Anda di halaman 1dari 57

Luka Bakar

(Combutio)
Pembimbing :
dr. Huntal napoleon, SpBP-RE

Disusun oleh:
Aswan Bagastoro
ETIOLOGI

 KEBAKARAN API
 JILATAN API TUBUH (FLASH)
 AIR PANAS (SCALD)
 TERSENTUH BENDA PANAS (CONTACT BURN)
 SENGATAN LISTRIK
 BAHAN KIMIA
 RADIASI
KRITERIA BERAT RINGANNYA (AMERICAN BURN
ASSOCIATION)

LUKA BAKAR LUKA BAKAR BERAT


LUKA BAKAR
RINGAN SEDANG - LB. DERAJAT II 25% ATAU LEBIH
- PADA ORANG DEWASA
- LUKA BAKAR DERAJAT II < - LB. DERAJAT II 20% ATAU LEBIH PADA
-LUKA BAKAR DERAJAT II 15- ANAK-ANAK
15% 25% PADA ORANG DEWASA - LB. DERAJAT III 10% ATAU LEBIH
- LUKA BAKAR DERAJAT II < - LB. MENGENAI TANGAN, WAJAH,
10% PADA ANAK-ANAK - LUKA BAKAR DERAJAT II 10-
20% PADA ANAK-ANAK TELINGA, MATA, KAKI DAN
- LUKA BAKAR DERAJAT III < GENITALIA/PERINEUM.
1% - LUKA BAKAR DERAJAT III < - LB. DENGAN CEDERA INHALASI,
10% LISTRIK, DISERTAI TRAUMA LAIN
Anamnesis
5

1. Waktu kejadian (kejadian luka bakar – datang ke IGD)


2. Tempat kejadian
3. Penyebab luka bakar
4. Mekanisme trauma
5. Ruangan tertutup atau terbuka (jendela?)
6. Obat-obatan yang didapat (pertolongan pertama)
7. Trauma menyertai
8. Riwayat Penyakit sebelumnya
6
Primary Survey

AIRWAY Bebaskan jalan nafas, airway & cervical control

BREATHING Pergerakan dada, nafas spontan, RR, bulu hidung terbakar

• Akses intravena penting


CIRCULATION
• Pada luka bakar >=15% double IV line.
• Pasien dengan luka bakar >=20% IV line central/CVP
• TD, HR, produksi urin,
• Awasi adanya eschar melingkar (CRT>2 detik), dingin,
kesemutan

DISABILITY Luas luka bakar


Secondary Survey
7
(Status Generalis)

Status Lokalis
Kepala-leher
Trunkus anterior
Trunkus posterior
Ekstremitas superior dextra
Ekstremitas superior sinistra
Ekstremitas inferior dextra
Ekstremitas inferior sinistra
Genitalia

+ Bulla, Warna, Eschar, Nyeri, benda asing


8
PENANGANAN SIRKULASI

Perubahan
Luka bakar berat
permeabilitas kapiler

Hipovolemik Ekstravasasi Cairan dari


intravaskular dan edema intravascular ke jaringan
interstisial interstisial

SYOK
Gangguan perfusi ke sel
(diatas dengan resusitasi
, jaringan dan organ
cairan)
9
RESUSITASI CAIRAN
PADA ANAK, SELAIN CAIRAN RESUSITASI JUGA DIBERIKAN TAMBAHAN CAIRAN
RUMATAN BERUPA KOMBINASI LARUTAN RINGER LAKTAT DAN GLUKOSA 5%.

RUMUS % LUKA
BAXTER 4 CC BBKg
BAKAR

JENIS CAIRAN
RESUSITASI

8 JAM 16 JAM KEDUA


PERTAMA

50% 50%
Resusitasi Cairan Pada Anak

ANAK
2cc x BB x luas luka bakar (%) + kebutuhan faali
NS ½ / Kaen mg3
*Kebutuhan Faali
<10 kg = 100cc/kgBB
10-15 Kg = 1000cc + 50cc/KgBB
15-20 Kg = 1250cc + 20cc/KgBB
>20 Kg =
Menentukan luas luka bakar

Wallace Rule of Nines


In addition to calculating the area
burnt, it is useful to calculate the area
not burnt, and to check whether both
calculation add up to 100%

Palmar Method
Palmar surface pasien = 1% (0,8%)
TBSA

Pediactric Rules of Nines


For every year of life after 12 months
1% is taken from the head and 0,5% is
added to each leg
9 years old  body is proportional to
an adult
Lund and browder chart
Diagnosis

DIAGNOSA (contoh):
Combustio ?%, Grade?, e.c?, trauma menyertai, hari ke?
TRAUMA MENYERTAI (TRAUMA INHALASI)

