Disusunoleh:
dr. Isnawaty Mohamad
Pembimbing:
dr. AR. Mohamad Sp.PD, FINASIM
Pendamping:
KOLONEL (purn.) dr. Jimmy B. Moningkey
Os datang ke RSI dengan keluhan BAB hitam sejak ± 1 minggu SMRS, frekuensi ± 4x,
konsistensi lembek, banyaknya ± 1/4 gelas aqua setiap kali BAB. Keluhan perut membesar
disangkal. Mual ada, muntah disangkal, nyeri ulu hati ada, muntah darah tidak ada. Demam
disangkal, BAK biasa dengan warna seperti teh tua. Nafsu makan os berkurang dan badan terasa
lemas dan pusing.
2. Riwayat Pengobatan :
Sejak BAB darah selama 1 minggu SMRS pasien belum sempat berobat ke dokter atau
fasilitas kesehatan lainnya, tetapi 3 bln terakhir ini os sudah 2 kali di rawat di RS Bunda
dengan keluhan yang sama.
3. RiwayatPenyakit Dahulu :
Riw. Penyakit kuning saat os berusia 30 thn
Riw. Diabetes Mellitus disangkal
Riw. Hipertensi disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riw. Hepatitis (-)
Riw. Diabetes Mellitus → Ayah Pasien
Riw. Penyakit Ginjal (-)
Riw. Hipertensi (-)
Riw. Asma (-)
5. Riwayat pekerjaan:
- Wiraswasta
DaftarPustaka :
1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an
overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver Disease. 2nd ed.
China, Pa: Churchill Livingstone; 2004:125-138
2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds. Schiff’s
Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 2003:409-28
4. Kementrian Kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Situasi dan analisa Hepatitis. 2014
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi ke-4. Jakarta:
Balai penerbitan IPD FK UI; 2006. P 427-453
6. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009.
7. Chris Tanto (ed), et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid 2. Jakarta: Media
Ausculapius.2014 2
8. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005.
9. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Liver Disease. Dalam: Harrison’s
Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. New York: McGraw-Hill Companies. 1813
Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Sirosis Hepatis
2. Patofisiologi Sirosis Hepatis
3. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
BAB I
Identitas Pasien:
Keluhan Utama :
Os datang ke RSI dengan keluhan BAB hitam sejak ± 1 minggu SMRS, frekuensi ±
4x, konsistensi lembek, banyaknya ± 1/4 gelas aqua setiap kali BAB. Keluhan perut
membesar disangkal. Mual ada, muntah disangkal, nyeri ulu hati ada, muntah darah tidak ada.
Demam disangkal, BAK biasa dengan warna seperti teh tua. Nafsu makan os berkurang dan
badan terasa lemas dan pusing.
Pasien mengatakan tidak memiliki kejadian alergi, baik alergi obat-obatan maupun alergi
makanan
Riwayat Pengobatan :
Sejak BAB darah selama 1 minggu SMRS pasien belum sempat berobat ke dokter atau
fasilitas kesehatan lainnya, tetapi 3 bln terakhir ini os sudah 2 kali di rawat di RS Bunda
dengan keluhan yang sama.
Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan Penunjang
IVFD RL 20 tpm
Omeprazole 40 mg/12 jam/iv
Sucralfat syr 3 x II cth
Px : darah rutin
FOLLOW UP
Diet : lunak
Transfusi WB 4 bag
Rencana USG
Pemeriksaan
Tanggal 22 Juni 2019
Diet: Lunak
Diet :Lunak
Rencana USG
Pemeriksaan
S Bab hitam (-) , nyeri ulu hati (-) perut bengkak (+)
Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 120/80 mmHg RR 20kali/menit
T 36,6 0C BB/LP 66 kg/105 cm
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (-)
P: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah -/-,
Eritema palmaris (-)
Pemeriksaan Hb 8,8 g/dl, Ht 25,9 vol %, leukosit 2000/mm3, Trombosit
Penunjang
41.000/mm3.
Aviter 2 x 1 sach
Rencana USG
Pemeriksaan
Tanggal 25 Juni 2019
S Bab hitam (-) , nyeri ulu hati (-) perut bengkak (+)
Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 120/80 mmHg RR 20 kali/menit
T 36,6 0C BB/LP 66 kg/105 cm
Mata : Konjungtiva anemis(+), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (-)
P: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah -/-,
Eritema palmaris (-)
Ascites
Rawat jalan
Rencana Ct scan
Pemeriksaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Hal ini akibat nekrosis hepatoselular.5
Sirosis merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai dengan menghilangnya sel-
sel hati dan pembentukan jaringan ikat dalam hati yang ireversibel.3 Batasan fibrosis sendiri
adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein,
proteoglikan) dalam hati. Respons fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel.
Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.1,2
Epidemiologi
Penyebab tersering sirosis pada negara barat ialah alkoholik, sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus Hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia
menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C
30-40% dan sisanya termasuk kelompok virus bukan B dan C.3 Virus Hepatitis B telah
menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240 juta orang di antaranya menjadi
pengidap Hepatitis B kronik, sedangkan untuk penderita hepatitis C di dunia diperkirakan
sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1.5 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya karena
hepatitis.4Indonesia merupakan Negara dengan endemisitas tinggi Hepatitis B, terbesar kedua
di Negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar.4 Berdasarkan RISKESDAS di
perkirakan 28 juta penduduk indonesia terinfeksi hepatitis B dan C, 14 juta diantaranya
berpotensi untuk menjadi kronis.4
Etiologi5
Hepatitis C kronik
Hepatitis autoimun
Hemokromatosis herediter
Penyakit Wilson
Sirosis Kardiak
Galaktosemia
Fibrosis Kistik
Patogenesis
Sirosis hepatis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis), sesuai dengan
etiologinya.Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya
peranan sel Stelata (Stellate cell).Dalam keadaan normal sel Stelata mempunyai peranan
dalam penyimpanan retinoid (vitamin A). Selain itu, berperan dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraselular (kolagen tipe I dan III, proteoglikan sulfat, dan
glikoprotein) dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu (misalnya hepatitis virus, bahan-bahan
hepatotoksik), maka sel Stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses
berjalan terus, maka fibrosis terjadi terus menerus dan jaringan hati normal akan diganti oleh
jaringan ikat.6,7
Sel Stelata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk
menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang
menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah
ke sel hepatosit dan pada akhirnya sel hepatosit mati, kematian hepatosit dalam jumlah yang
besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak
gejala klinis.6,7
Patofisiologi
3. Insufisiensi hati
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi hati, antara
lain:
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hatimengandung nodul halus dan kecil merata di seluruh lobus. Pada sirosis
hepatis mikronodular, besar nodulnya <3 mm. Tipe ini biasanya disebabkanalkohol
atau penyakit saluran empedu.
Gambar 3. Gambaran sirosis hepatis mikronodular
2. Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandungnodul
yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya, ukuran ≥ 3mm, ada daerah
luasdengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. Tipe
inibiasanya tampak pada perkembangan hepatitis seperti infeksi virus hepatitis B.
Berdasarkan stadium menurut consensus Baveno IV, sirosis hepatis dibagi menjadi:8,9
Grade 3 : Tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes undulasi
1. Asites eksudatif:
Biasanya terjadi pada proses peradangan (biasanya infektif, misalnya pada
tuberculosis) danproses keganasan. Eksudat merupakan cairan tinggi protein, tinggi
LDH, ph rendah (<7,3), rendahkadar gula, disertai peningkatan sel darah
putih.Beberapa penyebab dari asites eksudatif: keganasan (primer maupun
metastasis), infeksi(tuberkulosis maupun peritonitis bakterial spontan), pankretitis,
serositis, dan sindroma nefrotik.
2. Asites transudatif:
Terjadi pada sirosis hepatis akibat hipertensi portal dan perubahan bersihan
(clearance) natriumginjal, juga bisa terdapat pada konstriksi perikardium dan
sindroma nefrotik. Transudatmerupakan cairan dengan kadar protein rendah (<30g/L),
rendah LDH, pH tinggi, kadar gulanormal, dan sel darah putih kurang dari 1 sel per
1000 mm³.Beberapa penyebab dari asites transudatif: sirosis hepatis, gagal jantung,
penyakit venaoklusif, perikarditis konstruktiva, dan kwasiokor.
Manifestasi Klinik
Sebagian besar penderita yang datang ke klinik biasanya sudah dalam stadium
dekompensata, disertai adanya komplikasi. Gambaran klinis dari penderita SH adalah mudah
lelah, anoreksia, berat badan menurun, atropi otot, icterus, spider angiomata atau spider nevi,
splenomegaly, asites, caput medusa, palmar eritema, white nails, ginekomastia, hilangnya
rambut pubis dan ketiak pada wanita, asterixis (flapping tremor), foetor hepaticus,
dupuytren’s contracture (sirosis akibat alcohol).
Gambaran laboratorium
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan tes laboratorium seperti SGOT dan SGPT
yang meningkat, dimana SGOT lebih tinggi daripada SGPT.Alkali phosphatase menigkat
kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal.GGT (Gamma Glutamil Transpeptidase) juga
meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik. Bilirubin normal pada sirosis hati kompensata
dan meningkat pada sirosis hati dekompensata. Konsentrasi albumin menurun sesuai dengan
perburukan sirosis sedangkan globulin meningkat.
