ILEUS OBSTRUKTIF
Pembimbing :
Dr. Harry Sugiarto Sp. B
Oleh :
Fitria Rizki
1102014108
Dengan mengucapkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menampilkan referat yang berjudul “Ileus
Obstruktif”. Adapun referat ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik di bagian Ilmu Bedah Rumah Sakit Bhayangkara TK.I R. Said Sukanto
Terwujudnya referat ini merupakan berkat bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Harry Sugiarto,
Sp.B selaku pembimbing dalam penyusunan referat ini dan sebagai salah satu pembimbing
kepaniteraan klinik Ilmu Bedah serta teman-teman Kepaniteraan yang ikut membantu
memberikan dorongan semangat serta moril. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang
sebesar-besarnya atas bantuan yang diberikan selama ini.
Akhir kata, penulis menyadari referat ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga penyusunan
referat ini dapat menjadi lebih baik. Dengan mengucapkan alhamdulillahi rabbil ‘alaamiin,
semoga Allah SWT selalui meridhai kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita
semua.
2
Fitria Rizki
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut
yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu ileus obstruksi dan
ileus paralitik. Ileus obstruksi merupakan kegawatdarurataan abdomen dan merupakan 60-70%
dari seluruh kasus akut abdomen diluar appendisitis akut.
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik. Obstruksi usus dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian
dinding usus, diluar usus, maupun di lumen usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut maupun
kronis, parsial maupun total. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering adalah karsinoma,
terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Sebagian besar obstruksi mengenai
usus halus. Obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi atau
sumbatan di dalam lumen usus. 75% dari kasus obstruksi usus halus disebabkan oleh adhesi
intraabdominal pasca operasi. Penyebab tersering lainnya adalah hernia inkarserata dan
penyakit Chron.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dini dan tindakan pembadahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.(1,2,3)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al, ditemukan 60%
penderita yang mengalami ileus obstruktif rata – rata berumur sekitar 16 – 98 tahun dengan
perbandingan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki – laki (Markogiannakis et
al., 2007).
4
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS
A. Anatomi
Usus Halus
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat, dan membentang dari
pilorus hingga katup ileosekal dengan panjang sekitar 6,3m (21 kaki) dengan diameter
kecil 2,5 cm (1inci). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu duodenum, jejenum, dan
ileum.(1,4)
2. Pars descenden duodenum terletak pada garis vertical dari apex pars superior duodeni
sampai sepertiga bagian horizontal. Pada bagian medialnya terdapat ductus
choledocus dan ductus pancreaticus wirsungi. Terletak di retroperitoneum.
3. Pars horizontalis duodenum, melintasi garis setinggi vertebra lumbalis ketiga. Serta
terletak di bagian depan vena cava inferior.
4. Pars ascendens duodenum, terletak di anterior kiri aorta. Terdapat ligamentum treitz
yang memfiksasi pada bagian kaudal.
5
Duodenum diperdarahi terutama oleh arteri gastroduodenalis dan
cabangnya yaitu arteri pankreatikoduodenalis superior yang beranastomosis
dengan arteri pancreaticoduodenalis inferior (cabang pertama dari arteri
mesentrica superior). Darah dikembalikan melalui vena pankreatikoduodenalis
yang bermuara ke vena mesenterika superior. Pembuluh limfe mengalir melalui
pembuluh limfe mesenteric, ke cisterna chyli lalu menuju ducutus thoracicus dan
ke vena subklavia kiri. Persarafan duodenum diatur oleh parasimpatis dan
simpatis yang berasa dari nervus vagus dan nervus splanchnic.(1,3)
6
Perdarahan jejenum dan ileum berasal dari arteri mesenterika superior
yang dicabangkan dari aorta tepat dibawah arteri celiaca. Cabang cabang arteri
jejenal dan ileal muncul dari arteri mesenterka superior sebelah kiri. Mereka
saling beranastomosis dan membentuk arkade yang disebut vasa recta, yang
menyupai jejenum dan ileum dan terbentang diantarata mesenterium, jejenum
memiliki arkade lebih sedikit namun vasa recta yang lebih panjang. Sedangkan
ileum memiliki 4-5 arkade dan vasa recta yang lebih pendek. Bagian ileum
terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika.(1,5)
Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis propria, dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari vili, yang
memperluas permukaan untuk absorpsi, sel goblet, kripta Lieberkuhn, lamina
propria, dan mucosa muskularis.
