Anda di halaman 1dari 76

LAPORAN KASUS

JESSICA OSWARI PEMBIMBING :


112017104 DR. STIVINA, SP.THT-KL
ANATOMI HIDUNG

Hidung Luar
ANATOMI HIDUNG

 konka
 Konka inferior
 Konka media
 Konka superior
 Diantara konka-konka
 Meatus inferior
 Meatus media
 Meatus superior
FISIOLOGI HIDUNG

 1) Fungsi respirasi
 2) Fungsi pengidu
 3) Fungsi fonetik
 4) Fungsi statis dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas
 5) Refleks nasal
ANATOMI SINUS PARANASAL
RHINOSINUSITIS
RHINOSINUSITIS
ETIOLOGI

Segala sesuatu yang menyebabkan sumbatan


Cth : Rinitis akut, rhinitis alergi, poli,
septum deviasi
Rhinogenik

Mukosa sinus membengkak -> infeksi

Odontogenik
Menghancurkan epitel permukaan
EPIDEMIOLOGI

 Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat
PATOFISIOLOGI

Terjadi tekanan negatif


Organ-organ yang
Mukosa yang Silia tidak dapat dalam rongga sinus
membentuk KOM
berhadapan saling bergerak dan ostium menyebabkan
berdekatan terjadi
bertemu tersumbat transudasi, mula-mula
edema
serous

Terapi tidak berhasil,


Sekret berkumpul di
Mukosa makain maka inflamasi
Sekret menjadi purulen rongga sinus, bakteri
membengkak berlanjut, hipoksia,
akan bermultpilikasi
bakteri anaerob

kronik
 Antibiotik
 Golongan penisilin = amoksisilin
 Sefalosporin generasi 2
 10-14 hari
 Dekongestan oral/topikal
 Pencucian robgga hidung
 NaCl
RHINITIS ALERGI

Penyakit inflamasi yang


disebabkan oleh reaksi pada
pasien atopi yang sebelumnya
sudah tersensitisasi dengan
allergen yang sama serta
dilepaskannya suatu mediator
kimi ketika terjadi paparan
ulangan dengan allergen spesifik
ETIOLOGI
Riwayat pernah Paparan bekas
keluarga Gender laki-laki
terkena alergi Asap rokok

Sumber Faktor
pencetus resiko
PATOFISIOLOGI RHINITIS ALLERGI
KLASIFIKASI BERDASARKAN SIFAT
BERLANGSUNGNYA

• Serbuk sari
Seasonal • Spora jamur
(alergi musiman )

• Debu rumah
Perennial • Jamur
(alergi sepanjang • Tungau kecoa
tahun) • Sengatan hewan
KLASIFIKASI
WHO INITIATIVE ARIA (ALLERGIC RHINITIS AND
ITS IMPACT ON ASTHMA) TAHUN 2001

SIFAT TINGKAT BERAT


RINGAN

Intermitten
(kadang- Ringan
kadang)

Sedang /
Persisten/menetap Berat
DIAGNOSIS
Rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah,
PEMERIKSAA berwarna pucat atau livid disertai adanya secret encer
N FISIK yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior
tampak hipertrofi.

Allergic Shiner Facies Adenoid


Allergic Salute Cobblestone Appearance
Allergic Crease Geographic tongue
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hitung :
Eosinofil Tes cukit
dalam kulit
darah tepi

Pemeriksaa In RAST (Radio


Imuno
Intracutaneus
Provocative In Uji
n IgE total
Vitro Sorbent Tst) Dilutional
Food Test vivo intrakutan
(IPDFT)

ELISA
(Enzyme
Linked
Immuno Challenge
Sorbent
Assay Test) Test
GEJALA KLINIS

 Bersin berulang
 Keluar ingus encer dan banyak
 Hidung tersumbat
 Hidung dan mata gatal
 Lakrimasi
 Pucat dan edem mukosa hidung
 Retraksi MT
 Faringitis granuler akibat hyperplasia submucosa jaringan limfoid
 Suara serak dan edema pita suara
PENATALAKSANAAN
KOMPLIKASI

 Polip hidung
 Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.
 Sinusitis paranasal
ANATOMI FARING
Nasofaring
Atas: Dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum mole
Depan: rongga hidung
Belakang:Vertebra servikal.

