Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

ILMU PENYAKIT DALAM


SIROSIS HEPATIS
Disusun untuk memenuhi tugas Dokter Internship di RumahSakit Islam
Kota Gorontalo

Disusunoleh:
dr. Isnawaty Mohamad

Pembimbing:
dr. AR. Mohamad Sp.PD, FINASIM
Pendamping:
KOLONEL (purn.) dr. Jimmy B. Moningkey

DINAS KESEHATAN KOTA GORONTALO


RUMAH SAKIT ISLAM GORONTALO
2019
PORTOFOLIO DOKTER INTERNSIP RSI GORONTALO
KASUS MEDIK

Topik : Sirosis hepatis + Anemia


Presenter :
Tanggal MRS : 20 Juni 2019
dr. Isnawaty Mohamad
Tanggal Periksa : 20 Juni 2019
Pendamping :
Tanggal Presentasi : -
dr. Jimmy Moningkey
Tempat Presentasi : -
Objektif Presentasi : Keilmuan, Pemecahan Masalah, Diagnostik
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja √Dewasa □ Lansia □ Bumil
Os datang ke RSI dengan keluhan BAB hitam sejak ± 1 minggu SMRS,
frekuensi ± 4x, konsistensi lembek, banyaknya ± 1/4 gelas aqua setiap kali BAB.
Keluhan perut membesar disangkal. Mual ada, muntah disangkal, nyeri ulu hati
□ Deskripsi :
ada, muntah darah tidak ada. Demam disangkal, BAK biasa dengan warna seperti
teh tua. Nafsu makan os berkurang dan badan terasa lemas dan pusing.

Memaparkan kasus medik yang telah ditangani di UGD. Mengumpulkan


□ Tujuan : referensi ilmiah untuk menghadapi kasus yang didapatkan. Menyelesaikan kasus
yang dihadapi dengan solusi yang terbaik
Bahan
 TinjauanPustaka  Riset  Kasus  Audit
Bahasan :
Cara
 PresentasidanDiskusi  Diskusi  E-Mail  Pos
Membahas :
Data Pasien : Tn. HS / Pria/ 52tahun No. RM : 03.70.05
Nama RS : RS Islam Kota Gorontalo Telp : (0435) 823242 Terdaftar sejak : 20 juni 2019
Data UtamaBahanDiskusi :
1. Diagnosis/ GambaranKlinis:

Os datang ke RSI dengan keluhan BAB hitam sejak ± 1 minggu SMRS, frekuensi ± 4x,
konsistensi lembek, banyaknya ± 1/4 gelas aqua setiap kali BAB. Keluhan perut membesar
disangkal. Mual ada, muntah disangkal, nyeri ulu hati ada, muntah darah tidak ada. Demam
disangkal, BAK biasa dengan warna seperti teh tua. Nafsu makan os berkurang dan badan terasa
lemas dan pusing.

2. Riwayat Pengobatan :
Sejak BAB darah selama 1 minggu SMRS pasien belum sempat berobat ke dokter atau
fasilitas kesehatan lainnya, tetapi 3 bln terakhir ini os sudah 2 kali di rawat di RS Bunda
dengan keluhan yang sama.
3. RiwayatPenyakit Dahulu :
Riw. Penyakit kuning saat os berusia 30 thn
Riw. Diabetes Mellitus disangkal
Riw. Hipertensi disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riw. Hepatitis (-)
Riw. Diabetes Mellitus → Ayah Pasien
Riw. Penyakit Ginjal (-)
Riw. Hipertensi (-)
Riw. Asma (-)
5. Riwayat pekerjaan:
- Wiraswasta

DaftarPustaka :
1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an
overview. In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver Disease. 2nd ed.
China, Pa: Churchill Livingstone; 2004:125-138

2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds. Schiff’s
Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 2003:409-28

3. Tambunan A, Mulyadi Y, Kahtan MI. Characterustics OF Cirrhotic Patients In Dr.


SOEDARSO GENERAL HOSPITAL PONTIANAK Periods Of January 2008 – December
2010.

4. Kementrian Kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI.
Situasi dan analisa Hepatitis. 2014

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi ke-4. Jakarta:
Balai penerbitan IPD FK UI; 2006. P 427-453
6. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V. Jakarta:
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009.
7. Chris Tanto (ed), et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid 2. Jakarta: Media
Ausculapius.2014 2
8. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005.

9. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Liver Disease. Dalam: Harrison’s
Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. New York: McGraw-Hill Companies. 1813

Hasil Pembelajaran :
1. Diagnosis Sirosis Hepatis
2. Patofisiologi Sirosis Hepatis
3. Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
BAB I

DATA MEDIK PASIEN

Identitas Pasien:

 Nama pasien : Tn. HS


 Usia : 52 tahun
 Jenis Kelamin : Pria
 No. RM : 03.70.05
 Alamat : Manado
 Agama : Islam
 Suku : Gorontalo
 Warga Negara : Warga Negara Indonesia (WNI)
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Status pernikahan : Sudah Menikah

Auto-Anamnesis : 20 Juni 2019

Keluhan Utama :

BAB darah dan nyeri ulu hati

Riwayat Penyakit Sekarang :

Os datang ke RSI dengan keluhan BAB hitam sejak ± 1 minggu SMRS, frekuensi ±
4x, konsistensi lembek, banyaknya ± 1/4 gelas aqua setiap kali BAB. Keluhan perut
membesar disangkal. Mual ada, muntah disangkal, nyeri ulu hati ada, muntah darah tidak ada.
Demam disangkal, BAK biasa dengan warna seperti teh tua. Nafsu makan os berkurang dan
badan terasa lemas dan pusing.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riw. Penyakit kuning saat os berusia 30 thn


- Riw. Diabetes Mellitus disangkal
- Riw. Hipertensi disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :

- Riw. Diabetes Mellitus → Ayah Pasien


- Riw. Penyakit Ginjal (-)
- Riw. Hipertensi (-)
- Riw. Asma (-)
- Riw. Hepatitis (-)
Riwayat Alergi :

Pasien mengatakan tidak memiliki kejadian alergi, baik alergi obat-obatan maupun alergi
makanan

Riwayat Pengobatan :

Sejak BAB darah selama 1 minggu SMRS pasien belum sempat berobat ke dokter atau
fasilitas kesehatan lainnya, tetapi 3 bln terakhir ini os sudah 2 kali di rawat di RS Bunda
dengan keluhan yang sama.

Pemeriksaan Fisik :

 Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang


 Kesadaran : composmentis
 Glasgow Coma Scale :E4 V5 M6
 Status Gizi : BB = 66 kg
 Vital sign
o Nadi: 72 x/menit
o RR: 20 x/menit
o SpO2: 84%
o Temp: 37,0 oC
o Tensi 110/80 mmHg
 Kepala danLeher:
o Normocephal (+)
o Conjunctiva anemis +/+, sklera icterik -/-, edema periorbital -/-
o Pembesaran KGB (-)
 Thorax:
o Pulmo:
 Inspeksi : tidak tampak dinding dada yang tertinggal saat
inspirasi/ekspirasi (simetris)
 Palpasi : ekspansi dinding dada simetris, fremitus simetris
 Perkusi : sonor/sonor
 Auskultasi: ves +/+, rh -/-, wh-/-
o Cor:
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis berada di ICS 4 linea mid clavicularis
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi: S1 S2 tunggal Reguler
 Abdomen:
o Inspeksi : Datar
o Auskultasi: Bu (+) normal
o Palpasi : supel (+), liver dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium
(+)
o Perkusi : tympani

 Ekstrimitas : hangat, edema Peritibial-/-. CRT<2 detik

A: Melena ec Susp. gastritis erosif

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Rujukan Satuan


Hematologi
Hemoglobin (g/dl) 5,3 11,0 - 17,0 g/dL
Hematokrit (%) 15,6 35,0 - 55,0 %
Trombosit (ul) 51.000 150.000 – 450.000 µL
Leukosit (ul) 4300 5.000 – 10.000 µL
Eritrosit (ul) 2.04 4,00 – 6,20 Juta/µL
Kimia Darah
Glukosa Sewaktu 122 70 – 140 mg/dL
Ureum - 10 – 50 mg/dL
Kreatinin - 0,7 – 1,2 (Lk) mg/dL
0,5 – 0,9 (Pr)
Total Protein 40 60 – 78 g/dL
Albumin 2,2 3,5 – 5.0 g/dL
Elektrolit
Natrium - 135 – 145 mmol/L
Kalium - 3,5 – 5,5 mmol/L
Chlorida - 98 – 105 mmol/L

Tatalaksana Awal , tanggal 20 Juni 2019

 IVFD RL 20 tpm
 Omeprazole 40 mg/12 jam/iv
 Sucralfat syr 3 x II cth
 Px : darah rutin

FOLLOW UP

Tanggal 21 Juni 2019

S Bab hitam (+) 3 x, nyeri ulu hati (+)


Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 120/80 mmHg RR 20 kali/menit
T 36,6 0C BB/LP 66 kg/-
Mata : Konjungtiva anemis(+), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (-)
P: Supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (-)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah -/-,
Eritema palmaris (-)

Pemeriksaan Hb 5,3 g/dl, eritrosit 2.040.000/mm3, Ht 15.6 vol %,


Penunjang MCH 25.9 picogram, MCV 72.8 picogram, MCHC
33.7%, leukosit 4300/mm3, retikulosit 0,9%, Trombosit
51.000/mm3.

