Anda di halaman 1dari 21

Abses Leher Dalam

Michael Steven
11.2017.161
Co-ass THT
Anatomi Faring
Faring di bagi atas :
a. Nasofaring
b. Orofaring
c. Laringofaring
(hipofaring)

Faring terdiri atas :


 Mukosa faring bervariasi
 Palut lendir (mucous blanket)
 Otot-otot faring
Anatomi Faring
Palatum mole terdapat lima pasang
otot :
 M.levator veli palatini
 M.tensor veli palatini
 M.palatoglosus.
 M.palatofaring
 M.azigos uvula

•Perdarahan utama faring berasal


dari cabang a.karotis eksterna
•Persarafan motorik dan sensorik
daerah faring berasal dari
pleksus faring yang ekstensif.
•Aliran limfa dari dinding faring
dapat melalui 3 saluran, yakni
superior, media, dan inferior
Anatomi Faring
Ruang Faringeal
 Ruang Retrofaring

(retropharyngeal space)
 Ruang Parafaring (fosa

faringomaksila )

Ruang submandibula
 Ruang sublingual
 Ruang submaksila.
Fisiologi Faring
Fungsi menelan
 Fase oral
 Fase faringeal
 Fase esofagal

Fungsi faring dalam proses bicara


 Gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring.
 Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik

palatum mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior


faring. Jarak yang tersisa ini diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant
pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2 macam
mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan
m.palatofaring (bersama m.salfingofaring) dan oleh kontraksi aktif
m.konstriktor faring superior. Mungkin kedua gerakan ini bekerja
tidak pada waktu yang bersamaan.
ABSES LEHER DALAM
 ABSES PERITONSIL (QUINSY)
 ABSES RETROFARING
 ABSES PARAFARING
 ABSES SUBMANDIBULA
 ANGINA LUDOVICI (LUDWIG’S ANGINA)
ABSES PERITONSIL (QUINSY)
 Akumulasi pus terlokalisir di jaringan peritonsil yang terbentuk
akibat dari tonsilitis supuratif.

Epidemiologi
Tidak ada data akurat secara internasional. Umur pasien
dengan abses peritonsil bervariasi, dengan jarak 1-76
tahun, dengan insidensi tertinggi pada pasien dengan
usia 15-35 tahun.17 Tidak ada predileksi jenis kelamin
ataupun ras.

Etiologi
Sumbernya dari kelenjar mukus Weber di kutub atas
tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan
penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob
dan anaerob. Dapat diketahui dari kultur
ABSES PERITONSIL (QUINSY) (2)
PATOFISIOLOGI
 Infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil

tersering menampati daerah ini, sehingga


tampak palatum mole membengkak
 Patofisiologi abses peritonsil tidak diketahui.

Teori yang diterima : kelanjutan dari episode


tonsilitis eksudatif yang menjadi peritonsilitis
terlebih dahulu dan lalu membentuk abses.
Abses peritonsil juga bisa merupakan
manifestasi dari infeksi Epstein Barr Virus
(misalnya mononucleosis)
ABSES PERITONSIL (QUINSY) (3)
Gejala dan Tanda
 Odinofagia (nyeri menelan) yang hebat, nyeri telinga (otalgia), muntah

(regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara


gumam (hot potato voice) dan sukar membuka mulut (trismus), serta
pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. Ada riwayat
faringitis akut ditemani dengan tonsilitis dan rasa faring tidak nyaman
unilateral dan makin memburuk.
 Gejala lain : malaise, kelelahan, dan sakit kepala. Sering mengalami demam

dan rasa tenggorokan penuh yang tidak simetris.

Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan rongga mulut menunjukkan tanda-tanda eritem, palatum mole

asimetris, eksudasi tonsil, dan uvula disposisi kontralateral.


 Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. Palatum mole

tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula


bengkak dan terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis,
mungkin banyak detritus dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah.
ABSES PERITONSIL (QUINSY) (3)
Pemeriksaan Penunjang Komplikasi
1. Pemeriksaan laboratorium
 Darah perifer lengkap, Perdarahan, aspirasi paru atau
 Tes Monospot
piemia.
2. Pemeriksaan radiologi Mediastinitis.
 Foto x-ray jaringan lunak polos
Trombus sinus kavernosus,
 CT scan
meningitis, dan abses otak.
 Ultrasonografi1,5,6
Angina Ludovici
3. Aspirasi jarum
 Aspirasi material purulen

merupakan diagnostik, dan dapat


dikirim untuk kultur. Diagnosis (mungkin)
I. Pembengkakan unilateral
area peritonsil.
II. Pembengkakan unilateral
palatum mole, dengan
disposisi anterior tonsil
ipsilateral.
III. Tonsilitis yang non resolusi,
dengan pembesaran tonsil
unilateral persisten.
ABSES PERITONSIL (QUINSY) (4)
Terapi 1,5-7
1. Medikamentosa
•Pemberian cairan intravena atau intake cairan oral adekuat.
•Antipiretik dan analgetik
•Terapi antibiotik sebaiknya dimulai setelah kultur (penisilin intravena dosis tinggi)
Cephalexin atau sefalosporin lain (dengan atau tanpa metronidazol) A.B terapi awal.
A.B lainnya : (1) cefuroxime or cefpodoxime (dengan atau tanpa metronidazol), (2) klindamisin, (3) trovafloxacin, atau (4)
amoksisilin/klavulanat (jika mononucleosis sudah disingkirkan).
•Penggunaan steroid kontroversial.
•Obat kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher.