Trauma inhalasi merupakan istilah rusaknya traktus respirasi atau jaringan paru
akibat panas, asap, atau Iritasi bahan kimia yang terbawa selagi individu
melakukan inspirasi nafas

• Ruang tertutup • Bau asap atau jelaga pada

• Luka pada wajah pernafasan

• Bulu rambut hidung terbakar • Sulit bernafas

• Butir arang karbon pada • HIPEREMIS & UDEM LARING

sputum • Serak, batuk, sukar bicara

DIAGNOSTIK PASTI: LARINGOSKOP


TRAUMA INHALASI TANPA DISTRES
15 PERNAPASAN
C. Pemeriksaan :
1. Intubasi / pipa endotrakeal. 1. Analisa gas darah
2. Pemberian oksigen 2-4 liter / menit - Pada saat pertama kali
3. Penghisapan secret secara berkala. (resusitasi)
4. Humidifikasi dengan nebulizer. - 8 jam pertama
5. Pemberian bronkodilator (Ventolin ® - Setelah 24 jam kejadian
inhalasi)
- Selanjutnya sesuai
6. Pemantauan gejala dan tanda distress
kebutuhan
pernapasan
2. Foto toraks 24 jam pasca
A.) Gejala Subyektif : gelisah, sesak
napas.
kejadian
B.) Gejala Obyektif : Frek. napas ↑ ( > 7. Pemeriksaan radiologik (foto toraks)
30x / menit), sianotik, stridor, aktivitas dikerjakan bila ada masalah pada jalan
otot pernapasan tambahan, napas.
perubahan nilai hasil pemeriksaan 8. Posisi penderita duduk/etengah duduk,
AGD (8 jam pertama. 24 jam sampai dirawat di bed observasi.
4-5 hari.) 9. Pelaksanaan di ruang resusitasi gawat
darurat.
10. BRONCHIAL TOILET
16
LUKA BAKAR LISTRIK

PRIMARY SURVEY SECONDARY SURVEY

A–B–C–D-E
Cari:
1. Luka bakar masuk dan
keluar
2. Cari arc burn
3. Cari flash burn
4. Cari eschar melingkar
Luka Bakar Listrik

MECHANISM OF INJURY:
1. Generation of heat
2. Flash burn
3. Arc burn
18
LUKA BAKAR KIMIA

 Luka bakar kimia terbagi dua yaitu luka bakar kimia asam
atau basa.
 Keparahan dari luka bakar kimia tergantung dari komposisi
agen, konsentrasi agen, durasi kontak agen.
 Pada umumnya, luka bakar kimia basa lebih arah daripada
asam
 Agen alkali  menyebabkan nekrosis likenifikasi membuat
agen basa dapat penetrasi lebih dalam, memperluas
daerah luka.
19
LUKA BAKAR KIMIA

• Langkah utama dalam menangani


trauma kimia adalah melepaskan
kontak secepat mungkin dengan
bahan kimia
• Area yang terkena disiram dengan air
steril • Segera lakukan
• Terkecuali luka bakar dari bubuk kimia IRIGASI
tidak boleh disiram dengan air karena
dapat mengaktifkan bahan kimia itu
sendiri. Pada kasus ini bubuk harus
ditiup lalu baru diperbolehkan untuk
siram dengan air steril
Tatalaksana

Resusitasi
Debridement
cairan

Rehabilitasi
STSG
medik
Trauma Maksilofasial

Trauma maksilofasial adalah suatu ruda paksa yang


mengenai wajah dan jaringan sekitarnya yang
mencakup cedera jaringan lunak dan tulang-tulang yang
membentuk struktur maksilofasial.
1. Fraktur Sepertiga Bawah Wajah (Fonseca, 2005)

• Mandibula termasuk kedalam bagian sepertiga bawah wajah.

2 Fraktur Sepertiga Tengah Wajah

• Sebagian besar tulang tengah wajah dibentuk oleh tulang maksila, tulang palatina, dan tulang nasal.
Tulang-tulang maksila membantu dalam pembentukan tiga rongga utama wajah : bagian atas
rongga mulut dan nasal dan juga fosa orbital. Rongga lainnya ialah sinus maksila. Sinus maksila
membesar sesuai dengan perkembangan maksila orang dewasa. Banyaknya rongga di sepertiga
tengah wajah ini menyebabkan regio ini sangat rentan terkena fraktur.

Fraktur Sepertiga Atas Wajah

• Fraktur sepertiga atas wajah mengenai tulang frontalis, regio supra orbita, rima orbita dan sinus
frontalis. Fraktur tulang frontalis umumnya bersifat depressed ke dalam atau hanya mempunyai garis
fraktur linier yang dapat meluas ke daerah wajah yang lain.

