Eter ([CH3CH2]2O) adalah salah satu zat yang banyak digunakan sebagai anestesi dalam dunia
kedokteran hingga saat ini. Eter ditemukan seorang ahli kimia berkebangsaan Spanyol, Raymundus
Lullius pada tahun 1275. Lullius menamai eter "sweet vitriol". Eter pertama kali disintesis Valerius
Cordus, ilmuwan dari Jerman pada tahun 1640. Kemudian seorang ilmuwan bernama W.G. Frobenius
mengubah nama "sweet vitriol" menjadi eter pada tahun 1730. Sebelum penemuan eter, Priestly
menemukan gas nitrogen-oksida pada tahun 1777, dan berselang dua tahun dari temuannya itu, Davy
menjelaskan kegunaan gas nitrogen-oksida dalam menghilangkan rasa sakit.
Sebelum tahun 1844, gas eter maupun nitrogen-oksida banyak digunakan untuk pesta mabuk-mabukan.
Mereka menamai zat tersebut "gas tertawa", karena efek dari menghirup gas ini membuat orang tertawa
dan lupa segalanya.
Penggunaan eter atau gas nitrogen-oksida sebagai penghilang sakit dalam dunia kedokteran sebenarnya
sudah dimulai Horace Wells sejak tahun 1844. Sebagai dokter gigi, ia bereksperimen dengan nitrogen-
oksida sebagai penghilang rasa sakit kepada pasiennya saat dicabut giginya. Sayangnya usahanya
mempertontonkan di depan mahasiswa kedokteran John C. Warren di Rumah Sakit Umum Massachusetts,
Boston gagal, bahkan mendapat cemoohan. Usahanya diteruskan William Thomas Green Morton.
Morton adalah sesama dokter gigi yang sempat buka praktik bersama Horace Wells pada tahun 1842. Ia
lahir di Charlton, Massachusetts, Amerika Serikat pada tanggal 9 Agustus 1819. Pada usia 17 tahun, ia
sudah merantau ke Boston untuk berwirausaha. Beberapa tahun kemudian mengambil kuliah kedokteran
gigi di Baltimore College of Dental Surgery. Morton meneruskan kuliah di Harvard pada tahun 1844
untuk memperoleh gelar dokter. Namun karena kesulitan biaya, tidak ia teruskan. Pada tahun yang sama,
ia menikah dengan Elizabeth Whitman dan kembali membuka praktik giginya. Ia berkonsentrasi dalam
membuat dan memasang gigi palsu serta cabut gigi. Suatu pekerjaan yang membutuhkan cara
menghilangkan rasa sakit.
Morton berpikir untuk menggunakan gas nitrogen-oksida dalam praktiknya sebagaimana yang dilakukan
Wells. Kemudian ia meminta gas nitrogen-oksida kepada Charles Jackson, seorang ahli kimia ternama di
sekolah kedokteran Harvard. Namun Jackson justru menyarankan eter sebagai pengganti gas nitrogen-
oksida.
Morton menemukan efek bius eter lebih kuat dibanding gas nitrogen-oksida. Bahkan pada tahun 1846
Morton mendemonstrasikan penggunaan eter dalam pembedahan di rumah sakit umum Massachusetts.
Saat pasien dokter Warren telah siap, Morton mengeluarkan gas eter (atau disebutnya gas letheon) yang
telah dikemas dalam suatu kantong gas yang dipasang suatu alat seperti masker. Sesaat pasien yang
mengidap tumor tersebut hilang kesadaran dan tertidur. Dokter Warren dengan sigap mengoperasi tumor
dan mengeluarkannya dari leher pasien hingga operasi selesai tanpa hambatan berarti.
