Anda di halaman 1dari 26

Laboratorium / SMF Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarma

KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh:

Ansar Ahmed S.I.T 1710029074

Eka Mulianingsih 1810029025

Ni Putu Vivi A. B 1810029024

Pembimbing:
dr. Bernadus Dirgantoro, Sp. OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Laboratorium


Obstetri dan Ginekologi
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat


rahmatNya penyusun dapat menyelesaikan Makalah Tutorial Klinik tentang
“Ketuban Pecah Dini”. Makalah ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan
klinik di Laboratorium Obstertri dan Ginekologi Rumah Sakit Umum Daerah
Aji Muhammad Parikesit Tenggarong.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Bernadus
Dirgantoro, Sp.OG, selaku dosen pembimbing Tutorial Klinik yang telah
memberikan bimbingan kepada penyusun dalam penyelesaian makalah ini.
Penyusun menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam makalah ini,
sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan.
Akhir kata, semoga makalah ini berguna bagi penyusun sendiri dan para
pembaca.

Samarinda, Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 4
BAB 2 RESUME PASIEN ................................................................................... 6
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 16
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 24
BAB 5 KESIMPULAN ........................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 27

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
menunjukkan bahwa secara nasional Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
adalah 32 per 1000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan dengan AKB tahun 2007
sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup, dan tahun 2003 sebesar 35 per 1000
kelahiran hidup, AKB tersebut sudah menurun namun masih jauh dari target
MDGs 2016 yaitu 23/1000 KH sehingga memerlukan upaya keras dari semua
komponen untuk mencapai target tersebut (Sudarmi, 2012).
Secara global, 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung.
Kematian ibu langsung merupakan akibat dari komplikasi kehamilan, persalinan, atau
masa nifas, dan segala intervensi atau penanganan yang tidak tepat. Penyebab langsung
kematian ibu di Indonesia yang sebagian besar hampir sama dengan negara lain, yaitu
perdarahan (25%), infeksi (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%),
komplikasi aborsi tidak aman (13%), dan lain-lain (8%) (Saifuddin, 2014). Sebagian
besar ibu yang mengalami infeksi merupakan akibat dari adanya komplikasi atau penyulit
kehamilan seperti ketuban pecah dini (KPD) (45%), infeksi saluran kemih (31%), dan
febris (24%) (Leihitu, 2015).
Hasil penelitian The Department of Obstetrics and Gynaecology, G.M.H., Rewa,
India pada tahun 2014 terdapat 347 kejadian KPD dari 9238 persalinan, atau 3,75%
(Vishwakarma, Patel, Yadav, & Pandey, 2015). Sedangkan pada penelitian di Nigeria
terdapat 119 kejadian KPD dari 2798 persalinan (Okeke et al., 2014). Kejadian KPD di
Amerika Serikat setiap tahun terjadi sekitar 3% atau 150.000 dari seluruh kehamilan dan
30-40% dihubungkan dengan persalinan prematur (Jazayeri, 2016). Angka kejadian KPD
berkisar antara 5-15% dari kehamilan. Dalam hal ini, pada kehamilan aterm terjadi
sekitar 10% dan 5% terjadi pada kehamilan preterm (Al-Hussain, Mohamed, El-dien, &
Ahmed, 2012).
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan salah satu komplikasi kehamilan
yang paling sering ditemui. Insiden ketuban pecah dini adalah 2,7%- 17%,
bergantung pada lama periode fase laten yang digunakan untuk menegakkan
diagnosis KPD. Angka kejadian kasus KPD terjadi lebih tinggi pada wanita

4
dengan serviks inkompeten, polihidramnion, malpresentasi janin, janin kembar
atau adanya infeksi pada serviks atau vagina (Sudarmi, 2013).
Dengan angka kejadian yang cukup tinggi ini, maka penting bagi kita untuk
mengulas lebih lanjut sebagai saran pembelajaran agar penegakkan diagnosis
dapat diberikan dengan tepat sehingga penanganan lebih optimal. Selain itu,
pendalaman materi juga penting sebagai modal dalam mengedukasi masyarakat
agar mengenal tanda-tanda terjadinya Ketuban Pecah Dini.

1.2 Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mengetahui teori tentang ketuban pecah dini serta kesesuaian antara teori
dengan kasus nyata.

1.2.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui teori tentang ketuban pecah dini yakni mencakup: Definisi,


epidemiologi, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala, diagnosis, penatalaksanaan
2. Mengetahui kesesuaian antara teori dengan kasus nyata ketuban pecah dini
di RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong.

1.3 Manfaat
1.3.1. Manfaat Ilmiah

Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang kedokteran


terutama bidang Obstetri dan Ginekologi, khususnya tentang ketuban pecah dini

1.3.2 Manfaat bagi Pembaca

Makalah ini diharapkan menjadi sumber pengetahuan bagi pembaca


mengenai ketuban pecah dini.

5
BAB 2
RESUME PASIEN
2.1 Anamnesa
a. Identitas Pasien
Nama : Ny. SA
Usia : 40 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jalan S. Parman Loa Kulu
Masuk Rumah Sakit pada tanggal 20 Maret 2019, pukul 23.30 WITA

b. Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir sejak pukul 21.00.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh suami ke IGD RSUD Aji Muhammad
Parikesit Tenggarong dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir 1 jam
30 menit sebelum masuk rumah sakit. Air-air tidak disertai dengan darah
dan lendir. Air yang keluar berwarna jernih. Pasien mengaku keluar air-air
tiba-tiba dan tidak merasakan perut kencang-kencang. Pasien merasakan
masih gerakan janin. Pasien baru merasakan perut kencang-kencang saat
tiba di rumah sakit. Keluhan lain seperti demam, sesak napas, nyeri kepala,
nyeri perut, batuk, gangguan BAK dan BAB disangkal oleh pasien.
Riwayat trauma tidak ada.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, dan
asma.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada riwayat hipertensi, diabetes mellitus, alergi, asma, dan
keluhan serupa pada keluarga pasien.

6
f. Riwayat Haid
Menarche pada usia 12 tahun, lama haid 7 hari, jumlah darah haid
sebanyak 3-4 kali ganti pembalut per hari.
Hari Pertama Haid Terakhir : 20 Juni 2018
Taksiran Persalinan : 27 Maret 2019
g. Riwayat Pernikahan
Menikah dua kali sejak usia 15 tahun. Lama pernikahan dengan suami
sekarang adalah 14 tahun.
h. Riwayat Obstetri
G4P3003A000
Tahun Tempat Umur Jenis Keadaan
No Penolong Penyulit JK/ BB
Partus Partus Kehamilan Partus Anak
Lk/
1. 2006 BPM Aterm PP Bidan - H
3000 gr
Lk/
2. 2007 BPM Aterm PP Bidan - H
3200 gr
Pr/
3. 2011 BPM Aterm PP Bidan - H
3500 gr
4. 2019 Hamil ini

i. Riwayat Antenatal Care


Pasien kontrol kehamilan dan melakukan pemeriksaan kehamilan di
puskesmas dan rumah sakit sebanyak 10 kali. Pasien meminum vitamin
yang diberikan. Dari hasil USG (27 Februari 2019), perkiraan taksiran
persalian 25 Maret 2019 dan TBJ 3.000 gram.
j. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi
Pasien menggunakan pil kb selama 2 tahun sejak 2007 dan berhenti pada
2009. Setelah itu pasien tidak menggunakan KB.

3.2 Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Pasien tampak sakit ringan

7
 Kesadaran : Komposmentis, GCS E4V5M6
 Berat badan : 64 kg
 Tinggi badan : 154 cm
 Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 84 kali/menit
Frekuensi nafas : 18 kali/menit
Suhu : 36,5oC
 Status generalisata
- Kepala / leher : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera kterik (-/-),
Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
Thorax
- Pulmo
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris
Palpasi : Fremitus raba paru dextra sama dengan sinistra
Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan ICS II parasternal line dextra
Batas kiri ICS V midclavicular line sinistra
Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : Linea nigra (+), striae (-)
- Ekstremitas : Edema -/-, akral hangat, CRT < 2detik

 Status obstetrik
TFU : 32 cm
TBJ : 3.255 gram
Leopold I : teraba bagian bulat lunak, bokong.
Leopold II : punggung janin terletak di kiri ibu.
Leopold III : teraba keras, kepala, dapat digerakkan

8
Leopold IV :belum masuk PAP
His : tidak ada
DJJ : 143 x/menit
Vaginal Toucher : portio tebal lunak, pembukaan 1 cm, selaput ketuban
(+), bloodslime (-), ketuban mengalir warna jernih

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Lakmus test : Berwarna biru (+)
Laboratorium Darah Lengkap (21/3/2019)
 Hemoglobin : 11,6 gr/dl
 Leukosit : 10.600/µl
 Hematokrit : 35 %
 Trombosit : 308.000 mm3
 Bleeding time : 1,3 menit
 Clotting time : 3,3 menit
 GDS : 88 mg/dL
 HbsAg : Non reaktif

3.4 Diagnosis Kerja


G4P3003A000 gravid 39-40 minggu belum inpartu + JTHIU + Ketuban Pecah Dini

3.5 Penatalaksanaan
 Induksi misoprostol ⅛ tab
 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
 Evaluasi his, DJJ, dan kemajuan persalinan
 Observasi di VK

9
3.6 Follow up
Tanggal Observasi

21-03-2019 S: keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak pukul 21.00.
O:
22.30
Keadaan Umum: tampak sakit ringan
IGD
Kesadaran: komposmentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi: 84x/menit
Frekuensi napas: 20x/menit
Suhu: 36,5 oC
TFU: 32 cm
Leopold : Presentasi kepala, punggung kiri, belum masuk PAP, DJJ
133 dpm, His (-), VT pembukaan tidak ada, portio tebal lunak, selaput
ketuban (+), bloodslime (-), lakmus test berwarna biru (+)
A: G4P3003A000 Gravid 39-40 minggu belum inpartu + JTHIU +
Ketuban Pecah Dini

P:

 Induksi misoprostol ⅛ tab


 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
 Evaluasi his, DJJ, dan kemajuan persalinan
 Observasi di VK
21-03-2019 S: Pasien pindah ruangan dari IGD ke VK, keluhan perut mules
O:
09.20
Keadaan Umum: tampak sakit sedang
VK
Kesadaran: komposmentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi: 82x/menit
Frekuensi napas: 19x/menit
Suhu: 36,5 oC

10
TFU: 32 cm
DJJ: 138 dpm
VT: pembukaan 5 cm, portio tebal lunak, selaput ketuban (+),
bloodslime (+)
A: G4P3003A000 Gravid 39-40 minggu belum inpartu + JTHIU +
Ketuban Pecah Dini

P:

 Observasi kemajuan persalinan


 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr IV

21-03-2019 S: pasien merasa semakin mules dan ingin BAB


O:
10.00
Keadaan Umum: tampak sakit sedang
VK
Kesadaran: komposmentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah: 110/80 mmHg
Frekuensi Nadi: 82x/menit
Frekuensi napas: 19x/menit
Suhu: 36,5 oC
TFU: 32 cm
DJJ: 140 dpm
VT : pembukaan 8 cm, portio lunak tipis, selaput ketuban (+),
bloodslime (+), bagian terbawah kepala, UUK anterior, HIII
HIS: frekuensi 4x / 10 menit, durasi 35-45 detik
A: G4P3003A000 Gravid 39-40 minggu inpartu + JTHIU + Riwayat
Ketuban Pecah Dini

P:

 Observasi kemajuan persalinan


 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
13-02-2018 S: pasien merasa mules, ingin BAB

11
10.20 O:
Keadaan Umum: tampak sakit ringan
VK
Kesadaran: komposmentis, GCS E4V5M6
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi: 88x/menit
Frekuensi napas: 20x/menit
Suhu: 36,5 oC
TFU: 32 cm
DJJ: 147 dpm
HIS: frekuensi 4x / 10 menit, durasi 35-45 detik
VT: pembukaan lengkap 10cm, portio lunak tipis, selaput ketuban (-),
bloodslime (+), bagian terbawah kepala, UUK anterior, HIV
A: G4P3003A000 Gravid 39-40 minggu + JTHIU + Inpartu kala II +
Riwayat Ketuban Pecah Dini

P:

 Pimpin Persalinan
 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
21/03/2019 Kala II:
10.29  Bayi lahir spontan jenis kelamin laki-laki
 Apgar Score: 8/9
VK
 Berat Badan Lahir: 3.240 gram
 Panjang Badan Lahir: 50 cm

21/03/2019 Kala III:


10.35  Plasenta lahir lengkap, tidak ada robekan plasenta
 Tidak terdapat laserasi
VK

Kala IV
Jam Waktu Tekanan Nadi Suhu TFU Kontraksi Kandung Perdarahan
Ke Darah Uterus Kemih

I 10.50 110/70 80 36,6 1 jari Keras Kosong 20 cc


dibawah
pusat

12
11.05 110/70 84 1 jari Keras Kosong 20 cc
dibawah
pusat

11.20 110/70 82 1 jari Keras Kosong 10 cc


dibawah
pusat

11.35 110/80 86 1 jari Keras Kosong 5 cc


dibawah
pusat

II 12.05 120/80 81 36,3 1 jari Keras Kosong 5 cc


dibawah
pusat

12.35 120/70 86 1 jari Keras Kosong 5 cc


dibawah
pusat

13
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ketuban Pecah Dini


3.1.1 Definisi
Terdapat beberapa teori mengenai definisi ketuban pecah dini (KPD).
Beberapa penulis mendefinisikan KPD yaitu keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan (Soewarto, 2014). Menurut teori Manuaba (2007), KPD
adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda in partu dan
setelah satu jam tidak diikuti dengan proses in partu. KPD dapat dibagi menjadi
KPD aterm yaitu pecahnya ketuban setelah 37 minggu kehamilan dan preterm
yaitu sebelum 37 minggu kehamilan (Simhan & Canavan, 2005). Dalam keadaan
normal 8 – 10% wanita hamil aterm akan mengalami KPD dan KPD preterm
terjadi pada 1% kehamilan (Soewarto, 2014). KPD preterm merupakan
komplikasi umum yang terjadi pada kehamilan sekitar 3% dari seluruh kehamilan
(Jazayeri, 2016).
Ada juga teori yang berdasarkan pada pembukaan serviks, yaitu ketuban
pecah dini atau spontaneous/early/premature rupture of the membrane (PROM)
adalah pecahnya ketuban sebelum in partu, dimana bila pembukaan kurang dari 3
cm pada primipara sedangkan kurang dari 5 cm pada multipara (Sofian, 2011).
Kebanyakan wanita hamil yang mengalami KPD, pada kehamilan aterm biasanya
mulai terjadi kontraksi rahim dalam waktu 12 – 48 jam. Sedangkan, pada usia
kehamilan 32 – 34 minggu biasanya terjadi dalam waktu 4 hari atau lebih setelah
selaput ketuban pecah (Moldenhauer, 2016).

3.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian ketuban pecah dini bervariasi. Dilaporkan angka kejadian
ketuban pecah dini antara 1,5% -3% di Amerika Serikat. Collaborative Perinatal
Project of National Institute of Neurogical and Communicative Dissorders and
Stroke dari penelitiannya terhadap populasi yang sangat besar mendapatkan
kejadian ketuban pecah dini sebesar 2,5% dari seluruh persalinan. Penyebab
ketuban pecah dini secara pasti belum diketahui, namun ada beberapa faktor

14
risikonya, antara lain riwayat KPD sebelumnya, perdarahan pervaginam, dan
riwayat operasi saluran genitalia (Roosdhantia, 2012).
Insiden Ketuban Pecah Dini (KPD) di Indonesia berkisar 4,5%-7,6% dari
seluruh kehamilan tahun 2011, sedangkan di luar negeri (di negaranegara Asia
lainnya seperti Malaysia, Thailand, Filipina, India, insiden KPD antara 6%-12%
(Wiradharma, 2013). Hasil penelitian lain di Indonesia bahwa dari seluruh
kehamilan, 5–10% mengalami KPD. Pada persalinan kurang bulan, sepertiga
diantaranya mengalami KPD; sedangkan dari kasus KPD, 60% di antaranya
terjadi pada kehamilan cukup bulan. Pada kehamilan dengan KPD, sebagian besar
kasus ditemukan mulut rahim yang belum matang, 30–40% mengalami gagal
induksi sehingga diperlukan tindakan operasi, sedangkan sebagian lain mengalami
hambatan kemajuan persalinan dengan peningkatan risiko infeksi pada ibu dan
janin. Kejadian amnionitis dilaporkan 15–23% pada penderita hamil dengan
ketuban pecah dini (Prabantoro, 2011).

3.1.3 Fisiologi Cairan Ketuban


Janin bergerak bebas dalam air ketuban sehingga membantu
perkembangan otot dan tulang. Kantung ketuban terbentuk saat 12 hari setelah
pembuahan, kemudian segera terisi oleh air ketuban. Saat minggu-minggu awal
kehamilan, air ketuban terutama mengandung air yang berasal dari ibu, setelah
sekitar 20 minggu urin janin membentuk sebagian besar air ketuban yang
mengandung nutrien, hormon dan antibodi yang melindungi janin dari penyakit.
Air ketuban berkembang dan mengisi kantong ketuban mulai 2 minggu sesudah
pembuahan. Setelah 10 minggu, kemudian air ketuban mengandung protein,
karbohidrat, lemak, fosfolipid, urea, dan elektrolit, untuk membantu pertumbuhan
janin. Pada saat akhir kehamilan sebagian besar air ketuban terdiri dari urin janin
(Kosim, 2010).
Air ketuban secara terus menerus ditelan/ dihirup dan diganti lewat proses
ekskresi seperti juga dikeluarkan sebagai urin. Hal yang demikian merupakan hal
yang penting bahwa air ketuban dihirup ke dalam paru janin untuk membantu
paru mengembang sempurna. Air ketuban yang tertelan membantu pembentukan
mekonium keluar saat ketuban pecah. Apabila ketuban pecah terjadi selama

15
proses persalinan disebut ketuban pecah spontan, apabila terjadi sebelum proses
persalinan disebut sebagai KPD. Sebagian besar air ketuban tetap berada dalam
rahim sampai neonatus lahir (Kosim, 2010).

3.1.4 Faktor Risiko


Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan yang
menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung pada
selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu fisiologi
selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan letak janin, usia
wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor golongan darah, faktor
multigravi-ditas/paritas, merokok, keadaan sosial ekonomi, perdarahan
antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm sebelumnya, riwayat KPD
sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau asam askorbat, ketegangan rahim
yang berlebihan, kesempitan panggul, kelelahan ibu dalam bekerja, serta trauma
yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis
(Tahir, 2012).

3.1.5 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi uterus
dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi
perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena
seluruh selaput ketuban rapuh (Soewarto, 2014).
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ektraseluler matriks. Saat
terjadi perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas
kolagen berubah dan jaringan ikat yang menyangga membran ketuban semakin
berkurang. Dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enzim proteolitik dan enzim
kolagenase maka akan mempercepat melemahnya daya tahan ketuban sehingga
menyebabkan selaput ketuban pecah (Manuaba, 2007).
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. Mendekati waktu
persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada degradasi
proteolitik dari matriks ekstra seluler dan membran janin. Aktivitas degradasi
proteolitik ini meningkat menjelang persalinan. Pada penyakit periodontitis

16
dimana terdapat peningkatan MMP, cenderung terjadi KPD (Prawirohardjo,
2014).
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda, dan pada trimester
ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.
Pada trimester akhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya
selaput ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal yang fisiologis. KPD pada
prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya infeksi yang
menjalar dari vagina. KPD prematur sering terjadi pada polihidromnion,
inkompeten serviks, solusio plasenta (Prawirohardjo, 2014).

3.1.6 Diagnosis
Ada beberapa hal yang harus ditentukan untuk menganalisis bahwa cairan
yang keluar merupakan cairan air ketuban. Adapun cara untuk menilai bahwa
cairan yang keluar itu merupakan cairan air ketuban adalah sebagai berikut :
1. Tentukan pecahnya selaput ketuban. Ditentukan dengan adanya cairan
ketuban di vagina, jika tidak ada, dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian
bawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan
ketuban dapat dilakukan dengan test lakmus (nitrin test) merah menjadi biru,
membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan
kelainan janin.
2. Tentukan usia kehamilan bila perlu dengan USG.
3. Tentukan ada tidaknya infeksi, tanda-tanda infeksi : suhu ibu ≥ 38oC, air
ketuban keruh dan berbau. Pemeriksaan air ketuban dengan tes LEA
(Leukosit Esterase), leukosit darah >15.000/ mm3, janin yang mengalami
takhicardi, mungkin mengalami infeksi intra uterine.
4. Tentukan tanda-tanda inpartu, tentukan adanya kontraksi yang teratur, periksa
dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan)
antara lain untuk melihat skor pelvile. (Pudiastuti, 2012:45-46).
Secara klinik diagnosis KPD tidak sukar dibuat. Anamnesa pada klien
dengan keluarnya air seperti kencing dengan tanda-tanda yang khas sudah dapat

17
menilai itu mengarah ke KPD. Untuk menentukan betul tidaknya terjadi KPD bisa
dilakukan dengan cara :
1. Adanya cairan yang berisi mekonium (kotoran janin), verniks kaseosa (lemak
putih), rambut lanugo atau bulu-bulu halus bila telah terinfeksi bau.
2. Pemeriksaan inspekulo, lihat dan perhatikan apakah memang air ketuban
keluar dari kanalis servikalis pada bagian yang sudah pecah, atau terdapat
cairan ketuban pada forniks posterior.
3. Terdapat infeksi genital (sistemik)
4. Gejala Chorioamnionitis
a. Maternal: demam dan takikardi, uterine tenderness, cairan amnion yang
keruh, leukositosis (peningkatan sel darah putih) meninggi, leukosit
esterase (LEA) meningkat, kultur darah/ urine
b. Fetal: takikardi, kardiotokografi, profibiofisik, volume cairan ketuban
berkurang.
5. Tes valsava (tes dengan melakukan ekspirasi paksa), tes valsava dapat
dilakukan dengan cara melakukan ekspirasi paksa dengan menutup mulut dan
hidung yang akan menambah tekanan pada telinga dan tekanan pada bagian
fundus, sehingga jika terjadi KPD, maka air ketuban akan keluar (Fadlun,
2011).

3.1.7 Penatalaksanaan
KPD termasuk dalam kehamilan berisiko tinggi. Kesalahan dalam
mengelolah KPD akan membawa akibat meningkatnya angka morbiditas dan
mortalitas ibu maupun bayinya. Penatalaksanaan KPD masih dilema bagi
sebagian besar ahli kebidanan. Kasus KPD yang cukup bulan, jika kehamilan
segera diakhiri, maka akan akan meningkatkan insidensi secsio sesarea dan
apabila menunggu persalinan spontan, maka akan meningkatkan insiden
chorioamnionitis. Kasus KPD yang kurang bulan jika menempuh cara-cara aktif
harus di pastikan bahwa tidak akan terjadi RDS, dan jika menempuh cara
koservatif dengan maksud memberikan waktu pematangan paru, harus bisa
memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memeperjelek prognosis janin.

18
Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan tidak di ketahui
secara pasti segera dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG) untuk
mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD
dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh Karena
itu pada kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu
yang optimal untuk persalinan. Pada umur kehamilan matang, choriamnionitis
yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab utama meningkatnya
morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin
langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya
periode laten.
Penatalaksanaan dengan beberapa cara (Cunningham, 2006; Winkjosastro,
2010):
1. Konservatif
Penatalaksanaan konservatif ketuban pecah dini pada kehamilan preterm
antara lain:
a. Rawat di rumah sakit, ditidurkan dengan posisi trendelenburg position,
tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam mencegah terjadinya infeksi dan
kehamilan diusahakan mencapai 37 minggu.
b. Berikan antibiotika (Ampisilin 4 x 500 mg atau Eritromisin bila tidak
tahan Ampisilin) dan Metronidazole 2 x 500 mg selama 7 hari.
c. Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu dirawat selama air ketuban masih
keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi. Pemberian Magnesium
Sulfat sebagai brain protector dengan dosis 4 gram sebagai dosis inisial
dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 1 gram/jam sampai lahir, maksimum
24 jam.
d. Pada usia kehamilan 32 – 34 minggu berikan steroid, untuk memacu
kematangan paru janin. Sediaan terdiri atas betametason 12 mg sehari
dosis tunggal selama 2 hari atau deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali).
e. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu belum inpartu, tidak ada infeksi, tes
busa negatif maka beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu.

19
f. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam.
g. Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, ada infeksi, beri antibiotik dengan
rejimen Ampisilin 2 g intravena setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti oleh
Amoksisilin (500 mg per oral tiga kali sehari atau 875 mg secara oral dua
kali sehari) selama lima hari dan lakukan induksi.
h. Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit tanda-tanda infeksi intrauterin).
2. Aktif
Janin dianggap cukup matang pada usia kehamilan sudah 34 minggu
atau lebih. Sehingga biasanya dokter melakukan induksi persalinan. Dapat
diberikan misoprostol 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
Observasi suhu rektal terlebih dahulu, bila tidak meningkat, persalinan bisa
ditunggu dalam 24 jam, bila belum ada tanda – tanda inpartu maka dilakukan
terminasi (Soewarto, 2014; Amalia, 2015).
Bila saat datang sudah lebih dari 24 jam dan tidak ada tanda – tanda
inpartu maka segera dilakukan terminasi untuk mencegah terjadinya infeksi.
Bila terdapat tanda – tanda infeksi, berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalinan diakhiri. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi dengan oksitosin. Jika tidak berhasil, seksio sesarea dapat
dilakukan untuk mengakhiri persalinan. Sedangkan bila skor pelvik > 5,
induksi persalinan, partus pervaginam (Soewarto, 2014).

3.1.8 Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang seringkali ditimbulkan dari KPD sangat
berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta dampak terhadap ibunya
sendiri. Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini tergantung pada usia
kehamilan. Dampak yang paling sering terjadi pada KPD sebelum usia kehamilan 37
minggu adalah sindrom distress pernapasan (RDS atau Respiratory Disterss Syndrome),
yang terjadi pada 10 -40% bayi baru lahir (Umami, 2016). Selain itu, hipoksia karena
terjadi kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea karena
gagalnya persalinan normal merupakan komplikasi juga dari kejadian KPD (Soewarto,
2014).

20
KPD dapat membuat presentasi janin cenderung pada posisi yang abnormal dan
plasenta biasanya lebih mudah terlepas dengan cepat. Selain itu, KPD dapat
meningkatkan risiko perdarahan intraventrikular pada neonatus yang dapat
mengakibatkan kecacatan perkembangan saraf, misalnya cerebral palsy (Moldenhauer,
2016). Komplikasi yang terjadi pada bayi dengan kasus KPD di Wilayah Kerja
Puskesmas Lerep adalah prematuritas 31 kasus (31,9%), asfiksia 30 kasus (30,9%).
Sedangkan pada ibu, komplikasi yang banyak terjadi adalah partus lama yaitu 36 kasus
(37,1%) dari 97 ibu yang mengalami KPD (Umami, 2016).
KPD dapat meningkatkan risiko infeksi pada maternal ataupun neonatal. Infeksi
pada maternal yang tersering adalah korioamnionitis dengan insidensi sekitar 4,2% -
10,5%. Sedangkan infeksi pada janin dapat terjadi septicemia, pneumonia, infeksi traktus
urinarius dan infeksi lokal misalnya konjungtivitis (Fahrozy, 2012). KPD merupakan
faktor predisposisi dari terjadinya persalinan premature, dimana bayi belum sepenuhnya
mampu menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungan di luar rahim, dan hal ini dapat
menambah angka mortalitas dan morbiditas pada bayi (Soewarto, 2014).

21
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien Ny. SA usia 30 tahun datang ke IGD RSUD Aji Muhammad Parikesit
Tenggarong pada tanggal 20 Maret 2019 dengan keluhan keluar air-air dari jalan
lahir sejak pukul 21.00. Berdasarkan tinjauan pustaka yang ada, berikut dibawah
ini uraian kesesuaian kasus dengan teori yang ada.

KASUS TEORI

Anamesis : Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm


akan mengalami KPD.
- Keluar air-air dari jalan lahir
Ketuban Pecah Dini (KPD) diartikan sebagai
sejak pukul 21.00.
pecahnya ketuban sebelum inpartu atau pecahnya
- Tidak disertai darah dan
ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan dan
lendir
dalam satu jam tidak ada tanda-tanda persalinan
- Tidak dirasakan perut
kencang-kencang
- Terdapat gerakan janin
- Tidak ada demam, sesak
napas, nyeri kepala, nyeri
perut, batuk, gangguan BAK,
dan gangguan BAB
- Tidak ada riwayat trauma
- Tidak ada riwayat penyakit
dahulu
- Usia kehamilan 39-40
minggu
Pemeriksaan Fisik : - Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda,
dan pada trimester ketiga selaput ketuban mudah
- Vaginal Toucher: Portio tebal
pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
lunak, belum ada hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi
pembukaan, selaput ketuban rahim, dan gerakan janin. Pada trimester akhir
(+), bloodslime (-), ketuban terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.

mengalir warna jernih,


lakmus test berwarna biru (+)
Pemeriksaan Penunjang : - Pada pemeriksaan tes lakmus/nitrazin, kertas
lakmus merah akan berubah menjadi biru,
- Lakmus test berwarna biru
menunjukkan adanya air ketuban, pH air ketuban
(+) berkisar antara 7 – 7,5.
- Darah lengkap: dalam
batas normal
Penatalaksanaan : Kasus ketuban pecah dini pada kehamilan aterm
penatalaksanaan berupa penanganan aktif:
 Induksi misoprostol ⅛ tab
 IVFD RL 20 tpm - Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan
 Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 oksitosin, bila gagal lakukan terminasi
gr IV kehamilan perabdominal. Dapat pula diberikan

 Evaluasi his, DJJ, dan misoprostol 25-50 μg intravaginal tiap 6 jam

kemajuan persalinan maksimal 4 kali.

