Anda di halaman 1dari 4

Penatalaksanaan Syok Hipovolemik

Resusitasi awal membutuhkan reekspansi cepat volum darah intravaskular yang bersirkulasi
bersama dengan intervensi untuk mengontrol kehilangan yang sedang terjadi. Setelah
resusitasi, komplians ventrikel bisa tetap berkurang karena peningkatan cairan insterstisial di
miokardium. Dengan demikin, peningkatan tekanan pengisian seringkali dibutuhkan untuk
mempertahankan performa ventrikel yang adekuat. (Harrison, 2015)
Resusitasi volume diawali dengan infusi cepat saline isotonis (hati – hati terhadap
hiperkloremik asidosis akibat hilangnya kapasitas buffer dari bikarbonat digantikan dengan
klorida yang berlebihan) atau solusion garam yang seimbang seperti RL (perhatikan potensi
disfungsi ginjal) melalui i.v line. Injuri otak traumatik bisa diberikan volume kecil salin
hipertonis walau data pastinya bervariasi (menunjukkan survival yang lebih baik). Kematian
meningkat bila diberikan koloid pada pasien ini. Infusi 2 – 3 L solusion garam 20 – 30 menit
mampu mengembalikan parameter normal hemodinamik. Jika terdapat instabilitas
hemodinamik yang terus menerus berarti ada kecurigaan bahwa syok belum teratasi serta ada
kehilangan darah yang signifikan atau kehilangan volume lainnya. Kehilangan darah akut
dengan Hb berkurang hingga ≤ 100 g/L (10 g/dL) perlu diberikan transfusi darah. Pasien
resusitasi sering koagulopatik karena kekurangan faktor pembekuan pada kristaloid dan
banked packed red blood cells. Transfusi masif mendekati 1:1 (plasma beku segar/PRBC)
meningkatkan survival. Mengikuti hipovolemia berat atau memanjang, bisa diberikan
dukungan inotropik seperti NE, vasopresin atau dopamin hanya setelah volum darah
dipulihkan. Setelah perdarahan terkontrol dan pasien telah stabil, transfusi darah harus
dihentikan kecuali Hb <7 g/dL. (Harrison, 2015)
Suplai oksigen harus selalu tersedia dan intubasi endotrakeal bisa dibutuhkan untuk
mempertahankan oksigenasi arterial. Kerusakan organ lebih sedikit dibandingkan syok septik
atau traumatik karena tak adanya aktivasi masif respon imun dan akibat injuri organ spesifik
dan gagal organ. (Harrison, 2015)
Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan (2014), tatalaksana syok hipovolemik
ialah :
a. Infus cepat kristaloid untuk ekspansi volume intravaskuler melalui kanula vena besar (dapat lebih
satu tempat) atau melalui vena sentral.
b. Jika terdapat perdarahan maka dapat diberikan 3-4 kali dari jumlah perdarahan. Setelah pemberian
3 liter disusul dengan transfusi darah. Secara bersamaan sumber perdarahan harus dikontrol.
c. Resusitasi tidak komplit sampai serum laktat kembali normal. Pasien syok hipovolemik berat
dengan resusitasi cairan akan terjadi penumpukan cairan di rongga ketiga.
d. Vasokonstriksi jarang diperlukan pada syok hipovolemik murni.
(Permenkes, 2014)

Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ


Tanda dan gejala perfusi yang tak adekuat pada diagnosis syok dapat diterapkan dalam
menentukan respon pasien. Kembalinya tekanan darah yang normal, tekanan nadi, laju nadi
merupakan tanda yang menyatakan bahwa perfusi kembali ke normal. Akan tetapi, observasi
ini tidak memberikan informasi mengenai perfusi organ. Volume output urin bisa menjadi
indikator yang sensitif untuk perfusi renal; volume urin normal secara umum menyatakan
adanya aliran darah renal yang adekuat jika tidak dimodifikasi oleh administrasi agen diuretik.
(American College of Surgeons, 2012)

Output Urin
Dalam batas tertentu, output urin digunakan untuk memonitor aliran darah renal.
Penggantian volume resusitasi yang adekuat harus memproduksi output urin kira – kira 0.5
mL/kg/jam pada dewasa, sedangkan pada anak – anak berkisar 1mL/kg/jam. Pada anak – anak
usia dibawah 1 tahun, 2mL/kg/jam harus dipertahankan. (American College of Surgeons,
2012)

Keseimbangan Asam Basa


Pasien pada syok hipovolemik awal memiliki alkalosis respiratori karena takipnea.
Alkalosis respiratori sering diikuti asidosis metabolik ringan pada fase awal syok dan tidak
membutuhkan pengobatan. Asidosis metabolik berat bisa berkembang pada syok yang berat.
Asidosis yang persisten biasanya disebabkan oleh resusitasi yang inadekuat atau kehilangan
darah yang terus berjalan dan pada pasien syok yang normotermik, ini harus ditatalaksana
dengan cairan, darah dan pertimbangkan intervensi operasi untuk mengontrol perdarahan.
Defisit basa dan atau laktat bisa berguna dalam menentukan adanya dan beratnya syok.
Natrium bikarbonat sebaiknya tidak digunakan pada asidosis metabolik sekunder terhadap
syok hipovolemik. (American College of Surgeons, 2012)

Ketikan tranfusi di hal 4


Referensi
American College of Surgeon. (2012). Advanced Trauma Life Support Edisi 19. Amerika Serikat

Anonim. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

Fauci, Anthony S., Hauser, Stephen L., Jameson, J. L., Kasper, Dennis L., Longo, Dan L.,
Loscalzo, J. (2015). Harrison’s Principle of Internal Medicine. Edisi ke 19. McGraw Hill
Education
Transfusi Darah

Anda mungkin juga menyukai