Anda di halaman 1dari 24

Sejarah anestesi

Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia
kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus
Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis Valerius
Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan bernama W.G. Frobenius
mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730. Sebelum penemuan eter, Priestly
menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun 1777, dan berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy
menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam menghilangkan rasa sakit.

Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-mabukan.
Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa
dan lupa segalanya.

Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya
sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-
oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya
mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts,
Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton.

Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun 1842. Ia
lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun, ia
sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil kuliah kedokteran
gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard pada tahun 1844
untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama,
ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam
membuat dan memasang gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara
menghilangkan rasa sakit.

Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang dilakukan
Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di
sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-
oksida.

Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun 1846
Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum Massachusetts.
Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang
telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang
mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor
dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai tanpa hambatan berarti.

Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil
dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi pembedahan
dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan
anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam
100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa
tahun yang lalu.

Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi telah
terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah
digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.

Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat anestesi
adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W. Long telah
menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum Morton memublikasikan
ke masyarakat luas. Ia telah menggunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak
memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya. Sementara ketiga dokter dan
ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala, dokter Long tetap menjalankan
profesinya sebagai dokter spesialis bedah.
Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat anestesi
merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan uangnya untuk
mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di
lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia
kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak
memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim,
dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.

Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai 5.000 frank
pada tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut
adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan zat lain (kloroform) sebagai
bahan anestesi.

Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia mulai stres
dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di usia 49 tahun di
Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang meninggal dalam keadaan gila dan
Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius
Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).

Penggunaan obat-obatan dalam anestesi


Dalam membius pasien, dokter anestesi memberikan obat-obatan (suntik, hirup, ataupun lewat mulut)
yang bertujuan menghilangkan rasa sakit (pain killer), menidurkan, dan membuat tenang (paraytic drug).
Pemberian ketiga macam obat itu disebut triangulasi.

Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini seperti:

 Thiopental (pertama kali digunakan pada tahun 1934)


 Benzodiazepine Intravena
 Propofol (2,6-di-isopropyl-phenol)
 Etomidate (suatu derifat imidazole)
 Ketamine (suatu derifat piperidine, dikenal juga sebagai 'Debu Malaikat'/'PCP' (phencyclidine)
 Halothane (d 1951 Charles W. Suckling, 1956 James Raventos)
 Enflurane (d 1963 u 1972), isoflurane (d 1965 u 1971), desflurane, sevoflurane
 Opioid-opioid sintetik baru - fentanyl (d 1960 Paul Janssen), alfentanil, sufentanil (1981),
remifentanil, meperidine
 Neurosteroid
 Medical Doctor Story Muslimah Zone's Resep Masakan Welcome to my blog...
 Senin, 18 Februari 2013
 Anastesi
 Bismillahirrahmanirrahim...
 Tak terasa waktu ternyata cepat sekali berlalu... dan sekarang sudah menginjak
stase berikutnya yaitu stase anastesi... saat memulai tulisan ini saya sudah menjalani
stase ini 4 hari... dan menurut saya stase ini stase yang menyenangkan...bagaimana
tidak... oleh guru kami di anastesi kami diajari untuk disiplin dalam segala hal... harus
cekatan dalam bertindak, meningkatkan ilmu pengetahuan dan skill... harus dapat
mempertanggungjawabkan segala tindakannya... harus benar-benar dalam belajar..
harus tahu dulu ilmunya agar benar dalam pengaplikasianya dan
mempertanggungjawabkan semua atas tindakannya...keren dah pokoknya...^_^
 Persiapan Pra Anastesia
 Pasien-pasien yang akan dilakukan tindakan anastesi atau pembedahan baik yang
elektif maupun darurat hendaknya dipersiapkan dengan baik, karena keberhasilan dari
tindakan anastesi dan pembedahan sangat dipengaruhi oleh preoperasi yang setidaknya
dilaksanakan 1-2 hari sebelum operasi pada pembedahan elektif, sedangkan pada
pembedahan darurat maka tindakan ini memiliki waktu yang singkat, yang tujuannya
adalah:
 - Mempersiapakan mental dan fisik pasien secara optimal dengan melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pemeriksaan lain.
- Pemilihan teknik tindakan dan obat anastesi yang sesuai dengan keadaan fisik dan
kehendak pasien. Untuk meminimalkan komplikasi
 - Menentukan klasifikasi pasien menurut ASA sesuai hasil pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan gambaran prognosis pasien secara umum.
 Tindakan pre operasi ini meliputi:
 - Anamnesis, untuk mengetahui segala riwayat pasien, riwayat penyakit terdahulu,
riwayat alergi, riwayat pembedahan sebelumnya.
 - Pemeriksaan fisik; pemeriksaan fisik disini disesuaikan dengan pemeriksaan sistem
secara legeartis. Teliti semua hasil laboratorium, dan mungkin perlu pemeriksaan
laboratorium tambahan.
 Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik serta laboratorium maka dapat ditentukan
status fisik pasien dan penilaian terhadap risiko pasien terhadap anastesia.

I. PERSIAPAN MENTAL DAN FISIK PASIEN
Anamnesis
- Seperti biasanya anamnesis diawali dengan menanyakan nama, umur, alamat, pekerjan
(Identitas Pasien)
 - Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya.
- Riwayat penyakit sistemik (diabetes melitus, hipertensi, kardiovaskuler, TB, asma)
- Pemakaian obat tertentu, seperti antidiabetik, antikoagulan, kortikosteroid, antihipertensi
secara teratur. Dua obat terakhir harus diteruskan selama operasi dan anestesi,
sedangkan obat yang lain harus dimodifikasi.
- Riwayat diet (kapan makan atau minum terakhir. jelaskan perlunya puasa sebelum
operasi)
- Kebiasaan-kebiasaan pasien (perokok berat, pemakai alkohol atau obat-obatan)
- Riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan Fisik

Berpatokan pada B6:


1. Breath
Pada pemeriksaan fisik yang perlu kita evaluasi mengenai "breath" adalah:
- Airway; patensi jalan nafas; caranya dengan mengajak pasien bicara, jika pasien dapat
menjawab berarti tidak ada masalah pada airway. Tapi jika tidak maka evaluasi dari
mana sumbatannya, bisa terjadi karena sumbatan pada pangkal lidah, karena benda
asing padat misalnya makanan, muntahan, atau cair berupa cairan lambung atau darah,
edema jalan nafas, atau radang.
Pada pasien yang stabil maka perhatikan keadaan jalan nafas, bentuk pipi dan dagu,
mulut dan gigi, lidah dan tonsil. Apakah jalan nafas mudah tersumbat? Apakah intubasi
akan sulit? Apakah pasien ompong atau menggunakan gigi palsu atau mempunyai
rahang yang kecil yang akan mempersulit laringoskopi? Apakah ada gangguan membuka
mulut atau kekakuan leher? Apakah ada pembengkakan abnormal pada leher yang
mendorong saluran nafas bagian atas?
- Ventilasi,
* Tentukan frekuensi nafas, apakah ada hipoventilasi atau takipnea.
* Tentukan pula tipe napas apakah ada pernapasan cuping hidung (flaring) bila ada hal
ini merupakan tanda terjadinya hipoksia jaringan dan membutuhkan terapi oksigen, tipe
nafas abdominal atau torakal,
* Pergerakan apakah terdapat nafas dengan bantuan otot pernapasan (retraksi kosta),
see saw dimana terjadi keterbalikan pergerakan antara torakal dan abdominal yang
merupakan tanda terjadinya obstruksi total.
* Nilai pula keberadaan ronki, wheezing, dan suara nafas tambahan (stridor).
2. Blood
Tekanan nadi, pengisian nadi, tekanan darah, perfusi perifer. Nilai syok atau perdarahan,
Hb. Lakukan pemeriksaan jantung (ECG) tentukan adanya aritmia yang berbahaya
dimana segera memerlukan tindakan.
3. Brain
GCS. adakah kelumpuhan saraf atau kelainan neurologist. Tanda-tanda TIK
4. Bladder
produksi urin. pemeriksaan faal ginjal
5. Bowel
Pembesaran hepar. Bsing usus dan peristaltik usus. cairan bebas dalam perut atau
massa abdominal?
6. Bone
kaku kuduk atau patah tulang? Periksa bentuk leher dan tubuh. klainan tulang belakang?