2.2.4 Fraktur Dentoalveolar (Fonseca, 2005; Andreasen et al., 2007)

• Fraktur dentoalveolar sering terjadi pada anak-anak karena terjatuh saat bermain atau dapat pula
terjadi akibat kecelakaan kendaraan bermotor. Struktur dentoalveolar dapat terkena trauma yang
langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung biasanya dapat menyebabkan trauma pada gigi
Diagnosis

Primary survey dan secondary survey


Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Anamnesis
 Bagaimana mekanisme cedera?
 Apakah penyebab trauma pada pasien? (ditubruk/ terjatuh, kanan/kiri)
 Apakah pasien kehilangan kesadaran?
 Apakah pasien memiliki masalah visual seperti penglihatan ganda atau
kabur?
 Apakah pasien mengalami mati rasa atau kesemutan pada wajah?
 Apakah pasien mengalami kesulitan bernapas melalui hidung?
 Apakah terdapat perdarahan dari hidung atau telinga?
 Apakah pasien mengalami kesulitan membuka atau menutup
mulut? Apakah ada rasa sakit atau kejang otot?
 Apakah saat kejadian pasien menggunakan pelindung/helm?
Penanganan sebelum pasien dibawa ke RS
Primary Survey

AIRWAY Bebaskan jalan nafas, airway & cervical control

BREATHING Pergerakan dada, nafas spontan, RR

CIRCULATION • Akses intravena penting


• Pada luka bakar >=15% double IV line.
• Pasien dengan luka bakar >=20% IV line central/CVP
• TD, HR, produksi urin,
• (CRT>2 detik), dingin, kesemutan

DISABILITY

Secondary Survey
(Status Generalis)
PEMERIKSAAN FISIK
INSPEKSI EKSTRAORAL
Deformitas,
memar,
Ekimosis
laserasi,
edem
Asimetris atau tidak.
Kaku sendi
hematom
INTRAORAL
Hematoma  sublingual, mukosa
buccal
Laserasi mukosa ginggiva
Deformitas tulang
Maloklusi
Avulsi gigi, gigi goyang
Trismus/mouth opening
PALPASI

Diskontinuitas tulang

Step-off deformity

Hipoestesia

Nyeri tekan
Setiap serpihan gigi yang
patah harus dikeluarkan..
Sulkus bukal diperiksa
adanya ekimosis dan
kemudian sulkus lingual.
Dengan hati-hati dilakukan
palpasi pada daerah
dicurigai farktur, ibu jari serta
telunjuk ditempatkan di
kedua sisi dan ditekan untuk
menunjukkan mobilitas yang
tidak wajar
Le Fort I
Pada fraktur lefort tipe satu alveolus, bagian yg menahan gigi
pada rahang atas terputus, dan mungkin jatuh ke dalam gigi
bawah. Ketidaksetabilan terjadi jika dilakukan pemeriksaan fisik
pada hidung dan gigi incisivus. Garis Fraktur berjalan dari
sepanjang maksila bagian bawah sampai dengan bawah rongga
hidung. Disebut juga dengan fraktur “guerin”.

Kerusakan yang mungkin :


• Prosesus arteroralis
• Bagian dari sinus maksilaris
• Palatum durum
• Bagian bawah lamina pterigoid
Le Fort II

Pada tipe dua terdapat ketidakstabilan setinggi os. Nasal.

Garis fraktur melalui tulang hidung dan diteruskan ke tulang


lakrimalis, dasar orbita, pinggir infraorbita dan menyeberang
ke bagian atas dari sinus maksilaris juga kea rah lamina
pterogoid sampai ke fossa pterigo palatine. Disebut juga
fraktur “pyramid”.

Fraktur ini dapat merusak system lakrimalis, karena sangat


mudah digerakkan maka disebut juga fraktur ini sebagai
“floating maxilla (maksila yang melayang) ”
Le Fort III

Pada tipe tiga, fraktur dengan disfungsi kraniofacial komplit.

Tipe fraktur ini mungkin kombinasi dan dapat terjadi pada satu sisi atau dua sisi.

Garis Fraktur melalui sutura nasofrontal diteruskan sepanjang ethmoid junction melalui fissure
orbitalis superior melintang kea rah dinding lateral ke orbita, sutura zigomatikum frontal dan
sutura temporo-zigomatikum. Disebut juga sebaga “cranio-facial disjunction”.

Merupakan fraktur yang memisahkan secara lengkap sutura tulang dan tulang cranial.