Tanggal 16 Oktober 1846 menjadi hari bersejarah bagi dunia kedokteran. Demonstrasi Morton berhasil
dengan baik dan memicu penggunaan eter sebagai anestesi secara besar-besaran. Revolusi pembedahan
dimulai dan eter sebagai anestesi dipakai hingga saat ini. Ia bukanlah yang pertama kali menggunakan
anestesia, namun berkat usahanyalah anestesia diakui dunia kedokteran. Wajar jika Morton masuk dalam
100 orang paling berpengaruh dalam sejarah dunia dalam buku yang ditulis William H. Hart beberapa
tahun yang lalu.
Di balik kesuksesan zat anestesi dalam membius pasien, para penemu dan penggagas zat anestesi telah
terbius ketamakan mereka untuk memiliki dan mendapatkan penghasilan dari paten anestesi yang telah
digunakan seluruh dokter di seluruh bagian dunia.
Terjadilah perseteruan di antara Morton, Wells, dan Jackson. Masing-masing mengklaim zat anestesi
adalah hasil penemuannya. Di tempat berbeda, seorang dokter bernama Crawford W. Long telah
menggunakan eter sebagai zat anestesi sejak tahun 1842, empat tahun sebelum Morton memublikasikan
ke masyarakat luas. Ia telah menggunakan eter di setiap operasi bedahnya. Sayang, ia tidak
memublikasikannya, hanya mempraktikkan untuk pasien-pasiennya. Sementara ketiga dokter dan
ilmuwan yang awalnya adalah tiga sahabat itu mulai besar kepala, dokter Long tetap menjalankan
profesinya sebagai dokter spesialis bedah.
Wells, Morton, dan Jackson menghabiskan hidupnya demi pengakuan dari dunia bahwa zat anestesi
merupakan hasil temuannya. Morton selama dua puluh tahun menghabiskan waktu dan uangnya untuk
mempromosikan hasil temuannya. Ia mengalami masalah meskipun ia telah mendaftarkan hak patennya di
lembaga paten Amerika Serikat (U.S. Patent No. 4848, November 12, 1846). Ketika tahun 1847 dunia
kedokteran mengetahui, zat yang digunakan adalah eter yang telah digunakan sejak abad 16, Morton tidak
memiliki dasar hukum yang kuat untuk mendapat keuntungan dari patennya. Jackson juga mengklaim,
dirinya juga berhak atas penemuan tersebut.
Ketika Akademi Kedokteran Prancis menganugerahkan penghargaan Monthyon yang bernilai 5.000 frank
pada tahun 1846, Morton menolak untuk membaginya dengan Jackson. Ia mengklaim, penemuan tersebut
adalah miliknya pribadi. Sementara itu, Wells mencoba eksperimen dengan zat lain (kloroform) sebagai
bahan anestesi.
Selama bertahun-tahun Morton menghabiskan waktu dan materi untuk mengklaim patennya. Ia mulai stres
dan tidak memedulikan lagi klinik giginya. Morton meninggal tanggal 15 Juli 1868 di usia 49 tahun di
Rumah Sakit St. Luke's, New York. Begitu juga dengan Jackson yang meninggal dalam keadaan gila dan
Wells yang meninggal secara mengenaskan dengan cara bunuh diri.(Dewi Marthaningtyas:"Terbius
Memburu Paten Gas Tertawa", Cakrawala, 2005).
Bermacam obat bius yang digunakan dalam anestesi saat ini seperti:
Pemeriksaan Fisik
Penyakit Pernafasan
• Penyakit saluran nafas dan paru-paru mempengaruhi oksigenasi, eliminasi
karbondioksida, ambilan gas-gas inhalasi dan meningkatkan insidens infeksi
pascaoperasi.
• Bronkospasme berat yang mengancam jiwa kadang-kadang timbul pada pasien asma
atau pecandu nikotin.
• Penundaan operasi elektif pada pasien yang menderita infeksi saluran nafas atas
karena efek obat sedative dan atropine, dan penurunan respons imunologi yang terjadi
karena anestesi umum dapat meningkatkan resiko infeksi dada pascaoperasi
Diabetes Mellitus
hampir semua obat anestesi bersifat meningkatkan glukosa darah. Penderita diabetes
yang tidak stabil seharusnya tidak dianestesi untuk pembedahan elektif, kecuali jika
kondisi bedah itu sendiri merupakan penyebab ketidakstabilan tersebut.