Orofaring
Atas: Palatum mole,
Bawahnya: Tepi atas epiglottis, Depan: Rongga mulut
Belakang:Vertebra servikal

Laringofaring.
Atas: Bidang datar setinggi epiglottis
Bawah. Esogagus
Depan: laring
Belakang: Dinding faring yang tutupi columnar vert. servikalis
FUNGSI FARING

 Fungsi respiratorik: Sebagai jalan napas


 Fungsi digestivus: Sebagai jalan masuk makanan
 Fungsi artikulasi: faring dalam proses bicara
 Proteksi: Cincin waldeyer
LARYNGOPHARYNGEAL REFLUX

kondisi pada seseorang yang mengalami Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau penyakit refluks
gastroesophageal, ketika asam lambung naik ke laringofaring
EPIDEMIOLOGI

 lebih banyak menyerang wanita dengan usia di atas 40 tahun, rata-rata berusia 57 tahun
ETIOLOGI

 Menurunnya tekanan LES karena hiatus hernia, diet (lemak, coklat, mint, produk susu, dll), tembakau, alkohol, obat-
obatan (teofilin, nitrat, dopamine, narkotik, dll).
 Motilitas esofagus yang abnormal karena penyakit neuromuskular, laringektomi, etanol.
 Penurunan resistensi mukosa karena radioterapi rongga mulut, radioterapi esofagus, xerostomia.
 Penurunan salivasi
 Pengosongan lambung yang tertunda/lambat karena obstruksi, diet (lemak), tembakau, dan alkohol.
 Peningkatan tekanan intraabdominal karena kehamilan, obesitas, makan yang berlebihan, minuman karbonasi.
 Hipersekresi asam lambung atau pepsin karena stress, obat-obatan, alkohol, diet.
TERDAPAT BEBERAPA TEORI YANG MENCETUSKAN RESPON
PATOLOGIS CAIRAN REFLUKS :

 Cedera laring dan jaringan sekitar akibat trauma langsung oleh cairan refluks
yang mengandung asam dan pepsin.

 Asam lambung pada bagian distal esofagus akan merangsang refleks vagal
sehingga akan mengakibatkan bronkokontriksi, gerakan mendehem (throat
clearing) dan batuk kronis.
GEJALA KLINIS

 Disfagia
 Suara serak
 Nyeri tenggorokan
 Batuk
 Wheezing
 Globus faringeus
 Laringospasme
 Throat clearing
 Halitosis
SKOR RSI ADALAH 0-45 DENGAN SKOR ≥ 13 CURIGA LPR. RFS ≥ 7
DIANGGAP MEMILIKI LPR.
PEMERIKSAAN FISIK

hipertrofi
komissura globus faringeus nodul pita suara
posterior

laringospasme stenosis subglotik karsinoma laring

eritema, edema
dan hipertrofi
Laringoskopi
komissura
posterior
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Monitor pH 24
Laringoskopi Pemeriksaan
jam di
fleksibel Endoskopi
faringoesofageal

Pemeriksaan
Pemeriksaan
laringoskopi
videostroboskopi
langsung
PENATALAKSANAAN

Pembedahan

Medikamentosa
 Proton Pump
Inhibitor (PPI),
sukralfat,
promotolity
Modifikasi diet agents,
dan gaya hidup metoclopramid
KOMPLIKASI

faringitis sinusitis Asma

Batuk Keganasan
Pneumonia
malam hari laring

Stenosis
laring
ANATOMI TELINGA
MEMBRAN TIMPANI
OKLUSI TUBA

 Secara normal tuba eustachius tertutup dan terbuka ketika saat menelan, menguap dan bersin melalui kontraksi
otot tensor veli palatine
 tekanan negatif di telinga tengah dan retraksi membran timpani. Jika tekanan negatif masih lebih meningkat,
menyebabkan tuba eustakhius "terkunci" diserai timbulnya transudat dan kemudian eksudat dan bahkan
perdarahan
ETIOLOGI

