency virus

infection. Pathogenesis of HIV-induced lesions of the brain, correlations with HIV-associated


disorders and modifications according to treatments". Clin. Neuropathol.20 (4): 146–

155. PubMed.

18. ^ Grant, I., Sacktor, H., and McArthur, J. (2005). "HIV neurocognitive disorders". di dalam H. E.

Gendelman, I. Grant, I. Everall, S. A. Lipton, and S. Swindells. (ed.) (PDF). The Neurology of

AIDS (edisi ke-2nd). London, UK: Oxford University Press. hlm. 357–373. ISBN 0-19-852610-

5.

19. ^ Satishchandra, P., Nalini, A., Gourie-Devi, M., Khanna, N., Santosh, V., Ravi, V., Desai, A.,

Chandramuki, A., Jayakumar, P. N., and Shankar, S. K. (2000). "Profile of neurologic


disorders associated with HIV/AIDS from Bangalore, South India (1989–1996)". Indian J.
Med. Res. 11: 14–23. PubMed.

20. ^ Wadia, R. S., Pujari, S. N., Kothari, S., Udhar, M., Kulkarni, S., Bhagat, S., and Nanivadekar,

A. (2001). "Neurological manifestations of HIV disease". J. Assoc. Physicians India 49: 343–

348. PubMed.

21. ^ Boshoff, C. and Weiss, R. (2002). "AIDS-related malignancies". Nat. Rev. Cancer 2 (5): 373–

382. PubMed.

22. ^ Yarchoan, R., Tosatom G. and Littlem R. F. (2005). "Therapy insight: AIDS-related

malignancies — the influence of antiviral therapy on pathogenesis and management". Nat.


Clin. Pract. Oncol. 2 (8): 406–415. PubMed.

23. ^ Bonnet, F., Lewden, C., May, T., Heripret, L., Jougla, E., Bevilacqua, S., Costagliola, D.,

Salmon, D., Chene, G. and Morlat, P. (2004). "Malignancy-related causes of death in human

immunodeficiency virus-infected patients in the era of highly active antiretroviral


therapy". Cancer 101 (2): 317–324.PubMed.

24. ^ Skoulidis, F., Morgan, M. S., and MacLeod, K. M. (2004). "Penicillium marneffei: a pathogen
on our doorstep?". J. R. Soc. Med. 97 (2): 394–396. PubMed.
25. ^ a b c Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B., Okongo, J. M., Lubega, R. and Whitworth, J. A.

(2002). "HIV-1 infection in rural Africa: is there a difference in median time to AIDS and
survival compared with that in industrialized countries?". AIDS 16 (4): 597–632. PubMed.

26. ^ Clerici, M., Balotta, C., Meroni, L., Ferrario, E., Riva, C., Trabattoni, D., Ridolfo, A., Villa, M.,

Shearer, G.M., Moroni, M. and Galli, M. (1996). "Type 1 cytokine production and low
prevalence of viral isolation correlate with long-term non progression in HIV infection". AIDS
Res. Hum. Retroviruses. 12 (11): 1053–1061.PubMed.

27. ^ Morgan, D., Mahe, C., Mayanja, B. and Whitworth, J. A. (2002). "Progression to symptomatic

disease in people infected with HIV-1 in rural Uganda: prospective cohort


study". BMJ 324(7331): 193–196. PubMed.

28. ^ Gendelman, H. E., Phelps, W., Feigenbaum, L., Ostrove, J. M., Adachi, A., Howley, P. M.,

Khoury, G., Ginsberg, H. S. and Martin, M. A. (1986). "Transactivation of the human


immunodeficiency virus long terminal repeat sequences by DNA viruses". Proc. Natl. Acad.
Sci. U. S. A. 83 (24): 9759–9763. PubMed.

29. ^ Bentwich, Z., Kalinkovich., A. and Weisman, Z. (1995). "Immune activation is a dominant
factor in the pathogenesis of African AIDS.". Immunol. Today 16 (4): 187–191. PubMed.

30. ^ Contohnya adalah orang dengan mutasi CCR5-Δ32 (delesi 32 nukleotida pada gen penyandi

reseptor chemokine CCR5 yang memengaruhi fungsi sel T) yang kebal terhadap beberapa

galur HIV.Tang, J. and Kaslow, R. A. (2003). "The impact of host genetics on HIV infection
and disease progression in the era of highly active antiretroviral therapy". AIDS 17 (Suppl 4):

S51–S60.PubMed.