Pemeriksaan Laboratorium Dan Radiologi


a. Pemeriksaan standar yaitu darah rutin (kadar hemoglobin, leukosit, bleeding time,
clothing time atau APTT & PPT)
b. Pemeriksaan kadar gula darah puasa
c. Liver function test
d. Renal function test
e. Pemeriksaan foto toraks
f. Pemeriksaan pelengkap atas indikasi seperti gula darah 2 jam post prandial,
pemeriksaan EKG untuk pasien > 40 tahun
g. Pada operasi besar dan mungkin bermasalah periksa pula kadar albumin, globulin,
elektrolit darah, CT scan, faal paru, dan faal hemostasis.

Persiapan Penyulit yang Akan Terjadi


Penyakit Kardiovaskular
• Resiko serius; Terapi oksigen dan pemantauan EKG harus diteruskan sampai pasca
operasi.
• Zat anestesi membuat jantung sensitive terhadap kerja katekolamin yang dilepaskan.
Selanjutnya dapat terjadi kemunduran hemodinamik dan dapat terjadi aritmia, takikardi
ventricular sampai fibrilasi ventricular.
• Pada pasien dengan gagal jantung perfusi organ menjadi buruk. Ambilan gas dan uap
ihalasi terhalangi.
• Pada pasien hipertensi, terapi antihipertensi harus diteruskan sepanjang operasi.
Bahaya hipertensi balik dengan resiko gangguan kardiovaskular setelah penghentian
obat jauh lebih berat diandingkan dengan resiko karena meneruskan terapi.

Penyakit Pernafasan
• Penyakit saluran nafas dan paru-paru mempengaruhi oksigenasi, eliminasi
karbondioksida, ambilan gas-gas inhalasi dan meningkatkan insidens infeksi
pascaoperasi.
• Bronkospasme berat yang mengancam jiwa kadang-kadang timbul pada pasien asma
atau pecandu nikotin.
• Penundaan operasi elektif pada pasien yang menderita infeksi saluran nafas atas
karena efek obat sedative dan atropine, dan penurunan respons imunologi yang terjadi
karena anestesi umum dapat meningkatkan resiko infeksi dada pascaoperasi

Diabetes Mellitus
hampir semua obat anestesi bersifat meningkatkan glukosa darah. Penderita diabetes
yang tidak stabil seharusnya tidak dianestesi untuk pembedahan elektif, kecuali jika
kondisi bedah itu sendiri merupakan penyebab ketidakstabilan tersebut.

Penyakit Hati
Metabolisme obat-obatan anestesi akan terganggu akibat adanya gagal hati. Obat-
obatan analgesic dan sedative juga menjadi memiliki masa kerja yang panjang karena
metabolisme oleh otak juga berubah karena penyakit hati.
Anestesi pada pasien ikterus mempunyai dua resiko nyata. Pertama adalah perdarahan
akibat kekurangan protrombin. Resiko yang kedua adalah gagal ginjal akibat bilirubin
yang berakumulasi pada tubulus renalis

Persiapan Sebelum Pembedahan


Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :
1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa pada
orang dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi
darurat, pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi
lambung.
2. Pengosongan kandung kemih.
2. Informed consent (Surat izin operasi dan anestesi).
3. Pemeriksaan fisik ulang
4. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
5. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secara intravena
jika diberikan beberapa menit sebelum operasi.
 II. PERENCANAAN ANASTESI
 Setelah kita melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik, kta dapat mempunyai
gambaran tentang keadaan fisik dan mentala pasien sehingga dapat merencanakan
teknik dan obat-obatan yang sesuai dengan keadaan pasien. Misalkan pasien dengan
diabetes melitus tidak bolh menggunakan ktamin, karena dapat menyebabkan
hiperglikemia, Tirotoksikosis tidak memakai atropin.

III. MENENTUKAN PROGNOSIS


 Pasien yang akan mengalami anastesi dan pembedahan dapat dikategorikan
dalam beberapa kelas status fisik, yang semual diusulkan dan digunakan oleh America
Society of Anesthesiologist (ASA)
 Status fisik ini diklasifikasikan menjadi 5 kelas, yaitu ASA 1- ASA 5 dengan uraian
sebagai berikut:
 Kelas 1
 Pasien tanpa gangguan organik, fisiologik, biokemik maupun psikiatrik. Proses patologik
yang akan dilakukan operasi terbatas pada lokalisasisnya dan tidak menyebabkan
gangguan sistemik.
 Contoh:
 Seorang dewasa muda sehat akan menjalani operas hernia inguinalis, atau mioma uteri
yang akan dilakukan miomektomi.
 Kelas 2
 Pasien dengan gangguan sistemik ringan sampai sedang, yang disebabkan baik karena
keadaan yang haris diobati dengan jalan pembedahan maupun olehh proses patofisiologi
 Contoh:
 - pasien dengan penyakit jantung organik tanpa pembatasan aktivitas atau dengan
pembatasan aktivitas ringan direncanakan untuk operasi hernia
 - pasien dengan DM ringan direncanakan untuk operasi apendektomi
 - pasien dengan anmia atau dengan hipertensi esensial
 Kelas 3
 pasien dengan gangguan sistemik berat, apapun penyebabnya
 contoh:
 pasien dengan DM berat dengan komplikasi vaskuler yang memerlukan tindakan
pembedahan
 Kelas 4
 Pasien dengan gangguan sistemik berat yang mengancam jiwa, yang tidak selalu dapat
dikoreksi dengan tindakan pembedahan
 contoh:
 - pasien dengan dekompensasi jantung, angina pectoris yang terus menerus, insufisiensi
berat dari faal paru, hepar, ginjal, atau endokrin.
 Kelas 5
 Moribound: Pasien yang hanya mempunyai kemungkinan kecil untuk hidup
 Contoh:
 pasien shock karena perdarahan, trauma kepala berat dengan tekanan intrakranial yang
meningkat. Pada umunya pasien-pasien ini mmerlukan operasi untuk rsusitasi dan
umumnya hanya perlu sedikit atau bahkan tanpa obat anastesi.


 OPERASI DARURAT
 Setiap pasien dari masing-masing kelas diatas yang mengalami pembedahan
secara darurat diperimbangkan dalam kondisi fisik yang lebh jelek. Dibelakan angka yang
menunjukkan kelasnya , ditulis huruf D yang berarti darurat (dalam buku berbahasa
inggris ditulis "E" = Emergeny).

