Anda di halaman 1dari 39

REFERAT

GAMBARAN RADIOLOGI PADA PENYAKIT KUNING

Oleh:
FITRIA RIZKI
NPM. 1102014108

PEMBIMBING
Dr. Kesuma Mulya, Sp. Rad

STASE ILMU RADIOLOGI


RSUD CILEGON
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
2018
PENDAHULUAN
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang
berarti kuning. Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata
atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning
karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam
sirkulasi darah. Jadi ikterus adalah warna kuning pada sklera,
mukosa dan kulit yang disebabkan oleh akumulasi pigmen empedu
di dalam darah dan jaringan.
Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre-hepatik (hemolitik), ikterus
intra-hepatik dan ikterus post-hepatik (obstruksi). Untuk pendekatan
terhadap pasien ikterus perlu ditinjau kembali patofisiologi
terjadinya peninggian bilirubin indirek atau direk. 1
Pada banyak pasien ikterus dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang teliti ditambah dengan pemeriksaan
laboratorium yang sederhana, diagnosis dapat ditegakkan. Namun
tidak jarang diagnosis pasti masih sukar ditetapkan, sehingga perlu
difikirkan berbagai pemeriksaan lanjutan.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
■ Perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa)
yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya
dalam sirkulasi darah dan jaringan (> 2 mg/ 100 ml serum).
■ Ikterus ringan dapat dilihat paling awal di sklera mata kadar bilirubin sudah
berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34-43 mmol/L) atau sekitar 2 kali batas atas kisaran
normal.
■ Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin direk : 0-0.3 mg/dL, dan total
bilirubin: 0.3-1.0 mg/dL.
■ Sklera kaya dengan elastin yang afinitas yang tinggi terhadap bilirubin, sehingga
ikterus pada sklera  tanda yang lebih sensitif untuk menunjukkan
hiperbilirubinemia daripada ikterus yang menyeluruh.
FISIOLOGI METABOLISME
BILIRUBIN
PATOFISIOLOGI

■ Fase pre-hepatik :meningkatkan hemolisis sel darah merah merupakan


penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.
■ Fase intrahepatik : kelainan pada hati yang mengganggu proses
pembuangan bilirubin. Contoh : Liver uptake, Konjugasi .
■ Fase Post hepatik : penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh batu
empedu atau tumor. Contoh : Ekskresi bilirubin
■ Gangguan metabolisme bilirubin dapat terjadi lewat salah satu dari
keempat mekanisme  over produksi, penurunan ambilan hepatik,
penurunan konjugasi hepatik, penurunan eksresi bilirubin ke dalam
empedu.
Hiperbilirubinemia
tak
1.terkonjugasi/indirek
Over produksi3

2. Penurunan ambilan hepatik5


3. Penurunan konjugasi hepatik1
Hiperbilirubinemia
konjugasi/direk
■ penurunan eksresi bilirubin ke dalam empedu.
■ kelainan intrahepatik dan ekstrahepatik, tergantung
ekskresi bilirubin terkonjugasi oleh hepatosit  masuknya
kembali bilirubin ke dalam sirkulasi sistemik sehingga
timbul hiperbilirubinemia.
■ Obstruksi saluran bilier ekstrahepatik akan menimbulkan
hiperbilirubinemia terkonjugasi yang disertai bilirubinuria.
■ Penyebab tersering obstruksi bilier ekstrahepatik adalah
Obstruksi sal.empedu didalam hepar , Obstruksi didalam
lumen sal.empedu , Kelainan di dinding sal.empedu ,
Tekanan dari luar saluran empedu .
DIAGNOSIS
■ Tahap awal  hiperbilirubinemia bersifat konjugasi atau tak terkonjugasi.
■ ikterus ringan tanpa warna air seni yang gelap  hiperbilirubinemia indirect .
■ ikterus yang lebih berat dengan disertai warna urin yang gelap  penyakit hati
atau bilier
■ ikterus berjalan sangat progresif  kolestasis ke arah sumbatan ekstrahepatik
■ Kolestasis ekstrahepatik  sakit bilier atau kandung empedu yang teraba.
■ keganasan pankreas (bagian kepala/kaput) sering timbul kuning yang tidak
disertai gajala keluhan sakit perut (painless jaundice).
■ bilirubin telah mencapai kadar yang lebih tinggi, ikterus lebih memberi kesan
kehijauan (greenish jaundice)  kolestasis ekstrahepatik
■ kekuningan (yellowish jaundice)  kolestasis intrahepatik
■ Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat ditegakkan melalui
penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi
hepar serta beberapa prosedur diagnostik khusus.
Tabel tes diagnostik