31. ^ Quiñones-Mateu, M. E., Mas, A., Lain de Lera, T., Soriano, V., Alcami, J., Lederman, M. M.

and Domingo, E. (1998). "LTR and tat variability of HIV-1 isolates from patients with divergent
rates of disease progression". Virus Research 57 (1): 11–20.PubMed.

32. ^ Campbell, G. R., Pasquier, E., Watkins, J., Bourgarel-Rey, V., Peyrot, V., Esquieu, D.,

Barbier, P., de Mareuil, J., Braguer, D., Kaleebu, P., Yirrell, D. L. and Loret E. P. (2004). "The
glutamine-rich region of the HIV-1 Tat protein is involved in T-cell apoptosis". J. Biol.
Chem. 279 (46): 48197–48204. PubMed.

33. ^ Kaleebu P, French N, Mahe C, Yirrell D, Watera C, Lyagoba F, Nakiyingi J, Rutebemberwa

A, Morgan D, Weber J, Gilks C, Whitworth J. (2002). "Effect of human immunodeficiency virus

(HIV) type 1 envelope subtypes A and D on disease progression in a large cohort of HIV-1-
positive persons in Uganda". J. Infect. Dis. 185 (9): 1244–1250. PubMed.

34. ^ Rothenberg, R. B., Scarlett, M., del Rio, C., Reznik, D., O'Daniels, C. (1998). "Oral
transmission of HIV". AIDS 12 (16): 2095–2105. PubMed.

35. ^ Koenig, Michael et al (2004). "Coerced first intercourse and reproductive health among

adolescent women in Rakai, Uganda". International Family Planning Perspectives 30(4:156):

156.
36. ^ a b Laga, M., Nzila, N., Goeman, J. (1991). "The interrelationship of sexually transmitted

diseases and HIV infection: implications for the control of both epidemics in
Africa". AIDS 5 (Suppl 1): S55–S63. PubMed.

37. ^ Tovanabutra, S., Robison, V., Wongtrakul, J., Sennum, S., Suriyanon, V., Kingkeow, D.,

Kawichai, S., Tanan, P., Duerr, A., Nelson, K. E. (2002). "Male viral load and heterosexual
transmission of HIV-1 subtype E in northern Thailand". J. Acquir. Immune. Defic.
Syndr. 29 (3): 275–283. PubMed.

38. ^ Sagar, M., Lavreys, L., Baeten, J. M., Richardson, B. A., Mandaliya, K., Ndinya-Achola, J. O.,

Kreiss, J. K., Overbaugh, J. (2004). "Identification of modifiable factors that affect the genetic
diversity of the transmitted HIV-1 population". AIDS 18 (4): 615–619. PubMed.

39. ^ Lavreys, L., Baeten, J. M., Martin, H. L. Jr., Overbaugh, J., Mandaliya, K., Ndinya-Achola, J.,

and Kreiss, J. K. (2004). "Hormonal contraception and risk of HIV-1 acquisition: results of a
10-year prospective study". AIDS 18 (4): 695–697.PubMed.

40. ^ a b Fan, H. (2005). Fan, H., Conner, R. F. and Villarreal, L. P. eds. ed. AIDS: science and

society (edisi ke-4th). Boston, MA: Jones and Bartlett Publishers. ISBN 0-7637-0086-X.

41. ^ WHO (2003-03-17). "WHO, UNAIDS Reaffirm HIV as a Sexually Transmitted Disease".

Diakses pada 17 Januari 2006.

42. ^ Physicians for Human Rights (2003-03-13). "HIV Transmission in the Medical Setting: A

White Paper by Physicians for Human Rights". Partners in Health. Diakses pada 1 Maret
2006.

43. ^ WHO (2001). "Blood safety....for too few". Diakses pada 17 Januari 2006.

44. ^ a b Coovadia, H. (2004). "Antiretroviral agents—how best to protect infants from HIV and save
their mothers from AIDS". N. Engl. J. Med. 351 (3): 289–292. PubMed.

45. ^ Coovadia HM, Bland RM (2007). "Preserving breastfeeding practice through the HIV
pandemic". Trop. Med. Int. Health. 12(9): 1116–1133. PMID 17714431.

46. ^ World Health Organization (1990). "Interim proposal for a WHO staging system for HIV
infection and disease". WHO Wkly Epidem. Rec. 65 (29): 221–228. PubMed.