 Peralatan Anastesia
 Alat Anestesi Umum yang perlu disiapkan
- Masker (sesuaikan dengan ukuran wajah pasien)
- Laringoskop (terdiri atas holder dan blade. Pilih blade yang nomor 3 untuk pasien
dewasa dengan ukuran sedang… bila lebih besar pakai ukuran 4, untuk anak gunakan
ukuran nomor 2. Jangan lupa untuk mengecek lampunya apakah nyalanya cukup terang)
- Endotracheal 3 ukuran (biasanya kita menyiapkan nomor 6, 6.5, 7)
Untuk anak dengan BB di bawah 20 kg, ukuran ET digunakan rumus sebagai berikut:
(umur +2)/2. Misal hasilnya adalah 5 maka siapkan ukuran 4.5, 5, dan 5.5. Siapkan satu
nomor diatas dan dibawahnya. Atau bisa juga menggunakan patokan besar jari
kelingking tangan pasien. Jangan lupa mengecek ET dengan memompanya
- Cuff (gunanya untuk memompa ET agar posisinya terfiksir)
- Goedel 3 ukuran (3=hijau, 4 =kuning, 5=merah)
- Hoarness dan Ring Hoarness (untuk memfiksir masker di wajah)
- Stilet (kawat guide saluran nafas)
- Jackson Rees (system pemompaan digunakan untuk pasien anak-anak)
- Jelly
- Precordial
- Kapas alkohol
- Plester
- Xilocain pump
- Naso (buat di hidung. Tidak selalu digunakan.. hanya pada keadaan tertentu)

Sedangkan untuk Anestesi Spinal siapkan tambahan:


- Spinocain (ada 3 ukuran. Siapkan nomor 25, 27, 29)
- Spray alcohol
- Betadin
- Kassa steril
- Bantal
- Spuit 5 cc

 Obat-Obatan Anestesi Umum: (urutkan di atas meja sesuai urutan di bawah)
 1. Sulfas Atropin
 2. Pethidin
 3. Propofol/ Recofol
 4. Succinil Cholin
 5. Tramus
 6. Sulfas Atropin
 7. Efedrin

 Obat untuk Anestesi Spinal:
 1. Buvanest atau Bunascan
 2. Catapress (kadang dokter tertentu menambahkannya untuk menambah efek buvanest)
 Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:
 1. Atropin
 2. Efedrin
 3. Ranitidin
 4. Ketorolac
 5. Metoklorpamid
 6. Aminofilin
 7. Asam Traneksamat
 8. Adrenalin
 9. Kalmethason
 10. furosemid (harus ada untuk pasien urologi)
 11. lidocain
 12. gentamicyn salep mata
 13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)
 14. Methergin (untuk pasien obsgyn)
 15. Adrenalin

 Administrasi
 1. Laporan Anestesi
 2. BAKHP

 Kelengkapan Kamar Operasi yang jadi tanggung jawab kita
 A. Mesin Anestesi
 - cek apakah halotan/isofluran dalam keadaan terisi penuh; bila tidak, lakukan pengisian
 - pasang kabel mesin dan nyalakan
 - pasang pipa oksigen dan N2O
 - cek pompa oksigen, apakah dapat terpompa
 - cek apakah pipa pembuangan gas sudah terpasang dan terbuang di tempat yang tepat
 hal-hal yang penting diketahui:
 - aliran oksigen ada dua jalur, jangan sampai salah memilih jalurnya. Ada jalur untuk
masker dan ada jalur untuk nasal
 - pembuangan udara akan melalui sodalime (batu-batu) yang berfungsi mengikat CO2.
laporkan bila sodalime sudah berubah warna sangat tua)
 - monitor mesin penting untuk mengetahui keadaan nafas pasien kita. Minta ajarkan
penata bagaimana membacanya.
 - Alat pengatur respirasi… dari spontan ke kontrol
 B. Monitor Anestesi
 Pastikan minimal terpasang tensi dan saturasi
 C. Suction
 Cek apakah suction bekerja dengan baik
 D. Tangan Meja
 E. Bantal

 Tanda-Tanda Anastesi
 Trias anastesia, terdiri dari analhesik, hipnotis, dan arefleksia/ relaksasi. Akan
tetapi setiap tindakan anastesi tidak selalu mencakup 3 hal tersebut, tergantung jenis
pembedahan yang akan dilakukan. Untuk itu perlu dikenal satdium-stadium anastsi dan
mengenal tanda dan gejala masing-masing stadium.

 Stadium 1; Stadium analgesia atau disorientasi
 - Induksi; kesadaran hilang
 - Nyeri (+) o.k bedah kecil
 - Berakhir : refleks bulu mata hilang

 Stadium 2; stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium
 - Kesadaran (-)/ refleks bulu mata (-) ----- ventilasi teratur
 - Terjadi depresi pada ganglia basalis; rx berlebihan bila ada rangasang
 (hidung, cahaya, nyeri, rasa, raba)

 Stadium 3 :
 Disebut Stadium Pembedahan; ventilasi teratur ---- apneu, terbagi 4 plana :
 Plana 1:- Ventilasi teratur : torako abdominal
 - Pupil terfiksasi, miosis
 - Refleks cahaya (+)
 - Lakrimasi
 - Refleks faring dan muntah (-)
 - Tonus otot mulai

 Plana 2 :- Ventilasi teratur : abdominaltorakal
 - Volume tidal
 - Frekuensi nafas
 - Pupil : terfiksasi ditengah, midriasis
 - Refleks cahaya
 - Refleks kornea (-)

 Plana 3 :- Ventilasi teratur : abdominal dgn kelumpuhan saraf interkostal
 - Lakrimasi (-)
 - Pupil melebar dan sentral
 - Refleks laring dan peritoneum (-)
 - Tonus otot

 Plana 4 : - Ventilasi tidak teratur dan tidak adequat ok otot diafragma
 lumpuh tonus otot tidak sesuai volume tidal)(
 - Tonus otot
 - Pupil midriasis
 - Refleks sfingter ani dan kelenjar lakrimalis (-)

 Stadium 4: Stadium paralisis
 - Disebut juga stadium kelebihan obat.
 - Terjadi henti nafas sampai henti jantung


 Ventilasi normal :
 - Wanita dewasa : dominan abdomen (diafragma)
 - Pria dewasa : dominan torakal

 Pupil
 Pada pupil yang diperhatikan : - gerak
 - fixasi posisi pupil
 • Stadium I : tidak melebar karena psikosensorik dan pengaruh emosi
 • Stadium II : pupil midriasis karena rangsang simpatik pada otot dilatator
 • Stadium III : pupil mulai midriasis lagi karena pelepasan adrenalin pada anestesi
dengan eter atau siklopropan tapi tidak terjadi pada halotan dan IV

 Stadium pembedahan : pupil terfiksasi ditengah dan ventilasi teratur
 Anestesi dalam (kelebihan dosis) :
 - Pupil dilatasi maksimal ok paralisis N.kranialis III
 - Ventilasi perut dan dangkal
 Sebab lain pupil midriasis :
 1. Saat induksi : o.k sudah setengah sadar (sub concious fear)
 2. Premedikasi atropin tanda opiat
 3. Hipoksia
 4. Syok dan perdarahan

 Refleks bulu mata
 N : sentuhan membuat mata berkedip (kontraksi)
 (-) : akhir stadium I, awal stadium II
 Refleks kelopak mata
 N : tarik kelopak mata, maka ada tarikan (kontraksi)
 (-) : awal stadium III
 Refleks cahaya :
 N : Pupil miosis
 (-) : Stadium 3 plana 3

 Monitoring Selama Anastesia
 1. Kedalaman anestesi
 2. Kardiovaskuler :
 - Tekanan darah (invasif atau non invasif)
 - EKG
 - CVP
 3. Ventilasi respirasi :
 - Stetoskop
 saturasi- Pulse oksimetri
 - Capnometer
 - Analisa gas darah
 4. Suhu : tidak boleh febris ok obat anstesi menyebabkan febris
 - Malignant /hyperthermia : naiknya suhu tubuh sangat cepat
 - Axilla, rectal, osefagus, nasofaring
 5. Produksi urin : ½ - 1 cc/kg BB/j
 6. Terapi Cairan : Puasa, maintenance, cairan pengganti perdarahan bila diperlukan; >
20% perdarahan diberi transfusi “whole blood”.
 7. Sirkuit anestesi

 Digunakan kapnometer untuk mengukur O2 dalam darah
 O2----mesin anestesi; corugated-corugated; masker/ ET; Pasien

 Pre Medikasi
 Tindakan selanjutnya adalah pemberian pre medikasi yang dapat dilakukan 1-2
jam sebelum pasien dioperasi, yang tujuanya adalah:
 - Menghilangkan kecemasan
 - Mendapatkan sedasi
 - Mendapatkan analgesia
 - Mendapatkan amnesia
 - Mendapatkan efek antisialogoque
 - Menaikkan pH cairan lambung
 - Mengurangi volume cairan lambung
 - Mencegah terjadinya reaksi allergi.
 Hasil akhir : sedasi dari pasien tanpa disertai depresi dari pernafasan dan sirkulasi.

