Anda di halaman 1dari 103

MINI LECTURE RHINITIS

Preceptor: dr. Pramusinto Adhy, Sp.THT-KL

1. Anastasia Della 1915104


2. Astari Yuliandhany 1915086
3. Eprillia 1915112
4. Gissela Iriani S.P. 1915132
5. Jemira Inerta L. 1915096
Anatomi Rongga Hidung
Cavitas Nasi
• Rongga hidung  ruangan besar berisi udara. Berbentuk seperti piramida dan
dibatasi oleh tulang-tulang (tepat di bawah fossa cranii posterior) dan di bagian
depan ditutupi oleh tulang rawan.
Batas Cavitas Nasi
Lanjt. Batas Cavitas Nasi
Batas Cavitas Nasi
• Atas (apex) : relatif sempit, tersusun dari depan ke belakang oleh os frontale,
os. Ethmoidale, dan os sphenoidale
• Dasar : sebagian besar oleh os maxilla dan sebagian kecil oleh os
palatinum
• Dinding medial : septum nasi bagian tengah dibentuk oleh os ethmoidale
dan os vomer
• Dinding lateral : concha nasalis superior, concha nasalis media, dan concha
nasalis inferior.
• Anterior : Apertura piriformis
• Posterior : Coana
Perdarahan Cavitas Nasi
Drainase Vena Cavitas Nasi
Persarafan Cavitas Nasi
Anatomi Sinus Paranasalis
Sinus Paranasalis
Terdapat 4 sinus:
• Sinus maxillaris
• Sinus Frontalis
• Sinus sphenoidalis
• Cellulae Ethmoidale
(anterior dan posterior)
Merupakan rongga berisi udara yang
bermuara ke dalam cavitas nasi (lewat
meatus) dan dipersarafi N.
Trigeminus.
Lanjt. Sinus Paranasalis
Sinus Maxilaris / Antrum Highmore

• Sinus paranasal yang paling besar


• Drainase ke hiatus semilunaris
• Sinus yang paling pertama berkembang  berisi
cairan saat lahir

• Perkembangan bifasik  0-3 tahun dan 7-12


tahun

• Sejak lahir s.d. 9 tahun  di atas cavitas nasi

• Umur 9 tahun 🡪  bagian bawah sinus maxilaris


sejajar dengan bagian bawah cavitas nasi
Lanjt. Sinus Maxillaris/Antrum Highmore
• Struktur sinus maxilaris  Berbentuk piramid dengan
volume 15 ml (34x33x23 mm)
• Dasar  Dinding nasal dengan puncak menuju processus
zygomaticum
• Anterior
• Foramen intraorbitalis bagian midsuperior dengan
N.Infraorbitalis melewati atap sinus dan keluar
melewati foramen
• Bagian paling tipis dinding anterior di atas gigi
caninus  fossa cannina
• Atap  Dibentuk dasar orbita
• Posterior  Fossa pterygomaxilaris dengan arteri
maxillaris interna, ganglion sphenopalatine, kanalis vidian,
nervus palatinus, dan foramen rotundum
Sinus Sphenoidalis
• Terletak dalam corpus ossis sphenoidales dan
mungkin diperluas ke daerah sayap tulang ini.
• Batas:
• Superior : Cavitas cranii (dekat dengan
glandula hypofisis dan chiasma opticum)
• Lateral : Sinus cavernosus
• Inferior dan Anterior : Cavitas nasi
• Persarafan :
• Cabang n. opthalmicus (ramus
ethmoidalis posterior)
• N. maxilaris (ramus orbitalis dari ganglion
pterygopalatinum)
Sinus Frontalis
• Ukuran bervariasi