47. ^ Centers for Disease Control (CDC) (1982). "Persistent, generalized lymphadenopathy among
homosexual males.".MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 31 (19): 249–251. PubMed.

48. ^ Barré-Sinoussi, F., Chermann, J. C., Rey, F., Nugeyre, M. T., Chamaret, S., Gruest, J.,

Dauguet, C., Axler-Blin, C., Vezinet-Brun, F., Rouzioux, C., Rozenbaum, W. and Montagnier,

L. (1983). "Isolation of a T-lymphotropic retrovirus from a patient at risk for acquired immune
deficiency syndrome (AIDS)". Science220 (4599): 868–871. PubMed.

49. ^ Centers for Disease Control (CDC) (1982). "Update on acquired immune deficiency

syndrome (AIDS)—United States.".MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 31 (37): 507–508; 513–

514.PubMed.
50. ^ CDC (1992). "1993 Revised Classification System for HIV Infection and Expanded

Surveillance Case Definition for AIDS Among Adolescents and Adults". CDC. Diakses pada 9
Februari 2006.

51. ^ a b Kumaranayake, L. and Watts, C. (2001). "Resource allocation and priority setting of

HIV/AIDS interventions: addressing the generalized epidemic in sub-Saharan Africa". J. Int.


Dev. 13 (4): 451–466. doi:10.1002/jid.798.

52. ^ Smith, D. K., Grohskopf, L. A., Black, R. J., Auerbach, J. D., Veronese, F., Struble, K. A.,

Cheever, L., Johnson, M., Paxton, L. A., Onorato, I. A., Greenberg, A. E.

(2005). "Antiretroviral Postexposure Prophylaxis After Sexual, Injection-Drug Use, or Other


Nonoccupational Exposure to HIV in the United States".MMWR 54 (RR02): 1–20.

53. ^ Donegan, E., Stuart, M., Niland, J. C., Sacks, H. S., Azen, S. P., Dietrich, S. L., Faucett, C.,

Fletcher, M. A., Kleinman, S. H., Operskalski, E. A., et al. (1990). "Infection with human

immunodeficiency virus type 1 (HIV-1) among recipients of antibody-positive blood


donations". Ann. Intern. Med. 113 (10): 733–739. PubMed.

54. ^ Kaplan, E. H. and Heimer, R. (1995). "HIV incidence among New Haven needle exchange

participants: updated estimates from syringe tracking and testing data". J. Acquir. Immune
Defic. Syndr. Hum. Retrovirol. 10 (2): 175–176. PubMed.

55. ^ a b c d European Study Group on Heterosexual Transmission of HIV (1992). "Comparison of

female to male and male to female transmission of HIV in 563 stable


couples". BMJ. 304(6830): 809–813. PubMed.

56. ^ a b c d e f Varghese, B., Maher, J. E., Peterman, T. A., Branson, B. M. and Steketee, R. W.

(2002). "Reducing the risk of sexual HIV transmission: quantifying the per-act risk for HIV on
the basis of choice of partner, sex act, and condom use". Sex. Transm. Dis. 29 (1): 38–

43. PubMed.

57. ^ Bell, D. M. (1997). "Occupational risk of human immunodeficiency virus infection in


healthcare workers: an overview.". Am. J. Med. 102 (5B): 9–15. PubMed.

58. ^ Leynaert, B., Downs, A. M. and de Vincenzi, I. (1998). "Heterosexual transmission of human

immunodeficiency virus: variability of infectivity throughout the course of infection. European


Study Group on Heterosexual Transmission of HIV".Am. J. Epidemiol. 148 (1): 88–

96. PubMed.

59. ^ "Facts about AIDS & HIV". Diakses pada 14 Desember 2006.

60. ^ Johnson AM & Laga M, Heterosexual transmission of HIV,AIDS, 1988, 2(suppl. 1):S49-S56;

N'Galy B & Ryder RW, Epidemiology of HIV infection in Africa, Journal of Acquired Immune

Deficiency Syndromes, 1988, 1(6):551-558; dan Deschamps M et al., Heterosexual


transmission of HIV in Haiti,Annals of Internal Medicine, 1996, 125(4):324-330.

61. ^ Cayley, W. E. Jr. (2004). "Effectiveness of condoms in reducing heterosexual transmission of


HIV". Am. Fam. Physician 70 (7): 1268–1269. PubMed.
62. ^ Durex. "Module 5/Guidelines for Educators" (Microsoft Word). Diakses pada 17 April 2006.