Diagnosis
Gold standard diagnosis sirosis hatiadalah biopsi hati melalui perkutan, transjugular,
laparoskopi, atau biposi jarum halus.Biopsi tidak usah dilakukan apabila manifestasi klinis,
hasil laboratorium, dan radiologinya cenderung merujuk pada sirosis hati.Biopsi hati dapat
berakibat fatal, seperti perdarahan dan kematian.
Tata Laksana
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a)
kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari.
A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3x seminggu
dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan
kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta
unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA
negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti
a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis
c. Hepatorenal syndrome
d. Ensefalopati hepatik
1. Asites
- Istirahat
- Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton,
dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari,
apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.
Dapat juga diberikan Siprofloksasin 500 mg/hari per oral sebagai profilaksis pada
pasien risiko tinggi SBP, yaitu pasien dengan hipoalbumin, peningkatan PT atau INR, dan
albumin pada cairan asites rendah.
3. Hepatorenal Sindrom
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannyayaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah
5. Ensefalopati Hepatik
2. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxinyang berasal
dari usus dengan jalan :
Komplikasi6,8,9
Morbiditas dan mortalitas sirosis hepatis sangat tinggi.Kualitas hidup pasien sirosis
hepatis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.
1. Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa
ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun
dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Kriteria diagnosis: bila ditemukan ≥ 250 sel
polimorfonuklear/mm3 cairan asites dengan hasil kultur positif patogen tunggal
(biasanya E.Coli)
2. Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
Sindrom hepatorenal dibagi menjadi 2, yaitu:
Kriteria diagnosis:
a. Kadar creatinin serum > 1.5 mg/dL atau bersihan (clearance) kreatinin 24 jam < 40
mL/menit
b. Tidak ada syok, infeksi bakteri, kehilangan cairan maupunpenggunaan agen
nefrotoksik
c. Tidak ada respon perbaikan fungsi ginjal (kadar creatinin serum ≤ 1.5 mg/dL)
setelah penghentian diuretik dan pemberian plasma expander
d. Tidak ada proteinuria (< 500 mg/hari) atau hematuria (< 50 etirosit/LPB)
e. Tidak ada keterlibatan uropati obstruktif atau penyakit parenkim ginjal melalui
USG
f. Konsentrasi natrium urin < 10 mmol/L
3. Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis hepatis dengan varises esofagus pecahyang
menimbulkan perdarahan. Adanya varises esofagus harus dideteksi dengan endokopi
dengan katagori:
a. Derajat 1: varises yang kolaps bila esofagus dikembangkan dengan udara
b. Derajat 2: varises antara derajat 1 dan 3
c. Derajat 3: varises yang cukup besar untuk menutupi lumen
Untuk menilai ada/tidaknya perdarahan varises pada endoskopi, digunakan indikator
berikut
a. Perdarahan aktif yang terlihat kasat mata muncul dari varises esofagus, biasanya
menyembur atau mengalir
b. Adanya tanda bekas perdarahan berupa white nipple sign atau temuan bekuan
darah
c. Tampak varises esofagus berwarna merah dan ditemukan darah pada lambung
tanpa sumber perdarahan lain
d. Tampak varises esofagus berwarna merah dengan manifestasi perdarahan saluran
cerna tanpa darah pada lambung.
4. Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.
Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapattimbul
gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Kriteria ensefalopati hepatik menurut West-Haven :
a. Derajat 0:
Minimal atau subklinis, susah ditemukan perubahan dalam perilaku. Perubahan
minimal dalam ingatan, konsentrasi, fungsi intelektual dan koordinasi.Tidak
ditemukan asteriksis (liver flap berupa gerakan maju tiba-tiba dari pergelangan
tangan setelah dilakukan ekstensi).
b. Derajat 1:
Kemampuan mempertahankan konsentrasi memendek.Hiperinsomnia, insomnia
ataupun perubahan dalam pola tidur. Euforia, depresi, atau gampang
teriritasi.Kebingungan ringan.Kemampuan melakukan tugas mental
melambat.Ditemukan asteriksis.
c. Derajat 2:
Letargi atau apatis.Disorientasi terutama disorientasi waktu, perilaku tidak sesuai,
bicara cadel, asteriksis jelas.Tampak mengantuk, letargi, kesulitan mengerjakan
pekerjaan mental, perubahan perilaku jelas.
d. Derajat 3:
Somnolen namun masih dapat dibangunkan, tidak dapat mengerjakan tugas mental,
disorientasi tempat dan waktu, kebingungan jelas, amnesia, bicara tidak
komprehensif.
e. Derajat 4:
Koma dengan atau tanpa respon terhadap stimulus nyeri.1,2
A. PROGNOSIS
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.
