Anda di halaman 1dari 77

Materi Kuliah

1. filosofi dan sejarah anestesi 1


2. persiapan pra anastesi 5
3. cardiopulmonary rescucitation 9
4. opioid 20
5. obat pelumpuh otot 23
6. koncep dasar icu 25
7. blood transfusion 28
8. terapi oksigen 38
9. ventilator 40
10. anestesi regional 44
11. anestesi untuk bedah darurat 51
12. komplikasi tindakan anestesi 54
13. anestesi inhalasi 59
14. dasar-dasar terapi cairan 62
15. monitoring anestesi 69
16. Ruang pulih dan unit perawatan pasca anestesi 71
KUMPULAN MATERI KULIAH ANESTESI YANG DIAJARKAN PADA
MAHASISWA ANGKATAN 06 PSPD UNJA

Disusun oleh : Edi Ahsani


Blog : http://noteskedokteran.blogspot.com

Disponsori oleh :

0 Copyright2010@edi_ahsani
FILOSOFI dan SEJARAH ANESTESI
DR. ZULKIFLI, SpAn. MKes
Dept./ Bag Anestesiologi dan Reanimasi
FK Unsri/RSMH
Palembang

DIOSCORIDES (Filsuf Yunani) :


▫ Abad 1 SM
▫ Terminologi Anestesia
 Efek seperti narkotik tanaman MANDRAGORA

 BAILEY’S An UNIVERSAL ETYMOLOGICAL ENGLISH


DICTIONARY (1721) :
“a defect of sensasion”

 ENCYCLOPEDIA BRITANNICA (1771) :


“Privation of sense”

 OLIVER WENDELL HOLMES(1846) :


“Keadaan seperti tidur memungkinkan operasi tanpa sakit”

USA (Dekade kedua Abad XX)

Anesthesiology

praktek atau studi ttg anestesi yg tumbuh menjadi spesialisasi dari ilmu
kedokteran.

Anesthesia Science and art

1989 : American Board of Anesthesiology, merevisi definisi ini


 Spesialisasi ini unik, melibatkan spesialisasi yang lain
 Bedah
 Interna
 Pediatrik
 ObsGyn
 Farmakologi Klinik,
 Fisiologi terapan,
 Teknologi biomedik.

1 Copyright2010@edi_ahsani
Definisi praktek anestesi

SEJARAH ANESTESIOLOGI
 Data-data praktek anestesia dimulai pada pertengahan abad ke 19
Zaman dahulu kala :
-Opium poppy
-daun coca
-akar mandrake
-alkohol
• Mesir Kuno
▫ Kombinasi opium poppy dan hyoscyiamus
▫ parenteral
▫ Regional anestesi
 Kompresi batang syaraf
 Pendinginan : Cryo analgesia
• Suku Inca :
▫ Daun Coca dikunyah,
▫ ditaburkan ke tempat operasi
PERKEMBANGAN ANESTESI
-Anestesia inhalasi
-Anestesia lokal
-Anestesia intravena

ANESTESIA INHALASI
ETHER (DIETHYL ETHER)

2 Copyright2010@edi_ahsani
NITROUSOKSIDA (N2O)
 Ditemukan > JOSEPH PRIESTLY (1772)
 Sifat analgetik > HUMPHRY DAVY (1800)
 Pemakaian klinik > GARDNER COLTON AND HORACE WELLS (1844)
• Potensinya rendah
• Asfiksia , bila digunakan single
• Masih dipakai sampai sekarang
CHLOROFORM
 Ditemukan (1831) VAN LEIBIG, GUTHRIE, SOUBERIAN
 1847, dipakai pertama kali HOLMES COOTE
 SIR JAMES SIMPSON, pemakaian klinik

▫ Tidak dipakai lagi


▫ Aritmia Jantung
▫ Hepatotoksik
CYLCOPROPANE
(1934) Tidak dipakai lagi ok COMBUSTIO

1958 : METHOXY FLUTHANE, dipakai tahun 1960


1963 : ENFLURANE, 1973
1965 : ISOFLURANE, 1981
1983 : SEVOFLURANE, 1994
1988 : DESFLURANE, 1992
1951 : HALOTHANE dipakai 1956

ANESTESIA LOKAL & REGIONAL

CARL KOLLER (1884): TOPICAL COCAINE


Cocaine diisolasi dari tanaman oleh GAEDICKE (1855) dimurnikan oleh ALBERT
NEIMANN (1860)

1884 WILLIAM HALSTED


 COCAINE : - INFILTRASI INTRA DERMAL
- NERVE BLOCK
1889 AUHUST BIER
 ANESTESI SPINAL > Cocaine 3mg 0.5% INTRATHECAL
1908  INTRA VENOUS REGIONAL ANESTESIA (BIER BLOCK)
• 1904 - ALFRED EITHORN > sintesa procaine
• 1905 - HENRISH BRAUN > Menambahkan Epineprine untuk
memperpanjang efek anestesi lokal
• 1901 - FERDINAND CATHELEN & JEAN SICARD
Caudal Anestesia epidural lumbal oleh
• 1921 – FIDEL PAGES > Anestesia epidural lumbal
• 1931 – Diulang oleh ACHILLE DOGLIOTHI

1930 – Anestesi Lokal Dibucaine


1932 – Tetracaine
1955 – Chloroprocaine
1957 – Mepivacaine
1960 – Pridocaine

3 Copyright2010@edi_ahsani
1963 – Bupivacaine
1972 – Etidocaine
ROPIVACAINE : Obat baru toksisitas kurang

OBAT INDUKSI:
1903 – Fischer & Von Mering : Sintesa Barbiturat Pertama : Dietthyl Barbiturat
Acid (Barbital)
1927 – Hexobarbital

ANESTESIA INTRAVENA

OBAT INDUKSI
1855 – Alexander Wood : Hipodermik
1872 – Ore : Chloralhydrate I.V
1909 – Burk Hardt : Chloroform dan Ether I.V
1916 – Bredenfeld : Morpin dan Scopolamine
1903– Fischer & Von Mering : Sintesa Barbiturat Pertama : DIETTHYL
BARBITURAT ACID (Barbital)
1927 – HEXOBARBITAL
1932– Volwiller dan Tobern : SINTESA THIOPENTAL
1934 – John Lundy dan Ralp Waters : Menggunakan dalam klinik
1937 – V.K.Stoelting : Methohexital
1957 – SINTESA CHLORDIAZEPOXIDE
1959 – SINTESA BENZODIAZEPINE
1976 – SINTESA MIDAZOLAM

UNTUK :
Premedikasi Induksi, suplemen anestesia, Intravena Sedasi.
1962 – Ketamine : Disintesa oleh Stevens
1965 – Digunakan oleh Corssen dan Domino
1969 – Disintesa Etomidate
1970 – Dipakai secara luas
1972 – Dipakai secara luas
1955 – Diisoipropyl Phenol (Propofol)

4 Copyright2010@edi_ahsani
 Pembedahan bersifat elektif atau darurat
 Harus dipersiapkan dengan baik.
 Kunjungan pra-anestesi
 elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya
 darurat sesingkat mungkin.
 Tujuan
 mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal
 merencanakan dan memilih teknik dan obat-obat
 menentukan klasifikasi (ASA)
Pemeriksaan Pra-Operasi Anestesi
I. ANAMNESIS
a. Identifikasi pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, dll)
b. Keluhan dan tindakan operasi yang akan dihadapi
c. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita

Penyakit penyulit anestesi


 Alergi
 diabetes melitus
 penyakit paru kronis (asma bronkial, pheumonia dan bronkitis)
 penyakit jantung (infark miokard, angina pektoris dan gagal jantung),
 Hipertensi
 penyakit hati
 penyakit ginjal.

d. Riwayat obat-obatan
 Alergi obat
 Intoleransi obat
 Obat yang sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat
anestesi
e. Riwayat anestesi/operasi sebelumnya
f. Riwayat kebiasaan sehari-hari
g. Riwayat keluarga
h. Riwayat berdasarkan sistem organ
i. Makanan yang terakhir dimakan.

II. PEMERIKSAAN FISIK


a.TB dan BB
b.Frekuensi nadi, TD, pola dan RR serta suhu tubuh.
c.Jalan napas (air way).
 Trismus ?
 keadaan gigi geligi
 Gigi palsu?
 gangguan fleksi ekstensi leher (deviasi trakea, massa dan bruit)

d. Jantung
e. Paru-paru (dispnu, ronki dan mengi)
f. Abdomen (distensi, massa, asites, hernia atau tanda regurgitasi)

5 Copyright2010@edi_ahsani
g. Ekstremitas (perfusi distal, sianosis, infeksi kulit , melihat di tempat-tempat
fungsi vena atau daerah blok saraf regional.
h. Punggung (deformitas, memar atau infeksi)
i. Neurologis (status mental, fungsi saraf kranial, kesadaran dan fungsi
sensormotorik)
III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Rutin
 Darah
 urin
 foto dada (terutama untuk bedah mayor)
 elektrokardiografi (untuk pasien berusia diatas 40 tahun)
b. Khusus
 Elektrokardiografi pada anak
 Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru
 Fungsi hati pada pasien ikterus
 Fungsi ginjal pada pasien hipertensi

Rencana Anestesi Meliputi hal-hal :


1. Premedikasi
2. Jenis anestesi
a.Umum: perhatikan manajemen air way,
pemberian obat induksi, rumatan, dan relaksan otot
b.Anestesi lokal/regional: Perhatikan teknik
dan zat anestetik yang akan digunakan
3. Perawatan selama anestesi  pemberian oksigen dan sedasi
4. Pengaturan intraoperasi:
 monitoring
 Keracunan
 pengaturan cairan
 penggunaan teknik khusus
5. Pengaturan pascaoperasi:
 pengendalian nyeri
 perawatan intensif (ventilasi pascaoperasi dan pengawasan
hemodinamik)

KLASIFIKASI ASA
American Society of Anestesiologist (ASA) membuat klasifikasi pasien. Menjadi kelas
-kelas:
1. Pasien normal dan sehat fisik mental
2. Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional
3. Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi
4. Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan
menyebabkan ketidakmampuan fungsi.
5. Pasien yang tidak dapat hidup/bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa
operasi
6. Pasien mati batang otak yang organ tubuhnya dapat diambil
7. Bila operasi (emergency) maka penggolongan ASA diikuti huruf E (misalnya:
1E atau 2E)

6 Copyright2010@edi_ahsani
PERSIAPAN HARI OPERASI
1. Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan
 Tujuan: cegah aspirasi isi lambung
 operasi elektif : dewasa puasa 6-8 jam : anak 3-5 jam
2. Gigi palsu, bulu mata palsu, cincin dan gelang dilepas serta bahan kosmetik
(lipstik, cat kuku) dibersihkan
3. Kandung kemih dikosongkan dan bila perlu, lakukan kateterisasi
4. Saluran napas dibersihkan dari lendir
5. Pembuatan Informed Consent
6. Pasien masuk kamar operasi mengenakan pakaian khusus (diberi tanda dan
label terutama pada bayi)
7. Pemeriksaan fisik dapat diulang diruang operasi
8. Pemberian obat premedikasi
 intramuskular atau oral dapat diberikan ½ - 1 jam sebelum
 intravena beberapa menit sebelum

OBAT PREMEDIKASI
Pemberian obat premedikasi bertujuan untuk:
 Memudahkan/memperlancar induksi, rumatan dan sadar dari anestesi
 Mengurangi jumlah obat-obatan anestesi
 Mengurangi timbulnya hipervlasi, bradikardi, mual dan muntah pasca anestesi
 Mengurangi stres fisiologis (takikardia, napas cepat, dll)
 Mengurangi keasaman lambung
Obat-obat yang dapat diberikan sebagai premedikasi pada tindakan anestesi :
 Analgetik Narkotik
 Barbiturat
 Antikolonergik
 Obat Penenang

Analgetik Narkotik

1. MORFIN
Dosis : dewasa 5-10mg (0,1-0,2mg/KgBB) IM
Tujuan :
 untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan pasien
 menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen
 agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam.
Kerugian :
 terjadi perpanjangan waktu pemulihan
 timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter.
 Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi dan depresi napas.

2. PETIDIN
 Dosis premedikasi dewasa 50-75mg
(1-1,5mg/KgBB) IV
 Tujuan:
 untuk menekan tekanan darah dan pernapasan
 merangsang otot polos.
 Dosis induksi 1-2mg/KgBB IV

7 Copyright2010@edi_ahsani
Barbiturat

 Pentobarbital dan Sekobarbital.


 Diberikan untuk menimbulkan sedasi
 Dosis dewasa 10-200mg, anak dan bayi 1mg/KgBB secara oral atau IM.
 Keuntungan:
 masa pemulihan tidak diperpanjang
 kurang menimbulkan reaksi yang tidak diinginkan.
 Fenobarbital
 Mudah di dapat
 efek depresan yang lemah terhadap pernapasan dan sirkulasi
 jarang menyebabkan mual dan muntah.

Antikolonergik

Atropin
 untuk mencegah hipersekresi kelenjar ludah dan bonkus selama 90 menit.
 Dosis 0,4-0,6mg IM bekerja setelah 10-15 menit

Obat Penenang

Diazepam (Valium)
 merupakan golongan benzodiazepin.
 Dosis rendah bersifat sedatif, dosis besar bersifat hipnotik.
 Dosis premedikasi dewasa 10mg IM atau 5-10mg oral (0,2-0,5mg/KgBB)
dengan dosis maksimal 15mg.
 Dosis sedasi pada anelgesia regional 5-10mg (0,04-0,2mg/KgBB) IV
 Dosis induksi 0,2-1mg/KgBB IV.

