Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan
masyarakat di seluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita hipertensi terus
bertambah, terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang
menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, dan
Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar 6-15%.
Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis adanya
hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala
atau dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan,
hipertensi ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh seperti jantung (70%
penderita hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh
lainnya sehingga hipertensi disebut sebagai silent killer.
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu-waktu bisa jatuh ke
dalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi
berlanjut menjadi “krisis hipertensi” dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70
tahun. Namun, krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan
darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur
dapat mencegah insiden krisis hipertensi maupun komplikasi lainnya menjadi
kurang dari 1%.
Diabetes melitus adalah penyakuit liperglikema yang ditandai oleh
ketidadaan absolut insulin atau insensivitas sel terhadapa insulin. Berdasarkan
definisi glukosa darah puasa telah besar dari pada 140 mg/ 100 ml pada 2 kali
pemeriksaan terpisah agar diabetes melitus dapat ditegakkan.
Diabetes melitus dibagi dalam 2 tipe yaitu :
1. Diabetes Melitus tipe I adalah penyakit Liperglikema akibat ketidakadaan
absolut insulin. Atau biasa disebut dengan Diabetes Melitus Dependen
Insulin (DMDI)

1
2. Diabetes Melitus tipe II adalah penyakit Liperglikema akibat insentivitas
sel terhadap insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang
normal.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa itu penyakit hipertensi dan diabetes melitus?
2. Bagaimana perjalanan penyakit hipertensi dan diabetes melitus?
3. Apa gejala-gejala penderita hipertensi dan diabetes melitus?
4. Apa saja pemeriksaan hipertensi dan diabetes melitus?
5. Bagaimana pengobatan kepada penderita hipertensi dan diabetes
melitus?
6. Apa saja komplikasi dan prognosis dari penderita hipertensi?

1.3 Tujuan penulisan


Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui penyakit hipertensi diabetes melitus
2. Untuk mengetahui perjalanan penyakit hipertensi dan diabetes melitus
3. Untuk mengetahui gejala dari hipertensi dan diabetes melitus
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penyakit hipertensi dan diabetes
melitus
5. Untuk mengetahui pengobatan penyakit hipertensi dan diabetes
melitus
6. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis penyakit hipertensi

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri.Hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya disebut sebagai
hipertensi esensial. Menurut The Seventh of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal,
prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7
Klasifikasi TDS (mmHg) TDD (mmHg)
Tekanan Darah
Normal < 120 Dan < 80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-90
Hipertensi derajat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan
darah menjadi hipertensi, yang tekanan darahnya 130-139/80-89 mmHg sepanjang
hidupnya memiliki 2 kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit
kardiovaskuler daripada yang tekanan darahnya lebih rendah.
Pada orang yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik > 140
mmHg merupakan faktor risiko yang lebih penting untuk terjadinya penyakit
kardiovaskuler daripada tekanan darah diastolik.
 Risiko penyakit kardiovaskuler dimulai pada tekanan darah 115/75
mmHg, meningkat 2 kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg.
 Risiko penyakit kardiovaskuler bersifat kontinyu, konsisten, dan
independen dari faktor risiko lainnya.

3
Diabetes melitus
Diabetes melitus adalah kelainan herediterdengan ciri-ciri insufiensi atau
absennya insulin dalam sirkulasi darah kousentrasi gula darah tinggi dan
berlangsungnya.Diabetes malitus gestasional adalah intoleransi karbohidratringan
(interaksi glukosa terganggu) maupun berat, terjadi atau diketahui pertama kali
saat kehamilan berlangsung. Defenisi ini mencakup pasien yang sudah mengidap
diabets melitus (tetapi belum terdeteksi) yang baru di ketahui saat kehamilan ini
dan yang benar –benar menderita DM akibat hamil. Sesudah kehamilan selesai,
kondisi pasti ditentukan berdasarkan tes toleransi glukosa oral.

2.2 Patofisiologi
Hipertensi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis:
 Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak atau
belum diketahui penyebabnya (terdapat ± 90 % dari seluruh
hipertensi).
 Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan atau sebagai
akibat dari adanya penyakit lain.
Adapun patofisiologi hipertensi berdasarkan etiologinya yaitu:
1. Hipertensi primer atau esensial
Peningkatan curah jantung (volume sekuncup x frekuensi denyut
jantung) dan peningkatan resistensi perifer total (TPR). Dibagi menjadi 2
yaitu:
a. Hipertensi hiperdinamik
Penyebab 1:
↑ frekuensi denyut jantung atau volume ekstrasel

↑ aliran balik vena

↑ volume sekuncup (mekanisme Frank-Starling)