Ikterus Ikterus
Tes fungsi Ikterus hepatik
pre-hepatik post-hepatik

Bilirubin total Normal / Meningkat Meningkat

Konjugasi bilirubin Normal Meningkat


Bilirubin tak
Normal / Meningkat Normal
terkonjugasi Meningkat

Urobilinogen Normal / Meningkat Menurun / Negatif

Warna Urine Normal Gelap

Warna feses Normal Pucat

Alkaline fosfatase Meningkat

Normal
Alanin transferase
Meningkat
dan Aspartat

Bilirubin
terkonjugasi dalam Didapatkan Tidak didapatkan
Urin
Pemeriksaan Penunjang Radiologi

■ Film Polos
■ Kolesistogram oral
■ Kolangiogram operatif
■ Kolangiogram tuba-T
■ Kolangiogram transhepatic
■ ERCP
■ Ultrasonografi
■ Pemindaian isotop (99m-technetium HIDA)
■ Computed tomography (CT)
■ Magnetic resonance imaging (MRI)
■ Angiografi
GAMBARAN RADIOLOGI
HEPAR NORMAL
■ Gambaran homogen yang diselingi oleh vena porta
dan cabang-cabangnya yang terlihat sebagai struktur
tubuler linier dengan dinding yang reflektif.
■ Lobus kaudatus harus dikenali karena dapat dikelirukan dengan sebuah massa
( Gambar 41b)

■ Kandung empedu berbentuk buah pir yang bebas-eko (Gambar 41c)

■ Ekogenesitas parenkim hepar yang normal terletak di antara ekogenesitas pancreas


(yang lebih ekogenik) dan lien (yang kurang ekogenik)(gambar 41d)
HEPAR YANG
ABNORMAL
HEPAR YANG MEMBESAR/HEPATOMEGALI :
POLA HOMOGEN

1. GAGAL JANTUNG KONGESTIF. Vena hepatica akan berdilatasi (Gambar 42a).

2. Hepatitis Akut. Perubahan sonografik yang khas tidak terdapat tetapi hepar mungkin
membesar dan nyeri tekan. (Gambar 42b)
3. Hepatomegali Tropikal.
4. Skistosomiasis. Hepar secara sonografik bias tampak normal atau membesar dengan
penebalan vena porta dan cabang utamanya yang menjadi sangat ekogenik,
khususnya di daerah sekitar porta hepatis. Fibrosis periportal dapat disebabkan oleh
Schistosoma mansonii atau S. japonicum (Gambar 43).
HEPAR YANG MEMBESAR : POLA
NON-HOMOGEN

1. Tanpa massa yang diskrit. peningkatan ekogenesitas dalam parenkima hepar


dengan hilangnya tepi vena porta perifer yang sangat reflekif, maka kemungkinan
sirosis, hepatitis kronis atau fatty liver.

2. Dengan massa ekogenik yang multiple.


- Sirosis makronoduler : Hepar membesar dengan massa ekogenik yang memiliki
pelbagai ukuran namun jaringan yang menyelingi tampak normal. Anatomi vaskuler
yang normal mengalami distorsi (Gambar 45a).
3. Abses multiple. Biasanya batas abses tidak jelas dengan back wall echoes dan
internal echoes yang kuat (Gambar 45b)

4. Metastase yang multiple. hiperekoik atau hipoekoik dan berbatas jelas atau kabur
atau keduanya (Gambar 46).
5. Limfoma. massa hipoekoik yang multiple dalam hepar, yang biasanya dengan garis
bentuk yang ireguler tanpa disertai acoustic enhancement.

6. Hematoma. garis bentuk yang ireguler dengan disertai acoustic enhancement.


HEPAR YANG KECIL /
MENGKERUT

■ Ekogenesitas yang meningkat secara merata dan vena porta serta hepatica yang
mengalami distorsi pada hepar yang mengerut atau mengecil biasanya
disebebakan oleh sirosis mikronoduler (Gambar 48). Jika lumennya berisi
gelombang eko, kemungkinan terdapat thrombosis yang bisa meluas ke dalam
vena lienalis dan mesenterika (Gambar 49). Beberapa pasien dengan tipe sirosis
ini dapat memiliki hepar yang tampak normal pada stadium awal.
LESI KISTIK DALAM HEPAR YANG
NORMAL ATAU BESAR
1. Kista soliter dengan batas yang jelas. Massa bebas-eko yang bentuknya
bulat dengan acoustic enhancement dan biasanya memiliki diameter
kurang dari 3