Lapisan submukosa terdiri dari pembuluh darah dan pleksus Meissner. Lapoisan
muskularis propria terdiri dari lapisan otot yaitu lapisan otot sirkular dan lapisan
otot longitudinal dan pleksus myenteric Auerbach. Lapisan serosa menyelimuti
organ dalam rongga peritoneum yang disebut peritoneum visceral.(5)
KOLON
Kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5m yang
terbentang dari sekum hingga rektum. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon
asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan rektum. Kolon
transversum dan kolon sigmoid memiliki penggantung sendiri yang disebut
mesokolon tranversum dan mesocolon sigmoid, sehingga letaknya
intraperitoneal. Sedangkan kolon asending dan desending letaknya sebagian
intraperitoneal dan sebagian retroperitoneal.(6,7)
8
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus
splangnikus dan pleksus presakralis, sedangkan serabut parasimpatis berasal dari
nervus vagus.(7)
B. FISIOLOGI USUS
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan penyerapan
nutrisi, air, elektrolit, dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung
oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung terhadap makanan
yang masuk. Proses ini berlanjut ke dalam duodenum terutama oleh kerja enzim enzim
pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat memberikan perlindungan terhadap asam dan
memberikan pH optimal untuk kerja enzi-enzim. .(1,4)
Segmentasi, yaitu metode utama usus halus, secara merata mencampur makanan
dengan getah pankreas, empedu, dan usus halus untuk mempermudah
pencernaan.Segmentasi terdiri dari kontraksi otot polos sirkuler berbentuk cincin di
sepanjang usus halus. Dalam beberapa detik, segmen yang berkontraksi akan melemas,
dan daerah yang sebelumnya melemas akan berkontraksi. Kontraksi yang berosilasi ini
mencampur secara merata kimus dengan getah pencernaan yang disekresikan ke dalam
lumen usus dan memajankan seluruh kimus ke permukaan absorptif mukosa usus halus.
Kontraksi segmental diawali oleh sel pemacu usus halus, yang menghasilkan BER
(basic electric rythm) Kecepatan segmentasi di duodenum adalah dua belas kali per
menit, dan di ileum terminal hanya sembilan kali per menit. Gerakan peristaltik ini
mendorong kimus ke arah kolon. (4)
Getah yang dikeluarkan oleh usus halus yang disebut sukus enterikus tidak
mengandung eenzim pencernaan apapun. Enzim-enzim pencernaan yang disintesis oleh
usus halus bekerja secara intrasel di dalam membran brush border sel epitel. Enzim-
enzim ini menyelesaikan pencernaan karbohidrat dan protein sebelum masuk ke dalam
darah.(4)
9
Pencernaan lemak terjadi di lumen usus halus oleh lipase pankreas. Karena tidak
larut air, produk pencernaan lemak harus mengalami beberapa transformasi yang
memungkinkan diserap secara pasif dan masuk ke limfe. Sebagian besar garam empedu
dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam duodenum untuk membantu pencernaan
lemak, yang akan direabsorpsi dalam ileum terminal dan masuk kembali ke hati. (4)
Mukosa usus halus memiliki adaptasi tinggi terhadap fungsi pencernaan dan
penyerapan. Lapisan ini membentuk lipatan-lipatan yang mengandung banyak tonjolan
berbentuk jari,vilus, yang juga terdapat mikrovilus / brush border. Vilus dan mikrovilus
ini meningkatkan luas permukaan yang teredia untuk menyimpan enzim enzim dan
untuk melaksanakan penyerapan aktif dan pasif. Mukosa usus ini diganti setiap 3 hari
untuk memastikan adanya sel sel epitel yang sehat dan fungsional.(4)
Usus halus menyerap hampir semua nutrisi dari makanan yang masuk dan getah
pencernaan yaitu sekitar 9 L per hari, dalam bentuk H2O dan zat zat terlarut termasuk
vitamin, elektrolit, hanya sejumlah kecil cairan dan residu makanan yang tidak dapat
diserap (sekitar 500ml) yang lolos ke usus besar. Sebagian besar penyerapan
berlangsung di duodenum dan jejenum, sangat sedikit yang berlangsung di ileum karena
sebagian besar penyerapan sudah selesai sebelum isi lumen sampai ke ileum. Bila ileum
terminal diangkat, penyerapan vitamin B12 dn garam emepedu akan terganggu karena
mekanisnme transportasi kusus hannya terdapat pada daerah ini.(1,4)
Di pertemuan antara usus halus dan usus besar, yaitu ileum terminal, akan
mengosongkan isisnya ke dalam sekum. Pertemuan ini membentuk katup ileosekum
yang dikelilingi oeh otot polos tebal, sfingter ileosekum. Tekanan di sisi sekum
mendorong katup tertutup dan menyebabkan sfingter berkontraksi. Hal ini mencegah isi
kolon yang penuh bakteri mencemari usus halus yang kaya akan nutrien. Sebagai respon
terhadap tekanan di sisi ileum dan terhadap hormon gastrin yang disekresikan sewaktu
makanan baru masuk ke lambung, sfingter membuka dan memungkinkan isi ileum
memasuki usus besar.(4)
10
Dalam keadaan normal, kolon menerima sekitar 500ml kimus dari usus halus
setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang tidak
dapat dicerna (misal selulosa), empedu yang tidak dapat diserap, dan sisa cairan. Kolon
mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya kemudian memekatkan dan
menyimpan residu makanan sampai mereka dapat dieliminasi dari tubuh sebagai feses.
