Anda di halaman 1dari 4

Tafsir Surat al-Baqarah Ayat 222

BY UUS SUHENDRIK, LC · JULY 5, 2016

Kesimpulan Surat Al Baqarah Ayat 222 Al Baqarah Ayat 222 Menjelaskan Tentang Al Baqoroh 222
Terjemah Al Baqoroh 222 Al Baqarah 222

‫حتتى ي نط رههرر ن‬
‫ن‬ ‫ن ن‬‫قنرهبوهه ت‬ ‫ض وننل ت ن ر‬‫حي ض‬ ‫سانء ضفي ال ر ن‬
‫م ض‬ ‫ذى نفاع رت نزضهلوا الن ن ن‬ ‫ل ههون أ ن ذ‬
‫ض قه ر‬
‫حي ض‬ ‫م ض‬‫ن ال ر ن‬
‫ك عن ض‬ ‫سأ نهلون ن ن‬
‫وني ن ر‬
‫ن‬ ‫ر‬
‫ن‬
‫ري ن‬‫مت نط نهن ض‬
‫ب ال ر ه‬‫ح ب‬‫ن وني ه ض‬
‫واضبي ن‬‫ب الت ت ت‬
‫ح ب‬ ‫ن الل ت ن‬
‫ه يه ض‬ ‫م الل ت ه‬
‫ه إض ت‬ ‫منرك ه ه‬
‫ثأ ن‬ ‫حي ر ه‬
‫ن ن‬
‫م ر‬ ‫ن ض‬ ‫ذا ت نط نهترر ن‬
‫ن فنأهتوهه ت‬ ‫فنإ ض ن‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

(QS. AL-BAQOROH : 222)

TAFSIR SURAT AL-BAQOROH AYAT 222

Imam Ahmad meriwayatkan dari anas, bahwasanya jika wanita orang-orang Yahudi sedang haid,
maka mereka tidak mau memberinya makan dan tidak mau menidurinya. Maka kemudian
sahabat Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam menanyakan masalah ini kepada Nabi sholallohu ‘alaihi
wasallam, maka Allah menurunkan ayat :

‫حتتى ي نط رههرر ن‬
‫ن‬ ‫ن ن‬‫قنرهبوهه ت‬ ‫ض وننل ت ن ر‬‫حي ض‬ ‫سانء ضفي ال ر ن‬
‫م ض‬ ‫ذى نفاع رت نزضهلوا الن ن ن‬ ‫ل ه هو ن أ ن ذ‬
‫ض قه ر‬
‫حي ض‬ ‫م ض‬ ‫ن ال ر ن‬
‫ك عن ض‬ ‫سأ نهلون ن ن‬
‫وني ن ر‬
‫ن‬ ‫ر‬ ‫ت‬ ‫ت‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫ر‬ ‫ن‬
‫ن‬
‫ري ن‬‫مت نطهن ض‬ ‫ب ال ه‬‫ح ب‬‫ن وني ه ض‬
‫واضبي ن‬‫ب الت ت ت‬
‫ح ب‬
‫ه يه ض‬
‫ن الل ن‬‫ه إض ت‬
‫م الل ه‬ ‫منرك ه‬‫ثأ ن‬ ‫حي ر ه‬
‫ن ن‬
‫م ر‬ ‫ن ض‬ ‫ن فنأهتوهه ت‬
‫ذا ت نطهترر ن‬ ‫فنإ ض ن‬

Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka
itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.

Kemudian Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam bersabda : “Lakukakanlah apa saja selain
berhubungan badan”. Maka berita ini sampai kepada orang-orang Yahudi, lalu mereka pun
berkata : “orang ini (Muhammad) tidak meninggalkan satu perkara pun dari urusan kita kecuali
menyelisihinya”. Kemudian datanglah Usaid bun hudhair dan Ubad bin Basyar, keduanya
berkata : “Ya Rosululloh, sesungguhnya orang-orang Yahudi telah mengatakan begini dan begitu,
apakah tidak kita campuri saja wanita yang haid itu?”. Maka berubahlah raut muka Rosululloh
sholallohu ‘alahi wasallam sehingga kami kira beliau sedang marah kepada keduanya.
Selanjutnya kedua orang itu pergi, lalu datanglah hadiah berupa susu untuk beliau. Kemudian
beliau mengutus utusannya kepada keduanya dan memanggil untuk diberikan kepada keduanya.
Akhirnya keduanya mengetahui bahwa beliau tidak marah kepada mereka.

(HR. MUSLIM)

Berkenaan masalah hukum wanita yang haid dalam Islam, ayat ini begitu jelas memberikan
batasan syariat dalam berinteraksi dengannya. Tidak seperti kebiasaan orang-orang Yahudi yang
tidak memperlakukan wanita haid layaknya manusia. Islam membolehkan interaksi apapun
dengan wanita haid selain satu hal saja, yaitu berhubungan badan di area farji (kemaluan).
Adapun selain area kemaluan maka boleh untuk dinikmati oleh suami, hal ini berdasarkkan
hadits yang diriwayatkan Abu Daud dari Ikrimah dari sebagian istri-istri nabi Sholallohu ‘alaihi
wasallam bahwasanya Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam jika ingin bercumbu dengan istrinya yang
haid, maka beliau menyimpan kain yang menutupi farji isrinya.