2. Bedah
Preoperatif (Inform Consent)
Intraoperatif
Pada pasien kooperatif, tindakan dapat dilakukan di kursi pemeriksaan (Injeksi anestesi lokal dengan epinefrin)
Aspirasi jarum
Aspirasi jarum dapat digunakan untuk diagnostik dan terapeutik
Insisi dan drainase
Menginsisi mukosa di atas abses, biasanya terletak di lipatan supratonsil.
Tonsilektomi
Operasi tonsilektomi + drainase abses disebut (tonsilektomi “a’chaud”)
Operasi tonsilektomi dilakukan 3-4 hari sesudah drainase abses (tonsilektomi “a’tiede”)
Operasi tonsilektomi 4-6 minggu setelah drainase abses, disebut (tonsilektomi “a’froid”)
Pascaoperatif
Perhatikan intake cairan dan keadaan pasien post Operasi
Penggunaan antibiotik
Analgetik oral
ABSES RETROFARING
 Peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring (Posterior dari faring, dengan
fasia bukofaringeal di anterior, fasia prevertebral di posterior, dan selubung karotid di lateral.
Ruang ini memanjang superior sampai basis kranii dan inferior ke mediastinum)

Epidemiologi
Abses retrofaringeal relatif berkurang frekuensinya dibanding
dulu karena penggunaan antibiotik. Namun pada beberapa studi
di Amerika Serikat yang merupakan negara maju juga didapatkan
peningkatan frekuensi dalam 12 tahun sebanyak 4,5 kali.
Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses ruang
retrofaring ialah (1) infeksi saluran napas atas yang menyebabkan
limfadenitis retrofaring, (2) trauma dinding belakang faring oleh
benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti
adenoidektomi, intubasi endotrakea, dan endoskopi, (3)
tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin)
ABSES RETROFARING
 Gejala dan tanda 1,8
 Rasa nyeri dan sukar menelan. Dapat
timbul sesak napas, timbul stridor
dan perubahan suara. Pada bayi,
nyeri tenggorok dan/atau
pembengkakan leher dapat
menyebabkan asupan gizi yang
Tatalaksana
kurang disertai letargi.  Terapi
medikamentosa : A.B
Pemeriksaan Penunjang dosis tinggi
1. Pemeriksaan Lab
Pungsi dan insisi
• Darah perifer lengkap
• Kultur darah dan pus abses melalui
• Protein C-reaktif (CRP) laringoskopi
langsung. Tindakan
2. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
 Foto x-ray jaringan
lunak leher lateral
dalam analgesia lokal
 CT scan leher atau anestesia umum.
 Foto x-ray dada
 MRI dengan gadolinium
 Ultrasonografi
ABSES PARAFARING
 peradangan yang disertai pembentukan pus pada ruang
parafaring

Etiologi
1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada
saat melakukan tonsilektomi dengan
analgesia.
2. Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian
dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus
paranasal, mastoid, dan vertebra servikal
(sumber infeksi)
3. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil,
retrofaring, atau submandibula.
ABSES PARAFARING
Pemeriksaan Penunjang
 Gejala dan tanda : trismus, indurasi 1. Pemeriksaan laboratorium1,9
Pemeriksaan kultur dan tes resistensi A.B
atau pembengkakan di sekitar angulus 2. Pemeriksaan Radiologi1,9
submandibula, demam tinggi dan •Foto jaringan lunak leher antero-posterior dan
pembengkakan diniding lateral faring, lateral
•Pemeriksaan foto toraks
sehingga menonjol ke arah medial. •Pemeriksaan tomografi komputer

Terapi
Untuk terapi diberikan antibiotika dosis tinggi secara
parenteral terhadap kuman aerob dan anaerob. INSISI MOSHER

Caranya melalui insisi dari luar dan inttra oral.


