Hidung Luar
ANATOMI HIDUNG
konka
Konka inferior
Konka media
Konka superior
Diantara konka-konka
Meatus inferior
Meatus media
Meatus superior
FISIOLOGI HIDUNG
1) Fungsi respirasi
2) Fungsi pengidu
3) Fungsi fonetik
4) Fungsi statis dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas
5) Refleks nasal
ANATOMI SINUS PARANASAL
RHINOSINUSITIS
RHINOSINUSITIS
ETIOLOGI
Odontogenik
Menghancurkan epitel permukaan
EPIDEMIOLOGI
Rinosinusitis lebih sering ditemukan pada musim dingin atau cuaca yang sejuk ketimbang hangat
PATOFISIOLOGI
kronik
Antibiotik
Golongan penisilin = amoksisilin
Sefalosporin generasi 2
10-14 hari
Dekongestan oral/topikal
Pencucian robgga hidung
NaCl
RHINITIS ALERGI
Sumber Faktor
pencetus resiko
PATOFISIOLOGI RHINITIS ALLERGI
KLASIFIKASI BERDASARKAN SIFAT
BERLANGSUNGNYA
• Serbuk sari
Seasonal • Spora jamur
(alergi musiman )
• Debu rumah
Perennial • Jamur
(alergi sepanjang • Tungau kecoa
tahun) • Sengatan hewan
KLASIFIKASI
WHO INITIATIVE ARIA (ALLERGIC RHINITIS AND
ITS IMPACT ON ASTHMA) TAHUN 2001
Intermitten
(kadang- Ringan
kadang)
Sedang /
Persisten/menetap Berat
DIAGNOSIS
Rinoskopi anterior tampak mukosa edema, basah,
PEMERIKSAA berwarna pucat atau livid disertai adanya secret encer
N FISIK yang banyak. Bila gejala persisten, mukosa inferior
tampak hipertrofi.
Hitung :
Eosinofil Tes cukit
dalam kulit
darah tepi
ELISA
(Enzyme
Linked
Immuno Challenge
Sorbent
Assay Test) Test
GEJALA KLINIS
Bersin berulang
Keluar ingus encer dan banyak
Hidung tersumbat
Hidung dan mata gatal
Lakrimasi
Pucat dan edem mukosa hidung
Retraksi MT
Faringitis granuler akibat hyperplasia submucosa jaringan limfoid
Suara serak dan edema pita suara
PENATALAKSANAAN
KOMPLIKASI
Polip hidung
Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak.
Sinusitis paranasal
ANATOMI FARING
Nasofaring
Atas: Dasar tengkorak, di bagian bawah adalah palatum mole
Depan: rongga hidung
Belakang:Vertebra servikal.
Orofaring
Atas: Palatum mole,
Bawahnya: Tepi atas epiglottis, Depan: Rongga mulut
Belakang:Vertebra servikal
Laringofaring.
Atas: Bidang datar setinggi epiglottis
Bawah. Esogagus
Depan: laring
Belakang: Dinding faring yang tutupi columnar vert. servikalis
FUNGSI FARING
kondisi pada seseorang yang mengalami Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) atau penyakit refluks
gastroesophageal, ketika asam lambung naik ke laringofaring
EPIDEMIOLOGI
lebih banyak menyerang wanita dengan usia di atas 40 tahun, rata-rata berusia 57 tahun
ETIOLOGI
Menurunnya tekanan LES karena hiatus hernia, diet (lemak, coklat, mint, produk susu, dll), tembakau, alkohol, obat-
obatan (teofilin, nitrat, dopamine, narkotik, dll).
Motilitas esofagus yang abnormal karena penyakit neuromuskular, laringektomi, etanol.
Penurunan resistensi mukosa karena radioterapi rongga mulut, radioterapi esofagus, xerostomia.
Penurunan salivasi
Pengosongan lambung yang tertunda/lambat karena obstruksi, diet (lemak), tembakau, dan alkohol.