(4)
Gerakan dalam kolon (kontraksi haustrae) bergerak lambat untuk mengaduk isi
kolon maju mundur untuk menyelesaikan penyerapan sisa cairan dan elektrolit.
Umumnya setelah makan, tiga sampai empat kali sehari terjadi peningkatan motilitas
pada segmen kolon asenden dan tranversum. Kontraksi usus yang disebut mass
movement ini mendorong isi kolon ke bagian distal. Mass movement ini terjadi akibat
refleks gastrokolon, yang diperantarai hormon gastrin dan saraf otonom ekstrinsik.
Refleks ini mendorong isi kolon ke dalam rektum yang memicu refleks defekasi. Refleks
ini disebabkan untuk sfingter anus internus yang melemas dan rektum serta sigmoid
untuk berkontraksi lebih kuat. Refleks ini dapat dengan secara sengaja dihentikan
dengan kontraksi sfingter anus eksternus. (4)
11
BAB III
ILEUS OBSTRUKTIF
A. DEFINISI
Ileus obstruksi merupakan gangguan mekanik baik parsial maupun total dari
pasase isi usus. Ileus obstuktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal ini menyebabkan pasase lumen usus
tergangggu.(8)
Ileus obstruksi disebut juga obstruksi lumen usus, disebut demikian apabila
disebabkan oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Pada
obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi. Obstruksi
sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada
strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat, yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan
kombinasi gejala obstruksi dengan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis.
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin
sekali disertai strangulasi. Sedangkan obstruksi oleh tumor atau obstruksi oleh cacing
askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi. (9)
B. EPIDEMIOLOGI
Ileus obstruksi merupakan kelainan bedah yang paling sering ditemui pada usus
halus. Adhesi intraabdominal pasca operasi merupakan etiologi yang paling sering yaitu
12
75% dari seluruh kasus. Etiologi yang sering lainnya adalah hernia dan penyakit Crohn.
Pada kolon, kanker merupakan penyebab tersering darri ileus obstruksi. Penyebab
lainnya meliputi menyempitnya lumen usus karena diverkulitis atau penyakit infeksi
usus.(3,10)
C. KLASIFIKASI
13
Ileus obstruktif dibagi lagi menjadi tiga jenis dasar (Sjamsuhidajat & Jong,
2005):
1. Ileus obstruktif sederhana, dimana obstruksi tidak disertai dengan terjepitnya
pembuluh darah.
2. Ileus obstruktif strangulasi, dimana obstruksi yang disertai adanya penjepitan
pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau
gangren yang ditandai dengan gejala umum berat yang disebabkan oleh toksin dari
jaringan gangren.
3. Ileus obstruktif jenis gelung tertutup, dimana terjadi bila jalan masuk dan keluar suatu
gelung usus tersumbat, dimana paling sedikit terdapat dua tempat obstruksi.
Untuk keperluan klinis dan berdasarkan letak sumbatan, ileus obstruktif
dibagi dua (Ullah et al., 2009):
1. Ileus obstruktif usus halus, yaitu obstruksi letak tinggi dimana mengenai duodenum,
jejunum dan ileum
2. Ileus obstruktif usus besar, yaitu obstruksi letak rendah yang mengenai kolon, sigmoid
dan rectum.
Berdasarkan stadium :
a. Parsial : menyumbat sebagian lumen usus. Sebagian sisa makanan dan udara
masih dapat melewati tempat obstruksi.
14
b. `Komplit : menyumbat total lumen usus.
D. Etiologi
Penyebab ileus obstruksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga mekanisme, yaitu
blokade intralumen,intramural atau lesi instrinsik dari dinding usus, kompresi lumen
atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari usus (Thompson 2005). Lesi intraluminal
seperti fekalit, lesi intramural misalnya malignansi atau inflamasi, lesi ektralumisal
misalnya adhesi, hernia, volulus atau intususepsi.(3)
1. Adhesi
15
bentuknya pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan, dan pita dipotong agar pasase
usus pulih kembali. Ileus akibat adhesi umumnya tiak disertai strangulasi.(9)
2. Hernia inkarserata
Hernia disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut, sehingga terjadi
gangguan pasase atau gangguan vaskularisasi. Hernia merupakan penyebab kedua
terbanyak setelah adhesi dan merupakan penyebab tersering pada pasien yang tidak
mempunyai riwayat operasi abdomen. (9)
3. Askariasis
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena
higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umunya disebabkan
oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati
atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau
pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau anus. (9)
4. Invaginasi
Invaginasi atau intususepsi sering ditemukan pada anak dan agak jarang pada
dewasa muda. Invaginasi adalah masukya bagian usus proksimal (intussuseptum)
kedalam bagian yang lebih distal dari usus (intussupien). Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk dan naik ke kolon asenden serta mungkin keluar dari
rektum. Invaginasi dapat mengakibatkan obstruksi ataupun nekrosis iskemik pada
bagian usus yang masuk dengan kompikasi perforasi dan peritonitis. (9)
16
Gambar 3.3. Invaginasi
5. Volvulus
6. Kelainan congenital
7. Radang kronik
8. Tumor
Lebih dari separuh tumor jinak ditemukan di ileum, sisanya di duodenum dan
yeyenum. Tumor jinak usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi usus, kecuali jika
menimbulkan invaginasi (penyebab tidak langsung) atau karena tumornya sendiri
(penyebab langsung).