63. ^ PATH (2006). "The female condom: significant potential for STI and pregnancy
prevention". Outlook 22 (2).

64. ^ WHO (August, 2003). "Condom Facts and Figures". Diakses pada 17 Januari 2006.

65. ^ Dias, S. F., Matos, M. G. and Goncalves, A. C. (2005). "Preventing HIV transmission in

adolescents: an analysis of the Portuguese data from the Health Behaviour School-aged
Children study and focus groups". Eur. J. Public Health 15 (3): 300–304. PubMed.

66. ^ NIAID (2006-12-13). "Adult Male Circumcision Significantly Reduces Risk of Acquiring HIV:

Trials Kenya and Uganda Stopped Early". Diakses pada 15 Desember 2006.

67. ^ Pendekatan ABC oleh Pemerintah Amerika Serikat:

Abstinence or delay of sexual activity, especially for youth(berpantang atau menunda kegiatan seksual,

terutama bagi remaja),

Being faithful, especially for those in committed relationships(setia pada pasangan, terutama bagi orang

yang sudah memiliki pasangan),

Condom use, for those who engage in risky behavior(penggunaan kondom, bagi orang yang melakukan

perilaku berisiko).

68. ^ "Yayasan Bhakti Gelar Orasi Panggung", Bali Post, 2 Desember 2003

69. ^ Sperling, R. S., Shapirom D. E., Coombsm R. W., Todd, J. A., Herman, S. A., McSherry, G.

D., O'Sullivan, M. J., Van Dyke, R. B., Jimenez, E., Rouzioux, C., Flynn, P. M., Sullivan, J. L.

(1996). "Maternal viral load, zidovudine treatment, and the risk of transmission of human
immunodeficiency virus type 1 from mother to infant". N. Engl. J. Med. 335 (22): 1621–

1629.PubMed.

70. ^ Berry, S. (2006-06-08). "Children, HIV and AIDS". avert.org. Diakses pada 15 Juni 2006.

71. ^ a b Department of Health and Human Services (February, 2006). "A Pocket Guide to Adult

HIV/AIDS Treatment February 2006 edition". Diakses pada 1 September 2006.

72. ^ Department of Health and Human Services (February, 2006)."A Pocket Guide to Adult

HIV/AIDS Treatment February 2006 edition". Diakses pada 1 September 2006.

73. ^ Department of Health and Human Services Working Group on Antiretroviral Therapy and

Medical Management of HIV-Infected Children (3 November, 2005). "Guidelines for the Use of
Antiretroviral Agents in Pediatric HIV Infection" (PDF). Diakses pada 17 Januari 2006.

74. ^ Department of Health and Human Services Panel on Clinical Practices for Treatment of HIV

Infection (October 6, 2005)."Guidelines for the Use of Antiretroviral Agents in HIV-1-Infected


Adults and Adolescents" (PDF). Diakses pada 17 Januari 2006.

75. ^ Martinez-Picado, J., DePasquale, M. P., Kartsonis, N., Hanna, G. J., Wong, J., Finzi, D.,

Rosenberg, E., Gunthard, H. F., Sutton, L., Savara, A., Petropoulos, C. J., Hellmann, N.,
Walker, B. D., Richman, D. D., Siliciano, R. and D'Aquila, R. T. (2000). "Antiretroviral
resistance during successful therapy of human immunodeficiency virus type 1 infection". Proc.
Natl. Acad. Sci. U. S. A. 97 (20): 10948–10953. PubMed.

76. ^ Dybul, M., Fauci, A. S., Bartlett, J. G., Kaplan, J. E., Pau, A. K.; Panel on Clinical Practices

for Treatment of HIV. (2002). "Guidelines for using antiretroviral agents among HIV-infected
adults and adolescents". Ann. Intern. Med. 137 (5 Pt 2): 381–433. PubMed.

77. ^ Blankson, J. N., Persaud, D., Siliciano, R. F. (2002). "The challenge of viral reservoirs in HIV-
1 infection". Annu. Rev. Med.53: 557–593. PubMed.

78. ^ Palella, F. J., Delaney, K. M., Moorman, A. C., Loveless, M. O., Fuhrer, J., Satten, G. A.,

Aschman, D. J. and Holmberg, S. D. (1998). "Declining morbidity and mortality among


patients with advanced human immunodeficiency virus infection". N. Engl. J. Med. 338 (13):

853–860. PubMed.