8 Copyright2010@edi_ahsani
CARDIO PULMONARY RESCUCITATION
Dr. ISRUN MASARI, SpAn

Basic & Advanced Life Support


• A-irway
– jaw thrust, chin lift
• B-reathing
– rescue breathing M-to-M
• C-irculation
– cardiac compression
Kunci keberhasilan CPR
• Early Access to BLS
– to get help
• Early (correct) CPR
– to buy time
• Early Defibrillation
– to restart the heart
• Early ALS
– to stabilize
Are you OK? Gently shake the victim. Establish UNRESPONSIVENESS

Open the airway & Maintain the airway open


-Head tilt and chin lift
-In unconscious victim, the muscles in the tongue may relax, causing the tongue to
block the airway
-Head tilt and chin lift may open airway
-Open airway using head tilt-chin lift or jaw thrust. LOOK, LISTEN, FEEL for
breathing.

Check for breathing


-Look listen and feel for normal breathing& LOOK FOR SIGS OF LIFE .
-If NOT breathing, give two slow, full breaths. The two breaths should take a full five
(5) seconds.
-Opening airway using head tilt and chin lift during rescue breathing. Chest must rise

• BREATHING
– usahakan 2 nafas yang berhasil dada terangkat @ 500-600 ml
(maksimal 1000 ml)
– beri sela ekshalasi
– beri oksigen 100% lebih dini
LOOK to verify that the chest RISES. If chest does NOT rise reposition head.
Is a PULSE present?
Assess whether victim is breathing by looking for chest movement, Listening for
breath sounds, and feeling breath against ear or cheek Determine if pulse exists by
checking carotid artery located between Adam’s apple and neck muscle
If pulse present, give two slow, full breaths. The two breaths should take a full five (5)
seconds.
If NO PULSE, give 30 rapid, forceful cardiac compressions.
Cardiac compression started by locating point two fingers above xyphoid process
100x per menit

9 Copyright2010@edi_ahsani
Give TWO slow, full breaths, and verify that the chest rises. Then give 30 more
cardiac compressions.

Opening airway using head tilt and chin lift during rescue breathing
Chest must rise

For adults, the correct chest compression is 1.5 to 2 inches, or 4 to 5 cm

Compression Decompression

• Heart is squeezed between • Allow complete chest recoil after


sternum & spine. each compression to maximize the
vacuum in the thoracic cavity to force
• intrathoracic pressure Increase blood flow back to the heard
to force blood out of the heart
.

CPR “protocols” scripted to minimize hands-off time

Initial assessment

Reducing Pulse Checks

• AIRWAY
– Jangan neck-lift semua pasien
– Jangan head-tilt pasien trauma
– Hati-hati chin lift pasien trauma
– Lakukan jaw-thrust
– pasang oro/ naso-pharyngeal tube
– pertimbangkan intubasi dini

10 Copyright2010@edi_ahsani
X X
Head tilt

Neck lift

Jaw thrust

CIRCULATION
– Pijat diprioritaskan agar tidak sela, 100x / menit
• Dua atau satu penolong
– tidak dibedakan lagi
– 30 pijat - 2 nafas
• Jika trachea sudah intubasi
– tak usah sinkronisasi
– pijat 100 / menit + nafas 12 / menit
De-FIBRILLATION
– DC shock sedini mungkin (sebelum 5-10 menit)
– 200 / 200-300 / 360 Joules (satu rangkaian cepat)

• DRUGS
– adrenalin 1-1-1 tiap 3-5 menit
– atropin 1-1-1 tiap 3-5 menit
– Jangan intra-cardial.
– Berikan Intra-vena, intra-tracheal
– Na-bikarb hanya 1 mEq/kg dan paling akhir

Jika defib diberikan sebelum 5 menit,


> 50% kemungkinan jantung berdenyut kembali >>>> Public Access Defibrillation

11 Copyright2010@edi_ahsani
Pasien tidak sadar
|
bebaskan jalan nafas
(chin lift, jaw thrust ! head tilt)
|
berikan 2 nafas
sp dada terangkat
|
periksa nadi carotis
(untuk awam tidak usah)
|
carotis (-) t CPR

12 Copyright2010@edi_ahsani
For each minute that CPR & defibrillation is delayed
Survival is reduced by 7 to 10%

CPR followed by defibrillation within 2 to 3 minutes of collapse has produced


survival rate of up to 50% in some studies. With each minute of delay, chance of
survival decreases by 7-10%
CPR
|
pijat jantung 100 x pm
nafas 12 x pm
sinkronisasi 15:2
(satu atau dua penolong)
|
segera ECG
siap DC-shock
| |
VF/VT Asystole / PEA
| (non-VF/VT)
DC shock |
CPR terus 3 mnt

- ECG dalam cardiac arrest ada 3 pola (pada semuanya, nadi carotis tidak ada)
• VF / VT pulseless = ada gelombang khas
– shockable, harus segera DC-shock
– (ada VT yang nadi carotis (+)  tak perlu DC-shock)

13 Copyright2010@edi_ahsani
• Asystole = tak ada gelombang (ECG flat)
– UN-shockable
• PEA = EMD = ada gelombang mirip ECG normal
– UN-shockable
VF / VT pulseless
• Bentuk gelombang khas
– shockable, harus segera DC-shock
– CPR menunggu DC-shock, CPR saja sukar ROSC
– DC-shock < 5 mnt bisa mencapai > 50% ROSC
– tanpa DC-shock akan memburuk jadi asystole

14 Copyright2010@edi_ahsani
1-VT

2-VT

3-VT

Semua diatas perlu DC shock kecuali #1 jika carotis (+)

VT / Ventricular Tachycardia
|
| |
carotis (+) carotis (-)
Lidocain DC shock
1 mg/kg iv 200 Joules
cepat
|
Bila ragu,
boleh DC shock

VF / Ventricular fibrillation / flutter >>>> Langsung DC shock 200 Joules


DC shock

15 Copyright2010@edi_ahsani
Oles paddles dengan jelly ECG tipis rata
1. Switch ON
• Pasang paddles pada posisi apex dan parasternal (boleh terbalik)
2. Charge 200 Joules (Non-synchronized)
• Perintahkan :
– Nafas buatan berhenti dulu
• Katakan dengan suara keras :
– Awas semua lepas dari pasien!
– Bawah bebas, samping bebas, atas bebas, saya bebas!
3. Shock!! (tekan dua tombol paddles bersama)
• Biarkan paddles tetap menempel dada, baca ECG
– siap charge lagi bila irama masih shockable

sternum

apex

16 Copyright2010@edi_ahsani
ECG : VF / VT pulseless
(nadi carotis tak teraba)
|
DC shock 200 Joules
| |
masih VF/VT ROSC carotis (+)
| |
200/300 Joules pertahankan oksigenasi
| pertahankan tensi
masih VF/VT
| Tiap selesai satu shock
360 Joules paddles jangan diangkat
| untuk baca ECG apa
masih VF/VT yang terjadi pasca DC

DC shock 200 - 200/300 - 360 Joules


|
masih VF/VT
|
CPR 1 menit, intubasi, iv line, adrenalin 1 mg
intravena, intra-trachea, intra-osseus

| ROSC

DC shock 360 - 360 - 360 Joules


| ROSC
l
masih VF/VT
|
CPR 1 menit, adrenalin 1 mg, obat klas IIa
|
ROSC
Masih VF/VT
|

Adrenalin, Atropin, Lidocain, Vasopresin


• Intra-venous
• Intra-tracheal / trans-tracheal
– dosis 2-3 x intravena
• Intra-osseus
• TIDAK intra-cardial
– menghentikan pijat jantung
– sukar pastikan intra-ventrikuler
• kena miokard  nekrosis
• kena a. coronaria  infark
Asystole
ECG flat, tak ada gelombang
– UN-shockable
– CPR + adrenalin (+atropin?)
– ROSC < 10%

17 Copyright2010@edi_ahsani
PEA = EMD
• ada gelombang mirip ECG normal
– TETAPI nadi carotis tidak teraba
– terapi sama seperti Asystole
P-ulseless E-lectro
E-lectrical M-echanical
A-ctivity D-issociation

Asystole (ECG flat)


PEA  ECG ada gelombang tetapi carotis (-)

|
CPR 3 menit*
|
Intubasi, iv line,
adrenalin 1 mg / 3-5 menit
1-1-1 / 1-3-5 mg
|
| |
Asystole / PEA ROSC
CPR 3 mnt* | |
bradycardia normal

|
atropin 1-1-1 sp 3 mg / obat klas IIa

Bila Cardiac Arrest membandel


4H : Hipoksia
Hipovolemia
Hiperkalemia
Hipotermia
4T : Tamponade jantung
Tension pneumothorax
Thromboemboli paru
Toxic overdose : B-blocker, Ca-blocker, Digitalis, Tricyclic AD
MA : Massive MI
Asidosis
Bila berhasil ROSC
• Lanjutkan oksigenasi, kalau perlu nafas buatan
• Hipotensi diatasi dengan inotropik dan obat vaso-aktif (adrenalin, dopamin,
dobutamin, ephedrin)
• Tetap di infus untuk jalan obat cepat
• Terapi aritmia
• Koreksi elektrolit, cairan dsb
• Awasi di ICU
• awas: cardiac arrest sering terulang lagi

18 Copyright2010@edi_ahsani
Bila setelah ROSC, lalu cardiac arrest lagi
• Ikuti algoritme semula
• DC shock dimulai dari 200 joules lagi

Guidelines 2000 ILCOR Consensus


• Biphasic DC shock lebih baik dp monophasic
• Selain Adrenalin, ada Vasopressin
• Amiodarone 300 mg dapat diberikan jika VF atau pulseless VT tidak respons
pada 3-shock seri 1
• Atropin sp 3 mg pada Asystole dan PEA

obat klas IIa


• Lidocain 1-1.5 mg/kg tiap 3-5 menit :3 mg/kg
• MgSO4 1-2 gm u/ torsades des pointes
• Procainamide 30 mg/ menit
• Na-bicarb 1 mEq/kg

19 Copyright2010@edi_ahsani
OPIOID
 Zat sintetik atau natural  berikatan dengan reseptor morfin
 Analgetika narkotika  mengendalikan nyeri saat/pasca pembedahan

Mekanisme Kerja

Reseptor opioid :
 sistem saraf pusat, terutama di otak tengah  sistem limbik, talamus,
hipotalamus,korpus striatum, sistem aktivasi retikuler
 korda spinalis  substansia gelatinosa pleksus saraf usus

Reseptor opioid dintensifikasi menjadi 5 golongan :

 Reseptor µ (mu ) : µ-1  supra spinal,sedasi


µ-2  analgesia spinal, depresi nafas,eforia,kekakuan
otot
 Reseptor δ (delta)  analgesiaspinal,epileptogen
 Reseptor κ ( kappa) : κ-1 analgesia spinal
κ-2 tak diketahui
κ-1 analgesia supraspinal
 Reseptor (sigma) : disforia, halulinasi, stimulasi jantung
 Reseptor (epsilon) : respon hormonal

Opioid digolongkan menjadi

1. Agonis
› mengaktifkan reseptor,
› Morfin, papaveretum,petidin( meperidin,demerol), fentanil, alfentanil,
sufentanil, remifentanil, kodein, alfaprodin
2. Antagonis
› Tidak mengaktifkan reseptor dan pada saat bersamaan mencegah
agonis merangsang reseptor
› nalakson, naltrekson
3. Agonis-antagonis
› Pentasosin, nalbufin, bufarfanol, buprenorfin

Klasifikasi Opioid

Dalam klinik :
› lemah ( kodein )
› kuat ( morfin )
Penggolongan lain
› Natural ( morfin, kodein,paparevi dan tebain)
› semisintetik ( heroin, dehidromorfin/morfinon, derifattebain)
› sintetik ( petidin, fentanil,afentanil,sulfantanil dan remifentanil )

20 Copyright2010@edi_ahsani
Morfin
 Dapat dibuat secara sintetik ttp secara komersil lebih mudah dan
menguntungkan dibuat dari getah papaver somniferum
 Paling mudah larut dalam air dibandingkan opioid lain dan kerja analgesinya
cukup panjang

efek morfin
 Sistem saraf  depresi dan stimulasi
 Sistem jantung  dosis besar meransang vagus dan berakibat brakardi, juga
menyebabkan hipotensi ortostatik
 Sistem respirasi  depredi nafas, melepaskan histamin akhirnya konstriksi
bronkus
 Sistem saluran cerna  menyebabkan kejang otot usus
 Sistem ekskresi ginjal,  menyebabkan kejang sfinger buli2 yang berakibat
retensio urin

Adiksi dan toleransi


 Toleransi morfin ditandai dengan peningkatan dosis pada penggunaan obat
secara berulang untuk mendapatkan efefk klinis yang sama seperti sebelumnya
 Adiksi morfin ialah keadaan ketergantungan fisik dan psikik yang ditandai
oleh sindroma menarik diri yang terdiri dari takut, gelissa,rinorea, berkeringat,
mual, muntah,diare, menguap terus menerus, bulu roma berdiri,midriasis,
hipertensi, takikardi, kejang perut dan nyeri otot

Efek samping
 Jarang ditemui alergi morfin
 Gejala seperti alergi ditemukan ditempat suntikan bentol kecil dan gatal
 Mual dan muntah sering dijumpai
 Pruiritus sering dijumpai pada pemberian epidural atau interekal dan dapat
dihilngkan dengan nalokson tanpa hilang efek analgesinya