 Infeksi saluran pernapasan bagian atas


 Sinusitis dan alergi
 Umur
 Jaringan adenoid di bagian nasofaring
 Massa atau tumor di basis cranii atau daerah nasofaring
 Tuba eustachius yang sangat kecil
 Merokok
GEJALA KLINIS

 Otalgia
 Gangguan pendengaran
 Sensasi poppimg
 Tinitus
 Gangguan keseimbangan atau bahkan vertigo
 Retraksi membrane timpani
 Pergerakan kaku pada membrane timpanu
PENATALAKSANAAN

 Dekongestan nasal spray


 Satu jam sebelum keberangkatan atau sebelum mendarat
 IDENTITAS PASIEN
 Nama : Ny. H Jenis Kelamin : Perempuan
 Umur : 51 tahun Agama : Islam
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : S1
 Alamat : Komp DPR Status :Belum menikah
KELUHAN UTAMA

 Kuping kiri berdengung sejak 10 hari SMRS.


KELUHAN TAMBAHAN

 Keluhan disertai hidung tersumbat setiap malam hari, radang tenggorokan, pendengaran berkurang sejak 15 hari
SMRS .
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

 Pasien datang dengan keluhan kuping kiri berdengung sejak 15 hari. Kuping yang dirasakan os seperti penuh dan
seperti naik ke pesawat. Bunyi berdengung os sering muncul. Biasanya sekali muncul lamanya sekitar 10 menit.. Os
tidak mengeluh nyeri pada kuping. Os tidak mengeluarkan cairan di kuping. Os juga mengeluh hidung tersumbat,
rasa gatal pada hidung setiap malam hari. Hidung os tersumbat di kedua hidungnya. Hidung tersumbat tidak
bergantian. Hidung tersumbat os tidak pernah berubah jika os berubah posisi. Kamar os menggunakan AC. AC os
dengan 19 C. os biasanya bersin jika daerah banyak debu. Biasanya pada di daerah berdebu merasa air mata keluar.
Pada pagi hari os tidak bersin. Hidung tersumbat os maupun gatal hidung tidak mengganggu aktivitas os seperti
berolah raga, melakukan pekerjaan rumah tangga, tidur pada malam hari. Pasien juga mengeluh pusing di bagian
kening os. Os juga mengatakan ada nyeri tekan di bagian kening os Os merasakan ada ingus di tenggorokan.
Namun, ingus os tidak kental maupun berbau. Keluhan penghidu berkurang disangkal oleh os. Os merasa ada
menggangjal di tenggorokoan. Os sering mendehem. Os masih bisa makan maupun minum. Os sudah sering
mengalami seperti ini sejak tahun 2009. Keluhan ini tidak mengganggu aktivitas os. Os juga nyeri ulu hati. Pasien
tidak mengeluh serak suara. Pasien menyangkal adanya pusing berputar.
 Tiga hari SMRS os semakin pusing, kuping os juga masih berdengung. os merasakan dengungan semakin sering.
Dengungan os semakin lama sekitar satu jam lamanya. Os pendengarannya mulai berkurang. Malam hari os mulai
mengeluh suara nyari pada telinga kiri. Os masih mengeluh hidung mampet setiap malem. Os juga merasa pusing
dan mengeluh nyeri tekan pada kening. Os mengeluarkan ingus, namun ingus os tidak berbau maupun kentel. Ingus
os bewarna jernih dan cair. Namun, os merasakan ingus di tenggorokan. Os nyeri tenggorokan. Os sudah pergi ke
puskesmas. Os mendapatkan obat ibuprofen, MTC. Namun os tidak mengalami perubahan maupun perbaikan.
 Tempat tinggal os tenang tidak bising. Os tinggal di komplek. Os tidak pernah mendengarkan lagu melalui earphone
maupun headphone. Os juga jarang menonton tv. Os tidak minum alcohol maupun merokok. Ayah os memiliki
riwayat alergi dingin dan debu.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