• Terletak paling superior diantara sinus

• Berbentuk segitiga dan bagian dari os frontale

• Bermuara  Dinding lateral meatus nasi medius


bagian anterior hiatus semilunaris

• Persarafan  N. supraorbitalis

• Perdarahan  A. ethmoidalis anterior


Cellulae Ethmoidales

• Terletak pada kedua sisi os ethmoidale


• Dipisahkan:
⮚cavitas orbitalis oleh lamina orbitalis os
ethmoidale
⮚Cavitas nasi oleh dinding medial
labyrinthus ethmoidale
• Persarafan :
⮚ N. nasociliaris
⮚ Rami orbitales N. maxillaris
• Perdarahan → A. ethmoidalis anterior dan
posterior
Histologi Rongga Hidung
Vestibulum
• dilapisi epitel berlapis
gepeng berkeratin
• terdapat
• glandula sebasea
• glandula sudorifera
• vibrisa (rambut hidung)
• peralihan epitel menjadi
epitel respirasi→ limen
nasi
• epitel respiratorik
melapisi hampir seluruh
kavum nasi kec konka
nasalis superior
Konka Nasalis Superior
• Epitel silindris bertingkat
semu tanpa sel goblet
• membrana basalis
• lamina propria
• p.darah, saraf olfaktorius, dan
kelenjar serosa (Bowman)
untuk sekresi cairan sekitar
silia dan mempermudah akses
zat pembau yang baru
• Komposisi mucus: air,
mukopolisakarida, protein &
antibody, odorant binding
protein, enzim dan garam-
garam
https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/
histology-of-the-upper-respiratory-tract
• 3 jenis epitel olfaktorius
• sel basal
• sel punca
• kecil, berbentuk kerucut, terletak
dilamina basalis
• sel penyokong
• kolumner, puncak lebih silindris, dasar
lebih sempit
• neuron olfaktorius
• terdapat pada seluruh lapisan epitel
olfaktorius
• fungsi: reseptor bau
Kavum nasi
• 5 jenis epitel respiratorik→ epitel
silindris bertingkat bersilia bersel
goblet
• sel silindris bersilia
• terbanyak
• silia pada permukaan apikal
• sel goblet
• granula glikoprotein musin pada apikal
• sel sikat
• 3% dari total epitel respiratorik
• bentuk silindris, apikal kecil, mikrovili pendek
dan tumpul
• sel granul kecil
• berisi granul padat
• sel basal
• terletak di membran basal
• bulat kecil
• sel punca
• membrana basalis
• lamina propria
Sinus Paranasal
• Epitel: lanjutan dari mukosa
hidung
• silindris berlapis semu bersilia
• silia lebih banyak dekat ostium →
mengalirkan lendir ke arah hidung
melalui ostium
• sel goblet paling banyak pada sinus
maksila
• membran basalis
• lamina propria yang melekat
erat dengan periosteum

THT UNPAD
https://www.academia.edu/8237565/Histologi_Hidung
Fisiologi Rongga Hidung
Fungsi Rongga Hidung

• Penghangat
• Nasal mukosa akan menjaga suhu
dalam cavum nasi berkisar antara 31- ● Modifikasi suara
37 derajat Celsius. ● Organ reseptor penghidu
• Kelembapan
• Menaikkan kelembapan relative odoran memenuhi syarat
udara sampai 95% sebelum •  Volatil,
sehingga bercampur dengan udara yang
mencapai nasopharynx terhisap bersama saat inspirasi
•  Sedikit larut air sehingga dapat menembus
• Pembersih dari partikel lapisan mucus untuk mencapai reseptor
lingkungan •  Sedikit larut dalam lipid sehingga tidak ditolak
oleh unsur lipid dari membrane silia
• vibrissae pada vestibulum
• mucus yang mengalir terus menerus
terhadap partikel lainnya seperti
bakteri
Proses Pembau

1.Molekul bau + protein


reseptor olfaktori →
aktivasi protein G dan
adenilat siklase →
produksi cAMP → Na
channel terbuka, ion
natrium masuk
kedalam sel reseptor
olfaktori → depolarisasi
→ potensial aksi
merambat sepanjang
akson sel (nervus
olfaktorius)