Ambilan, distribusi, dan eliminasi


 Dapat diberikan secara subkutan, intramuskular, intravena, epidural atau
intratekal
 Absorsi dosis paruh waktu kira2 30 menit setelah suntikan dan 8 menit setelah
intramuskular, sepertiga morfin akan berikatan dg albnin plasma
 Sebagian besar akan dikonjugasikan dg asama glukuronat di hepar dan
metabolitnya akan dikeluarkan urin 90% dan feses 10 %

Penggunaan dalam anastesia dan analgesia


 Morfin masih populer sampai sekarang
 Pada premedikasi sering dikombinasikan dengan atropin dan fenotiasin
(largaktil )
 Pada anestesi di kamar bedah sering digunakan sebagai tambahan analgesia
dan diberikan secara intravena
 Untuk digunakan sbg obat utama harus ditambahkan bensodiazepin
Petidin
Zat sintetik yang formulanya sangat berbeda dg morfin ttp mempunyai efek klinik
dan samping yang mendekati sama

21 Copyright2010@edi_ahsani
Perbedaan petidin dan Morfin
 Petidin lebih larut dalam lemak
 Metabolisme oleh hepar lebih cepat
 Pertidin bersifat spt atropin (atropine like effect)  menyebabkan kekeringan
mulut, kekaburan pandangan dan takikardia
 Petidin meyebabkan konstipasi
 Petidin cukup efektif untuk menghilangkan gemetaran pasca bedah
 Lama kerja petidin lebih pendek dari morfin
Fentanil
 Zat sintetik seperti petidin dg kekuatan 100 x morfin
 Lebih larut dalam lemak daripada pertidin dan menembus ssawar jaringan dg
mudah
 Efek depresi nafasnya lebih lama dibanding analgesinya
 Dosis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma,
ADH, renin, aldosteron dan kortisol
Sufentanil
 Sifat sufentanil kira2 sama dg fentanil
 Efek pulihnya lebih cepat dari fentanil
 Kekuatan analgesinya  5 – 10 kali fentanil
 Dosisnya 0,1 - 0,3 mg/kgBB
Alfentanil
 Kekuatan analgesinya 1/5 – 1/3 fentanil.
 Insiden mual muntahnya sangat besar
 Mula kerjanya cepat
 Dosis analgesi 10 -20 ug/kg BB
Tramadol
 Analgesik sentral dengan afinitas rendah pada reseptor mu dan
kelemahananalgesinya 10 -20 % dibandingkan morfin
 Dapat diberikan secara oral, i.m atau i.v dg dosis 50 -100 mg dan dapat
diulang setiap 4-6 jam dg dosis maksimal 400 mgper hari

Antagonis

Nalakson
› Antagonis murni opioid dan bekerja pada reseptor mu, delta, kappa dan
sigma
› Biasanya digunakan untuk melawan depresi nafas pada akhir
pembedahan
Naltrekson
› Antagonis opioid kerja panjang yang biasanya diberikan per oral
› Naltrekson per oral dapat mengurangi pruritus, mual muntah pada
analgesiepidural saat persalinan, tanpa menghilangkan efek
analgesinya

22 Copyright2010@edi_ahsani
Obat Pelumpuh Otot
Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan :
 Mendalamkan anestesi
 Blokade saraf regional
 Memberikan obat pelumpuh otot :
 pelumpuh otot depolarisasi
 pelumpuh otot nondepolarisasi
FISIOLOGI KONTRAKSI OTOT
 Akibat rangsang  depolarisasi pada terminal saraf
 Influks ion kalsium memicu keluarnya asetil-kolin sebagai transmitter saraf
 Asetil-kolin saraf akan menyeberang dan melekat pada reseptor nikotinik –
kolinergik di otot
 Jika jumlahnya cukup banyak  terjadi depolarisasi  lorong ion terbuka  ion
Na dan ion Ca masuk, ion K keluar  terjadi kontraksi otot
 Asetil kolin cepat dihidrolisa oleh asetilkolin esterase, sehingga lorong ion
tertutup kembali  terjadi repolarisasi ( relaksasi otot)

Pelumpuh otot depolarisasi


 Bekerja seperti asetil kolin ( nonkompetitif), tetapi dicelah saraf otot tidak
dirusak oleh kolinesterease  cukup lama berada di celah sinaptik  terjadi
depolarisasi yang ditandai oleh fasikulasi yang disusul relaksasi otot lurik
 Obat pelumpuh otot depolarisasi adalah suksinil kolin dan dekametonium
 Suksinil kolin akan dimetabolisir oleh kolinesterase, pseudo kolin esterase 
suksinil monokolin
Efek samping suksinil kolin
 Nyeri otot pasca pemberian  dapat dikurangi dengan memberikan obat
pelumpuh otot nondepolarisasi dosis kecil sebelumnya.
 Peningkatan tekanan intra okular
 Peningkatan tekanan intrakranial
 Peningkatan kadar kalium plasma
 Aritmia jantung
 Hipersalivasi
 Alergi, anafilaksis

Pelumpuh otot nondepolarisasi


 Berikatan dengan reseptor nikotinik kolinergik, tetapi tidak menyebabkan
depolarisasi, hanya menghalangi asetil kolin menempatinya  asetil kolin tidak
dapat bekerja
 Inhibitor kompetitif

Pembagian pelumpuh otot nondepolarisasi


 Berdasarkan struktur molekul
 Bensiliso-quinolinum : d-tubokurarin, metokurin, atrakurium,
daksakurium, mivakurium
 Steroid : pankuronium, vekuronium, pipekuronium, ropakuronium,
rokuronium
 Eter fenolik : gallamin
 Nortoksiferin : alkuronium

23 Copyright2010@edi_ahsani
 Berdasarkan lama kerja :
 Kerja panjang ( long acting ) : pankuronium, pipekuronium,
doksakurium
 Kerja sedang ( intermediate acting ) : atrakurium, vekuronium,
rokuronium, gallamin, cisatrakurium
 Kerja pendek ( short acting ) : mivakuronium, ropakuronium
Pilihan pelumpuh otot
 Gangguan faal ginjal : atrakurium, vekuronium
 Gangguan faal hati : atrakurium
 Miastenia gravis : jika dibutuhkan 1 /10 dosis atrakurium
 Bedah singkat : atrakurium, vekuronium, mivakuronium
 Kasus obstetri : semua dapat digunakan, kecuali gallamin

Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot


 Cegukan ( hiccup )
 Dinding perut kaku
 Ada tahanan pada inflasi paru

24 Copyright2010@edi_ahsani
KONSEP DASAR ICU
FILOSOFI ICU / INTENSIF CARE MEDICINE
Intensive care Medicine adalah suatu aktivitas khusus yang mendapatkan legitimasi
bukan oleh karena kompleksitas peralatan dan pemantauan pasien, tetapi oeh karena
setiap sakit kritis selalu berakhir pada suatu Final Common Pathway dari kegagalan
sistem organ
Contoh
 Pasien yang gagal nafas – hipoksemia, tidak menjadi persoalan apakah paru-
parunya mendapat:
- -Trauma pada roda mobil
- -Teraspirasi cairan lambung atau
- -terserang virus
 Manajemen dan hasil akhir selalu akan sama

Intensive Care Unit


Ruang rawat di RS yang dilengkapi staf dan peralatan khusus untuk merawat dan
mengobati pasien yang mengancam nyawa oleh kegagalan astu atau lebih organ2
akibat penyakit, bencana atau komplikasi yang masih ada harapan hidup ( recoverable
)
ICU
Suatu ruang khusus dalam rumah sakit :
 staf khusus
 peralatan khusus

Pasien ICU :
 Penyakit
 Trauma mengancam nyawa
 Komplikasi
RECOVERABLE
Design ICU :
1.Ruang tunggu
1. Ruang tunggu
 Ruang tunggu pengunjung
 Ruang interview
2. Ruang pasien
 Ruang rawat terbuka/ gabung
 Ruang rawat isolasi
3. Ruang penyimpanan alat/gudang
4. Ruang laboratorium/teknik
5. Ruang staf
6. Ruang alat pembersih

 Hospital : ICU bed ratio = 100 : ( 1-2 )


ICU bed : Nurse ratio = 1 : ( 1 – 2 )
 Kapasitas ICU : 4 -12 pasien
( < 4 : terlalu mahal, > 12 tidak efektif )
 Luas ruangan :  18,5 m² / pasien

25 Copyright2010@edi_ahsani
Perlengkapan Alat-alat
1. Monitoring : Bed-side dan sentral :  NIBP, HR, t°, RR,SpO , CVP,ETCO
,IBP
2. Alat terapi respirasi :
 Bed-Side
 Portable
3. Alat terapi kardiologi: “ Trolley “ RJP
4. Terapi dialise
5. Lanoratorium
6. Radiologi
7. Alat lain :
 Trolley alat tenun
 selimut penghangat
SDM di ICU
1.Staf medis:
 Intensivist
 Staf spesialis
 Staf Yunior
2. Staf Perawat: -
 Kepala perawat spesialis
 Perawat spesialis
 Perawat pembimbing/pendidik
3.Staf medis terkait:
 Fisioterapi
 Farmasis
 Ahli Gizi
 Petugas radiologi
 Pekerja sosial
4.Ahli teknik
5.Sekretariat
Peran ICU
Level I :
 Mampu memberikan bantuan hidup dasar
 Biasanya kurang dari 24 jam
 Pemantauan respirasi, kardiovaskular sederhana : SpO ,EKG,NIBR, HR
 Terapi ventilasi mekanis sederhana
 Dikelola Dr / spesialis dengan pengetahuan intensive care, Ns
 Lab/Rontgen 24 jam
LEVEL II
 Bantuan hidup yang lebih kompleks untuk beberapa hari
 Pemantauan kardio- respirasi lebih invasif
 Terapi ventilasi mekanis komplek
 Terapi renal replacement
 Dikelola spesiali anestesiologi /intensivist, Ns.spesialis
 Lab/Ro 24 jam
LEVEL III
 Pusat rujukan ICU
 Pemantauan dan terapi invasif semua sistem
 Dikelola intensivist, Ns spesialis
 Lab/Ro 24 jam, dengan penunjang canggih 24 jam

26 Copyright2010@edi_ahsani
SISTEM PELAYANAN ICU
 Open unit :
 Dokter pemilik pasien memberi Tx
 Kerugian : multi terapi, kebingungan Ns
 Closet Unit :
 Terapi oleh intensivist
 Keuntungan: tidak multi terapi
 Kerugian : privacy Dr. pemilik kurang
 Semi Closet Unit ( ? )
 Dokter pemilik usul Tx
 Terapi oleh Intensivist

 Indikasi Masuk ICU


1. Pasien sakit berat kritis , pasien tidak stabil
2. Pasien yang memerlukanpemantauan intensif
3. Pasien yang mengalami komplikasi akut

 Tidak perlu Masuk ICU


1. Pasien mati batang otak
2. Pasien menolak
3. Pasien yang secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan

Keberhasilan Terapi
1. Usia pasien
2. Riwayat penyakit sebelumnya
3. Keadaan penyakit sekarang
4. Respon terhadap terapi
5. Lingkungan sosial pasien
6. Kualitas pasien dimasa depan

Kriteria Keluar ICU


Meninggal dunia
Tida ada kegawatan yang mengancam nyawa
Atas permintaan keluarga (Informed consent)

27 Copyright2010@edi_ahsani
Blood Transfusion
What is Blood
Blood carries gases, nutrients and waste products through the body. Blood also fights
infections, heals wounds and performs many other vital functions.

There is no substitute for blood. It cannot be made or manufactured. Donors are the
only source of blood for patients who need it.

• Red cells, white cells and platelets are made in the marrow of bones,
especially the vertebrae, ribs, hips, skull and sternum

• These essential blood cells fight infection, carry oxygen and help control
bleeding
Plasma Carries Blood Cells
Plasma is a pale yellow mixture of water, proteins and salts. One of the functions of
plasma is to act as a carrier for blood cells, nutrients, enzymes and hormones

Red Cells Deliver Oxygen


Red cells are disc-shaped cells containing hemoglobin, which enables the cells to pick
up and deliver oxygen to all parts of the body.