 Alergi (+). Pasien mempunya riwayat maag, kolesterol, dan batuk kronis disangkal
PEMERIKSAAN FISIK TELINGA

Dextra Sinistra
Bentuk daun telinga Mikrotia (-), makrotia (-), anotia (-), atresia (-), Mikrotia (-), makrotia (-), anotia (-),
fistula (-), bat’s ear (-), lop’s ear (-), cryptotia (- atresia (-), fistula (-), bat’s ear (-), lop’s
), satyr ear (-) ear (-), cryptotia (-), satyr ear (-)
Kelainan congenital Mikrotia (-), Makrotia (-), Atresia (-), Cryptotia Mikrotia (-), Makrotia (-), Atresia (-),
(-), Satyr ear (-), Fistula (-), Bat’s ear (-), Anotia Cryptotia (-), Satyr ear (-), Fistula (-),
(-), Stenosis Canalis (-) Bat’s ear (-), Anotia (-), Stenosis Canalis
(-)
Tanda Radang, Tumor Nyeri (-), massa (-), hiperemis (-), edema (-) Nyeri (-), massa (-), hiperemis (-),
edema (-)
Nyeri tekan tragus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Penarikan daun telinga Nyeri tarik aurikula (-) Nyeri tarik aurikula (-)
Dextra Sinistra
Kelainan pre-, infra-, Fistula pre-aurikula (-), Ulkus (-), Ekimosis (-), hematoma (-), Fistula pre-aurikula (-), Ulkus (-), Ekimosis (-),
retroaurikuler laserasi (-), abses (-), sikatriks (-), massa (-), hiperemis (-), nyeri hematoma (-), laserasi (-), abses (-), sikatriks (-), massa
tekan (-), edema (-) (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-), edema (-)

Region mastoid Hiperemis (-), massa (-), nyeri (-), edema (-), abses (-) Massa (-), hiperemis (-), odem (-), nyeri (-), abses (-)

Liang telinga Lapang (+), Furunkle (-), jaringa granulasi (-), Serumen (-), Edema Lapang (+), Furunkle (-), jaringa granulasi (-), Serumen
(-), Sekret (-), Darah (-), Hiperemis (-), Kolesteatom (-), Stenosis (-), Edema (-), Sekret (-), Darah (-), Hiperemis (-),
(-), Atersia (-), Laserasi (-), Perdarahan aktif (-), Corpus alenum (- Kolesteatom (-), Stenosis (-), Atersia (-), Laserasi (-),
), Hifa (-) Perdarahan aktif (-), Corpus alenum (-), Hifa (-)

Membran Timpani Intak (+), suram(-), Reflek cahaya (+) arah jam 5, hiperemis (- Intak (+), suram (-), Reflek cahaya (+) arah jam 7,
),retraksi (-), buldging (-), timpanosklerosis (-), Hemotympano (-), hiperemis (-),retraksi (+), buldging (-), timpanosklerosis
(-), Hemotympano (-),
TES PENALA