 Ada 2 macam pendekatan:
 1. Farmakologi
 2. Non Farmakologi
 Pemilihan obat premedikasi didasarkan oleh:
 - Umur
 - Berat badan
 - Status fisik
 - Derajad kecemasan
 - Riwayat hospitalisasi sebelumnya
 - Riwayat reaksi terhadap obat premedikasi sebelumnya
 - Riwayat penggunaan obat-obat tertentu (misalnya MAO inhibitor, kortikosteroid,
antibiotik tertentu)
 - Perkiraan lamanya operasi
 - Macam operasi
 - Rencana obat anestesia yang akan digunakan

 Obat-obat yang digunakan dalam premedikasi anastesi:
 1. Golongan sedatif:
 - Benzodiazepin:
 * Diazepam
 * Midazolam
 - Fenotiazine:
 * Prometazine

 2. Golongan Narkotik Analgetik :
 - Opium alkaloid
 * Morfin
 - Sintetik
 * Meperidin (Pethidin) Fentanil
 3. Golongan neuroleptik:
 - Droperidol (DEHYDROBENZPERIDOL)
 4. Golongan antikolinergik:
 - Atropin sulfat

 Beberapa obat yang sering digunakan:
 Diazepam:
 = sedatif, amnesia, anti convulsant, relaksasi otot
 = mengurangi kegelisahan & kecemasan
 = potensiasi dengan obat pelumpuh otot non-depolarisasi,tetapi antagonis dengan obat
pelumpuh otot depolarisasi
 = dosis utk premed. 0,1 mgr /kg bb dan utk sedatif 0,2 0,6 mgr /kg bb

 Midazolam
 = sama dengan diazepam
 = mengurangi kegelisahan
 = sedatif, anti convulsant , relaksasi otot, amnesia
 = efek sedatif nya lebih jelas, lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan dgn diazepam
 = dosis utk premed. 0,1-0,15 mgr/kg bb dan utk induksi 0,2 - 0,3 mgr/kg bb

 Meperidine hcl (pethidin hcl) :
 = analgesia, sedatif, euphoria, amnesia, dan efek addiksi
 =efek analgesia terutama utk spasme otot , kecuali utk biliar kolik efek spasme sphincter
oddi
 =depresi pusat respirasi, nausea, vomitus, hipotensi, histamine release
 = pemberiani.v kemerahan sepanjang vena (jarang bila diberi dgn konsentrasi sama atau
kurang dari 1%)
 =dgn obat mao-inhibitor metabolisme dihambat
 = dosis premed. 0,5 -1 mgr / kg bb

 Fentanyl citrat
 = sama dengan pethidin
 = analgetik, sedatif, euphoria, amnesia, addiksi
 = efek analgesia sangat kuat, diikuti morphin, kemudian pethidin
 = efek depresi pusat respirasi yang sangat kuat morphin, diikuti oleh fentanyl , kemudian
pethidin
 = dosis premed. 0,05 mgr s/d 0,1mgr

 Dehydrobenzperidol (droperidol) :
 = neuroleptik apatis, hipnotik, dan kataleptik
 = anti emetik , dan hipotensi (vasodilatasi pembuluh darah)
 = efek ekstra piramidal diskinesia parkinson tidak disukai
 = dosis premed. 0,1 mgr/kgbb

 Atropin sulfat
 =efek parasimpatolitik /antikolinergik
 =stimulasi pst respirasi
 =efek antihistamin ngantuk
 =denyut jantung meningkat
 =mengurangi sekresi kelenjar traktus respi-ratorius bagian atas dan kelenjar keringat
 =dosis premed. 0.01mgr / kg bb

 Anastesi Umum
 LANGKAH-LANGKAH ANASTESI UMUM
 1. Setelah pasien dibaringkan di atas meja operasi. Pasang tensi, saturasi, precordial.
Nyalakan monitor. Nyalakan mesin anestesi. Atur kecepatan infuse.
 2. Tunggu instruksi. Setelah lapor ke konsulen, dan operator sudah siap. Berarti anestesi
sudah boleh dilakukan.
 3. Minta pasien untuk berdoa
 4. Suntikkan pre medikasi: SA 0,25 mg dan Pethidin 30-50 mg
 5. Suntikkan Recofol 100 mg.
 6. Tunggu sampai refleks bulu mata hilang.
 7. Bila refleks bulu mata telah hilang pasang masker dengan posisi benar. (Jaw thrust,
chin lift, tekan masker dengan ibu jari dan telunjuk)
 8. Naikkan oksigen sampai 6-10 l
 9. kurangi oksigen sampai 3 L. naikkan N2O menjadi 3L. buka isofluran/halotan
 10. Tetap berada dalam posisi seperti itu. Sambil kadang-kadang lakukan pemompaan
bila diperlukan. Perhatikan infus, nadi, tensi, saturasi, pompa atau monitor mesin.
Sesekali raba nadi pasien.
 11. Bila diperlukan pasien rileks maka berikan Succinil cholin atau tramus tergantung
dosis yang diperlukan.
 12. Selanjutnya tinggal seni anestesinya. Kalau tensi naik dan turun, kalau nadi naik atau
turun, kalau nafas kurang spontan, lambat atau cepat. Yang kita lakukan bisa perdalam
atau kurangi obat anestesi, tambah obat tertentu, atur cairan, atur posisi pasien dan lain-
lain.
 13. Bila operasi sudah hampir selesai kurangi dosis perlahan sampai kemudian tinggal
oksigen saja.
 14. Operasi selesai… bawa pasien ke RR. Dan tunggu sampai pasien bangun.

