Anda di halaman 1dari 33

PROSEDUR

STANDAR ABSES LEHER DALAM


PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

Tanggal terbit Ditetapkan di

Direktur Utama

Abses leher dalam adalah abses yang terbentuk di dalam


PENGERTIAN ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan leher. Gejala
dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di
ruang leher dalam yang terlibat. Abses leher dalam dapat
berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses parafaring,
abses submandibula, dan angina ludovici (Ludwig’s angina).

- Diagnosis dan terapi yang tepat untuk mengatasi infeksi dan


mencegah komplikasi.
TUJUAN - Mencegah obstruksi jalan nafas.

Semua tindakan harus memenuhi prosedur penanganan abses


KEBIJAKAN
leher dalam sesuai guidlines THT-KL

1. Abses retrofaring :
- penderita berbaring terlentang posisi Rose.
- Insisi trans oral, untuk menghindari terlihatnya jaringan
parut dan kontaminasi jaringan lain di leher.
- Pus yang keluar segera diisap, agar tidak terjadi aspirasi.
2. Abses parafaring :
- Drainase eksternal yaitu melalui fossa sub maksilaris.
- Insisi bentuk T atau insisi horizontal :
 Insisi horizontal sejajar di bawah mandibula.
 Insisi vertical sepanjang tepid an otot
sternokleidomastoid.
- Selubung karotis ditelusuri untuk menemukan rongga
abses.
- Jari operator dimasukan dibawah kelenjar submandibula
dan digunakan untuk diseksi secara tumpul sepanjang
venter posterior otot digastrikus ke dalam ke apeks
mastoid, ke arah prosesus stiloid yang terletak di dalam
PROSEDUR ruang parafaring.
- Dipasang drain terpisah di bagian superior dan inferior
ruang yang telah dibuka.

PROSEDUR
STANDAR ABSES LEHER DALAM
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2

3. Abses submandibula :
Abses lidah dan dasar mulut (Ludwig’s Angina)
- Insisi horizontal sepanjang tepi bawah massa.
- Lipatan kulit atas yang sangat terbatas dibuat untuk
mengidentifikasi raphe mylohyoid.
- Insisi vertical dibuat sepanjang raphe.
- Rongga abses dimasuki dengan menggunakan klem
PROSEDUR bengkok.
- Otot geniohyoid dapat diidentifikasikan dan dipisahkan.
- Drain Penrose kecil dimasukkan.
- Dilakukan penutupan otot platysma pada tepi insisi.
Abses leher lateral
- Insisi kulit pendek dan horizontal pada titik yang paling
menonjol.
- Lipatan kulit atas yang sangat terbatas dilakukan untuk
mengidentifikasi tepi depan otot sternocleidomastoid.
- Insisi dilakukan sepanjang tepi depan ini.
- Klem bengkok dimasukkan ke dalam rongga abses, dapat
meluas sampai di bawah mandibula.
- Drain Penrose kecil dimasukkan.
- Dilakukan penutupan otot platysma pada tepi insisi

4. Abses peritonsil :
- Aspirasi atau insisi dan drainase dapat dilakukan setelah
setelah anestesi topical atau anestesi umum.
- Aspirasi dengan jarum spinal 18 G atau insisi dilakukan
pada daerah yang paling fluktuatif.
- Setelah insisi, rongga abses dibuka lebar dengan
menggunakan hemostat panjang.
- Dilakukan evakuasi cairan pus yang keluar.
- Jika gagal dengan drainase dan antibiotik, dianjurkan
tonsilektomi.

- SMF Mikrobiologi (Instalasi Laboratorium) : Bakteriologi


UNIT TERKAIT dan tes sensitifitas.
- SMF Radiologi : foto rontgen, CT Scan, MRI, USG
- SMF THT-KL
PROSEDUR
STANDAR TONSILITIS KRONIS
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

Tanggal terbit

Ditetapkan di

PENGERTIAN
Adalah peradangan kronis pada tonsil palatine.

Faktor Predisposisi :

 Rangsangan menahun dari rokok.


 Hygiene mulut yang buruk
ETIOLOGI  Kelelahan fisik.
 Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.
Kuman Penyebab :

 Bakteri grup A strepkokus beta hemolitikus, pneomokokus,


streptokokus viridian, hermofilus influenze.

 Serangan tonsillitis yang berulang.


 Nyeri tenggorok yang minimal.
 Odinofagia.
GAMBARAN
 Halitosis.
KLINIK  Rasa mengganjal di kerongkongan.
 Gejala sistemik (turunnya daya tahan, kelelahan, mudah
terkena influenza, hilangnya nafsu makan)

 Faringoskopi
PEMERIKSAAN Tampak tonsil ukuran normal atau membesar, permukaan
FISIK yang tidak rata, kripte melebar dan kadang-kadang berisi
detritus. Arcus anterior dan posterior kadang-kadang
hiperemi.
 Palpasi Leher
Pembesaran kelenjar limfe jugulodigastrik.

PEMERIKSAAN Laboratorium (darah rutin, waktu pembekuan, waktu


perdarahan, tes fungsi hepar, dan tes fungsi ginjal.
PENUNJANG

Berdasarkan :

 Gejala Klinis.
 Pemeriksaan Fisik.
DIAGNOSIS  Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis Banding :
 Tonsillitis residivan akut.
 Tumor tonsil.