Dextra Sinistra

Rinne Positif Positif

Weber Lateralisasi ke telinga sakit

Schwabach Sama dengan pemeriksa Sama dengan pemeriksa

Penala yang dipakai 512 Hz 512 Hz

Kesan : ada kelainan tuli konduktif pada tes penala dengan


frekuensi 512 Hz pada kedua telinga pasien.
HIDUNG
Bentuk Saddle nose (-), hump nose (-), Saddle nose (-), hump nose (-),
agenesis (-), hidung bifida (-), agenesis (-), hidung bifida (-),
atresia nares anterior (-), atresia nares anterior (-), tidak
deformitas (-). Hiperemis (-), ada deformitas, Hiperemis (-),
massa (-) massa (-)
Tanda peradangan Hiperemis (-), nyeri (-), massa (-), Hiperemis (-), nyeri (-), massa (-),
hipertermi (-) Hipertermi (-)
Daerah sinus frontalis dan Nyeri tekan (+), nyeri ketuk (-), Nyeri tekan (+), nyeri ketuk (-),
maxillaris krepitasi (-) krepitasi (-)
Vestibulum Tampak bulu hidung (+), laserasi (-), Tampak bulu hidung (+), laserasi (-),
sekret (-), furunkel (-), krusta (-), sekret (-), furunkel (-), krusta (-),
hiperemis (-), nyeri (-), massa (-), benda hiperemis (-), nyeri (-), massa (-), benda
asing (-), Atresia nares anterior (-), asing (-), Atresia nares anterior (-)
Cavum Nasi Lapang, secret (-), massa (-), krusta (-), Lapang, secret (-),massa (-), krusta (-),
benda asing (-), edema (-), pendarahan benda asing (-), edema (-), pendarahan
aktif (-), clotting (-) aktif (-), clotting (-)
Konka inferior Hipertrofi (-), atropi Hipertrofi (-), atropi
(-), hiperemis (-), (-), hiperemis (-),
livide (+), edema (+) livide (+), edema (+)

Meatus nasi inferior Sekret (+), massa (-), Sekret (+), massa (-),
sempit (-) sempit (-)
Konka Medius Edema (+), atropi (-), Edema (+), atropi (-),
hipertrofi (-), hiperemis hipertrofi (-), hiperemis
(-), livide (+), konka (-), livide (+), konka
bulosa (-) bulosa (-)

Meatus nasi medius Sekret (+), massa (-), Sekret (+), massa (-),
sempit (-) sempit (-)
Septum nasi Deviasi (-), spina (-), Deviasi (-), spina (-),
hematoma (-), abses (-), hematoma (-), abses (-),
perforasi (-), crista (-) perforasi (-), crista (-)
 RINOPHARING
 Koana : Tidak dilakukan
 Septum nasi posterior : Tidak dilakukan
 Muara tuba eustachius : Tidak dilakukan
 Torus tubarius : Tidak dilakukan
 Post nasal drip : Tidak dilakukan

 PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
 Sinus frontalis kanan : Tidak dilakukan
 Sinus frontalis kiri : Tidak dilakukan
 Sinus maxillaris kanan : Tidak dilakukan
 Sinus maxillaris kiri : Tidak dilakukan
FARING

 Dinding faring posterior : Hiperemis (+), granula (+), ulkus (-), perdarahan aktif (-), clotting (-), post nasal drip
(-), massa (-).
 Arcus faring : Pergerakan simetris, hiperemis (+), edema (-), ulkus (-), laserasi (-)
 Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), kripta (-), detritus (-), pseudomembran (-), abses (-)
 Uvula : di tengah, hiperemis (-), bifida (-), massa (-), memanjang (-), edema (-).
 Gigi : caries (-).
LARING

 Epiglottis : omegashape (-), kista (-), hiperemis (-), edema (-), massa (-)
 Plica aryepiglotis : hiperemis (-), edema (-), massa (-)
 Arytenoids : hiperemis (-), massa (-) edema (-), ulkus (-)
 Ventricular band : edema (-) hiperemis (-) massa (-)
 Pita suara : pergerakan simetris, edema (-) hiperemis (-)
 Rima glotis : terbuka, simetris
 Cincin trachea : massa (-), benda asing (-), hiperemis (-)
 Sinus Piriformis : Benda asing (-)
 Kelenjar limfe submandibula dan servical: tidak adanya pembesaran pada inspeksi dan palpasi
RSI