2. Kista soliter dengan garis bentuk ireguler yang kasar.


3. Lesi kistik multiple , Massa kistik berbentuk sferis multiple berbagai
ukuran dan sama sekali bebas-eko dengan garis bentu yang tajam serta
posterior acoustic enhancement dapat menunjukkan penyakit polikistik
kongenital (Gambar 50b).
4. Kista yang kompleks. Perdarahan atau infeksi pada setiap kista dapatmenghasilkan
gelombang eko internal dan menyerupai abses atau tumor yang nekrotik (Gambar 50c)

5. Kista ekinokokus. Kista hidatidosa dapat memperlihatkan gambaran sonografik dengan


spektrum yang luas (Gambar 51)
DIAGNOSIS BANDING MASSA
HEPAR

■ Kurangnya gejela klinik sangat sugestif kearah hemangioma. Untuk


memastikan perlu pemeriksaan CT scan. Angiografi, MRI, atau
radionuclide scanning dengan sel darah merah berlabel.
■ Massa homogen yang tunggal denga neo yang intensitasnya rendah di
sekitar bagian perifer massa tersebut kemungkinan merupaka hepatoma
ABSES HEPAR
1. Abses ameba, Pada stadium awal bersifat ekogenik dengan bagian tepi yang tidak jelas
atau bahkan isodense serta tidak tampak, kemudian terlihat sebagai massa dengan
dinding ireguler dan dengan acoustic enhancement. Apabila timbul jaringan parut akan
bertahan tanpa batas waktu dan akan mengalami kalsifikasi.(Gambar 54d)
2. Abses subfrenika dan subhepatika.
Bulan sabit dengan batas nyata dan bebas eko antara hepar dan hemidiafragma kanan
disebabkan oleh abses subfrenika sisi kanan. Apabila kronis tepi hepar ireguler, septa
terbentuk Bersama debris yang terlihat pada pemeriksaan USG(Gambar 55)
Jika ditemukan Abses subfrenikus, hepar harus diskening untuk menyingkirkan kemungkinan
abses ameba atau abses pigenik.(gambar 55c)
TRAUMA PADA HEPAR
HEPATOMA
1. Bervariasi dari hiperekoik hingga hipoekoik, riwayat klinik dan gejalanya diperlukan
untuk membedakan hematoma dengan abses (gambar 56a)
2. Hematoma subkapsuler sebagai bebas eko atau daerah kompleks , Garis bentuk hepar
biasanya tidak berubah (Gambar 56b)
3. Hematoma ekstrakapsuler terdapat sebagai daerah bebas-eko atau daerah kompleks
(akibat bekuan darah) yang terletak di dekat hepar tetapi berada diluar kapsula.
KANDUNG EMPEDU
Kandung empedu pada keadaan icterus

■ Jika kandung empedu mengalami distensi, obstruksi biasanya mengenai ductus koledokus.
Duktus hepatikus juga akan mengalami distensi (Gambar 68a)

■ Jika kandung empedu tidak mengalami distensi atau berukuran sangat kecil. Kemungkinan
obstruksi sangat kecil obstruksi berada di atas level ductus sistikus).
■ SALURAN BILIER DALAM KEADAAN IKTERUS

1. Diameter maksumal ductus hepatikus komunis yang normal kurang dari 5 mm.
2. Diameter maksimal ductus koledokus yang normal kurang dari 9 mm.
3. Diameter maksimal ductus koledokus pasca kolesistektomi 10-12 mm.
- Jika saluran empedu intrahepatic mengalami dilatasi ringan, curiga kemungkinan
obstruksi bilier.
- Jika saluran empedu ekstrahepatik dilatasi tapi intrahepatic tidak lakukan skening
parenkima hepar. Bila icterus persisten penyebabnya mungkin sirosis hepatis.
KLONORKIASIS
■ Duktus koledokus maupun ductus hepatikus kominis akan mengalami dilatasi, ireguler
dan sakuler. Jika saluran empedu hepatic maupun ekstrahepatik dilatasi dan terdapat lesi
kistik yang besar di dalam parenkima hepar, kemungkinan menunjukkan penyakit
hidatidosa dan ban klonorkiasis.
■ Batu Empedu

1. Film polos, 10 % kalkulus yang radioopak, permukaan dengan lapisan multiple.


2. Ultrasonografi, Area ekogenik yang menimbulkan bayangan. Dinding menebal
dan diameter ductus bilier komunis juga dinilai
■ Kalkulus ductus bilier komunis

Perjalanan kandung empedu ke dalam ductus bilier komunis dapat menyebabkan nyeri
hebat dan menyebabkan jaundice obstruktif
■ Gambaran radiologis

USG  dilatasi ductus bilier komunis dan dilatasi ductus intrahepatic.