PROSEDUR

TONSILITIS KRONIS
STANDAR
PROSEDUR
No. Dokumen No. Revisi Halaman
OPERASIONAL
2/2

Komplikasi penyakit :

 Lokal (rhinitis kronis, sinusitis paranasalis, otitis media, abses


leher dalam).
KOMPLIKASI  Sistemik (demam rematik, glomerulonefritis akut, endokarditis,
miositis, uveitis, dan iridosiklitis.
Komplikasi Tindakan :

 Perdarahan.
 Jaringan tonsil masih tersisa.

PROGNOSIS
Baik

TUJUAN
Mengobati keluhan dan penyebabnya

KEBIJAKAN
Semua tindakan harus memenuhi prosedur penanganan
tonsilitis kronik sesuai guidlines THT-KL

PROSEDUR
 Operasi Tonsilektomi, lihat PROSEDUR TONSILEKTOMI
 Medikamentosa

UNIT TERKAIT SMF THT-KL, Instalasi Laboratorium (SMF Patologi Klinik)

PROSEDUR
STANDAR TONSILITIS AKUT
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/1
Tanggal terbit
Ditetapkan di

PENGERTIAN Adalah peradangan akut pada tonsil.

ETIOLOGI Bakteri grup A streptokokus beta hemolitikus, pneomokokus,


streptokokus viridian, hemofilus influenza.

GAMBARAN  Nyeri tenggorok.


 Nyeri waktu menelan.
KLINIK
 Demam dengan suhu tubuh tinggi (anak-anak dapat disertai
kejang).
 Malaise dan selfagia.
 Nyeri di sendi-sendi.
 Tidak nafsu makan.
 Nyeri telinga (referred otalgia).
PEMERIKSAAN Faringoskopi ; tonsil membengkak, hiperemis, tampak detritus
FISIS pada kripte atau membran semu.

PEMERIKSAAN
Laboratorium (darah rutin).
PENUNJANG

Berdasarkan :
DIAGNOSIS
 Gejala klinis.
 Pemeriksaan fisis & pemeriksaan penunjang.
Diagnosis Banding :

 Angina Plaut Vincent.


 Scarlet Fever.
 Mononukleosis Infeksiosa.
 Difteri.
Lokal :
KOMPLIKASI
 Abses peritonsiler.
 Abses retrofaring.
 Abses parafaring.
 Otitis media akut.
Sistemik :

 Nefritis, glomerulonefritis akut.


 Endokarditis.

PROGNOSIS Baik
TUJUAN Mengobati keluhan dan menghilangkan penyebab tonsilitis
akut

KEBIJAKAN Semua tindakan harus memenuhi prosedur penanganan


tonsilitis akut sesuai guidlines THT-KL

PROSEDUR Antibiotika spectrum lebar, analgetik, dan antipiretik.

UNIT TERKAIT
SMF THT-KL, Instalasi Laboratorium (SMF Patologi klinik)

PROSEDUR
STANDAR HIPERTROFI ADENOID
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/1

Tanggal terbit
Ditetapkan di

PENGERTIAN Adalah pembesaran adenoid akibat hyperplasia.

ETIOLOGI Adalah peradangan kronik atau kronik.


- Obtruksi nasi.
- Rinolalia oklusa.
GEJALA KLINIK - Mouth breathing mengakibatkan :
 Maloklusi dan overbite.
 Fasies adenoidea.
 Infeksi saluran nafas bawah.
- Oklusi tuba auditiva mengakibatkan :
 Otitis media berulang.
 Ketulian konduktif.
- Gejala umum :
 Gangguan tidur
 Tidur ngorok.
 Pertumbuhan fisik kurang.
- Direkta (trans oral, rhinoskopi anterior).
PEMERIKSAAN
- Indekta 9rhinoskopi posterior, nasofaringokopi).
FISIS - Palpasi.
Radiologi (foto kepala true lateral)
PEMERIKSAAN

PENUNJANG

- Gejala klinis.
- Pemeriksaan fisik.
- Pemeriksaan penunjang.
DIAGNOSIS Diagnosis Banding :
- Abses retrofaring.
- Angiofibroma nasofaring juvenile.
- Tumor nasofaring.
Perdarahan, oklusi tuba auditiva.
KOMPLIKASI

Baik
PROGNOSA

TUJUAN Mengobati keluhan dan menghilangkan penyebabnya

KEBIJAKAN Semua tindakan harus memenuhi prosedur penanganan


hipertrofi adenoid sesuai guidlines THT-KL

Adenoidektomi.
PROSEDUR

UNIT TERKAIT SMF THT-KL, SMF Radiologi

PROSEDUR

TONSILEKTOMI
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2
Tanggal terbit Ditetapkan di

PENGERTIAN Adalah suatu operasi pengangkatan tonsil dengan pendekatan


diseksi tajam.

Diindikasikan untuk :

A. Indikasi Absolut
1. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea
waktu tidur.
2. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas.
3. Hipertrofi yang menyebabkan disfagia dengan penurunan
berat badan.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma)
5. Abses peritonsilar berulang atau abses yang meluas pada
jaringan sekitarnya.