Penyakit Hati
Metabolisme obat-obatan anestesi akan terganggu akibat adanya gagal hati. Obat-
obatan analgesic dan sedative juga menjadi memiliki masa kerja yang panjang karena
metabolisme oleh otak juga berubah karena penyakit hati.
Anestesi pada pasien ikterus mempunyai dua resiko nyata. Pertama adalah perdarahan
akibat kekurangan protrombin. Resiko yang kedua adalah gagal ginjal akibat bilirubin
yang berakumulasi pada tubulus renalis
ANESTESI SPINAL
Yaitu memasukkan larutan anestesi lokal kedalam ruang subarakhnoid yang
menyebabkan paralisis temporer syaraf
Lokasi : L2 – S1
Keuntungan teknik anestesi spinal :
• Biaya relative murah
• Perdarahan lebih berkurang
• Mengurangi respon terhadap stress
• Kontrol nyeri yang lebih sempurna
• Menurunkan mortalitas pasca operasi
Indikasi
a. Bedah abdomen bagian bawah, misal: op hernia, apendiksitis
b. Bedah urologi
c. Bedah anggota gerak bagian bawah
d. Bedah obstetri ginekologi
e. Bedah anorectal & perianal, misal: op hemoroid
Kontra indikasi
• Absolut
1. kelainan pembekuan darah (koagulopati)
2. infeksi daerah insersi
3. hipovolemia berat
4. penyakit neurologis aktif
5. pasien menolak
• relative
2. R. pembedahan utama tulang belakang
3. nyeri punggung
4. aspirin sebelum operasi
5. Heparin preoperasi
6. Pasien tidak kooperatif atau emosi tidak stabil
Komplikasi
Akut
1. hipotensi; dikarenakan dilatasi PD max
2. bradikardi; dikarenakan blok terlalu tinggi, berikan SA
3. Hipoventilasi; berikan O2
4. Mual muntah; dikarenakan hipotensi terlalu tajam, berikan epedril
5. total spinal; obat anestesi naik ke atas, berikan GA
Pasca tindakan
1. nyeri tempat suntikan
2. nyeri punggung
3. nyeri kepala
4. retensi urin; dikarenakan sakral terblok, so pasang kateter
Prosedur
a. Persiapan
1. sama dengan persiapan general anestesi
2. Persiapan pasien
- Informed consent
- Pasang monitor; ukur tanda vital
- Pre load RL/NS 15 ml/kgBB
3. Alat dan obat
- Spinal nedle G 25-29
- Spuit 3 cc/5cc/10cc
- Lidokain 5% hiperbarik , Markain heavy
- Efedrin, SA
- Petidin, katapres, adrenalin
- Obat emergency
b. Posisi pasien
• Pasien duduk pada meja operasi, kaki pada atas kursi & disanggah oleh seorang
pembantu, kedua tangan menyilang dada merangkul bantal. Kepala menunduk, dagu
menempel dada shg scapula bergeser ke lateral
• Pasien yang telah tersedasi
• Punggung pd tepi meja, fleksi paha & leher, dagu mendekati leher
- Posisi duduk
Keuntungan : lebih nyata, processus spinosum lebih mudah diraba, garis tengah lebih
teridentifikasi (gemuk) & posisi yang nyaman pada pasien PPOK
c. Identifikasi tempat penyuntikan
Lumbal : garis Krista iliaka kanan & kiri (Tuffersline) L4 / interspinosus L4-5
d. Insersi jarum spinal
1. Pendekatan Midline
2. Pendekatan paramedian
sumber:
Tentiran dan Kuliah
Muhiman, Muhardi dr,dkk. Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anastesiologi dan Terapi
Intensif FKUI
Muttaqien, Fauzan. Menguak Misteri Kamar Bius. www.doktermudaliar.wordpress.com
Pada kasus ini pasien adalah seorang wanita 40 tahun P3A0 dengan diagnosis kistoma
ovarii dan akan dilakukan kistektomi. Jenis anestesi yang digunakan adalah regional anestesi
dengan teknik SAB (Sub Arachnoid Block) pada lumbal III-IV. Pemilihan teknik anestesi
berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia (bayi, anak-anak, dewasa muda, geriatri), status
fisik, jenis dan lokasi operasi (kecil, sedang, besar), keterampilan ahli bedah, keterampilan ahli
anestesi, bahaya ledakan, dan pendidikan. Teknik sub arachnoid block ini dipilih sesuai indikasi
yaitu bedah abdomen bawah, serta tidak ada kontraindikasi baik absolut maupun relatif.