HIPERTENSI

4
Penyebab 2:
↑ aktivitas simpatis (dari SSP) atau ↑ respon terhadap katekolamin

↑ curah jantung

HIPERTENSI

b. Hipertensi resistensi
Penyebab:
- ↑ aktivitas simpatis
- ↑ respon terhadap katekolamin
- ↑ konsentrasi angiotensin II vasokonstriksi perifer
- mekanisme autoregulasi (arteriol)
- hipertrofi otot vasokonstriktor ↓
- ↑ viskositas darah (↑ hematokrit) → HIPERTENSI
HIPERTENSI → kerusakan vaskuler → ↑ TPR → HIPERTENSI
MENETAP

Diabetes mellitus
Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi
dalam 3-10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini
adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan
glukosa darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit
setelah stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah
tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal.
Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan,
kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati
meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-
angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan
demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang
menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 di mana tidak terjadi
hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian menunjukkan adanya

5
hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada
kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam,
akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin
tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan
sel beta menyebabkan fungsinya menurun. Pada saat kadar insulin puasa dalam
darah mulai menurun maka efek penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati
khususnya glukoneogenesis mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati
makin meningkat dan mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang
dapat menurunkan fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat
(acquired) antara lain menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan
bayi, adanya deposit amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose
toXicity).
Pada sebagian orang kepekaan jaringan terhadap kerja insulin tetap dapat
dipertahankan sedangkan pada sebagian orang lain sudah terjadi resistensi insulin
dalam beberapa tingkatan. Pada seorang penderita dapat terjadi respons metabolik
terhadap kerja insulin tertentu tetap normal, sementara terhadap satu atau lebih
kerja insulin yang lain sudah terjadi gangguan. Resistensi insulin merupakan
sindrom yang heterogen, dengan faktor genetik dan lingkungan berperan penting
pada perkembangannya. Selain resistensi insulin berkaitan dengan kegemukan,
terutama gemuk di perut, sindrom ini juga ternyata dapat terjadi pada orang yang
tidak gemuk. Faktor lain seperti kurangnya aktifitas fisik, makanan mengandung
lemak, juga dinyatakan berkaitan dengan perkembangan terjadinya kegemukan
dan resistensi insulin.

2.3 Manifestasi klinis


Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala
walaupun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya
berhubungan dengan tekanan darah tinggi.Gejala yang dimaksud adalah sakit
kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan, dan kelelahan yang
bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi maupun pada seseorang dengan
tekanan darah yang normal.

6
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala
berikut:
 Sakit kepala
 Kelelahan
 Mual-muntah
 Sesak napas
 Gelisah
 Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak,
mata, jantung, dan ginjal
 Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan
bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak disebut ensefalopati
hipertensif yang memerlukan penanganan segera

2.4 Diagnosis
Hipertensi
1. Pemeriksaan dasar
Pengukuran tekanan darah yang sesuai standar dilakukan tidak
hanya sekali jika perlu dapat pada lebih dari sekali kunjungan.
2. Pemeriksaan mencari faktor risiko
Faktor risiko penting untuk menentukan risiko hipertensi dan
stratifikasi terhadap kejadian komplikasi kardiovaskuler yaitu:
a. Risiko untuk stratifikasi
 Derajat hipertensi
 Wanita > 65 tahun
 Laki-laki > 55 tahun
 Perokok
 Kolesterol total > 250 mg% (6,5 mmol/L)
 Diabetes melitus
 Riwayat keluarga penyakit kardiovaskuler lain
b. Risiko lain yang mempengaruhi prognosis
 Kolesterol HDL rendah
 Kolesterol LDL meningkat

7
 Mikroalbuminaria pada diabetes melitus
 Toleransi glukosa terganggu
 Obesitas
 Tidak berolahraga (secondary lifestyle)
 Fibrinogen meningkat
 Kelompok risiko tinggi tertentu (sosio-ekonomi, ras,
geografik)
c. Kerusakan organ sasaran
 Hipertrofi ventrikel kiri
 Proteinuria atau kreatinin 1,2-2,0 mg%
 Penyempitan a. retina lokal atau umum
 Tanda aterosklerosis pada a. karotis, a. iliaka, maupun
aorta
d. Tanda klinis kelainan dengan penyakit
 Penyakit serebrovaskuler: stroke iskemik, perdarahan
serebral, TIA
 Penyakit jantung: infark miokard, angina pektoris,
revaskularisasi koroner, gagal jantung kongestif
 Retinopati hipertensi lanjut: perdarahan atau eksudat,
edema papil
 Penyakit ginjal: nefropati diabetik, GGK (kreatinin > 2
mg %)
 Penyakit lain: diseksi aneurisma, penyakit arteri
(simtomatik)
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin harus dilakukan seperti:
 Tes darah rutin
 Hemoglobin dan hematokrit
 Urinalisis terutama untuk deteksi adanya darah, protein,
gula
 Kimia darah untuk kalium (serum), kreatinin (serum),
asam urat (serum), gula darah, total kolesterol