I. Insisi dari luar dilakukan 2 setengah jari di bawah dan
sejajar mandibula.
II. Insisi intraoral dilakukan pada dinding lateral faring.
Pasien dirawat inap sampai gejala dan tanda infeksi reda
ABSES SUBMANDIBULA
 suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah submandibula (proses infeksi
dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula)

PATOFISIOLOGI

1) Iritasi Pulpa
2) Hiperemic Pulpa
3) Pulpitis
4) Ganggren pulpa
5) Abses

Gejala dan Tanda


•Demam dan nyeri leher
•Bengkak di bawah mandibula dan
atau di bawah lidah
•Air liur yang banyak
•Trismus, disfagia dan sesak nafas

Pada PF didapatkan adanya oedema di


daerah submandibula, fluktuatif, dan
nyeri tekan. Pada insisi didapatkan
material yang bernanah atau purulent
ABSES SUBMANDIBULA
 Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
 Pada pemeriksaan
Insisi pada abses
darah rutin dan uji submandibula atau parotid  

resistensi antibiotik. Terapi


 Radiologis Antibiotik (parenteral)
Antibiotik kombinasi (kombinasi
 Foto x-ray jaringan
ceftriaxone + metronidazole)
lunak kepala AP A. B yang digunakan :
 Foto x-ray panoramik metronidazole, ceforazone
sulbactam, moxyfloxacine,
(untuk gigi). ceforazone, ceftriaxone, dan
 Foto x-ray thoraks klindamisin
 CT-scan
Pasien dirawat inap sampai 1-2
hari gejala dan tanda infeksi Insisi pada abses
reda.2,10 submasseter 

Tindakan trakeostomi perlu


dipertimbangkan.10
 
ANGINA LUDOVICI (LUDWIG’S
ANGINA)
 Infeksi ruang submandibula berupa selulitis (peradangan
jaringan ikat) dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh
ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras
pada perabaan submandibula

 Infeksi dental primer, postekstraksi gigi Gejala dan tanda 1,2,11


o Nyeri pada area gigi yang terinfeksi. Dagu terasa
maupun oral hygiene yang kurang, tegang dan nyeri saat menggerakkan lidah
o Kesulitan membuka mulut, berbicara, dan menelan,
Sialadenitis, fraktur mandibula terbuka, serta kesulitan bernapas.
infeksi sekunder akibat keganasan o Gejala klinis umum : malaise, lemah, lesu, malnutrisi,
mulut, abses peritonsilar, infeksi kista dan

ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi o Gejala klinis ekstra oral : eritema, oedema, perabaan
obat intravena melalui leher, trauma yang keras seperti papan (board-like) serta peninggian
suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-
oleh karena bronkoskopi, intubasi sublingual yang terinfeksi, disfonia (hot potato voice)

endotrakeal, laserasi oral, luka tembus o Gejala klinis intra oral : oedema, nyeri dan peninggian
di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, lidah, nyeri menelan (disfagia), hipersalivasi
(drooling), kesulitan dalam artikulasi bicara
dan trauma pada dasar mulut (ETIOLOGI) (disarthria).

PF : demam dan takikardi dengan mulut yang tegang


dan keras dan karies pada gigi molar bawah
ANGINA LUDOVICI (LUDWIG’S
ANGINA)
 Pemeriksaan Penunjang11 Tatalaksana
1. Pemeriksaan LAB Ada tiga fokus utama, yaitu:
 Pemeriksaan darah dan 1. Menjaga patensi jalan napas.
2. Terapi antibiotik secara progesif melalui IV
waktu bekuan darah 3. Dekompresi ruang submandibular, sublingual, dan
 Pemeriksaan kultur dan submental.
 
sensitivitas • Lakuin fiber-optic Endotracheal Tube. Jika gagal, dapat
dilakukan krikotiroidotomi atau trakheotomi dengan
anestesi lokal.
2. Pemeriksaang radiologi
 Foto x-ray • Pemberian dexamethasone IV selama 48 jam, di samping
terapi antibiotik dan operasi dekompresi. Diawali dengan
 USG dosis 10mg, lalu diikuti dengan pemberian dosis 4 mg tiap
 CT-scan 6 jam selama 48 jam.

 MRI • Kultur darah dapat membantu mengoptimalkan regimen


terapi.
• Selain itu, dilakukan eksplorasi dengan memakai cunam
tumpul. Jika terbentuk nanah, dilakukan insisi dan
drainase. Insisi dilakukan di garis tengah secara horisontal
setinggi os hyoid (3-4 jari di bawah mandibula).
• Pasien di rawat inap sampai infeksi reda
KESIMPULAN
 Infeksi leher bagian dalam berkembang dalam
ruang-ruang potensial leher. Penegakan diagnosis
abses leher dalam diperlukan anamnesis yang
cermat, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi,
laboratorium dan aspirasi jarum untuk kultur dan
sensitivitas kuman jika telah terbentuk abses.
Laboratorium biasanya didapatkan leukositosis.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu X
foto servikal AP-lateral, foto panoramik, X foto
thorax untuk mengetahui komplikasi ke paru-paru,
CT Scan dengan kontras, MRI, ultrasound,
arteriography.
SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai