Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarma
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Bernadus Dirgantoro, Sp. OG
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 4
BAB 2 RESUME PASIEN ................................................................................... 6
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 16
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 24
BAB 5 KESIMPULAN ........................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
dengan serviks inkompeten, polihidramnion, malpresentasi janin, janin kembar
atau adanya infeksi pada serviks atau vagina (Sudarmi, 2013).
Dengan angka kejadian yang cukup tinggi ini, maka penting bagi kita untuk
mengulas lebih lanjut sebagai saran pembelajaran agar penegakkan diagnosis
dapat diberikan dengan tepat sehingga penanganan lebih optimal. Selain itu,
pendalaman materi juga penting sebagai modal dalam mengedukasi masyarakat
agar mengenal tanda-tanda terjadinya Ketuban Pecah Dini.
1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui teori tentang ketuban pecah dini serta kesesuaian antara teori
dengan kasus nyata.
1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah
5
BAB 2
RESUME PASIEN
2.1 Anamnesa
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. SA
Usia : 40 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jalan S. Parman Loa Kulu
Masuk Rumah Sakit pada tanggal 20 Maret 2019, pukul 23.30 WITA
b. Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir sejak pukul 21.00.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh suami ke IGD RSUD Aji Muhammad
Parikesit Tenggarong dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir 1 jam
30 menit sebelum masuk rumah sakit. Air-air tidak disertai dengan darah
dan lendir. Air yang keluar berwarna jernih. Pasien mengaku keluar air-air
tiba-tiba dan tidak merasakan perut kencang-kencang. Pasien merasakan
masih gerakan janin. Pasien baru merasakan perut kencang-kencang saat
tiba di rumah sakit. Keluhan lain seperti demam, sesak napas, nyeri kepala,
nyeri perut, batuk, gangguan BAK dan BAB disangkal oleh pasien.
Riwayat trauma tidak ada.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, dan
asma.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, asma, dan
keluhan serupa pada keluarga pasien.
6
f. Riwayat Haid
Menarche pada usia 12 tahun, lama haid 7 hari, jumlah darah haid
sebanyak 3-4 kali ganti pembalut per hari.
Hari Pertama Haid Terakhir : 20 Juni 2018
Taksiran Persalinan : 27 Maret 2019
g. Riwayat Pernikahan
Menikah dua kali sejak usia 15 tahun. Lama pernikahan dengan suami
sekarang adalah 14 tahun.
h. Riwayat Obstetri
G4P3003A000
Tahun Tempat Umur Jenis Keadaan
No Penolong Penyulit JK/ BB
Partus Partus Kehamilan Partus Anak
Lk/
1. 2006 BPM Aterm PP Bidan - H
3000 gr
Lk/
2. 2007 BPM Aterm PP Bidan - H
3200 gr
Pr/
3. 2011 BPM Aterm PP Bidan - H
3500 gr
4. 2019 Hamil ini
7
Kesadaran : Komposmentis, GCS E4V5M6
Berat badan : 64 kg
Tinggi badan : 154 cm
Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 84 kali/menit
Frekuensi nafas : 18 kali/menit
Suhu : 36,5oC
Status generalisata
- Kepala / leher : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera kterik (-/-),
Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
Thorax
- Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : Fremitus raba paru dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan ICS II parasternal line dextra
Batas kiri ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : Linea nigra (+), striae (-)
- Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat, CRT < 2detik
Status obstetrik
TFU : 32 cm
TBJ : 3.255 gram
Leopold I : teraba bagian bulat lunak, bokong.
Leopold II : punggung janin terletak di kiri ibu.
Leopold III : teraba keras, kepala, dapat digerakkan
8
Leopold IV :belum masuk PAP
His : tidak ada
DJJ : 143 x/menit
Vaginal Toucher : portio tebal lunak, pembukaan 1 cm, selaput ketuban
(+), bloodslime (-), ketuban mengalir warna jernih
3.5 Penatalaksanaan
Induksi misoprostol ⅛ tab
IVFD RL 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
Evaluasi his, DJJ, dan kemajuan persalinan
Observasi di VK
9
3.6 Follow up
Tanggal Observasi
21-03-2019 S: keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak pukul 21.00.
O:
22.30
Keadaan Umum: tampak sakit ringan
IGD
Kesadaran: komposmentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi: 84x/menit
Frekuensi napas: 20x/menit
Suhu: 36,5 oC
TFU: 32 cm
Leopold : Presentasi kepala, punggung kiri, belum masuk PAP, DJJ
133 dpm, His (-), VT pembukaan tidak ada, portio tebal lunak, selaput
ketuban (+), bloodslime (-), lakmus test berwarna biru (+)
A: G4P3003A000 Gravid 39-40 minggu belum inpartu + JTHIU +
Ketuban Pecah Dini
P:
10
TFU: 32 cm
DJJ: 138 dpm
VT: pembukaan 5 cm, portio tebal lunak, selaput ketuban (+),
bloodslime (+)
A: G4P3003A000 Gravid 39-40 minggu belum inpartu + JTHIU +
Ketuban Pecah Dini
P:
P:
11
10.20 O:
Keadaan Umum: tampak sakit ringan
VK
Kesadaran: komposmentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi: 88x/menit
Frekuensi napas: 20x/menit
Suhu: 36,5 oC
TFU: 32 cm
DJJ: 147 dpm
HIS: frekuensi 4x / 10 menit, durasi 35-45 detik
VT: pembukaan lengkap 10cm, portio lunak tipis, selaput ketuban (-),
bloodslime (+), bagian terbawah kepala, UUK anterior, HIV
A: G4P3003A000 Gravid 39-40 minggu + JTHIU + Inpartu kala II +
Riwayat Ketuban Pecah Dini
P:
Pimpin Persalinan
IVFD RL 20 tpm
Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
21/03/2019 Kala II:
10.29 Bayi lahir spontan jenis kelamin laki-laki
Apgar Score: 8/9
VK
Berat Badan Lahir: 3.240 gram
Panjang Badan Lahir: 50 cm
Kala IV
Jam Waktu Tekanan Nadi Suhu TFU Kontraksi Kandung Perdarahan
Ke Darah Uterus Kemih
12
11.05 110/70 84 1 jari Keras Kosong 20 cc
dibawah
pusat
13
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian ketuban pecah dini bervariasi. Dilaporkan angka kejadian
ketuban pecah dini antara 1,5% -3% di Amerika Serikat. Collaborative Perinatal
Project of National Institute of Neurogical and Communicative Dissorders and
Stroke dari penelitiannya terhadap populasi yang sangat besar mendapatkan
kejadian ketuban pecah dini sebesar 2,5% dari seluruh persalinan. Penyebab
ketuban pecah dini secara pasti belum diketahui, namun ada beberapa faktor
14
risikonya, antara lain riwayat KPD sebelumnya, perdarahan pervaginam, dan
riwayat operasi saluran genitalia (Roosdhantia, 2012).
Insiden Ketuban Pecah Dini (KPD) di Indonesia berkisar 4,5%-7,6% dari
seluruh kehamilan tahun 2011, sedangkan di luar negeri (di negaranegara Asia
lainnya seperti Malaysia, Thailand, Filipina, India, insiden KPD antara 6%-12%
(Wiradharma, 2013). Hasil penelitian lain di Indonesia bahwa dari seluruh
kehamilan, 5–10% mengalami KPD. Pada persalinan kurang bulan, sepertiga
diantaranya mengalami KPD; sedangkan dari kasus KPD, 60% di antaranya
terjadi pada kehamilan cukup bulan. Pada kehamilan dengan KPD, sebagian besar
kasus ditemukan mulut rahim yang belum matang, 30–40% mengalami gagal
induksi sehingga diperlukan tindakan operasi, sedangkan sebagian lain mengalami
hambatan kemajuan persalinan dengan peningkatan risiko infeksi pada ibu dan
janin. Kejadian amnionitis dilaporkan 15–23% pada penderita hamil dengan
ketuban pecah dini (Prabantoro, 2011).
15
proses persalinan disebut ketuban pecah spontan, apabila terjadi sebelum proses
persalinan disebut sebagai KPD. Sebagian besar air ketuban tetap berada dalam
rahim sampai neonatus lahir (Kosim, 2010).
3.1.5 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh (Soewarto, 2014).
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ektraseluler matriks. Saat
terjadi perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan jaringan ikat yang menyangga membran ketuban semakin
berkurang. Dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik dan enzim
kolagenase maka akan mempercepat melemahnya daya tahan ketuban sehingga
menyebabkan selaput ketuban pecah (Manuaba, 2007).
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstra seluler dan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis
16
dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi KPD (Prawirohardjo,
2014).
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, dan pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.
Pada trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya
selaput ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis. KPD pada
prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina. KPD prematur sering terjadi pada polihidromnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta (Prawirohardjo, 2014).
3.1.6 Diagnosis
Ada beberapa hal yang harus ditentukan untuk menganalisis bahwa cairan
yang keluar merupakan cairan air ketuban. Adapun cara untuk menilai bahwa
cairan yang keluar itu merupakan cairan air ketuban adalah sebagai berikut :
1. Tentukan pecahnya selaput ketuban. Ditentukan dengan adanya cairan
ketuban di vagina, jika tidak ada, dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian
bawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan
ketuban dapat dilakukan dengan test lakmus (nitrin test) merah menjadi biru,
membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan
kelainan janin.
2. Tentukan usia kehamilan bila perlu dengan USG.
3. Tentukan ada tidaknya infeksi, tanda-tanda infeksi : suhu ibu ≥ 38oC, air
ketuban keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA
(Leukosit Esterase), leukosit darah >15.000/ mm3, janin yang mengalami
takhicardi, mungkin mengalami infeksi intra uterine.
4. Tentukan tanda-tanda inpartu, tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa
dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan)
antara lain untuk melihat skor pelvile. (Pudiastuti, 2012:45-46).
Secara klinik diagnosis KPD tidak sukar dibuat. Anamnesa pada klien
dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat
17
menilai itu mengarah ke KPD. Untuk menentukan betul tidaknya terjadi KPD bisa
dilakukan dengan cara :
1. Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak
putih), rambut lanugo atau bulu-bulu halus bila telah terinfeksi bau.
2. Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban
keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat
cairan ketuban pada forniks posterior.
3. Terdapat infeksi genital (sistemik)
4. Gejala Chorioamnionitis
a. Maternal: demam dan takikardi, uterine tenderness, cairan amnion yang
keruh, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit
esterase (LEA) meningkat, kultur darah/ urine
b. Fetal: takikardi, kardiotokografi, profibiofisik, volume cairan ketuban
berkurang.
5. Tes valsava (tes dengan melakukan ekspirasi paksa), tes valsava dapat
dilakukan dengan cara melakukan ekspirasi paksa dengan menutup mulut dan
hidung yang akan menambah tekanan pada telinga dan tekanan pada bagian
fundus, sehingga jika terjadi KPD, maka air ketuban akan keluar (Fadlun,
2011).
3.1.7 Penatalaksanaan
KPD termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelolah KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi
sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, jika kehamilan
segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio sesarea dan
apabila menunggu persalinan spontan, maka akan meningkatkan insiden
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif
harus di pastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara
koservatif dengan maksud memberikan waktu pematangan paru, harus bisa
memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memeperjelek prognosis janin.
18
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan tidak di ketahui
secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD
dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh Karena
itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu
yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan matang, choriamnionitis
yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningkatnya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin
langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya
periode laten.