Assessment Melena ec susp. Gastritis erorif

Planning IVFD RL20 tpm

Diet : lunak

Omeprazole 40 mg/12 jam/iv

Sucralfat syr 3 x II cth

Transfusi WB 4 bag

Rencana USG
Pemeriksaan
Tanggal 22 Juni 2019

S Bab hitam (-) , nyeri ulu hati (-)


Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 100/70 mmHg RR 20 kali/menit
T 36,6 0C BB/LP 66 kg/-
Mata : Konjungtiva anemis(+), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: BJ I dan II reguler , murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (-)
P: lemas, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (-)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah -/-,
Eritema palmaris (-)

Assessment Melena ec susp. Gastritis erorif

Planning IVFD RL20 tpm

Diet: Lunak

Omeprazole 40 mg/12 jam/iv

Sucralfat syr 3 x II cth

Transfusi PRC 3 bag


Tanggal 23 Juni 2019

S Bab hitam (-) , nyeri ulu hati (-) mual (+)


Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 110/80 mmHg RR 18 kali/menit
T 36,6 0C BB/LP 66 kg
Mata : Konjungtiva anemis(+), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A:BJ I dan II reguler , murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (-)
P: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (-)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah -/-,
Eritema palmaris (-)

Assessment Melena ec susp. Gastritis erorif

Planning IVFD RL20 tpm

Diet :Lunak

Omeprazole 40 mg/12 jam/iv


Sucralfat syr 3 x II cth

Transfusi PRC 2 bag

Rencana USG
Pemeriksaan

Tanggal 24 Juni 2019

S Bab hitam (-) , nyeri ulu hati (-) perut bengkak (+)
Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 120/80 mmHg RR 20kali/menit
T 36,6 0C BB/LP 66 kg/105 cm
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (-)
P: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah -/-,
Eritema palmaris (-)
Pemeriksaan Hb 8,8 g/dl, Ht 25,9 vol %, leukosit 2000/mm3, Trombosit
Penunjang
41.000/mm3.

Protein total 40 g/dl, Albumin 2,2 g/dl, SGOT 36 U/l,


SGPT 30 U/l, HbsAg (+)

Assessment Melena ec susp ruptur varises esofagus ec sirosis hepatis

Planning IVFD RL20 tpm

Diet Hati III

Omeprazole 40 mg/12 jam/iv

Sucralfat syr 3 x II cth

Transfusi PRC 1 bag

Aviter 2 x 1 sach

Rencana USG
Pemeriksaan
Tanggal 25 Juni 2019

S Bab hitam (-) , nyeri ulu hati (-) perut bengkak (+)
Sense compos mentis N 80 kali/menit
O TD 120/80 mmHg RR 20 kali/menit
T 36,6 0C BB/LP 66 kg/105 cm
Mata : Konjungtiva anemis(+), sklera ikterik (-)
Leher: Pembesaran KGB (-), JVP (5-2) cmH2O
Paru-paru: I: statis, dinamis; simetris kanan = kiri, spider naevi (-)
P: stem fremitus kanan = kiri
P: sonor di kedua lapangan paru
A: vesikuler (+) N, ronki (-), wheezing (-)
Jantung : I: ictus cordis tidak terlihat
P: ictus cordis tidak teraba
P: batas atas ICS 2, batas kanan LS dextra, batas kiri LMC
sinistra
A: BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen: I : cembung, venektasi (-)
P: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, nyeri tekan suprapubik (-),
P: timpani, shifting dulness (+)
A: bising usus (+) normal
Extremitas: Edema ekstremitas atas -/-, Edema ekstremitas bawah -/-,
Eritema palmaris (-)

Pemeriksaan USG: Hepatospleenomegaly disertai tanda – tanda


Penunjang
Chirrhosis hepatis

Ascites

Assessment Melena ec susp. ruptur varises esofagus ec sirosis hepatis


Planning IVFD RL20 tpm

Diet Hati III dan diet rendah garam

Omeprazole 40 mg/12 jam/iv

Sucralfat syr 3 x II cth

Rawat jalan

Rencana Ct scan
Pemeriksaan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Hal ini akibat nekrosis hepatoselular.5

Sirosis merupakan komplikasi penyakit hati yang ditandai dengan menghilangnya sel-
sel hati dan pembentukan jaringan ikat dalam hati yang ireversibel.3 Batasan fibrosis sendiri
adalah penumpukan berlebihan matriks ekstraseluler (seperti kolagen, glikoprotein,
proteoglikan) dalam hati. Respons fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat reversibel.
Namun pada sebagian besar pasien sirosis, proses fibrosis biasanya tidak reversibel.1,2

Epidemiologi

Penyebab tersering sirosis pada negara barat ialah alkoholik, sedangkan di Indonesia
terutama akibat infeksi virus Hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia
menyebutkan virus hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C
30-40% dan sisanya termasuk kelompok virus bukan B dan C.3 Virus Hepatitis B telah
menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia, sekitar 240 juta orang di antaranya menjadi
pengidap Hepatitis B kronik, sedangkan untuk penderita hepatitis C di dunia diperkirakan
sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1.5 juta penduduk dunia meninggal setiap tahunnya karena
hepatitis.4Indonesia merupakan Negara dengan endemisitas tinggi Hepatitis B, terbesar kedua
di Negara South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar.4 Berdasarkan RISKESDAS di
perkirakan 28 juta penduduk indonesia terinfeksi hepatitis B dan C, 14 juta diantaranya
berpotensi untuk menjadi kronis.4
Etiologi5

Penyebab Sirosis Hepatitis

Peyakit hati alkoholik (alcoholic Liver disease/ALD)