Tortora-Principles of anatomy &


physiology
2. bersinaps dengan mitral
cell&tuft cell di bulbus
olfaktorius. Axon bulbus
olfaktorius membentuk
traktus olfaktorius
3.sebagian menuju area
olfaktori primer di korteks
serebral : permukaan medial
dan inferior lobus temporal ->
sadar ada bau
sebagian menuju sistem
limbik dan hipotalamus →
respon emosi dan ingatan
terhadap suatu bau mis mual
saat mencium makanan yang
membuat sakit parah
4.dari area primer → korteks
orbitofrontal : membedakan
bau
Sinus Paranasalis
• Fungsi
• menghasilkan dan membuang mukus
• mengatur tekanan intranasal
• resonansi suara
• memanaskan dan melembabkan udara inspirasi
• shock absorben kepala untuk melindungi organ sensori
• suhu rongga hidung
• pertumbuhan dan bentuk muka
• mempertahankan keseimbangan kepala
• Silia
• mendorong mukus kearah hidung dengan cepat dan efektif
• pengembaliannya lambat
• mucociliary clearance orang dewasa→ 10 menit
• Mukus
• hasil sekresi sel goblet dan kelenjar di tunika propria
• fungsi
• pertahanan tubuh
• IgA
• IgG
• Lisosim → bakteri gram positif
• laktoferin
• faktor imun nonspesifik mis neutrofil, eosinofil, dan makrofag
• Mucociliary blanket
• silia + mukus → selimut aktif dan mantel sinus dan nasal

THT UNPAD
RHINITIS ALERGI
Definisi
Rhinitis alergi merupakan suatu peradangan mukosa hidung non infektif
sebagai akibat reaksi hipersensitif tipe I (diperantarai IgE) terhadap
allergen. Ditandai dengan gejala-gejala seperti: bersin episodic,
rhinorrhoe encer non purulen, obstruksi nasi, rasa gatal sekitar hidung,
mata dan palatum.
Epidemiologi
• Sering dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda (rerata usia 8-11
tahun, sekitar 80% berkembang mulai dari usia 20 tahun)
• Puncak insidensi pada dewasa muda
• Angka kejadian pria = wanita
• Sering disertai dengan asma bronchiale
Etiologi Faktor Risiko

• Melibatkan interaksi lingkungan • Riwayat atopi


dengan predisposisi genetic • Lingkungan dengan kelembaban yang
• Allergen : inhalan, ingestan, injektan, tinggi → tumbuhnya jamur
kontak • Terpaparnya debu tungau biasanya
karpet serta sprai tempat tidur, suhu
yang tinggi.
Klasifikasi berdasarkan ARIA WHO Allergic Rhinitis and it’s
Impact on Asthma
Klasifikasi berdasarkan waktu

RHINITIS ALERGI MUSIMAN RHINITIS ALERGI PERENNIAL


• Ditemukan hanya pada negara sub-tropis • Pada negara beriklim tropis
dengan 4 musim
• Gejala:
• Gejala:
• Bersin-bersin
• Bersin-bersin (>5x bersin setiap serangan)
• Obstruksi nasal • Obstruksi nasal dirasakan berlangsung
• Sekret cair sepanjang tahun
• Rasa gatal pada hidung dan mata • Sekret encer
• Lakrimasi dan peradangan konjungtiva • Allergen: debu rumah, tungau debu rumah,
periodic, bergantung dari musim dan
konsentrasi allergen di udara
serpihan kulit binatang, jamur
• allergen : serbuk sari/ jamur
Diagnosis

Anamnesis
• Gejala rhinitis alergi yang khas:
• terdapat serangan bersin >5x/sehari
• rinorea yang encer dan banyak
• hidung tersumbat
• hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai lakrimasi
Diagnosis