 Observasi di VK - Bila ada tanda-tanda infeksi, berikan


antibiotika dosis tinggi

23
BAB 5
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus atas pasien Ny. SA yang berusia 30 tahun
datang ke IGD RSUD Aji Muhammad Parikesit Tenggarong dengan keluhan
keluar air-air dari jalan lahir sejak pukul 21.00. Air-air tidak disertai dengan darah
dan lendir. Air yang keluar berwarna jernih. Pasien mengaku keluar air-air tiba-
tiba dan tidak merasakan perut kencang-kencang. Pasien masih merasakan gerak
janin. Keluhan lain seperti demam, sesak napas, nyeri kepala, nyeri perut, batuk,
gangguan BAK dan BAB disangkal oleh pasien. Riwayat trauma tidak ada.
Pemeriksaan tekanan darah pasien didapatkan 120/80 mmHg, tidak ada
riwayat hipertensi sebelumya. Pemeriksaan obstetri didapatkan HIS tidak ada,
Vaginal Toucher: portio tebal lunak, belum ada pembukaan, selaput ketuban (+),
bloodslime (-), ketuban mengalir warna jernih. Pemeriksaan penunjang lakmus test biru
(+), darah lengkap dalam batas normal. Setelah melakukan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang, maka didapatkan diagnosis G4P3003 A000 gravid
39-40 minggu belum inpartu + JTHIU + Ketuban Pecah Dini. Secara umum
penegakkan diagnosis maupun penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat dan
sesuai dengan teori.

24
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti dan Oktarina, Aini. (2012). Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah
DiniA ntaraPrimipara dan Multipara. Jurnal Midpro. Edisi 1.
http://journal.unisla.ac.id/pdf/19412012/1.%20perbedaan%20kejadian%20k
etu ban%20pecah.pdf.
Atmono, B.D. (2010). Keluaran Perinatal Pengelolaan Konservatif Kehamilan
Belum Genap Bulan dengan Ketuban Pecah Dini. Tesis. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Fadlun. (2011). AsuhanKebidananPatologis. Jakarta :Salemba Medika.
Gabbe, S.G., Nielbyl, J.R., Simpson, J.L. (2002). Maternal and Perinatal
Infection. Dalam: Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. Edisi ke-4.
Philadelphia: Churchill Livingstone; h.1320-25.
Iriyanti ,B., et al. (2014). Asuhan Kehamilan Berbasis Bukti. Jakarta :Sagung
Seto.
Kosim, M Sholeh. (2010). Pemerikssan Kekeruhan Air Ketuban. Jurnal Sari
Pediatri, Vol. 11, No. 5. http://httpsaripediatri.idai.or.idpdfile11-5-12.pdf
Marmi, et al. (2016). Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Minkoff, H. L. (2004). Human Immunodeficiency Virus. Dalam: Creasy RK,
Resnik R, Iams JD, penyunting. Maternal-Fetal Medicine Principles and
Practice. Edisi ke5. Philadelphia: Elsevier Saunders; h. 803-14.
Prabantoro, BTR. (2011). Peran Endonuclease-G sebagai Biomarker Penentu
Apoptosis Sel Amnion pada Kehamilan dengan Ketuban Pecah Dini.
Surabaya: Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan. Jakarta :Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Roosdhantia, I.R. (2012). Perbedaan Skor APGAR Pada Ketuban Pecah Dini Usia
Kurang Dari 34 Minggu Yang Diberi dan Tidak Diberi Deksametason.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Sepduwiana, Henny. (2011). Faktor Terjadinya KPD pada Ibu Bersalin di RSUD
Rokan Hulu. Jurnal Maternity and Neonatal. Vol. 1 no. 3.
http://ejournal.upp.ac.id/index.php/akbd/article/download/1103/804

25
Sudarmi. (2013). Hubungan Ketuban Pecah Dini ≥ 12 Jam Dengan Gawat Janin
Di Ruang Bersalin RSUP NTB Tahun 2012. Media Bina Ilmiah. Volume 7,
No. 5 Oktober 2013.
Sukesih, S. (2012). Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu
Hamil Mengenai Tanda Bahaya dalam Kehamilan di Puskesmas Tegal
Selatan Kota Tegal Tahun 2012. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Tahir, S. (2012). Faktor Determinan Ketuban Pecah Dini di RSUD Syekh Yusuf
Kabupaten Gowa. Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin.
Wiradharma. (2013). Risiko Asfiksia pada Ketuban Pecah Dini di RSUP Sanglah.
Sari Pediatri, Vol. 14, No. 5, Februari 2013.

26

Anda mungkin juga menyukai