17
Separuh kasus tumor ganas terdapat di ileum. Keluhannya samar, seperti
penurunan berat badan dan sakit perut. Sama halnya dengan tumor jinak usus halus,
tumor ganas juga jarang menyebabkan obstruksi. (9)
Inflamasi yang berat dari kantung empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu ke duodenum yang menyebabkan batu empedu masuk ke traktus
gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada
ileum terminal atau katup ileosekal yang menyebabkan obstruksi. (9)
Ileus obstruksi pada kolon disebabkan 60% oleh malignansi, 20% oleh divertikulosis dan 5%
oleh volvulus sigmoid. (11)
1. Karsinoma kolon
2. Volvulus
Volvulus terajadi akibar memutarnya usus (biasanya pada sekum ata sigmoid)
pada mesokolonnya sehingga menyebabkan obstruksi lumen dan gangguan sirkulasi
vena maupun arteri.
Volvulus sigmoid ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum, yaitu
sekitar 90%.Kelainan ini terutama ditemukan pada orang yang lebih tua, orang dengan
riwayat kronik konstipasi. Volvulus sigmoid sering mengalami strangulasi bila tidak
dilakukan dekompresi.(9)
18
Volvulus sekum terjadi karena kelainan bawaan kolon kanan yang tidak terletak
retroperitoneal, jadi terdapat mesenterium yang panjang dan sekum yang yang mobile
karena tidak terfiksasi. Kelainan ini biasanya menyerang pada usia 60 tahunan. Volvulus
sigmoid terjadi karena mesenterium yang panjang dengan basis yang sempit.( 9,11)
3. Divertikel
4. Intususepsi/invaginasi
Intususepsi sering terjadi pada anak anak. Namun, sekitar 5-15% dari kasus
intususepsi di belahan bumi bagian Barat terjadi di orang dewasa, yang mana dua per
tiga kasusnya disebabkan oleh tumor atau polip di usus halus(9,11).
5. Penyakit Hirschsprung
Penyebab kongenital dari penyakit ini diakibatkan dari kegagalan migrasi dari
neural crest ke kolon bagian distal. Sedangkan megakolon yang didapat merupakan
hasil dari adanya infeksi ataupun konstipasi kronis. Infeksi Trypanosoma cruzi
menyerang sel ganglion dan menyebabkan megakolon. (12)
19
Causes of Intestinal Obstruction
Location Cause
E. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi itu disebabkan oleh penyebab mekanik atau fungsional. Perbedaan
utama terletak pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat sejak awal,
sedangkan pada obstruksi mekanik, awalnya peristaltik diperkuat, kemudian intermitten,
dan akhirnya menghilang.(1)
Pada ileus obstruksi usus halus terjadi dilatasi pada usus proksimal secara
progresif akibat akumulasi dari sekresi pencernaan dan udara yang tertelan (70% dari
udara yang tertelan) dalam lumen. Dilatasi dari usus halus menstimulasi aktivitas sel
sekretori, yang berakibat bertambahnya akumulasi cairan. Hal ini mengakibatkan
peristaltik meningkat pada bagian atas dan bawah dari obstruksi, dengan buang air besar
yang jarang dan flatus pada awal perjalanan. (13)
Distensi berat pada dinding usus akan mengurangi pengaliran air dan natrium dari
lumen usus ke darah. Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap hari,
sehingga tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan
cepat. Hal ini akan mengompresi saluran limfe mukosa dan menyebabkan limfedema
pada dinding usus. Dengan meningkatnya tekanan hidrostatik intraluminal,
20
meningkatnya tekanan hidrostatik pada capiler akan menyebabkan cairan yang banyak,
elektrolit dan protein ke dalam lumen usus. Kehilangan cairan dan dehidrasi
meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke dalam lumen terjadi karena
kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi normal. Distensi lumen menyebabkan
terjadinya kongestif vena, edema intralumen, dan iskemia.