28 Copyright2010@edi_ahsani
THE HISTORY of BLOOD TRANSFUSION MEDICINE
• 1492 - Pope Innocent VIII, in Rome, had an apoplectic stroke; became weak
and went into a coma. His physician advised a Blood transfusion, the Pope did
not benefit and died by the end of that year.
• 1665 - The first Blood transfusions. Richard Lower, an Oxford physician
started as dog-to-dog experiments and proceeded to animal-to-human over the
next two years. Dogs were kept alive by the transfusion of Blood from other
dogs.
• 1667 - Jean-Baptiste Denis in France reported successful transfusions from
sheep to humans.
• 1816 John Henry Leacock, reported that donor and recipient must be of the
same species, and recommended inter-human transfusion
• 1818 - James Blundell, performed the first successful transfusion of human
Blood to a patient for the treatment of postpartum hemorrhage. Using the
patient's husband as a donor,
• 1901 - Karl Landsteiner, an Austrian physician, and the most important
individual in the field of Blood transfusion, documented the first three human
Blood groups (based on substances present on the red Blood cells), A, B and
O.
• 1902 - A fourth main Blood type, AB was found by A. Decastrello and A.
Sturli.
• 1932 - The first facility functioning as a Blood bank was established in a
Leningrad Russia hospital.
• 1939 and 1940 - The Rh Blood group system was discovered by Karl
Landsteiner, Alex Wiener, Philip Levine and R. E. Stetson and was soon
recognized as the cause of the then majority of transfusion reactions.
• 1953 - Development of the refrigerated centrifuge began to further expedite
Blood component therapy.
• 1943 - P. Beeson published the classic description of transfusion-transmitted
hepatitis.
• 1971 - Hepatitis B surface antigen (HBsAg) testing of donated Blood began in
the United States.
• 1985 - The first Blood screening test to detect the probable presence of HIV
was licensed and implemented by Blood banks in the United States.
• 1987 - Two tests for screening for indirect evidence of hepatitis C : hepatitis B
core antibody (anti-HBc) and the alanine aminotransferase test (ALT).
• 1989 - In the United States, anti-HTLV-I testing of donated Blood began.
• 1990 - The first specific test for hepatitis C was introduced. This major cause
of “non-A, non-B” hepatitis. (the hepatitis C virus, HCV, has, as of the date of
this writing, not been isolated)
• 1992 - Testing of donor Blood for HIV-1 and HIV-2 antibodies (anti-HIV-1
and anti-HIV-2) was implemented.
Who Needs Blood Transfusions?
• Persons who have lost blood due to burns and other injuries
• Persons who lose blood during surgical procedures
• Certain individuals with cancer, sickle cell disease and other disorders
Who Can Donate Blood?
• Be at least 17 years of age
• Weigh at least 110 pounds
• Be in good health

29 Copyright2010@edi_ahsani
Who Cannot Donate Blood

temporarily deferred:
• Heart attack or cardiac surgery in the last 6 to 12 months
• Malaria in the past 3 years, or travel in the past year to an area where malaria
is present
• Transfusion with blood or blood products in the past year
• Having received a tattoo or any body piercing within the past year
• Household contact within the past year with a person who has hepatitis
• Not feeling well on the day he or she wishes to donate
• Taking antibiotics within 72 hours before donation
• Low blood cell count
permanently deferred :
• Chemotherapy or radiation to treat some types of cancer
• Hepatitis at age 11 years or older
• High risk of having HIV due to injection drug use or sexual contacts

What tests are performed on donated blood?

tested for ABO group (blood type) and Rh type (positive or negative) + Screening
tests ;
• Hepatitis B surface antigen (HBsAg)
• Hepatitis B core antibody (anti-HBc)
• Hepatitis C virus antibody (anti-HCV)
• HIV-1 and HIV-2 antibody (anti-HIV-1 and anti-HIV-2)
• HIV p24 antigen
• HTLV-I and HTLV-II antibody (anti-HTLV-I and anti-HTLV-II)
• Serologic test for syphilis
• Nucleic acid amplification testing (NAT)

Introduction

Blood transfusion :
Transfer of Blood/ Blood component from donor’s blood to receiver’s
circulation

Goals :
- Improve circulation volume
- Improve Hb level
- Improve coagulation mechanism

Cautions :
- Appropriate indications
- Appropriate techniques
- Observations of sign of complications
- Prevention and therapy for complications

30 Copyright2010@edi_ahsani
Type of Blood/Blood Component for transfusion

1. Whole Blood

* Fresh Blood, storing time 4-6 hours


advantages :
- complete caogulation factors
- good blood cell functions

disanvantages :
- impractical supply
- risk of infections transmission i.e lues, CMV

* New blood, storing time 3-4 days


advantages :
- easy suppliyng

disadvantages :
- coagulation factors, especially factor V and VIII almost depleted ( high Hb
affinity to O2 decreased O2 release from Hb to tissue)
- High concentration of K+, amonium and lactic acid

2. Red blood cell

advantages :
a. plasma is not given. Avoid circulation overload
b. hematocrit level could be tailored
c. hepatitis (infections) hazard avoided
d. advantages in patients with renal disease
e. allergic reactions decreased
f. autoimmun bodies reactions decreased
g. anticoagulant free
disadvantages :
a. possible infections hazard during preparation
b. short storing period, 4-6 hours.

Packed Red Cell


made by separating/extracting plasma in close methode until hematocrit level 70 –
80 %

Red Cell Suspensions


made by mixing RBC’s concentrate with solvent on equal volume

Washed Red Cell


made by washing RBC concentrate 2-3 times with physiologic NaCl solution :
a. PNH (Paroxysmal Nocturnal Hb-uria)
b. Acquired Haemolytic Anemia

31 Copyright2010@edi_ahsani
c. Exchange transfusion
d. Transfusion on renal transplant.

3. Thrombocyt

given to patients with thrombocyt deficits due to primary disease or secondary due to

bleeding.

Type of thrombocyt :
1. Platelet Rich Plasma (PRP)
PRP made by separating plasma from fresh blood

2. Platelet’s Concentrate
Made by centrifuging PRP and separating its thrombocyt concentrate

Storing :
a. In 40 Celcius - good haemostatic, short life span
b. In 18 0 Celcius - poor hemostatic, better life span
Storing time 48 – 72 hours

4. Plasma
a. restore blood volume and circulation
b. replace and enhance blood proteins
c. replace and improve spesific plasma factor
* Liquid plasma
made by separating plasma from whole blood on packed red cell preparation process
* Dry plasma
made by drying liquid plasma
Advantages :
- long storing time (3 years)
- easy transport
- room temperature storage
- no risk of lues infections
- independent of blood group

Disadvantages :
- higher risk of hepatitis infection due to collected from various donors.
* Fresh Frozen Plasma

made by separating plasma from fresh whole blood and immediately freezed at minus
60 0 Celcius (CO2 ice)

storage :
- at temp. minus 300 C for 1 year
- at temp. minus 200 C for 6 months
ideally given on :
- bleeding cases
- as fresh whole bood replacement if mixed with packed red cell

32 Copyright2010@edi_ahsani
* Cryoprecipitate

made by freezing fresh frozen plasma at minus 60 0 C and liquified at 4-6 C

advantages :

contains much amount of factor VIII and factor I (fibrinogen). A bag of


cryoprecipitate contains 130 units of Anti Hemophylic Factor (AHF)

Complications of Transfusion

1. Hemolytic Reaction
Red blood cell destructions occur producing free Hb in plasma due to blood group
incompatibility. If free Hb level more than 25 %, Hb uria occur.

Acute :
-occur immediately when transfusion.
50 cc of incompatible blood enough to precipitate the reactions
sign :
- hot sensation along the veins
- specific lumbal pain
- ‘depressed chest’ feeling, dyspneu
- headache, flushing face
- raised body temp., nausea & vomitting
- during anesthesia :
tachypneu, hypotension, small pulse pressure, shock. Diffuse bleeding from operative
wound.
Laboratory :
- Hb-uria
- Peripheral blood preparate  hemolytic sign
- Blood bilirubine
- Free Hb in plasma
- methemoglobine
Delayed :

Occur on patients who recieved frequent transfusion or women who previously had
delivered baby.
Reactions occur after several hours or days after transfusion and commonly after
transfusion of second bag or more.

Therapy :
- stop transfusion, change transfusion set
- treat shock
- shock position
- plasma expander infusion
- vasopressor
- sodium bicarbonate
- oxygenation
- lasix / 20 % manitol

33 Copyright2010@edi_ahsani
- corticosteroids
- report to blood bank
* send back transfused blood
* send sample of patients blood
* patients urine
- control Hb level
* thrombocyt
* fibrinogen
- give compatible fresh blood
.Hemolytic Reaction
1. Allergy
- antigen in donor’s blood will bound with it’s antibody in recipient’s serum
- antibody which present in donor’s blood which passively transfered by transfusion
to recipient
therapy :
give antihistamine and corticosteroid on severe reactions.
2. Pyrogen reactions
sign :
- febrile (38-40 0 C)
- shivering, headache, pain on the whole body, restless untill convulsions
3. Bacterial containation reactions
- bacterial contamination could occur during blood collecting.
Sign :
- febrile, headache, shivering, vomitting, stomachache, diarrhea to shock.
These sign occur during or immediately after transfusion
Therapy :
- stop transfusion
- treat shock (plasma expander, vasopressor, oxygen etc)

4. Overload
occur due to transfusion of relatively too high volume in a short period.
For these reason, whole blood should be given cautiously on some circumstances :
- anemia
- decreased cardiac reserve
- renal disease
- oedema
sign :
- headache, precardial pain, coughing, dyspneu, heavy feeling on both arms,
pulmonary rhales and ‘elevated’ neck veins
therapy :
For patients with overloading tendency :
- Infusion drips as slow as possible
(adult 12-30 drips/min, children 6-8 drips/min)
- diuretics before transfusion
- only blood component is given
- close observation during transfusion

34 Copyright2010@edi_ahsani
5. Heart rhythm disturbances
mostly occur on rapid and massive transfusion of :
- cold blood
- elevated K+ level
- citrate toxicity
general therapy :
- slowing transfusion rate
specific therapy:
- blood heated to body temperature
- better if switch to fresh blood

6. Acidosis
On patients with acidosis tendency (i.e. renal failure, ileus, septic conditions)
administering stored blood will worsening those condition, so did massive
transfusion.
Therapy :
-correction of acidosis with sodium bicarbonate

7. Kalium toxicity
due to elevated K+ level in blood which stored more than 10 days
sign:
- ECG changes
- Cardiac arrest danger

Prevention :
- administer fresh blood

therapy :
- enforce diuresis
- Glucose 5 % infusion + regular insuline 8-12 units

8. Citrate toxicity
especially on massive transfusion (>2 liters) on patients with poor hepatic function,
where citrate will bound to Ca++ ion.
Sign :
- tetany, tremor, ECG disturbances to cardiac arrest
therapy :
- Ca gluconate i.v or CaCl2 1 gram every 1000 ml of blood
transfused

9. Coagulation disorder
especially on massive transfusion with stored blood, due to reduced thrombocyt and
other coagulation factors.
Therapy :
- administering 1 unit of FFP or cryoprecipitate for every 5 unit of whole blood.
10. Hyperammonium
- amonium blood level increase after 5-7 days and reach maximal level after 3 weeks
of storage
therapy :
- administering fresh blood.

35 Copyright2010@edi_ahsani
11. Air embolism
due to technical error, especially on transfusion with ‘pressured’ bag
therapy :
- positioning the patient laterally to cardiac side
- shock positioning

12. Transmission of disease

* Hepatitis
sign & symptoms appear 2-3 months after transfusion
sign :
icterus, hepatomegaly, spleenomegaly
therapy :
-immuniglobuline, diet to improve hepatic functions
prevention :
Donor is not accepted before 5 years of convalescence period
* Malaria
sign appear after 1-10 days afer transfusion
prevention :
Donor is not accepted under 2 years from last attack.
therapy :
- antimalarial drugs
* Syphylis
sign appear 9-10 weeks post transfusion and manifest as stage II skin lesions.

Methods for estimating blood loss


1. Measuring Gauze’s Weight
Blood loss equal to gauze weight difference before and after used (1 gram equal to 1
ml blood)
2. Calori meter
Used gauze washed with standardized water and ammonium
3. Visual Estimation
Could be done by an experts. Blood clot of “a fist size” equal to about ½ liter of
blood.
4. Measuring blood on suction apparatus
Sometimes difficult due to other liquid mixing or suction rinsing with water.
5. Patients clinical conditions
Difficult due to anesthetic drug alter clinical response to bleeding

Transfusion techniques

1. Infusion set preparation


Infus set must be equipped with filter
Infusion needle gauge should be appropriate to intended rate of transfusion
a. easily damage venous wall, causing swollen tissue
b. commonly use on babies,easy fixation
c. plastic catheter with stylet inside, if already
inserted, will not damage the vein easily

36 Copyright2010@edi_ahsani
2. Inserting infusion set
a. notify the patient if an infusion will be inserted
b. If possoble, choose a large- straight vein which not locate on ajoint
c. Stagnate the vein
d. Do not attemp/reattemp on acollapsed vein
e. Fixation

Better if on three locations


- on the root of the catheter
- on rubber plastic junction
- on transparant plastic hose
f. Use splint
g. On emergency conditions could inserted > 1 infusion
h. Build patients cooperation, on conscious patients
i. on emergency condition
j. all procedure must be done under sterile conditions
3. Blood bag preparation
a. Must be carefull !
patient’s identity, blood group, cross-match result, bag label number, blood
plasma colour, any blood clot
b. Do not shake blood bag
c. Before transfused, blood should be warmed
d. Blood must keep refrigerated before use
e. Blood bag which already perforated, must immediately transfused
4. On transfusing blood
a. Note! Blood pressure, heart rate, respiration and patinet’s temperature
b. Before transfusing blood, give NaCl infusion
c. If blood drips stagnant, change transfusion set
d. During first 15 minutes, patients should be carefully monitored
e. During transfusion, blood pressure & respiration must be monitored
5. Rate of transfusion
a. On massive bleeding, administer blood as fast as possible (1500 ml in 15
minutes)
b. On normovolemic patients :
adult : 500 ml / 5-6 hours
children : depend on body weight and age
6. Tricks for enhancing blood transfusion
a. Put blood bag as high as possible
b. Insert big bore catheter
c. Give pressure to blood bag
d. Injecting blood on the catheter

37 Copyright2010@edi_ahsani
Terapi Oksigen
Tujuan utama : memperbaiki oksigenasi jaringan.
Meningkatnya persentasi oksigen pada udara inhalasi akan meningkatkan
konsentrasi oksigen pada alveoli dan kenaikan tekanan oksigen di dalam
darah.
Terapi oksigen sangat bermanfaat bila tekanan oksigen darah rendah
(hypoxic-hypoxemia).
Indikasi:
1. Mencegah atau mengatasi hypoxia.
2. Penurunan PaCO2 dengan gejala dan tanda-tanda hypoxia :
dyspnea, tachypnea, gelisah, disorientasi, apatis, kesadaran
menurun.
3. Keadaan lain : gagal nafas akut, shock, keracunan CO2.