 A. Obat Induksi intravena
 1. Ketamin/ketalar
 - Efek analgesia kuat sekali. Terutama utk nyeri somatik, tp tidak utk nyeri visceral
 - Efek hipnotik kurang
 - Efek relaksasi tidak ada
- Onset cepat
 - Refleks pharynx & larynx masih ckp baik; batuk saat anestesi; refleks vagal
 - Disosiasi; mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan waktu, halusinasi, gaduh
gelisah, tidak terkendali. Saat pdrt mulai sadar dpt timbul eksitasi
 - Aliran darah ke otak, konsentrasi oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil
dengan pemberian thiopental sebelumnya)
 - TD sistolik diastolic naik 20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan premedikasi opiat,
hiosin.
 - Dilatasi bronkus. Antagonis efek konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk
penderita-penderita asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia
umum yang masih ringan.
 - Dosis berlebihan scr iv : depresi napas
 - Pada anak dapat timbulkan kejang, nistagmus
 - Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%
 - Pulih sadar kira-kira tercapai antara 10-15 menit
 - Metabolisme di liver (hidrolisa & alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urin
 - Ketamin bekerja pd daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja pd pusat
retikular otak

 Indikasi:
 - Untuk prosedur dimana pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan
sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang sukar.
 - Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi (arteriograf).
 - Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)
 - Pada pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital. Dapat dipakai
untuk induksi pada pasien syok.
 - Untuk tindakan operasi kecil.
 - Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.
 - Pasien asma

 Kontra Indikasi
 - Hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic 100 mmHg
 - Riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)
 - Dekompensasi kordis
 Harus hati-hati pada :
 - Riwayat kelainan jiwa
 - Operasi-operasi daerah faring karena refleks masih baik

Dosis Induksi: 1-2 mg/Kg BB
 2. Propofol (diprifan, rekofol)
 - Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih spt susu dgn bhn pelarut tdd minyak kedelai
& postasida telur yg dimurnikan.
 -Kdg terasa nyeri pd penyuntikan, maka dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol;
jarang pada anak karena sakit & iritasi pd saat pemberian
 - Analgetik tidak kuat
 - Dapat dipakai sbg obat induksi & obat maintenance
- Depresi pernapasan, apneu, broko dan laringospasme.
- Kardiovaskuler: hipotensi, aritmia, taki/bradikardi
 - Obat setelah diberikan; didistribusi dgn cepat ke seluruh tubuh.
 - Metabolisme di liver & metabolit tdk aktif dikeluarkan lwt ginjal.
 - Saat dipakai utk induksi juga dapat tjd hipotensi karena vasodilatasi & apnea sejenak
 Efek Samping
 - Bradikardi.
 - Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai sadar.
 - Ekstasi, nyeri lokal pd daerah suntikan
 - Dosis berlebihan dapat mendepresi jantung & pernapasan
 - Sebaiknya obat ini tidak diberikan pd penderita dengan ggn jalan napas, ginjal, liver,
syok hipovolemik.
 Dosis Induksi: 1-2 mg/kgBB
 3. Thiopental
 - Ultra short acting barbiturat
 - Dipakai sejak lama (1934)
 - Tidak larut dlm air, tp dlm bentuk natrium (sodium thiopental) mudah larut dlm air

 4. Pentotal
 - Zat dr sodium thiopental. Btk bubuk kuning dlm amp 0,5 gr(biru), 1 gr(merah) & 5 gr.
Dipakai dilarutkan dgn aquades
 - Lrt pentotal bersifat alkalis, ph 10,8
 - Lrt tdk begitu stabil, hanya bs dismp 1-2 hr (dlm kulkas lebih lama, efek menurun)
 - Pemakaian dibuat lrt 2,5%-5%, tp dipakai 2,5% u/ menghindari overdosis, komplikasi >
kecil, hitungan pemberian lebih mudah
 efek sedasi- Obat mengalir dlm aliran darah (aliran ke otak ↑) &hipnosis cepat tjd, tp
sifat analgesik sangat kurang
 - TIK ↓
 - Mendepresi pusat pernapasan
 - Membuat saluran napas lebih sensitif thd rangsangan
 hipotensi. Dpt menimbulkan vasokontriksi pembuluh darah ginjal- depresi kontraksi
denyut jantung, vasodilatasi pembuluh darah
 - tak berefek pd kontraksi uterus, dpt melewati barier plasenta
 - Dpt melewati ASI
 - menyebabkan relaksasi otot ringan
 - reaksi. anafilaktik syok
 - gula darah sedikit meningkat.
 - Metabolisme di hepar
 - cepat tidur, waktu tidur relatif pendek
 - Dosis iv: 3-5 mg/kgBB
 Kontraindikasi
 - syok berat
 - Anemia berat
 - Asma bronkiale, menyebabkan konstriksi bronkus
 - Obstruksi sal napas atas
 - Penyakit jantung & liver
 - kadar ureum sangat tinggi (ekskresinya lewat ginjal)

 B. Obat Anestetik inhalasi
 1. Halothan/fluothan
 - Tidak berwarna, mudah menguap
 - Tidak mudah terbakar/meledak
 - Berbau harum tetapi mudah terurai cahaya
 Efek:
 - Tidak merangsang traktus respiratorius
 - Depresi nafas Þ stadium analgetik
 - Menghambat salivasi
 - Nadi cepat, ekskresi airmata
 - Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi cukup
 - Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchus
 - Depresi otot jantung Þ aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin)
 - Depresi otot polos pembuluh darah Þ vasodilatasi Þ hipotensi
 - Vasodilatasi pembuluh darah otak
 - Sensitisasi jantung terhadap katekolamin
 vagal refleks- Meningkatkan aktivitas vagal
 kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)- Pemberian berulang (1-3 bulan)
 - Menghambat kontraksi otot rahim
 - Absorbsi & ekskresi obat oleh paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuh
 - Dapat digunakan sebagai obat induksi dan obat maintenance
 Keuntungan
 - cepat tidur
 - Tidak merangsang saluran napas
 - Salivasi tidak banyak
 obat pilihan untuk asma bronkhiale- Bronkhodilator
 - Waktu pemulihan cepat (1 jam post anestesi)
 - Kadang tidak mual & tidak muntah, penderita sadar dalam kondisi yang enak
 Kerugian
 - overdosis
 - Perlu obat tambahan selama anestesi
 - Hipotensi karena depresi miokard & vasodilatasi
 - aritmia jantung
 - Sifat analgetik ringan
 - Cukup mahal
 - Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan

 2. Nitrogen Oksida (N2O)
 - gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC 104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak
larut dalam darah.
 Efek:
 - Analgesik sangat kuat setara morfin
 - Hipnotik sangat lemah
 - Tidak ada sifa relaksasi sama sekali
 Bila- Pemberian anestesia dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. murni N2O =
depresi dan dilatasi jantung serta merusak SSP
 - jarang digunakan sendirian tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain
seperti halotan dan sebagainya.

 3. Eter
 - tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau sangat merangsang
 - iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar bronkus
 - margin safety sangat luas
 - murah
 - analgesi sangat kuat
 - sedatif dan relaksasi baik
 - memenuhi trias anestesi
 - teknik sederhana

 4. Enfluran
 - isomer isofluran
 - tidak mudah terbakar, namun berbau.
 - Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas gelombang otak seperti kejang
(pada EEG).
 - Efek depresi nafas dan depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan.

 5. Isofluran
 - cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah terbakar dalam suhu kamar
 - menempati urutan ke-2, dimana stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan
sampai dengan 5 tahun atau paparan sinar matahari.
 - Dosis pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran


 6. Sevofluran
 - tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk
induksi melalui sungkup wajah pada anak dan orang dewasa.
 - tidak pernah dilaporkan kejadian immune-mediated hepatitis

 C. Obat Muscle Relaxant
 Bekerja pd otot lurik; terjadi kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot
intercostalis, otot-otot abdominalis & relaksasi otot-otot ekstremitas.
 - Bekerja pertama: kelumpuhan otot mata; ekstremitas; mandibula; intercostalis;
abdominal; diafragma.
 - Pada pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.
 - Obat ini membantu pd operasi khusus spt operasi perut agar organ abdominal tdk
keluar dan terjadi relaksasi
 - Terbagi dua: Non depolarisasi dan depolarisasi
 - Durasi
 * Ultrashort (5-10 menit): suksinilkolin
 * Short (10-15 menit) : mivakurium
 * Medium (15-30 menit) : atrakurium, vecuronium
 * Long (30-120 menit) : tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium,
doksakurium, galamin
 - Efek terhadap kardiovaskuler
 * Tubokurarin , metokurin , mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin
dan (penghambatan ganglion)
 * pankuronium : menaikkan tekanan darah
 * suksinilkolin : aritmia jantung