Peningkatan tekanan intraabdominal karena kehamilan, obesitas, makan yang berlebihan, minuman karbonasi.
Hipersekresi asam lambung atau pepsin karena stress, obat-obatan, alkohol, diet.
TERDAPAT BEBERAPA TEORI YANG MENCETUSKAN RESPON
PATOLOGIS CAIRAN REFLUKS :
Cedera laring dan jaringan sekitar akibat trauma langsung oleh cairan refluks
yang mengandung asam dan pepsin.
Asam lambung pada bagian distal esofagus akan merangsang refleks vagal
sehingga akan mengakibatkan bronkokontriksi, gerakan mendehem (throat
clearing) dan batuk kronis.
GEJALA KLINIS
Disfagia
Suara serak
Nyeri tenggorokan
Batuk
Wheezing
Globus faringeus
Laringospasme
Throat clearing
Halitosis
SKOR RSI ADALAH 0-45 DENGAN SKOR ≥ 13 CURIGA LPR. RFS ≥ 7
DIANGGAP MEMILIKI LPR.
PEMERIKSAAN FISIK
hipertrofi
komissura globus faringeus nodul pita suara
posterior
eritema, edema
dan hipertrofi
Laringoskopi
komissura
posterior
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Monitor pH 24
Laringoskopi Pemeriksaan
jam di
fleksibel Endoskopi
faringoesofageal
Pemeriksaan
Pemeriksaan
laringoskopi
videostroboskopi
langsung
PENATALAKSANAAN
Pembedahan
Medikamentosa
Proton Pump
Inhibitor (PPI),
sukralfat,
promotolity
Modifikasi diet agents,
dan gaya hidup metoclopramid
KOMPLIKASI
Batuk Keganasan
Pneumonia
malam hari laring
Stenosis
laring
ANATOMI TELINGA
MEMBRAN TIMPANI
OKLUSI TUBA
Secara normal tuba eustachius tertutup dan terbuka ketika saat menelan, menguap dan bersin melalui kontraksi
otot tensor veli palatine
tekanan negatif di telinga tengah dan retraksi membran timpani. Jika tekanan negatif masih lebih meningkat,
menyebabkan tuba eustakhius "terkunci" diserai timbulnya transudat dan kemudian eksudat dan bahkan
perdarahan
ETIOLOGI
Otalgia
Gangguan pendengaran
Sensasi poppimg
Tinitus
Gangguan keseimbangan atau bahkan vertigo
Retraksi membrane timpani
Pergerakan kaku pada membrane timpanu
PENATALAKSANAAN
Keluhan disertai hidung tersumbat setiap malam hari, radang tenggorokan, pendengaran berkurang sejak 15 hari
SMRS .
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan kuping kiri berdengung sejak 15 hari. Kuping yang dirasakan os seperti penuh dan
seperti naik ke pesawat. Bunyi berdengung os sering muncul. Biasanya sekali muncul lamanya sekitar 10 menit.. Os
tidak mengeluh nyeri pada kuping. Os tidak mengeluarkan cairan di kuping. Os juga mengeluh hidung tersumbat,
rasa gatal pada hidung setiap malam hari. Hidung os tersumbat di kedua hidungnya. Hidung tersumbat tidak
bergantian. Hidung tersumbat os tidak pernah berubah jika os berubah posisi. Kamar os menggunakan AC. AC os
dengan 19 C. os biasanya bersin jika daerah banyak debu. Biasanya pada di daerah berdebu merasa air mata keluar.
Pada pagi hari os tidak bersin. Hidung tersumbat os maupun gatal hidung tidak mengganggu aktivitas os seperti
berolah raga, melakukan pekerjaan rumah tangga, tidur pada malam hari. Pasien juga mengeluh pusing di bagian
kening os. Os juga mengatakan ada nyeri tekan di bagian kening os Os merasakan ada ingus di tenggorokan.