Metode pemberian Oksigen:

a. Sistem aliran rendah (low flow)


Low flow, low concentration
1. Nasal catheter : flow = 1 - 3 L/min, konsentrasi = 24 - 32%
2. Nasal cannula : flow = 1 - 6 L/min, konsentrasi = 24 - 44%
Low flow, high concentration
1. Sungkup Muka sederhana: flow = 5 - 8 L/min
2. Sungkup Muka dengan kantong rebreathing
Flow = 8 - 12 L/min, konsentrasi = 40 – 60%
3. Sungkup Muka dengan kantong non rebreathing
Flow = 8 - 12 L/min, konsentrasi = 80 - 100%

b. Sistem aliran tinggi (high flow)


1. High flow, low concentration
Sungkup Venturi
Flow dapat diatur, konsentrasi 24 - 50%
Indikasi : ventilasi tidak teratur.
2. High flow, high concentration
Head box
Sungkup CPAP

Bahaya dan efek samping :


1. Kebakaran.
2. Hypoventilation.
3. Atelectase.
4. Iritasi lokal
5. Keracunan oksigen: bronchopulmonary displasia (local), retrolental
fibroplasia (umum).
Pencegahan:
• Dilarang merokok.
• Perawatan alat.
• Pantau keadaan umum dan analisa gas darah.
• Batasi waktu pemberian: 100% < 24 jam, 50% < 48 jam

38 Copyright2010@edi_ahsani
Kriteria Intubasi endotracheal :
1. TV < 3,5 ml/kg
2. VC < 10 ml/kg
3. RR < 10 atau > 40 breath/min
4. PaO2 < 70 mmHg
5. PaCO2 > 50 mmHg.

Hypoxemia
Adalah keadaan dimana konsentrasi O2 di dalam darah menurun.
Derajat hypoxemia :
Ringan : PaO2 : 60 – 80 mmHg
Sedang : PaO2 : 40 – 60 mmHg.
Berat : PaO2 : < 40 mmHg.

39 Copyright2010@edi_ahsani
VENTILATOR
MENGENAL “MODE“ VENTILASI MEKANIK

Early ventilators

SEJARAH VENTILATOR
Sebelum 1900: Penggunaaan respirator u/ tujuan penelitian.
1832 Dr. John Dalziel, Scotland
1847 Ignez von Hauke, Austria
~1900 CPAP ditemukan u/ operasi bedah thoraks untuk mencegah pneumothorax
~1930 Poliomyelitis menyebabkan EMERSON mengembangkan apa yg disebut
paru-paru besi - “Iron Lung”
~1940 Penemuan Intermitten Positive Pressure Breath (IPPB) untuk “lung
inflation therapy” dan short term ventilation
~1950 Epidemi Polio di Denmark mencetuskan dimulainya produksi lebih dari 20
ventilator oleh perusahaan u/ memenuhi kebutuhan pasar.

Ventilator ~ ventilasi
 Ventilasi = keluar masuknya udara dari atmosfer ke alveolus
 Ventilator = menghantarkan (delivery) udara/gas TEKANAN POSITIF ke
dalam paru
 Ventilasi semenit = TV x RR (frekuensi nafas)
 TV = 5-7 cc/kgBB
 RR = 10 –12 kali/menit
 Compliance = Pengukuran dari elastisitas paru dan dinding dada
 Nilai compliance mengekspresikan adanya perubahan volume akibat
perubahan dari tekanan (pressure)
 Compliance rendah = “Stiff lung” - edema paru, efusi pleura,
obstruksi, distensi abdomen dan pneumotoraks
 Compliance tinggi = penurunan elastisitas resistensi pada inspirasi dan
penurunan kemampuan mengeluarkan udara waktu ekspirasi (COPD)

40 Copyright2010@edi_ahsani
TUJUAN KLINIS / INDIKASI PEMAKAIAN VENTILASI MEKANIK

GAGAL NAFAS HIPOKSEMIK:


Reverse hypoxemia dgn pemberian PEEP dan konsentrasi O2 tinggi
(ARDS,edema paru atau pneumonia akut)
GAGAL NAFAS VENTILASI:
Reverse acute respiratory acidosis
- Koma : trauma kepala, encefalitis, overdosis, CPR
- Trauma med spinalis, polio, motor neuron disease
- Polineuropati, miastenia gravis
- Anesthesia (relaksan u/operasi, tetanus, epilepsi)
STABILISASI DINDING DADA:
Flail chest
MENCEGAH ATAU MENGOBATI ATELEKTASIS

Kriteria tradisional untuk bantuan ventilasi mekanik


PARAMETER INDIKASI NORMAL RANGE
VENTILASI
Mekanik (RR) > 35x/m 10-20x/m

TV (cc/kg) <5 5-7

Oksigenasi (PaO2- <60 dg FiO2 0,6 75-100 (air)


mmHg)
P(A-aDO2) mmHg > 350 25-65(FiO2 1.0)

Ventilasi (PaCO2- > 60 35-45


mmHg)

TUJUAN FISIOLOGIS
MEMPERBAIKI VENTILASI ALVEOLAR
MEMPERBAIKI OKSIGENASI ALVEOLAR (FiO2, FRC,V'A)
MEMBERIKAN PUMP SUPPORT

Consensus conference on mechanical ventilation, Int Care Med 1994, 20:64-79


PRINSIP KERJA VENTILATOR
Tiga (3) fungsi mekanik
• Initiation = Start
– Time (mesin-control mode)
– Pressure (tekanan jln nafas-assisted mode)
• Limited = Target
– Volume
– Pressure
• Cycled = Akhir siklus
– Volume/time
– Flow
– Time
Maintenance of expiratory pressure level

41 Copyright2010@edi_ahsani
3 fungsi mekanik (breath delivery)
T AR G E T /L IMIT E D

F low

Waktu

S TAR T Ins piration AK H IR E xpiration

KURVA NAFAS SPONTAN


DAN VENTILASI MEKANIK
PEAK
PRESSURE

PLATEAU
PRESSURE PRESSURE

TIME
0
Inspiras Ekspiras
i i

KARAKTERISTIK VENTILATOR (Konvensional)


VOLUME TARGET
PRESSURE TARGET

VOLUME TARGET
• CMV (Controlled Mechanical Ventilation)
– Delivery berdasar setting TV dan fixed RR
– Setting lain : Pola flow, I:E, Pause time, FiO2 dan PEEP
• ACV (Assist/Control Ventilation)
– Delivery berdasar setting TV namun RR dapat meningkat oleh trigger
pasien (hiperventilasi)
– Setting lain: Pola flow, I:E , Pause, FiO2 dan PEEP

42 Copyright2010@edi_ahsani
• SIMV (Synchronized Intermitent Mandatory Ventilation)
– Delivery berdasarkan setting TV dan RR dari klinisi, namun pasien
dapat bernafas sendiri tanpa dibantu mesin di antara 2 delivery dari
mesin.
– Delivery akan diberikan setelah akhir ekspirasi pasien (mencegah
stacking/overinflasi – synchronized)
PRESSURE TARGET
• PCV = P-CMV (Pressure Controlled Ventilation)
– Delivery berdasarkan setting pressure, fixed RR dan waktu inspirasi
(Ti). TV bervariasi karena sangat tergantung oleh compliance thoraks
pasien – mudah terjadi hipoventilasi
• PSV = ASB = SPONT (Pressure Support Ventilation, Assisted Spontaneus
Breathing)
– Karena pasien bernafas spontan maka RR ditentukan oleh pasien,
sedangkan TV bervariasi sesuai setting level pressure dan compliance
pasien
• A/C-PC (Assisted/Control Pressure Ventilation)
– Delivery berdasarkan setting pressure level sehingga TV dapat
bervariasi, sedangkan RR ditentukan oleh pasien
• P-SIMV (Pressure Controlled Synchronized IMV)
Monitoring penggunaan ventilator
1. Analisa gas darah.
2. Elektrolit.
3. Tanda Vital : tensi, nadi, temperatur.
4. Saturasi Oksigen.
5. ECG.
6. Fungsi organ lain : urine, lactate.

Syarat Weaning dari Ventilator :


• Sadar.
• Hemodynamic stabil.
• Penyebab respiratory failure telah teratasi.
• FiO2 < 50 %.
• Gangguan lain telah teratasi : elektrolit, asam-basa, perdarahan.

Urutan Weaning Ventilator :


Controlled/assist controle  SIMV + PS/PS  CPAP  extubation  O2
dengan masker.

Komplikasi Penggunaan Ventilator :

Pulmonal : barotrauma ,atelectase, nosocomial pneumonia.


Sirkulasi : hypotension, venous return turun,
Renal : diuresis kurang, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Serebral : perubahan TIK, ischemic cerebri.
Lain-lain : komplikasi intubasi.

43 Copyright2010@edi_ahsani
ANESTESI REGIONAL
Anestesi

Umum Regional
I.V Topikal
I.M Infiltrasi
Inhalasi Field Block
P.O Blok Saraf Tepi
P.Rectal Spinal
Epidural
Intra Vena

KOMBINASI
ANESTESI UMUM :
 Impuls masih sampai ke C.N.S.
 Cortisol 
 Cathecolamin 
 Tachycardi
 Gula darah 
ANESTESI REGIONAL :
 Impuls kurang / tidak sampai ke C.N.S.
 Blokade segmen TH5 – L1 berarti splanchnic sympathic system terblok
 Cortisol N / 
 Cathecolamine N / 
KEUNTUNGAN :
 Sederhana, murah
 Non eksplosif
 Tidak polusi
 Alat sederhana
 Perawatan pasca bedah mudah
 Sadar  resiko aspirasi (-)
 Perdarahan 
 Respon otonom-endokrin 
KERUGIAN :
 Pasien ingin tidak sadar
 Tidak praktis bila perlu beberapa kali suntikan
 Takut operasi belum selesai  efek obat habis
 Efek samping  serius, sulit diatasi
Obat Lokal Anestesi
1. Ester Compound
 Cocaine
 Procaine / Novocaine
 Tetracaine / Pontocaine
2. Amide Compound
 Xylocaine / Lidocaine
 Prilocaine / Citanest
 Bupivacaine / Marcaine
 Etidocaine / Duranest

44 Copyright2010@edi_ahsani
Agent Concent: Clinical use Onset & Max:Single dose Potency
Duration
Cocaine 4-10% Topikal Slow 30’ 150 Mg -
Procaine Infiltrasi 1% Slow 500 Mg – EPI Low
Epidural 2% 30’-45’ 600 Mg + EPI
Plexus blok 2% 10–12 Mg/Kg
Spinal 10%
Chloro Infiltrasi 1% Rapid 600 Mg – EPI Intermediate
procaine Epideral 2% 45’-60’ 650 Mg + EPI
Plexus block 2% 10-15 Mg/Kg
Tetracaine Topikal 0,5-1% Slow 100 Mg High
Infiltr 0,1-0,2% 180’-300’ 2 Mg/Kg
Epidrl 0,4-0,5%
Spinal 1%

Xylocaine Infiltr 0,5-1% Rapid 300 Mg – EPI Intermediate


Epidural 1-2% 60’-120’ 500 Mg + EPI
N.block 1-1,5% 7-8 Mg/Kg
Topical 4%
Spinal 5%
Prilocaine sda Slow 175 Mg – EPI Intermediate
60’-120’ 250 Mg + EPI
3-4 Mg/Kg
Bupivacaine Infilt 0,25-0,5% Slow 175 Mg – EPI High
N.blok 0,5-0,75% >180’- >300’ 250 Mg + EPI
Spinal 0,5% 3 – 4 Mg/Kg
Etidocaine Infiltrasi 0,5% Rapid 300 Mg – EPI High
N.blok 0,5-1% >180’ - >300’ 400 Mg + EPI
Epidrl 1-1,5% 4-5 Mg/Kg
Metabolism Allergy Sterilis : (Heat)
ESTER.C Hydrolisa (+) (-)
(Ps.Choline) PABA
Plasma
AMIDE.C Degradasi Liver (-) (+)

45 Copyright2010@edi_ahsani
General sensory
Anesthesia cortex
• All sensation loss cerebral
• Unconscious

Subarachnoid
Lokal/Regional
Anesthesia
• Partial sensation loss
• Conscious
Nerve Ending
Epidural Medula Spinalis

Gambaran anestesi pada obat anestesi lokal ditentukan oleh :


 Lipid solubility  potensi intrinsik
 Makin larut, makin poten
 Procaine L.S. = 1
 Bupivacaine L.S. = 30
 Etidocaine L.S. = 140
 90 % Axollemma = lipid
 Protein binding
 Protein binding  lama kerja
 Procaine P.B. = 5
 Bupivacaine P.B. = 95
 Protein membran = 10%
 p Ka
P Ka = pH dimana bentuk ion dan non ion seimbang
Untuk mula kerja bila pKa mendekati pH jaringan onset of action lebih cepat
 p Ka lidocaine = 7,7
 Bupivacaine = 8,3
 Non nervous tissue difussibility : dengan mula kerja
 Intrinsic vasodilator activity
 Potensi dan lama kerja
 Derajat absorbsi vaskuler, tergantung blood flow  bila vasodilatasi
 obat cepat habis
 Semua obat anestesi lokal  vasodilatasi kecuali cocaine.
 Lidocaine > Mepivacaine

46 Copyright2010@edi_ahsani
Maka ada 3 golongan obat anestesi lokal
1. Potensi rendah & lama kerja pendek
 Procaine
 chloroprocaine
2. Potensi sedang & lama kerja sedang
 Lidocaine
 Mepivacaine
 Prilocaine
3. Potensi kuat & lama kerja panjang
 Bupivacaine
 Tetracaine
 Etidocaine

Spinal Anestesi

L.A  Subarachnoid space


 Blokade anterior
 Blokade posterior
Serabut saraf dari kecil  besar
 Otonom
 Sakit
 Temperatur
 motorik
 Blokade otonom 2 – 3 segmen lebih tinggi dari level analgesi kulit
 Blokade motoris 2 – 3 segmen lebih rendah dari level analgesi kulit

indikasi
 Operasi abdomen terutama bawah
 Operasi Hernia Inguinalis
 Operasi ekstrimitas bawah
 Operasi kandung kencing dan prostat
 Operasi kebidanan

Keuntungan
 Penderita tetap sadar
 Relaxasi cukup baik
 Komplikasi paru post op hampir (-)
 Perdarahan selama op berkurang

Kerugian
 Hypotensi
 Tensi turun sekali
 Durante & post op muntah / mual-mual
 Sakit kepala post op
 Kadang ada gangguan nafas

47 Copyright2010@edi_ahsani
Penatalaksanaan
 Cairan 0,5 – 1 L
 Post suntikan :
 Test analgesi anestesi
 Monitor nafas
 Susah nafas  O2 masker
 Paralise intercostal & diafragma  bantuan nafas
 Tensi < 100 mmHg  hypotensi
• < 100 mmHg  cairan 2 – 3 fles
• O2 mask
• Ephedrine : 10 – 15 Mg I.V. / 25-50 Mg I.M. (Vasopressor)
 Pasien resiko tinggi, coroner / cerebral ischaemi  Ephedrine drip
dini
Terapi
 Tidur terlentang 24 jam
 Banyak minum / infus
 Gurita
 Analgetik
 Epidural Blood Patch

Epidural Analgesia

 Di daerah lumbal, thoracal, caudal


 Indikasi dan kontraindikasi = spinal anestesi
 Keuntungan spinal dibandingkan epidural :
 Obat anestesi lokal lebih sedikit
 Onset lebih singkat
 Level anestesi lebih pasti
 Teknik lebih mudah

48 Copyright2010@edi_ahsani
 Keuntungan epidural dibandingkan spinal :
 Bisa segmental
 Tidak terjadi headache post op
 Hypotensi lambat terjadi
 Efek motoris lebih kurang
 Dapat 1–2 hari dengan kateter  post op pain
 Teknik lebih sulit
 Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
 Reaksi sistemis 
 Total spinal anestesi
 Obat 5–10x lebih banyak untuk level analgesi yang sama
 Keuntungan epidural dibandingkan anestesi umum :
 Sedikit pengaruh pada respirasi
 Diperoleh analgesi, relaksasi otot dan usus
 Dapat diberikan pada pasien dengan kontra indikasi muscle relaxant
Anatomi
 Duramater berakhir di S2
 Diameter ± 0,5 cm, paling besar di L2
 Jarak rata-rata dari kulit 4-5 cm
 Ruang epidural berisi jaringan ikat, lemak, vena, arteri, pembuluh lymfe dan
saraf
 Vena distensi pada : batuk, hamil, mengedan
 Foramen intervertebralis lebih permeabel pada usia muda

 Metode menentukan ruang epidural


 Metode Loss of Resistance
 Metode Hanging Drop
 Bila pakai udara jangan lebih dari 3 ml
komplikasi
 Tertusuk duramater
 Post spinal headache
 Total spinal anestesi
 Reaksi sistemis : akibat obat anestesi lokal dan epinephrin

Caudal Analgesi
 Indikasi : operasi perineal
 Kontra indikasi : = epidural
 Cara :
1. Cari cornu sacralis kanan-kiri
2. Diantaranya adalah membran sacro coccygeal  hiatus sacralis
 Kerugian :
 Sulit mencapai level analgesi yang tinggi
 Bisa terjadi relaksasi sistemik
 Kegagalan 5-10%

 Komplikasi : = epidural

49 Copyright2010@edi_ahsani
DRUGS DURATION MAX : DOSE
Cocaine 4% 30’ 200 Mg
Xylocaine 2-4% 15’ 200 Mg
Tetracaine 0,5% 45’ 50 Mg

50 Copyright2010@edi_ahsani
ANESTESI UNTUK BEDAH DARURAT
Dr. Ade Susanti, SpAn
Bagian anestesiologi
RSD Raden Mattaher JAMBI

 Mempunyai kekhususan karena :


 Keadaan umum pasien sangat bervariasi (normal sehat – menderita
penyakit dasar berat)
 Kelainan bedah yang akut
 Interaksi pemakaian obat-obatan
MASALAH ANESTESI PADA BEDAH DARURAT
1. Keterbatasan waktu untuk melakukan evaluasi pra anestesi yang
lengkap
2. Pasien dalam keadaan takut & gelisah
3. Lambung penuh ( cairan & makanan )
4. Sistem hemodinamik sering terganggu, keadaan umum menurun
(hipotensi, takikardia)
5. Menderita cedera ganda
6. Kelainan sebelum sakit sering tidak diketahui
7. Kelainan bedah kadang belum diketahui dengan jelas
8. Komplikasi / penyakit yg ada tidak dapat di terapi dgn baik sblm
pembedahan

Ahli anestesi

pendekatan sistematis perioperatif dan tatalaksana pengelolaan anestesi


yang optimal

PERSIAPAN UMUM
 Kesiapan alat dan tenaga kamar operasi untuk melakukan bedah
darurat yang sifatnya kapan saja
Pemeriksaan Pra Bedah
 Dilakukan secara cepat, kadang sewaktu pasien dalam perjalanan
ke meja operasi
 Tindakan pertolongan gawat darurat :
 Evaluasi dan pengendalian jalan nafas
 Ventilasi dan oksigenasi ( pengamanan fraktur tulang
belakang)
 Pengendalian sirkulasi dan aritmia jantung
 Tindakan hemostasis dan pengobatan syok
 Evaluasi thd adanya cidera dan masalah medis lain
 Tindakan pemantauan terus menerus

51 Copyright2010@edi_ahsani
Evaluasi Pasien Meliputi :
 Sistem kardiovaskuler (frekuansi nadi, iramam kualitas nadi,
tekanan darah, pengisian vena sentral dan perifer, pengisian
kapiler, pemasangan kateter vena sental)
 Sistem respirasi  airway (fraktur tulang belakang)
 Sistem neurologis ( kesadaran )
 Riawayat penyakit lain
Persiapan Pasien
 Mengurangi rasa takut dan gelisah
 Pengobatan terhadap kelainan medis  menurunkan mortalitas (
DM, asma, hipertensi, peny jantung, peny ginjal dll)
 Hipovolemia  sebagian volume darah yang hilang harus sudah
diganti pada anestesi akan dimulai  pemasangan kanul intravena
yang besar ( no 14 0 16)
Premedikasi
 Pemberian obat sedativa atau narkotik tergantung kebutuhan dan
keadaan umum pasien  diberikan jika kegelisahan bukan
disebabkan oleh hipoksia otak
 Mencegah aspirasi  menaikan pH cairan lambung (antasida,
antikolinegik, antagonis H2 reseptor, metoklopramida)
Monitoring/Pemantauan
 Dilakukan secara terus menerus
 Hemodinamik (TD, Nadi, EKG, Saturasi, prekordial, kateter vena
sentral)
 Urin : kateter kandung kemih ( 0,5 – 1 cc/kg jam)
Induksi Anestesi
 Tehnik anestesi  tergantung jenis dan lama tindakan bedah
 Regional anestesi  abdomen bawah dan ekstremitas inferior
 Anestesi umum : abdomen ke atas
 Hati-hati bahaya : ASPIRASI
Pencegahan Regurgitasi dan Aspirasi
 Faktor yang memperlambat pengosongan lambung : nyeri, syok,
trauma, kehamilan.

Tehnik intubasi sadar dgn anestesi lokal


Waspada terhadap fraktur tulang belakang leher
 Premedikasi : diazepam, fentanyl, petidin  untuk mempermudah
kooperasi pasien tanpa menghilangkan refleks jalan nafas  cegah
aspirasi
 Pemberian narkotik  hati – hati depresi nafas

52 Copyright2010@edi_ahsani
Induksi Cepat/crush induction
 Pada kasus intubasi sadar sulit dilakukan mis: pada anak, trauma
muka dan kepala, trauma perut terbuka (eviserasi)

Tehnik intubasi dengan induksi cepat


Crush induction

 Tehnik : pasien ditidurkan terlebih dahulu


 Urutan crush induction :
- posisi kepala dan badan atas agak tinggi (20 -30 )  anti
trendelenburg
- Preoksigenasi (diberi O2 tinggi dengan sungkup selama 3 – 5
menit)
- Prekurarisasi ( pemberian obat pelumpuh otot non depolarisasi
dosis kecil sblm pemberian suksinil kolin)
- Tekanan tulang krikoid (sellick manauver) tanpa pemberian
ventilasi
- Suntikan obat induksi yang cepat (propofol, tiopental)
- Suntikan obat pelumpuh otot (suksinil kolin)
- Kemudian intubasi  kembangkan balon pipa endotrakhea
- Bila intubasi yakin berhasil, tekanan pada krikoid (sellick
manauver) baru dilepaskan
Obat induksi
 Pemilihan obat induksi dan intubasi  harus tetap memperhatikan
kondisi pasien ( hipovolemia, asma, hipotensi)
 Pemberian fentanyl (1 -2 µ/kgBB atau petidin 1-2 mg/kg cegah
takikardi, hipertensi
 Pemberian opioid : hati hati depresi nafas
 Bila ada kontra indikasi pemakaian suksinil kolin (luka mata
tembus)  dapat menggunakan atrakurium atau rokuronium
Pemeliharaan Anestesi (maintenance)
 Tujuan : mempertahankn keadaan teranestesi dengan
mempertahankan stabilitas hemodinamik  menjaga oksigenasi,
ventilasi dan status asam basa, elektrolit seoptimal mungkin
 Pemilihan obat anestesi mempertimbangkan kondisi umum pasien

53 Copyright2010@edi_ahsani
KOMPLIKASI TINDAKAN
ANESTESI
Dr. Alkrisno Alwie, SpAn
SMF ANESTESIOLOGI
RSD RADEN MATTAHER JAMBI

Faktor Interaksi
 Keadaan os prabedah
 Prosedur bedah
 Tatalaksana anestesia

Keadaan os pra bedah


 Obesitas : pemberian obat lebih besar sehingga kemungkinan
komplikasi lebih banyak.
Kebutuhan O2 lebih banyak
Lebih sulit mengelola jalan nafas
Intubasi bisa lebih sulit ok leher pendek
Mobilisasi lebih sulit
Bila henti jantung RJP lebih sulit
 Ompong : mengelola jalan nafas dan intubasi lebih sulit.
 Pasien dengan penyakit-penyakit: misal asma, bronkial, hipertensi,
pasien jantung, syok dll. Memerlukan perhatian khusus
Keadaan fisik Pra Bedah
 Definisi ASA 1961 :
ASA 1. Pasien sehat & hasil Laboratorium normal
ASA 2. Penyakit sistemik ringan , aktifitas tak menganggu
ASA 3. Penyakit sistemik sedang/berat, aktifitas terbatas
ASA 4. Penyakit sistemik berat, aktifitas terhenti
ASA 5. Life saving, dibedah atau tidak dalam 24 jam meinggal
ASA 6. Mati batang otak
 E-Emegency, kalau bedah mendadak ( misal ASA 1 E, 2 E dst )
Prosedur bedah
Bedah minor, sedang atau mayor
Bedah elektif atau akut
Tatalaksana anestesi
Tergantung jenis pembedahan
1. Bedah Mata 5.Toraks
2. THT 6.kebidanan
3. Saraf
4. Abdomen

54 Copyright2010@edi_ahsani
Kekerapan Morbiditas/mortalitas
 Sulit dihitung
 Statistik terakhir morbiditas / mortalitas menurun
Penurunan Morbiditas/mortalitas
 Sulit di hitung
30 tahun terakhir 1 – 2 : 3000

Menjadi 1 : 20000
 Statistik terakhir morbiditas/ mortalitas menurun, karena :
 Kemajuan teknologi kedokteran
 Pemahaman fisiologi
 Farmakologi
 Prosedur bedah yang lebih baik
 Perawatan pasien yang lebih baik
Penyebab Komplikasi Tindakan Anestesi
1. Dapat d icegah :
• 1.1 Kesalahan Manusia
Salah penberian O2 menjadi N 2O atau CO2
• 1.2 Malfungsi alat
Dial set menunjuk angka 2 keluar 4 vol %
Ventilator rusak
2. Tak dapat dicegah
 2.1 Sindrom mati mendadak
 2.2 Reaksi obat fatal
Kesalahan Manusia
 Persiapan kurang ( Pasien, alat, obat )
 Pengalaman kurang
 Kesalahan manajemen ventilasi
 Diskoneksi alat
 Posisi tidak baik
 Kesalahan obat
 Komunikasi kurang baik
 Kecapaian
Faktor yang menyebabkan morbiditas/mortalitas menurun
 Ditemukan teknik baru ( jarum spinal )
 Ditemukan obat baru ( propofol )
 Monitor baru ( dengan alarm )
 Perawatan intensif
 Protokol jelas ( resusitasi )

55 Copyright2010@edi_ahsani
Komplikasi paling sering
 Anestesia tidak memadai
 Efek samping obat
 Penyakit os pra - bedah
Penggolongan Komplikasi
 Pernafasan
 Kardiosirkulasi
 Aspirasi – Regurgitasi
 Anafilaksis/Anafilaktoid
 Suhu badan
 Lain-lain  posisi, infeksi, oliguri, kebakaran
Komplikasi pernapasan
1.Hipoventilasi ( nafas dangkal )
 1.1 Anestesia dalam , opioid, pelumpuh otot hangat,
 1.2 Kulit hangat, lembab, merah, hipertensi-takikardia
2. Batuk (anestesia ringan terangsang ludah, ETT , dll )
3. Tahan nafas ( sementara, rangsang nyeri )
 Obstruksi jalan nafas
 Kejang / spasme laring ( parsial/ total )
 Kejang / spasme bronkus ( asmatis )  aminofilin,
kortikosteroid
Komplikasi Sirkulasi
 1. Tekanan darah naik atau turun
 1.1 Hipertensi & takikardia  kesakitan, hipoksia,
hiperkapnia, anestesi ringan
 1.2 Hipotensi  anestesi dalam, kurang cairan,arus
balik vena
 2. Nadi lambat atau cepat atau tak teratur
 2.1 Bradikardia anestesi dalam , traksi otot mata ,
serviks,peritoneum refleks vagal
 2.2 Takikardia  obat atropin,
pankuronium,ketamin,hipoksi, hiperkarbia,
hipovolemia
 2.3 Disritmia  manipulasi bedah , halotan + adenalin
Aspirasi/Regurgitasi
 1. Benda Padat :
 1.1 Gigi, kasa muntahan
 1.2 Obstruksi cepat diketahui
 2. Benda cair :
 2.1 Muntahan, darah, saliva

56 Copyright2010@edi_ahsani
Reaksi Anafilaksis/Anafilaktoid
 Anafilaksis :
 Reaksi berlebihan antigen antibodi ( imunologis )
 Keluar histamin, lekotriens, prostaglandin, kinin, dll
 Anafilaktoid :
 Reaksi ringan antigen ( non-imunologis )  hanya
keluar histamin
Tanda klinis Anafilaksis = Anafilaktoid
Urtikaria, Edema, kejang/spasme larings-spasme bronkus, takikardi,
hipotensi, dan syok.

Pertolongan pada reaksi Anafilaksis = Anafilaktoid


1. Stop pemberian zat atau materi
2. Beritahu ahli bedah agar operasi dipercepat
3. Perbaiki ventilasi intubasi trakea dan tingkatkan pemberian O2
4. Hipotensi : Berikan Ephedrine dengan dosis awal 5 mg
5. Guyur NaCl 0.9 % atau ringer laktat 20 ml/Kg bb untuk tingkatkan
permeabilitas kapiler, Berikan adrenalin dan tambahan infus bila
perlu
6. Aminofilin 5 mg/ Kg bb IV dalam 20 menit bla perlu 0,5 %/ Kg/
jam

Penyulit Pengaturan Suhu


Dalam anestesia pengaturan suhu kurang efektif atau tidak ada, Suhu
badan terpengaruh suhu sekitar
 Hipotermia
 Suhu < 36 ° C
 Penyebab : Metabolisma rendah
Infus cairan dingin
Tranfusi darah dingin
Suhu ruangan dingin
 Hipertermia
 Suhu > 37,5 ° C
 Penyebab : Suhu ruangan panas
Pasien ditutup kain bedah
Terutama pada bayi
 Hipertermia Maligna
 Sindrom hipermetabolik penyakit muskuloskeletal
 Genetik
 Suhu badan meningkat dgn cepat disebabkan pengurangan ambilan
kembali ion Ca++ oleh retikulum sarkoplasma yang diperlukan
untuk terminasi kontraksi otot

57 Copyright2010@edi_ahsani
 Tanda-tanda :
- Kaku otot ( massester )
- Takikardia dan aritmia
- Peningkatn endtidal CO
- Penurunan saturasi O , sianosis
Hipertermia Maligna
Pemicu zat anestetik abar ( volatile ), suksinilkolin
Kejadian dikamar bedah, kamar pulih atau
ruangan biasa
Protokol terapi:
1. Ganti anestetik volatile dengan IV
2. Ganti alat obat bahan dasar lain
3. Ahli bedah agar cepat selesai pembedahannya. Bila mungkin
pembedahan dihentikan
4. Hiperventilasi dengan 100 % O2 aliran tinggi
5. Bikarbonat 1 – 4 meq/Kgbb IV sesuai hasil analisis gas darah
6. Dantrolen 2 mg/kg tiap 5 m sampai total 10 mg/kg
7. Suhu > 39 ° C Lavase lambung , selimut, infus dingin sampai suhu
38 ° ( kompres pasien )
8. Hiperkalemia diatasi dengan glukosa 5 % dan 10 IU insulin secara
titrasi. Hindari preparat Ca ++
9. Takikardia berikan propanol. Aritmia berikan prokain amid 1,5
mg/Kgbb IV atau lidokain 1,5 – 2 mg/kg berat badan bolus
10.Berikan diuretik furosemid sampai diuresis 2 ml/kgbb/mnt untuk
cegah gagal ginjal ok mioglobin uria

Penyulit Posisi Pasien


 Terlentang
 Pada hamil tua : hipotensi dan pasien merasa sesak nafas
 Anjurkan tidur miring kiri
 Trendelenburg
 Curah jantung, tekanan darah, irama jantung dan resistensi
perifer menurun.
 Resiko atelektasis, kongesti vena serebral dan
tekananintrakuler meningkat
 Antitrendelenburg
Penurunan tekanan perfusi dan aliran darah serebral
• Litotomi
Darah dari tungkai menambah isi sirkulasi ( auto transfusi )
• Telungkup
Darah mengumpul di ekstremitas dan penekanan pada daerah
abdomen sehingga curah jantung dan tekanan darah menurun, bila
kepala miring gangguan sirkulasi daerah serebral

58 Copyright2010@edi_ahsani
ANESTHESI INHALASI
SULISTYOWATI
Anesthesia &Reaminasi
Fak Kedokteran Universitas Jambi

 Inhalasi anesthetics juga dikenal sebagai volatile anesthetics.


 Gas anesthesi yg didistribusikan ke dalam tubuh melalui
pernafasan yaitu paru-paru
 Yg menyebabkan kematirasaan adalah inhalasi yang
didistribusikan di seluruh sel-sel tubuh melalui darah.
 Otak adalah prinsip sasaran dalam inhalasi anesthetics
SEJARAH INHALASI ANESTHETICS
 Inhalasi anesthetics pertama yang digunakan dalam negara Islam
 Modern pertama inhalant anesthetics adalah karbon dioksida dan
nitro.
 Saat ini inhalasi Anesthetics yg digunakan
 Inhalasi anesthetics yang mengandung halogen-volatile anesthetics
yang dikembangkan pada tahun 1960-an dan 1970-an. Diantaranya
adalah isoflurane, sevoflurane, enflurane, dan desflurane.
Halothane, dikembangkan pada tahun 1950-an, juga masih
digunakan
MODUS AKSI
 Inhalasi anesthetics adalah kematirasaan yg disebabkan pemberian
gas anesthesi melalui mesin yang menggunakan vaporizer untuk
menghasilkan sebuah inhalable gas cair yg menyebabkan
kehilangan kesadaran.
MESIN ANESTHESI

59 Copyright2010@edi_ahsani
SIDE EFFECTS & TOXIC EFEK
 Inhalasi anesthetics memproduksi berbagai efek samping yang
berbeda.

 Beberapa efek samping yang paling umum adalah sebagai berikut:
 Cardiovascular efek
 Pulmonary efek
 Hati dan ginjal

Sistem Anestesi Inhalasi


 • Sistem open
 • Sistem semi open
 • Sistem semi closed
 • Sistem closed

SISTEM OPEN
 Rebreathing (-)
 • CO2 absorber (-)
 • Terutama untuk anak-anak
 • Contoh: - open drop,
 - Ayre’s T-tube dan Jackson Rees
Sistem semi open
 • Partial Rebreathing
 • CO2 absorber (-)
 • Aliran Oksigen > Minute Volume
 • Contoh: T-Piece, Jackson Reys, open drop dengan sungkup yang
dilapisi plastik, alat untuk ether (E.M.O atau Losco)
Sistem semi closed
 • Partial Rebreathing
 • CO2 absorber (+)
Sistem Closed
 • Total Rebreathing
 • CO2 absorber (+)
CO2 Absorber
 • Berfungsi mengikat CO2 dari udara ekshalasi
 • Campuran Ca(OH)2 atau Ba(OH)2 dgn NaOH
 • Disebut juga sodalime atau Baralime
 • Berfungsi baik bila: berubah warna, hangat dan berembun
Tahapan kedalaman Anestesi
 • Tahap Induksi : tahapan sejak anestesi dimulai sampai tahap
pembedahan
 • Tahap Pembedahan : tahap dimana pembedahan dapat
dilakukan dengan baik

60 Copyright2010@edi_ahsani
 • Tahap keracunan (anestesi terlalu dalam) biasanya sudah
terjadi gagal napas dan atau gagal sirkulasi
 • Jadi pada dasarnya anestesi : titrasi
Urutan Anestesi Inhalasi
 • Pemeriksaan Perioperatif
 • Premedikasi
 • Preoksigenasi (Denitrogenasi)
 • Induksi
 • Intubasi (bila pakai endotracheal tube)
 • Maintenance
 • Emergence

61 Copyright2010@edi_ahsani
DASAR-DASAR TERAPI CAIRAN
Sulistyowati
Bag/SMF Anestesiologi FK Undip/RSDK

PENDAHULUAN
SEL > DASAR UNIT TUBUH > ORGAN

LINGKUNGAN
FUNGSI NORMAL
BAIK DAN STABIL

KONSENTRASI ZAT + KESEIMB.CAIRAN

PENYAKIT / PENYERTANYA
KEHIDUPAN & FUNGSI SEL

FISIOLOGI CAIRAN TUBUH


Fungsi :
* Pengangkutan Zat Makanan
* Mengeluarkan sisa Metabolisme
Air : Dewasa N. = 60 % BB
Dipengaruhi = * Umur
* Jenis kelamin
* Lemak tubuh
DISTRIBUSI AIR
Dewasa N. : 2/3 Intraseluler : 40% BB
1/3 Ekstraseluler : 20% BB:
- 3/4 Interstitiel(15%BB)
- 1/4 Plasma (5% BB)
Anak : Intrasel : 40% BB
Ekstrasel : 30% BB:
- Interstitiel 25% BB
- Plasma 5% BB
KEHILANGAN AIR EKSTRASELULER:
* Respirasi
* Keringat
* G.I.T
* Ginjal

62 Copyright2010@edi_ahsani
DUBOIS: (1987)
* Kulit & Respirasi : 0,5 ml/kg BB/Jam.
* Tinja : 50 ml / Hari
* Urine : 800 ml/Hari
TOTAL : 1.600-1.900 ml/Hari
ELEKTROLIT:
* Na : Dewasa : 105 gram
Kebutuhan dasar : 80-100 mEq/Hari
Kadar dalam Serum : 132-142 m mol/L
Ekskresi : Urin,tinja,keringat.

* K : Dewasa : 3.200 m mol/70 kg BB


Kebutuhan. Dasar : 40 -120 m mol/Hari
Kadar dalam serum : 3,5-5,5 m mol/L
Ekskresi : Urine,tinja,keringat.

* Ca : Kebutuhan dasar : 0,2-0,3 m Eq/kg BB/Hari


Kadar dalam serum : 2,1-2,6 m mol/L

*Mg : Kebutuhan dasar : 0,2 - 0,5 mEq/kgBB/Hari


Kadar dalam serum : 1,5 - 2,5 m mol/L

*Zn : Kebutuhan dasar: : 10 - 15 mg/Hari


kadar dalam Serum : 80 - 100 Ug%

Difusi sel melibatkan ion-ion:


Na,K,Ca ,Mg ---> Konsentarasi diluar & di dalam sel
harus seimbang.
Dimana dalam sel:
* K, Mg, PO4, SO4, HCO3 >>
* Na, Cl, Ca <<

63 Copyright2010@edi_ahsani
CAIRAN TUBUH SEIMBANG & STABIL
REGULASI CAIRAN TUBUH

VOLUME REG.: OSMOLALITY RE G.:


V: 55% PERUB.OSM.CAIRAN
Vol Plasma A : 10%
<< JPK: 35% Hipotalamus
O ta k (Hipofise)

AUT. K. V.: Aktivasi


Sistem Renim ADH
Angiotensin
Tonus V
Cop Ret.Air Tanpa Na
Res.Kap. ALD (Oliguri+Pekat)

Ret.Na+Air
ASAL CAIRAN TUBUH:
- Minum
- Makan
- Hasil Oksidasi Jaringan

Kebutuhan basal Cairan 2 ml / kg BB/ Jam


Pengeluaran minimal :
Dewasa : 0,5 ml / kg BB/ Jam
Bayi : 1 ml / kg BB/Jam
Tergantung :
BMR
BB
Luas permukaan Tubuh

RUTE PENGELUARAN:
Urine :0,5 -2 ml / kg BB /Jam
Tinja : 50 ml / Hari
Kulit & Nafas : 12 ml/ kg BB /Hari

64 Copyright2010@edi_ahsani
PENGELUARAN MENINGKAT PADA:
- Hiperventilasi
- BMR yang meningkat.
- Suhu sekitar meningkat.
- Suhu tubuh meningkat (Kenaikan 1 C diatas 37 C kebutuhan
meningkat 10%)
GANGGUAN KESEIMBANGAN CAIRAN

KOMPENSASI DEKOMPENSASI
Kekurangan cairan:
1. Pemas ukan kurang
2. Pengeluaran berlebih
Bila 2 > 1 ---> Dehidrasi
Penatalaksanaan :
* Tingkat dehidrasi
* Macam Cairan
* Cara-cara pemberian
* Monitoring