B. Indikasi yang dapat diterima pada anak-anak


TUJUAN
1. Serangan tonsillitis yang berulang (walaupun telah
diberikan penatalaksanaan medis yang adekuat).
2. Tonsillitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus
menetap (karier).
3. Hyperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional.
4. Hyperplasia dan obstruksi yang menetap 6 bulan setelah
infeksi mononucleosis.
5. Riwayat demam reumatik dengan kerusakan jantung yang
berhubungan dengan tonsillitis rekurens kronis.
6. Radang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan
respon terhadap penatalaksanaan medis.
7. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan
abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan
jalan nafas bagian atas.
8. Tonsillitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan
adenopati servikal parsisten.

KEBIJAKAN
Semua tindakan harus memenuhi prosedur tonsilektomi sesuai
guidlines THT-KL

PROSEDUR
STANDAR TONSILEKTOMI
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2

1. Persiapan alat :
- Pisau - Penjerat tonsil
- Respatorium - Gunting
- Klem tonsil - Benang
- Mouth gag - Tampon tang
- Klem arteri - Double level
- Over Klem
2. Persiapan penderita :
- Anamnesis yang teliti tentang riwayat penyakit.
- Uji penyaringan terhadap gangguan darah misalnya ;
jumlah trombosit, waktu protombin, waktu tromboplastin,
waktu bekuan dan waktu perdarahan.
- Radiografi dada dan elektrokardiografi dianjurkan pada
pasien dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun.
PROSEDUR - Dipuasakan minimal 6 – 8 jam sebelum tindakan
dilakukan.
- Premedikasi dilakukan dengan adona dan diazepam.
3. Tindakan :
- Penderita tidur terlentang dengan kedua tangan sejajar
di sisi kiri dan kanan. Dalam keadaan anestesi umum
melalui naso endotrachched tube, operator berdiri di sisi
kanan penderita.
- Desinfeksi dengan alcohol 70% disekitar bibir, pipi,
dagu, dan hidung.
- Mulut dibuka dengan mouth gag.
- Tampon dimasukan sampai di hipofaring.
- Tonsil kiri dipegang dengan alilis clamp dan diretraksi ke
medial sehingga pilar anterior tegang.
- Dilakukan insisi superficial pada mukosa pilar anterior.
Perlekatan tonsil dengan pilar anterior dilepaskan kea
rah atas secara tumpul dengan polip tag. Pada kutub
atas perlekatan tonsil dengan pilar posterior dilepaskan
secara tajam dengan gunting.
- Perlekatan tonsil dengan kapsul dilepaskan kea rah
kutub bawah dengan menggunakan respatorium,
kemudian dengan jerat tonsil, tonsil dilepaskan dari
perlekatannya
- Evaluasi perdarahan dengan menggunakan tampon
yang diletakkan pada fossa tonsilaris, dan bila perlu
dilakukan ligasi.
- Hal sama dilakukan dengan tonsil sebelah kanan.
- Tampon hipofaring dikeluarkan.
- Sisa-sisa perdarahan dan lender yang ada pada
orofaring diisap.
- Mouth gag dilepaskan dan operasi selesai.

SMF THT-KL, SMF Anestesi, Instalasi Laboratorium (SMF


UNIT TERKAIT Patologi Klinik), SMF Radiologi, SMF Penyakit Dalam

PROSEDUR
STANDAR
PROSEDUR BIOPSI TUMOR NASOFARING
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/1

Tanggal Terbit Ditetapkan di

Suatu cara pengambilan contoh jaringan nasofaring untuk


PENGERTIAN pemeriksaan patologi/morfologi tumor nasofaring secara
mikroskopis

Memperoleh gambaran histopatologis jaringan tumor nasofaring


TUJUAN untuk rencana terapi dan prognosis pasien.

KEBIJAKAN Prosedur harus sesuai dengan guidlines THT-KL.


1. Persiapan alat :
- Cunam biopsy - Botol berisi formalin 10%
- Pinset bayonet - Lampu kepala
- Tampon lidokain - Efedrin
2. Persiapan pasien :
- Informed concent.
- Laboratorium darah (rutin, kimia darah, waktu perdarahan,
waktu pembekuan).
PROSEDUR - CT Scan nasofaring
3. Tindakan :
- Tampon hidung dengan kapas efedrin-lidokain.
- Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung
menyelusuri konka media ke nasofaring.
- Cunam diarahkan ke lateral kemudian jaringan digigit
sampai lepas dari tempatnya.
- Jaringan dimasukkan ke dalam botol berisi formalin 10%.
- Kontrol perdarahan.

SMF THT-KL, SMF Patologi Anatomi, Instalasi Laboratorium


UNIT TERKAIT (SMF Patologi Klinik)

PROSEDUR
STANDAR
PROSEDUR BIOPSI TUMOR TONSIL
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/1

Tanggal Terbit Ditetapkan di

Suatu cara penyambilan contoh jaringan untuk pemeriksaan


PENGERTIAN patologi/morfologi tumor tonsil secara mikroskopis.
Untuk memperoleh gambaran hispatologi jaringan tumor tonsil
TUJUAN untuk rencana terapi dan prognosis pasien.

KEBIJAKAN Prosedur harus sesuai dengan guidlines THT-KL.


