Oleh
Allâh Azza wa Jalla telah mengutus para Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
haq. Dan merupakan kewajiban para Rasul untuk menyampaikan agama kepada umat mereka
masing-masing. Demikian para ulama pewaris para Nabi, mereka berkewajiban menjelaskan isi
kitab suci kepada umat, tanpa menyembunyikannya. Allâh Azza wa Jalla berfirman:
Dan (ingatlah), ketika Allâh mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu):
“Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu
menyembunyikannya!” [Ali-‘Imrân/3:187]
Oleh karena itu menyembunyikan ilmu menyelisihi perjanjian ulama dengan Allâh, bahkan
merupakan dosa besar sebagaimana dijelaskan oleh para ulama, karena pelakunya akan
mendapatkan laknat. Imam adz-Dzahabi rahimahullah memasukkan perbuatan
menyembunyikan ilmu di dalam kitabnya, Al-Kabâir, dalam urutan dosa besar ke 38.
Oleh karena itu, sebagai panutan umat, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak
menyembunyikan ilmu sama sekali. Para sahabat Beliau banyak memberikan kesaksian tentang
hal ini, bahkan orang-orang dekat Beliau. Inilah ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma Ummul Mukminin,
istri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersaksi untuk Beliau:
Demikian juga, sahabat Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, pembantu Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam memberikan kesaksiannya:
عن ن
ق الل ن ن
ه ل ات ن س قو ه سل ن ن
م ين ه ه ع نل ني كهس ون نصنلى الل ن ه ي ن جع ن ن
ل الن نب س ي ش ه
كو فن ن حارسث ن ن
ة ين ك ن نجانء نزي كد ه ب ك ه
ل ن س نقا نن أن ن س ك
ه ذ ه م تن كن ل ئ
ئا ي ن
ش ما ت ن
كا م ن ل س و ه ين ل ع ه ن ل ال لى ن ص ه ن ل ال ه
ل سو ر ن ن
كا ون ل س نن أ ن
ل ن
قا كن ج و ز ن
ك ين ل ع س ك
ك ن
ن ن ن س س ك ك س ن ن ن س ئ ن ه س ن ن ن ه ن س ك ك ن ك ن ن م س
ونأ ك
Dari Anas, dia berkata: “Zaid bin Haritsah datang mengadu kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , maka Beliau bersabda kepadanya: “Bertakwalah kepada Allâh dan tahanlah terus
isterimu”. Anas berkata: “Seandainya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembunyikan
sesuatu (dari al-Qur’an) pasti beliau telah menyembunyikan ini”. [HR. Bukhâri, no. 7420]
Di dalam kitab suci al-Qur’an, Allâh Azza wa Jalla mencela ahli kitab atas sikap mereka yang suka
menyembunyikan al-haq, Dia berfirman:
Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampur adukkan yang haq dengan yang bathil, dan
menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahuinya? [Ali-‘Imrân/3:71]
Di antara kebenaran yang mereka sembunyikan adalah tentang berita akan datangnya Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ada di dalam kitab suci mereka. Allâh Azza wa
Jalla Yang Maha Mengetahui membongkar perilaku mereka dengan firman-Nya:
ن
م
حقن ونهه ك ن ال ك ن م ل ني نك كت ه ه
مو ن من كهه ك
قا س ن فن س
ري ئ إإإ ن
إإإ سون م
نننانءهه ك ه كن ن
ما ي نعكرسهفوأب ك ن م ال كك سنتا ن
ب ي نعكرسهفون ن ه ن آت ني كنناهه ه ال ن س
ذي ن
ن
مو ن ي نعكل ن ه
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal
Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian
diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui. [Al-Baqarah/2:146]
Ilmu merupakan cahaya dan petunjuk, maka jika ilmu disembunyikan, berarti manusia berada di
dalam kegelapan dan kesesatan. Karenanya Allâh Azza wa Jalla melaknat orang-orang yang
menyembunyikan ilmu dengan firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada
manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dila’nati Allâh dan dila’nati (pula) oleh semua (mahluk) yang
dapat mela’nati. Kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan
menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah
Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. [Al-Baqarah/2:159-160]
Karena khawatir terhadap ancaman yang terkandung di dalam ayat ini, maka Abu Hurairah giat
menyebarkan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [HR. Al-Bukhâri, no. 118]
Selain itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahaya menyembunyikan
ilmu agama yang harus disampaikan kepada umat sebagaimana hadits berikut ini:
ه
م ه م ك نت ن نه ثه ن
م ه عل كم س ع نل س نن س ل عن كسئ س نن ه م ك سل ن ن
م ن ه ع نل ني كهس ون ن
صنلى الل ن ه
ل الل نهس ن
سو ه
ل نر ه ن أ نسبي ههنري كنرة ن نقا ن
ل نقا ن عن ك
ك ك ه
ن ننارس م ك جام س س مةس ب سل س ن قنيا نم ال سم ي نوك ن
ج نأل س
Dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa
ditanya tentang suatu ilmu yang dia mengetahuinya, namun dia menyembunyikannya, maka dia
akan diberi tali kekang dari neraka pada hari kiamat”. (HR. Tirmidzi, no. 2649; Abu Dawud, no.
3658; Ibnu Majah, no. 264; dishahîhkan oleh Syaikh al-Albani)
Perkataan di dalam hadits di atas ‘Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu yang dia
mengetahuinya’, yaitu ilmu yang dibutuhkan oleh penanya dalam urusan agamanya; ‘namun dia
menyembunyikannya’, dengan tidak menjawab atau dengan menghalangi kitab/penulisan ilmu;
‘maka dia akan diberi tali kekang’, yaitu di mulutnya diberi kekang/kendali, karena mulut itu
adalah tempat keluarnya ilmu dan perkataan; ‘dengan kekang dari neraka’, sebagai balasan
baginya karena dia mengendalikan dirinya dengan diam. Dia diserupakan dengan hewan yang
diatur dan dihalangi dari niatnya yang dia kehendaki, karena kedudukan seorang ‘alim adalah
mengajak menuju al-haq.
As-Sayyid mengatakan: “Ini adalah di dalam ilmu yang harus diajarkan, seperti orang kafir yang
meminta penjelasan tentang agama Islam; orang baru masuk Islam bertanya tentang tata cara
sholat yang telah datang waktunya; dan seperti orang yang meminta fatwa tentang halal dan
haram; di dalam semua perkara ini wajib dijawab. Bukan pertanyaan dalam masalah ilmu-ilmu
nafilah (yang tidak wajib), yang tidak darurot/mendesak (maka tidak wajib dijawab-pen)”. [Lihat
Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi, hadits no. 2649]
PENUTUP
Dengan penjelasan singkat ini, maka kita mengetahui bahwa orang yang berilmu agama
berwajiban menyebarkan ilmunya dan tidak boleh menyembunyikannya. Jika dia melanggar hal
ini, maka dia dilaknat oleh Allâh dan makhluk-Nya. Semoga Allâh selalu membimbing kita di atas
jalan yang lurus. Âmîn.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Penuntut Ilmu Tidak Boleh Menyembunyikan Ilmu, Harus Tunduk Pada Kebenaran
Oleh
Nasihat Ketiga
Menyembunyikan ilmu adalah satu sifat tercela yang disandang oleh Ahlul Kitab (Yahudi dan
Nasrani), yaitu mereka menyembunyikan kebenaran risalah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wa sallam di dalam Kitab suci keduanya: Taurat dan Injil.
Apabila seseorang mengetahui suatu ilmu, kemudian ada orang lain yang bertanya tentang ilmu
ter-sebut maka ia harus menyampaikan ilmu tersebut kepadanya. Sebab apabila tidak dilakukan
dan ia menyembunyikan ilmunya itu, ia terkena ancaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam dalam sabdanya,
“Barangsiapa yang ditanya tentang suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan di-
belenggu pada hari Kiamat dengan tali kekang dari Neraka.”[1]
Allah Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada
manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh semua (makhluk)
yang dapat melaknat.” [Al-Baqarah/2: 159]
Selain itu Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam memberikan perumpamaan bagi orang yang
menyem-bunyikan ilmu dalam sabda beliau,
ه
من ك ه ل ال نذ سيك ي نك كن سهز ال كك نن كنز فنل ن ي هن ك س
فق ه س ث ب سهس ك ن ن
مث ن س م ل ن هيإ ن
حد ي ه م ال كعسل ك ن
م ثه ن ل ال نذ سيك ي نت نعنل ن ه
مث ن ه
ن.
Ilmu yang dimaksud adalah ilmu yang berkaitan tentang apa yang wajib diketahui oleh setiap
Muslim dari urusan agamanya.
Selain itu, menyampaikan ilmu hanyalah kepada orang yang layak menerimanya. Adapun orang
yang tidak layak menerima ilmu itu, maka boleh menyembunyikan ilmu darinya. Syaikh Ahmad
bin Muhammad bin Syakir rahimahullaah mengatakan, “Menyampaikan ilmu hukumnya wajib
dan tidak boleh menyembunyikannya, namun mereka (para ulama) mengkhususkan hal itu bagi
orang yang berkopetensi (layak) menerimanya.
Diperbolehkan menyembunyikan ilmu kepada orang yang belum siap menerimanya, demikian
juga kepada orang yang terus-menerus melakukan kesalahan setelah diberikan cara yang
benar.”[4]
Nasihat Keempat
Mu’adz bin Jabal radhiyallaahu ‘anhu pernah berkata, “Allah Ta’ala adalah Hakim Yang Mahaadil
dalam memberikan hukuman. Dia-lah Dzat yang Nama-Nya Mahatinggi. Dan orang-orang yang
meragukan hal itu akan binasa.”[5]
‘Abdurrahman bin ‘Abdillah bin Mas’ud rahimahullaah berkata, “Ada seseorang yang datang
kepada ‘Abdullah bin Mas’ud seraya berkata, ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman, beritahukan kepadaku
kalimat yang simpel namun banyak mengandung manfaat!’ ‘Abdullah menjawab, ‘Jangan sekali-
kali engkau menyekutukan Allah. Berjalanlah bersama Al-Qur-an kemana saja engkau pergi. Jika
ada kebenaran yang datang kepadamu, janganlah segan-segan untuk menerimanya sekalipun
kebenaran itu jauh letaknya dan tidak menyenangkan. Dan jika ada kebathilan yang datang
kepadamu, tolaklah ia jauh-jauh sekalipun kebathilan itu sangat dekat letaknya dan sangat
kausukai.’”[6]
Imam asy-Syafi’i rahimahullaah mengatakan, “Ketika aku meriwayatkan hadits shahih dari
Rasulullah dan aku tidak menggunakannya, maka aku bersaksi pada kalian semua bahwa (sejak
itulah) kewarasan akalku telah hilang.”[7]
Beliau juga berkata, “Apabila ada seseorang yang mengingkari dan menolak kebenaran berada di
hadapanku, maka aku tidak akan menaruh hormat lagi kepadanya. Dan barangsiapa yang
menerima kebenaran, maka aku pun akan menghormati dan tanpa ragu akan mencintainya.”[8]
Orang yang sombong adalah orang yang menolak kebenaran, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
…س حقي ونغ ن ك ه
ا نل كك سب كهر ب نط نهر اكلإ ن.
مط الننا س
[Disalin dari buku Menuntut Ilmu Jalan Menuju Surga “Panduan Menuntut Ilmu”, Penulis Yazid
bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka At-Taqwa, PO BOX 264 – Bogor 16001 Jawa Barat –
Indonesia, Cetakan Pertama Rabi’uts Tsani 1428H/April 2007M]
_______
Footnote
[1] Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 3658), at-Tirmidzi (no. 2649), dan Ibnu
Majah (no. 266), ini lafazh Ibnu Majah, dari Shahabat Abu Hurairah. Lihat Shahih Sunan Abi
Dawud (II/441), Shahih Sunan at-Tirmidzi (II/336, no. 2135), dan Shahih Sunan Ibni Majah (I/49,
no. 213).
[3] Hadits hasan: Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Ausath (no. 693), dari Shahabt Abu
Hurairah radhiyallaahu ‘anhu. Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 3479).
[6] Shifatush Shafwah (I/183), cet. II, Maktabah Nazar Musthafa al-Baaz, th. 1418 H.
[9] Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 91 (147)) dan at-Tirmidzi (no. 1999).
Beranda Download Kajian Ustadz Abu Yahya Badrusalam Shahiih At-Targhiib wa At-Tarhiib
Hadits tentang Anjuran untuk Menyebarkan Ilmu dan Ancaman dari Menyembunyikan Ilmu –
Kitab Shahih Targhib wa Tarhib (Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.)