Pemeriksaan Fisik
• Perhatikan adanya allergic salute, yaitu gerakan pasien menggosok hidung dengan
tangannya karena gatal.
• Wajah
• Allergic shiners yaitu dark circles di sekitar mata dan berhubungan dengan vasodilatasi atau
obstruksi hidung
• Nasal crease yaitu lipatan horizontal (horizontal crease) yang melalui setengah bagian bawah
hidung akibat kebiasaan menggosok hidung keatas dengan tangan.
• Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan gigi-geligi (facies adenoid)
• Pada pemeriksaan faring
• dinding posterior faring tampak granuler dan edema (cobblestone appearance), serta dinding
lateral faring menebal
• Lidah tampak seperti gambaran peta (geographic tongue)
• Pada pemeriksaan rinoskopi:
• Mukosa edema, basah, berwarna pucat atau
kebiruan (livide), disertai adanya sekret encer,
tipis dan banyak. Jika kental dan purulen
biasanya berhubungan dengan sinusitis.
• Pada rhinitis alergi kronis atau penyakit
granulomatous  deviasi atau perforasi septum.
• Pada rongga hidung dapat ditemukan massa
seperti polip, atau dapat juga ditemukan
pembesaran konka inferior yang dapat berupa
edema atau hipertropik.
• Pada kulit kemungkinan terdapat dermatitis
atopi.
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan histopatologis:
• Peningkatan aliran darah dan permeabilitas pembuluh darah
• Akumulasi sel mast, eosinophil dan basophil
• Peningkatan jumlah neutrofil, vaskularisasi, kolagen interstitial, mucus kelenjar dan
penebalan membran basal epitel (pada kasus berat)
• Pemeriksaan laboratorium
• Hitung eosinophil darah tepi  normal / meningkat
• IgE total  seringkali normal
• IgE spesifik dengan RIST (Radio Immuno Sorbent Test) / ELIZA (Enzyme Linked
Immuno Soment Assay Test)
• Skin prick test  untuk mencari etiologi alergi
• Intracutaneous Provocative Dilutional Food Test (IPDFT)  untuk alergi ingestan
Penatalaksanaan Non farmakologi
• Hindari allergen penyebab → berikan pengertian pada pasien dan
keluarga untuk menghindari perilaku dan kebiasaan yang dapat
menyebabkan sakit
• Konseling dan edukasi:
• Menyingkirkan faktor penyebab yang dicurigai
• Menghindari suhu ekstrim panas maupun dingin
• Selalu menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani
Penatalaksanaan Farmakologi
• Terapi lokal
• Antihistamin lokal (azelastine & levocabastine) untuk mengatasi gejala
hidung dan mata
• Dosis Azelastine:
Anak 5 – 11 tahun: 1 semprot 2 kali/hari
Anak > 12 tahun: 2 semprot 2 kali/hari
• Dekongestan lokal: Oxymetazoline, Xylometazoline, Naphazoline
• Kortikosteroid lokal untuk mengurangi efek samping dan meningkatkan efek
anti alergi
• Budesonide intranasal , dosis: usia > 6 tahun → 1-2 semprot 1dd
• Terapi sistemik
• Antihistamin
• Cetirizine
• Anak usia 2-5 tahun: 2,5 mg/dosis 1dd Anak usia > 6 tahun: 5-10 mg/dosis 1dd
• Dekongestan oral
• Ipratropium bromide 0,03% 2 semprotan 2-3dd
• Kortikosteroid oral untuk efek anti inflamasi dan imunosupresi
• Kortison/prednisone
• Imunoterapi
• Tujuan :
• Meningkatkan IgG, IgA mukosa hidung
• Menurunkan kadar IgE
•  Menurunkan reaktifitas dan sensitisasi basophil terhadap allergen dan menurunkan
reaksi fase lambat
Komplikasi
• Sinusitis kronis
• Poliposis nasal
• Sinusitis dengan trias asma
• Asma
• Obstruksi tuba Eustachii → Otitis media
• Hipertrofi tonsil dan adenoid
• Gangguan kognitif
Prognosis
• QAV: ad bonam
• QAF: ad bonam
• QAS: ad bonam
RHINITIS VASOMOTOR
Rinitis Vasomotor
Peradangan mukosa hidung yang idiopatik tanpa
adanya infeksi alergi, perubahan hormonal dan
pajanan obat

• Golongan obstruksi ( blockers )


• Golongan rinore ( runners / sneezers )

55
Epidemiologi
• >> usia dewasa terutama pada wanita
• Biasanya timbul pada dekade ke 3 – 4
• Secara umum prevalensi rinitis vasomotor bervariasi antara 7
– 21%.
Etiologi
• Idiopatik dan diduga akibat gangguan keseimbangan sistem saraf
otonom yang dipicu oleh zat-zat tertentu

Faktor yang mempengaruhi keseimbangan vasomotor :


1. Obat-obatan yang menekan dan menghambat kerja saraf simpatis,
seperti ergotamin, chlorpromazin, obat anti hipertensi dan obat
vasokonstriktor topikal.