Muntah dan pengosongan isi usus merupakan penyebab utama kehilangan cairan dan
elektrolit. Akibat muntah tadi akan terjadi dehidrasi, hipovolemik. Pada obstruksi
proksimal, kehilangan cairan disertai oleh kehilangan ion hidrogen (H+), kalium dan
korida, sehingga terjadi alkalosis metabolik. Peregangan usus yang terjadi secara terus
menerus mengakibatkan timbulnya lingkaran setan penurunan absorpsi carian dan
peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus adalah iskemia
akibar peregangan dan peningkatan permeabilitas yang disebabkan oleh nekrosis,
disertai dengan absorpsi toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi
sistemik.(1)
21
Perforasi dapat terjadi pada bagian yang iskemik (usus halus). Risiko akan
meningkat bila sekum dilatasi dengan diameter > 13 cm.
Pada ileus obstruksi kolon, terjadi dilatasi pada usus yang letaknya diatas obstruksi, yang
akan menyebabkan edema mukosa, gangguan aliran vena dan arteri ke usus. Edema dan
iskemi yang terjadi meningkatkan permeabilitas mukosa, yang mengakibatkan
translokasi bakteri (termasuk bakteri anaerob Bacteoides) , toksik sistemi, dehidrasi, dan
gangguan elektrolit. Iskemi pada kolon dapat mengakibatkan perforasi. (11)
22
Obstruksi
Usus
23
F. MANIFESTASI KLINIK
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai dengan
pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen usus bagian oral dari
obstruksi maupun oleh munrah. Keadaan umum akan memburuk dalam waktu yang
relatif singkat.(9)
Gejala yang timbul biasanya : kolik pada daerah umbilikus atau di epigastrium, mual,
muntah pada obstruksi letak tinggi, dan konstipasi (pada pasien dengan obstruksi total).
Pasien dengan obstruksi simpel/parsial biasanya menderita diare pada awal obstruksi.
Konstipasi dengan tidak dapat flatus dirasakan oleh pasien pada fase lanjut..Gerakan
peristaltik yang high pitched dan meningkat yang bersamaan dengan adanya kolik
merupakan tanda yang khas. (8)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi bersifat
kolik.Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang muncul setiap 4 sampai
5 menit dalam ileus obstruksi usus halus, setiap 15 sampai 20 menit pada ileus obstruksi
usus besar. Nyeri dari ileus obstruksi usus halus demikian biasanya terlokalisasi
supraumbilikus di dalam abdomen.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang memuntahkan
apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti oleh cairan duodenum,
yang kebanyakan cairan empedu. Pada ileus obstruksi usus halus, maka muntah terlihat
dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih, hijau atau kuning. Muntah fekulen
dapat terjadi pada obstruksi usus halus yang lama yang terjadi karena bakteri yang
tumbuh banyak dan merupakan tanda patognomonik dari ileus obstruksi usus halus
bagian distal komplit.(15)
24
Pada obstruksi strangulasi, gejalanya biasanya takikardi, demam, asidosis, leukosistosi,
dinding perut yang lemas. Apabila telah terjadi infark, dinding perut akan lemas dan
pada auskultasi didapatkan peristaltik yang minimal.(3,8)
b. Obstruksi kolon
Gejalanya biasanya lebih ringan dan terjadi lebih perlahan dibandingkan obstruksi pada
usus halus. Gejala awalnya adalah peubahan kebiasaan buang air besar, terutama berupa
obstipasi dan kembung, yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah
(suprapubik). Akhirnya,penderita mengeluh konstipasi menyebabkan adanya distensi
abdomen. Muntah mungkin terjadi namun tidak sering. muntah timbul lambat dan
setelah muncul distensi. Muntahannya kental dan berbau busuk sebagai hasil
pertumbuuhan bakteri berlebihan karena adanya renggang waktu yang lama.(3,8)
Tabel 3.2 Tabel Perbedaan Klinis Obstruksi Usus Halus dan Kolon(15)
G. DIAGNOSIS
25
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
b. Auskultasi
26
serangan kolik. Kalau obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi
strangulasi serta peritonitis, maka bising usus akan menghilang(15).
c. Palpasi
d. Perkusi
c. Rectal Toucher
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
27
terjadi alkalosis akibat muntah. Bila BUN didapatkan meningkat, menunjukkan
hipovolemia dengan azotemia prerenal.(15)
b. Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan foto abdomen 3 posisi yaitu foto posisi supine, foto posisi
setengah duduk, dan foto left lateral decubitus. Pada posisi supine dapat
ditemukan gambaran distensi usus dan herring bone appearance, posisi
lateral dekubitus ataupun setengah duduk dapat ditemukan gambaran step
ladder pattern,
Hal yang paling spesifik dari obstruksi usus halus ialah distensi usus halus
(diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada foto posisi setengah duduk, dan
kekurangan udara pada kolon. Negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologi ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus
dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak adanya udara.
Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya gambaran air fluid level ataupun
distensi usus.(3)
28
Gambar 3. 4 Foto polos abdomen posisi supine (dilatasi usus)
29
Pada ileus obstruktif pada auskultasi terdengar kehadiran episodik gemerincing
logam bernada tinggi dan gelora (rush’) diantara masa tenang. Tetapi setelah
beberapa hari dalam perjalanan penyakit dan usus di atas telah berdilatasi, maka
aktivitas peristaltik (sehingga juga bising usus) bisa tidak ada atau menurun parah.
Tidak adanya nyeri usus bisa juga ditemukan dalam ileus paralitikus atau ileus
obstruktif strangulata.
Bagian akhir yang diharuskan dari pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan
pelvis. Pada pemeriksaan colok dubur akan didapatkan tonus sfingter ani biasanya
cukup namun ampula recti sering ditemukan kolaps terutama apabila telah terjadi
perforasi akibat obstruksi. Mukosa rectum dapat ditemukan licin dan apabila penyebab
obstruksi merupakan massa atau tumor pada bagian anorectum maka akan teraba
benjolan yang harus kita nilai ukuran, jumlah, permukaan, konsistensi, serta jaraknya
dari anus dan perkiraan diameter lumen yang dapat dilewati oleh jari. Nyeri tekan dapat
ditemukan pada lokal maupun general misalnya pada keadaan peritonitis. Kita juga
menilai ada tidaknya feses di dalam kubah rektum. Pada ileus obstruktif usus feses tidak
teraba pada colok dubur dan tidak dapat ditemukan pada sarung tangan. Pada sarung
tangan dapat ditemukan darah apabila penyebab ileus obstruktif adalah lesi intrinsik di
dalam usus (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Diagnosis harus terfokus pada membedakan antara obtruksi mekanik dengan
ileus; menentukan etiologi dari obstruksi; membedakan antara obstruksi parsial atau
komplit dan membedakan obstruksi sederhana dengan strangulasi. Hal penting yang
harus diketahui saat anamnesis adalah riwayat operasi abdomen (curiga akan adanya
adhesi) dan adanya kelainan abdomen lainnya (karsinoma intraabdomen atau sindroma
iritasi usus) yang dapat membantu kita menentukan etiologi terjadinya obstruksi.
Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus diperiksa untuk
melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah menuntun kita ke arah strangulasi.
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami obstruksi
intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood Urea Nitrogen, kreatinin
dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang sederhana tidak akan menyebabkan
perubahan pada hasil laboratorium jadi pemeriksaan ini tak akan banyak membantu
30
untuk diagnosis obsruksi intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes
fungsi ginjal dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau posisi dekubitus)
dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus halus (
diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto abdomen tegak, dan
kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas foto abdomen untuk mendeteksi
adanya obstruksi usus halus mencapai 70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada
foto abdomen dapat ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang berderet
6) Coffee-bean sign, gambaran gelung usus yang distensi dan terisi udara dan
gelung usus yang berbentuk U yang dibedakan dari dinding usus yang oedem.
7) Pseudotumor Sign, gelung usus terisi oleh cairan.(Moses, 2008)
Ileus paralitik dan obstruksi kolon dapat memberikan gambaran serupa
dengan obstruksi usus halus. Temuan negatif palsu dapat ditemukan pada
pemeriksaan radiologis ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus dan
ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak ada udara. Dengan
demikian menghalangi tampaknya air-fluid level atau distensi usus. Keadaan
selanjutnya berhubungan dengan obstruksi gelung tertutup. Meskipun terdapat
kekurangan tersebut, foto abdomen tetap merupakan pemeriksaan yang penting
pada pasien dengan obstruksi usus halus karena kegunaannya yang luas namun
memakan biaya yang sedikit.
