Anda di halaman 1dari 70

Rhinosinusitis

Tujuan pembelajaran
1. Anatomi
2. Definisi & epidemiologi
3. Etiologi
4. Fisiologi penciuman
5. Patofisiologi
6. Manifestasi klinis
7. Diagnosis
8. Diagnosis banding
9. Tatalaksana
10. Komplikasi
ANATOMI
OTOT-OTOT FARING
1. Ekternal : Konstriktor faring
- Superior
- Media
- Inferior
2. Internal
- Stilofaring
- Palatofaring
- Salfingofaring
- Palatoglosus
- Levator vili palatini
Inferior pharyngeal constrictor muscle
DEFINISI
&
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
• Faktor Host
• Faktor Agent
• Faktor Lingkungan
Faktor Host
• Umur, Jenis Kelamin, dan Ras
• Rinitis alergi
• Infeksi gigi
• Kelainan anatomi hidung
• Kelainan kongenital
Faktor Agent
• Infeksi virus (Rhinovirus, influenza virus)
• Infeksi bakteri (Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae)
• Infeksi jamur (Aspergillus, Candida)
Faktor Lingkungan
• Polusi udara
• Udara dingin
• Pekerjaan
• Hewan peliharaan
FISIOLOGI PENCIUMAN
• Mukosa olfaktorius  bercak mukosa 3cm² diatap rongga hidung,
mengandung 3 jenis sel (reseptor olfaktorius, penunjang, basal)

Prekursor u/ sel
reseptor olfac. baru

Hasil: mukus ->


lapisi sal.hidung
• Sel reseptor olfak  neuron aferen, yang reseptornya di mukosa
olfaktorius di hidung, yang akson aferennya berjalan ke dalan otak.

• Silia  mengandung tempat


untuk mengikat odoran.

• Bernafas normal  odoran


mencapai reseptor dengan
cara difusi  karna mukosa
olfak. Terletak diatas aliran
udara

• Mengendus  >>udara yang


kearah mukosa olfak. 
>>molekul odoriferus
berkontak dengan mukosa
• Syarat suatu bahan dapat dibaui:
1. Cukup mudah menguap  sehingga sebagian molekul
dapat masuk ke hidung melalui udara ketika inspirasi

2. Cukup larut air  sehingga dapat masuk ke lapisan


mukus yang menutupi mukosa olfaktorius
• Hidung : 5juta reseptor olfaktorius dengan 1000 tipe berbeda
• 1 reseptor  berespon 1 komponen diskret suatu bau (tidak seluruh
molekul odoran)

Sinyal bau
aktifkan Protein G
+
reseptor olfaktorius

Memicu jenjang reaksi intrasel dependen-cAMP  nyebabkan


terbuka saluran Na+  perpindahan ion (depolarisasi) 
hasilkan potensial aksi di serat aferen
• Serat-serat aferen dari
ujung reseptor dihidung 
lubang-lubang halus di
lempeng tulang gepeng 
bersinaps di bulbus
olfactorius
• @bulbus olfak berukuran
buah anggur kecil &
dilapisi taut-taut saraf
kecil mirip-bola
(glomerulus)
• Di glomerulus  ujung
saraf pembawa informasi
bau bersinaps dengan sel
berikutnya (sel mitral)
• 1 glomerulus = 1
komponen bau 
sehingga berfungsi
sebagai “arsip bau”  1
komponen = 1 arsip / 1
glomerulus
• Glomerulus = pemroses pertama informasi
bau  sebagai kunci awal  lalu
disempurnakan oleh sel mitral & diteruskkan
ke otak.
Sistem olfaktorius cepat beradaptasi dan odoran
cepat dibersihkan

• Sensitivitas terhadap bau cepat ber(-) setelah terpajan singkat


dengan bau-nya, walaupun sumber masih ada.
• (-) sensitivitas bukan karna adaptasi reseptor(karna reseptor
beradaptasi lambat)
• Odoran dibersihkan dari tempat pengikatan di reseptor olfak
enzim “pemakan bau” dimukosa hidung  sehingga tidak terus
merangsang reseptor olfak
• Struktur kimiawi enzim pembersih odoran sangat mirip dengan enzim
detoksifikasi di hati  dispekulasikan enzim di hidung selain sebagai
pembersih odoran dimukosa, dia juga merubah bahan-bahan kimia
yang toksik jadi molekul tak berbahaya
PATOFISIOLOGI
Pendahuluan
• Rhinosinusitis merupakan peradangan pada
membran mukosa hidung (rhinitis) dan
membran mukosa sinus paranasal (sinusitis).