79. ^ Wood, E., Hogg, R. S., Yip, B., Harrigan, P. R., O'Shaughnessy, M. V. and Montaner, J. S.

(2003). "Is there a baseline CD4 cell count that precludes a survival response to modern
antiretroviral therapy?". AIDS 17 (5): 711–720.PubMed.

80. ^ Chene, G., Sterne, J. A., May, M., Costagliola, D., Ledergerber, B., Phillips, A. N., Dabis, F.,

Lundgren, J., D'Arminio Monforte, A., de Wolf, F., Hogg, R., Reiss, P., Justice, A., Leport, C.,

Staszewski, S., Gill, J., Fatkenheuer, G., Egger, M. E. and the Antiretroviral Therapy Cohort

Collaboration. (2003). "Prognostic importance of initial response in HIV-1 infected patients


starting potent antiretroviral therapy: analysis of prospective studies".Lancet 362 (9385): 679–

686. PubMed.

81. ^ King, J. T., Justice, A. C., Roberts, M. S., Chang, C. H., Fusco, J. S. and the CHORUS

Program Team. (2003). "Long-Term HIV/AIDS Survival Estimation in the Highly Active
Antiretroviral Therapy Era". Medical Decision Making 23 (1): 9–20. PubMed.

82. ^ Tassie, J.M., Grabar, S., Lancar, R., Deloumeaux, J., Bentata, M., Costagliola, D. and the

Clinical Epidemiology Group from the French Hospital Database on HIV. (2002). "Time to
AIDS from 1992 to 1999 in HIV-1-infected subjects with known date of infection". Journal of
acquired immune deficiency syndromes30 (1): 81–7. PubMed.

83. ^ Becker SL, Dezii CM, Burtcel B, Kawabata H, Hodder S. (2002). "Young HIV-infected adults
are at greater risk for medication nonadherence". MedGenMed. 4 (3): 21. PubMed.

84. ^ Nieuwkerk, P., Sprangers, M., Burger, D., Hoetelmans, R. M., Hugen, P. W., Danner, S. A.,

van Der Ende, M. E., Schneider, M. M., Schrey, G., Meenhorst, P. L., Sprenger, H. G.,

Kauffmann, R. H., Jambroes, M., Chesney, M. A., de Wolf, F., Lange, J. M. and the ATHENA

Project. (2001). "Limited Patient Adherence to Highly Active Antiretroviral Therapy for HIV-1
Infection in an Observational Cohort Study". Arch. Intern. Med. 161 (16): 1962–

1968. PubMed.

85. ^ Kleeberger, C., Phair, J., Strathdee, S., Detels, R., Kingsley, L. and Jacobson, L. P. (2001).

"Determinants of Heterogeneous Adherence to HIV-Antiretroviral Therapies in the Multicenter


AIDS Cohort Study". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. 26 (1): 82–92. PubMed.
86. ^ Heath, K. V., Singer, J., O'Shaughnessy, M. V., Montaner, J. S. and Hogg, R. S. (2002).

"Intentional Nonadherence Due to Adverse Symptoms Associated With Antiretroviral


Therapy". J. Acquir. Immune Defic. Syndr. 31 (2): 211–217. PubMed.

87. ^ Montessori, V., Press, N., Harris, M., Akagi, L., Montaner, J. S. (2004). "Adverse effects of
antiretroviral therapy for HIV infection.". CMAJ 170 (2): 229–238. PubMed.

88. ^ Saitoh, A., Hull, A. D., Franklin, P. and Spector, S. A. (2005). "Myelomeningocele in an infant
with intrauterine exposure to efavirenz". J. Perinatol. 25 (8): 555–556. PubMed.

89. ^ a b c Ferrantelli F, Cafaro A, Ensoli B. (2004). "Nonstructural HIV proteins as targets for
prophylactic or therapeutic vaccines".Curr Opin Biotechnol. 15 (6): 543–556. PubMed.

90. ^ Laurence J. (2006). "Hepatitis A and B virus immunization in HIV-infected persons". AIDS
Reader 16 (1): 15–17. PubMed.

91. ^ Saltmarsh, S. (2005). "Voodoo or valid? Alternative therapies benefit those living with
HIV". Positively Aware 3 (16): 46.PubMed.

92. ^ Nicholas PK, Kemppainen JK, Canaval GE, et al (February 2007). "Symptom management
and self-care for peripheral neuropathy in HIV/AIDS". AIDS Care 19 (2): 179–

89.doi:10.1080/09540120600971083. PMID 17364396. Diakses pada 28 April 2008.