Komplikasi yang mungkin terjadi pada fraktur ini adalah keluarnya cairan otak melalui atap
ethmoid dan lamina cribiformis.
FRAKTUR MANDIBULA
Klasifikasi Fraktur Mandibula
Jenis Jenis Fraktur Mandibula
PEMERIKSAAN PENUNJANG

FOTO PANORAMIC
FOTO POLOS PA, OBLIK, LATERAL
CT SCAN 3D
TATALAKSANA
 AIRWAY, BREATHING, CIRCULATION, DUDUKAN PASIEN MENGHADAP KE DEPAN
AGAR LIDAH TIDAK MENUTUPI JALAN NAFAS DAN SALIVA ATAU DARAH MENGALIR
KELUAR. PASIEN TIDAK SADAR - POSISI RECOVERY

 PENANGANAN LUKA/LASERASI JARINGAN LUNAK

 KEBERSIHAN ATAU DISINFEKSI. OBAT KUMUR CLORHEKSIDIN 0,5 % / LARUTAN GARAM


2% / AIR BERSIH

 PEMBERIAN ANTIBIOTIK

 ANALGESIK, DENGAN NSAID ( MISALNYA IBUPROFEN ATAU KETOROLAC)

 PENANGANAN FRAKTUR DENGAN REDUKSI/REPOSISI ( REPOSISI TERTUTUP ATAU


REPOSISI TERBUKA)
 Reposisi tertutup
 Adapun indikasi untuk reposisi tertutup di antaranya:
Fraktur displace atau terbuka derajat ringan sampai
sedang.
Fraktur kondilus
Fraktur pada anak
Fraktur komunitif berat atau fraktur dimana suplai
darah menurun.
Fraktur eduntulous mandibula
Fraktur mandibula yang terdapat hubungan
dengan fraktur panfacial
Fraktur patologis
Teknik fiksasi
Ivy loop
Penempatan Ivy loop menggunakan kawat 24-gauge antara 2 gigi
yang stabil, dengan penggunaan kawat yang lebih kecil untuk
memberikan fiksasi maxillomandibular (MMF)

Teknik arch bar


Indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak
cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila
didapatkan fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung
rahang yang perlu direduksi sesuai dengan lengkungan
rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris
KOMPLIKASI

 MALUNION DAN NON UNION MENYEBABKAN WAJAH ASIMETRIS


 KAKU SENDI
 LESI SARAF PERIFER
 INFEKSI , MENYEBABKAN OSTEOMYELITIS
FRAKTUR NASAL
DIAGNOSIS

 Primary survey dan secondary survey


 Anamnesis]
 Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan penunjang
PEMERIKSAAN FISIK

INSPEKSI EKSTRAORAL
Deformitas
Asimetri wajah
Hematoma/ekimosis
Edema pada wajah
Laserasi
Ekskoriasi
 Epistaksis dan rhinnorrhea
 Telecanthus
PALPASI

 Diskontinuitas tulang

 Step-off deformity

 Hipoestesia

 Nyeri tekan
Pemeriksaan penunjang
 Foto polos nasal
 CT scan hanya jika dicurigai terdapat fraktur maksilofasial atau fraktur naso
etmoid
TATALAKSANA
 AIRWAY, BREATHING, CIRCULATION, DUDUKAN PASIEN MENGHADAP KE DEPAN AGAR LIDAH TIDAK
MENUTUPI JALAN NAFAS DAN SALIVA ATAU DARAH MENGALIR KELUAR. PASIEN TIDAK SADAR -
POSISI RECOVERY

 PENANGANAN LUKA/LASERASI JARINGAN LUNAK

 KEBERSIHAN ATAU DISINFEKSI. OBAT KUMUR CLORHEKSIDIN 0,5 % / LARUTAN GARAM 2% / AIR BERSIH

 PEMBERIAN ANTIBIOTIK

 ANALGESIK, DENGAN NSAID ( MISALNYA IBUPROFEN ATAU KETOROLAC)

 PENANGANAN FRAKTUR DENGAN REDUKSI/REPOSISI ( REPOSISI TERTUTUP ATAU REPOSISI TERBUKA)

 FIKSASI EKSTERNA DAN PEMASANGAN TAMPON


REPOSISI TERTUTUP
 FORSEP
WALSHAM
 ELEVATOR BOIES
KOMPLIKASI
Komplikasi segera :
cedera pada ligamen kantus medius,
cedera duktus lakrimalis, nyeri hidung,
hematom septum
deformitas saddle nose,
Rinore CSF dan anosmia,
epistaksis persisten
obstruksi jalan napas
. Komplikasi lambat
deformitas hidung,
kontraktur karena jaringan parut

Anda mungkin juga menyukai