PEMBAHASAN
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Hal ini akibat nekrosis hepatoselular.5
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan seorang Pria, 52 tahun, dengan keluhan
keluhan BAB hitam sejak ± 1 minggu SMRS, frekuensi ± 4x, konsistensi lembek, banyaknya
± 1/4 gelas aqua setiap kali BAB. Keluhan perut membesar disangkal. Mual ada, muntah
disangkal, nyeri ulu hati ada, muntah darah tidak ada. Demam disangkal, BAK biasa dengan
warna seperti teh tua. Nafsu makan os berkurang dan badan terasa lemas dan pusing.
Riwayat Penyakit Dahulu pasien menderita penyakit kuning saat usia 30 tahun. 3 bln
terakhir ini os sudah 2 kali masuk RS dengan keluhan BAB hitam.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 72 x/menit,
reguler, isi dan tegangan cukup, pernafasan 20 x/menit, suhu 37,0°C, .Pada pemeriksaan
kepala didapatkan konjungtiva anemis.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada saat masuk rumah sakit didapatkan anemia,
trombositopenia, lekopenia, penurunan kadar protein total , penurunan kadar albumin,
pemeriksaan HbsAg (+). Pada hasil pemeriksaan USG Hepatospleenomegaly disertai tanda –
tanda Chirrhosis hepatis dan ascites
o Melena
Melena ec pecahnya varises esofagus ec sirosis hepatis didasarkan pada adanya BAB
hitam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan stigmata sirosis berupa
asites. Namun kelainan ini masih mungkin karena gastropati hipertensi porta, gastropati
OAINS, Ulkus peptikum, maupun karsinoma gaster.
Dipikirkan Asites ec Sirosis Hepatis didasarkan pada perut yang membesar dan
kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan undulasi +, dan pada pemeriksaan penunjang
didapatkan Albumin 2,2 g/dl. Pada hasil USG didapatkan asanya asites pada rongga
peritoneal. Asites pada pasien sirosis hepatis terjadi akibat vasodilatasi splanknikus, yang
berdampak pada: ekstravasasi cairan ke rongga peritoneum secara langsung (akibat
perbedaan tekanan hidrostatik), aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) /
mekanisme arterial underfilling, sehingga terjadi vasokonstriksi arteri renalis dan retensi
natrium. Retensi natrium akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri splanknikus
sistemik, yang mengakibatkan asites dan edema perifer, penurunan tekanan onkotik vaskular
akibat hipoalbuminemia pada sirosis hepatis.2
Rencana Diagnostik: Parasintesis cairan asites (pemeriksaan SAAG), ukur lingkar perut
(untuk melihat derajat perburukan dan perbaikan asites)
o Anemia
Dipikirkan adanya anemia ec Melena yang didasarkan oleh gejala klinis yang
mendukung adanya anemia yaitu adanya pendarahan yakni BAB hitam seperti aspal serta
badan lemas dan conjungtiva anemis. Pada pemeriksaan penunjang, ditemukan penurunan Hb
dan Ht (5.3 g/dL dan 15.6%). Namun kelainan ini masih mungkin karena gastropati
hipertensi porta, gastropati OAINS, Ulkus peptikum, dan masih belum dapat disingkirkan
adanya anemia yang defisiensi besi.
Rencana Diagnostik: Pemantauan hematologi (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit), EGD (untuk
menentukan apakah ada pendarahan SCBA), morfologi darah tepi, SI, TIBC, Ferritin.
o Hipoalbumin
Pada pasien ini hasil pemeriksaan albumin yakni 2.2 g/L. Albumin - rendah akibat
dari menurunnya fungsi sintetis oleh hati dengan sirosis hepatis yang semakin memburuk.
o Pada kasus ini pasien ditatalaksana dengan IVFD RL 20 tpm, Diet Hati III dan diet
rendah garam, Omeprazole 40 mg/12 jam/iv, Sucralfat syr 3 x II cth, Transfusi PRC 4 bag,
Aviter 2 x 1 sach.
BAB IV
KESIMPULAN
SARAN
Pemeriksaan Morfologi Eritrosit (SADT), Fe serum, TIBC, feritin serum untuk evaluasi
anemia.
Pemeriksaan Endoskopi untuk melihat apakah terjadi ruptur varises esofagus
DAFTAR PUSTAKA
1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an overview.
In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver Disease. 2nd ed. China, Pa:
Churchill Livingstone; 2004:125-138
2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds. Schiff’s
Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 2003:409-28
4. Kementrian Kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI. Situasi dan analisa Hepatitis. 2014
5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi ke-4.
Jakarta: Balai penerbitan IPD FK UI; 2006. P 427-453 7
6. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. 1
7. Chris Tanto (ed), et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid 2. Jakarta: Media
Ausculapius.2014 2
8. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005.
9. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Liver Disease. Dalam:
Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. New York: McGraw-Hill
Companies. 1813