93. ^ Liu JP, Manheimer E, Yang M (2005). "Herbal medicines for treating HIV infection and

AIDS". Cochrane Database Syst Rev(3):

CD003937. doi:10.1002/14651858.CD003937.pub2.PMID 16034917.

94. ^ a b Irlam JH, Visser ME, Rollins N, Siegfried N (2005). "Micronutrient supplementation in

children and adults with HIV infection". Cochrane Database Syst Rev (4):

CD003650.doi:10.1002/14651858.CD003650.pub2. PMID 16235333.

95. ^ Hurwitz BE, Klaus JR, Llabre MM, et al (January 2007). "Suppression of human

immunodeficiency virus type 1 viral load with selenium supplementation: a randomized


controlled trial". Arch. Intern. Med. 167 (2): 148–

54.doi:10.1001/archinte.167.2.148. PMID 17242315.

96. ^ Power R, Gore-Felton C, Vosvick M, Israelski DM, Spiegel D (June 2002). "HIV:

effectiveness of complementary and alternative medicine". Prim. Care 29 (2): 361–

78. PMID12391716.

97. ^ (Inggris)"Hypothyroxinemia in acquired immune deficiency syndrome (AIDS).". Department

of Radiation Medicine, University of Nigeria Teaching Hospital; Ezeala CC, Chukwurah E..

Diakses pada 18 Juli 2010.

98. ^ (Inggris)"Hyperthyroidism stimulates mitochondrial proton leak and ATP turnover in rat

hepatocytes but does not change the overall kinetics of substrate oxidation
reactions".Department of Biochemistry, University of Cambridge; Harper ME, Brand MD..

Diakses pada 18 Juli 2010.


99. ^ (Inggris)"Chemiosmotic Gradient: Generation and Maintenance". Department of

Biochemistry & Cell Biology; Rice University. Diakses pada 18 Juli 2010.

100. ^ UNAIDS (2006). "Annex 2: HIV/AIDS estimates and data, 2005" (PDF). 2006 Report on the

global AIDS epidemic. Diakses pada 8 Juni 2006.

101. ^ UNAIDS (2001). "Special Session of the General Assembly on HIV/AIDS Round table 3

Socio-economic impact of the epidemic and the strengthening of national capacities to


combat HIV/AIDS" (PDF). Diakses pada 15 Juni 2006.

102. ^ CDC (1981). "Pneumocystis Pneumonia — Los Angeles". CDC. Diakses pada 17 Januari

2006.

103. ^ Reeves, J. D. and Doms, R. W (2002). "Human Immunodeficiency Virus Type 2". J. Gen.
Virol. 83 (Pt 6): 1253–1265. PubMed.

104. ^ Keele, B. F., van Heuverswyn, F., Li, Y. Y., Bailes, E., Takehisa, J., Santiago, M. L.,

Bibollet-Ruche, F., Chen, Y., Wain, L. V., Liegois, F., Loul, S., Mpoudi Ngole, E., Bienvenue,

Y., Delaporte, E., Brookfield, J. F. Y., Sharp, P. M., Shaw, G. M., Peeters, M., Hahn, B. H.

(2006). "Chimpanzee Reservoirs of Pandemic and Nonpandemic HIV-


1". Science Online 2006-05-25.PubMeddoi:10.1126/science.1126531.

105. ^ Cohen, J. (2000). "Vaccine Theory of AIDS Origins Disputed at Royal


Society". Science 289 (5486): 1850–1851. PubMed.

106. ^ Curtis, T. (1992). "The origin of AIDS". Rolling Stone (626): 54–59, 61, 106, 108.

107. ^ Hooper, E. (1999). The River : A Journey to the Source of HIV and AIDS (edisi ke-1st).

Boston, MA: Little Brown & Co. hlm. 1–1070. ISBN 0-316-37261-7.

108. ^ Worobey M, Santiago ML, Keele BF, Ndjango JB, Joy JB, Labama BL, Dhed'A BD,

Rambaut A, Sharp PM, Shaw GM, Hahn BH (2004). "Origin of AIDS: contaminated polio
vaccine theory refuted". Nature 428 (6985): 820. PubMed.

109. ^ Berry N, Jenkins A, Martin J, Davis C, Wood D, Schild G, Bottiger M, Holmes H, Minor P,

Almond N (2005). "Mitochondrial DNA and retroviral RNA analyses of archival oral polio

vaccine (OPV CHAT) materials: evidence of macaque nuclear sequences confirms substrate
identity". Vaccine 23: 1639–1648. PubMed.