• Rhinosinusitis biasanya adalah lanjutan dari


proses inflamasi di mukosa hidung (rhinitis).
Rhinitis

Sinusitis
• Rhinosinusitis berdasarkan etiologinya dapat
dibedakan menjadi :

 rhinosinusitis “infeksius”
 Virus, bakteri, dll
 rhinosinusitis “non-infeksius”
 Alergi (84%)
 Kelainan struktur anatomi (septum deviasi)

Sebagian besar rhinosinusitis disebabkan infeksi virus (common cold) dan alergi
Patofisiologi rhinosinusitis
infeksius
Agen infeksius Inhalasi Masuk Kontak dengan Proses
(virus, bakteri, dll) cavum nasi mukosa hidung imunologis

Masuk sinus Hipersekresi Proses


paranasal mukus peradangan

Edema Kerusakan Hipersekresi Vasodilatasi


mukosa sinus epitel dan mukus kapiler
paranasal silia
Permeabilitas
kapiler

Mukus terbendung Drainase sinus Meatus nasal Edema mukosa


dalam sinus paranasal tertutup tertutup hidung (konka)

Pertumbuhan Inflamasi bertambah RHINOSINUSITIS


kuman berat
Patofisiologi rhinosinusitis alergi
Alergen (inhalasi)

Berikatan dengan
Masuk Sinus Masuk Cavum
IgE & sel mast
paranasal nasi

Degranulasi
Hipersekresi mukus & sel mast Hipersekresi mukus &
Vasodilatasi kapiler Vasodilatasi kapiler
HISTAMIN
Release
Edema mukosa Edema mukosa
sinus paranasal cavum nasi

Mukus terbendung Drainase sinus Meatus nasal


dalam sinus paranasal tertutup tertutup

Pertumbuhan Terjadi INFLAMASI RHINOSINUSITIS


kuman yang baik
DIAGNOSIS
ANAMNESIS
• KELUHAN UTAMA RS AKUT :
• HIDUNG TERSUMBAT
• NYERI/RASA TEKANAN PADA MUKA
• INGUS PURULEN
• DEMAM
• LESU
ANAMNESIS

• GEJALA LAIN :
• NYERI PIPI TANDA SINUSITIS
MAKSILA
• NYERI DIANTARA ATAU
DIBELAKANG BOLA MATA TANDA
SINUSITIS ETHMOID
• NYERI DI DAHI ATAU SELURUH
KEPALA TANDA SINUSITIS
FRONTAL
• NYERI DI VERTEX, OKSIPITAL,
BELAKANG BOLA MATA DAN
DAERAH MASTOID TANDA
SINUSITIS SFENOID
ANAMNESIS

• GEJALA LAIN :
• SAKIT KEPALA
• HIPOSMIA/ANOSMIA
• HALITOSIS (BAU NAFAS TDK SEDAP)
• POST NASAL DRIP
• BATUK DAN SESAK PADA ANAK
• GANGGUAN TENGGOROK
• GANGGUAN TELINGA (SUMBATAN KRONIK TUBA
EUSTACHIUS)
• GANGGUAN PARU (BRONKITIS DAN
BRONKIEKTASIS)
PEMERIKSAAN FISIK
• RINOSKOPI ANTERIOR DAN POSTERIOR
• PUS DI MEATUS MEDIUS (PADA SINUS PARANASALES
ANTERIOR)
• PUS DI MEATUS SUPERIOR (PADA SINUS PARANASALES
POSTERIOR)
• MUKOSA EDEMA DAN HIPEREMIS
• NASOENDOSKOPI
• TRANSILUMINASI
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• PHOTO RO : SINUS PARANASALES
• POSISI : WATERS, PA DAN LATERAL
• CT SCAN
DIAGNOSIS BANDING
 Reseptor organ penghidu terdapat diregio olfaktorius bagian
sepertiga atas
 Gangguan penghidu akan terjadi bila ada yang menghalangi
sampainya partikel bau ke reseptor saraf atau ada kelainan
pada n.olfaktorius
Macam-macam kelainan penghidu
• Hiposmia : bila daya penghidu berkurang
• Anosmia : bila daya penghidu hilang
• Parosmia : bila sensasi penghidu berubah
• Kakosmia : bila ada halusinasi bau
Hiposmia  obstruksi hidung seperti
 Rhinitis alergi
 Rhinitis vasomotor
 Sinusitis
 Deviasi septum
 Polip hidung
Rhinitis alergi