Suara serak/problem suara 1

Clearing your throat (mendehem) 3

Lendir di tenggorokan (PND) 4

Kesukaran menelan 5

Batuk setelah makan/berbaring 0

Kesukaran bernafas 0

Batuk yang mengganggu 1

Rasa mengganjal di tenggorok 5

Heart burn, rasa nyeri di dada, gangguan pencernaan, regurgitasi asam 3

Skor RSI : 21
RESUME
 Seorang perempuan berusia 51 tahun datang ke poli THT RSUD Tarakan dengan keluhan kuping kiri berdengung
sejak 15 hari. Kuping yang dirasakan os seperti penuh dan seperti naik ke pesawat. Bunyi berdengung os sering
muncul. Biasanya sekali muncul lamanya sekitar 10 menit.. Os tidak mengeluh nyeri pada kuping. Os tidak
mengeluarkan cairan di kuping. Os juga mengeluh hidung tersumbat, rasa gatal pada hidung setiap malam hari.
Hidung os tersumbat di kedua hidungnya. Hidung tersumbat tidak bergantian. Hidung tersumbat os tidak pernah
berubah jika os berubah posisi. Kamar os menggunakan AC. AC os dengan 19 C. os biasanya bersin jika daerah
banyak debu. Biasanya pada di daerah berdebu merasa air mata keluar. Pada pagi hari os tidak bersin. Hidung
tersumbat os maupun gatal hidung tidak mengganggu aktivitas os seperti berolah raga, melakukan pekerjaan rumah
tangga, tidur pada malam hari. Pasien juga mengeluh pusing di bagian kening os. Os juga mengatakan ada nyeri
tekan di bagian kening os Os merasakan ada ingus di tenggorokan. Namun, ingus os tidak kental maupun berbau.
Keluhan penghidu berkurang disangkal oleh os. Os merasa ada menggangjal di tenggorokoan. Os sering mendehem.
Os masih bisa makan maupun minum. Os sudah sering mengalami seperti ini sejak tahun 2009. Keluhan ini tidak
mengganggu aktivitas os. Os juga nyeri ulu hati. Pasien tidak mengeluh serak suara. Pasien menyangkal adanya
pusing berputar.
 Dari pemeriksaan fisik pada telinga tampak retraksi membrane timpani di telinga kiri, pada tes weber didapatkan
lateralisasi ke telinga sakit. Pada pemeriksaan hidung konka inferior edema, livid kiri dan kanan. Pada meatus nasi
inferior secret (+) kiri dan kanan, konka medius edema, livid kiri dan kanan, meatus nasi medius secret di kiri dan
kanan. Pada faring , dinding faring posterior hiperemis, granula, arcus faring hiperemis. Hasil Reflux Symptom Index
21.
WORKING DIAGNOSIS

 Rinosinusitis Kronis Eksaserbasi Akut


 Dasar yang mendukung:
 Hidung tersumbat, pilek berulang dari tahun 2009
 Sering sakit kepala terutama didahi dan nyeri tekan pada dahi
 Merasa menelan ingus di tenggorokan
 Pemeriksaan fisik:
 Cavum nasi: sekret serosa
 Mukosa konka inferior dan konka media tampak livide dan edem.
RHINITIS ALERGI PRESISTEN RINGAN

 Dasar yang mendukung:


 Hidung sering gatal dan tersumbat
 Riwayat bersin setiap pagi dan tempat banyak debu
 jika berada diruangan ber-AC hidung menjadi mampet

 Pemeriksaan Fisik:
 Pada rhinoskopi anterior ditemukan mukosa konka inferior dan media tampak livide dan edem. Dikavum nasi terlihat cairan
yang encer dan bening.
LARINGOPHARINGEAL REFLUKS

 Dasar yang mendukung:


 Anamnesis: tenggorokan terasa seperti ada yang mengganjal dan gatal, pasien sulit menelan, pasien merasakan lendir
tenggorokanPasien suka makan pedas, pasien merasakan nyeri ulu hati.. Riwayat maag (+). Pasien suka mendehem.
 Pemeriksaan fisik: dinding faring posterior tampak hiperemis, aretenoid edem
 RSI score: 21
OKLUSI TUBA

 Dasar yang mendukung


 Telinga kiri seperti tertutup
 Telinga kiri berdengung
 Pemeriksaan fisik : Retraksi membrane timpani kiri, terdapat tuli konduktif pada tes penala
DIAGNOSIS BANDING