Namun, ingus os tidak kental maupun berbau. Keluhan penghidu berkurang disangkal oleh os. Os merasa ada
menggangjal di tenggorokoan. Os sering mendehem. Os masih bisa makan maupun minum. Os sudah sering
mengalami seperti ini sejak tahun 2009. Keluhan ini tidak mengganggu aktivitas os. Os juga nyeri ulu hati. Pasien
tidak mengeluh serak suara. Pasien menyangkal adanya pusing berputar.
Tiga hari SMRS os semakin pusing, kuping os juga masih berdengung. os merasakan dengungan semakin sering.
Dengungan os semakin lama sekitar satu jam lamanya. Os pendengarannya mulai berkurang. Malam hari os mulai
mengeluh suara nyari pada telinga kiri. Os masih mengeluh hidung mampet setiap malem. Os juga merasa pusing
dan mengeluh nyeri tekan pada kening. Os mengeluarkan ingus, namun ingus os tidak berbau maupun kentel. Ingus
os bewarna jernih dan cair. Namun, os merasakan ingus di tenggorokan. Os nyeri tenggorokan. Os sudah pergi ke
puskesmas. Os mendapatkan obat ibuprofen, MTC. Namun os tidak mengalami perubahan maupun perbaikan.
Tempat tinggal os tenang tidak bising. Os tinggal di komplek. Os tidak pernah mendengarkan lagu melalui earphone
maupun headphone. Os juga jarang menonton tv. Os tidak minum alcohol maupun merokok. Ayah os memiliki
riwayat alergi dingin dan debu.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Alergi (+). Pasien mempunya riwayat maag, kolesterol, dan batuk kronis disangkal
PEMERIKSAAN FISIK TELINGA
Dextra Sinistra
Bentuk daun telinga Mikrotia (-), makrotia (-), anotia (-), atresia (-), Mikrotia (-), makrotia (-), anotia (-),
fistula (-), bat’s ear (-), lop’s ear (-), cryptotia (- atresia (-), fistula (-), bat’s ear (-), lop’s
), satyr ear (-) ear (-), cryptotia (-), satyr ear (-)
Kelainan congenital Mikrotia (-), Makrotia (-), Atresia (-), Cryptotia Mikrotia (-), Makrotia (-), Atresia (-),
(-), Satyr ear (-), Fistula (-), Bat’s ear (-), Anotia Cryptotia (-), Satyr ear (-), Fistula (-),
(-), Stenosis Canalis (-) Bat’s ear (-), Anotia (-), Stenosis Canalis
(-)
Tanda Radang, Tumor Nyeri (-), massa (-), hiperemis (-), edema (-) Nyeri (-), massa (-), hiperemis (-),
edema (-)
Nyeri tekan tragus Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Penarikan daun telinga Nyeri tarik aurikula (-) Nyeri tarik aurikula (-)
Dextra Sinistra
Kelainan pre-, infra-, Fistula pre-aurikula (-), Ulkus (-), Ekimosis (-), hematoma (-), Fistula pre-aurikula (-), Ulkus (-), Ekimosis (-),
retroaurikuler laserasi (-), abses (-), sikatriks (-), massa (-), hiperemis (-), nyeri hematoma (-), laserasi (-), abses (-), sikatriks (-), massa
tekan (-), edema (-) (-), hiperemis (-), nyeri tekan (-), edema (-)
Region mastoid Hiperemis (-), massa (-), nyeri (-), edema (-), abses (-) Massa (-), hiperemis (-), odem (-), nyeri (-), abses (-)
Liang telinga Lapang (+), Furunkle (-), jaringa granulasi (-), Serumen (-), Edema Lapang (+), Furunkle (-), jaringa granulasi (-), Serumen
(-), Sekret (-), Darah (-), Hiperemis (-), Kolesteatom (-), Stenosis (-), Edema (-), Sekret (-), Darah (-), Hiperemis (-),
(-), Atersia (-), Laserasi (-), Perdarahan aktif (-), Corpus alenum (- Kolesteatom (-), Stenosis (-), Atersia (-), Laserasi (-),
), Hifa (-) Perdarahan aktif (-), Corpus alenum (-), Hifa (-)