Penatalaksanaan dengan beberapa cara (Cunningham, 2006; Winkjosastro,
2010):
1. Konservatif
Penatalaksanaan konservatif ketuban pecah dini pada kehamilan preterm
antara lain:
a. Rawat di rumah sakit, ditidurkan dengan posisi trendelenburg position,
tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika (Ampisilin 4 x 500 mg atau Eritromisin bila tidak
tahan Ampisilin) dan Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Pemberian Magnesium
Sulfat sebagai brain protector dengan dosis 4 gram sebagai dosis inisial
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 1 gram/jam sampai lahir, maksimum
24 jam.
d. Pada usia kehamilan 32 – 34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin. Sediaan terdiri atas betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali).
e. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif maka beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.
19
f. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
g. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dengan
rejimen Ampisilin 2 g intravena setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti oleh
Amoksisilin (500 mg per oral tiga kali sehari atau 875 mg secara oral dua
kali sehari) selama lima hari dan lakukan induksi.
h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit tanda-tanda infeksi intrauterin).
2. Aktif
Janin dianggap cukup matang pada usia kehamilan sudah 34 minggu
atau lebih. Sehingga biasanya dokter melakukan induksi persalinan. Dapat
diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Observasi suhu rektal terlebih dahulu, bila tidak meningkat, persalinan bisa
ditunggu dalam 24 jam, bila belum ada tanda – tanda inpartu maka dilakukan
terminasi (Soewarto, 2014; Amalia, 2015).
Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam dan tidak ada tanda – tanda
inpartu maka segera dilakukan terminasi untuk mencegah terjadinya infeksi.
Bila terdapat tanda – tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi dengan oksitosin. Jika tidak berhasil, seksio sesarea dapat
dilakukan untuk mengakhiri persalinan. Sedangkan bila skor pelvik > 5,
induksi persalinan, partus pervaginam (Soewarto, 2014).
3.1.8 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang seringkali ditimbulkan dari KPD sangat
berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta dampak terhadap ibunya
sendiri. Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini tergantung pada usia
kehamilan. Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory Disterss Syndrome),
yang terjadi pada 10 -40% bayi baru lahir (Umami, 2016). Selain itu, hipoksia karena
terjadi kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea karena
gagalnya persalinan normal merupakan komplikasi juga dari kejadian KPD (Soewarto,
2014).
20
KPD dapat membuat presentasi janin cenderung pada posisi yang abnormal dan
plasenta biasanya lebih mudah terlepas dengan cepat. Selain itu, KPD dapat
meningkatkan risiko perdarahan intraventrikular pada neonatus yang dapat
mengakibatkan kecacatan perkembangan saraf, misalnya cerebral palsy (Moldenhauer,
2016). Komplikasi yang terjadi pada bayi dengan kasus KPD di Wilayah Kerja
Puskesmas Lerep adalah prematuritas 31 kasus (31,9%), asfiksia 30 kasus (30,9%).
Sedangkan pada ibu, komplikasi yang banyak terjadi adalah partus lama yaitu 36 kasus
(37,1%) dari 97 ibu yang mengalami KPD (Umami, 2016).
KPD dapat meningkatkan risiko infeksi pada maternal ataupun neonatal. Infeksi
pada maternal yang tersering adalah korioamnionitis dengan insidensi sekitar 4,2% -
10,5%. Sedangkan infeksi pada janin dapat terjadi septicemia, pneumonia, infeksi traktus
urinarius dan infeksi lokal misalnya konjungtivitis (Fahrozy, 2012). KPD merupakan
faktor predisposisi dari terjadinya persalinan premature, dimana bayi belum sepenuhnya
mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan di luar rahim, dan hal ini dapat
menambah angka mortalitas dan morbiditas pada bayi (Soewarto, 2014).
21
BAB 4
PEMBAHASAN
Pasien Ny. SA usia 30 tahun datang ke IGD RSUD Aji Muhammad Parikesit
Tenggarong pada tanggal 20 Maret 2019 dengan keluhan keluar air-air dari jalan
lahir sejak pukul 21.00. Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, berikut dibawah
ini uraian kesesuaian kasus dengan teori yang ada.