Premedikasi merupakan tindakan pemberian obat-obatan sebelum dilakukan induksi
anestesi dengan tujuan untuk memperlancar induksi, rumatan dan bangun dari anesthesia.
Pada kasus ini digunakan ketorolac 30 mg dan cendantron 4 mg. Ketorolac merupakan
analgetik kuat yang setara dengan opioid sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Ketorolac
bekerja dengan cara menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor
opioid pada sistem saraf pusat. Dosis ketorolac yang dianjurkan adalah 30-60 mg, dan
dilanjutkan dengan 15-30 mg setiap 6 jam dengan dosis maksimal 120 mg/hari, dan lama
pemberian terapi maksimal 5 hari. Cendantron berisi ondansetron HCl yang merupakan suatu
antagonis 5-HT3 yang sangat selektif menekan mual dan muntah. Ondansetron HCl diberikan
dengan tujuan mencegah mual dan muntah setelah operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa
tidak nyaman. Dosis ondansetron HCl yang dianjurkan yaitu 0,05 - 0,1 mg/KgBB.
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi anestesi pada kasus ini
menggunakan Decain 20 mg yang diinjeksikan ke dalam ruang subarachnoid kanalis spinalis
region antara lumbal 3-4, Decain berisi bupivacaine HCl anhydrous. Kebanyakan obat anestesi
lokal tidak memiliki efek samping maupun efek toksik secara berarti. Pemilihan obat anestesi
lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang akan dilakukan. Kerja bupivacaine adalah
menghambat konduksi saraf yang menghantarkan impuls dari saraf sensoris.
Selama anestesi berlangsung, pasien diberikan Anesfar (midazolam) 2 mg IV. Midazolam
adalah obat dengan efek anxiolitik yang merupakan turunan dari benzodiasepin, pemberian obat
ini bertujuan untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan pasien menjelang operasi dan
memberikan efek amnesia anterograde sehingga pasien tidak trauma dengan tindakan operasi.
Midazolam bekerja mendepresi sistem saraf pusat termasuk formatio retikularis dan limbik, serta
terkadang juga meningkatkan aktivitas GABA (neurotransmitter utama di otak). Dosis
midazolam yang dianjurkan adalah 1-2,5 mg. Pemberian O2 3 liter/menit ditujukan untuk
menjaga oksigenasi pasien.
Pada saat operasi, pasien merasa mual dan nafas terasa sesak. Pasien diberikan
Aminofilin 1 ampul, Difenhidramin 2 ampul, Dexamethasone 2 ampul, dan Adrenalin 1 ampul.
Oleh karena kondisi pasien masih tidak tenang, diputuskan untuk memberikan anestesi general
dengan Propofol 70 mg. Dan diberikan muscle relaxants berupa Tramus (Atracurium) 25 mg.
Sulfas Atropin diberikan 2 kali sebesar 0,5 dan 0,25 mg.