Abu Daud juga meriwayatkan hadits dari Imaroh bin Gharab, bahwa bibinya pernah
memberitahukan kepadanya bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah rhodiyallohu ‘anha, “salah
seorang dari kami sedang haid, sementara ia dan suaminya tidak mempunyai tempat tidur
kecuali satu saja”. Maka Aisyah pun berkata; “Akan aku beritahukan kepadamu tentang apa yang
pernah dilakukan Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam, suatu hari beliau pernah mamasuki
rumah dan langsung menuju ke mesidnya”. (Abu Daud mengatakan bahwa yang dimaksud
masjid disini adalah tempat shalat di rumahnya). Dan ketika beliau kembali aku telah terlelap
tidur. Saat itu beliau tengah diserang kedinginan, maka beliau berkata kepadaku; “mendekaplah
kepadaku”. Lalu aku katakan kepada beliau; “aku sedang haid”. Dan beliau pun berkata :
“singkapkanlah kedua pahamu”. Maka aku pun membuka pahaku, dan kemudian beliau
meletakan pipi dan dadanya diatas pahaku. Dan aku pun mendengkapkan tubuh beliau sehingga
terasa hangat, hingga beliau tertidur”.

Banyak riwayat yang menjelaskan mengenai aktivitas Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam
bersama istri-istrinya di saat mereka sedang haid. Dan semuanya menjelaskan bahwa nabi
melakukan aktivitas normal dengan mereka seperti keseharian sucinya mereka kecuali jima’ yang
beliau tinggalkan. Seperti dalam riwayat Aisyah rhidiyallohu ‘anha berikut ini :

‫ فيضع فمه في الموضع‬، ‫ فأعطيه النبي صلى الله عليه وسلم‬، ‫كنت أتعرق العرق وأنا حائض‬
‫ فيضع فمه في الموضع الذي كنت أشرب‬، ‫ وأشرب الشراب فأناوله‬، ‫ الذي وضعت فمي فيه‬.

“aku pernah menggigit daging sedangkan aku sedang Haid. Kemudian aku berikan daging itu
kepada Nabi sholalohu ‘alaihi wasallam, maka beliau menggigit pada bagian yang telah aku gigit.
Aku juga minum, lalu aku berikan minuman itu kepada beliau, maka beliaupun meletakkan
bibirnya pada bagian yang aku minum”.

Dalam riwayat Abu Daud yang lain dari Mu’adz bin Jabal berkata :

‫ ” ما فوق‬: ‫ قال‬. ‫سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عما يحل لي من امرأتي وهي حائض‬
‫ والتعفف عن ذلك أفضل‬، ‫“ الزار‬

“aku pernah bertanya kepada Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam tentang apa yang dihalalkan
untuk ku dari istriku disaat dia haid. Maka Beliau menjawab; “engkau boleh berbuat apa saja
terhadapnya pada bagian di atas kain, dan menghindari hal itu adalah tindakan yang lebih baik”

(HR. ABU DAUD)

Berdasarkan urauian hadits-hadits di atas, maka para ulama menyimpulkan haramnya berjima’
dengan wanita yang sedang haid sehingga perbuatan tersebut menjadi dosa. Namun mereka
berbeda pendapat tentang kewajiban apa bagi orang yang melakukan hal itu selai taubat kepada
Allah ta’ala.
Imam Ahmad dalam riwayatnya mengatakan wajibnya membayar kifarat bagi orang yang berjma’
dengan wanita yang haid. Berdasarkan riwayat Ibnu Abbas rhodiyallohu ‘anhu dari Nabi
sholallohu ‘alaihi wasallam tentang orang yang menjima’ istrinya saat haid :

‫ أو نصف دينار‬، ‫يتصدق بدينار‬

“hendaklah bersedekah dengan satu dinar atau setengah dinar”.

Sedangkan Madzhab Syafii dan Jumhur ulama berpendapat cukup beristigfar dan bertobat saja
kepada Allah ta’ala, dan tidak ada kewajiban untuk membayar kifarat apapun.

Para Ulama sepakat bahwa seorang suami dilarang untuk menjima’ istrinya setelah selesai
haidnya kecuali mereka telah bersuci dengan mandi atau tayamum jika tidak ada air atau ada
alasan yang membolehkan tayamum. Berbeda dengan pendapat Abu Hanifah yang mengatakan
bolehnya lengsung menjima’ wanita haid setelah selesai haidnya walaupun belum bersuci.

Bolehnya menjima wanita yang sudah selesai haidnya dengan cara apapun hanya di
kemaluannya, akan tetapi diharamkan menjima’nya pada duburnya.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri”

Wallohu a’lam

Sumber: https://isyhadu.com/125404-tafsir-surat-al-baqarah-ayat-222.html

Anda mungkin juga menyukai