KASUS TEORI
23
BAB 5
PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. SA yang berusia 30 tahun
datang ke IGD RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong dengan keluhan
keluar air-air dari jalan lahir sejak pukul 21.00. Air-air tidak disertai dengan darah
dan lendir. Air yang keluar berwarna jernih. Pasien mengaku keluar air-air tiba-
tiba dan tidak merasakan perut kencang-kencang. Pasien masih merasakan gerak
janin. Keluhan lain seperti demam, sesak napas, nyeri kepala, nyeri perut, batuk,
gangguan BAK dan BAB disangkal oleh pasien. Riwayat trauma tidak ada.
Pemeriksaan tekanan darah pasien didapatkan 120/80 mmHg, tidak ada
riwayat hipertensi sebelumya. Pemeriksaan obstetri didapatkan HIS tidak ada,
Vaginal Toucher: portio tebal lunak, belum ada pembukaan, selaput ketuban (+),
bloodslime (-), ketuban mengalir warna jernih. Pemeriksaan penunjang lakmus test biru
(+), darah lengkap dalam batas normal. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan diagnosis G4P3003 A000 gravid
39-40 minggu belum inpartu + JTHIU + Ketuban Pecah Dini. Secara umum
penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dan
sesuai dengan teori.
24
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, Siti dan Oktarina, Aini. (2012). Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah
DiniA ntaraPrimipara dan Multipara. Jurnal Midpro. Edisi 1.
http://journal.unisla.ac.id/pdf/19412012/1.%20perbedaan%20kejadian%20k
etu ban%20pecah.pdf.
Atmono, B.D. (2010). Keluaran Perinatal Pengelolaan Konservatif Kehamilan
Belum Genap Bulan dengan Ketuban Pecah Dini. Tesis. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Fadlun. (2011). AsuhanKebidananPatologis. Jakarta :Salemba Medika.
Gabbe, S.G., Nielbyl, J.R., Simpson, J.L. (2002). Maternal and Perinatal
Infection. Dalam: Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. Edisi ke-4.
Philadelphia: Churchill Livingstone; h.1320-25.
Iriyanti ,B., et al. (2014). Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta :Sagung
Seto.
Kosim, M Sholeh. (2010). Pemerikssan Kekeruhan Air Ketuban. Jurnal Sari
Pediatri, Vol. 11, No. 5. http://httpsaripediatri.idai.or.idpdfile11-5-12.pdf
Marmi, et al. (2016). Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Minkoff, H. L. (2004). Human Immunodeficiency Virus. Dalam: Creasy RK,
Resnik R, Iams JD, penyunting. Maternal-Fetal Medicine Principles and
Practice. Edisi ke5. Philadelphia: Elsevier Saunders; h. 803-14.
Prabantoro, BTR. (2011). Peran Endonuclease-G sebagai Biomarker Penentu
Apoptosis Sel Amnion pada Kehamilan dengan Ketuban Pecah Dini.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta :Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Roosdhantia, I.R. (2012). Perbedaan Skor APGAR Pada Ketuban Pecah Dini Usia
Kurang Dari 34 Minggu Yang Diberi dan Tidak Diberi Deksametason.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Sepduwiana, Henny. (2011). Faktor Terjadinya KPD pada Ibu Bersalin di RSUD
Rokan Hulu. Jurnal Maternity and Neonatal. Vol. 1 no. 3.
http://ejournal.upp.ac.id/index.php/akbd/article/download/1103/804
25
Sudarmi. (2013). Hubungan Ketuban Pecah Dini ≥ 12 Jam Dengan Gawat Janin
Di Ruang Bersalin RSUP NTB Tahun 2012. Media Bina Ilmiah. Volume 7,
No. 5 Oktober 2013.
Sukesih, S. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu
Hamil Mengenai Tanda Bahaya dalam Kehamilan di Puskesmas Tegal
Selatan Kota Tegal Tahun 2012. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Tahir, S. (2012). Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Wiradharma. (2013). Risiko Asfiksia pada Ketuban Pecah Dini di RSUP Sanglah.
Sari Pediatri, Vol. 14, No. 5, Februari 2013.
26