1. Persiapan alat :
- Biopsi tang - Bisturi
- Spoit 3 cc - Lampu kepala
- Spatel lidah - Xylocain spray
- Botol biopsy yang
berisi formalin 8%
2. Persiapan pasien :
- Laboratorium darah rutin, CT dan BT.
- Informed concent.
PROSEDUR 3. Tindakan :
- Semprotkan xylocain pada daerah tonsil yang akan di
biopsi.
- Buat insisi vertikal pada daerah tonsil yang dicurigai.
- Ambil jaringan dengan memasukkan tang biopsi lewat
insisi yang dibuat.
- Jaringan di ambil pada pool atas, tengah, dan bawah.
- Perdarahan di atasi dengan kaustik AgNo3/Albothyl
consentrate/trichlor acetic acid 30%.
SMF THT-KL, SMF Patologi Anatomi, Instalasi Laboratorium
UNIT TERKAIT (SMF Patologi Klinik)

PROSEDUR
STANDAR
PROSEDUR BIOPSI TUMOR HIDUNG
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/1

Tanggal Terbit Ditetapkan di

Suatu cara pengambilan contoh jaringan hidung untuk


PENGERTIAN pemeriksaan patologi/morfologi tumor hidung secara
mikroskopis
Memperoleh gambaran histopatologis jaringan tumor hidung
TUJUAN untuk rencana terapi dan prognosis pasien.
KEBIJAKAN Prosedur harus sesuai dengan guidlines THT-KL.
1. Persiapan alat :
- Cunam biopsy - Botol berisi formalin 10%
- Pinset bayonet - Lampu kepala
- Tampon lidokain - Efedrin
2. Persiapan pasien :
- Informed concent.
- Laboratorium darah rutin, kimia darah, waktu perdarahan,
waktu pembekuan.
PROSEDUR - CT Scan Hidung
3. Tindakan :
- Tampon hidung dengan kapas efedrin-lidokain.
- Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung dan
diarahkan kepada daerah yang dicurigai
- Tumor kemudian jaringan digigit sampai lepas dari
tempatnya.
- Jaringan dimasukkan ke dalam botol berisi formalin 10%.
- Kontrol perdarahan.
SMF THT-KL, SMF Patologi Anatomi, Instalasi Laboratorium
UNIT TERKAIT (SMF Patologi Klinik)

PROSEDUR
STANDAR INSISI PSEUDOOTHAEMATOMA
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/1

Tanggal terbit Ditetapkan di

Suatu tindakan insisi pseudoothaematoma karena adanya


PENGERTIAN penumpukan serum diantara perikondrium dan tulang
rawan daun telinga.

Tindakan dilakukan oleh dokter ahli THT-KL atau residen


KEBIJAKAN THT-KL yang dianggap mampu dibawah supervisi dokter
ahli THT-KL.
1. Cuci tangan, mengenakan sarung tangan steril.
2. Desinfeksi aurikula dengan betadine terutama daerah
yang terdapat othaematoma.
3. Injeksi dengan lidokain 2% biarkan 5 menit diatas
daerah yang akan diinsisi.
PROSEDUR 4. Insisi kulit diatas pseudoothaematoma kemudian
dikuret sampai bersih.
5. Kulit yang sudah di insisi dipertemukan kembali lalu
bebat tekan dengan kasa yang di gulung dan di fiksasi
ke permukaan posterior aurikula atau dengan
menggunakan bebat gips.
UNIT TERKAIT SMF THT-KL

PROSEDUR
STANDAR PARACENTESIS
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/1

Tanggal terbit Ditetapkan di

Parasentesis adalah tindakan aspirasi cairan yang


PENGERTIAN
terkumpul di telinga tengah melalui membran timpani yang
intak.
Agar cairan dalam telinga tengah dapat dikeluarkan
TUJUAN walaupun membran timpani intak.

KEBIJAKAN Prosedur harus sesuai dengan guidline THT-KL

1. Cuci tangan menggunakan sarung tangan steril.


2. Dapat melihat membran timpani dengan baik
PROSEDUR dan sebaiknya menggunakan mikroskop.
3. Tindakan pembersihan liang telinga dengan
kapas aplikator dan alkohol 71%.
4. Sterilkan kapas yang dibasahi xylocian 10% diletakan

pada membran timpani, biarkan 5 menit.


5. Kapas yang dibasahi fenol 100% disentuhkan ke
membran timpani yang akan diparasentesikan
sampai berwarna putih.
6. Lakukan parasentesis pada bagian posterior
inferior atau antero inferio.
7. Isap sekret yang keluar dari luka insisi dan kultur
sekret.
UNIT TERKAIT SMF THT-KL
PROSEDUR
STANDAR EKSTRAKSI SERUMEN
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/1

Tanggal terbit Ditetapkan di

Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea dan


PENGERTIAN kelenjar serumen yang terdapat pada sepertiga luar liang
telinga.
TUJUAN Menghilangkan sumbatan pada liang telinga

KEBIJAKAN Prosedur harus sesuai dengan guidline THT-KL

1. Memakai lampu kepala yang cukup terang.


2. Menggunakan pengait / cerumen hak atau kuret bila
cerumen keras.
3. Bila dengan cara ini sukar dikeluarkan dapat diberikan
PROSEDUR karbogliserin.
4. Menggunakan kapas dililitkan pada aplikator bila
cerumen cair.
5. Pada anak atau orang yang tidak kooperatif bisa
dilakukan dengan menggunakan sedasi.
UNIT TERKAIT SMF THT-KL dan SMF Anestesi.
PROSEDUR
STANDAR MIRINGOTOMI
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/1

Tanggal terbit Ditetapkan di

Miringitomi adalah tindakan insisi pada pars tensa


PENGERTIAN membrane timpani, agar terjadi drainase sekret yang
terkumpul di telinga tengah ke liang telinga.
Agar cairan dalam telinga tengah dapat dikeluarkan
TUJUAN walaupun membran timpani intrak.