8
(kolesterol total serum, HDL serum, LDL serum,
trigliserida serum)
 Plasma rennin activity (PRA), aldosteron, katekolamin
urin
 Elektrokardiografi (EKG)
 Ekokardiografi jika diduga adanya kerusakan organ
sasaran seperti adanya LVH
 Ultrasonografi pembuluh darah besar (karotis dan
femoral)
 Ultrasonografi ginjal jika diduga adanya kelainan ginjal
 Pemeriksaaan neurologis untuk mengetahui kerusakan
pada otak
 Funduskopi untuk mengetahui kerusakan pada mata
Diabetes melitus
Gejala yang terbetuk akibat diabetes Melitus sangat mudah dikenal seperti
a. Poliuria (penigkatan pengeluaran urin)
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urin yang sangat besar
keluarnya air yang menyababkan dehidrasi ekstrasel.
c. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat katabolisme protin diotot dan
ketidak mampuan sebagaian besar sel untuk menggunakan glukos sebagai
energi.
d. Polifosgia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pancaabsorptif yang
kroack, katabolisme protein dan lemak dan kelaparan relatif sel-sel. Serin
terjadi penurunan berat badan.
e. Peningkatan angka infeksi akibat peningkatan konsentrasi glukosa
disekresi mukus, gangguan fungsi urin, dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.

2.5 Penatalaksanaan
Hipertensi
Pengobatan hipertensi terdiri dari non-farmakologis dan
farmakologis.Terapi non-farmakologis dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi

9
dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor risiko serta
penyakit penyerta lainnya.
Terapi non-farmakologis terdiri dari:
 Menghentikan merokok
 Menurunkan berat badan berlebih
 Menurunkan konsumsi alkohol berlebih
 Latihan fisik
 Menurunkan asupan garam
 Meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta menurunkan asupan
lemak
Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang
dianjurkan JNC 7 yaitu:
 Diuretika terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosterone Antagonist
(Aldo Ant)
 Beta Blocker (BB)
 Calcium Channel Blocker atau Calcium Antagonist (CCB)
 Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I)
 Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 Receptor Antagonist atau
Blocker (ARB)

10
Tatalaksana hipertensi menurut JNC 7 meliputi:
Klasifikasi TDS TDD Perbaikan Terapi Obat Terapi Obat
Tekanan (mmHg) (mmHg) Pola Awal tanpa Awal
Darah Hidup Indikasi dengan
Memaksa Indikasi
Memaksa
Normal < 120 dan < 80 Dianjurkan
Prehipertensi 120-139 atau 80- Ya Tidak indikasi Obat-obatan
89 obat untuk
indikasi yang
memaksa
Hipertensi 140-159 atau 9- Ya Diuretika jenis Obat-obatan
derajat 1 99 Thiazide untuk untuk
sebagian besar indikasi yang
kasus, dapat memaksa
dipertimbangkan Obat
ACE-I, ARB, antihipertensi
BB, CCB, atau lain
kombinasi (diuretika,
ACE-I,
ARB, BB,
CCB) sesuai
kebutuhan
Hipertensi ≥ 160 atau ≥ Ya Kombinasi 2
derajat 2 100 obat untuk
sebagian besar
kasus umumnya
diuretika jenis
Thiazide dan
ACE-I atau
ARB atau BB
atau CCB

11
Diabetes Melitus tipe 2
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan
pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan
menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu
dibantu dengan diet dan bergerak badan.
Pengobatan dengan perencanaan makanan (diet) atau terapi nutrisi medik
masih merupakan pengobatan utama, tetapi bilamana hal ini bersama latihan
jasmani/kegiatan fisik ternyata gagal maka diperlukan penambahan obat oral.
Obat hipoglikemik oral hanya digunakan untuk mengobati beberapa individu
dengan DM tipe II. Obat ini menstimulasi pelapisan insulin dari sel beta pancreas
atau pengambilan glukosa oleh jaringan perifer.
Tabel 2: Aktivitas Obat Hipoglisemik Oral
Obat Lamanya jam Dosis lazim/hari
Klorpropamid (diabinise) 60 1
Glizipid (glucotrol) 12-24 1-2
Gliburid (diabeta, micronase) 16-24 1-2
Tolazamid (tolinase) 14-16 1-2
Tolbutamid (orinase) 6-12 1-3