ERCP  Sistem bilier dilatasi.
■ Metastasis Hati
Gejala : Asimtomatik, Hepatomegali, Asites, Penurunan
BB, Enzim hati abnormal dan jaundice.
■ Pankreatitis akut
Sinar X- dada polos sering menunjukkan efusi pleura
(kandungan amilase yang tinggi)
■ Pankreatitis Kronis

Kalsifikasi pancreas pada sinar X abdomen atau CT di intraductal, menyebab secara


difus/local. USG menunjukkan pancreas atrofik yang kecil dan ireguler dengan pola
parenkim yang berubah. ERCP menunjukkan dilatasi ductus ireguler diserttai stenosis,
obstruksi, dan tidak ada pengisian pada cabang sisi tersebut. MRI menunjukan hilangnya
intensitas sinyal.
■ Karsinoma Pankreas

USG menunjukkan dilatasi pancreas dan ductus bilier, kandung empedu distensi, pembesaran
pancreas fokal massa hipoekoik, metastasis hati atau ascites. CT  penemuan serupa. MRI
 sinyal dari pancreas. ERCP  obstruksi ductus ireguler atau penguatan gambar pembuluh
darah. Arteriografi  mengetahui anatomi vascular sebelum pembedahan.
KESIMPULAN
Kata ikterus (jaundice) berasal dari kata Perancis ‘jaune’ yang berarti kuning. Ikterus adalah
perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning
karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi darah dan jaringan (> 2 mg/
100 ml serum).1
Ada 3 tipe ikterus yaitu ikterus pre-hepatik (hemolitik), ikterus intra-hepatik dan ikterus post-hepatik
(obstruksi).Riwayat penyakit yang rinci dan pemeriksaan fisik sangat penting untuk menegakkan
diagnosis penyakit dengan keluhan ikterus. Diagnosis yang akurat untuk suatu gejala ikterus dapat
ditegakkan melalui penggabungan dari gejala-gajala lain yang timbul dan hasil pemeriksaan fungsi hepar
serta beberapa prosedur diagnostik khusus.
Penatalaksanaan ikterus sangat tergantung penyakit dasar penyebabnya. Jika penyebabnya adalah
penyakit hati (misalnya hepatitis virus), biasanya ikterus akan menghilang sejalan dengan perbaikan
penyakitnya. Sedangkan pada ikterus obstruktif, pengobatan bertujuan untuk menghilangkan penyebab
sumbatan atau mengalihkan aliran empedu.
Pemeriksaan Penunjang pada radiologi penyakit kuning dilakukan dengan penggunaan Film Polos,
Kolesistogram oral, Kolangiogram operatif, Kolangiogram Tuba-T, Kolangiogram transhepatic, ERCP,
ultrasonografi, Pemindaian isotop, Computed tomography (CT), Magnetic resonance imaging (MRI),
angiografi
Gambaran radiologi yang menyebabkan penyakit kuning pada pembahasan ini yaitu penyakit pada
Hepatitis, Sirosis Hepatis, Batu Empedu, Kalkulus Ductus Bilier Komunis, Metastasis Hati, Pankreatitis
Akut, Pankreatitis Kronis, Karsinoma Pancreas.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sulaiman A. Pendekatan Klinis pada Pasien Ikterus. Dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III edisi IV. Jakarta : Pusat penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. 422-425.
2. Davey P. Ikterus. Dalam : At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga Medical Series,
2006.
3. Medline Plus. Bilirubin. Http://www.nlm.nih.gov.
4. Medline Plus. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP).
Http://www.nlm.nih.gov.
5. Mansjoer, Arief, Dkk. Hepatitis. 2000. KapitaSelektaKedokteran. EGC. Jakarta
2004, hal: 91-5
6. Smeltzer, Suzanne C. BukuAjarMedikalBedah Brunner &Suddarth, Edisi 8, Vol 2.
EGC. Jakarta 2001, hal: 114-120
7. Patel, R. Pradip. Lecture Notes Radiology:Edisi kedua. Jakarta : Erlangga Medal
Series, 2006.

Anda mungkin juga menyukai