KEBIJAKAN Prosedur harus sesuai dengan guidline THT-KL

1. Memakai lampu kepala yang cukup terang,


ideal memakai mikroskop.
2. Bersihkan / disinfeksi liang telinga dengan alkohol
71%.
3. Memakai corong telinga yang sesuai dengan
PROSEDUR besar liang telinga.
4. Pisau parasentis yang digunakan kecil dan steril.
Lokasi miringotomi adalah pada kuadran proterior –
inferior.
5. Bila penderita tidak kooperatif, dapat dilakukan dengan
anestesi/sedasi.
UNIT TERKAIT SMF THT-KL dan SMF Anestesi.

PROSEDUR
STANDAR OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK
PROSEDUR DENGAN KOLESTEATOMA
OPERASIONAL Halaman
No. Dokumen No. Revisi
1/1
Tanggal terbit Ditetapkan di
Otalgia, otore kronik, berbau, sefalgia, dan tidak respon dengan
GAMBARAN KLINIK terapi antibiotic yang adekuat.
KEBIJAKAN Prosedur harus sesuai dengan guidline THT-KL
Mukopurulen otore, perforasi membran timpani (attic,
OTOSKOPI marginal, postero-superior dan total), matriks kolesteatoma
(putih mutiara), destruksi/erosi dinding posterior.
1. Radiologi (Ro. Mastoid atau CT Scan).
2. Kultur dasn sensitifitas.
PEMERIKSAAN 3. Audiometri.
PENUNJANG 4. Tes fungsi fasialis (bila ada tanda-tanda parese
nervus fasialis)
5. Tes fungsi vestibuler.
DIAGNOSIS Gambaran klinis, otoskopi dan radiologi.
PENATALAKSANAAN Operasi (Radikal atau modifikasi radikal mastoidektomi)
KOMPLIKASI Intratemporal dan intraknial.
PROGNOSIS Tergantung perluasan penyakit.
LAMA PERAWATAN 5 hari (rawat inap)
INFORMED CONSENT (lisan dan tertulis)
TENAGA STANDAR Spesialis THT-KL.
UNIT TERKAIT SMF THT-KL

STANDAR PROSEDUR
OTITIS MEDIA EFUSI
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/2
Ditetapkan di
Tanggal terbit

Terkumpulnya cairan di rongga telinga tengah tanpa tanda


PENGERTIAN
radang akut telinga tengah
KEBIJAKAN Prosedur harus sesuai dengan guidline THT-KL
Keluhan :
1. Gangguan dengar
2. Rasa penuh di telinga
3. Tinnitus
4. Otalgia ringan
KRITERIA 5. Kadang-kadang vertigo /
DIAGNOSTIK dizziness Pemeriksaan :
1. Refleks cahaya 20embrane timpani menurun sampai
menghilang
2. Kadang retraksi 20embrane timpani
3. Tampak gambaran air fluid level atau bubble sign di
cavum timpani
1. Timpanosklerosis
DIAGNOSIS BANDING 2. OMA stadium awal
PEMERIKSAAN 1. Audiometri
PENUNJANG 2. Timpanometri
Bagian I.Kes. Anak atau Anestesi bila memerlukan toleransi
KONSULTASI pembiusan
PERAWATAN RS -
Tergantung penyebabnya
1. Medikamentosa :
- mengatasi ISPA
- mengatasi alergi
2. Tindakan / operatif
PENATALAKSANAAN  Palatosisis  dilakukan palatoplasty
 Adenoiditis / Adenoid hipertropi  dilakukan
adenoidektomi
 Paracentesis
 Miringotomi dengan pemasangan pipa ventilasi

STANDAR PROSEDUR
OTITIS MEDIA EFUSI
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
OPERATIF Miringotomi dengan atau tanpa peasangan pipa ventilasi
- Cuci tangan, mengenakan sarung tangan steril
- Membran timpani dilihat dengan baik dan
sebaiknya menggunakan mikroskop
- Tindakan pembersihan liang telinga dengan kapas
PROSEDUR aplikator dan alkohol 70 %
MIRINGOTOMI - Insisi membran timpani pada kuadran yang dapat dilihat
dengan baik, kecuali daerah postero-superior,
menggunakan miringotom atau jarum steril.
- Isap sekret yang keluar dari luka insisi dan kultur sekret.
- Bila perlu dilakukan pemasangan pipa ventilasi
 Atelektasis
PENYULIT
 Adhesive otitis media
Quo ad vitam : ad bonam
PROGNOSIS Quo ad functionam : ad bonam
MASA PEMULIHAN 7-14 hari
UNIT TERKAIT SMF THT-KL dan SMF Anestesi

STANDAR PROSEDUR
PROSEDUR
OPERASIONAL ENDOSKOPI
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

Tanggal terbit Ditetapkan di

Pemeriksaan nasal, nasofaring, orofaring, hipofaring, laring,


PENGERTIAN trakea dan esophagus dengan menggunakan alat endoskop
baik rigid maupun fleksibel.