Sulfas atropine pada dosis kecil (0,25 mg) diperlukan untuk menekan sekresi saliva,
mucus bronkus dan keringat. Sulfas atropine merupakan antimuskarinik yang bekerja pada alat
yang dipersarafi serabut pascaganglion kolinergik. Pada ganglion otonom dan otot rangka,
tempat asetilkolin juga bekerja, penghambatan oleh atropine hanya terjadi pada dosis sangat
besar.
Propofol dikemas dalam cairan berwarna putih susu bersifat isotonic dengan kepekatan
1% (1 ml = 10 mg). Suntikan intravena dapat menyebabkan nyeri, sehingga beberapa detik
sebelumnya dapat diberikan lidokain 1-2 mg/kg intravena. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena 4-12 mg/kg/jam dan dosis sedasi untuk
perawatan intensif 0,2 mg/kg.
Tracrium (atrakurium / tramus) merupakan pelumpuh otot sintetik dengan masa kerja
sedang. Obat ini menghambat transmisi neurumuskuler sehingga menimbulkan kelumpuhan
pada otot rangka. Kegunaannya dalam pembedahan adalah sebagai adjuvant dalam anesthesia
untuk mendapatkan relaksasi otot rangka tetutama pada dinding abdomen sehingga manipulasi
bedah lebih mudah dilakukan. Dengan demikian anestesi dapat dilakukan dengan anestesi yang
lebih dangkal. Hal tersebut menguntungkan karena resiko depresi napas dan kardiovaskuler
akibat anesthesia dikurangi. Selain itu masa pemulihan pasca anestesi dipersingkat.
Pengelolaan cairan:
Kebutuhan cairan selama operasi
Maintenance 2cc/kg BB/jam = 40 x 2 cc x 1,75 = 140 cc
Puasa 10 jam tidak dihitung karena sejak pasien puasa sudah terpasang infuse RL
Stress operasi besar 6 cc/kg BB/jam = 40 x 6 cc x 1,75 = 420 cc
Jadi kebutuhan selama operasi = 140cc + 420cc = 560 cc
Pasien dipindahkan ke recovery room setelah operasi selesai untuk diobservasi. Bila pasien
tenang, stabil, dan bromage score ≥3 maka dapat dipindahkan ke bangsal.
BROMAGE SCORE
Skor Kriteria
1 Tidak mampu menggerakkan tungkai dan kaki (blokade penuh)
2 Hanya mampu menggerakkan kaki saja (blokade hampir penuh)
3 Hanya mampu menggerakkan tungkai saja (blokade parsial)
4 Fleksi penuh tungkai (tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha ketika
dalam posisi supine)
5 Tidak ada tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha dalam posisi supine
6 Mampu menggerak-gerakkan tungkai
Halothane dan isoflurane menghambat sekresi insulin yang diinduksi oleh glukosa pada studi
hewan dan in vitro. Suatu studi hewan menunjukkan bahwa halothane dan isoflurane
menyebabkan hiperglikemia dalam derajat yang sama, namun, suatu studi observasi
menunjukkan hasil yang bertolak belakang. Oleh karena itu, dilakukan suatu studi prospektif,
acak, yang didesain untuk menilai efek anestesi dengan halothane atau isoflurane pada kadar
gula darah pada pasien DM.
Dalam studi tersebut, 60 pasien DM dengan berbagai keganasan, dengan jenis kelamin, usia,
waktu operasi dan kadar glua darah yang tidak berbeda bermakna, secara acak mendapat
anestesi dengan halothane atau isoflurane. Kadar gula darah diukur sebelum induksi dan
setiap 30 menit selama pembedahan dan kemudian setelah operasi di ruang pemulihan.
Hasilnya menunjukkan bahwa peningkatan kadar gula darah ditemukan 30 menit setelah
induksi anestesi, tetapi kadar gula darah lebih tinggi pada kelompok halothane. Perbedaan
tersebut bertahan selama 30 menit kemudian dan sisa durasi anestesi. Kedua kelompok
mempunyai kadar gula darah yang lebih tinggi setelah operasi dibandingkan dengan kondisi
awal, pra-anestesi, dan peningkatan tersebut lebih nyata pada kelompok halothane. Tidak
ditemukan toksisitas halothane selama perawatan di rumah sakit.