57
2. Faktor fisik, seperti iritasi oleh asap rokok, udara dingin, kelembaban
udara yang tinggi dan bau yang merangsang.
3. Faktor endokrin, sepeti keadaan kehamilan, pubertas, pemakaian pil
anti hamil dan hipotiroidisme.
4. Faktor psikis, seperti stress, ansietas dan fatigue.

58
Patogenesis
Patofisiologis
• Sistem saraf otonom → Diameter resistensi pembuluh darah di
hidung diatur oleh sistem saraf simpatis, parasimpatis mengontrol
sekresi kelenjar
• Pada rinitis vasomotor terjadi disfungsi sistem sarafotonom yang
menimbulkan peningkatan kerjaparasimpatis yang disertai
penurunan kerja saraf simpatis.
• Keduanya dapat menimbulkan dilatasi arteriola dan kapiler disertai
peningkatan permeabilitas kapileràtransudasi cairan, edema dan
kongesti.

• Peningkatan peptide vasoaktif dari sel mast termasuk histamin,


leukotrin, prostaglandin, polipeptide intestinal vasoaktif dan kinin →
meningkatkan efek asetilkolindari parasimpatis → rinore
Gejala Klinis
- Bersin-bersin tidak begitu nyata, gatal (-)
- Rinore mucus/serous
- Hidung tersumbat → perubahan posisi
Pemeriksaan Fisik
• Rinoskopi anterior
• edema mukosa hidung, konka hipertrofi dan berwarna merah
gelap (karakteristik), tetapi dapat juga pucat
• Permukaan konka dapat licin / tidak rata
• Pada rongga hidung terdapat sekret mukoid, biasanya sedikit.
Golongan rinore → sekret serosa & banyak
• Rinoskopi posterior
• dapat dijumpai post nasal drip
Diagnosis Banding
Penatalaksanaan
1. Menghindari penyebab / pencetus ( Avoidance therapy )
2. Pengobatan konservatif ( Farmakoterapi ) :
• Dekongestan atau obat simpatomimetik
• Anti histamin
• Kortikosteroid topikal
• Anti kolinergik

66
3. Terapi operatif
• Chemical cautery / electrical cautery
• Cryosurgery
• Vidian neurectomy

67
Komplikasi
1. Sinusitis
2. Eritema pada hidung sebelah luar
3. Pembengkakan wajah

68
RHINITIS HORMONAL
Rinitis Hormonal
Definisi  rinitis akibat sebagai ketidakseimbangan hormon
terdapat peran hormon estrogen
Etiologi
• Terutama dialami wanita saat kehamilan, menstruasi, pubertas dan
pemakaian estrogen eksogen.
Patofisiologi
Estrogen berlebihan menyebabkan
• Dapat memperburuk produksi lendir dan menyebabkan lendir sangat
tebal/tipis
• Turbinat dalam hidung menjadi bengkak
Diagnosis
Anamnesis
• Adanya gejala rinitis (rinorhea, bersin, gatal, hidung tersumbat)
• riwayat Hamil, Menstruasi, Pubertas, Pemakaian estrogen eksogen

Pemeriksaan fisik
• Rinoskopi anterior → Edem konka media atau inferior yg diliputi sekret
encer bening, Mukosa pucat dan edem.