1. endoskopi diagnostik pada setiap penderita yang mempunyai


TUJUAN keluhan ataupun kelainan di daerah saluran nafas an saluran
cerna bagian atas.
2. endoskopi terapeutik seperti mengeluarkan benda asing,
pemasangan tampon dan biopsi jaringan.

KEBIJAKAN Prosedur harus memenuhi teknik dan tindakan Nasoendoskopi


sesuai guideline THT-KL

1. Persiapan alat :
a. endoskop yang akan digunakan dibersihkan
denganmenggunakan gaas bersih yang diberi cairan
antiseptic.
b. CCD Camera.
c. Light source dan light cable.
2. Persiapan pemeriksa :
a. Cuci tangan di air mengalir dan cairan antiseptic.
b. Pasang masker dan headschoen.
PROSEDUR 3. Persiapan penderita :
a. Dilakukan pemasangan tampon lidokain efedrin pada
kedua kavum nasi penderita selama 5- 10 menit.
b. Pada penderita usia lanjut dilakukan pemeriksaan tanda
vital berupa tekanan darah, denyut nadi, suhu, dan
pernafasan.
4. Tindakan :
a. Posisi penderita duduk tegak dengan kepala difiksasi oleh
asisten.
b. Pada penderita yang kooperatif, cukup diberikan anestesi
lokal sebelum tindakan.

PROSEDUR

ENDOSKOPI
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2

c. Gagang endoskop dipegang dengan tangan kanan,


sedangkan ujung bebas endoskop dipegang dengan
tangan kiri.
d. Dengan hati-hati endoskop dimasukkan ke dalam salah
satu epiglottis, laring dan introitus esophagus dapat

dievaluasi.
e. Saat memasuki kavum nasi, endoskop disusupkan
searah dengan dasar kavum nasi untuk mengevaluasi
konka inferior, kemudian endoskop diarahkan ke atas
untuk mengevaluasi konka media, meatus nasi media,
konka superior, meatus nasi superior dan resesus
sfenoetmoid. Setelah itu endoskop diarahkan menuju ke
koana dan nasofaring untuk menilai pergerakan palatum
molle pada saat penderita diinstruksikan untuk
mengucapkan vocal “I” dan mengevaluasi ostium tuba
Eustachius dan fossa Rosenmulleri, apakah terdapat
sekret, darah ataupun massa.
f. Untuk penggunaan endoskop fleksibel, pemeriksaan
dilanjutkan ke bawah melewati “post nasal space”
PROSEDUR
menuju orofaring dan epiglottis, plika ariepiglotika dan
sinus piriformis.
g. Endoskop fleksibel dimasukkan lagi sampai tampak
laring, di daerah ini dapat dievaluasi struktur laring, yaitu
plika ventrikularis, plika vokalis dan rima glottis.
h. Untuk mengevaluasi esophagus, masukkan endoskop
fleksibel melewati rima glottis.
i. Untuk mengevaluasi esophagus, masukan endoskop
fleksibel melewati sinus piriformis dan introitus
esophagus sambil menginstruksikan penderita untuk
menelan ludah.
j. Setelah pemeriksaan selesai dilakukan, tarik endoskop
secara perlahan-lahan.
k. Bersihkan endoskop dengan cairan antiseptik.
l. Simpan endoskop dalam lemari penyimpanan.

UNIT TERKAIT SMF THT-KL

PROSEDUR
STANDAR EPISTAKSIS
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/1

Tanggal terbit

Ditetapkan di

Keluarnya darah dari hidung, dengan


PENGERTIAN Etiologi ; Trauma, deviasi, septi, tumor, hipertensi, perubahan
temperature, kelainan darah (Multifaktorial).

TUJUAN
Mengetahui etiologi dan mengatasi epistaksis

Prosedur harus memenuhi teknik dan tindakan Epistaksis


KEBIJAKAN
sesuai guideline THT-KL
Prosedur :

 Perbaiki keadaan umum, pasang infuse.


 Menghentikan perdarahan :
 Lokal ; sebaiknya pasien dalam posisi duduk, bersihkan
bekuan darah, pasang tampon efedrin 1-2% dan lidocalin
2% selama 5-10 menit, cari sumber perdarahan.
 Anterior : tampon efedrin/lidokalin 5-10 menit -> kaustik
PROSEDUR dengan AgNO3 20-30% trichlor acetic acid 50% -> bila
gagal -> pasang tampon anterior boorzalf 1-2 hari.
 Posterior : pasang tampon efedrin/lidokain 5-10 menit ->
gagal -> ulangi pemasangan tampon -> gagal -> pasang
tampon pada kedua kavum nasi -> gagal -> pasang
tampon Bellocq 2-3 hari -> gagal -> ligasi a. ethmoidalis
anterior, a. maksilaris interna, a. carotis eksterna.
 Sistemik :
 Obat hemostatik, antibiotika.
 Mencegah komplikasi.
Mencegah berulangnya epistaksis.

Pemeriksaan Penunjang:

 Laboratorium rutin, CT and BT.