110. ^ Centers for Disease Control and Prevention (2004-03-23)."Oral Polio Vaccine and HIV /

AIDS: Questions and Answers". Diakses pada 20 November 2006.

111. ^ UNAIDS (2006). "The impact of AIDS on people and societies" (PDF). 2006 Report on the

global AIDS epidemic. Diakses pada 14 Juni 2006.

112. ^ Ogden, J. and Nyblade, L. (2005). "Common at its core: HIV-related stigma across

contexts" (PDF). International Center for Research on Women. Diakses pada 15 Februari
2007.

113. ^ a b c Herek, G. M. and Capitanio, J. P. (1999). "AIDS Stigma and sexual prejudice" (PDF).

Am. Behav, Scientist. Diakses pada 27 Maret 2006.


114. ^ Snyder M, Omoto AM, Crain AL. (1999). "Punished for their good deeds: stigmatization for
AIDS volunteers". American Behavioral Scientist 42 (7): 1175–1192.

115. ^ Herek GM, Capitanio JP, Widaman KF. (2002). "HIV-related stigma and knowledge in the

United States: prevalence and trends, 1991–1999" (PDF). Am. J. Public Health. 92 (3): 371–

377.

116. ^ a b Greener, R. (2002). "AIDS and macroeconomic impact". di dalam S, Forsyth (ed.)

(PDF). State of The Art: AIDS and Economics. IAEN. hlm. 49–55.

117. ^ Over, M. (1992). "The macroeconomic impact of AIDS in Sub-Saharan Africa, Population

and Human Resources Department". The World Bank.

118. ^ Duesberg, P. H. (1988). "HIV is not the cause of AIDS".Science 241 (4865): 514,

517. PubMed.

119. ^ Papadopulos-Eleopulos, E., Turner, V. F., Papadimitriou, J., Page, B., Causer, D., Alfonso,

H., Mhlongo, S., Miller, T., Maniotis, A. and Fiala, C. (2004). "A critique of the Montagnier
evidence for the HIV/AIDS hypothesis". Med Hypotheses 63 (4): 597–601. PubMed.

120. ^ Untuk bukti konsensis ilmu pengetahuan bahwa HIV menyebabkan AIDS, lihat:

 "The Durban Declaration". Nature 406 (6791): 15-6. 13 September

2000. doi:10.1038/35017662. PMID10894520. - full text here.

 Cohen, J. (1994). "The Controversy over HIV and AIDS".Science 266 (5191): 1642–

1649.

 Various. "Focus on the HIV-AIDS Connection: Resource links". National Institute of


Allergy and Infectious Diseases. Diakses pada 7 September 2006.

 O'Brien SJ, Goedert JJ (1996). "HIV causes AIDS: Koch's postulates fulfilled". Curr.
Opin. Immunol. 8 (5): 613-8. PMID8902385.

 Galéa P, Chermann JC (1998). "HIV as the cause of AIDS and associated


diseases". Genetica 104 (2): 133-42. PMID10220906.

121. ^ Watson J (2006). "Scientists, activists sue South Africa's AIDS 'denialists'". Nat.
Med. 12 (1): 6. doi:10.1038/nm0106-6a.PMID 16397537.

122. ^ Baleta A (2003). "S Africa's AIDS activists accuse government of


murder". Lancet 361 (9363): 1105. PMID 12672319.

123. ^ Cohen J (2000). "South Africa's new enemy". Science 288(5474): 2168-

70. PMID 10896606.

[sunting]Bacaan lanjutan

 (Inggris)"2007 AIDS epidemic update" (pdf). UNAIDS. Diakses pada 21 Maret 2008.

 (Inggris)"UNAIDS Annual Report - Making the money work" (pdf). UNAIDS. Diakses pada 21

Maret 2008.
 (Inggris)"Financial Resources Required to Achieve, Universal Access to HIV Prevention,

Treatment Care and Support" (pdf). UNAIDS. Diakses pada 21 Maret 2008.

 (Inggris)"Practical Guidelines for Intensifying HIV Prevention" (pdf). UNAIDS. Diakses pada

21 Maret 2008.

 (Inggris)"Antiretroviral Formulations" (pdf). US Department of Health and Human Services.

Diakses pada 21 Maret 2008.