Membran Timpani Intak (+), suram(-), Reflek cahaya (+) arah jam 5, hiperemis (- Intak (+), suram (-), Reflek cahaya (+) arah jam 7,
),retraksi (-), buldging (-), timpanosklerosis (-), Hemotympano (-), hiperemis (-),retraksi (+), buldging (-), timpanosklerosis
(-), Hemotympano (-),
TES PENALA
Dextra Sinistra
Meatus nasi inferior Sekret (+), massa (-), Sekret (+), massa (-),
sempit (-) sempit (-)
Konka Medius Edema (+), atropi (-), Edema (+), atropi (-),
hipertrofi (-), hiperemis hipertrofi (-), hiperemis
(-), livide (+), konka (-), livide (+), konka
bulosa (-) bulosa (-)
Meatus nasi medius Sekret (+), massa (-), Sekret (+), massa (-),
sempit (-) sempit (-)
Septum nasi Deviasi (-), spina (-), Deviasi (-), spina (-),
hematoma (-), abses (-), hematoma (-), abses (-),
perforasi (-), crista (-) perforasi (-), crista (-)
RINOPHARING
Koana : Tidak dilakukan
Septum nasi posterior : Tidak dilakukan
Muara tuba eustachius : Tidak dilakukan
Torus tubarius : Tidak dilakukan
Post nasal drip : Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI
Sinus frontalis kanan : Tidak dilakukan
Sinus frontalis kiri : Tidak dilakukan
Sinus maxillaris kanan : Tidak dilakukan
Sinus maxillaris kiri : Tidak dilakukan
FARING
Dinding faring posterior : Hiperemis (+), granula (+), ulkus (-), perdarahan aktif (-), clotting (-), post nasal drip
(-), massa (-).
Arcus faring : Pergerakan simetris, hiperemis (+), edema (-), ulkus (-), laserasi (-)
Tonsil : T1-T1, hiperemis (-), kripta (-), detritus (-), pseudomembran (-), abses (-)
Uvula : di tengah, hiperemis (-), bifida (-), massa (-), memanjang (-), edema (-).
Gigi : caries (-).
LARING
Epiglottis : omegashape (-), kista (-), hiperemis (-), edema (-), massa (-)
Plica aryepiglotis : hiperemis (-), edema (-), massa (-)
Arytenoids : hiperemis (-), massa (-) edema (-), ulkus (-)
Ventricular band : edema (-) hiperemis (-) massa (-)
Pita suara : pergerakan simetris, edema (-) hiperemis (-)
Rima glotis : terbuka, simetris
Cincin trachea : massa (-), benda asing (-), hiperemis (-)
Sinus Piriformis : Benda asing (-)
Kelenjar limfe submandibula dan servical: tidak adanya pembesaran pada inspeksi dan palpasi
RSI
Kesukaran menelan 5
Kesukaran bernafas 0
Skor RSI : 21
RESUME
Seorang perempuan berusia 51 tahun datang ke poli THT RSUD Tarakan dengan keluhan kuping kiri berdengung
sejak 15 hari. Kuping yang dirasakan os seperti penuh dan seperti naik ke pesawat. Bunyi berdengung os sering
muncul. Biasanya sekali muncul lamanya sekitar 10 menit.. Os tidak mengeluh nyeri pada kuping. Os tidak
mengeluarkan cairan di kuping. Os juga mengeluh hidung tersumbat, rasa gatal pada hidung setiap malam hari.
Hidung os tersumbat di kedua hidungnya. Hidung tersumbat tidak bergantian. Hidung tersumbat os tidak pernah
berubah jika os berubah posisi. Kamar os menggunakan AC. AC os dengan 19 C. os biasanya bersin jika daerah
banyak debu. Biasanya pada di daerah berdebu merasa air mata keluar. Pada pagi hari os tidak bersin. Hidung
tersumbat os maupun gatal hidung tidak mengganggu aktivitas os seperti berolah raga, melakukan pekerjaan rumah
tangga, tidur pada malam hari. Pasien juga mengeluh pusing di bagian kening os. Os juga mengatakan ada nyeri
tekan di bagian kening os Os merasakan ada ingus di tenggorokan. Namun, ingus os tidak kental maupun berbau.