 Faringitis Kronik
 Rhinitis Vasomotor  Dasar yang mendukung
 Dasar yang mendukung :  Nyeri tenggorokoan
 Riwayat hidung tersumbat jika terpapar udara dingin  Faktor predisposisi sinusitis
 Dasar yang tidak mendukung  Dasar yang tidak mendukung
 Hidung tersumbat yang tidak tergantung posisi pasien  Didapatkan RSI sebesar 21 sehingga dicurigai adanya
LPR
RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN

 Barium swallow test


 Tympanometri
 Audiometri Nada murni
 Skin Prick test
PENATALAKSANAAN

 Rinitis Alergi Persisten Ringan:


 Antihistamin: Loratadin 10 mg 1 x 1
 Dekongestan oral: Pseudoefedrin 30 mg 3 x 1
 Rinosinusitis Kronik Eksaserbasi Akut
 Kortikosteroid topikal: fluticasone furoate nasal spray 2 dd puff 2
 Cuci hidung dengan larutan garam fisiologis (NaCl 0.9%)
 Laringofringeal reflux
 Lanzoprazole 2 x 30 mg
 Oklusi Tuba
 Dekongestan oral
 Dekongestan nasal spray :Iliadin
NON MEDIKA MENTOSA

 Hindari makanan yang dapat mengiritasi lambung dan


esofagus seperti kopi, minuman berkarbonasi, coklat,
 Hindari allergen pencetus jus alpukat/jeruk, alkohol, tomat ataupun makanan
berlemak.
 Menggunakan masker saat melakukan perkerjaan
yang kontak dengan debu  Tidak menggunakan pakaian atau korset yang terlalu
ketat.
 Menjaga kebersihan hidung dan mulut
 Ketika mau tidur berhenti makan 3 – 4 jam
 Menjaga kesehatan tubuh dengan meminum vitamin sebelumnya.
dan makanan bergizi
 Tidak stress.
 Istirahat cukup
 Hindari terjadinya infeksi saluran pernafasan
PROGNOSIS

 Rinitis Alergi Persisten Ringan


 Rinosinusitis Kronis Eksaserbasi Akut
 Ad vitam : Dubia ad bonam
 Ad vitam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad malam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam
 Ad fungtionam : Dubia ad malam
 Ad fungtionam : Dubia ad bonam
PROGNOSIS

 Laryngopharingeal refluks
 Oklusi Tuba Aurikula Dextra
 Ad vitam : bonam
 Ad Vitam : Bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam
 Ad Fungsionam : Dubia ad malam
 Ad fungtionam : Dubia ad bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad malam
PEMBAHASAN

 Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik THT yang dilakukan pada pasien ini, maka dapat ditegakan diagnosis
kerja oklusi tuba aurikula sinistra, rhinitis alergi intermiten ringan, rhinosinusitis kronik, laryngopharyngeal reflux
(LPR).
 Pasien ditegakkan diagnosis kerja rhinosinusitis kronis eksaserbasi akut, dikarenakan didapatkan adanya gejala pada
rhinosinusitis. Gejala tersebut adalah pasien merasakan banyak ingus di tenggorokan, pusing, terutama di daerah
frontal dan mengalami pilek. pasien juga ditegakkan diagnosis Rhinitis alergi dikarenakan pasien hidung mampet dan
gatal pada malam hari , pagi hari dan di daerah tempat berdebu. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan
mukosa konka iinferior dan media tampak lvide dan edem. Sedangkan gejala nyeri tenggorokan dan rasa
mengganjal di tenggorokan disertai pasien mempunyai keluhan nyeri ulu hati maka pasien menunjukkan kea rah
LPR.
PEMBAHASAN