 Foto polos Water’s/Lat.
 CT Scan.
 Angiografi.
 Nasoendoskopi

UNIT TERKAIT SMF THT-KL, SMF Patologi Klinik, SMF Radiologi

PROSEDUR
STANDAR RINITIS ALERGI
PROSEDUR
OPERASIONAL No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/1
Tanggal terbit Ditetapkan di

PENGERTIAN Rinitis Alergi Adalah gangguan fungsi hidung, terjadi setelah


pajanan allergen melalui inflamasi mukosa hidung yang
diperantai IgE.
Untuk penanganan kelainan riinitis Alergi
TUJUAN

KEBIJAKAN Prosedur harus memenuhi Pelayanan Rinitis Alergi sesuai


guideline THT-KL

- Dilakukan Pemeriksaan fisik rutin THT-KL


PROSEDUR
- Dilakukan Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium.

- Test alergi; tes cukit kulit, eosinofil, kerokan hidung, IgE

spesifik.

-Nasoendoskopi.

- Berdasarkan guide lines ARIA – WHO


- Pencegahan dan edukasi.

UNIT TERKAIT SMF THT-KL, SMF Patologi Klinik

STANDAR
PROSEDUR TINDAKAN OPERASI ANTROTOMI CALDWELL-LUC (CWL)
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit Ditetapkan


Direktur Utama

Dr. Bambang Wibowo, Sp.OG(K)


NIP. 196108201988121001
PENGERTIAN Antrotomi CWL adalah tindakan membuka dinding depan antrum
maksila
TUJUAN Mengangkat jaringan patologik pada sinus maksila atau sebagai
akses melakukan tindakan ke fossa pterigopalatina
KEBIJAKAN Prosedur harus memenuhi teknik dan tindakan pelayanan CWL
sesuai guideline THT-KL

Persiapan Alat
a. Prasarana :
1. Ruang operasi
2. Lampu / Lampu kepala
3. Mesin penghisap
b. Bahan :
1. Baju operasi steril
2. Duk steril
3. Sarung tangan steril
4. Betadine
5. Pehacain
6. NaCl 0,9%
7. H2O2 3%
8. Kassa steril
9. Roll tampon steril
10. Benang chromic 3.0
c. Alat operasi :
1. Spuit 3 cc disposible
2. Pisau operasi no 15 / bistouri
3. Needle holder
4. Spekulum hidung Killian (pendek, sedang, panjang)
PROSEDUR
5. Pinset bayonet (Jansen/Gruenwald nasal dressing
forceps)
6. Kanul suction (diameter 4 mm)
7. Trokar antrum dan kanulnya
8. Nasal and antrum probe
9. Antrum curette (Faulkner)
10. Antrum punch (Kerrison/Hajek)
11. Langenbeck cheek retractor
12. Pahat
13. Palu cottle
14. Kikir (Maltz)
15. Forsep hidung lurus (Blakesley nasal forceps)
16. Forsep hidung 45o (Blakesley nasal forceps)
17. Forsep hidung (Bruenings-Luc)
18. Resparator
19. Freer elevator tumpul
20. Tongue spatule

STANDAR
PROSEDUR TINDAKAN OPERASI ANTROTOMI CALDWELL-LUC (CWL)
OPERASIONAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2
Persiapan Pasien

1. CT Scan SPN axial-koronal slice 3mm, Laboratorium darah lengkap


(rutin, kimia darah dan GDS) & EKG
2. Informed consent
3. Jelaskan kepada keluarga atau pasien (jika memungkinkan) tentang
tahapan perawatan pra, intra dan post tindakan
4. Terapi sebelum operasi (medikamentosa 1 jam sebelum operasi iv)
:
a. Antibiotik empirik
b. Kortikosteroid
c. Anti perdarahan
Prosedur Operasi

1. Penderita tidur telentang dalam general anestesi, posisi kepala 30o


head up
2. Desinfeksi area operasi dan memasang duk steril
3. Memasang buccal pack
4. Melakukan infiltrasi pehacain pada sulcus bucoginggival
5. Melakukan incisi pada sulkus bucoginggival mulai dari kaninus
sampai premolar 2
PROSEDUR 6. Mengelevasi mukosa, otot dan periosteum dinding depan antrum
7. Dinding depan antrum ditatah melingkar dengan tatah.
8. Memperluas lubang dengan antrum punch
9. Meratakan tepi lubang dengan kikir
10. Membersihkan jaringan patologis dalam antrum maksila
11. Melakukan antrostomi meatus inferior (intranasal)
12. Irigasi antrum dengan H2O2 3% dan NaCl 0,9%
13. Memasang roll tampon
14. Menjahit jabir mukosa diatas lubang dinding antrum dengan chromic
3.0
15. Melepas buccal pack
Perawatan paskaoperasi :

1. Terapi paska operasi (iv):


a. Antibiotik empirik/sesuai kultur
b. Kortikosteroid
c. Anti perdarahan
d. Analgetik
e. Metoklopramid
2. Posisi kepala 30o head up.
3. Tampon dilepas pada hari ke 1 paska operasi.
SMF THT-KL, SMF Anestesi, SMF Radiologi, SMF Patologi
UNIT TERKAIT Klinik, SMF Penyakit Dalam, SMF Gigi Mulut, SMF Patologi
Anatomi
STANDAR
PROSEDUR PENANGANAN POLIP NASI
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/2