Hepatitis C kronik

Hepatitis B kronik dengan/atau tanpa hepatitius D

Steato Hepatitis non alkoholik (NASH)

Sirosis Bilier primer

Kolangitis sklerosing primer

Hepatitis autoimun

Hemokromatosis herediter

Penyakit Wilson

Defisiensi Alpha 1-antitrypsin

Sirosis Kardiak

Galaktosemia

Fibrosis Kistik

Hepatotoksik akibat obat atau toksin

Infeksi Parasit tertentu (Schistomiosis)

Patogenesis

Sirosis hepatis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis), sesuai dengan
etiologinya.Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya
peranan sel Stelata (Stellate cell).Dalam keadaan normal sel Stelata mempunyai peranan
dalam penyimpanan retinoid (vitamin A). Selain itu, berperan dalam keseimbangan
pembentukan matriks ekstraselular (kolagen tipe I dan III, proteoglikan sulfat, dan
glikoprotein) dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu (misalnya hepatitis virus, bahan-bahan
hepatotoksik), maka sel Stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses
berjalan terus, maka fibrosis terjadi terus menerus dan jaringan hati normal akan diganti oleh
jaringan ikat.6,7

Sel Stelata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk
menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang
menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah
ke sel hepatosit dan pada akhirnya sel hepatosit mati, kematian hepatosit dalam jumlah yang
besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak
gejala klinis.6,7

Patofisiologi

1. Hipertensi Porta dan Kondisi Hiperdinamik


Hipertensi porta adalah keadaan dimana terjadi peningkatan gradien tekanan vena
hepatik > 5 mmHg.Hipertensi porta terjadi akibat peningkatan resistensi terhadap
aliran darah porta dan peningkatan aliran darah masuk ke vena porta.Peningkatan
resistensi tersebut disebabkan oleh perubahan struktur parenkim hati (deposisi
jaringan fibrosis dan regenerasi nodular), serta mekanisme vasokonstriksi pembuluh
darah sinusoid hati (utamanya akibat defisiensi nitrit oksida/NO).

Adanya hipertensi porta akan berdampak pada:

a. Pembesaran limpa dan sekuestrasi trombosit (tahap lanjut menjadi


hiperspleenisme)
b. Terjadi aliran darah balik dan terbentuk pirau (shunt) dari sistem porta ke
pembuluh darah sistemik (portosistemik). Aliran portosistemik akan menurunkan
kemampuan metabolisme hati, fungsi retikuloendotelial, dan mengakibatkan
hiperamonemia. Meskipun demikian, kolateral portosistemik tetap tidak adekuat
dalam mengurangi tekanan vena porta. Sebaliknya justru meningkatkan produksi
NO sehingga terjadi vasodilatasi splanknikus dan peningkatan aliran darah
ekstrahepatik (sementara kadar NO intrahepatik tetap rendah).7
di ruang Disse perisinusoid

Hambat pertukaran zat antara sinusoid


darah dan hepatosit

Aliran darah ke vena porta Memicu sistem Sirkulasi hiperdinamik


adrenegik dan
Resistensi terhadap aliran darah sistem RAA (defisiensi NO  vasokontriksi pemuluh darah sinusoid
porta  sirkulasi imbalance)

Gambar 1. Patofisiologi terjadinya hipertensi portal1


2. Asites
Asites pada pasien sirosis hepatis terjadi akibat vasodilatasi splanknikus, yang
berdampak pada:

a. Ekstravasasi cairan ke rongga peritoneum secara langsung (akibat perbedaan


tekanan hidrostatik)
b. Aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) / mekanisme arterial
underfilling, sehingga terjadi vasokonstriksi arteri renalis dan retensi natrium.
Retensi natrium akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri splanknikus
sistemik, yang mengakibatkan asites dan edema perifer
c. Penurunan tekanan onkotik vaskular akibat hipoalbuminemia pada sirosis hepatis.7

Gambar 2. Patofisiologi terjadinya asites6

3. Insufisiensi hati
Perubahan struktur histologis hati akan diiringi oleh penurunan fungsi hati, antara
lain:

a. Gangguan fungsi sintesis: hipoalbuminemia dan malnutrisi, defisiensi vitamin K


dan koagulopati (penurunan faktor koagulasi yang membutuhkan vitamin K), serta
gangguan endokrin (hiperesterogenemia dan hiperparatiroidisme)
b. Gangguan fungsi ekskresi: kolestasis dan ikterus, hiperamonemia dan ensefalopati
c. Gangguan fungsi metabolisme: gangguan homeostasis glukosa (dapat menjadi
diabetes mellitus), malabsorbsi vitamin D dan kalsium.

Gambar 3.Patofisiologi terjadinya kegagalan hati akibat sirosis hepatis2

Klasifikasi Sirosis Hepatis

Klasifikasi sirosis hepatis dikelompokkan berdasarkan morfologi, secara fungsional


dan etiologinya. Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu
:8,9

1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hatimengandung nodul halus dan kecil merata di seluruh lobus. Pada sirosis
hepatis mikronodular, besar nodulnya <3 mm. Tipe ini biasanya disebabkanalkohol
atau penyakit saluran empedu.
Gambar 3. Gambaran sirosis hepatis mikronodular

2. Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandungnodul
yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya, ukuran ≥ 3mm, ada daerah
luasdengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim. Tipe
inibiasanya tampak pada perkembangan hepatitis seperti infeksi virus hepatitis B.

Gambar 4. Gambaran sirosis hepatis makronodular

3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikronodular dan makronodular).


Sedangkan secara fungsional, sirosis hepatis dibagi menjadi kompensata dan
dekompensata.

1. Sirosis hepatis kompensata


Sering disebut dengan sirosis hepatis laten atau dini. Sirosis hepatis kompensata
adalah sirosis dengan kerusakan hati ringan-sedang, biasanya bersifat asimtomatis
karena komplikasi hipertensi portal yang dialami sedang sehingga tubuh masih dapat
mengkompensasi dengan meningkatkan cardiac outputdan volume plasma.Bila ada,
gejala yang muncultidak khas seperti lemas, mudah lelah, nafsu makan berkurang,
kembung, mual, dan berat badan turun, pada laki-laki dapat impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, dan hilangnya dorongan seksual.
2. Sirosis hepatis dekompensata
Dikenal dengan sirosis hepatis aktif.Sirosis hepatis dekompensata adalah sirosis
dengan kerusakan hati yang berat sehingga terjadi komplikasi hipertensi portal yang
berat dan kegagalan hati karena tubuh sudah tidak dapat mengkompensasi fungsi dari
hati maka terjadi gangguan cardiac outputdan kegagalan renal. Pada stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya hilangnya rambut badan, gangguan tidur,
demam tidak begitu tinggi, gangguan pembekuan darah, gusi berdarah, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah
dan/atau melena, ascites, serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.

Berdasarkan stadium menurut consensus Baveno IV, sirosis hepatis dibagi menjadi:8,9

1. Stadium 1 :tidak ada varises, tidak ada asites


2. Stadium 2 :varises, tanpa asites
3. Stadium 3 :asites dengan atau tanpa varises
4. Stadium 4 :perdarahan dengan atau tanpa varises
Sirosis hepatis kompensata termasuk dalam stadium 1 dan 2

Sirosis hepatis dekompensata termasuk dalam Stadium 3 dan 4

Berdasarkan jumlahnya, asites dibagi menjadi 3 tingkatan:

Grade 1 : Sedang, hanya tampak pada pemeriksaan USG

Grade 2 : Dapat terdeteksi dengan pemeriksaan puddle sign dan shifting


dullness

Grade 3 : Tampak dari pemeriksaan inspeksi, dapat dikonfirmasi dengan tes undulasi

Secara klinis, Asites dikelompokkan menjadi eksudat dan transudat:

1. Asites eksudatif:
Biasanya terjadi pada proses peradangan (biasanya infektif, misalnya pada
tuberculosis) danproses keganasan. Eksudat merupakan cairan tinggi protein, tinggi
LDH, ph rendah (<7,3), rendahkadar gula, disertai peningkatan sel darah
putih.Beberapa penyebab dari asites eksudatif: keganasan (primer maupun
metastasis), infeksi(tuberkulosis maupun peritonitis bakterial spontan), pankretitis,
serositis, dan sindroma nefrotik.

2. Asites transudatif:
Terjadi pada sirosis hepatis akibat hipertensi portal dan perubahan bersihan
(clearance) natriumginjal, juga bisa terdapat pada konstriksi perikardium dan
sindroma nefrotik. Transudatmerupakan cairan dengan kadar protein rendah (<30g/L),
rendah LDH, pH tinggi, kadar gulanormal, dan sel darah putih kurang dari 1 sel per
1000 mm³.Beberapa penyebab dari asites transudatif: sirosis hepatis, gagal jantung,
penyakit venaoklusif, perikarditis konstruktiva, dan kwasiokor.

Manifestasi Klinik

Perjalanan penyakit SH lambat, asimtomatis dan seringkali tidak dicurigai sampai


adanya komplikasi penyakit hati.Banyak penderita ini sering tidak terdiagnosa sebagai SH
sebelumnya dan sering ditemukan pada waktu autopsy.Diagnosa SH asimtomatis biasanya
dibuat secara incidental ketika tes pemeriksaan fungsi hati (transaminase) atau penemuan
radiologi, sehingga kemudian penderita melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan biopsy hati.

Sebagian besar penderita yang datang ke klinik biasanya sudah dalam stadium
dekompensata, disertai adanya komplikasi. Gambaran klinis dari penderita SH adalah mudah
lelah, anoreksia, berat badan menurun, atropi otot, icterus, spider angiomata atau spider nevi,
splenomegaly, asites, caput medusa, palmar eritema, white nails, ginekomastia, hilangnya
rambut pubis dan ketiak pada wanita, asterixis (flapping tremor), foetor hepaticus,
dupuytren’s contracture (sirosis akibat alcohol).

Gambaran laboratorium

Untuk menegakkan diagnosis diperlukan tes laboratorium seperti SGOT dan SGPT
yang meningkat, dimana SGOT lebih tinggi daripada SGPT.Alkali phosphatase menigkat
kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal.GGT (Gamma Glutamil Transpeptidase) juga
meningkat pada penyakit hati alkoholik kronik. Bilirubin normal pada sirosis hati kompensata
dan meningkat pada sirosis hati dekompensata. Konsentrasi albumin menurun sesuai dengan
perburukan sirosis sedangkan globulin meningkat.

Waktu protrombin yang memanjang mencerminkan derajat tingkatan disfungsi


sintesis hati sehingga banyak menyebabkan perdarahan pada banyak organ tubuh.Natrium
serum menurun terutama pada sirosis dengan asites.Anemia pada sirosis dapat dalam
berbagai macam jenis.Anemia dengan trombositopenia, leukopenia dan neutropenia akibat
splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Pemeriksaan radiologi barium meal/enema dapat melihat varises untuk konfirmasi


adanya hipertensi porta. Dengan USG, pada sirosis yang lanjut hati mengecil, nodular,
irregular. Selain itu USG juga dapat melihat asites, splenomegali, thrombosis vena porta,
pelebaran vena porta, karsinoma hati. Pemeriksaan yang lain harganya sangat mahal.1

Diagnosis

Diagnosis sirosis hati stadium kompensata sangat sulit ditegakkan.Stadium


kompensata dapat ditegakkan dengan pemeriksaan klinis yang teliti, pemeriksaan
laboratorium biokimia atau serologi, dan pencitraan.Sedangkan, penegakkan diagnosis sirosis
hati stadium dekompensata mudah diketahui karena gejala dan tandanya sudah dikenali
dengan adanya komplikasi.

Gold standard diagnosis sirosis hatiadalah biopsi hati melalui perkutan, transjugular,
laparoskopi, atau biposi jarum halus.Biopsi tidak usah dilakukan apabila manifestasi klinis,
hasil laboratorium, dan radiologinya cenderung merujuk pada sirosis hati.Biopsi hati dapat
berakibat fatal, seperti perdarahan dan kematian.

Tata Laksana

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :

1. Simtomatis

2. Supportif, yaitu :

a. Istirahat yang cukup


b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang. Seperti cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin

c. Pengobatan berdasarkan etiologi

Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.
Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan
hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a)
kombinasi IFN dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap hari.

A) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3x seminggu
dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat badan
kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.

B) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta
unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.

C) Terapi dosis interferon setiap hari.

Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA
negatif di serum dan jaringan hati.

3. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti

a. Asites
b. Spontaneous bacterial peritonitis
c. Hepatorenal syndrome
d. Ensefalopati hepatik

1. Asites

Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:

- Istirahat

- Diet rendah garam


Untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat
berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.

- Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan
pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretik adalah hipokalemia dan hal ini
dapat mencetuskan encephalopaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton,
dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari,
apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.

2. Spontaneous bacterial peritonitis

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III


(Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan
rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-
3 minggu.

Dapat juga diberikan Siprofloksasin 500 mg/hari per oral sebagai profilaksis pada
pasien risiko tinggi SBP, yaitu pasien dengan hipoalbumin, peningkatan PT atau INR, dan
albumin pada cairan asites rendah.

3. Hepatorenal Sindrom

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian elekterolitdiuretik yang


berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan, perdarahan dan infeksi.
Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa restriksi cairan,garam, potassium dan
protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoksik.

Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler.Diuretik


dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock.
TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yangakan dilakukan
transplantasi.Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan
fungsiginjal.
4. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus

Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering


dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.
Prinsippenanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil,

dalam keadaan ini maka dilakukan :

- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi

- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannyayaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah

- Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin,


Octriotide dan Somatostatin

- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan


misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan

Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection.

5. Ensefalopati Hepatik

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :

1. Mengenali dan mengobati factor pencetus

2. Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxinyang berasal
dari usus dengan jalan :

- Diet rendah protein

- Pemberian antibiotik (neomisin)

- Pemberian lactulose/ lactikol


3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter

- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)

- Tak langsung (Pemberian AARS)

Komplikasi6,8,9

Morbiditas dan mortalitas sirosis hepatis sangat tinggi.Kualitas hidup pasien sirosis
hepatis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya.

1. Peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa
ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun
dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Kriteria diagnosis: bila ditemukan ≥ 250 sel
polimorfonuklear/mm3 cairan asites dengan hasil kultur positif patogen tunggal
(biasanya E.Coli)
2. Sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut. Kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
Sindrom hepatorenal dibagi menjadi 2, yaitu:

a. Sindrom hepatorenal tipe 1


Penurunan fungsi ginjal, ditandai dengan peningkatan kadar creatinin serum > 2.5
mg/dL, dalam < 2 minggu

b. Sindrom hepatorenal tipe 2


Penurunan fungsi ginjal yang berlangsung stabil atau lambat

Kriteria diagnosis:

a. Kadar creatinin serum > 1.5 mg/dL atau bersihan (clearance) kreatinin 24 jam < 40
mL/menit
b. Tidak ada syok, infeksi bakteri, kehilangan cairan maupunpenggunaan agen
nefrotoksik
c. Tidak ada respon perbaikan fungsi ginjal (kadar creatinin serum ≤ 1.5 mg/dL)
setelah penghentian diuretik dan pemberian plasma expander
d. Tidak ada proteinuria (< 500 mg/hari) atau hematuria (< 50 etirosit/LPB)
e. Tidak ada keterlibatan uropati obstruktif atau penyakit parenkim ginjal melalui
USG
f. Konsentrasi natrium urin < 10 mmol/L
3. Varises esofagus. 20-40% pasien sirosis hepatis dengan varises esofagus pecahyang
menimbulkan perdarahan. Adanya varises esofagus harus dideteksi dengan endokopi
dengan katagori:
a. Derajat 1: varises yang kolaps bila esofagus dikembangkan dengan udara
b. Derajat 2: varises antara derajat 1 dan 3
c. Derajat 3: varises yang cukup besar untuk menutupi lumen
Untuk menilai ada/tidaknya perdarahan varises pada endoskopi, digunakan indikator
berikut

a. Perdarahan aktif yang terlihat kasat mata muncul dari varises esofagus, biasanya
menyembur atau mengalir
b. Adanya tanda bekas perdarahan berupa white nipple sign atau temuan bekuan
darah
c. Tampak varises esofagus berwarna merah dan ditemukan darah pada lambung
tanpa sumber perdarahan lain
d. Tampak varises esofagus berwarna merah dengan manifestasi perdarahan saluran
cerna tanpa darah pada lambung.
4. Ensefalopati hepatik, merupakan kelaianan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati.
Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapattimbul
gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.
Kriteria ensefalopati hepatik menurut West-Haven :

a. Derajat 0:
Minimal atau subklinis, susah ditemukan perubahan dalam perilaku. Perubahan
minimal dalam ingatan, konsentrasi, fungsi intelektual dan koordinasi.Tidak
ditemukan asteriksis (liver flap berupa gerakan maju tiba-tiba dari pergelangan
tangan setelah dilakukan ekstensi).

b. Derajat 1:
Kemampuan mempertahankan konsentrasi memendek.Hiperinsomnia, insomnia
ataupun perubahan dalam pola tidur. Euforia, depresi, atau gampang
teriritasi.Kebingungan ringan.Kemampuan melakukan tugas mental
melambat.Ditemukan asteriksis.

c. Derajat 2:
Letargi atau apatis.Disorientasi terutama disorientasi waktu, perilaku tidak sesuai,
bicara cadel, asteriksis jelas.Tampak mengantuk, letargi, kesulitan mengerjakan
pekerjaan mental, perubahan perilaku jelas.

d. Derajat 3:
Somnolen namun masih dapat dibangunkan, tidak dapat mengerjakan tugas mental,
disorientasi tempat dan waktu, kebingungan jelas, amnesia, bicara tidak
komprehensif.

e. Derajat 4:
Koma dengan atau tanpa respon terhadap stimulus nyeri.1,2

A. PROGNOSIS
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai.

Klasifikasi Child-Pugh juga digunakan untuk menilai prognosis pasien sirosis


hepatis yangakan menjalani operasi. KlasifikasiChild-Pugh berkaitan dengan
kelangsungan hidup.1,2

Tabel 2. Klasifikasi Child-Pugh1,2


BAB III

PEMBAHASAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif. Hal ini akibat nekrosis hepatoselular.5

Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan seorang Pria, 52 tahun, dengan keluhan
keluhan BAB hitam sejak ± 1 minggu SMRS, frekuensi ± 4x, konsistensi lembek, banyaknya
± 1/4 gelas aqua setiap kali BAB. Keluhan perut membesar disangkal. Mual ada, muntah
disangkal, nyeri ulu hati ada, muntah darah tidak ada. Demam disangkal, BAK biasa dengan
warna seperti teh tua. Nafsu makan os berkurang dan badan terasa lemas dan pusing.

Riwayat Penyakit Dahulu pasien menderita penyakit kuning saat usia 30 tahun. 3 bln
terakhir ini os sudah 2 kali masuk RS dengan keluhan BAB hitam.

Pada pemeriksaan fisis didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 72 x/menit,
reguler, isi dan tegangan cukup, pernafasan 20 x/menit, suhu 37,0°C, .Pada pemeriksaan
kepala didapatkan konjungtiva anemis.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada saat masuk rumah sakit didapatkan anemia,
trombositopenia, lekopenia, penurunan kadar protein total , penurunan kadar albumin,
pemeriksaan HbsAg (+). Pada hasil pemeriksaan USG Hepatospleenomegaly disertai tanda –
tanda Chirrhosis hepatis dan ascites

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien di


diagnosis sementara dengan Melena ec susp. Varises esofagus ec. Sirosis hepatis dan anemia.

Selama perawatan di RS didapatkan :

o Melena

Melena ec pecahnya varises esofagus ec sirosis hepatis didasarkan pada adanya BAB
hitam. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan stigmata sirosis berupa
asites. Namun kelainan ini masih mungkin karena gastropati hipertensi porta, gastropati
OAINS, Ulkus peptikum, maupun karsinoma gaster.