 Antikolinesterase
 antagonis pelumpuh otot non depolarisasi
 1. neostigmin metilsulfat (prostigmin)
 2. pitidostigmin
 3. edrofonium
 bradikardi, hiperperistaltik,- fungsi: efek nilotinik + muskarinik hipersekresi,
bronkospasme, miosis, kontraksi vesicaurinaria
 - pemberian dibarengi SA untuk menghindari bradikardi. (2:1)

 MAC (Minimal Alveolar Concentration)
 Merupakan konsentrasi zat anestesi inhalasi dalam alveoli dimana 50% binatang tidak
memberikan respon rangsang sakit
 Halotan : 0,87%
 Eter : 1,92%
 Enfluran : 1,68%
 Isofluran : 1,15%
 Sevofluran : 1,8%

 Anestesi Lokal/ Regional
 Definisi: penggunaan obat analgetik lokal untuk blokade reversibel konduksi saraf
sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara
(reversible). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya. Penderita tetap
sadar. Mencegah DEPOLARISASI dengan blokade ion Na+ ke channel Na (blokade
konduksi); mencegah permeabilitas membran saraf terhadap ion Na+.

 Indikasi anestesi lokal:
 1. Operasi emergensi
 2. Alergi GA
 3. Pasien dengan PPOK
 4. Tindakan dimana dengan anestesi lokal akan lebih aman

 Indikasi relatif
 1. Pasien tak kooperatif
 2. Penyakit neurologi akut
 3. Laminectomi luas
 4. Scoliosis
 5. IHD

 Komplikasi:
 a. Lokal
 1. Abses
 2. Hematom
 3. Nekrosis
 b. Sistemik
 1. Intravasasi
 2. Hipersensitif
 3. Hiperabsorbsi
 4. Over dosis

 Manifestasi Klinik Komplikasi Sistemik
 a. Urtikaria - anafilaktik syok
 b. Menggigil
 c. Mual muntah
 d. Disartri
 e. Hipotensi & bradikardi

 Pada SSP
 a. Stimuli
 • Cortex : kejang, gelisah
 • Medula : hipertensi, takikardi, hiperventilasi
 b. Depresi
 • Cortex : lemah, kesadaran turun
 • Medula : hipotensi, bradikardi, hipoventilasi

 Pencegahan:
 1. Dosis minimum
 2. Hindari daerah hiperemis
 3. Infiltrasi
 4. Tes sensitivitas
 Lidokain 5% artinya terdapat lidokain 5 g dalam 100 ml pelarut (atau 50 mg/ml)

Obat-obat Anastesi Regional





 ANESTESI SPINAL
 Yaitu memasukkan larutan anestesi lokal kedalam ruang subarakhnoid yang
menyebabkan paralisis temporer syaraf
 Lokasi : L2 – S1
 Keuntungan teknik anestesi spinal :
 • Biaya relative murah
 • Perdarahan lebih berkurang
 • Mengurangi respon terhadap stress
 • Kontrol nyeri yang lebih sempurna
 • Menurunkan mortalitas pasca operasi

 Indikasi
 a. Bedah abdomen bagian bawah, misal: op hernia, apendiksitis
 b. Bedah urologi
 c. Bedah anggota gerak bagian bawah
 d. Bedah obstetri ginekologi
 e. Bedah anorectal & perianal, misal: op hemoroid

 Kontra indikasi
 • Absolut
 1. kelainan pembekuan darah (koagulopati)
 2. infeksi daerah insersi
 3. hipovolemia berat
 4. penyakit neurologis aktif
 5. pasien menolak
 • relative
 2. R. pembedahan utama tulang belakang
 3. nyeri punggung
 4. aspirin sebelum operasi
 5. Heparin preoperasi
 6. Pasien tidak kooperatif atau emosi tidak stabil


 Komplikasi
 Akut
 1. hipotensi; dikarenakan dilatasi PD max
 2. bradikardi; dikarenakan blok terlalu tinggi, berikan SA
 3. Hipoventilasi; berikan O2
 4. Mual muntah; dikarenakan hipotensi terlalu tajam, berikan epedril
 5. total spinal; obat anestesi naik ke atas, berikan GA

 Pasca tindakan
 1. nyeri tempat suntikan
 2. nyeri punggung
 3. nyeri kepala
 4. retensi urin; dikarenakan sakral terblok, so pasang kateter

 Prosedur
 a. Persiapan
 1. sama dengan persiapan general anestesi
 2. Persiapan pasien
 - Informed consent
 - Pasang monitor; ukur tanda vital
 - Pre load RL/NS 15 ml/kgBB
 3. Alat dan obat
 - Spinal nedle G 25-29
 - Spuit 3 cc/5cc/10cc
 - Lidokain 5% hiperbarik , Markain heavy
 - Efedrin, SA
 - Petidin, katapres, adrenalin
 - Obat emergency
 b. Posisi pasien
 • Pasien duduk pada meja operasi, kaki pada atas kursi & disanggah oleh seorang
pembantu, kedua tangan menyilang dada merangkul bantal. Kepala menunduk, dagu
menempel dada shg scapula bergeser ke lateral
 • Pasien yang telah tersedasi
 • Punggung pd tepi meja, fleksi paha & leher, dagu mendekati leher
 - Posisi duduk
 Keuntungan : lebih nyata, processus spinosum lebih mudah diraba, garis tengah lebih
teridentifikasi (gemuk) & posisi yang nyaman pada pasien PPOK
 c. Identifikasi tempat penyuntikan
 Lumbal : garis Krista iliaka kanan & kiri (Tuffersline) L4 / interspinosus L4-5
 d. Insersi jarum spinal
 1. Pendekatan Midline
 2. Pendekatan paramedian


 sumber:
Tentiran dan Kuliah
 Muhiman, Muhardi dr,dkk. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif FKUI
 Muttaqien, Fauzan. Menguak Misteri Kamar Bius. www.doktermudaliar.wordpress.com

Regional Anestesi pada Kistoma Ovarii


Posted by Ananta F. Benvenuto on Tuesday, October 23, 2012 Labels: Dunia Kedokteran