 (Inggris)"Approved Medications to Treat HIV Infection" (pdf). US Department of Health and

Human Services. Diakses pada 21 Maret 2008.

 (Inggris)"The HIV Life Cycle" (pdf). US Department of Health and Human Services. Diakses

pada 21 Maret 2008.


[sunting]Pranala luar

Lihat informasi mengenai


aids di Wiktionary.

Wikimedia
Commons memiliki galeri
mengenai:

AIDS

Wikiquote memiliki koleksi


kutipan yang berkaitan
dengan:

AIDS

Wikisource memiliki naskah


sumber yang berkaitan
dengan artikel ini:

Muzakarah Nasional

Ulama tentang

Penanggulangan

Penularan HIV/AIDS

 (Indonesia)Situs web Komisi Penanggulangan AIDS Nasional

 (Indonesia)Yayasan AIDS Indonesia

 (Indonesia)Yayasan Spiritia — kelompok dukungan sebaya oleh dan untuk orang yang hidup

dengan HIV

 (Indonesia)Portal Komunitas AIDS Indonesia

 (Inggris)The Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS)


 (Inggris)International AIDS Society — asosiasi independen pakar HIV/AIDS internasional

 (Indonesia)Informasi Infeksi HIV

Kategori:

 AIDS
 Pandemik
 Sindrom

 Buat akun baru


 Masuk log
 Halaman
 Pembicaraan
 Baca
 Perubahan tertunda
 Sunting
 Versi terdahulu

 Halaman Utama
 Perubahan terbaru
 Peristiwa terkini
 Halaman sembarang
Komunitas
 Warung Kopi
 Portal komunitas
 Bantuan
Wikipedia
Cetak/ekspor
Peralatan
Bahasa lain
 Afrikaans
 Alemannisch
 አአአአ
 Aragonés
 ‫العربية‬
 ‫مصرى‬
 অসমীয়া
 Asturianu
 Azərbaycanca
 Žemaitėška
 Беларуская
 беларуская (тарашкевіца)
 Български
 Bamanankan
 বাাংলা
 Brezhoneg
 Bosanski
 Català
 ‫کوردی‬
 Česky
 Чӑвашла
 Cymraeg
 Dansk
 Deutsch
 ަ ‫ިދ ެވ ިހ‬
ް‫ބސ‬
 Ελληνικά
 English
 Esperanto
 Español
 Eesti
 Euskara
 ‫فارسی‬
 Suomi
 Võro
 Føroyskt
 Français
 Furlan
 Frysk
 Gaeilge
 贛語
 Gàidhlig
 Galego
 ગુજરાતી
 ‫עברית‬
 हिन्दी
 Hrvatski
 Kreyòl ayisyen
 Magyar
 Հայերեն
 Interlingua
 Ilokano
 Íslenska
 Italiano
 日本語
 Basa Jawa
 ქართული
 Kongo
 Gĩkũyũ
 Қазақша
 ភាសាខ្មែ រ
 ಕನ್ನ ಡ
 한국어
 Kurdî
 Latina
 Lëtzebuergesch
 Лезги
 Lingála
 አአአ
 Lietuvių
 Latviešu
 Олык марий
 Македонски
 മലയാളം
 Монгол
 मराठी
 Bahasa Melayu
 Malti
 မြန်ြာဘာသာ
 ने पाली
 አአአአአ አአአአ
 Nederlands
 norsk (nynorsk)
 norsk (bokmål)
 Diné bizaad
 Occitan
 Papiamentu
 Polski
 ‫پنجابی‬
 ‫پښتو‬
 Português
 Runa Simi
 Română
 Armãneashce
 Русский
 Русиньскый
 संस्कृतम्
 Sicilianu
 Srpskohrvatski / српскохрватски
 සිංහල
 Simple English
 Slovenčina
 Slovenščina
 Shqip
 Српски / srpski
 Svenska
 Kiswahili
 தமிழ்
 తెలుగు
 Тоҷикӣ
 ไทย
 Tagalog
 Türkçe
 ChiTumbuka
 Українська
 ‫اردو‬
 Oʻzbekcha
 Tshivenda
 Vèneto
 Tiếng Việt
 Winaray
 ‫ייִדיש‬
 Yorùbá
 中文
 Bân-lâm-gú
 粵語

 Halaman ini terakhir diubah pada 18.16, 4 September 2012.


 Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin
berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

 Kebijakan privasi

 Tentang Wikipedia

 Penyangkalan

 Tampilan seluler

Anda mungkin juga menyukai