Anda di halaman 1dari 12

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah


kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan
karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA
khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita. ISPA dapat terjadi pada
saluran pernapasan atas maupun saluran pernapasan bawah. Sebagian besar
ISPA biasanya terbatas pada saluran pernapasan atas saja, tetapi sekitar 5 %
juga melibatkan saluran pernapasan bawah terutama pneumonia. Menurut
laporan WHO, lebih dari 50% kasus pneumonia berada di Asia Tenggara dan
Sub-Sahara Afrika. Dilaporkan pula bahwa tiga per empat kasus pneumonia
pada balita di seluruh dunia berada di 15 negara. Indonesia merupakan salah
satu diantara ke 15 negara tersebut dan menduduki tempat ke-6 dengan jumlah
kasus sebanyak 6 juta.
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidensi Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka
kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun
pada golongan usia balita. Menurut WHO ± 13 juta anak balita di dunia
meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara
berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan
membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (WHO, 2007).Di Indonesia kasus
ISPA menempati urutan pertama dalam jumlah pasien rawat jalan terbanyak.
ISPA merupakan masalah kesehatan yang utama di Indonesia karena masih
tingginya angka kejadian ISPA terutama pada balita.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa itu ISPA?
2. Bagaimana perjalanan penyakit ISPA?
3. Apa saja faktor resiko dari penyakit ISPA?
4. Bagaimana pengobatan pada ISPA?

1.3 Tujuan penulisan


Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui pengertian ISPA
2. Mengetahui bagaimana perjalanan penyakit ISPA
3. Mengetahui faktor resiko timbulnya penyakit ISPA
4. Mengetahui pengobatan pada penyakit ISPA

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Infeksi respiratori akut (IRA) atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) merupakan penyebab terpenting mordibitas dan mortalitas pada anak.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang menyerang
salah satu bagian/lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli
termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura) yang berlangsung
hingga dari 14 hari.

ISPA merupakan penyakit yang berbasis lingkungan. Lingkungan yang


tidak sehat akan memudahkan terjadinya penyakit ISPA. Lingkungan yang
paling kecil lingkupnya adalah rumah. Kondisi rumah yang tidak sehat akan
mempengaruhi terjadinya ISPA. Selain faktor lingkungan, status gizi juga
mempengaruhi terjadinya ISPA. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih
mudah terserang ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor
daya tahan tubuh yang kurang. Perilaku keluarga yang merokok juga
berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada balita.

2.2 Epidemologi
Infeksi saluran pernapasan akut paling sering terjadi pada anak. Kasus
ISPA merupakan 50% dari seluruh penyakit pada anak berusia di bawah 5
tahun, dan 30% pada anak berusia 5-12 tahun. Walaupun sebagian besar
terbatas pada saluran pernapasan atas, tetapi sekitar 5% juga melibatkan
saluran pernapasan bawah, terutama pneumonia. Anak berusia 1-6 tahun dapat
mengalami episode ISPA sebanyak 7-9 kali pertahun, tetapi biasanya ringan.
Puncak insiden biasanya terjadi pada usia 2-3 tahun. Angka kenjadian ISPA
bawah pada tahun pertama kehidupan adalah sekitar 25 per 100 anak/tahun.
Jumlah tersebut menurun secara progresif selama masa anak menjadi 12 per
100 anak pada anak usia 5 tahun dan 5 per 100 anak/tahun pada remaja.

3
Penelitian yang dilakukan oleh The Bord on Science and technology for
International Development (BOSTID) menunjukkan bahwa insiden ISPA
pada anak berusia di bawah 5 tahun mencapai 12,7-16,8 episode per 100 anak
per minggu dan insiden bulanan ISPA di daerah perkotaan sekitar 20% dan di
daerah pedesaan 17,6%.

Di Indonesia ISPA merupakan salah satu penyebab utama penyebab


kunjungan pasien ke sarana kesehatan, yaitu 40-60% dari seluruh kunjungan
ke puskesmas dan 15-30% dari seluruh kunjungan rawat jalan dan rawat inap
di rumah sakit. Jumlah episode ISPA di Indonesia diperkirakan 3-6 kali per
tahun namun berbeda antar daerah.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi ISPA terdiri dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab ISPA misalnya dari genus Streptococcus, Haemophylus,
Stafilococcus, Pneumococcus, Bordetella, dan Corynebakterium. Virus
penyebab ISPA antara lain grup Mixovirus (virus influenza, parainfluenza,
respiratory syncytial virus), Enterovirus (Coxsackie virus, echovirus),
Adenovirus, Rhinovirus, Herpesvirus, Sitomegalovirus, virus Epstein-Barr.
Jamur penyebab ISPA antara lain Aspergillus sp, Candidia albicans,
Blastomyces dermatitidis, Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,
Cryptococcus neoformans.