Keluhan penghidu berkurang disangkal oleh os. Os merasa ada menggangjal di tenggorokoan. Os sering mendehem.
Os masih bisa makan maupun minum. Os sudah sering mengalami seperti ini sejak tahun 2009. Keluhan ini tidak
mengganggu aktivitas os. Os juga nyeri ulu hati. Pasien tidak mengeluh serak suara. Pasien menyangkal adanya
pusing berputar.
Dari pemeriksaan fisik pada telinga tampak retraksi membrane timpani di telinga kiri, pada tes weber didapatkan
lateralisasi ke telinga sakit. Pada pemeriksaan hidung konka inferior edema, livid kiri dan kanan. Pada meatus nasi
inferior secret (+) kiri dan kanan, konka medius edema, livid kiri dan kanan, meatus nasi medius secret di kiri dan
kanan. Pada faring , dinding faring posterior hiperemis, granula, arcus faring hiperemis. Hasil Reflux Symptom Index
21.
WORKING DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik:
Pada rhinoskopi anterior ditemukan mukosa konka inferior dan media tampak livide dan edem. Dikavum nasi terlihat cairan
yang encer dan bening.
LARINGOPHARINGEAL REFLUKS
Faringitis Kronik
Rhinitis Vasomotor Dasar yang mendukung
Dasar yang mendukung : Nyeri tenggorokoan
Riwayat hidung tersumbat jika terpapar udara dingin Faktor predisposisi sinusitis
Dasar yang tidak mendukung Dasar yang tidak mendukung
Hidung tersumbat yang tidak tergantung posisi pasien Didapatkan RSI sebesar 21 sehingga dicurigai adanya
LPR
RENCANA PEMERIKSAAN LANJUTAN
Laryngopharingeal refluks
Oklusi Tuba Aurikula Dextra
Ad vitam : bonam
Ad Vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad malam
Ad fungtionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad malam
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik THT yang dilakukan pada pasien ini, maka dapat ditegakan diagnosis
kerja oklusi tuba aurikula sinistra, rhinitis alergi intermiten ringan, rhinosinusitis kronik, laryngopharyngeal reflux
(LPR).
Pasien ditegakkan diagnosis kerja rhinosinusitis kronis eksaserbasi akut, dikarenakan didapatkan adanya gejala pada
rhinosinusitis. Gejala tersebut adalah pasien merasakan banyak ingus di tenggorokan, pusing, terutama di daerah
frontal dan mengalami pilek. pasien juga ditegakkan diagnosis Rhinitis alergi dikarenakan pasien hidung mampet dan
gatal pada malam hari , pagi hari dan di daerah tempat berdebu. Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior ditemukan
mukosa konka iinferior dan media tampak lvide dan edem. Sedangkan gejala nyeri tenggorokan dan rasa
mengganjal di tenggorokan disertai pasien mempunyai keluhan nyeri ulu hati maka pasien menunjukkan kea rah
LPR.
PEMBAHASAN
Dari kasus diatas didapatkan bahwa oklusi tuba aurikula sinistra yang dikeluhkan oleh pasien dikarenakan riwayat
rhinitis alergi, Rhinosinusitis kronik. Oklusi tuba inilah yang dapat membuat pasien berkurang pendengaran. Maka
dilakukan tes penala dan hasilnya tuli konduktif. Walaupun didapatkan tes Rinne positif dan Swabach sama dengan
pemeriksa, tetap dikatakan pasien tuli konduktif karena tes weber pasien didapatkan lateralisasi ke telinga sakit.