Rencana Diagnostik: EGD (untuk menegakkan diagnosis penyebab terjadinya SCBA).


o Asites

Dipikirkan Asites ec Sirosis Hepatis didasarkan pada perut yang membesar dan
kembung. Pada pemeriksaan fisik didapatkan undulasi +, dan pada pemeriksaan penunjang
didapatkan Albumin 2,2 g/dl. Pada hasil USG didapatkan asanya asites pada rongga
peritoneal. Asites pada pasien sirosis hepatis terjadi akibat vasodilatasi splanknikus, yang
berdampak pada: ekstravasasi cairan ke rongga peritoneum secara langsung (akibat
perbedaan tekanan hidrostatik), aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAA) /
mekanisme arterial underfilling, sehingga terjadi vasokonstriksi arteri renalis dan retensi
natrium. Retensi natrium akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri splanknikus
sistemik, yang mengakibatkan asites dan edema perifer, penurunan tekanan onkotik vaskular
akibat hipoalbuminemia pada sirosis hepatis.2

Rencana Diagnostik: Parasintesis cairan asites (pemeriksaan SAAG), ukur lingkar perut
(untuk melihat derajat perburukan dan perbaikan asites)

o Anemia

Dipikirkan adanya anemia ec Melena yang didasarkan oleh gejala klinis yang
mendukung adanya anemia yaitu adanya pendarahan yakni BAB hitam seperti aspal serta
badan lemas dan conjungtiva anemis. Pada pemeriksaan penunjang, ditemukan penurunan Hb
dan Ht (5.3 g/dL dan 15.6%). Namun kelainan ini masih mungkin karena gastropati
hipertensi porta, gastropati OAINS, Ulkus peptikum, dan masih belum dapat disingkirkan
adanya anemia yang defisiensi besi.

Rencana Diagnostik: Pemantauan hematologi (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit), EGD (untuk
menentukan apakah ada pendarahan SCBA), morfologi darah tepi, SI, TIBC, Ferritin.

o Hipoalbumin

Pada pasien ini hasil pemeriksaan albumin yakni 2.2 g/L. Albumin - rendah akibat
dari menurunnya fungsi sintetis oleh hati dengan sirosis hepatis yang semakin memburuk.

o Peningkatan kadar SGOT & SGPT


Pada pasien ini hasil pemeriksaan SGOT 36 U/L dan SGPT 30 U/L. SGOT dan SGPT
meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya SGOT>SGPT. Namun, aminotransferase
normal tidak menyingkirkan sirosis hepatis.
o Trombositopenia, Leukopenia
Pada pasien ini hasil pemeriksaan leukosit 2000/mm3, Trombosit 41.000/mm3.
Trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia - karena splenomegaly kongestif dan
menurunnya sintesis thrombopoietin dari hati.

o Pada kasus ini pasien ditatalaksana dengan IVFD RL 20 tpm, Diet Hati III dan diet
rendah garam, Omeprazole 40 mg/12 jam/iv, Sucralfat syr 3 x II cth, Transfusi PRC 4 bag,
Aviter 2 x 1 sach.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis dan hasil laboratorium dapat disimpulkan


penderita menderita Sirosis hepatis dekompensata.

SARAN

 Pemeriksaan Morfologi Eritrosit (SADT), Fe serum, TIBC, feritin serum untuk evaluasi
anemia.
 Pemeriksaan Endoskopi untuk melihat apakah terjadi ruptur varises esofagus
DAFTAR PUSTAKA

1. Cheney CP, Goldberg EM and Chopra S. Cirrhosis and portal hypertension: an overview.
In: Friedman LS and Keeffe EB, eds. Handbook of Liver Disease. 2nd ed. China, Pa:
Churchill Livingstone; 2004:125-138

2. Friedman SL: Hepatic Fibrosis, In: Schiff ER, Sorrell MF, Maddrey WC, eds. Schiff’s
Diseases of the Liver. 9th ed. Philadelphia, Pa: Lippincott-Raven; 2003:409-28

3. Tambunan A, Mulyadi Y, Kahtan MI. Characterustics OF Cirrhotic Patients In Dr.


SOEDARSO GENERAL HOSPITAL PONTIANAK Periods Of January 2008 –
December 2010.

4. Kementrian Kesehatan RI. INFODATIN Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI. Situasi dan analisa Hepatitis. 2014

5. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi ke-4.
Jakarta: Balai penerbitan IPD FK UI; 2006. P 427-453 7
6. Nurdjanah Siti. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi V.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2009. 1
7. Chris Tanto (ed), et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid 2. Jakarta: Media
Ausculapius.2014 2
8. Lindseth Gleda N. Sirosis Hati. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume I. Edisi VI. Jakarta: EGC, 2005.

9. Ghany Marc, Hofnagle Jay A. Approach to the Patient With Liver Disease. Dalam:
Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. 2005. New York: McGraw-Hill
Companies. 1813

Anda mungkin juga menyukai