31
Tabel 2.4 Perbedaan Radiologi obstruksi intestinal dan ileus
Temuan Radiologis Osbtruksi Mekanik Ileus Paralitik
Air-fluid Level Present proximal to Prominent throughout
obstruction
Gas in small intestine Large bowel shape loops; Gas present diffusely;
moveable
stepladder pattern
gas ini colon Absent or diminished Increase throughout
Thickened bowel wall Present if chronic or Present with inflamation
strangulation
Intraabdominal fluid Rare Often present
Diapraghm Slightly elevated; normal Elevated; decrease motion
motion
Gastrointestinal contrast Rapid progression to point of Slow progression to colon
media obstruction
32
Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan “string of pearls” sign (Nobie, 2009)
33
Gambar 2.9 Coffee bean appearance (Bickle dan Kelly, 2002)
b. Enteroclysis
Enteroclysis berfungsi untuk mendeteksi adanya obstruksi dan juga untuk
membedakan obstruksi parsial dan total. Cara ini berguna jika pada foto polos
abdomen memperlihatkan gambaran normal namun dengan klinis menunjukkan
adanya obstruksi atau jika penemuan foto polos abdomen tidak spesifik. Pada
34
pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi oleh karena metastase, tumor
rekuren dan kerusakan akibat radiasi. Enteroclysis memberikan nilai prediksi
negative yang tinggi dan dapat dilakukan dengan dua kontras. Barium merupakan
kontras yang sering digunakan. Barium sangat berguna dan aman untuk
mendiagnosa obstruksi dimana tidak terjadi iskemia usus maupun perforasi. Namun,
penggunaan barium berhubungan dengan terjadinya peritonitis dan penggunaannya
harus dihindari bila dicurigai terjadi perforasi. (Nobie, 2009)
c. CT-Scan
CT-Scan berfungsi untuk menentukan diagnosa dini atau obstruksi
strangulate dan menyingkirkan penyebab akut abdomen lain terutama jika klinis dan
temuan radiologis lain tidak jelas. CT-scan juga dapat membedakan penyebab
obstruksi intestinal, seperti adhesi, hernia karena penyebab ekstrinsik dari
neoplasma dan penyakit Chron karena penyebab intrinsik. Obstruksi ditandai
dengan diametes usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter sekitar 1 cm. (Nobie, 2009)
Tingkat sensitifitas CT scan sekitar 80-90% sedangkan tingkat spesifisitasnya
sekitar 70-905 untuk mendeteksi adanya obstruksi intestinal. Temuan berupa zona
transisi dengan dilatasi usus proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras
35
intralumen yang tak dapat melewati bagian obstruksi dan kolon yang mengandung
sedikit cairan dan gas. CT scan juga dapat memberikan gambaran adanya strangulasi
dan obstruksi gelung tertutup. Obstruksi Gelung tertutup diketahui melalui
gambaran dilatasi bentuk U atau bentuk C akibat distribusi radial vasa mesenteric
yang berpusat pada tempat puntiran. Strangulasi ditandai dengan penebalan dinding
usus, intestinal pneumatosis (udara didinding usus), gas pada vena portal dan
kurangnya uptake kontras intravena ke dalam dinding dari bowel yang affected. CT
scan juga digunakan untuk evaluasi menyeluruh dari abdomen dan pada akhirnya
mengetahui etiologi dari obstruksi.
Keterbatasan CT scan ini terletak pada tingkat sensitivitasnya yang rendah
(<50%) untuk mendeteksi grade ringan atau obstruksi usus halus parsial. Zona
transisi yang tipis akan sulit untuk diidentifikasi. (Nobie, 2009)
Gambar 2.13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi usus halus
yang tidak diikuti dengan distensi kolon (Vriesman dan Robin, 2005)
36
d. CT enterography (CT enteroclysis)
Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan klinis.
Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi intermiten atau pada pasien
dengan riwayat komplikasi pembedahan (seperti tumor, operasi besar). Pada
pemeriksaan ini memperlihatkan seluruh penebalan dinding usus dan dapat
dilakukan evaluasi pada mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini
menggunakan teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan pemeriksaan CT biasa
dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs 50%), dan juga lokasi obstruksi
(100% vs 94%).(Nobie, 2009)
e. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam mendeteksi adanya
obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan lokasi dan etiologi dari obstruksi.
Namun, MRI memiliki keterbatasan antara lain kurang terjangkau dalam hal
transport pasien dan kurang dapat menggambarkan massa dan inflamasi. (Nobie,
2009)
37
f. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien dengan ilues obtruksi, USG
dapat dengan jelas memperlihatkan usus yang distensi. USG dapat dengan akurat
menunjukkan lokasi dari usus yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain,
USG dapat memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan
obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah dan mudah
jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya dilaporkan mencapai 100%.
(Nobie, 2009)
38
Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah menunjukkan distensi
multiple dari usus halus akibat invaginasi (Hagen-Ansert, 2010).
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu (Nobie, 2009)
1. Ileus paralitik
Pada ileus paralitik terdapat distensi yang hebat namun nyeri yang dirasakan
lebih ringan dan cenderung konstan, mual, muntah, bising usus yang menghilang,
pada pemeriksaan fisik tidak adanya defans muskular dan pada gambaran foto polos
didapatkan gambaran udara pada usus.
2. Appensicitis akut
Pada appendisitis akut, didapatkan gejala nyeri tumpul pada epigastrium yang
kemudian berpindah pada kuadran kanan bawah, demam, mual, dan muntah.
3. Pankreatitis akut
Nyeri pada pankreatitis akut biasanya dirasakan sampai ke punggung. Gejala ini
dapat juga berhubungan dengan ileus paralitik. Pada pankreatitis akut, amilase
kadarnya akan sangat tinggi bbila dibandingkan ileus obstruksi.
4. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
Pada gastoenteritis akut juga terdapat nyeri perut dan muntah. Diare pada
penyakit ini juga menyebabkan adanya hiperperistaltik pada auskultasi.Namun dapat
dipikirkan adanya ileus bila abdomen distensi dan hilangnya suara atau sedikitnya
aktifitas usus.