Terdapat banyak faktor yang mendasari perjalanan ISPA pada anak. Hal
ini berhubungan dengan pejamu (host), agen penyakit dan lingkungan.
1. Faktor Pejamu (Host): usia, jenis kelamin, status gizi, pemberian ASI,
berat badan lahir rendah, imunisasi, pendidikan orang tua, status sosial
ekonomi, polusi udara dan bencana alam.
2. Faktor agen: Etiologi ISPA terdiri dari bakteri, virus polusi dan dan cairan
amonium pada saat lahir.

4
3. Faktor lingkungan (environment): ventilasi, kepadatan hunian ruang tidur,
pemakaian anti nyamuk, keberadaan Perokok dan bahan bakar untuk
memasak.

2.4 Faktor Risiko


Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan seorang
anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Berbagai faktor risiko
yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena ISPA,
yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko), pemberian
ASI ( ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi
risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi
(mengurangi risiko), dan polusi udara dalam kamar terutama asap rokok dan
asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko).
1. Asupan gizi
Asupan gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dan kematian
balita dengan infeksi saluran pernapasan. Perbaikan gizi seperti pemberian
ASI ekslusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan
penyakit pada anak. Pemberian ASI sub-optimal mempunyai risiko kematian
karena infeksi saluran napas bawah, sebesar 20%.

2. Suplemen vitamin A

Program pemberian vitamin A setiap 6 bulan untuk balita telah


dilaksanakan di Indonesia. Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan
imunitas dan melindungi saluran pernapasan dari infeksi kuman.

3. Berat bayi lahir rendah

Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko untuk meningkatnya


ISPA, dan perawatan di rumah sakit penting untuk mencegah BBLR.

5
4. Imunisasi

Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena ISPA.


Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah
imunisasi pertusis (DTP), campak, Haemophilus influenza, dan
pneumokokus.

5. Polusi
Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam rumah
mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa negara
berkembang. Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan dengan polusi
udara dari dapur. Hasil penelitian Dherani, dkk ( 2008) menyimpulkan bahwa
dengan menurunkan polusi pembakaran dari dapur akan menurunkan
morbiditas dan mortalitas ISPA. Hasil penelitian juga menunjukkan anak
yang tinggal di rumah yang dapurnya menggunakan listrik atau gas
cenderung lebih jarang sakit ISPA dibandingkan dengan anak yang tinggal
dalam rumah yang memasak dengan menggunakan minyak tanah atau kayu.
Selain asap bakaran dapur, polusi asap rokok juga berperan sebagai faktor
risiko. Anak dari ibu yang merokok mempunyai kecenderungan lebih sering
sakit ISPA daripada anak yang ibunya tidak merokok. Faktor lain yang
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ISPA adalah pendidikan ibu dan
status sosio-ekonomi keluarga dan faktor lingkungan lainnya misalnya
ventilasi dan kepadatan hunian.

2.5 Patogenesis
Penyebab dan infeksi saluran pernapasan akut adalah bakteri, virus, jamur
dan benda-benda asing lainnya. Berdasarkan penyebab tersebut yang paling
pencetus ISPA adalah virus, dan virus tersebut dinamakan strotocous dan shapy
lococus kemudian masuk melalui partikel udara dan melekat pada epitel sel
dinding hidung. Kemudian masuk ke dalam bronkus udara dan ke traktus
respiratoriu atau sel napas sehingga menimbulkan tanda dan gejala influenza
seperti batuk, pilek, dan demam dan sakit kepala dan kerana adanya debu dan

6
bakteri yang masuk ke dalam saluran pernapasan melalui udara sehingga
menimbulkan gejala batuk pilek. Komplikasi yang dapat menyebabkan infeksi
sehingga menularkan ke saluran pernapasan bawah dapat berupa dapat melibatkan
bronkus yang menimbulkan bronkitis, penyebaran lebih lanjut ke jaringan paru-
paru yang menyebabkan pneumonia. Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah
yang menyebabkan otitis media dan sinusitis. Virus, bakteri masuk melalui
partikel udara (droplet)melekat pada epitel sel dinding masuk bronkus
kemudian ke traktus respiratorius (sel napas)  tampak tanda dan gejala influenza
seperti batuk, pilek, demam dan sakit kepala.