Dari hasil studi tersebut disimpulkan bahwa meskipun efek hormon stres tidak dinilai, anestesi
halothane menyebabkan hiperglikemia dengan derajat yang lebih besar dibandingkan dengan
anestesi isoflurane. Hal ini mungkin sekunder terhadap efek penghambatan halothane yang
lebih besar terhadap sekresi insulin. (EKM)
Image: Ilustrasi
Referensi
1.Farrokhnia F, Lebaschi AH, Andalib N. A randomized clinical trial for the effects of halothane
and isoflurane anesthesia on blood glucose levels in the diabetic patients. DARU
2009;17(29):29-32.
2.McAnulty GR, Robertshaw HJ, Hall GM. Anaesthetic management of patients with diabetes
mellitus. Br. J. Anaesth. 2000;85(1):80-90. doi: 10.1093/bja/85.1.80.
Dalam pembahasan sebelumnya sudah dibahas bahwa ternyata saraf-saraf kita mempunyai
tegangan listrik untuk menjalankan operasinya. Anda dapat membaca kembali tentang
keajaibannya dalam artikel sebelumnya dengan judul Tahukah Anda Bahwa Saraf Kita
Bermuatan Listrik? Sebuah kondisi yang mungkin tidak pernah kita fikirkan atau bahkan kita
tidak tahu sama sekali. Dan apapun respon kita tentang kinerja saraf dalam tubuh, baik kita tahu
ataupun tidak mereka akan tetap berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing tanpa harus
menunggu komando dari kita.
Sekarang pertanyaannya bagaimana saat sel-sel saraf itu beristirahat, dan tidak ada komunikasi
dangan sinyal yang mereka miliki?. Hal ini bukan berarti bahwa neuron tidak menjaga
kesadarannya, masing-masing bergerak, mereka selalu siap untuk mengirimkan sinyal yang
dapat diterima dari system lainnya setiap saat.
Sebuah neuron yang sedang beristirahat harus terpolarisasi. Hal tersebut berarti bahwa cairan
di dalamnya harus bermuatan negatif . Satu sel saraf memiliki potensi mengalirkan arus listrik
sekitar 70 milivolts dan melintasi membran sel. Ini disebut potensial membran atau potensial
istirahat. Meskipun terlihat begitu kecil,
mereka mampu menghasilkan tegangan sebesar 1/20 energi baterai senter kecil dan
mempunyai potensi untuk memproduksi arus listrik di seluruh membran akson.
Di luar akson, terdapat natrium dan (Na +) klorida (Cl) ion, sedangkan protein di dalam, ada diisi
dan kalium (K +) ion. Ketidakseimbangan listrik antara luar dan dalam sel, menciptakan potensi
beristirahat sepanjang membran. Ketidakseimbangan ini diciptakan oleh ion bermuatan,
diperoleh melalui membran sel yang semipermeabel untuk ion yang berbeda. Bahkan jika ion
natrium, kalium dan klorin melewati membran sel, pintu masuk molekul besar menciptakan
potensial listrik, dibatasi.
Namun, semipermeability bukan satu-satunya solusi, seperti ion kalium di dalam sel (K +) selalu
lebih tinggi jumlahnya dibandingkan dengan ion natrium (Na +), sedangkan ion natrium di luar
membran sel (Na +) selalu lebih dari ion kalium (K +). Dalam rangka untuk memastikan
keseimbangan ion yang diperlukan, tingkat intensitas dalam sel saraf, harus dikembalikan.