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Konstipasi
I. PENATALAKSANAAN
Ileus obstruksi di usus harus dihilangkan segera setelah keadaan umum diperbaiki.
Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana dehidrasi,
perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Pada strangulasi,
39
tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum, sehingga strangulasi harus segera
diatasi.(9)
1. Terapi konservatif
2. Operatif
Secara umum, pasien dengan ileus obstruksi total memerlukan tindakan operatif
segera, meskipun operasi dapat ditunda untuk memperbaiki keadaan umum
pasien bila sangat buruk. Operasi dapat dilakukan bila rehidrasi dan dekompresi
nasogastrik telah dilakukan. (3,8)
40
Tindakan operatif dilakukan apabila terjadi :
- Strangulasi
- Obstruksi total
- Hernia inkarserata
41
Gambar 3.2. Algoritma penatalaksanaan ileus obstruksi usus halus
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi
ileus :
a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,
jepitan oleh adhesi atau pada volvulus ringan.
b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus
yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
42
c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi,misalnya pada Ca stadium lanjut.
K. PROGNOSIS
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi
dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi
strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35%
43
atau 40%. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie,
2009).
BAB IV
KESIMPULAN
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik. Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh adhesi, hernia
inkarserata, askariasis, invaginasi, volvulus, kelainan kongenital, radang kronik, neoplasma,
benda asing. Sedangkan ileus obstruksi pada kolon dapat disebabkan oleh karsinoma, volvulus,
divertikulum meckel, intsusuepsi, penyakit Hirchsprung.
Gejala umum yang timbul ialah syok, oligouri, gangguan elektrolit. Selanjutnya gejala
dari ileus obstruksi ialah nyeri kolik abdomen, mual, muntah, tidak dapat buang air besar, tidak
dapat flatus, perut kembung (distensi). Pada pemeriksaan fisik, terutama abdomen, terlihat
distensi abdomen, terdapat darm contour, darmn steifung, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik dengan nada tinggi (metalic sound) yang jika obstruksi terus berlanjut, bising
usus akan melemah dan menghilang. Pada pemeriksaaa radiologi, yaitu foto polos abdomen 3
posisi, didapatkan gambaran herring bone appearance, air fluid level yag membentuk kaskade
yang disebut juga step ladder pattern. Bila terjadi perforasi usus, dapat ditemukan adanya free
air sickle di bawah diafragma kanan.
Terapi pada ileus obstruksi meliputi tindakan konservatif yaitu resusitasi cairan dengan
cairan intravena dan monitoring melalui urin, dekompresi dengan menggunakan NGT,
pemberian antibiotik broadspectrum dan tindakan operatif yang biasanya sering dilakukan.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Bickle IC, Kelly B. 2002. Abdominal X Rays Made Easy: Normal Radiographs.
studentBMJ April 2002;10:102-3
2. Edelman, RR. 2010. Pregnancy and Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011,
Available at: http://www.mr-
tip.com/serv1.php?type=img&img=Pregnancy%20and%20Small%20Bowel%20Obstructi
on
3. Eroschenko, V. P. 2003. Atlas Histologi di Fiore dengan Korelasi Fungsional (9 ed.). (D.
Anggraini, T. M. Sikumbang, Eds., & J. Tambayong, Trans.) Jakarta: EGC
4. Evers, B. M. 2004. Small Intestine. In T. c. al, Sabiston Textbook Of Surgery (17 ed., pp.
1339-1340). Philadelphia: Elseviers Saunders
5. Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Pekanbaru : FK UNRI
6. Hagen-Ansert, S. 2010. Sonographic Evaluation of the Acute Abdomen. Retrieved June 6th,
2011, Available at:
http://www.gehealthcare.com/usen/education/proff_leadership/products/msucmeaa.html
7. Khan, A. N. (2009, September 11). Small Bowel Obstruction. Retrieved June 6th, 2011,
Available at emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
45
8. Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos
P,et al. 2007. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology,
management and outcome. World Journal of gastroenterology. January 2007 21;13(3):432-
437. Available from:URL:http://www.wjgnet.com
9. Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved July 16, 2010, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
10. Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June 6th, 2011,
from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
11. Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A. Price, L.
McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
12. Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June 6th, 2011,
Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi
13. Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
14. Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New York
15. Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In R. H. Bell,
L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract Surgery (Vol. 2, p. 1119).
Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
16. Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A Spectrum of
causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
17. Vriesman, AB and Robin S. 2005. Acute Abdomen - A Practical Approach. Retrieved June
6th, 2011, Available at: http://www.radiologyassistant.nl/en/420cd11061ecd
18. Whang, E. E., Ashley, S. W., & Zinner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e. al (Ed.),
Schwatz`s Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill Companies.
19. Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown
AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York:
Churchill Livingstone. p.306-9
46