2.6 Cara Penularan


Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar,
bibit penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernapasan, oleh karena itu maka
penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease. Sebagian besar
penularan melalui udara dapat menular melalui kontak langsung, namun tidak
jarang penyakit yang sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara
yang mengandung unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.Adanya bibit
penyakit di udara umumnya berbentuk aerosol yakni suatu suspensi yang
melayang di udara, dapat seluruhnya berupa bibit penyakit atau sebagian
daripadanya. Adapun bentuk aerosol dari penyebab penyakit tersebut ada dua,
yakni droplet nuclei dan dust.Droplet nuclei adalah partikel yang sangat kecil
sebagai sisa droplet yang mengering. Pembentukannya dapat melalui berbagai
cara, antara lain dengan melalui evaporasi droplet yang dibatukkan atau yang
dibersinkan ke udara. Dust adalah bentuk partikel dengan berbagai ukuran sebagai
hasil dari resuspensi partikel yang menempel di lantai, di tempat tidur serta yang
tertiup angin bersama debu lantai/tanah.

7
2.7 Klasifikasi

1. Klasifikasi ISPA beradasarkan anatomi


Berdasarkan antominya ISPA dibagi menjadi 2 yaitu ISPA bawah dan
ISPA atas. ISPA atas terbatas pada di atas laring yang terdiri dari rhinitis,
faringitis, tonsilitis, rinosinusitis dan otitis media. Sedangkan ISPA bawah
terdiri dari epiglotitis, croup (laringotrakeobronkitis), bronkitis, brokiolitis
dan pneumonia.
2. Klasifikasi ISPA berdasarkan usia
a. Di atas 5 tahun:
1) Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dadakedalam (chest indrawing)
2) Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas
cepat.
b. Usia 2 bulan sampai ≤ 5 tahun dan  2 Bulan
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi
Penyakit yaitu :
• Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan
dindingdada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik
napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan tenang
tidak menangisatau meronta).
• Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepatuntuk usia
2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1
-4 tahun adalah 40 kali per menit atau lebih.
 Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan
tarikan dinding ada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.

8
2.8 Diagnosis
Gejala umum pada ISPA adalah batuk, kesulitan bernapas, sakit
tenggorokan, pilek, dan demam. ISPA diklasifikasikan menjadi pneumonia
berat, pneumonia, dan bukan pneumonia (Depkes RI, 2009). Penularan
penyakit ISPA melalui udara yang terkontaminasi dan masuk ke dalam tubuh
melalui jalur pernapasan.

2.9 Penatalaksanaan ISPA


Tabel 2. Tatalaksana ISPA pada umur < 2 bulan

Tabel 3. Tatalaksana ISPA pada usia 2 bulan - < 5 Tahun1

9
Umumnya terapi antibiotik yang diberikan pada pneumonia
berdasarkan empiris. Antibiotik yang dianjurkan untuk pneu monia berobat-
jalan adalah antibiotik sederhana dan tidak mahal seperti kotrimoksazol atau
amoksisilin yang diberikan secara oral, dosis amoksisilin 25 mg/kg BB dan
kotrimok sazol (4 mg trimetoprim: 20 mg sulfometoksazol) /kgBB.
Penerapan Pedoman Tatalaksana Baku Pneumonia termasuk pemberian
antibiotik oral sesegera mungkin dapat menurunkan 13 -55% mortalitas
pneumonia (20% mortalitas bayi dan 24% mortalitas anak-balita.

2.10 Komplikasi
Penyebaran infeksi yang menurun ke saluran pernapasan bawah dapat
menyebabkan bronchitis, penyebaran lebih lanjut ke jaringan paru yang
menyebabkan pneumonia. Infeksi yang menyebar ke telinga tengah dapat
menyebabkan otitis media dan sinusitis (infeksi sinus).

2.11 Pencegahan
Pencegahan ISPA selain dengan menghindarkan atau mengurangi
faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan
pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, penggunaan antibiotika
yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi
kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI
eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan
polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko.
Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat
mengurangi kejadian ISPA.

10
Usaha Untuk mencegah ISPA ada 2 yaitu:
1. Pencegahan Non spesifik, yaitu:
a. Meningkatkan derajat sosio-ekonomi
- Kemiskinan ↓
- Tingkat pendidikan ↑
- Kurang gizi ↓
- Derajat kesehatan ↑
- Morbiditas dan mortalitas ↓
b. Lingkungan yang bersih, bebas polusi
2. Pencegahan Spesifik
- Cegah BBLR
- Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang
- Berikan imunisasi.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. jojodirmoto, Darmanto. 2012. Respirologi. Jakarta: EGC


2. Wibisono, M.Jusuf. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, FK Unair.
Jakarta
3. Guyton, C. Arthur. 2008. Fisiologi Kedokteran Ed. 11. Jakarta: EGC
4. Suparman, Waspadji Sarwono. 2005. Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, FKUI.
Jakarta.

12

Anda mungkin juga menyukai