Pada kasus ini pasien adalah seorang wanita 40 tahun P3A0 dengan diagnosis kistoma
ovarii dan akan dilakukan kistektomi. Jenis anestesi yang digunakan adalah regional anestesi
dengan teknik SAB (Sub Arachnoid Block) pada lumbal III-IV. Pemilihan teknik anestesi
berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia (bayi, anak-anak, dewasa muda, geriatri), status
fisik, jenis dan lokasi operasi (kecil, sedang, besar), keterampilan ahli bedah, keterampilan ahli
anestesi, bahaya ledakan, dan pendidikan. Teknik sub arachnoid block ini dipilih sesuai indikasi
yaitu bedah abdomen bawah, serta tidak ada kontraindikasi baik absolut maupun relatif.
Premedikasi merupakan tindakan pemberian obat-obatan sebelum dilakukan induksi
anestesi dengan tujuan untuk memperlancar induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia.
Pada kasus ini digunakan ketorolac 30 mg dan cendantron 4 mg. Ketorolac merupakan
analgetik kuat yang setara dengan opioid sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Ketorolac
bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor
opioid pada sistem saraf pusat. Dosis ketorolac yang dianjurkan adalah 30-60 mg, dan
dilanjutkan dengan 15-30 mg setiap 6 jam dengan dosis maksimal 120 mg/hari, dan lama
pemberian terapi maksimal 5 hari. Cendantron berisi ondansetron HCl yang merupakan suatu
antagonis 5-HT3 yang sangat selektif menekan mual dan muntah. Ondansetron HCl diberikan
dengan tujuan mencegah mual dan muntah setelah operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa
tidak nyaman. Dosis ondansetron HCl yang dianjurkan yaitu 0,05 - 0,1 mg/KgBB.
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi pada kasus ini
menggunakan Decain 20 mg yang diinjeksikan ke dalam ruang subarachnoid kanalis spinalis
region antara lumbal 3-4, Decain berisi bupivacaine HCl anhydrous. Kebanyakan obat anestesi
lokal tidak memiliki efek samping maupun efek toksik secara berarti. Pemilihan obat anestesi
lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang akan dilakukan. Kerja bupivacaine adalah
menghambat konduksi saraf yang menghantarkan impuls dari saraf sensoris.
Selama anestesi berlangsung, pasien diberikan Anesfar (midazolam) 2 mg IV. Midazolam
adalah obat dengan efek anxiolitik yang merupakan turunan dari benzodiasepin, pemberian obat
ini bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien menjelang operasi dan
memberikan efek amnesia anterograde sehingga pasien tidak trauma dengan tindakan operasi.
Midazolam bekerja mendepresi sistem saraf pusat termasuk formatio retikularis dan limbik, serta
terkadang juga meningkatkan aktivitas GABA (neurotransmitter utama di otak). Dosis
midazolam yang dianjurkan adalah 1-2,5 mg. Pemberian O2 3 liter/menit ditujukan untuk
menjaga oksigenasi pasien.
Pada saat operasi, pasien merasa mual dan nafas terasa sesak. Pasien diberikan
Aminofilin 1 ampul, Difenhidramin 2 ampul, Dexamethasone 2 ampul, dan Adrenalin 1 ampul.
Oleh karena kondisi pasien masih tidak tenang, diputuskan untuk memberikan anestesi general
dengan Propofol 70 mg. Dan diberikan muscle relaxants berupa Tramus (Atracurium) 25 mg.
Sulfas Atropin diberikan 2 kali sebesar 0,5 dan 0,25 mg.
Sulfas atropine pada dosis kecil (0,25 mg) diperlukan untuk menekan sekresi saliva,
mucus bronkus dan keringat. Sulfas atropine merupakan antimuskarinik yang bekerja pada alat
yang dipersarafi serabut pascaganglion kolinergik. Pada ganglion otonom dan otot rangka,
tempat asetilkolin juga bekerja, penghambatan oleh atropine hanya terjadi pada dosis sangat
besar.
Propofol dikemas dalam cairan berwarna putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan
1% (1 ml = 10 mg). Suntikan intravena dapat menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0,2 mg/kg.
Tracrium (atrakurium / tramus) merupakan pelumpuh otot sintetik dengan masa kerja
sedang. Obat ini menghambat transmisi neurumuskuler sehingga menimbulkan kelumpuhan
pada otot rangka. Kegunaannya dalam pembedahan adalah sebagai adjuvant dalam anesthesia
untuk mendapatkan relaksasi otot rangka tetutama pada dinding abdomen sehingga manipulasi
bedah lebih mudah dilakukan. Dengan demikian anestesi dapat dilakukan dengan anestesi yang
lebih dangkal. Hal tersebut menguntungkan karena resiko depresi napas dan kardiovaskuler
akibat anesthesia dikurangi. Selain itu masa pemulihan pasca anestesi dipersingkat.

Pengelolaan cairan:
Kebutuhan cairan selama operasi
Maintenance 2cc/kg BB/jam = 40 x 2 cc x 1,75 = 140 cc
Puasa 10 jam tidak dihitung karena sejak pasien puasa sudah terpasang infuse RL
Stress operasi besar 6 cc/kg BB/jam = 40 x 6 cc x 1,75 = 420 cc
Jadi kebutuhan selama operasi = 140cc + 420cc = 560 cc

Setelah operasi diketahui jumlah perdarahan sebanyak 500 cc,


EBV (Estimated Blood Volume) dewasa wanita : 65 ml/kg BB
EBV = 65 x 40
= 2600 ml
EBV % = 500/2600 = 19%
Perdarahan yang terjadi kurang dari 20% EBV sehingga tidak perlu diberikan transfusi darah.

Kebutuhan cairan di ruang perawatan (bangsal) :


Maintenance : 2cc/ kg BB/jam
BB 40 kg : 2 x 40 kg = 80 ml/ jam
Jadi jumlah tetesan per menit jika menggunakan jarum 1 ml ≈ 20 tetes per menit adalah ( 80/60
menit) x 20 tetes = 26,6 tetes/menit

Pasien dipindahkan ke recovery room setelah operasi selesai untuk diobservasi. Bila pasien
tenang, stabil, dan bromage score ≥3 maka dapat dipindahkan ke bangsal.

BROMAGE SCORE
Skor Kriteria
1 Tidak mampu menggerakkan tungkai dan kaki (blokade penuh)
2 Hanya mampu menggerakkan kaki saja (blokade hampir penuh)
3 Hanya mampu menggerakkan tungkai saja (blokade parsial)
4 Fleksi penuh tungkai (tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha ketika
dalam posisi supine)
5 Tidak ada tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha dalam posisi supine
6 Mampu menggerak-gerakkan tungkai

(c) Copyright 2009 dr. Benvie All Rights Reserved.

Current Articles | Archives | Search


Efek Isoflurane vs Halothane terhadap Kadar Gula Darah Pasien DM
Oleh Admin Kalbe Medical
August 21, 2013 06:30
Prevalensi diabetes melitus pada dewasa dan anak telah meningkat di
seluruh dunia. Teknik anestesi dan pemilihan obat anestesi sangat penting saat menganestesi
pasien diabetes melitus (DM). Kontrol glikemik yang lebih baik pada pasien DM yang menjalani
bedah mayor, telah menunjukkan perbaikan mortalitas dan morbiditas perioperatif.

Halothane dan isoflurane menghambat sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa pada studi
hewan dan in vitro. Suatu studi hewan menunjukkan bahwa halothane dan isoflurane
menyebabkan hiperglikemia dalam derajat yang sama, namun, suatu studi observasi
menunjukkan hasil yang bertolak belakang. Oleh karena itu, dilakukan suatu studi prospektif,
acak, yang didesain untuk menilai efek anestesi dengan halothane atau isoflurane pada kadar
gula darah pada pasien DM.

Dalam studi tersebut, 60 pasien DM dengan berbagai keganasan, dengan jenis kelamin, usia,
waktu operasi dan kadar glua darah yang tidak berbeda bermakna, secara acak mendapat
anestesi dengan halothane atau isoflurane. Kadar gula darah diukur sebelum induksi dan
setiap 30 menit selama pembedahan dan kemudian setelah operasi di ruang pemulihan.

Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan kadar gula darah ditemukan 30 menit setelah
induksi anestesi, tetapi kadar gula darah lebih tinggi pada kelompok halothane. Perbedaan
tersebut bertahan selama 30 menit kemudian dan sisa durasi anestesi. Kedua kelompok
mempunyai kadar gula darah yang lebih tinggi setelah operasi dibandingkan dengan kondisi
awal, pra-anestesi, dan peningkatan tersebut lebih nyata pada kelompok halothane. Tidak
ditemukan toksisitas halothane selama perawatan di rumah sakit.

Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa meskipun efek hormon stres tidak dinilai, anestesi
halothane menyebabkan hiperglikemia dengan derajat yang lebih besar dibandingkan dengan
anestesi isoflurane. Hal ini mungkin sekunder terhadap efek penghambatan halothane yang
lebih besar terhadap sekresi insulin. (EKM)

Image: Ilustrasi
Referensi
1.Farrokhnia F, Lebaschi AH, Andalib N. A randomized clinical trial for the effects of halothane
and isoflurane anesthesia on blood glucose levels in the diabetic patients. DARU
2009;17(29):29-32.
2.McAnulty GR, Robertshaw HJ, Hall GM. Anaesthetic management of patients with diabetes
mellitus. Br. J. Anaesth. 2000;85(1):80-90. doi: 10.1093/bja/85.1.80.