MACAM CAIRAN :
1. Oral : oralit : 1,5X Defisit cairan
2. Infusan :
Kristaloid :
- Tipe Rumatan : Hipotonik
- Tipe Substitusi : Isotonik
- Tipe tujuan khusus
Koloid :
- Plasma Ekspander
- Darah

65 Copyright2010@edi_ahsani
TINGKAT DEHIDRASI :
RINGAN SEDANG BERAT

S.S.P.:  Mengantuk apatis  Reflek tendon


 Respon lambat turun
 Anorexia  Anestesi akral
 Aktivitas menurun distal
 Takhikardi  Stupor,coma.
 Hipotensi ortostatik
 Nadi lemah
Kardiovask  takhikardi  Vena kolap  Sianosis
uler:  Hipotensi
 Akral dingai
 Nadi perifer
Tak teraba
 Detak jantung jauh

Jaringan  Mukosa lidah  Lidah kecil  stonia


kering Lunak ,keriput  mata cowong
 Turgor  turgor  turgor

Urine  Pekat  Pekat, jumlah  Oliguria


kurang
Devisit  3 – 5 % BB  6 – 8 % BB  10 % BB

66 Copyright2010@edi_ahsani
TERAPI CAIRAN

RESUSITASI RUMATAN

KRISTALOID Koloid ELEKTROLIT NUTRISI

Asering Dextran- 40 KA-EN 3B AMIPAREN


Ringer Lakt at KA-EN 3A AMINOVEL- 600
Normal Saline KA-EN 1B PAN- AMIN G
KA-EN MG 3
MARTOS 10

Mengganti kehilangan akut Memelihara keseimbangan

KEBUTUHAN DASAR CAIRAN


UMUR ml / kg BB/ Jam
Dewasa 1,5 – 2
Anak 2-4
Bayi 4-6
Neonatus 3
Miller RD (1981)

CARA PEMBERIAN :
A. Berdasar Derajat Dehidrasi :
- BB 50 kg ---> DH. Berat (8%) = 8% x 50 L=4 L
Vol Pemberian Cairan = seluruh Defisit atau 2/3 bagian.
- Kecepatan infus tergantung :
Klinis / tingkat Dehidrasi & Kondisi Jantung.
- DH. Ringan / sedang : dibagi rata / 24 Jam
- DH. Berat & Syok : Rehidrasi cepat
- 20 - 40 ml/kg BB dalam 1-2 Jam
- 50% dari sisa devisit dalam 6 Jam

67 Copyright2010@edi_ahsani
- 50 % dari sisa defisit dalam 16-17 Jam
Tahap berikutnya
- Ditambah kebutuhan dasar (2 ml / kg BB/Jam)

B.BERDASAR TRAUMA STATUS DARI GIESECKE PADA


PERDARAHAN
TANDA- TS I TS II TS III
TANDA
Keadaan -N -Pucat -pucat sekali
umum
Akral -Hangat -Dingin -Sangat dingin

Kesadaran -N -Disorientasi, Menurun sampai koma


gelisah
Nadi -Cepat -Sangat cepat 100- -Lebih dari 120X / mnt
120X /mnt
Tekanan darah -N Menurun 90-100 -Systole < 60 mm Hg
mm Hg sampai tak terukur

Sesak Nafas - -Ringan - ++

Urine N -Oliguria - Anurria


Gas Darah -N - Pa O2 - -Pa O2

- Pa CO 2 - -Pa CO 2
CVP -N - -Rendah - Sangat rendah

Blood Loss % Sampai 10% - Sampai 30% - Lebih 50


EBV

MONITORING :
a. Perubahan gejala klinis/fungsi SSP
b. Perubahan Sistem Kardiovaskuler.
c. Perubahan Turgor,Mukosa dsb
d. Perubahan Prod & B. D Urine
e. Perubahan C. V. P
f. Perubahan Ht, Elektrolit dsb.

68 Copyright2010@edi_ahsani
MONITORING ANESTHESIA
Sulistyowati
Bag Anesthesia & Reaminasi FK UNJA

• Monitoring anesthesia bertujuan untuk mengetahui keadaan


klinis dan membantu ahli anesthesi memutuskan tindakan anesthesi
dan terapi lainnya
• Monitoring anesthesia :
A . Non Invasive Monitor
B . Invasive Monitor
• A . Non Invasive Monitor :
• ECG, pulse oxymetri, pengukur tekanan darah, pengukur suhu,
denyut jantung, laju nafas.
• B. Invasive Monitor
• CVP , arterial line

• General material
• Standard monitors
▫ ECG
▫ Non-invasive Blood Pressure
▫ Invasive Pressure Monitoring
▫ Gas Analysis
▫ Peripheral Nerve Stimulation
▫ Pulse Oximetry
• Specialized monitors
▫ EEG (including BIS)
▫ Transoesophageal Echocardiography
▫ Oesophageal Doppler Monitoring

Prinsip monitoring anesthesia .


Cardiovascular system.
a. 1.ECG
b. 2.Arterial presure
c. 3.CVP
d. 4.Pulse oxymetri
e. 5.Pulmonary arterial presure
f. 6.Cardiac out put
g. Respiratory System
h. 1. Stetoskop
i. 2. Respirasi rate
j. 3. Airway presure
k. 4. Tidal volume

69 Copyright2010@edi_ahsani
• Nervus System
• 1. EEG

• Metabolisme
• 1. Temperature
• 2. Blood Gas Analysis
• 3 . Elektrolit
• 4. Gula darah

Monitor pada fase - fase anasthesia :


• Induksi Anesthesia
• 1 . Pulse oksimetry
• 2 . Non invasive blood presure monitor
• 3 . ECG
• 4 . Capnograph

• Maintanance Anesthesia
• 1 . Pulse oksimetry
• 2 . Non invasive blood presure monitor
• 3 . ECG
• 4 . Capnograph
• 5. Vapour analyser
• 6. Nerve stimulator
• 7. Temperatur

• Pemulihan Anesthesia
1 . Pulse oksimetry
2 . Non invasive blood presure monitor
3 . ECG
4 . Capnograph
5. Nerve stimulator
6. Temperatur

REGIONAL ANESTHESIA
• 1 . Pulse oksimetry
• 2 . Non invasive blood presure monitor
• 3 . ECG

70 Copyright2010@edi_ahsani
RUANG PULIH DAN UNIT PERAWATAN PASCA ANESTESI
(PACU)

Dr. Ade Susanti, SpAn


SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif
RSU Raden Mattaher Jambi

Sasaran Pembelajaran :
Setelah mendengarkan kuliah, anda diharapkan dapat mengetahui dan
memahami tentang:
 Definisi dan pengertian dari Perawatan Pasca Anestesi (RR dan
PACU)
 Alura pasien pasien paca anestesi
 Fungsi perawatan pasca anestesi
 Fungsi perawatan pasca anestesi
 Peralatan dan obat-obatan yang harus tersedia di RR dan PACU
 Sistem skoring yang dilakukan di Ruang pulij (Skor Aldrette)

TERMINOLOGI
 Ruang/ Kamar Pulih
 Recovery Room (RR)
 Postanesthetic Care Unit (PACU)
 Unit Perawatan Pasca Anestesi (UPPA)

ALUR PASIEN BEDAH

BANGSAL / LUAR BANGSAL/LUAR

K. INDUKSI R.R / PACU

K. BEDAH ICU

HCU

71 Copyright2010@edi_ahsani
TRANSPOR PASIEN KE RR

 Ideal  Terektubasi
 Sebelum dibawah diberikan O2 mencegah Hipoksia
 Posisi : - head up
- lateral

FASILITAS RR

 RR, dalam satu arena steril dengan K. BEDAH


 Jumlah TT = 1,5 x K. Bedah
 TT khusus: - Rubah posisi
- alas keras
 Bentuk Ruangan : - Setengah lingkar
- lingkar
- kubus
- empat persegi

PERSONIL

 Dokter D Sp,An
Penanggungjawab/koordinator
 Perawat terlatih dengan kemampuan :
- ACLS, advaced cardiac life support, atau
- ATLS, advanced trauma life support, atau
- PTC, primary trauma care
rasio 1 perawat untuk 2 pasien

OBAT-OBAT

 Obat untuk Anafilaksis, Resus, mis


Adrenalin
Sodium bikarbonat
Hidrokortison
Aminofilin

 Cairan Infus
Elektrolit
Volume ekspander, Dextran, Haes Steril
Komponen darah (PRC, FFP, dll)

72 Copyright2010@edi_ahsani
PERALATAN
- Alat Pantau
Pengukur tekanan darah
EKG, defibrilator
Pulse-Oxymeter/Kafnograf
Stimuator saraf (Transmisi neuromuskular)
- Alat Emergensi
Laringoskop, pipa endotrokea, dll
Resusitas (*ambu-bag)
Ventilator
- ALAT MEMBERIKAN OBAT
Infusian pump

MASALAH-MASALAH
- Tingkat kesadaran
- Pernapasan
- Kordiovaskuler
- Renal
- Nyeri
- Agitasi
- Mual dan muntah
- Menggigil
- Balang cairan

LANGKAH-LANGKAH DASAR
- Pemberian oksigen 30-40%
- Mengatur posisi (lateral, trend, anti trend)
- Mengukur dan mencatat tanda vital (tensi, nadi, naas, dll 5-15 menit)
- Dokter Anestesiologi melaporkan:
- Data-data pasien
- Diagnosis bedah, prosedur, komplikasi
- Prosedur anestesia, komplikasi anestesi, antisiapsiobat nyeri,
balans cairan, dll
- Instruksi pasca anestesi

73 Copyright2010@edi_ahsani
SKALA PULIH ANESTESIA DARI ALDRETE

NILAI 2 1 0
KESADARAN Sadar, Dapat Tidak dpat
orientasi baik dibangunkan dibangunkan
WARNA Pink, perlu Pucat/ Sianosis,
O2 agar sat kehitaman, dengan O2
O2 > 92% perlu O2 agar Set O2 tetap
sat O2>90% <90%
AKTIVITAS 4 ekstrimitas 2 ektrimintas Ektrimintas
bergerak bergerak tidak bergerak
RESPIRASI Dapat nafas Nasfas Apnu atau
dalam bentuk dangkal, sesak abstruksi
tensi berubah nafas
KARDIOVASKULER < 20% Tensi berubah Tensi berubah
20% - 30% 50%

PASIEN DAPAT DIPINDAHKAN DARI RR

- Pasien sudah sadar


- Pasien dapat memperhtankan napas sendiri, dapat bernapas dalam dan
batuk
- Status hemodinamika stabil
- Balans cairah cukup
- Tidak ada tanda-tanda pendarahan dari luka operasi
- Nyeri sudah dapat diatasi
- Penylit-penyulit lain sudah dapat diatasi

Dasar Pemikiran Pengembangan


High Care Unit (HCU)

- Untuk menekan biaya tinggi perawatan ICU


- Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas ICU
- Tidak dibutuhkan fasilitas canggih seperti ICU
- Yang diperlukan adalah perawatan dan kewapadaan yang lebih tinggi
dibandingkan bangsal biasa

Kategori Paspen
I. Sangat Gawat Jumlah nilai > - 42 point
II. Gawat Sedang Jumlah nilai 23 – 42 point
III. Observasi Jumlah nilai 12 – 23 point
IV. Tidak Gawat Jumlah nilai < - 12 point

74 Copyright2010@edi_ahsani
Indikator keluar HCU

- Jumlah tindakan terapi menjadi < 12 point


- Bila tempat diperlukan bagi pasien lain yang lebih gawat, pasien yang
sudah mencapai 22 point dapat dipindahkan ke IW (intermediate
ward)

FUNGSI UTAMA HCU


Sebagai unit perawatan antara bangsal rawat dan intermediate care

Post Anatehesia Care Unit (PACU)?


Intermediate Care Unit (ICU)?

Dasar pemikiran ini adalah:


- Mahalnya biaya perawatan di ICU
- ICU low – risk monitor patients tidak perlu dirawat di ICU
- 22% pasien ICU termasuk kategori low risk monitor patients

Upaya untuk mengurangi biaya mahal dan untuk memperbaiki efisiensi


ICU
- Memberlakukan kriteria-kriteria di ICU baik untuk indikasi masuk dan
keluar
- Dikembangkan post anesthesia unit (PACU) atau intemediate care unit

Admission Criteria
- Cardiac System
- Pulmonary System
- Neurologic Disorders
- Drug Ingestion and Drug Overdoses
- Gastrointestinal (GI) Disorders
- Endocrine
- Surgical
- Micellaneous

Discharge Criteria

Discharge of patients from an intermediate care unit shall take place


- When a patients physiologic status has stabilized and the need for
intensive patients monitoring is no longer necessary and the patients
ca be cared for on a general unit
- When a patients physiologic status has deteriorated and activated and
aitive life support is required or highly likely, the patients will be
tranfered to acritical care unit per unit spesific protocol

75 Copyright2010@edi_ahsani
Pasien-pasien dengan kondisi belum stabil atau mengalami multiple
organ dysfunction tetap harus dirawat di ICU

Intermediate Care Unit

- Biaya mahal bisa ditekan


- Memperpendek hospital stay
- Meningkatkan efisiensi ICU
- Kenyamanan pasien terjamin (tidak berisik, kunjungan family lebih
bebas)

Intermediate ward: suatu arena transit sebelum pindah ke bangsal

ICU

GENERAL WARD HCU PACU


INTERMEDIATE

76 Copyright2010@edi_ahsani

Anda mungkin juga menyukai