Michael Steven
11.2017.161
Co-ass THT
Anatomi Faring
Faring di bagi atas :
a. Nasofaring
b. Orofaring
c. Laringofaring
(hipofaring)
(retropharyngeal space)
Ruang Parafaring (fosa
faringomaksila )
Ruang submandibula
Ruang sublingual
Ruang submaksila.
Fisiologi Faring
Fungsi menelan
Fase oral
Fase faringeal
Fase esofagal
Epidemiologi
Tidak ada data akurat secara internasional. Umur pasien
dengan abses peritonsil bervariasi, dengan jarak 1-76
tahun, dengan insidensi tertinggi pada pasien dengan
usia 15-35 tahun.17 Tidak ada predileksi jenis kelamin
ataupun ras.
Etiologi
Sumbernya dari kelenjar mukus Weber di kutub atas
tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan
penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob
dan anaerob. Dapat diketahui dari kultur
ABSES PERITONSIL (QUINSY) (2)
PATOFISIOLOGI
Infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rongga mulut menunjukkan tanda-tanda eritem, palatum mole
2. Bedah
Preoperatif (Inform Consent)
Intraoperatif
Pada pasien kooperatif, tindakan dapat dilakukan di kursi pemeriksaan (Injeksi anestesi lokal dengan epinefrin)
Aspirasi jarum
Aspirasi jarum dapat digunakan untuk diagnostik dan terapeutik
Insisi dan drainase
Menginsisi mukosa di atas abses, biasanya terletak di lipatan supratonsil.
Tonsilektomi
Operasi tonsilektomi + drainase abses disebut (tonsilektomi “a’chaud”)
Operasi tonsilektomi dilakukan 3-4 hari sesudah drainase abses (tonsilektomi “a’tiede”)
Operasi tonsilektomi 4-6 minggu setelah drainase abses, disebut (tonsilektomi “a’froid”)
Pascaoperatif
Perhatikan intake cairan dan keadaan pasien post Operasi
Penggunaan antibiotik
Analgetik oral
ABSES RETROFARING
Peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring (Posterior dari faring, dengan
fasia bukofaringeal di anterior, fasia prevertebral di posterior, dan selubung karotid di lateral.
Ruang ini memanjang superior sampai basis kranii dan inferior ke mediastinum)
Epidemiologi
Abses retrofaringeal relatif berkurang frekuensinya dibanding
dulu karena penggunaan antibiotik. Namun pada beberapa studi
di Amerika Serikat yang merupakan negara maju juga didapatkan
peningkatan frekuensi dalam 12 tahun sebanyak 4,5 kali.
Etiologi
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya abses ruang
retrofaring ialah (1) infeksi saluran napas atas yang menyebabkan
limfadenitis retrofaring, (2) trauma dinding belakang faring oleh
benda asing seperti tulang ikan atau tindakan medis, seperti
adenoidektomi, intubasi endotrakea, dan endoskopi, (3)
tuberkulosis vertebra servikalis bagian atas (abses dingin)
ABSES RETROFARING
Gejala dan tanda 1,8
Rasa nyeri dan sukar menelan. Dapat
timbul sesak napas, timbul stridor
dan perubahan suara. Pada bayi,
nyeri tenggorok dan/atau
pembengkakan leher dapat
menyebabkan asupan gizi yang
Tatalaksana
kurang disertai letargi. Terapi
medikamentosa : A.B
Pemeriksaan Penunjang dosis tinggi
1. Pemeriksaan Lab
Pungsi dan insisi
• Darah perifer lengkap
• Kultur darah dan pus abses melalui
• Protein C-reaktif (CRP) laringoskopi
langsung. Tindakan
2. Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan
Foto x-ray jaringan
lunak leher lateral
dalam analgesia lokal
CT scan leher atau anestesia umum.
Foto x-ray dada
MRI dengan gadolinium
Ultrasonografi
ABSES PARAFARING
peradangan yang disertai pembentukan pus pada ruang
parafaring
Etiologi
1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada
saat melakukan tonsilektomi dengan
analgesia.
2. Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian
dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus
paranasal, mastoid, dan vertebra servikal
(sumber infeksi)
3. Penjalaran infeksi dari ruang peritonsil,
retrofaring, atau submandibula.
ABSES PARAFARING
Pemeriksaan Penunjang
Gejala dan tanda : trismus, indurasi 1. Pemeriksaan laboratorium1,9
Pemeriksaan kultur dan tes resistensi A.B
atau pembengkakan di sekitar angulus 2. Pemeriksaan Radiologi1,9
submandibula, demam tinggi dan •Foto jaringan lunak leher antero-posterior dan
pembengkakan diniding lateral faring, lateral
•Pemeriksaan foto toraks
sehingga menonjol ke arah medial. •Pemeriksaan tomografi komputer
Terapi
Untuk terapi diberikan antibiotika dosis tinggi secara
parenteral terhadap kuman aerob dan anaerob. INSISI MOSHER
PATOFISIOLOGI
1) Iritasi Pulpa
2) Hiperemic Pulpa
3) Pulpitis
4) Ganggren pulpa
5) Abses
ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi o Gejala klinis ekstra oral : eritema, oedema, perabaan
obat intravena melalui leher, trauma yang keras seperti papan (board-like) serta peninggian
suhu pada leher dan jaringan ruang submandibula-
oleh karena bronkoskopi, intubasi sublingual yang terinfeksi, disfonia (hot potato voice)
endotrakeal, laserasi oral, luka tembus o Gejala klinis intra oral : oedema, nyeri dan peninggian
di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, lidah, nyeri menelan (disfagia), hipersalivasi
(drooling), kesulitan dalam artikulasi bicara
dan trauma pada dasar mulut (ETIOLOGI) (disarthria).