Posted in: Doctor News

Jumat, 29 Agustus 2014


Kejaiban Saraf Saat Istirahat Dan Potensial Aksi Yang Dimilikinya

Dalam pembahasan sebelumnya sudah dibahas bahwa ternyata saraf-saraf kita mempunyai
tegangan listrik untuk menjalankan operasinya. Anda dapat membaca kembali tentang
keajaibannya dalam artikel sebelumnya dengan judul Tahukah Anda Bahwa Saraf Kita
Bermuatan Listrik? Sebuah kondisi yang mungkin tidak pernah kita fikirkan atau bahkan kita
tidak tahu sama sekali. Dan apapun respon kita tentang kinerja saraf dalam tubuh, baik kita tahu
ataupun tidak mereka akan tetap berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing tanpa harus
menunggu komando dari kita.

Sekarang pertanyaannya bagaimana saat sel-sel saraf itu beristirahat, dan tidak ada komunikasi
dangan sinyal yang mereka miliki?. Hal ini bukan berarti bahwa neuron tidak menjaga
kesadarannya, masing-masing bergerak, mereka selalu siap untuk mengirimkan sinyal yang
dapat diterima dari system lainnya setiap saat.
Sebuah neuron yang sedang beristirahat harus terpolarisasi. Hal tersebut berarti bahwa cairan
di dalamnya harus bermuatan negatif . Satu sel saraf memiliki potensi mengalirkan arus listrik
sekitar 70 milivolts dan melintasi membran sel. Ini disebut potensial membran atau potensial
istirahat. Meskipun terlihat begitu kecil,

mereka mampu menghasilkan tegangan sebesar 1/20 energi baterai senter kecil dan
mempunyai potensi untuk memproduksi arus listrik di seluruh membran akson.
Di luar akson, terdapat natrium dan (Na +) klorida (Cl) ion, sedangkan protein di dalam, ada diisi
dan kalium (K +) ion. Ketidakseimbangan listrik antara luar dan dalam sel, menciptakan potensi
beristirahat sepanjang membran. Ketidakseimbangan ini diciptakan oleh ion bermuatan,
diperoleh melalui membran sel yang semipermeabel untuk ion yang berbeda. Bahkan jika ion
natrium, kalium dan klorin melewati membran sel, pintu masuk molekul besar menciptakan
potensial listrik, dibatasi.

Namun, semipermeability bukan satu-satunya solusi, seperti ion kalium di dalam sel (K +) selalu
lebih tinggi jumlahnya dibandingkan dengan ion natrium (Na +), sedangkan ion natrium di luar
membran sel (Na +) selalu lebih dari ion kalium (K +). Dalam rangka untuk memastikan
keseimbangan ion yang diperlukan, tingkat intensitas dalam sel saraf, harus dikembalikan.

Sel melakukan hal ini menggunakan jenis pompa ion. Natrium-kalium pompa adalah molekul
protein besar yang membangun saluran di membran sel. Pompa ini mendapat energi dari ATP
(Adenosine triphosphate-5'-: molekul energi sel makhluk hidup yang langsung menggunakan)
dan setelah mengirim natrium (Na +) ion keluar, menerima kalium (K +) ion dalam. Dengan
demikian, untuk mempertahankan rasio ion tepat di dalam dan di luar sel. Dalam setiap
mikrometer persegi membran sel, ada beberapa 100-200 pompa natrium kalium dan masing-
masing mengirimkan 200 ion natrium saat menerima 130 ion kalium di dalam.

Potensial aksi dan transmisi sinyal Saraf

Ketika neuron didorong oleh neuron lain atau kondisi, sinyal dimulai dan setelah ini, sinyal
bergerak sepanjang akson dan membuat potensial membran sel yang akan dikembalikan.
Karena ada ribuan saluran protein atau gerbang pada membran neuron yang memungkinkan
perjalanan ion. Gerbang ini biasanya ditutup. Ketika ada sinyal, saluran sodium dibuka dan ion
natrium positif bermuatan mengalir di dalam. Dengan cara ini, bagian dalam membran sel
memiliki muatan yang lebih positif dan potensi istirahat yang dikembalikan, yang meningkatkan
potensi membran sel hingga +50 milivolt. The Mengembalikan dari biaya ini disebut 'potensial
aksi'. Selama potensial aksi, gerbang kalium dibuka dan ion kalium bermuatan positif mengalir di
luar. Ini kembali menyeimbangkan-potensi beristirahat dan bagian dalam neuron menjadi negatif
dibebankan sementara di luar menjadi positif dibebankan.

Sebuah sinyal listrik tunggal memicu semua proses ini. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan
bahwa transmisi sinyal memicu efek domino. Karena setiap domino jatuh, yang berikutnya jatuh.
Setelah sinyal dikirim, Domino berdiri kembali dan bersiap-siap untuk potensial aksi berikutnya.

Lalu lintas molekul antara sel-sel saraf terus secara konstan. Ini adalah ion dan beberapa
protein yang memberitahu lalu lintas ini untuk memindahkan atau menghentikan. Hal ini tentu
tidak mungkin bagi moelecules sadar untuk membangun sistem saraf yang menakjubkan dalam
tubuh kita dan kemudian mengatur dengan sempurna. Mereka datang bersama-sama untuk
melayani satu tujuan dalam suatu sistem. Sistem ini menarik dalam tubuh kita adalah salah satu
manifestasi dari Allah ciptaan indah dan kontrol terbatas atas segala sesuatu.(RR/tr/14)

Efek buruk Halothane (obat anestesi inhalasi)


Halothane adalah obat anestesi inhalasi berbentuk cairan bening, tak berwarana, mudah
menguap dan berbau harum.

Pemberian halothane biasanya dengan oksigen atau nitrous okside 70% serta menggunakan
vaporizer yang khusus dikalibrasi agar konsentrasi uap yang dihasilkan akurat dan mudah
dikendalikan. Halothane dikemas dalam botol berwarna gelap dan mengandung 0,01 % timol
sebagai bahan stabilisasi.

Halothane diperkenalkan pada tahun 1956 hingga 1980-an, diberikan kepada jutaan orang
dewasa dan anak-anak di seluruh dunia. Halothane tidak bisa diberikan pada pasien depresi
jantung, sebab depresi jantungnya akan bertambah parah dan berakhir gagal jantung atau
kematian. Halotan juga tidak bisa diberikan pada pasien rentan terhadap aritmia jantung.

Efek buruk yang dihasilkan Halothane adalah penyekit hepatitis , sindrom hepatitis memiliki
angka kematian sebesar 30% sampai 70%. perkiraan hasil dari metabolisme halotan menjadi
asam trifluoroacetic melalui reaksi oksidatif dalam hati. Sekitar 20% Halothane yang dihirup
akan dimetabolisme oleh hati dan produk-produk tersebut akan dikeluarkan dalam urin.

Kepedulian untuk mencegah hepatitis, menarik perhatian praktisi kesehatan, terutama


Anestesiologi, sehingga mereka membatasi penggunaan halothane, penggunaanya diganti
pada tahun 1980 dengan enfluran dan isoflurane.

Pada tahun 2005 obat anestesi inhalasi yang paling umum digunakan adalah isoflurane,
sevofluran, dan desflurane.

Anda mungkin juga menyukai