Pemeriksaan Penunjang
• Menyingkirkan rinitis alergi → Prick test, IgE, eosinofil.
• Radiologi sinus
Penatalaksanaan
• Dekongestan
• Kortikosteroid
• Antihistamin
• Irigasi nasal
RHINITIS MEDIKAMENTOSA
Rinitis Medikamentosa
• Definisi : kelainan hidung berupa gangguan respon normal vasomotor
yang diakibatkan oleh pemakaian vasokontrikstor topikal dalam waktu
lama dan berlebihan.
Etiologi
• Obat vasokonstriktor topikal
• Antagonis adreno-reseptor alfa: anti hipertensi dan psikosedatif
• Pil kontrasepsi
• Anti kolinesterase
Diagnosis
Anamnesis:
• Hidung tersumbat
• Sekret banyak
• Riwayat penggunaan obat semprot hidung

Pemeriksaan fisik:
• Membran mukosa hiperemis
• Jaringan mukosa hidung rapuh dan berlendir
• Mulut kering
Patofisiologis
Penatalaksanaan
• Non-medikamentosa
• Hentikan penggunaan dekongestan topikal
• Edukasi
• Medikamentosa
• Prednison
• Irigasi hidung NaCl 0,9%
• Dekongestan oral
Komplikasi
• Perforasi septum
• Rinitis atrofik
• sinusitis
RHINOSINUSITIS
Definisi
Rhinosinusitis merupakan inflamasi mukosa pada hidung dan sinus paranasalis yang
ditandai dengan adanya 2 atau lebih gejala :

• Hidung mampet/ nasal blockage/congestion


• Nasal discharge
• Nyeri pada wajah
• Penurunan atau hilang nya kemampuan penghidu
Klasifikasi
Berdasarkan perjalanan waktu
Berdasarkan Asal Infeksi
1. RHINOSINUSITIS RHINOGENIK
ETIOLOGI
• Setelah rhinitis alergi / infeksi virus pada saluran pernafasan bagian atas
• Alergi hidung yang kronis
• Adanya benda asing
• Berenang dan menyelam
• Ada nya faktor predisposisi deviasi septum nasi
• Rhinosinusitis kronik terutama disebabkan obstruksi berkelanjutan dari satu
atau lebih ostium sinus paranasal
Bakteri penyebab tersering : Faktor predisposisi
- Streptococcus pneumonia - Faktor sistemik berupa
- Streptococcus pyogen melemahnya system imun
- Haemophillus influenza - Faktor lingkungan
- Klebsiella - Faktor local :
1. Adanya variasi anatomi yang
mempersempit lebar ostium ( mis.
deviasi septum).
2. Penyakit mukosa (misalnya alergi
dan polyp).
2. RHINOSINUSITIS ODONTOGENIK
Etiologi:
• Infeksi pada pulpa gigi atau jaringan penyokong gigi.
➢ Bakteri penyebab tersering:
- Peptostreptococcus spp
- Bacteriodes spp
- Haemophilus influenza
- Streptococcus pneumonia

• Trauma:
➢ Perforasi dasar sinus
➢ Benda asing dalam sinus
➢ Terjadi fraktur pada dinding sinus
Patogenesis dan Patofisiologi
Gejala Rhinosinusitis Kriteria diagnosis:
> 2 gejala mayor
kombinasi 1 gejala mayor dan 2 gejala minor
Gejala mayor: Jika hanya ditemukan 1 gejala mayor dengan >2 gejala
minor dinyatakan sugestif.
• Nyeri/rasa tertekan di wajah
• Rasa penuh di wajah
Gejala minor :
• Hidung tersumbat • Nyeri kepala
• Hidung berair/bernanah/perubahan • Demam (pada RS kronik)
warna ingus • Bau mulut
• Penurunan/berkurangnya penghidu • Mudah lelah
• Sakit gigi
• Nanah dalam rongga hidung
• Batuk
• Demam (hanya RS akut) • Nyeri/rasa tertekan/rasa
penuh di telinga
Pemeriksaan Penunjang
• Transluminasi (jarang • Foto polos  posisi waters (sinus
digunakan)  hanya dapat maksila dan frontal), PA (sinus
frontal) dan lateral (sinus frontal,
dilakukan pada sinus frontal sfenoid, ethmoid). Akan terlihat
dan maxilla perselubungan, air fluid level, atau
penebalan mukosa.
Pemeriksaan Penunjang
• CT-Scan (Gold Standard)  menunjukan
penebalan mukosa yang terisolasi atau difus,
perubahan tulang, atau kadar cairan udara.
penunjang diagnosis sinusitis kronik yang
tidak membaik dengan pengobatan atau
pra-operasi sebagai panduan operator saat
melakukan operasi sinus.