 Dari kasus diatas didapatkan bahwa oklusi tuba aurikula sinistra yang dikeluhkan oleh pasien dikarenakan riwayat
rhinitis alergi, Rhinosinusitis kronik. Oklusi tuba inilah yang dapat membuat pasien berkurang pendengaran. Maka
dilakukan tes penala dan hasilnya tuli konduktif. Walaupun didapatkan tes Rinne positif dan Swabach sama dengan
pemeriksa, tetap dikatakan pasien tuli konduktif karena tes weber pasien didapatkan lateralisasi ke telinga sakit.
Dari anamnesis juga didapatkan pasien juga mempunyai riwayat tenggorokan terasa kering dan gatal, kebiasaan
makan makanan yang pedas. Dari skor RSI pasien hasilnya 21 yang memperkuat diagnosis laryngopharyngeak
reflux.
 Penatalaksanaan medika mentosa yang diberikan pada pasien ini adalah antihistamin dan dekongestan untuk rhinitis alergi.
Antihistamin yang diberikan dalam hal ini adalah antihistamin generasi kedua yang tidak menimbulkan efek sedative
seperti loratadin 10 mg diberikan 1 kali sehari dalam 5 hari dan dekongestan oral seperti pseudoefederin 30 mg 3 kali
sehari dalam 3 hari. Sedangkan untuk mengatasi rhinosinusitis kronik dapat diberikan terapi kortikosteroid topical yaitu
Fluticason furoate nasal spray yang disemprotkan pada hidung 2 kali sehari dan cuci hidung dengan larutan garam
fisiologis (NaCl 0.9%). Jika terdapat demam dapat diberikan antiperatik, seperti paracetamol 500 mg yang diminum 3 kali
sehari. Untuk LPR, penanganan medika mentosa adalah ppi yaitu lansoprazole 30 mg setiap 12 jam untuk mencegah
naiknya asam lambung ke traktus aerodigestif. Penanganan yang lebih penting untuk LPR adalah non medika mentosa
yaitu dengan menghindar dari makanan yang dapat merangsang asam lambung. Penanganan pada oklusi tuba adalah
pemberian dekongestan oral dan dekongestan nasal spray.
 Prognosis ad vitam adalah dubia ad bonam karena pada dasarnya alergi tidak dapat sembuh, sehingga pasien harus
menghindari alergen untuk mencegah infeksi berulang agar tidak menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut. Ad
sanationam adalah dubia ad bonam karena bila pengobatan tidak adekuat dan kontak dengan alergen tidak dihindari maka
dapat menimbulkan komplikasi. Ad functionam adalah dubia ad bona
KESIMPULAN

 Rinitis Alergi (RA) adalah inflamasi pada mukosa hidung yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan
tahap provokasi/reaksi alergi. Gejala utama pada hidung yaitu hidung gatal, tersumbat, bersin-bersin, keluar ingus
cair dan bening. Seringkali gejala meliputi mata, yaitu berair, kemerahan dan gatal. Rinitis alergi merupakan penyakit
yang umum dan sering dijumpai.
 Rinosinusitis merupakan sebagai inflamasi pada mukosa sinus paranasal yang disertai atau dipicu oleh rinitis.
Patofisiologi rinosinusitis digambarkan sebagai lingkaran tetutup, dimulai dengan inflamasi mukosa hidung
khususnya kompleks osteomeatal. Oedem mukosa akan menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi
sinus normal menjadi terjebak (sinus stasis).
KESIMPULAN

 Laringofaringeal refluks (LPR) adalah suatu keadaan adanya refluks asam lambung ke ruang laringofaring, di mana
laringofaring merupakan bagian yang berdekatan dengan jaringan di traktus aerodigestive atas. Antara penyebab
LPR ini adalah asam lambng yang mencederai esophagus distal atau ransangan refleks vagal. Gagalnya mekanisme
fisiologis juga menyebabkan kecederaan pada traktus aerodigestif yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada
pasien LPR.
 Oklusi tuba ada kelainan disfungsi tuba eustachius yang dapat bermanifestasikan ke berbagai gejala seperti
gangguan pendengaran, tinitus dan telinga terasa tertutup. Pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak ada kelainan,
lalu bisa dilakukan tes penala dan juga tes timpanometri dan audiometri nada murni untuk menegakkan diagnosis.
Pengobatan akan bergantung pada sebab terjadinya oklusi tuba seperti mengobati infeksi yang terjadi di saluran
pernafasan atas.

Anda mungkin juga menyukai