Kajian khusus Muslimah ini merupakan kajian yang rutin diselenggarakan di Masjid Al-Barkah
dan disiarkan secara live pada Selasa sore, 14 Jumadats Tsani 1435 / 15 April 2014, pukul 16:30-
17:30 WIB di Radio Rodja dan RodjaTV. Kajian ini disampaikan oleh Ustadz Badrusalam, Lc.
dengan pembahasan kitab Shahih Targhib wa Tarhib ( )صحيح الترغ ي ب والتره ي ب. Pada
pembahasan sebelumnya, pemateri menyampaikan pembahasan mengenai Hadits tentang
Anjuran untuk Menghormati Ulama dan Seterusnya, dan kali ini beliau akan melanjutakan ke bab
berikutnya, yaitu dengan pembahasan Hadits tentang Anjuran untuk Menyebarkan Ilmu dan
Ancaman dari Menyembunyikan Ilmu. Semoga bermanfaat.
[sc:status-shahih-targhib-wa-tarhib-ustadz-badrusalam-2013]
Kajian Kitab Hadits: Shahih Targhib wa Tarhib: Kitab Ilmu ( )كتاب العلم
Anjuran untuk Menyebarkan Ilmu dan Menunjukkan Orang Lain kepada Kebaikan ( الترغيب في
)نشر العلم والدللة على الخير
KAJIAN KITAB HADITS: SHAHIH TARGHIB WA TARHIB: KITAB ILMU ( )كتاب العلم
ANJURAN UNTUK MENYEBARKAN ILMU DAN MENUNJUKKAN ORANG LAIN KEPADA KEBAIKAN (
)الترغيب في نشر العلم والدللة على الخير
[00:01]
حا ت ننرك ن ه
ه صال س ئ
دا ن شنره ه ونونل ن ئ ه ونن ن ن ما ع نل ن ن
م ه عل ك ئ
موكت سهس س سننات سهس ب نعكد ن ن
ح نمل سهس ون نن عن ن م كن س م نمؤ ك سح ق ه ال ك ه ما ي نل ك نم ن
ن سإس ن
ن صد نقن ئ ن ن ن ن ن
مال سهس ن ن م ك جنها سخنر ن ةأ ك جنراه ه أوك ن ل ب ننناه ه أوك ن نهكئرا أ ك
سسبي س ن ال ندا ب ننناه ه أوك ب ني كئتا سلب ك سج ئس س م ك ه أو ك ن فا وننرث ن ه
ح ئص ن
م ك
ون ه
موكت سهسن ب نعكد س نم ك
ه س ق هح ه ك
حنيات سهس ي نل ن
حت سهس ون نص ن سفي س
Baca Juga:
Bab Zakat Bagian dari Islam dan Bab Mengiringi Jenazah Bagian dari Iman - Hadits 46-47 - Kitab
Shahih Bukhari (Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc.)
“Sesungguhnya yang sampai kepada seorang mukmin dari amalannya dan kebaikannya setelah
meninggal dunia ialah, ilmu yang ia ajarkan dan ia sebarkan, anak shaleh yang ia tinggalkan,
mushaf AL-Qur’an yang ia wariskan, masjid yang ia bangun, rumah yang diperuntukkan untuk
ibnu sabil yang ia bangun, sungai yang ia alirkan, sedekah yg ia keluarkan dari hartanya dalam
keadaan sehat dan hidup.” (HR Ibnu Majah, Al-Baihaqi dan Khuzaimah)
خير ما يخلف الرجل من بعده ثلث ولد صالح يدعو له وصدقة تجري يبلغه أجرها وعلم يعمل
به من بعده
“Sebaik-baiknya apa yang ditinggalkan oleh seseorang setelah ia meninggal dunia adalah tiga hal,
yang pertama anak shaleh yang mendoakannya, sedekah jariyah yang terus mengalir pahalnya
kepadanya, dan ilmu yang diamalkan setelahnya.” (HR Ibnu Majah)
“Jika seorang anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali 3 hal:
shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendo’akannya.” (HR Muslim)
[25:47]
“Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu, kemudian ia meyembunyikannya, maka kelak ia akan
dibungkam mulutnya dengan api neraka.” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban,
Al-Baihaqi dan Al-Hakim)