Dari anamnesis juga didapatkan pasien juga mempunyai riwayat tenggorokan terasa kering dan gatal, kebiasaan
makan makanan yang pedas. Dari skor RSI pasien hasilnya 21 yang memperkuat diagnosis laryngopharyngeak
reflux.
Penatalaksanaan medika mentosa yang diberikan pada pasien ini adalah antihistamin dan dekongestan untuk rhinitis alergi.
Antihistamin yang diberikan dalam hal ini adalah antihistamin generasi kedua yang tidak menimbulkan efek sedative
seperti loratadin 10 mg diberikan 1 kali sehari dalam 5 hari dan dekongestan oral seperti pseudoefederin 30 mg 3 kali
sehari dalam 3 hari. Sedangkan untuk mengatasi rhinosinusitis kronik dapat diberikan terapi kortikosteroid topical yaitu
Fluticason furoate nasal spray yang disemprotkan pada hidung 2 kali sehari dan cuci hidung dengan larutan garam
fisiologis (NaCl 0.9%). Jika terdapat demam dapat diberikan antiperatik, seperti paracetamol 500 mg yang diminum 3 kali
sehari. Untuk LPR, penanganan medika mentosa adalah ppi yaitu lansoprazole 30 mg setiap 12 jam untuk mencegah
naiknya asam lambung ke traktus aerodigestif. Penanganan yang lebih penting untuk LPR adalah non medika mentosa
yaitu dengan menghindar dari makanan yang dapat merangsang asam lambung. Penanganan pada oklusi tuba adalah
pemberian dekongestan oral dan dekongestan nasal spray.
Prognosis ad vitam adalah dubia ad bonam karena pada dasarnya alergi tidak dapat sembuh, sehingga pasien harus
menghindari alergen untuk mencegah infeksi berulang agar tidak menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut. Ad
sanationam adalah dubia ad bonam karena bila pengobatan tidak adekuat dan kontak dengan alergen tidak dihindari maka
dapat menimbulkan komplikasi. Ad functionam adalah dubia ad bona
KESIMPULAN
Rinitis Alergi (RA) adalah inflamasi pada mukosa hidung yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan
tahap provokasi/reaksi alergi. Gejala utama pada hidung yaitu hidung gatal, tersumbat, bersin-bersin, keluar ingus
cair dan bening. Seringkali gejala meliputi mata, yaitu berair, kemerahan dan gatal. Rinitis alergi merupakan penyakit
yang umum dan sering dijumpai.
Rinosinusitis merupakan sebagai inflamasi pada mukosa sinus paranasal yang disertai atau dipicu oleh rinitis.
Patofisiologi rinosinusitis digambarkan sebagai lingkaran tetutup, dimulai dengan inflamasi mukosa hidung
khususnya kompleks osteomeatal. Oedem mukosa akan menyebabkan obstruksi ostium sinus sehingga sekresi
sinus normal menjadi terjebak (sinus stasis).
KESIMPULAN
Laringofaringeal refluks (LPR) adalah suatu keadaan adanya refluks asam lambung ke ruang laringofaring, di mana
laringofaring merupakan bagian yang berdekatan dengan jaringan di traktus aerodigestive atas. Antara penyebab
LPR ini adalah asam lambng yang mencederai esophagus distal atau ransangan refleks vagal. Gagalnya mekanisme
fisiologis juga menyebabkan kecederaan pada traktus aerodigestif yang menyebabkan rasa tidak nyaman pada
pasien LPR.
Oklusi tuba ada kelainan disfungsi tuba eustachius yang dapat bermanifestasikan ke berbagai gejala seperti
gangguan pendengaran, tinitus dan telinga terasa tertutup. Pemeriksaan fisik sering didapatkan tidak ada kelainan,
lalu bisa dilakukan tes penala dan juga tes timpanometri dan audiometri nada murni untuk menegakkan diagnosis.
Pengobatan akan bergantung pada sebab terjadinya oklusi tuba seperti mengobati infeksi yang terjadi di saluran
pernafasan atas.