Tanggal Terbit Ditetapkan

PENGERTIAN Polip hidung adalah suatu tumor jinak yang berasal dari jaringan
mukoperiosteum atau mukoperikondrial sinusmaksila atau etmoid
yang biasanya berbentuk bulat, licin kadang seperti gelatin dan
mempunyai tangkai yang berasal dari sinus, masuk kerongga
hidung .
TUJUAN Menghilangkan sumbatan akibat massa polip dan mencegah
rekurensi
KEBIJAKAN Prosedur harus memenuhi teknik dan tindakan penanganan
pplipnasi sesuai guideline THT-KL

DIAGNOSIS
GEJALA KLINIK :
- Anamnesis :
- Ostruksi hidung menetap makin lama makin berat.
- Sering kali disertai keluhan pilek lama yang tidak
sembuh-sembuh.
Pemeriksaan fisik :
- Mukosa hidung pucat oleh karena alergi atau hiperemi
oleh karena infeksi.
- Terdapat masa tumor didalam rongga hidung yang
PROSEDUR bentuk bulat, licin, warna putih, lunak, single atau multipel. Dapat
unilateral/bilateral.

PEMERIKSAAN PEMBANTU :
- X foto sinus paranasal
- CT scan
- Nasal endoskopi

PENANGANAN

 Medikamentosa: Kortikosteroid, antibiotik, antialergi


 Operasi: polipektomi dan atau CWL dan atau FESS
 Kombinasi: medikamentosa dan operasi

TINDAK LANJUT
Mencari dan mengatasi penyakit yang mendasari sebagai
pencegahan rekurensi

PENANGANAN POLIPNASI
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2

SMF THT-KL, SMF Anestesi, SMF Radiologi, SMF Patologi


UNIT TERKAIT Klinik, SMF Penyakit Dalam, SMF Patologi Anatomi

POLIPEKTOMI
STANDAR
PROSEDUR
OPERASIONAL
No. Dokumen No. Revisi Halaman

1/2

Tanggal terbit
Ditetapkan di

PENGERTIAN Polipektomi adalah suatu tindakan pengangkatan jaringan


Polipnasi / hidung yaitu suatu tumor jinak yang berasal dari
jaringan mukoperiosteum atau mukoperikondrial sinusmaksila
atau etmoid yang biasanya berbentuk bulat, licin kadang seperti
gelatin dan mempunyai tangkai yang berasal dari sinus, masuk
kerongga hidung .

TUJUAN Menghilangkan sumbatan akibat massa polip dan mencegah


rekurensi

KEBIJAKAN Prosedur harus memenuhi teknik dan tindakan polipektomi


sesuai guideline THT-KL

Persiapan Alat

1. Duk steril
2. Sarung tangan steril
3. Betadine
4. Adrenalin
5. Aqua pro injeksi
6. Pehacain
7. NaCl 0,9%
8. Kassa steril dan faringeal pack
9. Spongostan
10. Tampon hidung steril
12. Spuit 3 cc disposible
13. Jarum lumbal G 23
14. Spekulum hidung Killian (pendek, sedang, panjang)
15. Pinset bayonet (Jansen/Gruenwald nasal
dressing forceps)
16. Kanul suction (diameter 3 mm)
PROSEDUR
17. Forsep polip
18. Suction

STANDAR
PROSEDUR POLIPEKTOMI
OPERASIONAL

No. Dokumen No. Revisi Halaman

2/2

Persiapan Pasien

1. CT Scan SPN axial-koronal slice 3mm


2. Informed consent
3. Jelaskan kepada keluarga atau pasien (jika
memungkinkan) tentang tahapan perawatan pra,
intra dan post tindakan
4. Terapi sebelumoperasi(medikamentosa 1 jam
sebelum operasi iv) :
a. Antibiotik empirik
b. Kortikosteroid
c. Anti perdarahan
Prosedur Operasi
1. Penderita posisi duduk
2. Desinfeksi area operasi
3. Melakukan aplikasi kavum nasi dan area
komplek osteomeatal dengan kassa 1:4
(adrenalin : aqua)
4. Evaluasi massa polip daerah cavum nasi dan
komplek osteomeatal.
5. Melakukan infiltrasi pehacain pada massa polip
nasi dan area komplek osteomeatal
6. Dilakukan polipektomi dengan menggunakan
PROSEDUR forcep polip
7. Perdarahan yang terjadi perlu ditampon dengan
kassa 1:4, bila masif bisa dilakukan cauter.
8. Setelah semua mssa polip di cavum nasi
terangkat semua , evaluasi kembali perdarahan.
9. Melakukan cuci cavum nasi dengan NaCl 0,9%
10. Melakukan pemasangan tampon pada kavum
nasi.
11. Menutup cavum nasi dengan kassa steril.
12. Massa polip kirim ke bagian PA (pemeriksaan
histopatologi)

Perawatan paska operasi :

1. Terapi paska operasi (iv):

a. Antibiotik empirik/sesuai kultur


b. Kortikosteroid
c. Anti perdarahan
d. Analgetik

2. Penderita tidur telentang dengan posisi kepala 30ohead


up.
3. Tampon dilepas pada hari ke 3 paska operasi.

SMF THT-KL, SMF Anestesi, SMF Radiologi, SMF Patologi


UNIT TERKAIT Klinik, SMF Penyakit Dalam, SMF Patologi Anatomi

Anda mungkin juga menyukai