Sel melakukan hal ini menggunakan jenis pompa ion. Natrium-kalium pompa adalah molekul
protein besar yang membangun saluran di membran sel. Pompa ini mendapat energi dari ATP
(Adenosine triphosphate-5'-: molekul energi sel makhluk hidup yang langsung menggunakan)
dan setelah mengirim natrium (Na +) ion keluar, menerima kalium (K +) ion dalam. Dengan
demikian, untuk mempertahankan rasio ion tepat di dalam dan di luar sel. Dalam setiap
mikrometer persegi membran sel, ada beberapa 100-200 pompa natrium kalium dan masing-
masing mengirimkan 200 ion natrium saat menerima 130 ion kalium di dalam.
Ketika neuron didorong oleh neuron lain atau kondisi, sinyal dimulai dan setelah ini, sinyal
bergerak sepanjang akson dan membuat potensial membran sel yang akan dikembalikan.
Karena ada ribuan saluran protein atau gerbang pada membran neuron yang memungkinkan
perjalanan ion. Gerbang ini biasanya ditutup. Ketika ada sinyal, saluran sodium dibuka dan ion
natrium positif bermuatan mengalir di dalam. Dengan cara ini, bagian dalam membran sel
memiliki muatan yang lebih positif dan potensi istirahat yang dikembalikan, yang meningkatkan
potensi membran sel hingga +50 milivolt. The Mengembalikan dari biaya ini disebut 'potensial
aksi'. Selama potensial aksi, gerbang kalium dibuka dan ion kalium bermuatan positif mengalir di
luar. Ini kembali menyeimbangkan-potensi beristirahat dan bagian dalam neuron menjadi negatif
dibebankan sementara di luar menjadi positif dibebankan.
Sebuah sinyal listrik tunggal memicu semua proses ini. Oleh karena itu, kita dapat mengatakan
bahwa transmisi sinyal memicu efek domino. Karena setiap domino jatuh, yang berikutnya jatuh.
Setelah sinyal dikirim, Domino berdiri kembali dan bersiap-siap untuk potensial aksi berikutnya.
Lalu lintas molekul antara sel-sel saraf terus secara konstan. Ini adalah ion dan beberapa
protein yang memberitahu lalu lintas ini untuk memindahkan atau menghentikan. Hal ini tentu
tidak mungkin bagi moelecules sadar untuk membangun sistem saraf yang menakjubkan dalam
tubuh kita dan kemudian mengatur dengan sempurna. Mereka datang bersama-sama untuk
melayani satu tujuan dalam suatu sistem. Sistem ini menarik dalam tubuh kita adalah salah satu
manifestasi dari Allah ciptaan indah dan kontrol terbatas atas segala sesuatu.(RR/tr/14)
Pemberian halothane biasanya dengan oksigen atau nitrous okside 70% serta menggunakan
vaporizer yang khusus dikalibrasi agar konsentrasi uap yang dihasilkan akurat dan mudah
dikendalikan. Halothane dikemas dalam botol berwarna gelap dan mengandung 0,01 % timol
sebagai bahan stabilisasi.
Halothane diperkenalkan pada tahun 1956 hingga 1980-an, diberikan kepada jutaan orang
dewasa dan anak-anak di seluruh dunia. Halothane tidak bisa diberikan pada pasien depresi
jantung, sebab depresi jantungnya akan bertambah parah dan berakhir gagal jantung atau
kematian. Halotan juga tidak bisa diberikan pada pasien rentan terhadap aritmia jantung.
Efek buruk yang dihasilkan Halothane adalah penyekit hepatitis , sindrom hepatitis memiliki
angka kematian sebesar 30% sampai 70%. perkiraan hasil dari metabolisme halotan menjadi
asam trifluoroacetic melalui reaksi oksidatif dalam hati. Sekitar 20% Halothane yang dihirup
akan dimetabolisme oleh hati dan produk-produk tersebut akan dikeluarkan dalam urin.
Pada tahun 2005 obat anestesi inhalasi yang paling umum digunakan adalah isoflurane,
sevofluran, dan desflurane.