• Penyaki inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi


pada pasien terjadi berulang

Gejala :
• Khasnya : serangan bersin berulang
• Keluar ingus (rinore) encer dan banyak
• Hidung tersumbat
• Hidung dan mata gatal disertai airmata keluar
Rhinitis vasomotor

• Rinitis vasomotor adalah suatu inflamasi mukosa hidung


yang bukan merupakan proses alergi, bukan proses
infeksi, menyebabkan terjadinya obstruksi hidung dan
rinorea

Gejala :
• hidung tersumbat terus menerus dan berarir
• Sekret hidung yang berlebihan
• Jarang disertai bersin dan tidak disertai gatal di mata
• Pada pemeriksaan tampak edema konka
Sinusitis akut
• Radang sinus paranasal

Gejala :
• Batuk dan pilek lebih dari 7 hari
• Hidung tersumbat
• ingus kental dan kadang berbau dan mengalir ke
nasofaring (post nasal drip)
• Nyeri didaerah sinus yang terkena
Deviasi septum

• Septum nasi yang tidal terletak lurus ditengah hidung


ditemukan deviasi berbentuk c atau s
• Menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung sehingga
fungsi hidung terganggu

Gejala :
• Sumbatan hidung menetap
• Bertambah berat bila flu atau rhinitis
• Deviasi terdapat konka hipertrofi
• Nyeri kepala dan sekitar mata
• Epistaksis
• Gangguan penciuman
Polip hidung

• Massa lunak berwarna putih atau keabuan yang terdapat


dalam rongga hidung
• Polip hidung yang berasal dari sinus maksila yang keluar
melalui rongga hidung dan membesar di koana dan
nasofaring
• Terjadi akibat reaksi alergi pada mukosa hidung

Gejala :
• Sumbatan hidung yang menetap
• Hiposmia
• Ingus purulen
TATALAKSANA
Akut Sub akut

Kronik
Rhinosinusitis Akut
• Ab lini 1 gol. Penisilin / cotrimoxazol (2x24jam)
• Antihistamin/ kortikostreoid (pasien atopi)
• Dekongestan oral + topikal ( 5 hari)
Rhinosinusitis Subakut
• Terapi medikamentosa:
• Ab spektrum luas 10-14 hari
• Dekongestan
• Analgetik
• mukolitik
• Tindakan :
 Disinari Ultra Short Wave Diathermy 5-6x
 Pencucian sinus dengan cara Proetz untuk letaknya
di ethmoid, frontal dan sphenoid
 Pungsi irigasi untuk letak di maxilaris
Ultra short wave diathermy
Rinosinusitis Kronik

Terapi medikamentosa
1. Antibiotik 10-14 hari
2. Antiinflamasi kortikosteroid topikal atau sistemik
3. Dekongestan oral/ topikal
4. Antihistamin
5. mukolitik
Terapi Operatif
• Bedah Sinus Endoskopik Fungsional
• Pemebdahan bedasarkan letak sinus :
• Sinus maxilla : operasi cadhwell - luc
• Sinus eithmoid : eithmoidektomi
• Sinus frontal dan sinus sfenoid : operasi killian
KOMPLIKASI
Komlikasi Rinitis Alergi

. Polip hidung

. Otitis media

. Sinusitits paranasal

. Disfungsi tuba
Referensi
• Sherwood, lauralee. Fisiologi manusia: dari sel ke
sistem. Edisi ke-6. 2012. Jakarta: EGC,2012

Anda mungkin juga menyukai