• Kultur dan tes sensitivitas


PENATALAKSANAAN
• Nasal Saline
• Antibiotik
⮚ Pembilasan saline ke tiap lubang hidung 1-2
kali/hari  memperbaiki fungsi hidung scr mekanis Co-amoxiclav (250mg/kgBB/hari untuk
• Antihistamin dan dekongestan dewasa dan 45-90 mg/kgbb/hari untuk
⮚ Diberikan secara oral anak)
⮚ Contoh : Rhinos SR (Pseudoefedrin + Loratadine) Amoxicilin (45-90mg/kgbb/hari)
• Hindari alergen pencetus, berikan steroid
intranasal
• Contoh: Mometasone furoate (Nasonex)
• Mukolitik  jika sekret pada hidung kental
• Contoh: Ambroxol 30mg
• Obat simptomatis : Paracetamol tab 500 mg
untuk demam, ibuprofen tab 400mg sebagai
analgetik
Penatalaksanaan Non Farmakologi
Edukasi:
- Beberapa tindakan tambahan dapat membantu : istirahat cukup, hidrasi
cukup, analgetik jika perlu, kompres air hangat pada wajah, mandi air hangat
dan tidur dengan kepala diganjal bantal.
- Pencegahan tambahan : obati alergi dan infeksi saluran pernapasan atas
karena virus, hindari faktor lingkungan yang merugikan (alergen, rokok,
polusi, barotrauma)
- Pasien diharapkan menghubungi dokter jika gejala memburuk seperti sakit
kepala an demam tinggi atau gejala tak berkurang dalam 3-5 hari.
• OPERATIF
Indikasi:
• Komplikasi supurasi seperti subperiosteal orbital
abses.
• Refraktori sinusitis yang mendasari penyakit paru.
• Penyakit kronis yang mengganggu kualitas hidup
pasien.
Operatif Konservatif

Irigasi rongga  pada sinusitis yang gagal dengan pemberian pengobatan,


membersihkan sinus dari pus, mengambil bahan untuk pemeriksaan sitologi.

Intranasal antrostomi, biasanya dilakukan pada sinus maksilaris.


Operasi Caldwell - Luc
• mengeluarkan lapisan mukosa yang
telah rusak secara ireversibel pada sinus
maksilaris
Pembedahan

• Functional Endoscopic Sinus Surgery (FESS)


⮚ Tujuan : memperbaiki fisiologi hidung dan sinus paranasal
⮚ Indikasi : sinusitis akut rekuren, sinusitis kronis, sinusitis jamur alergi,
rhinosinusitis hipertrofi kronis, polip, mukokel
⮚ Komplikasi : trauma orbita, hematom, pendarahan, kebocoran cairan
serebrospinal, herniasi komponen otak, pendarahan intrakranial,
meningitis
⮚ Perawatan post operasi: rawat inap, antibiotik, terapi komplikasi,
follow up (pengangkatan tampon, evaluasi keberhasilan pengobatan)
Komplikasi Rhinosinusitis
Akıbat adanya post nasal Komplikasi pada mata
drıp • Edema
• Faringitis kronis • Selulitis orbital
• Otitis media • Abses superiosteal
• Bronkiektasi • Abses orbita
• Gastritis • Trombosis sinus cavernosus

Komplikasi Intrakranial
MUKOKEL • Meningitis
• Abses epidural
• Abses subdural
OSTEOMIELITIS • Abses otak
• Trombosis sinus cavernosus

Anda mungkin juga menyukai