DIET
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM. makanan
yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari.Ini harus konsisten dari hari
kehari. Adalah sangat penting bagi pasien yang menerima insulin dikordinasikan
antara makanan yang masuk dengan aktivitas insulin lebih jauh orang dengan DM
tipe II, cenderung kegemukan dimana ini berhubungan dengan resistensi insulin
dan hiperglikemia. Toleransi glukosa sering membaik dengan penurunan berat
badan.
1. Modifikasi dari faktor-faktor resiko
 Menjaga berat badan
 Tekanan darah
 Kadar kolesterol
 Berhenti merokok

12
 Membiasakan diri untuk hidup sehat
 Biasakan diri berolahraga secara teratur. Olahraga adalah aktivitas
fisik yang terencana dan terstruktur yang memanfaatkan gerakan
tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran.
 Hindari menonton televisi atau menggunakan komputer terlalu
lama, karena hali ini yang menyebabkan aktivitas fisik berkurang
atau minim.
 Jangan mengonsumsi permen, coklat, atau snack dengan
kandungan. garam yang tinggi. Hindari makanan siap saji dengan
kandungan kadar karbohidrat dan lemak tinggi.
 Konsumsi sayuran dan buah-buahan.
2. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes
yang telah mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya
kecacatan lebih lanjut. Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini
mungkin, sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis
rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi penyandang
diabetes yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pada upaya
pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga.
Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
untuk mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier
memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin
yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar
para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi,
bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat
diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.

13
2.6 Faktor Resiko Diabetes Mellitus Tipe 2
Adapun Faktor resikonya yaitu:
Unchangeable Risk Factor
1. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes mellitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak
dapat menghasilkan insulin dengan baik.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara
drastis menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering
muncul setelah seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah
usia 45 tahun pada mereka yang berat badannya berlebih, sehingga
tubuhnya tidak peka lagi terhadap insulin.
Changeable risk factor
1. Stress
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang manis-manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar
serotonin otak. Serotonin ini memiliki efek penenang sementara untuk
meredakan stress, tetapi gula dan lemak itulah yang berbahaya bagi
mereka yang beresiko terkena diabetes mellitus.
2. Pola Makan yang Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan
resiko terkena diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak
pankreas, sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan
kerja insulin ( resistensi insulin).
3. Minimnya Aktivitas Fisik
Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan
mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa dilakukan atau aktivitas
sehari-hari sesuai profesi atau pekerjaan. Sedangkan faktor resiko
penderita DM adalah mereka yang memiliki aktivitas minim, sehingga
pengeluaran tenaga dan energi hanya sedikit.

14
4. Obesitas
80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk.
5. Merokok
Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang
menyelidiki hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara
1992 dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama
30 tahun. Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi bagi perokok
berat.Mereka yang menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari
memiliki resiko terserang diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan
orang yang tidak merokok.Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang
tahan terhadap insulin, kata para peneliti tersebut. Itu berarti merokok
dapat mencampuri cara tubuh memanfaatkan insulin. Kekebalan tubuh
terhadap insulin biasanya mengawali terbentuknya Diabetes tipe 2.
6. Hipertensi
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan
dengan resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin
dan konsekuensi metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas
metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada
kelainan fungsi tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis
beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi pembuluh
darah.

2.7 Komplikasi Hipertensi


Adapun komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh hipertensi antara lain:
 Aterosklerosis
 Penyakit jantung koroner
 Penyakit arteri perifer atau penyakit oklusi arteri perifer
 Aneurisma
 Gagal jantung
 Stroke
 Edema paru
 Gagal ginjal

15
 Kebutaan (pecahnya pembuluh darah pada mata)
 Sindrom metabolik

2.8 Prognosis Hipertensi


Hipertensi dapat dikendalikan dengan baik dengan pengobatan yang tepat.
Terapi dengan kombinasi perubahan gaya hidup dan obat-obatan antihipertensi
biasanya dapat menjaga tekanan darah pada tingkat yang tidak akan menyebabkan
kerusakan pada jantung atau organ lain. Kunci untuk menghindari komplikasi
serius dari hipertensi adalah mendeteksi dan mengobati sebelum kerusakan
terjadi.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Ganiswarna, S. G. (2003). Famakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian


Farmakologi FK-UI.
2. Gareth, B. Patofisiologi Hipertensi. British Medical Journal.
3. Hughes, A.D. & Schachter. 1994. Hypertension and Blood Vessels. Br Med
Bull. 50 : 356-70.
4. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2006 .2006.http://penyakitdalam.files.wordpress.com/2009/11/konsensus-
pengelolaaln-dan-pencegahan-diabets-melitus-tipe-2-di-indonesia-2006.pdf
5. Silvia, A. & Lorraince. 2003. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
6. Sudoyo, A. W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV. Jakarta:
FK-UI.
7. Waspadji, Sarwono dkk., 2009. PedomanDiet Diabetes Melitus. Jakarta:
FKUI.

17

Anda mungkin juga menyukai